Professional Documents
Culture Documents
6412 17879 1 PB
6412 17879 1 PB
DOI: http://dx.doi.org/10.21111/klm.v19i2.6412
Wenning Windiarti
Universitas Islam Negeri Samarinda
windiartiwenning@gmail.com
Hidayatus Sa’adah
Pondok Pesantren Darun Nafi’ Samboja
hidayatussaadah65@gmail.com
Abstract
Today women in the political stage are actually not a stranger in the world since ancient
times. The direct or indirect role of women has its own influence. The discourse of women’s
involvement in politics by providing a 30% quota, is still a controversial discourse, as well
as other gender equality issues. The famous contemporary scholar of this century Yusuf Al-
Qardhawi who has different views and opinions on the involvement of women in politics.
He sees that the above argument is not only textual, but the context must also be considered
and considers men and women to be a mukallaf, required to worship Allah, uphold religion,
carry out obligations, perform amar ma’ruf nahi munkar, have the same rights to choose and
be elected. On the contrary, social interests actually require the involvement of women. With
this, it can be said that the fatwa above emerged due to socio-political influences. In this case,
al-Qardhawi is moderate. Whereas in the matter of the president, the representative council
is not at all identical with the leadership of a caliph or amirul mu’minin who is individual
but the leadership of the president, the representative council that is currently developing
is collective, not individual.
Abstrak
Dewasa ini, keterlibatan perempuan dalam panggung politik sebenarnya bukanlah
hal yang asing di dunia sejak zaman dahulu. Peranan langsung maupun tidak langsung
para perempuan memiliki pengaruh tersendiri. Wacana keterlibatan perempuan dalam
dunia politik dengan memberikan kuota 30%, masih menjadi wacana kontroversi, serta
isu-isu kesetaraan gender lainnya. Yusuf Al-Qardhawi memiliki pandangan dan pendapat
yang berbeda terhadap keterlibatan perempuan dalam bidang politik. Ia melihat dalil di atas
tidak sebatas tekstual, melainkan harus diperhatikan pula konteksnya dan menganggap
laki-laki serta perempuan adalah seorang mukallaf, dituntut untuk beribadah kepada
Allah, menegakan agama, melaksanakan kewajiban, melakukan amar ma’ruf nahi munkar,
memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Pandangan al-Qardhawi tentang status
perempuan dalam sistem politik Islam dilihat sepintas nampaknya bertentangan dengan
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ulama salaf. Mereka menetapkan salah satu syarat
untuk menjadi seorang pemimpin adalah seorang laki-laki, artinya perempuan tidak boleh
menjadi pemimpin. Al-Qardhawi membolehkan perempuan menjalankan peran sosial sebagai
hakim dengan beberapa syarat dan ketentuan-ketentuan khusus. Karena menurutnya, posisi
tersebut tidaklah bertentangan dengan kepentingan sosial. Bahkan sebaliknya, kepentingan
sosial justru membutuhkan keterlibatan perempuan. Dengan ini, dapat dikatakan bahwa
fatwa di atas muncul karena adanya pengaruh sosial politik. Dalam hal ini, al-Qardhawi
tergolong moderat. Sedangkan dalam masalah presiden, dewan perwakilan sama sekali
tidak identik dengan kepemimpinan seorang khalifah atau amirul mu’minin yang bersifat
individu melainkan kepemimpinan presiden, dewan perwakilan yang berkembang saat ini
bersifat kolektif tidak bersifat individu.
Pendahuluan
Keterlibatan perempuan dalam panggung politik sebenarnya
bukanlah hal yang asing di dunia sejak zaman dahulu. Peranan
langsung maupun tidak langsung para perempuan memiliki pengaruh
tersendiri. Tidak heran, jika perbincangan mengenai keterlibatan
perempuan dalam wilayah politik merupakan topik hangat di masa
lalu, sekarang, dan mungkin akan terus di perbincangkan pada masa
mendatang. Wacana keterlibatan perempuan dalam dunia politik
dengan memberikan kuota 30%, masih menjadi wacana kontroversi,1
serta isu-isu kesetaraan gender lainnya. Sebagai bagian dari warga
negara, perempuan Indonesia secara normatif sudah diakui secarah
sah.2 Pada hakikatnya perempuan dan laki-laki memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam hukum dan pemerintahan, seperti yang
terdapat dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945.3
1
Najlah Naqiyah, Otonomi Perempuan, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005),
Cet. I, 216.
