Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO.

01 JUNI 2019

IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PENDIDIKAN


INKLUSI DI SD BINA HARAPAN SEMARANG

Eka Sari Setianingsih1, Ikha Listyarini2


Pendidikan Guru Sekolah Dasar1,2
Universitas PGRI Semarang1,2
Email: ekasari129@yahoo.com

Abstract: The implementation of inclusive education enables children with special needs to learn
together with the normal students in regular schools. The study aimed to analyze the
implementation of inclusive education at Bina Harapan Semarang Elementary School. The method
in this study was descriptive qualitative analysis. Subjects were students, teachers, and
employees/staff. Data collection techniques used were interviews, observation, and documentation.
To check the validity of the data, the researcher used data triangulation techniques. The results
showed that the implementation of inclusive education at Bina Harapan Semarang Elementary
School was not by the provisions. It was due to the absence of a decree on the appointment of the
implementation of inclusive education so that the fulfillment of various supporting components for
the implementation of inclusive education had not been fully fulfilled. And it was also found that
school license was to administer the inclusive education, but in fact the curriculum used was a
regular curriculum, all students in schools were dominated by children with special needs, teachers
did not have special education skills, there were no common perceptions about children with special
needs, teachers were still not considered sensitive and proactive yet to the special needs of children.
Suggestions are needed to evaluate school licensing and implementation of school administration,
human resources in teaching, acceptance of new students, and awareness of all parties to be actively
involved in various activities to support the implementation of inclusive education.
Keywords: implementation, inclusive education, children with special needs, elementary school.

PENDAHULUAN bagi semua termasuk anak penyandang cacat.


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan
tentang Sistem Pendidikan Nasional inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu
membuka jalan bagi anak-anak dengan bentuk reformasi pendidikan yang
kebutuhan khusus untuk dapat mengenyam menekankan sikap anti diskriminasi,
pendidikan dengan layak. Pendidikan inklusi perjuangan persamaan hak dan kesempatan,
secara khusus diartikan sebagai sebuah upaya keadilan, dan perluasan akses pendidikan bagi
penyelenggaraan pendidikan yang semua, peningkatan mutu pendidikan, upaya
diperuntukkan bagi dan anak normal untuk strategis dalam menuntaskan wajib belajar 9
belajar. Adanya pendidikan inklusi artinya tahun, serta upaya merubah sikap masyarakat
sekolah tersebut harus mampu terhadap anak berkebutuhan khusus.
mengakomodasi setiap anak tanpa kecuali, Anak-anak yang memiliki perbedaan
baik secara fisik, intelektual, emosional, kemampuan (difabel) disediakan fasilitas
sosial, bahasa, budaya, etnis, minoritas dan pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat
berbagai hal lainnya. Tujuannya adalah tidak dan jenis difabelnya yang disebut dengan
ada kesenjangan di antara anak kebutuhan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak
khusus dengan anak normal lainnya. disadari sistem pendidikan SLB telah
Diharapkan pula anak dengan kebutuhan membangun tembok eksklusifisme bagi ABK.
khusus dapat memaksimalkan potensi yang Tembok eksklusifisme tersebut selama ini
ada dalam dirinya. tidak disadari telah menghambat proses saling
Pendidikan inklusif merupakan suatu mengenal antara anak-anak difabel dengan
pendekatan pendidikan yang inovatif dan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam
strategis untuk memperluas akses interaksi sosial di masyarakat kelompok
pendidikan

