Peranan Forensic Auditing Dalam Penegakan Good Corporate Governance

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 83

TOPICS

What is Good Corporate Governance (GCG)?


What is Forensic Auditing ?
Role of Forensic Auditing on Implementing GCG
Fraud Terminology.
Auditor responsibility to investigate of fraud.
The “Four” phase of forensic audit process
GOOD CORPORATE GOVERNANCE :
BACKGROUND

1. Penggunaan perusahaan sebagai kendaraan (vehicle) untuk


mendapatkan dana murah dari masyarakat.
2. Ketidakterbukaan atas informasi bisnis yang berisiko.
3. Penggunaan nama perusahaan untuk pinjaman pribadi.
4. Keputusan bisnis yang diambil karena moral hazard.
5. Intervensi pemegang saham atau pihak lain (termasuk Pejabat,
partai politik) dalam kegiatan perusahaan.
6. Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan.
7. Perusahaan “highly leveraged” tidak mempertimbangkan service
capacity.
8. Diversifikasi dan ekspansi usaha yang tidak hati-hati
(prudential).
9. Risiko tidak dikelola secara hati-hati.
10. Diabaikannya hak-hak pemegang saham minoritas (minority
interest).
CORPORATE GOVERNANCE REFORM IS A WORLDWIDE
PHENOMENON
Corporate governance codes during the last decade
Date code published (latest code)

Pre-1997
 Australia (2002)
2003
 Canada (2004)
 Cyprus
 France (2002)
 Mauritiu
s
 Ireland (1999)
 Oman
 New Zealand

(2000) 1997  Turkey


1999 2002
 Finland (2000)
 South Africa (2002)
 Brazil (2002)  Austria
 Japan (2001)
 Spain (2003)
 China, Hong  Chile
 Kyrgyz Republic
 Sweden (2001)
Kong (2001) 2000  Colombia
 UK (2003)
 Netherlands 2001
(2003) 1998  Italy (2002)  Denmark (2001)  Pakistan
 Argentina
 US (2003)  Indonesia (2001)
 Sri Lanka
 Belgium (2000)  Kenya (2000)  Poland
 China,
Malaysia  Philippines  Russia
 Greece (2001) 
 Thailand mainland
Mexico (2002)  Slovakia
 Germany 
 Czech Republic
 Romania (2002)
(2003)  Portugal  Switzerland
 Malta
 Singapore (2001)
 India (2003)  South Korea  Peru (2002)
Source: ECGI; web sites; clippings
PREMIUM INVESTORS WOULD PAY FOR A WELL-
GOVERNED COMPANY VARIES BY COUNTRY
Average premiums of those investors willing to pay premium

41
39 38

27
25 25 24 24 24
23 23 22 22 22
21 21 21 20 20
19 19 18
16 15
14 14 13 13 13
12 11
Indonesia

Taiwan

U.S.
Thailand

U.K.
Morocco

France
Egypt

Turkey

Poland

Chile

Spain
Japan

Sweden
Switzerland
China

Malaysia

Singapore

Mexico
Russia

Venezuela
Brazil

India

Philippines
Argentina

Italy

Germany
South Africa

Canada
South Korea
Colombia

Source : Advanced Risk Management Workshop, The World Bank, Washington, DC, May 2004
PROGRESS ACROSS THE REGION ON SOME ISSUES
Independent director and audit committee requirements

1997 2003
Independent Independent
directors? Audit committees? directors? Audit committees?
China  
Hong Kong   
India  
Indonesia  
Malaysia    
Philippines  
Singapore    
South Korea  
Taiwan  
Thailand  
Source: Asian Corporate Governance Association
Good Governance in ASEAN Countries
Angka CPI Indonesia Diantara Negara-negara ASEAN

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Indonesia Filipina Thailand Malaysia Singapura

Source: Tranparency International, 2008


CORRUPTION PERCEPTION INDEX (CPI) 2009
ASEAN COUNTRIES
Good Governance in the World
Persentase Penyuapan Dalam Pelayanan Publik

Quintile Countries/Territories
Top quintile:
Albania, Cambodia, Cameroon, FYR Macedonia, Kosovo,
More than 32%
Nigeria, Pakistan, Philippines, Romania, Senegal
% of
Second quintile: Bolivia, Dominican Republic, Greece, India, Indonesia, Lithuania,
respondents
18 – 32% Moldova, Peru, Serbia, Ukraine
reporting
Third quintile: 6 – Bulgaria, Croatia, Czech Republic, Luxembourg, Malaysia,
they paid a
18% Panama, Russia, Turkey, Venezuela, Vietnam
bribe to
obtain a
Fourth quintile: 2 Argentina, Bosnia-Herzegovina, Finland, Hong Kong, Ireland,
service
– 6% Portugal, South Africa, Spain, United Kingdom, United States
Bottom quintile: Austria, Canada, Denmark, France, Iceland, Japan, South Korea,
Less than 2% Netherlands, Sweden, Switzerland
Source: Transparency International Global Corruption Barometer 2007.
Mengapa GCG harus
diimplementasikan ?

