Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

J.

ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179


ISSN-e : 2550 – 0562

VARIASI FENOTIP DAN GENOTIP EBONI (Diospyros celebica Bakh) PADA


HUTAN ALAM DAN HUTAN TANAMAN DI SULAWESI TENGAH
DAN SULAWESI BARAT

Wahyuningsih1), Muslimin2), Yusran 2)

1) Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Jl.Soekarno-Hatta Km. 9 Palu,


Sulawesi Tengah 94118 email: musliminmadjid@ymail.com
2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Abstract

The aim of this research are to know phenotype and genotype diversity between population of
ebony on the forest in Sulawesi specially from Central Sulawesi and West Sulawesi. The study
was conducted from January to April 2014, extraction of DNA has been done in laboratory of
Biotechnology, faculty of Mathematics and Natural Science, Tadulako University and DNA
analysis in Kyoto Perfectural University, Japan. PCR-RAPD technique was employed in this
study with 4 RAPD primers. Sample from 9 population in natural forest and plant forest in
Central Sulawesi and West Sulawesi and all leaf sample taken show different. There were 2
primary that resulting the best amplifying quality in genotype diversity analysis that was TCH05
and AS9870. There is unique bands on DNA fragment from Lende area, has band size 2500-
3000bp while from ebony individu sample from other area locus cannot be found. Based on
dendogram analysis on distance matrix revealed the 10 genotypes were grouped into two main
groups. The first group population from Lende. The second group was further divided into two
sub group (2A and 2B). Subgroup 2A consisted of Diospyros kaki. Subgroup 2B included
population from Ako, Tibo, Bale, Tompe, Maleali, and Kasimbar.

Key words: Diospyros celebica Bakh, RAPD, Phenotyp and Genotype Variation

PENDAHULUAN upaya yang dapat dilakukan adalah studi


keragaman genetik eboni (Diospyros celebica
Eboni (Diospyros celebica Bakh) sebagai
Bakh). Adanya variasi dalam suatu jenis perlu
spesies asli Indonesia banyak tumbuh di
diketahui lebih dahulu sebelum memulai
Pulau Sulawesi sehingga menjadikan flora ini
kegiatan pemuliaan pohon. Penggunaan
sebagai tanaman endemik dengan daerah
ekspresi morfologi yang didasarkan pada sifat
penyebaran di Sulawesi Tengah, Sulawesi
fenotip berupa morfologi buah, daun, dan
Utara dan Sulawesi Selatan (Alrasyid, 2001).
kenampakan batang belum dapat dijadikan
Tingginya harga jual eboni (Diospyros
dasar utama untuk perbedaan sifat yang tetap,
celebica Bakh) baik di dalam maupun di luar
terutama bila ingin menggunakan keunggulan
negeri mengakibatkan semakin maraknya
genetik dari pohon tersebut. Informasi yang
ilegal logging dan penyelundupan keluar
diperoleh secara fenotip ini seringkali
negeri akibatnya populasi eboni (Diospyros
memberikan hasil yang tidak konsisten,
celebica Bakh) semakin berkurang. Saat ini
karena karakter yang tampak bukan
statusnya dikategorikan sebagai tumbuhan
semata-mata menggambarkan informasi
yang mulai langka (SK Mentan
secara genetik tetapi sudah dipengaruhi oleh
No.54/kpts/Um/2/1972), sehingga
lingkungan. Oleh karena itu keturunan yang
dikhawatirkan akan punah. Hal ini selain
diperoleh dari hasil persilangan ini sering
disebabkan karena eksploitasi yang
kali mengalami perubahan karakter ke arah
berlebihan, juga karena kurangnya upaya
yang tidak diinginkan, terlebih bila karakter
pelestarian dan konservasinya.
tersebut lebih dipengaruhi oleh lingkungan
Plasma nutfah perlu dijaga
(heritabilitas rendah). Seperti yang
kelestariannya karena sangat penting dalam
dikemukakan oleh Prasetiyono, dkk. (2003)
hal pemuliaan dan konservasi. Salah satu

