Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

NEFROLITIASIS

Pembimbing

Ns. Suratmi, S.kep.,M.Kep

Oleh :

Yuwanto Sigit (2002031816)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

2020
BAB I

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Nefrolitiasis adalah suatu keadaan terdapatnya batu dalam saluran kemih baik
dalam ginjal,ureter maupun buli-buli.
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam pelvis renal,
pembentukan deposit mineral yang kebanyakan adalah kalsium oksalat dan
kalsium phospat meskipun juga yang lain urid acid dan kristal, juga membentuk
kalkulus ( batu ginjal ).
Batu ginjal adalah istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini
terdiri atas garam kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan struvit
(Patofisiologi keperawatan, 2000 ).
Nefrolitiasis merupakan penyakit kencing batu yang terjadi di ginjal yang
menyebabkan tidak bisa buang air kecil secara normal dan terjadi rasa nyeri
karena adanya batu atau zat yang mengkristal di dalam ginjal.

B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi batu ginjal (nefrolitiasis) di Indonesia masih belum jelas. Di
dunia, prevalensi penyakit ini sekitar 5%. Distribusi usia terkena batu ginjal
paling sering terjadi di usia 20 – 49 tahun dengan puncaknya di usia 35 – 45
tahun, meskipun dapat terjadi pada rentang usia yang lain. Jarang ditemukan
serangan batu ginjal pertama pada usia 50 tahun ke atas. Batu ginjal lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan wanita (3:1), kecuali pada batu karena infeksi
(struvit) lebih banyak terjadi di wanita. Angka kejadian (prevalensi) di dunia
tahun 1990an adalah 5.4%. Sedangkan di Thailand Timur Laut berkisar 16.9%.

C. ETIOLOGI
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu
seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
terjadi pada pasien dehidrasi).
Penyebab terbentuknya batu digolongkan dalam 2 faktor :
a. Faktor endogen :
1. Hyperkalsemia : Meningkatnya kalsium dalam darah
2. Hyperkasiuria : Meningkatnya kalsium dalam urin
3. Ph urin
4. Kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh
b. Factor eksogen :
1. Air minum
2. Kurang minum atau kurang mengkonsumsi air mengakibatkan terjadinya
pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat ketidakseimbangan cairan
yang masuk
3. Suhu. Tempar yang bersuhu panas menyebabkan banyaknya pengeluaran
keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin dan
mempermudah terbentuknya batu.
4. Makanan. Kurangnya mengkonsumsi protein dapat menjadi factor
terbentuknya batu
5. Dehidrasi. Kurangnya pemasukan cairan dalam tubuh juga ikut membantu
proses pembentukan urin.

D. PATOFISIOLOGI
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus
darah, jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi,
kira-kira tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan
cistien.peningkatan konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga
peningkatan bahan-bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau urin ststis
sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu. Ditambah dengan adanya
infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi ammonium yang berakibat
presipitasi kalsium dan magnesium pospat (Jong, 1996 : 323)
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
kemudian dijadikan dalam beberapa teori :
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya
agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose,
3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan kristal-
kristal sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui
daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat. Phospat
mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan kristal.
Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
d. Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama, salah
satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan dalam urin akan
mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti
pengendapan kalsium.
e. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.

E. PATHWAY NEFROLITIASIS
F. GEJALA KLINIS NEFROLITIASIS
Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut, kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin
berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasive batu. Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya
menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria.
Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :
a. Hematuria
b. Piuria
c. Polakisuria/fregnan
d. Urgency
e. Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus pada
daerah pinggang.
f. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan.
g. Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah,
selanjutnya ke arah penis atau vulva.
h. Anorexia, muntah dan perut kembung
i. Hasil pemeriksaan laboratorium, dinyatakan urine tidak ditemukan adanya
batu leukosit meningkat.

G. PENGOBATAN
Sjamsuhidrajat (2004) menjelaskan penatalaksanaan pada nefrolitiasis terdiri
dari :
a. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi
pembentukan batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu
kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya
batu kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya
oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh
karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus
renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan
terhadap penyakit-penyakit tersebut. Batu asam urat.
g. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena
makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam
air kemih.
h. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
i. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu
untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan
kalium sitrat.
j. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.