Company

Company

Bad Corporate Governance Good Corporate Governance


GCG in Simple Terms

For the balanced interests


Doing the right thing
of shareholders
Doing the thing right
and other stakeholders

Based on the principles TARIF : THE RIGHT WTPP :


Transparency
Accountability In the Right Way
Responsibility At the Right Time
Indepedency In the Right Place
Fairness By the Right People

MELAKUKAN APA YANG DITULIS DAN ISO


GCG CONCEPT
MENULISKAN APA YANG DILAKUKAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE :
DEFINITION

SISTEM (SYSTEM):
Mengatur bagaimana korporasi diarahkan dan dikendalikan untuk
meningkatkan kemakmuran bisnis secara accountable untuk
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya.

STRUKTUR (STRUCTURE):
Memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab
antara pihak-pihak yang berkepentingan atas korporasi, mencakup
proses kontrol internal dan eksternal yang efektif serta menciptakan
keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan
eksternal (antar stakeholders)

(Sumber : OECD Principles, 2004)


GOOD CORPORATE GOVERNANCE :
BENEFIT

• Pengelolaan sumber daya (resources) perusahaan secara


amanah dan bertanggungjawab, yang akan meningkatkan
kinerja perusahaan secara berkelanjutan (sustainable
company).
• Perbaikan citra (image) perusahaan sebagai agen ekonomi
yang bertanggungjawab (good corporate citizen) sehingga
meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm).
• Peningkatkan keyakinan investor terhadap perusahaan
sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi.
• Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing
• Melindungi Direksi dan Dewan Komisaris dari tuntutan hukum
FORENSIC AUDITING :
OVERVIEW

Forensic auditing is a new discipline in the modern auditing.

Dalam Forensic Auditing memerlukan alat bantu (tool) Ilmu


Akuntansi Forensik (Forensic Accounting).

Akuntansi Forensik merupakan integrasi antara akuntansi


(accounting), teknologi informasi (information technology)
dan ketrampilan investigasi (investigation skill).
FORENSIC AUDITING :
Prinsip-prinsip

Forensic audit adalah tindakan mencari kebenaran, melalui


aktivitas investigasi.
Aktivitas investigasi mencakup pemanfaatan sumber-sumber
bukti yang dapat mendukung fakta yang dipermasalahkan.
Semakin kecil selang (gap) antara waktu terjadinya fraud
dengan waktu untuk ‘merespons’ maka kemungkinan bahwa
suatu fraud dapat terungkap akan semakin besar.
Auditor mengumpulkan fakta-fakta sehingga bukti-bukti
(evidence) yang diperolehnya tersebut dapat memberikan
kesimpulan sendiri/bercerita.
FORENSIC AUDITING :
Prinsip-prinsip

Bukti fisik (physical evidence) merupakan bukti nyata. Bukti


tersebut sampai kapanpun akan selalu mengungkapkan hal
yang sama.
Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara (interview)
dengan saksi akan sangat dipengaruhi oleh kelemahan
manusia.
Jika auditor mengajukan pertanyaan (kuesioner) yang cukup
kepada sejumlah orang yang cukup, maka akhirnya akan
mendapatkan jawaban yang benar.
Informasi merupakan nafas dan darahnya investigasi.
PERANAN FORENSIC AUDITING
DALAM IMPLEMENTASI GCG

Auditor Internal merupakan salah satu pilar GCG yang


memiliki peran cukup penting dalam implementasi GCG,
terutama dari aspek pengendalian.

Auditor Internal dapat berperan untuk mendorong


implementasi GCG melalui pencegahan, pendeteksian &
penginvestigasian tindak kecurangan (fraud) yang terjadi di
suatu organisasi / perusahaan.