7
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

bahwa seleksi yang berdasarkan fenotip saja Bakh) dari berbagai hutan alam dan hutan
akan menemui kesulitan karena kondisi tanaman khususnya yang berada di Sulawesi
lingkungan yang bervariasi. Dengan melihat Tengah dan Sulawesi Barat.
kelemahan-kelemahan dari teknik pemuliaan
konvensional serta untuk memperkuat hasil METODE PENELITIAN
identifikasi berdasarkan sifat fenotipe, perlu
Waktu dan Tempat
diteliti pengaruh dari faktor genetika terhadap
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada
keragaman pertumbuhan tanaman eboni
bulan Januari 2014 hingga April 2014,
(Diospyros celebica Bakh). Pendekatan
ekstraksi DNA dilakukan di Laboratorium
melalui molekuler merupakan salah satu cara
Bioteknologi Fakultas MIPA Universitas
yang tepat dan cepat yang dapat dilakukan
Tadulako, dan analisis DNA dilakukan di
untuk mengetahui potensi genetik eboni
Kyoto Perfectural University, Japan.
(Diospyros celebica Bakh). Salah satunya
Pengambilan sampel daun untuk analisis
melalui penggunaan metode penanda genetik
fenotip dan genotip dilakukan pada populasi
molekuler RAPD (Random Amplified
hutan alam dan hutan tanaman eboni
Polymorphic DNA).
(Diospyros celebica Bakh) yang tersebar di
Oleh karenanya, informasi mengenai
daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat,
keragaman eboni (Diospyros celebica Bakh)
yang disajikan pada tabel 1.
khususnya di Daerah Sulawesi Tengah dan
Sulawesi Barat baik secara fenotip dan
genotip perlu diketahui sehingga upaya
konservasi genetik secara in situ dan ex situ
dapat dilakukan secara baik, serta dalam hal
Tabel 1. Letak geografis, ketinggian tempat, diameter dan tinggi pohon serta pH
tanah, pada lokasi pengambilan sampelMetode
daun eboni (Diospyros celebica Bakh)
Penelitian
1. Metode survey, berupa interview dengan
upaya pemuliaan dalam rangka
warga pemilik tegakan eboni (Diospyros
pengembangan untuk berbagai tujuan
celebica Bakh), yang mencakup identitas
khususnya seperti menciptakan sifat genetik
pemilik, tahun penanaman, sumber bibit,
unggul. Tujuan penelitian ini adalah untuk
serta observasi daun
mengetahui keragaman fenotip dan genotip
2. Metode eksplorasi, berupa hasil analisis
antar populasi eboni (Diospyros celebica
No Lokasi Letak Geografis Ketinggian Diameter dan PH
(dpl) Tinggi
1. Kasimbar S 00 07,548’
O
65 m D = 38,21 cm 5,2
Sulawesi Tengah E 119O 57,479’ T = 11 m
2. Kasimbar 2 S 00O 08,588’ 59 m D = 45,38 cm 5
O
Sulawesi Tengah E 119 58,466’ T = 25 m
3. Kasimbar 3 S 00O 06,412’ 22 m D = 28,18 cm 5,4
Sulawesi Tengah E 119O 48,122’ T=9m
4. Bale S 00O 14,978’ 323 m D = 57,3 cm 6,2
Sulawesi Tengah E 119 47,848’
O
T = 35 m
5. Tibo S 00O 30,993’ 2m D = 23,22 cm 6,2
Sulawesi Tengah E 119O 46,178’ T = 10
6. Maleiali S 00O 07,548’ 215 m D = 13,69 cm 7
Sulawesi Tengah E 119 57,479’
O
T=9m
7. Lende S 00O 25,472’ 10 m D = 25 cm 6
Sulawesi Tengah E 119O 46,178’ T = 10 m
8. Tompe S 00O 19,154’ 15 m D = 30 cm 6
O
Sulawesi Tengah E 119 45,412’ T = 11 m
9. Ako S 01O 09,239’ 61 m D = 30,57 cm 6
Sulawesi Barat E 119O 23,281’ T = 11 m