2
Landasan konstitusional UUD 1945 dan landasan operasional GBHN 1978, 1983,
1988 dan 1993 mengakui perlunya meningkatkan peranan kaum perempuan dalam
pembangunan nasional.
3
Wirdawati, Hak Politik Perempuan dan Permasalahannya, Jurnal Ilmu dan Budaya,
Vol. 39, No. 46, Juli 2015, 5429.
Bunyi Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 “Segala warga negara bersamaan kedudukannya
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 211
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya.”
4
Fuqahā adalah orang-orang yang mendalami ilmu fikih, bentuk jama’ dari kata
faqīh.
5
M. Zainuddin, dan Ismail Maisaroh, Posisi Wanita dalam Sistem Politik Islam
(Telaah Terhadap Pemikiran Politik Yusuf Al-Qardhawi), Mimbar Jurnal, Vol. XXI, No. 2,
April-Juni 2005, 178.
6
QS. An-Nisā: 34.
7
Imam Bukhari, S{ah}īh} al-Bukhārī, Vol. 5, No. 4425, Terj. Mahmoud Matraji, (Beirut:
Dār al-Fikr), 588-589.
8
Istibsyaroh, Perempuan Berpolitik: Argumen Kesetaraan Hak Politik Perempuan dalam
Islam, Cet. I, (Malang: Kalimetro Intelegensia, 2016), 1.
9
Mukallaf yaitu orang muslim yang dikenai kewajiban untuk menjalankan syariat
Islam dan menjauhi larangan-larangan agama karena ia telah dewasa dan berakal (baligh)
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 213
Politik
1. Pengertian Politik
Mengenai politik sering dikaitkan dengan bermacam-macam
kegiatan dalam sistem politik ataupun negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan maupun dalam melaksanakan tujuan. Ilmu politik
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan negara yang merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat, ilmu politik mempelajari negara-
negara itu dengan melakukan tugas-tugasnya.16 Jadi, dalam hal ini
14
Rashda Diana, Partisipasi Politik Muslimah dalam Pandangan Yusuf Qardhawi,
Jurnal Tsaqafah, Vol. 5, No. 2, Dhulqa’dah 1430, 291.
15
Rashda Diana, Partisipasi Politik Muslimah…, 291.
16
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1998), 9.
17
Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, Cet. I, (Yogyakarta:
FH UII Press, 2007), 74-75.
18
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin politik Islam, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2014), 3.
19
Abdullah Zawawi, “Politik dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Ummul Qura,
Vol. V, No 1, Maret 2015, 88.
20
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah…, 4.
21
Salim Ali al-Bahasnawi, Ash-Shar’iyah Al-Muftara ‘Alayhā, Terj. Mustolah Maufur,
Wawasan Sistem Politik Islam, Cet. I, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1996), 23.
22
Salim Ali al-Bahasnawi, Al-Shar’iyah al-Muftara ‘Alayhā…, 23.