Sedangkan menurut Purnomo BB (2003), penatalaksanaan nefrolitiasin


adalah :
a. Terapi Medis dan Simtomatik. Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan
batu atau melarutkan batu. Tetapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan
nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan
pemberian diuretik.
b. Litotripsi Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi
perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde ke batu yang ada di ginjal.
Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling
sering dilakukan adaah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy) adalah tindakan memecah batu yang ditembakkan dari luar tubuh
dengan menggunakan gelombang kejut yang dapat memecahkan batu menjadi
pecahan yang halus, sehingga pecahan tersebut dapat keluar bersama dengan
air seni. Keutungan dari tindakan ESWL ini yaitu tindakan ini dilakukan
tanpa membuat luka, tanpa pembiusan dan dapat tanpa rawat inap.
c. Tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor
tindakan bedah lain adalah operasi Kecil pengambilan batu ginjal / PCNL
(Percutaneous Nephrolithotomy). PCNL merupakan tindakan menghancurkan
batu ginjal dengan memasukkan alat endoskopi yang dimasukkan kedalam
ginjal sehingga batu dapat dihancurkan dengan alat tersebut. Tindakan ini
memerlukan pembiusan dan rawat inap.

H. UPAYA PENCEGAHAN
Cara mencegah batu ginjal sebenarnya cukup sederhana, yaitu dengan
menjalankan gaya hidup yang sehat. Di antaranya adalah:
a. Banyak minum air putih, yaitu sekitar 2-3 liter setiap hari. Hal ini dapat
mencegah penderita dari dehidrasi dan mencegah produk limbah tubuh
terlalu pekat yang berisiko membentuk batu ginjal. Dalam kondisi cuaca
panas, disarankan minum lebih banyak lagi.
b. Tidak berlebihan dalam mengonsumsi makanan sarat kalsium. Konsumsi
suplemen kalsium juga sebaiknya dikonsultasikan lebih dahulu pada
dokter.
c. Mengurangi konsumsi daging, unggas, atau ikan untuk mencegah batu
jenis asam urat.