8
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

DNA yaitu hasil skoring pola pita DNA berdasarkan jumlah pita polimorfik yang
dengan teknik RAPD (Random Amplified dimiliki bersama. Pengelompokkan kerabat
Polymorphic DNA) dilakukan berdasarkan metode Unweighted
3. Metode deskriptif, berupa deskripsi sifat Pair Grouping with Aritmatic Averaging
fenotip dan penentuan penanda DNA (UPGMA) dengan menggunakan software
berdasarkan teknik RAPD yang sesuai Multi Variate Statistical Package (MVSP)
dengan eboni (Diospyros celebica Bakh) version 3 (Kovack 2005; Sun & Lo 2011).
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel di lapangan berasal HASIL DAN PEMBAHASAN
dari tegakan yang diambil secara acak di
beberapa hutan berupa diameter batang, Ragam Fenotip Daun Eboni (Diospyros
tinggi pohon, titik koordinat, ketinggian, serta celebica Bakh)
pH tanah. Sampel daun dari lapangan diberi Beberapa sampel daun dari berbagai
label, diukur, dan dideskripsikan kemudian populasi eboni (Diospyros celebica Bakh)
ditempatkan dalam wadah plastik tertutup yang berada pada hutan alam dan hutan
yang sebelumnya telah diberi ice. tanaman di Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Ekstraksi DNA. Berdasarkan QIAGEN Barat dapat dilihat pada gambar 1.
HotStarTaq™ PCR Handbook : 100 mg
sampel daun eboni, ditambahkan liquid
nitrogen, 400 μl buffer API, 4 μl enzim Rnase
lalu dihomogenkan dengan vortex,
dipanaskan dalam tabung eppendorf,
ditambahkan 130μl buffer AP2 dan
dimasukkan ke refrigerator selama 5 menit,
centrifuge selama 5 menit suhu 125oC,
pindahkan ke tabung QIAshredder Mini Spin
Colomn dan spin 2 menit, pipet 300 μl
kemudian ditambahkan 400 μl buffer AP3
dan sprin 1 menit, buffer AW 500μl dan sprin
1 menit, 500 μl buffer AW dan sprin 2 menit,
100 μl buffer AE, diinkubasi selama 5 menit
pada suhu ruang dan 1 menit.
PCR dan Analisis RAPD. Template DNA Gambar 1. Sampel daun eboni (Diospyros
dari masing-masing individu eboni celebica Bakh)
(Diospyros celebica Bakh) diuji dengan 4
primer RAPD. Proses PCR dilakukan dengan Dari sembilan sampel daun yang diambil
30 siklus, diawali denaturasi pada 94 oC pada berbagai populasi eboni (Diospyros
selama 2 menit, kemudian 30 siklus celebica Bakh) pada hutan alam dan hutan
berikutnya yang terdiri atas denaturasi pada tanaman di Sulawesi Tengah dan Sulawesi
94oC selama 30 detik, penempelan Barat memperlihatkan kenampakan yang
(annealing) pada suhu 55oC selama 45 detik, berbeda pada bentuk daun. Semua daun
dan perpanjangan (extension) pada suhu 72oC memiliki bulu halus yang berada di
selama 30 detik. Tahap terakhir dilanjutkan permukaan bawah, dan umumnya meruncing
dengan perpanjangan akhir (final extension) pada ujung daun. KS1, KS2, dan KS3, adalah
pada suhu 72oC selama 5 menit dan sampel daun yang berasal dari daerah yang
pendinginan (cooling) sampai suhu 16oC. sama yaitu Kasimbar, tetapi dengan tempat
DNA dikuantifikasi menggunakan tumbuh yang berbeda. KS1 terletak pada
elektroforesis pada agarose gel 1%. ketinggian 65m dpl, KS2 terletak pada
Analisis Data Molekuler. Hasil PCR ketinggian 59m dpl, dan KS3 terletak pada
dianalisis dengan melakukan skoring. Profil ketinggian 22m dpl. Wright (1976) dalam
pita DNA hasil analisis RAPD diskoring Restu, M. (2007) mengemukakan bahwa
dengan ada atau tidaknya hasil amplifikasi adanya perbedaan pertumbuhan dari suatu
Pendugaan hubungan kekerabatan dilakukan jenis yang ditumbuhkan pada tempat atau