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 1


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

difabel menjadi komunitas yang teralienasi kemandirian untuk kehidupan di


dari dinamika sosial di masyarakat. lingkungannya.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan Penyelenggaraan mengenai pendidikan
kehidupan kelompok difabel. Sementara inklusi secara lebih jauh terjamin dan diatur
kelompok difabel sendiri merasa dalam Permendiknas Nomor 70 tahun 2009
keberadaannya bukan menjadi bagian yang tentang pendidikan inklusi. Mewajibkan
integral dari kehidupan masyarakat di setiap daerah dapat menyelenggarakan
sekitarnya. sekolah inklusi. Paling tidak dalam satu
Secara konseptual pendidikan inklusif kecamatan memiliki minimal satu SD dan
merupakan sistem layanan Pendidikan Luar satu SMP yang menyelenggarakan sekolah
Biasa (PLB) yang mempersyaratkan agar dengan sistem inklusi. Hal tersebut juga
semua dilayani di sekolah umum terdekat berimplikasi pada pendidikan prasekolah
bersama teman seusianya. Dalam pendidikan yang salah satu tujuannya adalah menyiapkan
inklusi menempatan ABK tingkat ringan, mental dan fisik anak didik untuk mengikuti
sedang dan berat secara penuh di kelas biasa. jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Secara umum pendidikan inklusif dapat (Padmonodewo, 2003: 59).
dikelompokan sesuai dengan konsep Pendidikan inklusi dalam
pendidikan Nasional yaitu: Pertama, inklusif perkembangannya memiliki beberapa istilah
sebagai pendidikan yang memberikan yang berbeda, diantaranya : Special
kesempatan yang adil kepada semua siswa Education, Pendidikan Integratif, dan
untuk bisa mengakses pendidikan tanpa Pendidikan Bagi. Leman menyatakan bahwa
membedakan gender, etnik, status sosial dan ada banyak definisi pendidikan inklusi yang
kebutuhan khusus (kemampuan) pada semua berkembang di masyarakat, dan memiliki
level/jenjang pendidikan. Kedua, dalam interpretasi yang kadang-kadang salah atau
sekolah inklusif menerapkan model multi misinterpretation, seperti kelas segregatif
input artinya tidak mengenal penolakan yang di dalamnya berisi anak dengan tingkah
murid. Kondisi ini tentu berbeda dengan laku bermasalah dikatakan telah
sistem seleksi siswa baru dalam persekolahan melaksanakan pendidikan inklusi (Leman,
yang saat ini masih cenderung menggunakan 2007: 23).
seleksi peringkat nilai hasil kelulusan. Ketiga, Terdapat guru pembimbing khusus
program kurikulum dalam pendidikan inklusif (GPK) yang diharapkan berkompetensi untuk
berbasig kepada anak. Dalam hal ini tentu mendampingi dan membimbing untuk dapat
disesuaikan dengan kebutuah ABK. lebih baik. Pelaksanaan pendidikan inklusi
Penyelenggraan pembelajaran dilaksanakan tidak terlepas dari partisipasi
dalam kelas bersama-sama siswa regular dan keseluruhan tenaga pengajar yang ada di
ABK. Keempat, sistem evaluasi bersifat sekolah. Pendidikan inklusi bertujuan untuk
“fair”/adil disesuaikan dengan kemampuan memungkinkan siswa meraih potensi mereka
siswa. Bagi siswa yang mampu mengikuti (Friend & William, 2015: 5). Hallahan et al.
evaluasi regular dievalusai sesuai sistem (2009: 53) mengemukakan pengertian
evaluasi reguler, dengan memodifikasi pendidikan inklusi sebagai pendidikan yang
instrumen jika diperlukan. Namun bagi siswa menempatkan semua peserta didik
dengan program terindividualisasikan (PPI) berkebutuhan khusus dalam sekolah reguler
maka evaluasi disesuaikan dengan PPI-nya. sepanjang hari. Dalam pendidikan seperti ini,
Hasil evaluasi selain dikonversi dalam bentuk guru memiliki tanggung jawab penuh
kuantitatif dan berbentuk deskriptif, yang terhadap peserta didik berkebutuhan khusus
menggambarkan pencapaian kinerja. Khusus tersebut. Pengertian ini memberikan
untuk ABK dengan kategori sedang dan berat pemahaman bahwa pendidikan inklusi
hasil evaluasi bukan sebagai indikotor menyamakan dengan anak normal lainnya.
kenaikan jenjang pendidikan lanjut, tetapi Menurut Staub dan Peck dalam
sebagai tolak ukur peningkatan potensi Tarmansyah (2007: 83), pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan ringan,

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 2


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal juga dapat memperoleh layanan terkait, yaitu
ini menunjukan kelas regular merupakan bantuan di luar pengajaran akademis yang
tempat belajar yang relevan bagi anak-anak memungkinkan siswa untuk memperoleh
berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari manfaat dari pendidikan khusus seperti terapi
beberapa pendapat, maka dapat ditarik bicara/bahasa dan terapi okupasional. 3)
kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah Bantuan dan Jasa Pelengkap (SAS), Bantuan
pelayanan pendidikan untuk peserta didik dan jasa pelengkap atau supplementary aids
yang berkebutuhan khusus tanpa memandang and service (SAS) merupakan suatu susunan
kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, luas atas berbagai bantuan yang
linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama- memungkinkan siswa penyandang disabilitas
sama mendapatkan pelayanan pendidikan di untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan
sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun umum, kegiatan ekstrakulikuler, dan kegiatan
SMK). sekolah lainnya agar mereka dapat dididik
Berdasarkan pengertian-pengertian di bersama dengan teman sebaya yang bukan
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyandang disabilitas. Pengkategorian
pendidikan inklusi adalah pelayanan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
pendidikan untuk peserta didik yang bersifat sementera (temporer) dan yang
berkebutuhan khusus tanpa memandang bersifat menetap (permanent): a) bersifat
kondisi fisik, intelektual, sosial emosional, sementra (temporer), yang bersifat sementara
linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama- (temporer) adalah anak yang mengalami
sama mendapatkan pelayanan pendidikan di hambatan belajar dan hambatan
sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor
SMK). Seperti yang telah disampaikan bahwa eksternal. Misalnya anak yang yang
pendidikan inklusi memberikan kesempatan mengalami gangguan emosi karena trauma
kepada semua peserta didik yang memiliki akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan belajar. Pengalaman traumatis seperti itu
dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak
pendidikan atau pembelajaran dalam memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi
lingkungan pendidikan secara bersama-sama akan menjadi permanen. b) bersifat menetap
dengan peserta didik pada umumnya. (permanen), yang bersifat permanen adalah
Perbedaan yang terdapat dalam diri anak-anak yang mengalami hambatan belajar
individu harus disikapi dunia pendidikan dan hambatan perkembangan yang bersifat
dengan mempersiapkan model pendidikan internal dan akibat langsung dari kondisi
yang disesuaikan dengan perbedaan- kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan
perbedaan individu tersebut. Perbedaan bukan fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan
lantas melahirkan diskriminasi dalam perkembangan kecerdasan dan kognisi,
pendidikan, namun pendidikan harus tanggap gangguan gerak (motorik), gangguan
dalam menghadapi perbedaan. interaksi-komunikasi, gangguan emosi, sosial
Pendidikan inklusi meliputi tiga macam dan tingkah laku. Dengan kata lain yang
pelayanan yaitu 1) pengajaran yang dirancang bersifat permanen sama artinya dengan anak
secara khusus, 2) layanan terkait, 3) bantuan penyandang kecacatan.
dan jasa pelengkap, yang secara singkat dapat Komponen-komponen pendidikan yang
dijelaskan sebagai berikut: 1) pengajaran tercakup dalam sekolah inklusi perlu dikelola.
yang dirancang secara khusus (SDI), dibuat Komponen-komponen pendidikan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan individual siswa mencakupi (1) manajemen kesiswaan, (2)
penyandang disabilitas. SDI dipantau secara manajemen kurikulum, (3) manajemen tenaga
cermat dan setiap kemajuan yang berkaitan kependidikan, (4) manajemen sarana dan
dengan pengajaran harus didokumentasikan prasarana, (5) manajemen keuangan/dana, dan
(Friend & William, 2015: 5). 2) Layanan (6) manajemen lingkungan (hubungan
Terkait, Siswa penyandang disabilitas juga sekolah dan masyarakat), dan manajemen
layanan