Melalui teknik forensic audit maka Auditor Internal


(termasuk Auditor Eksternal) dapat mengungkap terjadinya
fraud lebih cepat dan lancar, dibandingkan dengan audit
tradisional.
FRAUD TERMINOLOGY

 Fraud : tindakan kriminal (crime) yang dilakukan secara sengaja oleh


sesorang atau beberapa orang berupa kecurangan / ketidakberesan
(irregularities) atau penipuan yang melanggar hukum (illegal act) untuk
mendapatkan keuntungan atau mengakibatkan kerugian suatu organisasi /
perusahaan.
 Fraud dapat dilakukan oleh seseorang dari dalam maupun dari luar
perusahaan.
 Fraud umumnya dilakukan oleh orang dalam perusahaan (internal fraud)
yang mengetahui kebijakan dan prosedur perusahaan.
 Internal fraud : Employee fraud & Fraudulent
financial reporting
PIHAK-PIHAK YANG
TERLIBAT FRAUD
Internal fraud :
 Employee fraud .
 Management Fraud : Fraudulent financial
reporting.
Eksternal fraud :
 Supplier / Vendor.
Customer
Auditor Independen / KAP
Bank, Pajak, Instansi Pemerintah dll
AKSIOMA DALAM FRAUD

 Fraud pada hakekatnya selalu tersembunyi.


 Tidak ada keyakinan absolut yang dapat diberikan bahwa fraud

benar-benar terjadi atau tidak terjadi.

 Pembuktian fraud secara timbal balik (reverse proof /audit dua sisi) :
 Untuk mendapatkan bukti bahwa fraud tidak terjadi, auditor

harus juga berupaya membuktikan fraud telah terjadi.


 Untuk mendapatkan bukti bahwa fraud telah terjadi, auditor

harus juga berupaya membuktikan fraud tidak terjadi.

 Hanya pengadilan (hakim) yang menetapkan final bahwa fraud


memang terjadi, bukan auditor.
 Bersalah atau tidaknya seseorang adalah merupakan dugaan

atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan


keputusan.
PROSES & UNSUR FRAUD

Proses fraud :
1. pencurian (theft).
2. konversi (conversion) .
3. pengelabuhan / penutupan (concealment).
Unsur-unsur fraud :
1. Minimal ada dua pihak (collussion),
2. tindakan penggelapan (false representation).
3. dilakukan dengan sengaja.
4. menimbulkan kerugian nyata atau potensial
PENYEBAB / FAKTOR
PEMICU FRAUD

1. Tekanan (Unshareable pressure/ ncentive) merupakan


motivasi seseorang melakukan fraud, misalnya
motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/cemburu,
balas dendam, kekuasaan, gengsi) dan nilai (values).
2. Adanya kesempatan (Perceived Opportunity) : kondisi
yang memungkinkan seseorang melakukan / menutupi
tindakan tidak jujur.
3. Rasionalisasi (Rationalization) atau sikap (Attitude),
yang paling banyak digunakan adalah hanya
meminjam (borrowing) asset yang dicuri.
SEGITIGA FRAUD
(THE FRAUD TRIANGLE)
JENIS-JENIS FRAUD

1. Pemalsuan (Falsification) data dan tuntutan palsu


(illegal act).
2. Penggelapan kas (embezzlement cash), pencurian
persediaan/aset (Theft of inventory / asset) dan
kesalahan (false) atau misleading catatan & dokumen.
3. Kecurangan Komputer (Computer fraud) : tindakan
ilegal yang mana pengetahuan tentang teknologi
komputer adalah esensial untuk perpetration,
investigation atau prosecution.
KATEGORI FRAUD

1. Penyalahgunaan wewenang/jabatan (Occupational


Frauds); kecurangan yang dilakukan oleh individu-
individu yang bekerja dalam suatu organisasi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.
2. Kecurangan Organisatoris (Organisational Frauds);
kecurangan yang dilakukan oleh organisasi itu sendiri
demi kepentingan/keuntungan organisasi itu.
3. Skema Kepercayaan (Confidence Schemes).
Dalam kategori ini, pelaku membuat suatu skema
kecurangan dengan menyalahgunakan kepercayaan
korban.
KATEGORI FRAUD
Fraud yang dilakukan demi keuntungan suatu organisasi, misalnya :
1. Penjualan asset fiktif.
2. Pembayaran yang tidak syah, seperti penyuapan, pemberian komisi,
donasi politis, pembayaran kepada pejabat, pelanggan atau pemasok.
3. Dengan sengaja melakukan penilaian yang salah atas transaksi, asset,
pendapatan atau kewajiban.
4. Dengan sengaja melakukan transaksi hubungan istimewa.
5. Dengan sengaja tidak mencatat (unrecorded) atau tidak menjelaskan
informasi yang signifikan sehingga gambaran keuangan dari suatu
organisasi tidak menggambarkan apa yang senyatanya.
6. Melakukan aktivitas bisnis yang bertentangan dengan peraturan
perundangan Pemerintah.
7. Kecurangan dibidang perpajakan (Tax Fraud).
KATEGORI FRAUD