9
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

kondisi lingkungan yang relatif sama. Dari terbalik. Jarak antar situs amplifikasi ini
gambar terlihat bahwa terdapat perbedaan menghasilkan fragmen DNA dengan
bentuk daun yang menonjol walaupun berasal berbagai ukuran pasang basa. Analisis
dari daerah yang sama tetapi dengan keragaman DNA didasarkan pada ada atau
ketinggian yang berbeda. Hal ini sesuai tidaknya pita DNA dengan ketentuan nilai
dengan pernyataan Restu, M. (2007) bahwa 0 untuk tidak ada pita dan 1 untuk
kondisi ekologis masing-masing provenansi adanya pita DNA.
eboni mempunyai variasi terutama Diospyros kaki yang dipakai sebagai
dipengaruhi oleh ketinggian tempat, luas sampel dalam proses analisis keragaman
areal dan letak geografis. eboni hanya digunakan sebagai pembanding
Keragaman Genetik Eboni (Diospyros dalam satu species yang sama dengan genus
celebica Bakh) yang berbeda. Terdapat pola pita yang khas
Empat primer yang digunakan dalam pada fragmen DNA yang berasal dari daerah
proses amplifikasi, yaitu TCL05, TCH05, Lende, yang memiliki pita pada ukuran 2500-
AS9870, dan TCM20. Ditemukan 2 primer 3000bp. Sedangkan pada sampel individu
yang menghasilkan polimorfisme cukup jelas eboni yang berasal dari daerah lainnya lokus
pada analisis RAPD eboni, yaitu TCH05 dan tersebut tidak ditemukan. Hal ini diduga
AS9870. TCL05 dan TCM20 tidak karena adanya mutasi yang mengubah
menghasilkan pita polimorfik. Hasil proses informasi genetik di dalam urutan DNA pada
PCR-RAPD eboni dapat dilihat pada Gambar gen. Sehingga secara spontan dan dalam
2. keadaan frekuensi tertentu yang sesuai dengan
informasi genetik kromosom dan keadaan
lokus, mutasi pada beberapa lokus dapat
terjadi dengan mudah. Sementara pada lokus-
lokus lainnya kromosomnya sangat stabil.
Tingkat kestabilan kromosom terhadap mutasi
juga bergantung pada keadaan alel yang
mengendalikan lokus.
Pengamatan secara morfologi yaitu
pertumbuhan diameter dan tinggi yang dapat
dilihat pada Tabel 1, menunjukkan adanya
perbedaan dari setiap sampel yang diambil
pada masing-masing daerah. Hal ini
berhubungan dengan usia masing-masing
eboni yang berbeda. Setiap lokasi
pengambilan sampel juga memiliki pH tanah
yang berbeda pula, serta identifikasi fenotip
Gambar 2. Hasil proses PCR-RAPD daun yang berbeda dari setiap daerah yang
menggunakan primer AS9870 ditunjukkan pada Tabel 3. Untuk eboni dari
Hasil proses PCR-RAPD menggunakan Kasimbar dengan ketinggian yang berbeda
primer AS9870 pada sembilan populasi eboni untuk setiap sampel terlihat adanya hubungan
menunjukkan adanya jarak dan variasi yang fenotip yang nyata yaitu adanya perbedaan
berbeda. Dari proses amplifikasi primer diameter dan tinggi, pH tanah, serta
AS9870 menghasilkan 51 pita polimorfik kenampakan bentuk daun yang berbeda, hal
dengan panjang berkisar 250 bp hingga 3000 ini tidak berbanding lurus dengan
bp. Pada amplifikasi dengan primer AS9870 pengamatan genetiknya yang terlihat pada
ini semua sampel mampu menghasilkan hasil proses PCR-RAPD menunjukkan
produk amplifikasi. Sedangkan pada primer kromosomnya tetap stabil. Hubungan fenotip
TCH05 menghasilkan 41 pita polimorfik. yang lebih tinggi daripada genotip tersebut
Menurut Grattapaglia et al. (1992), terjadi karena faktor lingkungan serta
amplifikasi DNA terjadi jika primer interaksi genetik dan lingkungan mendukung
menempel pada dua situs komplementer yang ekspresi gen-gen dalam pleitropisme (satu gen
jaraknya berdekatan dan orientasinya saling mengendalikan beberapa karakter) dan