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 3


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

khusus (Direktorat Manajemen Pendidikan Dalam hal ini peneliti melakukan


Dasar dan Menengah, 2008: 6-9). Manajemen observasi mengenai pelaksanaan pendidikan
kesiswaan merupakan salah satu komponen inklusi di SD Bina Harapan Semarang. Hal ini
pendidikan inklusi yang perlu mendapat dilakukan untuk memperoleh data-data yang
perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dibutuhkan. Teknik wawancara yang
dikarenakan kondisi peserta didik pada digunakan adalah Focus Group Discussion
pendidikan inklusi yang lebih majemuk (FGD) dan wawancara mendalam (indepth
daripada kondisi peserta didik pada interview). Dalam hal ini yang diwawancara
pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen adalah subjek penelitian dan informan.
kesiswaan ini tidak lain agar kegiatan belajar Dokumen adalah pengumpulan data melalui
mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, peninggalan tulisan berupa arsip-arsip, buku-
tertib, dan teratur, serta mencapai tujuan yang buku, surat kabar, majalah, agenda dan lain-
diinginkan yakni memfasilitasi anak lain sebagai bukti yang menunjukkan
berkebutuhan khusus untuk mendapatkan peristiwa atau kegiatan yang berhubungan
pendidikan yang sama seperti siswa lainnya. dengan penelitian ini.
Teknik analisa data kualitatif adalah
METODE proses mencari dan menyusun secara
Penelitian ini menggunakan metode sistematis data yang diperoleh dari hasil
kualitatif. Menurut Sugiyono (2010: 15), wawancara, catatan lapangan, dan
metode penelitian kualitatif adalah metode dokumentasi dengan cara mengorganisasikan
penelitian yang berlandaskan pada filsafat data ke dalam kategori, menjabarkan ke
postpositivisme, digunakan untuk meneliti dalam unit-unit, melakukan sintesa,
pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
lawannya adalah eksperimen) di mana penting, dan mana yang akan dipelajari dan
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, membuat kesimpulan sehingga mudah
pengambilan sampel sumber data dilakukan dipahami oleh diri sendiri dan orang lain
secara purposive (sesuai dengan kebutuhan) (Sugiyono, 2012: 244). Teknik analisa data
dan snowball (pengumpulan data secara lebih yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mendalam), teknik pengumpulan dengan seperti yang dikemukakan oleh Miles dan
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat Huberman (1992: 16-18), yakni bahwa dalam
induktif/ kualitatif dan hasil penelitian teknik analisa data terdapat tiga alur kegiatan
kualitatif lebih menekankan makna dari pada yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi
generalisasi (Sugiyono, 2010: 15). Subjek data, penyajian data, penarikan kesimpulan/
penelitian adalah siapa saja yang menjawab verifikasi.
daftar pertanyaan penelitian/ menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh seorang HASIL DAN PEMBAHASAN
peneliti. Subjek penelitian merupakan Dasar pendirian SD Bina Harapan
individu yang mengalami secara langsung didasari dan diinspirasi oleh nilai-nilai hakiki
suatu peristiwa, sehingga memahami kemanusiaan seperti persamaan hak, keadilan,
konteksnya (Spreadley, 1997 : 4). Subjek kebebasan, kejujuran dan kebaikan. Setiap
penelitian dalam penelitian ini adalah guru anak dengan kondisi apapun adalah makhluk
dan siswa di SD Bina Harapan Semarang. Tuhan yang memiliki hak asasi manusia yang
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wajib diterima secara universal. SD Bina
observasi, wawancara, dan dokumen. Teknik Harapan Semarang berdiri pada tahun 2000.
pengumpulan data dengan observasi Ada beberapa hal yang melatar belakangi
digunakan bila penelitian berkenaan dengan berdirinya SD Bina Harapan, diantaranya
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala yaitu: 1) Menyediakan sekolah yang sesuai
alam dan bila subjek penelitian yang diamati dengan kebutuhan anak-anak yang
tidak terlalu besar (Sugiyono, 2010: 203). berkesulitan belajar, 2) Memberikan hak dan