Fraud yang dilakukan dengn jalan merugikan suatu organisasi,


misalnya :
1. Menerima uang suap atau komisi.
2. Pengalihan keuntungan yang akan diterima oleh organisasi
(perusahaan) kepada seseorang di dalam ataupun diluar
perusahaan.
3. Dengan sengaja menyalahgunakan harta kekayaan
organisasi (perusahaan) dan memalsukan catatan-catatan
keuangan.
4. Dengan sengaja menyembunyikan atau salah (falsifikasi)
menyajikan data atau kejadian.
5. Tuntutan atas imbalan jasa atau barang yang tidak
diberikan kepada organisasi (perusahaan) tersebut.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TERJADINYA FRAUD

 Pengendalian intern suatu organisasi (perusahaan) tidak ada atau lemah atau
dilakukan dengan longgar dan tidak efektif.
 Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka.
 Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan
dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang
mengarah tindakan fraud.
 Model manajemen sendiri melakukan fraud, tidak efsien dan atau tidak efektif serta
tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku..
 Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan ,
biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang
berlebihan.
 Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi fraud .
SYMPTOMS
 Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-
bukti tidak sifatnya langsung.
 Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh
munculnya gejala-gejala (symptoms) sbb :
1. Adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang.
2. Dokumentasi yang mencurigakan.
3. Keluhan dari pelanggan (customer) / pemasok (supplier).

4. Kecurigaan dari rekan sekerja.


SYMPTOMS
 Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui
timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan
kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku
seseorang.
 Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu,
perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan
Red flag (Fraud indicators).
WARNING SIGNS
 Warning sign timbulnya fraud dapat diketahui oleh
Auditor Internal pada saat melakukan audit kinerja
(performance audit), audit keuangan (financial audit)
maupun audit operasional (operational audit) berupa
red flag atau fraud indicator.
 Dalam hal perencanaan audit (audit plan) guna
mencari informasi tentang masalah-masalah
keuangan yang dihadapi para karyawan atau
konflik yang terjadi antara perusahaan dan
karyawan sebagai warning sign
WARNING SIGNS

Auditor harus waspada apabila memperoleh informasi sebagai


berikut :
 Terdapat perubahan yang tidak biasa pada perilaku dan pola
hidup karyawan yang mengelola aktiva-aktiva perusahaan
yang rentan terhadap penyalahgunaan.
 Karyawan yang menangani aktiva-aktiva perusahaan
menghadapi kesulitan keuangan.
 Karyawan yang mengelola aktiva-aktiva perusahaan ternyata
tidak disenangi oleh karyawan-karyawan lain.
LEGAL ASPECT
Banyak kasus fraud tidak dapat dibawa ke sidang
pengadilan karena barang bukti yang ditinjau dari aspek
hukum (legal aspect) tidak memadai. Alasannya adalah bukti
yang dikumpulkan pada kasus fraud sangat kompleks dan
memerlukan perlakuan / pengujian khusus.
Oleh karena itu bukti harus ditangani secara hati-hati untuk
mencegah penolakan dalam pengadilan dan agar
diperhatikan aspek hukum sehingga apabila digunakan
sebagai bahan bukti memiliki kekuatan hukum yang vaild.
FORENSIC AUDIT :
Tanggung Jawab Auditor Independen

Statements on Auditing Standards (SAS) No. 82:


 Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit.
 Diterbitkan oleh ASB pada Februari 1997.

 Auditor harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan


melaporkan adanya kecurangan (fraud) yang terjadi dalam
laporan keuangan yang disusun oleh manajemen.
 setiap melakukan audit auditor harus menilai risiko
(assessment of risk) kemungkinan terdapat salah saji
material (material misstatement) pada laporan keuangan
yang disebabkan oleh fraud.
FORENSIC AUDIT :
Tanggung Jawab Auditor Independen
Statements on Auditing Standards No. 99
(Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit).
 Revisi dari SAS No. 82, diberlakukan efektif untuk audit
laporan keuangan setelah tgl 15 Desember 2002.
 Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna mendapatkan reasonable
assurance bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan error
maupun fraud.
 Terdapat perubahan penting terhadap prosedur audit serta
dokumentasi yang harus dilakukan oleh auditor .
 Menegaskan agar auditor independen memiliki integritas
serta menggunakan professional skepticism melalui critical
assessment terhadap audit evidence yang dikumpulkan.
FORENSIC AUDIT :
Tanggung Jawab Auditor Independen

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)


Standar Auditing Seksi 110 :
“Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”
• Pada paragraf 2, auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang
apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang
disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
• Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor
dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa
salah saji material terdeteksi.
• Auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji
terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang
tidak material terhadap laporan keuangan.
FORENSIC AUDIT :
Tanggung Jawab Auditor Internal