I. DIAGNOSIS BANDING
a. Ureterolitiasis
b. Pielonefritis akut
c. Tumor ginjal

J. ASUHAN KEPERAWATAN NEFROLITITASIS


a. PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam
anamnesis antara lain:
a) Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, no registrasi,
diagnose medis, dan tanggal medis.
b) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasa sangat mengganggu saat ini.
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:110) keluhan utama yang lazim didapatkan
adalah nyeri pada pinggang. Untuk lebih komprehensifnya, pengkajian nyeri
dapat dilakukan dengan pendekatan SLKI.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke
RS.
d) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.Menurut
Kartika S. W. (2013:137) kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada
keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit
bedah usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme,
penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium, bikarbonat, alupurinol,
fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.
e) Riwayat penyakit keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari
orang tua.
f) Riwayat Psikososial
Bagaimana hubungan dengan keluarga, teman sebaya dan bagaimana perawat
secara umum. Menurut Arif Muttaqin (2011:112) pengkajian psikologis
pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
pasien. Perawat mengumpulkan pemerikasaan awal pasien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya pengkajian
psikososial-spiritual yang seksama.
g) Pola kehidupan sehari-hari
Menurut (http://perawathati.blogspot.com) pengkajian pola-pola fungsi
kesehatan pada pasien dengan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana pola hidup orang atau klien yang mempunyai penyakit batu
ginjal dalam menjaga kebersihan diri klien perawatan dan tata laksana
hidup sehat.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pada klien batu ginjal terjadi nafsu makan menurun karena
adanya luka pada ginjal.
Kaji adanya mual dan muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin,
kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan pemasukan cairan, terjadi
abdominal, penurunan bising usus (Kartika S. W., 2013:187).
3) Pola aktivitas dan latihan
Klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan
karena adanya luka pada ginjal.
4) Pola eliminasi
Bagaimana pola BAB dan BAK pada pasien batu ginjal biasanya BAK
sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam saluran kemih,
BAK normal.
5) Pola tidur dan istirahat
Klien batu ginjal biasanya tidur dan istirahat kurang atau terganggu karena
adanya penyakitnya.
6) Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi klien terdapat tindakan operasi yang akan dilakukan
dan bagaimana dilakukan operasi.
7) Pola sensori dan kognitif
Bagaimana pengetahuan klien tarhadap penyakit yang dideritanya selama
di rumah sakit.
8) Pola reproduksi sexual
Apakah klien dengan nefrolitiasis dalam hal tersebut masih dapat
melakukan dan selama sakit tidak ada gangguan yang berhubungan dengan
produksi sexual.
9) Pola hubungan peran
Biasanya klien nefrolitiasis dalam hubungan orang sekitar tetap baik tidak
ada gangguan.
10) Pola penaggulangan stress
Klien dengan nefrolitiasis tetap berusaha dab selalu melakukan hal yang
positif jika stress muncul.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Klien tetap berusaha dan berdo’a supaya penyakit yang di derita ada obat
dan dapat sembuh.
2. Pemeriksaan Fisik
Menurut Arif Muttaqin (2011:113) pada pemeriksaan fokus nefrolitiasis
didapatkan adanya perubahan TTV sekunder dari nyeri kolik. Pasien terlihat
sangat kesakitan, keringat dingin, dan lemah.
a) Inspeksi
Pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi. Adanya nyeri kolik menyebabkan pasien terlihat mual dan
muntah.
b) Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan untuk mengidentifikasi masa. Pada beberapa kasus
dapat teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis.
c) Perkusi
Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan
pada sudut kostovertebral dan didapatkan respon nyeri.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b) Pemeriksaan darah
1) Hb turun 3) Urium Kreatinin
2) Leukositosis 4) Kalsium, fosfor, asam urat
c) Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos perut / BNO (Bladder Neck Obstruction) dan Pemeriksaan
rontgen saluran kemih / IVP (Intranenous Pyelogram) untuk melihat lokasi
batu dan besar batu.
d) CT helikal tanpa kontras
CT helical tanpa kontras adalah teknik pencitraan yang dianjurkan pada
pasien yang diduga menderita nefrolitiasis. Teknik tersebut memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan teknik pencitraan lainnya, antara lain:
tidak memerlukan material radiokontras; dapat memperlihatkan bagian distal
ureter; dapat mendeteksi batu radiolusen (seperti batu asam urat), batu radio-
opaque, dan batu kecil sebesar 1-2 mm; dan dapat mendeteksi hidronefrosis