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 4


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

kesempatan yang sama bagi anak-anak lambat memasukkan disabled children ke sekolah
belajar agar dapat belajar secara optimal. regular dalam rangka give education right and
SD Bina Harapan Semarang merupakan kemudahan access education, and againt
salah satu SD di Semarang Kota yang discrimination. Pendidikan inklusi cenderung
menyelenggarakan pendidikan inklusi dipersepsi sama dengan integrasi, sehingga
meskipun belum mempunyai SK Penunjukan masih ditemukan pendapat bahwa anak harus
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Tingkat menyesuiakan dengan sistem sekolah.
SD, secara formal perizinan SD Bina Harapan Kenyataan di atas tentu saja tidak sesuai
adalah Sekolah Inklusi namun pada dengan prinsip dasar pendidikan inklusi yang
kenyataannya yang kami temukan di lapangan disusun oleh Direktorat Pendidikan Sekolah
adalah bahwa SD Bina Harapan didominasi Luar Biasa (PSLB) Direktorat Jenderal
oleh siswa ABK sedangkan kurikulum yang Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
digunakan adalah kurikulum reguler. Hal ini (Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan
menjadi rancu, berikut merupakan pernyataan Nasional (2007: 4) bahwa selama
Kepala Sekolah mengenai hal tersebut: “Kami memungkinkan, semua anak seyogyanya
sendiri bingung dengan status sekolah kami, belajar bersama-sama tanpa memandang
kenyataan bahwa sekolah kami bukan sekolah kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin
inklusi karena siswa kami semua mayoritas ada pada mereka. Pendidikan inklusi adalah
bahkan 99% adalah siswa ABK dengan pendidikan yang menyertakan semua anak
kategori ketunaan ringan, meskipun perizinan secara bersama-sama dalam suatu iklim dan
sekolah kami adalah sekolah inklusi nyatanya proses pembelajaran dengan layanan
kurikulum yang kami gunakan adalah pendidikan yang layak dan sesuai dengan
kurikulum regular sedangkan siswanya siswa kebutuhan individu siswa tanpa membeda-
ABK, sehingga sekolah ini menjadi sekolah bedakan anak yang berasal dari latar suku,
yang tidak jelas. ”. kondisi sosial, kemampuan ekonomi, politik,
Berdasarkan pernyataan Kepala Sekolah keluarga, bahasa, geografis (keterpencilan)
di atas tampak bahwa Kepala sekolah sudah tempat tinggal, jenis kelamin, agama, dan
memahami bahwa bahwa konsep pendidikan perbedaan kondisi fisik atau mental.
inklusi memiliki lebih banyak kesamaan Sedangkan di SD Bina Harapan Semarang
dengan konsep yang melandasi ‘Pendidikan tidak demikian keadaannya. Berikut adalah
untuk Semua’, dan ‘Peningkatan mutu kondisi sekolah:
sekolah’. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa
pendidikan inklusi merupakan pergeseran dari
kecemasan tentang suatu kelompok tertentu
menjadi upaya yang difokuskan untuk
mengatasi hambatan untuk belajar dan
berprestasi. Pendidikan inklusi adalah sistem
layanan pendidikan yang mensyaratkan
belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas
biasa bersama-sama teman seusianya. Setiap
tahun siswa yang mendaftar di SD Bina
Harapan justru selalu anak-anak Gambar1. Kondisi SD Bina Harapan Semarang
berkebutuhan khusus saja, anak-anak normal
tidak ada yang mendaftar sehingga ini tidak Layanan pendidikan inklusi bagi siswa
sesuai dengan kategori sekolah inklusi yang anak berkebutuhan khusus di SD Bina
semestinya menjadi sekolah yang Harapan Semarang belum bisa maksimal,
menampung semua siswa tanpa membedakan. sebab mekanisme manajemen yang digunakan
Pendidikan inklusi bagi belum dipahami masih menggunaan mekanisme manajemen
sebagai upaya peningkatan kualitas layanan sekolah regular sedangkan mayoritas siswa di
pendidikan. Masih dipahami sebagai upaya SD Bina Harapan Semarang adalah siswa
ABK. Padahal dalam penyelenggaraan

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 5


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

pendidikan inklusi harus menggunakan penerimaan siswa anak berkebutuhan khusus


manajemen pendidikan inklusi baik dari segi
kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, keuangan/ dana,
lingkungan (hubungan sekolah dan
masyarakat) serta layanan khusus.
Seperti yang dikemukakan oleh
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah (2008: 6-9), bahwa pengelolaan
komponen pendidikan dalam sekolah inklusi
meliputi (1) manajemen kesiswaan, (2)
manajemen kurikulum, (3) manajemen tenaga
kependidikan, (4) manajemen sarana dan
prasarana, (5) manajemen keuangan/dana,
dan
(6) manajemen lingkungan (hubungan
sekolah dan masyarakat), dan (7) manajemen
layanan khusus.
Berikut merupakan masing-masing
implementasi manajemen pendidikan inklusi
di SD Bina Harapan Semarang:
1. Implementasi Manajemen Kesiswaan
Dalam hal penerimaan siswa baru,
Kepala sekolah SD Bina Harapan Semarang
akan menentukan apakah siswa yang
bersangkutan diterima atau tidak berdasarkan
tingkat kebutuhan khusus yang dimiliki oleh
siswa dalam kategori ringan dan sedang,
karena pada kenyataannya yang mendaftar
tiap tahun adalah kategori bukan siswa
reguler. Apabila termasuk dalam
kategoriringan sampai sedang maka
akan diterima, tetapi apabila dalam kategori
berat akan disarankan sekolah di SLB.
Berikut merupakan suasana
pembelajaran di salah satu kelas:

Gambar 2. Suasana Pembelajaran di dalam Kelas

SD Bina Harapan Semarang bukan


sekolah inklusi berdasarkan SK Penunjukkan
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi maka
p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 6
JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

dilakukan berdasarkan kebutuhan di Bina


masyarakat. Apabila merujuk pada
Permendiknas No. 1 Tahun 2008 tentang
Standar Proses Pendidikan untuk Tunanetra,
Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan
Tunalaras, bahwa penerimaan siswa
berkebutuhan khusus pada setiap satuan
pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan inklusi perlu mempertimbangkan
sumber daya yang dimiliki sekolah, satuan
pendidikan tersebut harus mengalokasikan
kursi siswa (quota) paling sedikit satu (1)
siswa yang memiliki kelainan dalam satu
rombongan belajar yang akan diterima dan
paling banyak disesuaikan dengan kekuatan
dan daya dukung sekolah. Program
bimbingan dan penyuluhan diadakan
berdasarkan kebutuhan siswa, yakni SD Bina
Harapan Semarang telah bekerjasama
dengan UNIKA untuk untuk mengadakan tes
psikologi dan USM pada setiap semester
akan diadakan pembekalan bagi guru SD
Bina Harapan terkait dengan kebutuhan
dalam melayani anak berkebutuhan khusus
di Sekolah.
Menurut Kustawan (2012: 62-63)
hendaknya mempertimbangkan prinsip-
prinsip pembelajaran yang disesuaikan
dengan karaketristik belajar siswa. Proses
pembelajaran harus disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa
(metode, media dan sumber belajar). Dalam
proses pembelajaran guru harus mampu
mengajar setiap siswa anak berkebutuhan
khusus sesuai dengan kebutuhan
individualnya dalam setting kelas. Kegiatan
pembelajaran setting pendidikan inklusi
antara lain menerapkan prinsip-prinsip
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
Guna mengetahui kondisi dan
kebutuhan diperlukan proses screaning atau
assesment yang bertujuan agar pada saat
pembelajaran di kelas, bentuk intervensi
pembelajaran bagi merupakan bentuk
intervensi pembelajaran yang sesuai bagi
mereka. Assesment yang dimaksud yaitu
proses kegiatan untuk mengetahui
kemampuan dan kelemahan setiap siswa
dalam segi perkembangan kognitif dan
perkembangan sosial melalui pengamatan
yang sensitif (Delphie, 2006: 1). Di SD
p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 7
JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

Harapan Semarang hal ini belum dilakukan terakomodir dengan baik padahal semua
mengingat tidak adanya Guru Pendamping siswa termasuk siswa ABK.
Khusus (GPK) dan adanya keterbatasan Berdasarkan Permendiknas No. 70
pengetahuan guru tentang pendidikan inklusi, Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi bagi
semua proses pembelajaran dan pelayanan Siswa yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
kepada ABK diberikan berdasarkan Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa
pengalaman sehari-hari dalam menghadapi dijelaskan bahwa satuan pendidikan
siswa ABK. penyelenggaraan pendidikan inklusi
Prinsip umum pembelajaran inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan
meliputi motivasi, konteks, keterarahan, pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan
hubungan sosial, belajar sambil bekerja, dan kemampuan siswa sesuai dengan bakat,
individualisasi, menemukan, dan prinsip minat dan potensinya. Selain itu juga harus
memecahkan masalah. Prinsip umum ini memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran
dijalankan ketika belajar bersama-sama yang disesuaikan dengan karakteristik belajar
dengan anak reguler dalam satu kelas. Baik siswa. Begitu pula dengan penilaian hasil
anak reguler maupun mendapatkan program belajar mengacu pada kurikulum yang
pembelajaran yang sama. Prinsip khusus bersangkutan. Bagi siswa yang mengikuti
disesuaikan dengan karakteristik masing- pembelajaran berdasarkan kurikulum yang
masing siswa berkebutuhan khusus. Prinsip dikembangkan sesuai dengan standar nasional
khusus ini dijalankan ketika siswa pendidikan dan di atas standar nasional
berkebutuhan khusus membutuhkan pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
pembelajaran individual melalui program Bagi siswa yang mengikuti
pembelajaran individual. pembelajaran berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan di bawah Standar Nasional
2. Implementasi Manajemen Kurikulum pendidikan mengikuti ujian yang
Idealnya Kurikulum yang dimaksudkan diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
mencakup kurikulum nasional dan kurikulum bersangkutan. Karena anak berkebutuhan
lokal. Kurikulum nasional merupakan standar khusus menggunakan standar kurikulum
nasional yang dikembangkan oleh nasional untuk siswa reguler maka standar
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan penilaian siswa ABK pun harus menggunakan
kurikulum muatan lokal merupakan standar penilaian siswa reguler, akibatnya
kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan anak berkebutuhan khusus tidak lulus, karena
dan kebutuhan lingkungan yang tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan yang
disusun oleh Dinas Pendidikan bersangkutan.
Propinsi dan/atau Kabupaten/kota. Kurikulum
yang digunakan di kelas inklusi adalah 3. Implementasi Manajemen Tenaga
kurikulum kelas regular yang Kependidikan
disesuaikan (dimodifikasi) dengan Manajemen tenaga kependidikan antara
kemampuan awal dan karakteristik anak lain adalah 1) inventarisasi pegawai, 2)
berkebutuhan khusus. Model pengembangan pengusulan formasi pegawai, 3) pengusulan
kurikulum tersebut dinamakan dengan jenis pengangkatan, 4) mengatur usaha
model modifikasi (Kemendiknas, 2010: 75- kesejahteraan, 5) mengatur pembagian tugas.
77). Komponen berupa aspek pembelajaran Tenaga kependidikan bertugas
yang dimodifikasi terletak pada empat menyelenggarakan kegiatan mengajar,
komponen utama pembelajaran yaitu silabus, melatih, meneliti, mengembangkan,
RPP, dan sistem evaluasi. mengelola dan/atau meberikan pelayanan
Kurikulum yang dimiliki SD Bina teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga
Harapan Semarang masih menggunakan yang kependidikan di sekolah inklusi sebagian
masih sama sehingga kebutuhan dan besar sama dengan sekolah regular meliputi
penanganan siswa ABK belum bisa guru, laboran, dan teknis sumber belajar.