Menurut Standar Profesi Audit Internal (2004 : 66-67) , dalam melakukan investigasi,
auditor internal diwajibkan :
a. Melakukan asesmen yang seksama atas kemungkinan terjadinya fraud.
b. Meyakini bahwa pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk
menangani investigasi ini secara kelompok memang dimiliki oleh auditor internal.
c. Membuat suatu alur prosedur untuk mengidentifikasi : siapa yang terlibat (pelaku
fraud), sejauhmana luasnya fraud, kapan dan dimana dilakukan serta bagaimana
teknik fraud yang dipakai dan tentunya juga berapa potensi kerugian yang diderita
akibat perbuatan fraud tadi.
d. Dalam melakukan investigasi diharapkan auditor internal selalu berkoordinasi
dengan pihak-pihak terkait, misalnya bagian Personalia, Hukum, Security dan lain
sebagainya.
e. Untuk menjaga reputasi organisasi, pelaksanaan investigasi agar menjunjung tinggi
harkat dan martabat personil yang diinvestigasi.
FORENSIC AUDIT :
Investigation Technique

Agar forensic audit yang dilakukan oleh auditor internal & auditor
eksternal dapat optimal, serta menghasilkan pembuktian yang meyakinkan
maka auditor harus menguasai beberapa teknik investigasi, sbb :

1. Teknik penyamaran / teknik penyadapan.


2. Teknik wawancara / interview, dilakukan untuk memperoleh informasi
yang relevan dengan fraud.
3. Teknik merayu untuk mendapatkan informasi, dapat dilakukan oleh
auditor sendiri atau dengan minta bantuan pihak lain,
4. Mengerti bahasa tubuh, hal ini untuk mengetahui apakah jawaban
auditee bohong atau jujur.
5. Dapat dilakukan dengan bantuan software, seperti CAAT (Computer
Assisted Audit Tools).
FORENSIC AUDITING :
THE FOUR PHASES

Phase I : Problem Recognition and Review Planning

Phase II : Evidence Collections

Phase III : Evidence Evaluation

Phase IV : Report Findings


PROBLEM RECOGNITION :
Tujuan penyusunan Hipotesis

1. Memberikan batasan serta mempersempit ruang


lingkup (scope) audit.

2. Menyiagakan auditor terhadap semua fakta dan


hubungan antar fakta yang telah teridentifikasi.

3. Sebagai alat yang sederhana dalam membangun


fakta-fakta yang tercerai-berai tanpa koordinasi ke
dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh

4. Sebagai panduan dalam pengujian (testing) serta


penyesuaian fakta dan antar fakta.
PROBLEM RECOGNITION

Source data Revised


(internal/ Analyzing Hypothesis Testing
external). Hypothesis

Who; How; Tentative Final Audit


Where; When Audit Objective Objective
PROBLEM RECOGNITION :
Flow Chart

COMPLAINT/
IDENTIFICATION ANALYSIS
RED FLAGS

ADDITIONAL
EVALUATION INFORMATION

Indication
YES

NO
STOP
Indication
Forensic Audit
PROBLEM RECOGNITION :
5W+1H

1. What.

2. Who.

3. Where.

4. When.

5. Why.

6. How.
PROBLEM RECOGNITION :
What

 Informasi penyimpangan “Apa (What)” yang telah


dilakukan, berguna dalam hipotesa awal untuk
menentukan unsur melawan hukum dan atau
penyimpangan yang dilakukan.

 Penyimpangan harus dianalisis apakah kegiatan


tersebut mengakibatkan dampak adanya kerugian
keuangan perusahan.
PROBLEM RECOGNITION :
Who

 Informasi tentang “Siapa/(Who)” yang melakukan


penyimpangan, mungkin saja tidak terungkap
dalam pengaduan.

 Sepanjang informasi lainnya diungkap dalam


pengaduan seperti unsur what, where, dan when,
maka auditor dapat melakukan hipotesa awal
kemungkinan siapa yang melakukan
penyimpangan dan mungkin saja data/informasi
ini akan diperoleh setelah melakukan forensic
audit melalui aktivitas investigatif .
PROBLEM RECOGNITION :
Where

 Informasi tentang “Dimana (Where)” terjadinya


penyimpangan juga merupakan salah satu faktor
yang sangat penting yang harus ada untuk
menentukan layak tidaknya dilakukan forensic
audit.

 Tidak adanya informasi ini akan menjadi kendala


dalam menentukan ruang lingkup penugasan.
Oleh karena itu diperlukan informasi/data
tambahan sehingga kriteria tersebut dapat
diperoleh.
PROBLEM RECOGNITION :
When

 Informasi tentang “Kapan (When)” terjadinya


penyimpangan juga merupakan salah satu faktor
yang sangat penting yang harus ada untuk
menentukan layak tidaknya dilakukan forensic
audit.