10
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

linkage (dua atau lebih gen terletak pada sehingga diduga masih tetap mempunyai
kromosom yang sama dan cenderung kemiripan antar populasi tersebut. Juga
diturunkan secara bersama) (Pinaria et al. didasarkan pada hasil wawancara dengan
1995) dalam Martono, B. (2009). pemilik hutan tanaman dari Desa Ako yang
Hubungan genetik yang tinggi juga dapat menyatakan bahwa sumber bibit berasal dari
terjadi jika faktor lingkungan tidak dapat daerah yang termasuk dalam administratif
mendukung ekspresi gen-gen pengendali dari Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten
karakter-karakter tersebut. Seperti terlihat Parigi. Sehingga kemungkinan populasi
pada hasil penelitian Sudarmadji et al (2007), tersebut berasal dari anakan yang awalnya
menunjukkan bahwa sifat-sifat yang diamati berasal dari tempat yang sama. Hal ini
pada ketiga persilangan wijen memiliki diasumsikan bahwa kondisi lingkungan tidak
variasi genetik yang cukup besar seperti berpengaruh meskipun memiliki letak
sifat tinggi tanaman, jumlah buah, jumlah geografis yang jauh di setiap populasi.
cabang, berat 1.000 biji dan hasil biji per Diospyros kaki yang termasuk dalam
hektar. Hal ini berarti bahwa peranan faktor kelompok 2A, walaupun berbeda genus
genetik pada penampilan fenotip sangat kemungkinan primer belum bekerja secara
besar, atau peranan lingkungan pada spesifik sehingga data yang diperoleh belum
penampilan tersebut kecil. detail dan belum mampu membedakan antara
Variasi Genetik Antar Populasi Diospyros kaki dan Diospyros celebica.
Berdasarkan analisis nilai jarak genetik Hasil di atas dapat digunakan sebagai
yang telah dihitung menggunakan software acuan dalam penentuan induk untuk
Multi Variate Statistical Package (MVSP) pembuatan bibit. Semakin jauh hubungan
(Kovach, 2005), dihasilkan dendogram jarak kekerabatan antar sampel, maka semakin
genetik antar populasi seperti terlihat pada kecil keberhasilan persilangan, tetapi
gambar 3. kemungkinan untuk memperoleh genotip
unggul lebih besar jika persilangan berhasil.
Semakin beragam relatif, maka semakin besar
kemungkinan diperoleh relatif unggul.
Perkawinan antara individu berjarak relatif
dekat atau hubungan kekerabatannya sama
mempunyai efek peningkatan homozigositas,
sebaliknya perkawinan antara individu
berjarak relatif besar atau kekerabatannya
jauh mempunyai efek peningkatan
heterozigositas. Informasi ini berdampak baik
Gambar 3. Dendogram populasi eboni bagi proses pembuatan bibit unggul.
(Diospyros celebica Bakh) berdasarkan Perkawinan tetua dengan variasi yang relatif
analisis RAPD tinggi akan menghasilkan individu dengan
Berdasarkan dendogram tersebut, heterozigositas lebih tinggi.
terdapat 2 kelompok besar dalam populasi ini.
Kelompok I eboni yang berasal dari daerah
Lende. Kelompok II yang terbagi menjadi 2 KESIMPULAN
sub kelompok (2A dan 2B). Sub kelompok
2A yaitu Dyospiros kaki. Sub kelompok 2B Dari hasil dan pembahasan dapat ditarik
berasal dari daerah Ako, Tibo, Bale, Tompe, kesimpulan sebagai berikut:
Maleali dan Kasimbar. Dari Dendogram 1. Dari 9 sampel daun yang diambil pada
kelompok 2B terlihat bahwa populasi eboni berbagai populasi eboni (Diospyros
dari Desa Ako (Sulawesi Barat) ternyata celebica Bakh) pada hutan alam dan hutan
memiliki jarak genetik yang sama dengan 7 tanaman yang berada di Sulawesi Tengah
populasi eboni yang berasal dari daerah dan Sulawesi Barat memperlihatkan
Sulawesi Tengah yaitu sebesar 1.00. Jika kenampakan yang berbeda pada setiap
ditinjau dari letak geografis, masing-masing bentuk daun dari masing-masing daerah.
provinsi memiliki jarak lokasi yang jauh