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 8


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

Dalam implementasinya guru cenderung terbina dengan baik. Dampaknya, orang tua
belum mampu bersikap proactive dan ramah sering bersikap kurang peduli dan realistik
terhadap semua anak, menimbulkan komplain terhadap anaknya.
orang tua, dan menjadikan anak cacat sebagai Berikut adalah foto interaksi antara guru
bahan olok-olokan. Proses pembelajaran dengan anak berkebutuhan khusus:
belum dilaksanakan dalam bentuk team
teaching, tidak dilakukan secara
terkoordinasi. Guru cenderung masih
mengalami kesulitan dalam merumuskan
flexible curriculum dalam menentukan tujuan,
materi, dan metode pembelajaran.
Tidak ada guru khusus, tetapi ini justru
tantangan untuk menemukan metode baru
(kreatif) melalui kebersamaan, saling diskusi,
saling berbagai. Masih terjadi kesalahan
praktek kurikulum bagi anak berkebutuhan
khusus masih sama dengan siswa lainnya Gambar 3. Suasana Pembelajaran di kelas
serta anggapan bahwa siswa cacat tidak
memiliki kemampuan yang cukup untuk Untuk menambah wawasan guru-guru
menguasai materi belajar. Karena regular maka sekolah sesekali secara rutin
keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan sesuai alokasi anggaran yang dimiliki akan
pembelajaran belum menggunakan media, mengirim 2 guru tiap 3 bulan sekali untuk
resource dan lingkungan yang beragam mengukuti pelatihan-pelatihan pendampingan
sesuai kebutuhan anak. ABk dan pendidikan inklusi. Serta pihak
Kondisi guru belum didukung dengan sekolah telah bekerjasama dengan fakultas
kualitas guru yang memadai. Guru kelas psikologi USM dan UNIKA, dalam 6 bulan
masih dipandang not sensitive and proactive sekali dari pihak kampus akan mengadakan
yet to the special needs children. Lebih pelatihan dan pendampingan bagi guru-guru
khusus, tenaga kependidikan yang dimiliki dan karyawan atau staf TU yang ada di SD
sekolah inklusi adalah guru kelas, guru mata Bina Harapan Semarang. Sehingga jika
pelajaran dan guru pendamping khusus sewaktu proses pembelajaran dikelas guru
(GPK). Di SD Bina Harapan Semarang semua membutuhkan bantuan pendamping maka staf
hal tersebut belum dilakukan karena TU akan membantu mendampingi beberapa
keterbatasan banyak hal. Manajemen tenaga siswa di kelas.
pendidikan dilakukan sesuai dengan standar
reguler. Serta keterbatasan guru regular pada 4. Implementasi Manajemen Sarana
pemahaman siswa ABK hanya diperoleh dan Prasarana
berdasarkan keseharian dalam menangani Sekalipun sudah didukung dengan visi
anak berkebutuhan khusus (otodidak). yang cukup jelas, menerima semua jenis anak
Keberadaan guru khusus masih dinilai cacat, sebagian sudah memiliki guru khusus,
belum sensitif dan proaktif terhadap mempunyai catatan hambatan belajar pada
permasalahan yang dihadapi anak masing-masing ABK, dan kebebasan guru
berkebutuhan khusus. Belum didukung kelas dan guru khusus untuk
dengan sistem dukungan yang memadai. mengimplementasikan pembelajaran yang
Peran orang tua, sekolah khusus, tenaga ahli, lebih kreatif dan inovatif, namun cenderung
perguruan tinggi-LPTK PLB, dan pemerintah belum didukung dengan koordinasi dengan
masih dinilai minimal. Sementara itu fasilitas tenaga profesional, organisasi atau institusi
sekolah juga masih terbatas. Keterlibatan terkait. Anak berkebutuhan khusus perlu
orang tua sebagai salah satu kunci menggunakan sarana prasarana khusus sesuai
keberhasilan dalam pendidikan inklusi, belum dengan jenis kekhususan atau kebutuhan anak
berkebutuhan khusus. Manajemen sarana

