Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 21

PEMBENTUKAN OTDA BARU

Disusun oleh :
Yunika Sitanggang
19530019
EC 1

Dosen Pembimbing :
Drs.Sakti Silaen M,Sc.

Universitas HKBP Nommensen Medan


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembentukan Daerah Otonom baru merupakan salah satu bagian dariupaya penataan
wilayah (territorial reform) administrative yang bertujuan antaralain memudahkan pemberian
pelayanan publik memperpendek rentang kendalali,memberi ruang bagi Masyarakat setempat
untuk mengembangkan potensi secaralebih optimal, menciptakan efektivitas pemerintahan
daerah, dan mendorongterciptanya kesejahteraan Masyarakat setempat. Pembentukan daerah
otonom baruini merupakan kewenangan Pemerintah, namun demikian berdasarkan
PeraturanPemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Penggabungan,
danPenghapusan daerah Otonom, untuk membentuk suatu daerah otonom baru harusdilakukan
secara hati-hati, demokratis, dan memenuhi syarat-syarat teknismaupun administrative sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada
“Era Otonomi Daerah” diwarnai dengan terjadinya fenomena social, politik dan dinamika
pergeseranparadigma berbagai aturan atau ketentuan maupun kebijakan yang secara riil
danbertahap berdampak pula kepada tataran kebijakan multi dimensional danfungsional di
daerah, salah satunya adalah penerapan paradigma Otonomi DaerahPrinsip menjalankan otonomi
seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5)). Meskipun secarahistoris UUD 1945 menghendaki otonomi
seluas-luasnya, tetapi karena tidakdicantumkan, maka yang terjadi adalah penyempitan otonomi
daerah menujupemerintahan sentralisasi. Untuk menegaskan kesepakatan yang telah ada
padasaat penyusunan UUD 1945 dan menghindari pengebirian otonomi menujusentralisasi,
maka sangat tepat, Pasal 18 (baru) menegaskan pelaksanaan otonomiseluas-luasnya. Daerah
berhak mengatur dan mengurus segala urusan atau fungsipemerintahan yang oleh undang-
undang tidak ditentukan sebagai yangdiselenggarakan pusat Untuk terwujudnya pelaksanaan
Otonomi Daerah, sejalandengan upaya untuk membentuk pemerintahan yang kuat, bersih,
berwibawa danbertanggung jawab, serta mampu mengantisipasi perkembangan jaman
sesuaidengan tuntutan “tata ke-pemerintahan yang baik” (good governance), untuk itudituntut
dengan komitmen strategis. Guna untuk mendukung penyelengaraan daerah diperlukan
kewenangan yang luas nyata, dan bertanggung jawab di daerahsecara proporsional dan keadilan,
jauh dari praktek korupsi, kolusi dan nepotismeserta adanya perimbangan antara pemerintahan
pusat dan daerah1 Dalam UUD 1945 tidak mengatur perihal pemekaran suatu wilayah
ataupembentukan daerah secara khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18 B ayat (1)bahwa,
“Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerahyang bersifat khusus
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang,”Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang
sama tercantum kalimat sebagaiberikut : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakathukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuaidengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI), yang diatur
dalam undang-undang.” Secara lebih khusus, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
mengaturketentuan mengenai pembentukan daerah dalam Bab II tentang PembentukanDaerah
dan Kawasan Khusus. Dapat dianalogikan, masalah pemekaran wilayahjuga termasuk dalam
ruang lingkup pembentukan daerah. Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 menentukan bahwa
pembentukan suatu daerah harusditetapkan dengan undang-undang tersendiri. Ketentuan ini
tercantum dalam Pasal4 ayat (1). Kemudian, ayat (2) pasal yang sama menyebutkan sebagai
berikut :“Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)antara lain
mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenanganmenyelenggarakan urusan
pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah,pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan
kepegawaian, pendanaan, peralatan dokumen, serta perangkat daerah.” Legalisasi pemekaran
wilayah dicantumkan dalam pasal yang sama pada ayat berikutnya (ayat (3) yang menyatakan
bahwa, “Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah
yang bersandingan ataupemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.” Dan ayat
(4)menyebutkan : “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebihsebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batasminimal usia penyelenggaraan
pemerintahan.” Namun demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabilatelah
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Untukkabupaten/kota, syarat
administratif yang harus dipenuhi meliputi adanyapersetujuan DPRD kabupaten/kota dan
bupati/walikota bersangkutan, persetujuanDPRD provinsi dan gubernur, serta rekomendasi dari
Menteri Dalam Negeri.Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus
meliputifaktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor,seperti :
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,kependudukan, luas daerah,
pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraanmasyarakat, rentang kendali, dan faktor lain yang
memungkinkanterselenggaranya otonomi daerah. Terakhir, syarat fisik yang dimasud harus
meliputi paling sedikit 5 (lima)
kabupaten/kota untuk pembentukan suatu provinsi dan paling sedikit 5 (lima)kecamatan untuk
pembentukan suatu kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untukpembentukan kota termasuk
lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Di Indonesia, pola perkembangan
wilayah sebelum tahun 1998 mengalamiperubahan sejak bergulirnya era reformasi setelah tahun
1998. Fenomena tersebutmerupakan konsekuensi dari perubahan kebijakan sentralisasi
menjadidesentralisasi (otonomi daerah). Kebijakan tersebut tertuang dalam UU No. 2tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No.32 tahun 2004. Dalam
rangka implementasi kebijakan tersebut maka dikeluarkanPP No. 129 tahun 2000 tentang
persyaratan dan tata cara pembentukan daerahotonom baru, penghapusan dan penggabungan
daerah otonom. PeraturanPemerintah tersebut kemudian diganti dengan PP No. 78 tahun
2007.Kebijakan otonomi daerah sesungguhnya ditujukan untuk meningkatkankesejahteraan
masyarakat dalam naungan wilayah NKRI yang semakin kokohmelalui strategi pelayanan
kepada masyarakat yang semakin efektif dan efisiendan adanya akselerasi pertumbuhan dan
perkembangan potensi daerah yangsemakin cepat. Dalam bahasa yang sederhana yaitu untuk
mewujudkanpembangunan yang lebih adil dan lebih merata. Masing masing daerah
otonomdidorong dan dipacu untuk tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuaikewenangan
yang diberikan untuk mengelola potensi daerahnya masing masing.Dengan demikian diharapkan
bangsa Indonesia di masa datang akan lebih mampubersaing dengan bangsa bangsa lain di dunia
dalam persaingan global yangsemakinketat. Lima belas tahun pasca-reformasi banyak sekali
perkembangan politik danpemerintahan di Tanah Air. Salah satunya adalah masalah pemekaran
daerah.Data Kementerian Dalam Negeri memperlihatkan, sepanjang 1999-2010, ada 205daerah
hasil pemekaran, terdiri atas 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota.Ditambah lagi dengan 11
Daerah Otonom Baru (DOB), yang belum lama inidiresmikan. Saat ini pun sudah menunggu
lima usul DOB yang akan dibahas padamasa sidang DPR berikutnya. Semua usul pemekaran ini
merupakan hak inisiatifDPR, sedangkan di sisi lain pemerintah masih konsisten dengan
semangatmoratorium2.