11
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

2. Empat primer yang digunakan dalam Husnaeni Anna. 2008. Variasi Genetuk Jati
proses amplifikasi, yaitu TCL05, TCH05, Pada Hutan Tanaman Di Jawa Berdasarkan
AS9870, dan TCM20. Ditemukan 2 primer Penanda RAPD. [skripsi]. Fakultas
yang menghasilkan polimorfisme cukup Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
jelas pada analisis RAPD ebony, yaitu Karsinah. 2002. Keragaman Genetik Plasma
TCH05 dan AS9870 Nutfah Jeruk Berdasarkan Analisis
3. Terdapat pola pita yang khas pada fragmen Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi
DNA yang berasal dari daerah Lende, yang Pertanian. 7(1). Pp 8-16
memiliki pita pada ukuran 2500-3000bp. Kovach WL. 2005. MVSP - A MultiVariate
Sedangkan pada sampel individu eboni Statistics Package for Windows, ver.3.1.
yang berasal dari daerah lainnya lokus Pentraeth, Wales: Kovach Computing
tersebut tidak ditemukan. Services.
Munawar A dan M. Na’iem, 2003. Studi
DAFTAR PUSTAKA Variasi Genetik Pinus merkusii Jungh et de
Vriese di Hutan Alam Tapanuli dan
Alrasyid, Harun. 2001. Kajian Budidaya Kerinci dan Implementasinya dalam
Pohon Eboni (Diospyros celebica Bakh). Konservasi Genetik. Jurnal Agrosains,
Dalam Lokakarya Manajemen Eboni Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
(Diospyros celebica Bakh.) Dalam Mada. Yogyakarta.
Mendukung Keunggulan Industri Menuju Martono, B. 2009. Keragaman genetik,
Otonomisasi Era Pasar Bebas. Makassar Heritabilitas dan Korelasi Antar Karakter
20-21 Maret 2001. Universitas Kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) Hasil
Hasanuddin, Departemen Kehutanan dan Fusi Protoplas. Jurnal Littri 15(1), Maret
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2009. Hlm. 9 – 15
Demeke, T and R.P. Adams. 1994. PCR Nai’em, 2001. Genetic Variation of Shorea
Technology Current Innovation: The Use leprosula Miq. In Three Population in
PCR RAPD Analysis in Plant Taxonomy Indonesia : Implication for Ex Situ
and Evolution. CRC Press. Inc. Conservation. Bulletin Kehutanan.
Fatchiyah. 2008. Amplifikasi DNA: Fungsi Jogyakarta.
Dasar dan Aplikasinya. Disampaikan pada Nai’em, M. 2005. Pemuliaan Pohon dan
Kursus Singkat Analisis Variabilitas Hutan Tanaman Prospektif di Indonesia.
Genetik Tanaman Menggunakan PCR Dalam: Prosiding Peran Konservasi
(RAPD) Tanggal 19-20 Agustus 2008. Sumberdaya Genetik, Pemuliaan dan
Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Silvikultur dalam Mendukung Rehabilitasi
Universitas Brawijaya. Malang. pp.9. Hutan. Seminar Nasional Peningkatan
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Produktivitas Hutan. 26-27 Mei. ITTO
Hutan Tropis. Jamhuri E., Siregar IZ., Project-Fakultas Kehutanan Universitas
Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gadjah Mada, Yogyakarta. p: 15-23.
Gottingen: Institute of Forest Genetics and Nei’s Genetic Distance, 1972. Molucular
Forest Tree Breeding Georg-August- Evolutionary Genetics. Columbia
University-Gottingen. Terjemahan dari : University Press. New York.
An Introduction to Tropical Forest Nei, M. 1972. Genetic Distance Between
Genetics. Populations. American Naturalist. 106:
Grattapaglia, D., Chaparro, J., Wilcox, P., 283-292.
McCord, S., Werner, D., Amerson, H., Pharmawati, M. 2013. The Genetic
McKeand S., Bridgwater, F., Whetten, R., Relationships of Greviellea Hybrids
O’Malley, D. & Sederoff, R. 1992. Determined by RAPD Marker. Hayati
Mapping in Woody Plants with RAPD Journal of Biosciences. 20(4): 196-200
Markers: Application to Breeding in Pinaria, s., A. Baihaki, R. Setiamihardja, dan
Forestry and Holticulture. Application of A.A. Daradjat. 1995. Variabilitas Genetik
RAPD Technology to Plant Breeding. Dan Herita-Bilitas Karakter-Karakter
Joint Plant Breeding Symposia Series Biomassa 53 Genotipe Kedelai. Zuriat 6
CSSA/ASHS/AGA. Minneapolis. (2): 88-92.