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 9


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

prasarana sekolah inklusi bertugas 5. Implementasi Manajemen


merencanakan, mengorganisasikan, Keuangan/Dana
mengarahkan, mengkoordinasikan, Secara formal belum berpredikat
mengawasi dan mengevaluasi kebutuhan serta sebagai sekolah inklusif, bahkan sampai
penggunaan sarana prasarana agar dapat sekarang belum tersentuh proyek sosialisasi
memberikan sumbangan secara optimal pada dan pelatihan di bidang pendidikan inklusi.
kegiatan belajar mengajar (KBM) baik untuk Perubahan dan proses adaptasi pembelajaran
siswa regular maupun siswa ABK. dilakukan terus menerus melalui kerja sama,
Sarana dan prasarana di SD Bina saling memotivasi, saling membantu, saling
Harapan Semarang belum memenuhi standar mendukung, komunikasi, dan belajar dari
sarpras yang sebagaimana tercantum dalam pengalaman. Masih terdapat kebijakan yang
Permendiknas, hal ini disebabkan karena kurang tepat, yaitu guru kelas tidak memiliki
tidak adanya alokasi dana untuk penyediaan tangung jawab pada kemajuan belajar ABK,
sarpras bagi siswa ABK. Serta peralatan serta keharusan orang tua ABK dalam
sarpras ABK yang tergolong mahal penyediaan guru khusus.
menyulitkan sekolah untuk memenuhinya. Dalam rangka penyelenggaraan
Beberapa kali SD Bina Harapan Semarang pendidikan inklusi perlu dialokasikan dana
mendapatkan BOP dan beasiswa pendidikan khusus untuk 1) kegiatan identifikasi input
inklusi, dan dari pembayaran SPP siswa, 2) modifikasi kurikulum, 3) insentif
dialokasikan untuk pemenuhan sarpras. bagi tenaga kependidikan yang terlibat, 4)
Sarana dan prasarana harus memenuhi pengadaan sarana prasarana, 5)
persyaratan Standar Nasional Pendidikan pemberdayaan peran serta masyarakat, 6)
yang diatur dalam Peraturan Menteri pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 Komponen keuangan sekolah merupakan
tentang Standar Sarana dan Prasarana komponen produksi yang menentukan
Pendidikan Dasar dan Menengah. terlaksananya kegiatan belajar mengajar
Sarana dan prasarana di sekolah bersama komponen- komponen lain.
penyelenggara pendidikan inklusi harus Setiap kegiatan yang dilakukan sekolah
aksesibel bagi semua siswa khususnya siswa memerlukan biaya. Dalam rangka
ABK. Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi, sekolah
Penyandang Cacat, aksesibilitas adalah inklusi di Jawa Tengah belum memasukkan
kemudahan yang disediakan bagi penayndang implementasi program pendidikan inklusi
cacat guna mewujudkan kesamaan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan Belanja Sekolah (RAPBS). Biaya yang
dan penghidupan. Tujuannya yaitu untuk diperoleh untuk implementasi pendidikan
mewujudkan kemandirian bagi semua orang inklusi didapatkan dari dinas pendidikan
termasuk orang yang memiliki hambatan provinsi dan Kabupaten/Kota. Dana yang
fisik. Gambar topografi sekolah SD Bina diperoleh umumnya digunakan untuk
Harapan Semarang: memberikan beasiswa bagi anak
berkebutuhan khusus maupun biaya tambahan
bagi guru mata pelajaran yang merangkap
menjadi guru pendamping khusus (GPK) bagi
anak berkebutuhan khusus.
Manajemen keuangan/ dana di SD Bina
Harapan Semarang masih menggunakan
standar reguler. Artinya bahwa belum ada
alokasi dana khusus untuk memenuhi segala
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan
inklusi bagi siswa ABK. Beberapa kali SD
Gambar 4. Kursi dan Meja Salah Satu Anak Bina Harapan Semarang mendapatkan BOP
Berkebutuhan Khusus

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 10


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

dan beasiswa pendidikan inklusi, dan dari penyelenggaraan


pembayaran SPP dialokasikan untuk
pemenuhan sarpras.

6. Implementasi Manajemen
Lingkungan (Hubungan Sekolah dan
Masyarakat)
Sekolah sebagai suatu sistem sosial,
sekolah merupakan bagian integral dari
sistem sosial yang lebih besar, yaitu
masyarakat. Kemajuan sumber daya manusia
(SDM) pada suatu daerah tidak hanya
bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan
sekolah, namun sangat bergantung kepada
tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan di suatu
daerah, makin maju pula sumber daya
manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya,
makin rendah tingkat partisipasi masyarakat
dalam pendidikan di suatu daerah, akan
makin mundur pula sumber daya masyarakat
di daerah tersebut. Oleh karena itu
masyarakat hendaknya selalu dilibatkan
dalam pembangunan pendidikan di daerah.
Kepala SD Bina Harapan Semarang
selalu berupaya untuk melibatkan masyarakat
termasuk orangtua wali siswa yang tergabung
dalam Komite Sekolah, termasuk untuk
menangani siswa ABK. Tetapi meskipun
demikian karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat tentang penyelenggaraan
pendidikan inklusi di sekolah, banyak
diantara anggota komite yang ikut serta
mempercayakan saja semua keputusan pada
pihak sekolah.

7. Implementasi Manajemen Layanan


Khusus
Manajemen layanan khusus di SD Bina
Harapan Semarang dilakukan dalam hal-hal
khusus. Contohnya: untuk membantu siswa
ABK dalam kebutuhan khusus maka akan
diberikan layanan dan treatment khusus pada
siswa yang bersangkutan oleh psikolog yang
hadir ke sekolah dalam seminggu sekali,
terjadwal siapa saja siswa yang akan
mendapatkan pelayanan dan treatment khusus
pada minggu itu maka psikolog yang ada
akan memberikan layanan tersebut sesuai
ketunaan siswa. Layanan khusus pada

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 11


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

pendidikan inklusi dilakukan berdasarkan


kebutuhan siswa anak berkebutuhan khusus.
Sehingga pelaksanaan di setiap sekolah
inklusi akan berbeda-beda sesuai kebutuhan
akan ketunaannya.

PENUTUP
Implementasi Manajemen Pendidikan
Inklusi bagi (ABK) di SD Bina Harapan
Semarang belum sesuai dengan ketentuan.
Hal ini disebabkan oleh belum adanya SK
Penunjukkan Penyelenggaraa Pendidikan
Inklusi sehingga pemenuhan berbagai
komponen pendukung penyelenggaraan
pendidikan inklusi belum bisa terpenuhi
secara maksimal. Sekalipun perkembangan
pendidikan inklusi di Indonesia saat ini
semakin diterima dan berkembang cukup
pesat, namun dalam tataran implementasinya
masih dihadapkan kepada berbagai
problema, isu, dan permasalahan yang harus
disikapi secara bijak sehingga
implementasinya tidak menghambat upaya
dan proses menuju pendidikan inklusif itu
sendiri serta selaras dengan filosofi dan
konsep-konsep yang mendasarinya.
Kurikulum yang digunakan di SD Bina
Harapan Semarang adalah kurikulum regular
sedangkan mayoritas siswa adalah anak
berkebutuhan khusus sedangkan guru- guru
yang ada adalah guru regular yang minim
pengetahuan tentang anak berkebutuhan
khusus, adapun pengetahuan dan pelayanan
guru yang diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus di SD Bina Harapan
Semarang bersifat otodidak karena
penanganan keseharian/kebiasaan menangani
anak berkebutuhan khusus sehari-hari.
Dalam pelaksanaan pendidikan inklusi
ada beberapa permasalahan dan kendala
yang dihadapi dalam implementasinya.
Untuk itu diperlukan komitmen tinggi dan
kerja keras melalui kolaborasi berbagai
pihak, baik pemerintah maupun masyarakat
untuk mengatasinya. Dengan demikian,
tujuan akhir dari semua upaya di atas yaitu
kesejahteraan para penyandang cacat dalam
memperoleh segala haknya sebagai warga
Negara dapat direalisasikan secara cepat dan
maksimal. Pemerintah terkait perlu
memperjelas dan mengelola serta meninjau
kembali perizinan
p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 12
JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