B. Maksud dan Tujuan


Pada pasal 2 ayat 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
disebutkan, bahwa tujuan otonomi daerah adalah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali untuk urusan pemerintahan yang memang menjadi urusan pemerintah, hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya
saing daerah.

1. Meningkatkan pelayanan umum


Umum disini mengacu pada masyarakat yang berada pada suatu daerah tertentu yang
menjalankan otonomi. Dengan adanya otonomi, diharapkan pelayanan untuk masyarakat
umum dapat ditingkatkan, sehingga masyarakat umum dapat terlayani secara maksimal.
Sistem otonomi akan memberikan respon cepat bagi masyarakat yang memerlukan
pelayanan, sehingga manfaat otonomi ini dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat suatu daerah.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat


Pelayanan yang maksimal dan memadai, membuka akses untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Suatu daerah dapat mengelola rumah tangganya
masing-masing, tentunya dengan penggunaan hak dan wewenang yang tepat, dan bijak,
maka hasil dari otonomi yang berpengaruh langsung pada kesejahteraan masyarakat,
dapat dirasakan.

3. Meningkatkan daya saing daerah


Daya saing daerah meningkat, bukan untuk saling menjatuhkan daerah lain. Dengan
adanya otonomi, maka kearifan lokal suatu daerah akan muncul dan memberi warna
terhadap keanekaragaman, kekhususan, serta keistimewaan suatu daerah. Keberagaman
ini tetap mengacu pada semboyan berbeda-beda tetapi tetap satu, atau yang dikenal
dengan Bhineka Tunggal Ika.
Secara umum, tujuan utama diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, yaitu untuk
berbagi tugas dengan pemerintah pusat, agar pemerintah pusat lebih berkonsentrasi dalam
merumuskan kebijakan yang bersifat umum, menyeluruh dan berskala besar, serta lebih
mendasar.
Pemerintah daerah memiliki hak penuh, untuk mengelola rumah tangga daerah. Baik
itu terkait penerimaan pajak, pengelolaan pajak daerah, kebijakan daerah, dan semua hal
terkait otonomi daerah, dan tentunya disesuaikan dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
Untuk ini, pemerintah pusat berkesempatan untuk mempelajari, merespons, serta
memahami berbagai kecenderungan global dan menyeluruh, serta dapat mengambil
manfaat dari pemberlakukan kebijakan otonomi daerah ini.

Otonomi daerah menganut prinsip nyata, yang berarti pemberlakuan otonomi


disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang objektif pada suatu daerah. Selain itu,
bertanggungjawab untuk memperlancar atau menyelaraskan pembangunan di seluruh
pelosok tanah air, bahkan hingga ke daerah yang terluar dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia ini.

C. Lingkup Pembahasan
Visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama, yaitu : Politik,
Ekonomi serta Sosial dan Budaya.
Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka
ruang bagi
lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan
berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas,
dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas
pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu
besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota.
Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap
pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota. Di bidang
ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya.
Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa
pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan
usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di
daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi
menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal
yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika
kehidupan di sekitarnya.
D. Pendekatan dan Metodelogi
Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini ada dua yaitu :
1. Pendekatan Kuantitatif
Dimana pendekatan ini menggunakan paradigma postpositivist dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan (seperti pemikiran teentang sebab akibat, reduksi
kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik menggunakan pengukuran dan
observasi, serta pengujian teori), menggunakan strategi penelitian seperti eksperimen
dan survei yang memerlukan data statistik (Emzir). Cara pandang postpositivist atau
biasa juga disebut positivisme, merupakan cara pandang yang menyatakan bahwa
eksistensi kenyataan/realitas sosial dan realitas fisik adalah independent atau terpisah
bebas atau berada di luar diri peneliti. Oleh karena itu siapa saja yang akan meneliti
realitas tersebut, dapat mengamati atau mengukurnya, dan apabila
pengamatan/pengukurannya tidak bias maka hasil-hasil penelitian tersebut dapat
dikategorikan sebagai pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) (Borg).

Cara pandang positivisme memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) asumsi


bahwa realitas adalah objektif, terpisah di luar peneliti, dapat diamati dan diukur; (2)
tujuan penelitian adalah mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antar variabel
yang diukur; (3) fokus pada reduksi realitas menjadi variabel dan variabel dapat
diukur dengan instrumen dan menghasilkan data numerik; (4) asumsi metodologis:
proses deduktif, hubungan antar variabel, sebab-akibat, disain statis-telah ditentukan
sebelum penelitian, bebas konteks (context-free), hasil prediksi-eksplanasi dapat
digeneralisasikan, validitas dan reliabilitas dapat diketahui; (5) analisis data
menggunakan analisis statistika: (6) peranan kajian teoretik sangat dominan untuk
menjelaskan dan menjawab pertanyaan penelitian/rumusan masalah; (7) Data
kuantitatif berpusat pada unit analisis dan berbentuk distribusi. (Borg).