 Tidak adanya informasi ini akan menjadi kendala


dalam menentukan ruang lingkup penugasan.
Oleh karena itu diperlukan informasi/data
tambahan sehingga kriteria tersebut dapat
diperoleh.
PROBLEM RECOGNITION :
Why

 Identifikasi tentang “Why” dalam informasi awal


penting untuk menentukan alasan logis atas
terjadinya suatu penyimpangan sehingga
memperkuat hipotesa yang akan ditetapkan.

 Meskipun informasi ini jarang terungkap dalam


pengaduan, namun hal ini tidak mengurangi
perlunya dilaksanakan forensic audit atas suatu
informasi awal, apabila informasi atas unsur-unsur
lainnya telah mencukupi.
PROBLEM RECOGNITION :
How

 Unsur “Bagaimana (How)” berkaitan langsung


dengan modus operandi atau cara seseorang atau
pihak tertentu melakukan penyimpangan atau
pelanggaran.

 Unsur “how” merupakan tindakan-tindakan verbal


seseorang sehingga secara keseluruhan
merupakan indikasi penyimpangan, atau
sebaliknya seseorang tidak melakukan suatu
tindakan sehingga mengakibatkan penyimpangan
atau kerugian perusahaan / keuangan negara.
REVIEW PLANNING :

 Karakteristik yang unik :


 Sasaran
 Sumber informasi
 Ruang lingkup dampak
 Referensi yang digunakan

 Variabel struktural :
 Peran setiap individu
 Ruang lingkup
 Tujuan
 Kedalaman analisis

 Kesulitan yang umum :


 Komunikasi tentang biaya
 Kesepakatan Struktur Tim
 Kerahasiaan
 Kecukupan Data
REVIEW PLANNING :
SMEAC MODEL

 Situations
 Missions
 Execution
 Administration & Logistic
 Communications.
REVIEW PLANNING :
Situations

 Gambaran keadaan yang terjadi.

 Substansi pengaduan/penyimpangan
yang akan dibuktikan.
REVIEW PLANNING :
Missions

 Harapan yang ingin dicapai.

 Misi dapat dijabarkan dalam Sub-


sub komponen.

 Upaya untuk membuktikan hipotesis


REVIEW PLANNING :
Execution

 Bagaimana misi dapat dicapai

• Penyusunan Program Forensic Audit

• Penentuan Komposisi Tim Audit

• Jangka waktu dan Anggaran Biaya


REVIEW PLANNING :
Adm & Log

 Tugas, tujuan hasil yang akan dicapai.


 Dukungan tenaga ahli (spesialis) yang
diperlukan.
 Pendelegasian, pemisahan
tugas/wewenang.
 Peralatan khusus yang akan digunakan.
 Contingency planning.
 Hal-hal penting lainnya.
REVIEW PLANNING :
Communication

 Kegagalan perencanaan disebabkan


kegagalan berkomunikasi atau
sistem komunikasi.

 Komunikasi merupakan salah satu


kunci sukses dalam investigasi
fraud.
COLLECTIONS

 Meyakini bahwa bukti-bukti (evidence)


yang diperoleh selama fase identifikasi
masalah dapat diandalkan atau tidak
(misleading).

 Mengidentifikasi ketiga elemen fraud :


 Tindakan (act).
 Penyembunyian (concealment).
 Pengubahan / konversi (conversion).
COLLECTIONS :
Evidence

Without evidence, there is no case.


 Hasil investigasi yang dilakukan auditor dapat dianggap dan
digunakan sebagai bukti awal untuk menunjang suatu pembuatan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh pihak Kepolisian atau
Kejaksaan.
 Selain itu dapat digunakan sebagai bukti pendahuluan bagi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) apabila memang suatu fraud
diduga terjadi yang mengarah kepada suatu peristiwa kriminal
(crime acts), dalam hal ini adalah korupsi.
 Kesimpulan akhir dari audit investigasi oleh auditor dapat
disampaikan kepada lembaga yang berwenang, seperti Kejaksaan,
Kepolisian, KPK, apabila diminta, dengan mengikuti ketentuan /
perundang-undangan yang berlaku.
COLLECTIONS :
Evidence
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Relevan dan sah
 Is it relevant ?
 Is it admissible ?
 Is The Witness Competent ?
2. Teknik Pengumpulan Bukti :
 Observasi Fisik
 Analisis
 Interview
3. Langkah-Langkah Pengumpulan Bukti :
 Membangun circumstantial Evidence dan mengumpulkan informasi
melalui saksi yang kooperatif.
 Identifikasi bukti langsung (Direct Evidence) berdasarkan
circumstantial evidence
 Seal the case
COLLECTIONS :
Evidence Type (1)