12
J. ForestSains 15 (1) : Desember 2017 (7-13) ISSN-p : 1693 – 5179
ISSN-e : 2550 – 0562

Prana, T. K., dan N. S. Hartati. (2003). Sun M, Lo EYY. 2011. Genomic Markers
Identifikasi Sidik Jari DNA Talas Reveal Introgressive Hybridization in the
(Colocasia esculenta L. Schott) Indo-West Pacific Mangroves: A Case
Indonesia dengan Teknik RAPD Study. PLoS ONE 6(5): e19671.
(Random Amplified Polymorphic DNA) : doi:10.1371/journal.pone.0019671
Skrining Primer dan Optimalisasi Kondisi Restu, M. 2007. Uji Provenansi Ebony
PCR. Jurnal Natur Indonesia 5(2): 107- (Diospyros celebica Bakh) Fase Anakan.
112 (2003). Jurnal Hutan dan Masyarakat, 2(2): 194-
Prasetiyono, J., Tasliah, H.Aswidinnoor, and 199.
S. Moeijopawiro. 2003. Identifikasi Marka Restu, M. 2007. Potensi dan karateristik
Mikrosatelit yang Terpaut dengan Sifat ekologi provenansi eboni (Diospyros
Toleransi terhadap Keracunan Alumunium celebica Bakh) untuk Pemuliaan dan
pada padi Persilangan Dupa x ITA131. konservasi genetik. Jurnal Hutan dan
Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol 8 (2) : Masyarakat, 2(1):145-150
pp. 35-45 Thielges, A. Bart. Sastrapadja, D. Setijati.
Qiagen. 2002. Hotstar Taq PCR Rimbawanto Anto. 2001. In situ and Ex
Handbook. Germany : Qiagen situ Conservation of Commercial Tropical
Riswan, Soedarsono. 2001. Kajian Biologi Trees. International Tropical Timber
Ebony (Diospyros celebica Bakh). Dalam Organization (ITTO)
Lokakarya Manajemen Ebony (Diospyros Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi
celebica Bakh.) Dalam Mendukung Polymerase Chain Reaction. Penerbit
Keunggulan Industri Menuju Otonomisasi Andi. Yogyakarta.
Era Pasar Bebas. Makassar 20-21 Maret Widyatmoko YPBC Anthonius,
2001. Universitas Hasanuddin, Nurtjahjaningsih ILG, Prastyono., 2011.
Departemen Kehutanan dan Lembaga Ilmu Study on the Level of Genetic Diversity of
Pengetahuan Indonesia. Diospyros celebica, Eusideroxylon
Sidiyasa, Kade dan Riskan Efendi. 1988. zwageri and Michelia spp. Using rapd
Kayu Hitam (Diospyros celebica Bakh) markers. Technical Report No. 2
Flora Pohon Langka yang Bernilai http://id.wikipedia.org/wiki/Kayu_hitam_s
Komersial Tinggi. Makalah disajikan ulawesi >. Diakses 11 Januari 2014
dalam diskusi panel pada Pelestarian dan
Pemanfaatan Flora dan Fauna Indonesia
Tanggal 24 Maret 1988 di Bogor.
SK Mentan No.54/kpts/Um/2/1972. Noerdjito
M, Maryanto Ibnu. Editor. Jenis-Jenis
Hayati yang Dilindungi Perundang-
Undangan Indonesia. Bidang Zoologi
(museum Zoologicum Bogoriense, Puslit
Biologi. LIPI, The Nature Conservancy
and USAID
Subandiyah, S. 2006. Polymerase Chain
Reaction untuk Deteksi atau Identifikasi
Patogen Tumbuhan. Beberapa Metode
Ekstraksi DNA. Pelatihan dan Workshop
Identifikasi DNA dengan Aplikasi PCR.
Malang. hlm. 43-50.
Sudarmadji, Mardjono Rusim, Sudarmo Hadi.
2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, Dan
Korelasi Genotipik Sifat-Sifat Penting
Tanaman Wijen (Sesamum indicum L.).
Jurnal Littri 13(3), September 2007: 88 -
92

13

You might also like