2. Pendekatan Kualitatif
Dalam pendekatan ini peneliti umumnya akan mencari pendekatan penelitian
kualitatif yang efektif, supaya hasil penelitiannya akurat dan sesuai dengan yang
diharapkan.
Pendekatan penelitian kualitatif bersifat tetap, situasional dan fleksibel. Peneliti
bisa memilih pendekatan mana yang tepat, sesuai dengan permasalahan yang akan
diteliti.
Memilih pendekatan penelitian kualitatif yang tepat diharapkan bisa memahami isu-
isu yang ada selama melaksanakan penelitian. Berikut kami rangkum, jenis jenis
pendekatan penelitian kualitatif dan karakteristiknya.
Memilih pendekatan penelitian kualitatif yang tepat diharapkan bisa memahami
isu-isu yang ada selama melaksanakan penelitian. Berikut kami rangkum, jenis jenis
pendekatan penelitian kualitatif dan karakteristiknya.
BAB II
Uraian Teoritis

Teori yang akan dibahas dalam landasan teoritis ini adalah tentang undang-undang yang
mengatur tentang otonomi daerah. Selain itu juga teori lain juga dijabarkan untuk dapat
menjawab permasalahan tentang otonomi daerah.
1. Pengertian Otonomi Daerah
Sebagaimana yang diketahui secara etimologi otonomi daerah memiliki pengertian sebagai
kewajiban, hak dan wewenang daerah otonom tertentu untuk membuat dan mengatur sistem
pengurusan daerah yang menyangkut kepentingan masyarakat setempat.
Namun secara harfiah otonomi daerah memiliki pengertian kewenangan untuk mengurus dan
mengatur sendiri untuk membuat dan menerapkan aturan dalam mengurus rumah tangga daerah
sendiri. Pengertian tersebut diambil dari bahasa yunani yang menyatakan otonomi dari kata autos
dan namos. Autos berarti sendiri sedangkan namos artinya aturan atau undang-undang peraturan.
Dalam membahas otonomi daerah setidaknya diketahui ada dua nilai yang berpotensi
dikembangkan dalam otonom daerah tertentu yaitu nilai unitaris, dan nilai dasar desentralisasi
teritorial. Nilai unitaris yang dimaksud adalah nilai ini adalah bahwa pemerintah daerah harus
dapat mewujudkan pandangan bangsa tentang kesatuan bangsa Indonesia menjadi kesatuan.
Sehingga tidak saja pemerintah dalam pemerintahan.
Dan yang dimaksud dengan nilai dasar desentralisasi teritorial adalah penjabaran dan makna
bahwa pemerintahan wajib melaksanakan sistem pemerintahan dan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi dalam ketatanegaraan.
Istilah otonomi daerah memang sudah sangat sering didengar. Dan perlahan pembangunannya
juga dapat dirasakan oleh masyarakat. Biasanya pemerintah daerah tertentu yang sukses dalam
mengelola aset daerahnya akan terlihat lebih maju dan berkembang.Tentunya keadaan ini akan
dapat mensejahterakan masyarakat pada umumnya.

2. Pembangunan Daerah berdasarkan Pemasukan Daerah Otonomi


Secara umum memang tidaklah mudah menjalankan sistem otonomi daerah tertentu. Hal ini
karena berkaitan dengan penganggaran APBD atau SKPD tertentu. Apalagi tentunya perbedaan
APBD harus dapat disertai dengan alasan yang berbeda dan alasan yang tepat.
Selain itu sistem otonomi daerah juga akan menunjukkan adanya daerah yang unggul dan
daerah yang tertinggal. Fenomena ini pasti akan terlihat karena potensi tiap daerah itu berbeda.
Begitu juga dengan kebutuhan anggaran belanja nya juga berbeda.
Pembangunan daerah otonom tertentunya tidaklah mudah karena berkaitan dengan sistem
politik di Indonesia yang masih menganut sistem desentralisasi. Namun tetap ada peraturan yang
membolehkan adanya otonomi daerah. Adapun landasan hukum yang mengatur sistem otonomi
daerah adalah sebagai berikut: Undang undang dasar Negara RI tahun 1945 terdapat pada pasal
18 A dan 18 B, kemudian ketetapan MPR RI, UU tentang Pemerintah daerah no 32 tahun 2004
dan tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sebagaimana yang diketahui tentang desentralisasi adalah sebuah kebijakan dan kewenangan
yang diberikan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat untuk mengurus urusan dan
pemerintahnya sendiri. Sedangkan untuk dekonstrasi adalah sebuah pelimpahan wewenang pusat
kepada pemerintah daerah atau divisi-divisi tertentu untuk mengurusi urusan tertentu.
Oleh sebab itu ditegaskan dalam makalah ini bahwa otonomi daerah harus dapat disikapi dan
dilaksanakan sebaik mungkin agar pembangunan ekonomi di suatu daerah dapat berjalan
sebagaimana mestinya. Sedangkan kita sebagai masyarakat harus dapat menjadi bagian yang
turut mensukseskan program dan kebijakan ini salah satunya menjaga aset daerah, membayar
pajak dan retribusi yang telah ditentukan.