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 215
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 217
َ ْ َََْ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َُْ ْ َ ُ َ َْ ْ ُ ُ ْ َ ُ ٰ ْ ُْ َ َ ْ ُ ْ ُْ َ
ض يأمرون بِالمعرو ِف وينهون ۘ ٍ والمؤمِنون والمؤمِنت بعضهم او ِلاۤء بع
َ ٰ ُ ٗ َ ْ ُ َ َ َ ّٰ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ٰ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ٰ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ
ۤ ع ِن المنك ِر ويقِيمون الصلوة ويؤتون الزكوة وي ِطيعون الل ورسول ۗا
ول ِٕىك
َ ّٰ الل ۗا َِّن
الل َع ِزيْ ٌز َحكِيْ ٌم َُي
ُ ّٰ ح ُه ُم ْ َ َس
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu
akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”35
Dalam hal ini al-Qur’an juga menyebutkan beberapa ciri orang-
orang yang beriman, setelah menyebutkan beberapa ciri orang-orang
munafik sebagai berikut,
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian
yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang Munkar dan melarang
berbuat yang ma’ruf dan mereka menggenggamkan tangannya mereka telah
lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah orang-orang yang fasik.”36
Jika perempuan-perempuan munafik berdiri di samping kaum
laki-laki munafik memainkan peranan untuk merusak masyarakat,
maka wanita-wanita mukminah harus memainkan peranan untuk
membenahi masyarakat di samping kaum laki-laki muslimin. Allal
al-Fasi melihat bahwa ayat ini menetapkan al-wilāyah al-mut}laqah
(kewenangan, kompetensi, otoritas mutlak) bagi kaum perempuan
mukminah sama halnya dengan kaum laki-laki. Kemudian Allal
al-Fasi juga menambahkan bahwa al-Qur’an menyatakan tentang
musyawarah antara suami dan istrinya dalam urusan perkawinan,37
“….Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya….”38
37
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Al-Barlamān fī al-Daulah al-H{adiṡiyyah al-
Muslimah…, 284.
38
QS. Al-Baqarah: 233.
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 219
39
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Al-Barlamān fī al-Daulah al-H{ a diṡiyyah al-
Muslimah…, 285.
40
QS. At-Taubah: 71.
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
41
Sri Warjiyati, “Partisipasi Politik Perempuan Perspektif Hukum Islam”, dalam
Jurnal Ad-Daulah, Vol. 6, No.1, April 2016, 23.
42
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 238.
43
M. Zainuddin, dan Ismail Maisaroh, Posisi Wanita dalam Sistem Politik Islam…, 189.
44
Ummi Kulsum, Peran Sosial Perempuan Perspektif Yusuf Al-Qardhawi, Tesis,
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2011), 59.
45
Teks ayatnya
ۤ
ت ِ
ٌ ٰت ٰحف ٰظ
ِ الصلِ ٰح
ٌ ت ٰقنت
ِِ ِ
ُ ّٰ َض َّوِبَآ اَنـَْف ُق ْوا م ْن اَْم َوال ْم ۗ ف ٍ ض ُه ْم َع ٰلى بـَْع ّٰ َّل
َ اللُ بـَْع َ ال قـََّو ُام ْو َن َعلَى النِّ َسا ِء ِبَا فَض ُ اَ ِّلر َج
ِ ِ ِ ٰ ِ ِ ِ لِّْلغَْي
اض ِربـُْوُه َّن ۚ فَا ْن اَطَ ْعنَ ُك ْم فَ َل تـَبـْغُ ْوا
ْ ضاج ِع َوَ اللُ َۗوالِّ ْت َتَافـُْو َن نُ ُش ْوَزُه َّن فَعظُْوُه َّن َو ْاه ُجُرْوُه َّن ِف الْ َم
ّٰ ب بَا َحف َظ
اللَ َكا َن َعلِيًّا َكبِيـًْرا ِ
ّٰ َعلَْي ِه َّن َسبِْي ًل ۗا َّن
Artinya : kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,
46
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām Fatāwī Mu’ās}irah, Terj. As’ad Yasin, Fatwa-Fatwa
Kontemporer, Jilid 2, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 528.
47
QS. Al-Baqarah: 228.
Artinya: “…Dan bagi laki-laki (suami) mempunyai satu kelebihan derajat dari perempuan
(istrinya)…”
48
Teks haditsnya
لَ ْن يـُْفلِ َح قـَْوٌم َولَّْوا ْأمَرُه ُم ْامَرأًَة
49
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām…, 529.
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 221
50
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 242.
51
Yusuf al-Qardhawi, Markaz al-Mar’ah fī al-Hayāh al-Islamiyyah, (Kairo; Maktabah
Wahbah, 1996), 32.
52
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu ….”
53
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām …., hlm. 525.
54
Qishash adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan (memberi
hukuman yang setimpal), mirip dengan istilah “hutang nyawa dibayar nyawa”. Dalam
kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk
meminta hukuman mati kepada pembunuh.
55
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām …., hlm. 544.