dan kelainan ginjal dan intra-abdomen selain batu yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala pada pasien. Pada penelitian yang dilakukan terhadap 100
pasien yang datang ke UGD dengan nyeri pinggang, CT helikal memiliki
sensitivitas 98%, spesifisitas 100%, dan nilai prediktif negatif 97% untuk
diagnosis batu ureter.
e) USG abdomen
Ultrasonografi memiliki kelebihan karena tidak menggunakan radiasi, tetapi
teknik ini kurang sensitif dalam mendeteksi batu dan hanya bisa
memperlihatkan ginjal dan ureter proksimal. Penelitian retrospektif 20 pada
123 pasien menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan CT Helikal sebagai
gold standard, ultrasonografi memiliki sensitivitas 24% dan spesifisitas 90%.
Batu dengan diameter lebih kecil dari 3 mm juga sering terlewatkan dengan
ultrasonografi.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kecemasan / ansietas
2. Risiko Infeksi
3. Nyeri Akut
4. Intoleransi Aktivitas
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Kebutuhan tubuh
c. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
KEPERAWAT OUTCOME OBSERVASI TERAPEUTIK EDUKASI KOLABORASI
AN
Kecemasan/ Tingkat  Identifikasi saat tingkat  Ciptakan suasana  terapeutik  Jelaskan prosedur, termasuk Kolaborasi
Ansietas Ansietas kecemasan berubah (mis. untuk menumbuhkan kepercayaan sensasi yang mungkin dialami pemberian obat
menurun Kondisi, waktu, stressor)  Temani pasien untuk mengurangi  Informasikan secara factual anti kecemasan,
 Identifikasi kemampuan kecemasan , jika memungkinkan mengenai diagnosis, jika perlu
mengambil keputusan  Pahami situasi yang membuat pengobatan, dan prognosis
 Monitor tanda kecemasan  Anjurkan keluarga untuk tetap
kecemasan (verbal dan  Dengarkan dengan penuh bersama pasien, jika perlu
non verbal) perhatian  Anjurkan melakukan kegiatan
 Gunakan pedekatan yang tenang yang tidak kompetitif, sesuai
dan meyakinkan kebutuhan
 Motivasi mengidentifikasi situasi  Anjurkan mengungkapkan
yang memicu kecemasan perasaan dan persepsi
 Diskusikan perencanaan  realistis  Latih kegiatan pengalihan,
tentang peristiwa yang akan untuk mengurangi ketegangan
datang  Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
DIAGNOSA
KEPERAWAT OUTCOME OBSERVASI TERAPEUTIK EDUKASI KOLABORASI
AN
Risiko Infeksi Tingkat infeksi Periksa kesiapan dan  Siapkan materi, media tentang  Jelaskan tanda dan gejala infeksi Kolaborasi
menurun kemampuan menerima faktor-faktor penyebab, cara lokal dan sistemik pemberian
informasi identifikasi dan pencegahan risiko  Informasikan hasil pemeriksaan antibotik, jika
infeksi di rumah sakit maupun di laboratorium (mis. Leukosit, perlu
rumah WBC)
 Jadwalkan waktu yang tepat untuk  Anjurkan mengikuti tindakan
memberikan pendidikan kesehatan pencegahan sesuai kondisi
sesuai kesepakatan dengan pasien  Anjurkan membatasi
dan keluarga pengunjung
 Berikan kesempatan untuk  Ajarkan cara merawat kulit pada
bertanya area yang edema
 Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
 Anjurkan kecukupan nutrisi,
cairan dan istirahat
 Anjurkan kecukupan mobilisasi
dan olahraga sesuai kebutuhan
 Anjurkan latihan napas dalam
dan batuk sesuai kebutuhan
 Anjurkan mengelola antibiotic
sesuai resep
 Ajarkan cara mencuci tangan
 Ajarkan etika batuk
DIAGNOSA
KEPERAWAT OUTCOME OBSERVASI TERAPEUTIK EDUKASI KOLABORASI
AN
Nyeri Akut  Tingkat nyeri  Identifikasi skala nyeri  Berikan teknik nonfarmakologis  Jelaskan penyebab, Kolaborasi
menurun lokasi, karakteristik, durasi, untuk mengurangi rasa nyeri periode, dan pemicu pemberian
frekuensi, kualitas, intensitas (mis. TENS, hypnosis, akupresur, nyeri analgetik, 
nyeri terapi musik, biofeedback, terapi  Jelaskan strategi jika perlu
 Identifikasi respon nyeri non pijat, aroma terapi, teknik meredakan nyeri
verbal imajinasi terbimbing, kompres  Anjurkan memonitor
 Identifikasi faktor yang hangat/dingin, terapi bermain) nyeri secara mandiri
memperberat dan  Control lingkungan yang  Anjurkan menggunakan
memperingan nyeri memperberat rasa nyeri (mis. analgetik secara tepat
 Identifikasi pengetahuan dan Suhu ruangan, pencahayaan,  Ajarkan teknik
keyakinan tentang nyeri kebisingan) nonfarmakologis untuk
 Identifikasi pengaruh budaya  Fasilitasi istirahat dan tidur mengurangi rasa nyeri
terhadap respon nyeri  Pertimbangkan jenis dan sumber
 Identifikasi pengaruh nyeri nyeri dalam pemilihan strategi
pada kualitas hidup meredakan nyeri
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
DIAGNOSA
KEPERAWAT OUTCOME OBSERVASI TERAPEUTIK EDUKASI KOLABORASI
AN
Intoleransi Toleransi Manajemen Energi :
Aktivitas aktivitas  Identifkasi gangguan  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah  Anjurkan tirah Kolaborasi
meningkat fungsi tubuh yang stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan) baring dengan ahli gizi
mengakibatkan kelelahan  Lakukan rentang gerak pasif dan/atau  Anjurkan tentang cara
 Monitor kelelahan fisik aktif melakukan aktivitas meningkatkan