3. Sumber Pendapatan Atau Potensi Income Daerah


Dalam undang-undang sumber pendapatan daerah tertentu hal ini sesuai dengan pasal 157
undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang mengandung bulir yaitu tentang hasil pajak daerah,
hasil retribusi, pengelolaan hasil kekayaan yang dipisahkan, dan sumber lain yang berstatus sah
menjadi hasil asli daerah tertentu.
Untuk hasil pajak daerah biasanya yang masuk dalam daftar pembayaran pajak resmi yang
berhasil dipungut dari daerah swatantra, apakah itu proinsi, kotpraja, maupun kabupaten.Dan
unutk retribusi sebagaimana diketahui akan didapatkan melalui jasa pekerjaan, usaha milik
daerah seluruh jasa yang dimanfaatkan dari layanan yang disediakan oleh daerah. Dan untuk
pengelolaan hasil kekayaan ynag dipisahkan seperti hasil laba ynag dihasilkan oleh sebuah
perusahaan dalam daerah otonom tertentu. Dan yang terakhir hasil asli pendapatan daerah berupa
jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih mata uang asing terhadap mata uang indonesia
juga menjadi pemasukan daerah
4. Pembangunan Regional
Dalam makalah ini juga kita akan membahas tentang pembangunan regional. Tidak semua
dapat diselesaikan dengan sistem otonomi daerah. Oleh sebab itu mengetahui pembangunan
regional sangat penting. Selain menjalankan sistem otonomi daerah pemerintah daerah setempat
juga harus menjalankan sistem pembangunan regional.
Pembangunan regional ini sendiri adalah upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dan lingkungan untuk kepentingan bangsa dan dengan jangkauan yang luas. Pembangunan
regional juga merupakan strategi dan upaya pemerintah nasional untuk mengembang tiap tiap
daerah.
Pembangunan otonomi daerah dan regional seharusnya dapat sejalan dan saling
menguntungkan. Bisa saja program otonomi daerah untuk mencapai pembangunan regional.
Dengan demikian maka pemerintah tidak perlu sulit lagi dalam membangun ekonomi regional.
Dalam makalah otonomi daerah ini akan dibahas juga tentang pembangunan regional yang
juga merupakan pengembangan dari otonomi daerah tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa
otonomi daerah dapat menguntungkan dan merugikan daerah tertentu. Menguntungkan jika
pendapatan daerahnya besar dan cukup untuk digunakan kepada anggaran daerah. Sebaliknya
akan menjadi rugi jika pendapatan rendah namun kebutuhan pengembanganya banyak.
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, desa yang berarti tanah air, tanah
asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan sebagai “a groups
of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak
asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten.
Menurut Widjaja (2003: 3) desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asalusul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam
mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batasbatas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pasal 1 ayat 12). Dalam pengertian desa menurut Widjaja dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 di atas sangat jelas sekali bahwa desa merupakan Self Community yaitu komunitas yang
mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk
mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial
budaya setempat, maka posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga
memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah. Karena dengan
otonomi desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah.
BAB III
MASALAH
A.
- Kualitas dan kemampuan pemerintah daerah yang terbatas
Jauhnya daerah dari pusat pemerintahan negara menjadikan ketimpangan kemampuan para
personel di Pemerintah Daerah bila dibandingkan dengan kemampuan serta kualitas personel
Pemerintah Daerah yang jaraknya lebih dekat dengan pusat pemerintahan. Kualitas serta
kemampuan yang terbatas menjadikan pelaksanaan otonomi daerah hanya diimplementasikan
separo - separo saja dan tidak maksimal.