serta implementasinya di sekolah dan Washington, DC: National Academy


membuat regulasi yang secara khusus Press.
menangani penyelenggaraan pendidikan Hildegum, O. 2003. Pendidikan Inklusi Suatu
inklusi terkait dengan kenyataan bahwa di Strategi Manuju Pendidikan Untuk
sekolah meyoritas siswa adalah ABK Semua (Materi Lokakarya) Mataram :
sedangkan kurikulum yang digunakan adalah Direktorat PSLB.
kurikulum regular. Guru harus meningkatkan Ishartiwi. 2010. “Implementasi Pendidikan
pengetahuan tentang pendidikan inklusi dan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan
pendampingan secara mendalam kepada anak Khusus dalam Sistem Persekolahan
berkebutuhan khusus. Masyarakat umum Nasional”. Jurnal Pendidikan Khusus.
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan untuk Vol. 6 No. 1. Mei 2010, hlm. 1 – 9.
mendukung penyelenggaraan pendidikan Kustawan, D. 2012. Pendidikan Inklusi dan
inklusi sebagai perwujudan tanggung jawab Upaya Implementasinya. Jakarta:
bersama pendidikan untuk semua. Luxima Metro Media.
Leman. 2007. Psikologi Eksperimen. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. 2003. Undang-undang RI No.20 Moleong, L.J. 2001. Metode Penelitian
tahun 2003.Tentang Sistem Pendidikan Kualitatif. Bandung: Remaja
Nasional. Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Nasional.2007. Patmonodewo. 2003. Pendidikan anak pra
Peraturan Menter Pendidikan Nasional. sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Delphie, B. 2006. Pembelajaran Anak Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Tunagrahita; Suatu Pengantar dalam Nomor 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusi. Bandung: PT. Refika Pendidikan Inklusi Bagi Peserta Didik
Aditama. yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Menengah, Policy Brief, Sekolah Istimewa.
Inklusi; Membangun Pendidikan Tanpa Praptiningrum, N. 2010. “Fenomena
Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008, Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Departemen Pendidikan Nasional. bagi ”. Jurnal Pendidikan Khusus, Vol.
Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa 7. No. 2, November 2010, hlm 32 – 39.
(PSLB). 2007. Pedoman Umum Reid, G. 2005. Dyslexia and Inclusion;
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Classroom Approaches for Assesment,
Jakarta: Direktorat Pendidikan Sekolah Teaching and Learning. London: David
Luar Biasa (PSLB) Direktorat Jenderal Fulton Publisher.
Manajemen Pendidikan Dasar dan Rudiyati, S. 2012. “Substansi Komponen
Menengah (Mandikdasmen) Kementrian Kompetensi Guru Sekolah Inklusi bagi
Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Anak Berkelainan/Berkebutuhan
Friend, M. & William D.B. 2015. Menuju Pendidikan Khusus”. Jurnal Penelitian
Pendidikan Inklusi: Panduan prkatis dan Evaluasi Pendidikan, Tahun 16,
untuk mengajar. Yogyakarta: Pustaka Nomor 2, 2012, hlm. 533 – 552.
Pelajar. Sherrill, C. 1981. Adapted physical education
Hallahan, D.P., James M.K., and Paige C.P. and recreation a multidisciplinary
2009. Exceptional Learners: An approach (2nd ed.). Dubuque, Iowa:
Introduction to Special Education. Wm. C. Brown Company
Boston: Pearson Education Inc. Publishers.
Heller, K.A., Wayne H.H., & Samuel M. Spreadley. 1997. Pengantar
1982. Placing Children in Special Metode Penelitian Kualitatif. London:
Education: A Strategy for Equity. David Fulton Publisher.

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 13


JURNAL TAMAN CENDEKIA VOL. 03 NO. 01 JUNI 2019

Sudira, P. 2011. “Kurikulum dan


Pembelajaran Pendidikan dan
Pelatihan Vokasi Menyongsong Skill
Masa Depan”. Makalah Pengembangan
Kurikulum Politeknik Negeri, Bali-
Oktober 2011. Hlm. 1 – 24.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sukinah. 2010. Manajemen Strategik
Implementasi Pendidikan Inklusi.
Jurnal Pendidikan Khusus. Vol.7 No.2
November 2010: 50.
Sukmadinata, N.S. 2009. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Suparno. 2008. Pendidikan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Tarmansyah. 2009. “Pelaksanaan Pendidikan
Inklusi di SD Negeri 03 Alai Padang
Utara Kota Padang (Studi
Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah
Ujicoba Sistem Pendidikan
Inklusi)”. PEDAGOGI: Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan, Volume IX No.1 April
2009, hlm. 1 – 16.

p-ISSN:2579 – 5112 | e-ISSN: 2579 – 14

You might also like