dan emosional  Berikan aktivitas distraksi yang secara bertahap asupan makanan
 Monitor pola dan jam menyenangkan  Anjurkan
tidur  Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika menghubungi
 Monitor lokasi dan tidak dapat berpindah atau berjalan perawat jika tanda
ketidaknyamanan selama dan gejala kelelahan
melakukan aktivitas tidak berkurang
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Terapi Aktivitas :
 Kolaborasi
 Identifikasi defisit tingkat  Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan  Jelaskan metode
defisit yang dialami dengan terapi
aktivitas aktivitas fisik sehari-
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan okupasi dalam
 Identifikasi kemampuan hari, jika perlu
frekuensi dan rentang aktivitas merencanakan
berpartisipasi dalam  Ajarkan cara
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan dan memonitor
aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya tujuan aktivitas yang konsisten sesuai melakukan aktivitas
untuk aktivitas yang kemampuan fisik, psikologis, dan social yang dipilih program
diinginkan  Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai  Anjurkan aktivitas, jika
 Identifikasi strategi usia melakukan aktivitas sesuai
meningkatkan partisipasi  Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih fisik, social,  Rujuk pada
dalam aktivitas  Fasilitasi transportasi untuk menghadiri spiritual, dan pusat atau
 Identifikasi makna aktivitas, jika sesuai kognitif, dalam program
aktivitas rutin (mis.  Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menjaga fungsi dan aktivitas
bekerja) dan waktu luang menyesuaikan lingkungan untuk kesehatan komunitas, jika
 Monitor respon mengakomodasikan aktivitas yang  Anjurka terlibat perlu
emosional, fisik, social, dipilih dalam aktivitas
dan spiritual terhadap  Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. kelompok atau
aktivitas ambulansi, mobilisasi, dan perawatan terapi, jika sesuai
diri), sesuai kebutuhan  Anjurkan keluarga
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat untuk member
mengalami keterbatasan waktu, energy, penguatan positif
atau gerak atas partisipasi
 Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk dalam aktivitas
pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk
memelihara berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen
memori implicit dan emosional (mis.
kegitan keagamaan khusu) untuk pasien
dimensia, jika sesaui
 Libatkan dalam permaianan kelompok
yang tidak kompetitif, terstruktur, dan
aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam
aktivotasrekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis. vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah
tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan
kart)
 Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika
perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan
penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai
tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
 Berikan penguatan positfi atas partisipasi
dalam aktivitas
DIAGNOSA
OBSERVASI TERAPEUTIK EDUKASI KOLABORASI
KEPERAWATAN OUTCOME
Ketidakseimbang- Status nutrisi Manajemen nutrisi :  Lakukan oral hygiene sebelum  Anjurkan posisi duduk,  Kolaborasi
an nutrisi kurang membaik  Identifikasi status nutrisi makan, jika perlu jika mampu pemberian
dari kebutuhan  Identifikasi alergi dan  Fasilitasi menentukan pedoman  Ajarkan diet yang medikasi sebelum
tubuh intoleransi makanan diet (mis. Piramida makanan) diprogramkan makan (mis.
 Identifikasi makanan yang  Sajikan makanan secara menarik Pereda nyeri,
disukai dan suhu yang sesuai antiemetik), jika
 Identifikasi kebutuhan  Berikan makan tinggi serat untuk perlu
kalori dan jenis nutrient mencegah konstipasi  Kolaborasi
 Identifikasi perlunya  Berikan makanan tinggi kalori dengan ahli gizi
penggunaan selang dan tinggi protein untuk
nasogastrik  Berikan suplemen makanan, jika menentukan
 Monitor asupan makanan perlu jumlah kalori dan
 Monitor berat badan  Hentikan pemberian makan jenis nutrient
 Monitor hasil pemeriksaan melalui selang nasigastrik jika yang dibutuhkan,
laboratorium asupan oral dapat ditoleransi jika perlu

Promosi berat badan :  Jelaskan jenis makanan


 Identifikasi kemungkinan  Identifikasi kemungkinan yang bergizi tinggi,
penyebab BB kurang penyebab BB kurang namun tetap terjangkau
 Monitor adanya mual dan  Monitor adanya mual dan muntah  Jelaskan peningkatan
muntah  Monitor jumlah kalorimyang asupan kalori yang
 Monitor jumlah dikomsumsi sehari-hari dibutuhkan
kalorimyang dikomsumsi  Monitor berat badan
sehari-hari  Monitor albumin, limfosit, dan
 Monitor berat badan elektrolit serum
 Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R. Jong Wim De. 1998. Buku ajar bedah. Jakarta : EGC

Suddarth & Brunner. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Mosby:
St.louis

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

You might also like