-Ketimpangan sumber daya daerah


Tidak semua daerah di Indonesia merupakan daerah kaya. Seperti contoh: Kabupaten Kudus
memiliki tingkat pendapatan daerah yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten
Purwodadi. Ketimpangan pendapatan daerah dan juga sumber daya ini menjadikan sebuah
daerah tampak lebih ungguk dan sejahtera bila dibandingkan dengan daerah yang lain.

-Birokrasi kegiatan lintas kota yang tidak praktis


Setelah diberlakukannya otonomi daerah, tidak ada lagi batas hirarki yang jelas antara satu
kota / daerah dengan kota / daerah yang lain. Ini menyebabkan timbulnya birokrasi yang tidak
praktis bila suatu kegiatan dilakukan antar kota.

- Pelimpahan urusan yang tidak disertai dengan pelimpahan pembiayaan


Pelaksanaan otonomi daerah berarti Pemerintah Pusat melimpahkan urusan yang semula
menjadi urusan dan tanggung jawab pemerintah pusat menjadi urusan tanggung jawab
Pemerintah Daerah. Namun sayangnya pelimpahan urusan tersebut tidak disertai dengan
pelimpahan urusan pembiayaan sehingga terkadang hal ini menyulitkan Pemerintah Daerah
dalam menjalankan beberapa program dari pemerintah pusat

- Perbedaan kesiapan Pemerintah daerah


Setiap Pemerintah Daerah memiliki kesiapan yang beragam dalam melaksanakan otonomi
daerah sehingga pelaksanaan otonomi daerah ini tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Ini
berhubungan dengan tingkat pendapatan asli daerah, kesiapan personel pemerintah daerah, dll

- Munculnya beragam aspirasi masyarakat


Kekhawatiran terbesar yang sering diungkapkan para pakar tentang implementasi otonomi
daerah adalah munculnya aspirasi dari masyarakat daerah yang berlebihan sehingga bisa
menyebabkan terjadinya disintegrasi antara kepentingan negara dengan kepentingan daerah.