1. Bukti Utama (Primary Evidence)


2. Bukti Tambahan (Secondary Evidence)
3. Bukti langsung (direct evidence)
4. Bukti Tidak Langsung (Circumstantial Evidence)
5. Bukti Gabungan (Comparative Evidence)
6. Bukti Statistik (Statistical Evidence)
COLLECTIONS :
Evidence Type (2)

1. Keterangan Saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
COLLECTIONS :
Evidence Source

1. Saksi
2. Client agency
3. Instansi Pemerintah
4. Perusahaan / Badan-badan Swasta
5. Informasi elektronik
6. Bukti forensik
7. Alat komunikasi elektronik
8. Tersangka
9. Kepolisian dan badan intelijen
10. Sumber informasi lain (umum).
COLLECTIONS :
Quantity Evidence

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana


pada seseorang kecuali apabila sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakwalah yang bersalah
melakukannya”.
COLLECTIONS :
Quality Evidence

1.Relevant
2.Competent
3.Material
COLLECTIONS :
Relevant Evidence

 Bukti dianggap cukup relevan jika bukti tersebut


merupakan salah satu bagian dari rangkaian
bukti-bukti (chain of evidence) yang
menggambarkan suatu proses kejadian atau jika
bukti tersebut secara tidak langsung
menunjukkan kenyataan dilakukan atau tidak
dilakukannya suatu perbuatan.
COLLECTIONS :
Competent & Material Evidence

 Bukti dianggap kompeten jika bukti tersebut sah


dan meyakinkan (valid) yang menggambarkan
suatu modus operandi suatu fraud.
 materialitas (materiality) dalam forensic
audit menekankan pada hubungan bukti
terhadap sangkaan yang diindikasikan.
COLLECTIONS :
Quality Evidence

 Bentuk
 Sumber
 Cara Perolehannya
COLLECTIONS :
Method

 Membangun circumstantial case;


 Menggunakan circumstantial evidence
untuk mengidentifikasi dan beralih ke
saksi internal yang dapat memberikan
bukti langsung tentang pihak-pihak
yang diduga terlibat;
 Seal the case
EVALUATIONS

 Untuk meyakinkan bahwa simpulan yang diambil telah


didukung dengan bukti-bukti yang cukup;
 Suatu tahapan dimana ditentukan apakah kegiatan reviu
dianggap cukup atau perlu diperluas;
 Perlunya menggunakan Value Judgement auditor dalam
menentukan kecukupan bukti.
 Dalam melakukan analisa dan evaluasi bukti dapat
menggunakan pendekatan berdasarkan:
• Jenis-jenis bukti yang dihasilkan (Evidence Square).

• Elemen-elemen fraud
EVALUATIONS

Testimonial Documentary
Evidence Evidence

Physical Personal
Evidence Observation
EVALUATIONS

Elements of Fraud + Inquiry Approach

1. Document Examination 1. Surveillance & covert


2. Computer Search operation
3. Physical Assets Counts 2. Invigilation
3. Physical evidence

CONVERSION

1. Public Records Search


2. Net Worth Method
EVALUATIONS

1. Find
2. Read and Interpret Document
3. Determined Relevance
4. Verify The Evidence
5. Assemble The Evidence
6. Draw Conclusions
EVALUATIONS

menilai kesesuaian hipotesa yang disusun


terhadap fakta kenyataan yang ada

perlu atau tidaknya pengembangan suatu bukti


EVALUATIONS

• Sebagai referensi dalam permintaan keterangan


(interview) kepada pihak-pihak terkait;
• Sebagai bahan evaluasi bukti yang diperoleh;
• Sebagai acuan dalam menentukan bukti-bukti yang
harus diperoleh;
• Sebagai acuan dalam menentukan kasus posisi;
• Sebagai bagian dalam penyusuanan laporan forensic
audit.
EVALUATIONS

Evidence
Forensic Audit Hukum

Audit’s Working Paper


Physical Examination,
Keterangan Saksi
Confirmation,
Keterangan Ahli
Documentation,
Observation, Surat

Inquires of the clients, Petunjuk


Mechanical Accuracy, Informasi yang diucapkan,
Analytical Procedures dikirim, diterima/disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau
yang serupa.

Auditor /Investigator Dokumen (rekaman


data/informasi)
Audit Report Keterangan Terdakwa.
KESAKSIAN

Auditor dapat menjadi saksi ahli dalam sidang Pengadilan,


apabila kasus fraud yang telah diauditnya disidangkan sebagai
kesaksian atas kasus fraud tersebut.