56
Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqhi al-Daulah fī al-Islām, (Kairo: Dār al-Shurūq, 1997),
hlm. 167.
57
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām…, 545.
58
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 247.
59
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām…, 521-522.
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 223
60
Yusuf al-Qardhawi, Hadyul Islām…, 522.
61
M. Zainuddin, dan Ismail Maisaroh, Posisi Wanita dalam Sistem Politik Islam…, 190.
62
Para ahli fiqh menetapkan syarat menjadi seorang hakim, yakni a) Islam, b)
baligh, c) berakal, d) adil, e) sehat rohani, f) tidak tuli, g) tidak buta, h) tidak bisu, i) laki-laki.
Syarat laki-laki mereka tetapkan berdasarkan hadits Rasulullah saw
ًلَ ْن يـُْفلِ َح قـَْوٌم َولَّْوا ْامَرُه ُم ْامَرأَة
Artinya: Tidak akan beruntung suatu kaum yang mana urusan mereka dipimpin oleh
wanita
63
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 243.
64
Imam al-Mawardi, al-Ah}kām al-Sult}āniyyah, Cet. I, (Dār al-Fikr, 1960), 65.
65
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 244.
66
QS. Ali-Imran: 195.
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
“Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain….”*
*Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka
demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya
sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman
dan amalnya.
QS. At-Taubah: 71.
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang
ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 225
Kesimpulan
Melalui uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Yusuf al-
Qardhawi memandang kedudukan perempuan dalam sistem politik
sama halnya dengan laki-laki. Ia menyejajarkan kaum perempuan
dan kaum laki-laki, karena dalam masalah politik keduanya memiliki
hak yang sama. Menurut al-Qardhawi, perempuan dewasa adalah
seorang mukallaf secara utuh, yang dituntut untuk beribadah kepada
Allah, menegakkan agama-Nya, dan berkewajiban melakukan amar
ma’ruf nahi munkar, seperti halnya kaum laki-laki, demikian pula
dalam hal kenegaraan.
Pandangan al-Qardhawi tentang status perempuan dalam
sistem politik Islam dilihat sepintas nampaknya bertentangan
dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan ulama salaf.
Mereka menetapkan salah satu syarat untuk menjadi seorang
67
Yusuf al-Qardhawi, Min Fiqh al-Dawlah…, 161.
68
Amru Abdul Karim Sa’dawi, Qad}āyā al-Mar’ah…, 246.
69
Eep Khunaefi, Bolehkah Perempuan Menjaadi Hakim? dalam http://www.muslimah.
co.id, diakses pada 07 Juni 2021, Pukul 15:23 WIB.
Daftar Pustaka
Al-Bahasnawi, Salim Ali. 1996. al-Syar’iyah al-Muftara ‘alayhā. Terj.
Mustolah Maufur. Wawasan Sistem Politik Islam. Cet. I. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Al-Mawardi, Imam. 1960. al-Ah}kām al-Sult}āniyyh. Cet. I. Dār al-Fikr.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 1995. Hadyu al-Islām Fatāwī Mu’ās}irah. Terj.
As’ad Yasin. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jilid 2. Cet. I. Jakarta:
Gema Insani Press.
Nandang Burhanuddin. 2003. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. 2016. Al-Barlamān fī al-Dawlah al-H}adītsiyyah
al-Muslimah. Terj. Masturi Irham & Malik Supar. Parlemen di
Negara Islam Modern. Cet. I. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Baharuddin. 2010. “Eksistensi Politik Perempuan dalam Pandangan
Ulama Tafsir”. Jurnal Studi Gender dan Islam. Vol. III. No. 1.
Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Bukhari, Imam. Sah}īh} al-Bukhārī. Vol. 5. No. 4425. Terj. Mahmoud
Matraji. Beirut: Dār al-Fikr.
Diana, Rashda. 1430. “Partisipasi Politik Muslimah dalam Pandangan
Yusuf Qardhawi”. Jurnal Tsaqafah. Vol. 5. No. 2. Dhulqa’dah.
HR, Ridwan. 2007. Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan. Cet.
Journal KALIMAH
Peran Perempuan dalam Politik menurut Yusuf al-Qardhawi 227