B. Seiring dengan perjalanan implementasi kebijakan otonomi daerah diIndonesia muncul


berbagai persoalan yang memerlukan usaha usaha perbaikanbaik dalam substansi peraturan
perundangan maupun teknis pelaksanaan dilapangan. Beberapa masalah yang dipandang sangat
penting untuk segera diatasiadalah (Kemendagri,2010):
- Dalam kurun waktu 10 tahun sejak tahun 1999 telah terbentuk daerahotonom baru sebanyak
205 buah yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten dan34 Kota. Dengan perkataan lain terjadi
peningkatan 64% dari jumlah daerahotonom tahun 1998 atau secara rata rata dalam satu tahun
lahir 20 daerah otonombaru.
- Banyaknya daerah otonom baru tersebut memiliki implikasi terhadapsemakin besarnya dana
pembangunan daerah otonom baru yang dialokasikan dariAPBN. Pada tahun 2002 dialokasikan
DAU sebesar Rp. 1.33 triliun, tahun 2003sebesar Rp. 2.6 triliun dan pada tahun 2010 sebesar Rp.
47.9 triliun.
-Beberapa fakta yang dijumpai antara lain adalah adanya daerah otonombaru ternyata memiliki
jumlah penduduk sangat sedikit bahkan ada sebuah daerahotonom kabupaten baru hanya
berpenduduk kurang dari 12.000 jiwa. Fakta lainadalah jumlah dan kualitasSDM sebagai
personil Pemerintah Daerah sangatminim, kurang tersedianya prasarana dan sarana pemerintahan
dan munculnyaberbagai konflik masyarakat lokal yang mengiringi proses otonomi daerah
antaralain akibat persoalan batas wilayah.
Hal hal di atas adalah sebagian masalah yang timbul pada saat awaldigulirkannya kebijakan
otonomi daerah dan pemekaran daerah berdasarkanperangkat UU dan peraturan pelaksanaannya.
Perangkat peraturan pelaksanaannyainilah yang kemudian perlu disempurnakan sebagai salah
satu alternatif untukmenghindari timbulnya masalah yang sama di masa yang akan datang.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah pada “Era Otonomi Daerah”diwarnai dengan terjadinya
fenomena sosial, politik dan dinamika pergeseranparadigma berbagai aturan atau ketentuan
maupun kebijakan yang secara riil danbertahap berdampak pula kepada tataran kebijakan multi
dimensional danfungsional di daerah, salah satunya adalah penerapan paradigma Otonomi
daerah. untuk terwujudnya pelaksanaan Otomi Daerah, sejalan dengan upayauntuk membentuk
pemerintahan yang kuat, bersih, berwibawa dan bertanggung
jawab, serta mampu mengantisipasi perkembangan jaman sesuai dengan tuntutan“tata ke-
pemerintahan yang baik” (good governance), untuk itu dituntut dengankomitmen strategis. guna
untuk mendukung penyelengaraan daerah diperlukankewenangan yang luas nyata, dan
bertanggung jawab di daerah secaraproporsional dan keadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi
dan nepotisme sertaadanya perimbangan antara pemerintahan pusat dan daerah. Sejak
berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah yang kemudian
digantikan dengan Undang-Undang No.32Tahun 2004, sekarang diganti dengan Undang-Undang
23 Tahun 2014Pembentukan Daerah Otonom terus terjadi. Hingga pada sebelum Tahun
2000Indonesia memiliki 27 (dua puluh tujuh) provinsi. Namun setelah pada reformasi,banyak
provinsi yang dimekarkan menjadi dua bagian yang rata-rata provinsidengan luas daerah yang
cukup besar, hingga saat ini jumlah provinsi di Indonesiamencapai 34 (tiga puluh empat)
Provinsi, 412 (empat ratus dua belas) Kabupatendan 93 (Sembilan puluh tiga) Kota Madya.
Dalam prakteknya, Pemekaran Daerah menumbuhkan sejumlah masalah,misalnya Daerah-
daerah baru tersebut cukup berhasil membangun kelembagaanlokal yang efektif, namun belum
berhasil dalam kualitas ketersediaan sumberdaya manusia (aparatur) serta berkapasitas lemah
untuk mengelola sumber dayaalam (potensi ekonomi) yang ada. Sehingga belum dapat
mensejahterakanmasyarakatnya. Masalah lainnya, yaitu munculnya konflik horizontal,
konflikantara daerah otonom baru dengan daerah induk, masalah batas wilayah,dukungan dana
dari daerah induk, masalah perpindahan Pegawai Negeri Sipil(PNS), serta masalah
bertambahnya beban keuangan Negara.
BAB IV
ANALISA

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di
Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi
segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah
Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Pengertian Otonomi Daerah menurut Para Ahli
F. Sugeng Istianto
“Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”
Ateng Syarifuddin
“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan
kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dapat
dipertanggungjawabkan”
Syarif Saleh
“Hak mengatur dan memerintah daerah sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang
diperoleh dari pemerintah pusat”
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang
Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya
mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah
daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta
perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan
pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah
untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta
mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004,
maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1. mencegah pemusatan kekuasaan.
2. terciptanya pemerintahan yang efesien.
3. partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
1. kesetaraan politik ( political equality ).
2. Tanggung jawab daerah ( local accountability ).
3. Kesadaran daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya
bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang
terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan
pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1. Dari segi politik adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat,
baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan
nasional;
2. Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan
kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi daerah adalah :
1. untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. sebagai sarana pendidikan politik.
3. sebagai persiapan karier politik.
4. stabilitas politik.
5. kesetaraan politik.
6. akuntabilitas politik.