Saat ini perlindungan saksi bagi kasus-kasus korupsi masih


lemah, sehingga para saksi yang mengetahui kasus korupsi
sebagian besar tidak berani mengungkapkan fakta yang
sebenarnya.
REPORTING

 Kegiatan menuangkan hasil audit dalam format


tertentu untuk dikomunikasikan kepada pihak-
pihak yang relevan.

LAPORAN HASIL FORENSIC AUDIT

mempertimbangkan penggunaan bukti-


bukti audit Sebagai alat bukti hukum.
REPORTING PRINCIPLES

• Pengungkapan (disclosure) atas arti


penting.
• Kegunaan informasi dan ketepatan waktu
pelaporan.
• Objektifitas informasi yang disajikan.
• Tingkat keyakinan penyajian.
• Penyajian yang ringkas, sederhana namun
jelas dan lengkap
REPORTING
Laporan atas forensic audit yang dibuat oleh Internal
Auditor disampaikan langsung kepada Top Management
(Direktur Utama) sesuai penugasan dan tidak
disampaikan kepada manajemen operasional. Top
Management yang akan menyampaikan kepada pihak
terkait, sekaligus menindaklanjuti rekomendasi dari
Internal Auditor.
Laporan forensic audit memuat modus operandi serta
dampak kerugian yang timbul akibat fraud tersebut.
REPORTING
Statement on Internal Auditing Standards (SIAS)
No. 3, tentang Deterrence, Detection,
Investigation, and Reporting of Fraud (1985),
memberikan pedoman bagi auditor internal
tentang bagaimana auditor internal melakukan
pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian
terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga
menegaskan tanggung jawab auditor internal
untuk membuat laporan audit tentang fraud.
REPORTING :
Format

• Laporan Bentuk Surat :


 tidak ditemukan adanya penyimpangan yang memerlukan
tindak lanjut (follow up),
 adanya penyimpangan yang perlu segera ditindaklanjuti
sebelum audit selesai dilaksanakan seluruhnya.
• Laporan Bentuk Bab
 Laporan dibuat sesuai pedoman yang baku.
 Laporan dilengkapi dengan flow chart modus operandi
dan dampak kerugian yang timbul.
SIMPULAN

• Forensic Auditing merupakan teknik audit modern


yang perlu diterapkan oleh auditor dalam rangka
mengungkap terjadinya fraud.

• Peranan Forensic Auditing cukup penting dalam


penegakan Good Corporate Governance.

• Dalam era globalisasi dan kemajuan teknologi


informasi, maka ilmu Forensic Accounting sangat
membantu dalam pelaksanaan Forensic Auditing.
REFERENSI
Colbert, Janet L. & C. Wayne Alderman, The Internal Auditor’s Responsibility for
Fraud, The CPA Journal, 1998.
Effendi, M. Arief , Mengungkap KKN / Fraud melalui Audit Forensic, Majalah
Krakatau Steel Group / KSG, Edisi 5, Tahun 1/Mei 2006.

Effendi, M. Arief , Pencegahan, Pendeteksian dan Penginvestigasian Kecurangan


Komputer oleh Auditor melalui Audit Sistem Informasi, Jurnal TEKNOINFO, Vol. 02 No.
1, 2008

Effendi, M. Arief, Tanggung Jawab Akuntan Publik dalam Pencegahan, Pendeteksian


dan Penginvestigasian Kecurangan, Akuntan Indonesia, Edisi No. 6, Tahun 11/ Maret
2008.

Effendi, M. Arief, Tanggung Jawab Auditor Internal dalam Pencegahan, Pendeteksian


dan Penginvestigasian Kecurangan, Majalah Krakatau Steel Group / KSG, Edisi No.
30, Tahun 3/2008.
REFERENSI
Effendi, M. Arief, The Power of Good Corporate Governance : Teori dan Implementasi,
Salemba Empat, Cetakan 1, Jakarta, Nopember 2008.

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Auditing,
Standar Atestasi, Standar Jasa Akuntansi dan Review per 1 Agustus 1994, Jakarta, 1994.

Institute of Internal Auditors, Statement on Internal Auditing Standards (SIAS)


No. 3 : Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud, 1985.
Konsorsium Auditor Internal, Standar Profesi Audit Internal, Yayasan Pendidikan
Internal Audit (YPIA), Cetakan pertama, Jakarta, 2004.

Nurhanto, Investigative / Fraud Audit, Diklat Fraud Audit, 2003.

The Accounting Standard Boardi (ASB) of the American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA) , Statement on Auditing Standard (SAS) No. 99, Consideration of
Fraud in a Financial Statement Audit, a revision of SAS No. 82, October, 2002.

You might also like