Dampak Positif Otonomi Daerah


Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon
tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan
daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-
kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang
lama sehingga akan lebih efisien. Dampak negative dari otonomi daerah adalah munculnya
kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran,
munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan
antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai dan penyesuaian
peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan pedoman yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi daerah masih sangat lemahPengaruh perkembangan
dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah
masyarakat serta pengaruh globalisasi yang tidak mudah dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan
otonomi daerah
6. Belum jelas dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional
kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai
prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah
daerah yaitu;
1. kewenangan,
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
· Hasil pajak daerah
· Hasil restribusi daerah
· Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
· Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset daerah dan jasa
giro

2. DANA PERIMBANGAN
· Dana Bagi Hasil
· Dana Alokasi Umum (DAU)
· Dana Alokasi Khusus
3. PINJAMAN DAERAH
A. Pinjaman Dalam Negeri
· Pemerintah pusat
· Lembaga keuangan bank
· Lembaga keuangan bukan bankMasyarakat (penerbitan obligasi daerah)
B. Pinjaman Luar Negeri
· Pinjaman bilateral
· Pinjaman multilateral
· Lain-lain pendapatan daerah yang sah;
· hibah atau penerimaan dari daerah propinsi atau daerah Kabupaten/Kota lainnya,
· penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde baru lebih terfokus
pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat daerah di tanah air berkembang dengan
baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama ini
lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat nasional memang laju
pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik
terus setiap tahun (hingga krisis terjadi). Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan
pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan
pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai
dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan
bahwa tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi berbagai persoalan seperti
kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada
pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi
yang dipunyai daerah, melekat pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara langsung
mengupayakan pengentasan kemiskinan di daerah bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah
daerah dituntut untuk memiliki inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat
miskin.

Hubungan antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan
dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi atau pun tata
pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini adalah dilibatkannya semua
potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
- Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah
yang telah diputuskan. Ini dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan
keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
- Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah daerah (dengan artian
pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini
disebabkan karena masyarakat merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan
tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah
bila suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.
- Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan
daerah, khususnya berkaitan dengan upaya menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
- Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi
menimbulkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan otonomi
seperti yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban daerah
yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka
pemerintah daerah berupaya dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan regulasi
yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam
operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat.
Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan.
Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan
dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi.
Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih
baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan
asli daerah (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah.
Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan
mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat sebagai sumber
prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini
dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga
melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di
daerah seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di
daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan kewajiban
yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, yaitu peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan
demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat
sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi
daerah dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah tuntutan
untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan
publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam
proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya
sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang
dibuat oleh pemerintah daerah dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun
dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun
tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat
yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha
kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal
tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam undang-undang diatas dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah itu adalah kewenangan dan kewajiban otonom untuk membuat
sistem pengaturan dan harus dapat mengurus pemerintahan dan permasalahan
kepentingan masyarakatnya sendiri sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam
undang-undang.

Untuk dapat membangun dan mengurus daerah otonom maka APBD akan disesuaikan
dengan pendapatan pemerintah setempat. Pembangunan daerah otonom akan lebih cepat
perkembangannya. Hal ini karena dalam setiap kebijakan tertentu dapat mengunakan
kebijakan pemerintah daerah otonom setempat tanpa menunggu kebijakan pusat yang
sangat membutuhkan waktu yang lama.

Pembangunan regional juga dipastikan akan berjalan seiring dengan pelaksanaan


otonomi daerah. Hal ini juga karena disebabkan adanya kebutuhan akan campur tangan
pemerintah dalam menentukan arah pembangunan dalam suatu daerah tertentu.

Jadi otonomi daerah saat ini belum sampai kepada target maksimal hal ini karena
sistem politik di Indonesia memang belum mengatur dengan baik tentang ketentuan-
ketentuan yang sifatnya permanen. Terkadang hukum disesuaikan degan kontekstual
yang terjadi dalam waktu tertentu

2. Saran
Adapun saran yang dapat di sampaikan dalam makalah ini bahwa:
Diharapkan pemerintah daerah dapat menjalankan sistem otonomi daerah dengan jujur dan
merata serta transparan tentunya. Hal ini dalam rangka mencegah adanya penyelewengan yang
kerap dilakukan pejabat pemerintah.
Kekayaan daerah tertentu akan lebih baik jika digunakan kembali untuk pengembangan daerah
tertentu. Namun sayangnya minimnya SDM di daerah membuat pembangunan terasa masih
berjalan ditempat.
Itulah penjelasan tentang makalah otnomi daerah. Penjelasan tentang otonomi daerah
dijadikan sebuah makalah dan karya ilmiah yang menyampaikan informasi penting berkaitan
degan otonomi daerah.

You might also like