441 1882 1 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

ISSN : 2776-8740 (Online-Elektronik)

Vol. 2 No. 2, Bulan Agustus Tahun 2022


DOI: http://dx.doi.org/10.35138/orchidagri.v2.i2.441

Analisis Ketahanan Pangan Berdasarkan Proporsi Pengeluaran Dan


Konsumsi Energi
(Suatu Kasus Pada Rumah Tangga Petani Buruh Di Desa Gunungmanik
Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang)

Bunga Khofifah Anzaini1, Tuti Gantini2, Ning Srimenganti2


1
Mahasiswa Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti Jl Raya
Bandung-Sumedang km 29 Kode Pos 45362
2
Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti Jl Raya Bandung-
Sumedang km 29 Kode Pos 45362
Korespondensi: bunga0610khofifah@gmail.com

(Received:28-07-22; Published: 30-08-22)

ABSTRACT
The purpose of this study is to find out the total income and expenditure of farmers' households, to know the
proportion of food expenditure to the total expenditure of farmers' households, to know the energy and protein
consumption of farmers' households, and to find out the condition of food security of farmers' households in
Gunungmanik Village based on indicators of the proportion of food expenditure and energy consumption
levels. This research uses descriptive analytical methods. Technical research used is research survey. Based
on the results of the study obtained information that the average household income of farmers in Gunungmanik
Village is Rp 3,159,598.04 obtained from agricultural business income of Rp 2,009,589.00 (63.61%) and from
outside the farm business income of Rp 1,150,000.00 (36.39%). The average expenditure on food is Rp
1.364.284,28 per month and non-food expenditure is Rp 919.413,42 per month. The average proportion of
food expenditure to total expenditure is 59,74%. The average energy consumption of farmers' households in
Gunungmanik Village is 1,159.68 kkaal/ person/day, while the average energy consumption rate is 54.81%.
The food security conditions of farmers' households in Gunungmanik Village based on their levels are food
resistant by 1,37%, food vulnerable by 2,73%, lack of food by 24,65% and food insecurity by 71,23%.
Keywords Energy Consumption, Proportion of Food Expenditure, Food Security.

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pendapatan dan pengeluaran total rumah tangga petani,
mengetahui besarnya proporsi pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total rumah tangga petani,
mengetahui konsumsi energi dan protein rumah tangga petani, serta untuk mengetahui kondisi ketahanan
pangan rumah tangga petani di Desa Gunungmanik berdasarkan indikator proporsi pengeluaran pangan dan
tingkat konsumsi energi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Teknis penelitian yang
digunakan yaitu penelitian survey. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi bahwa rata-rata
pendapatan rumah tangga petani di Desa Gunungmanik adalah sebesar Rp 3.159.598,04 yang diperoleh dari
pendapatan usaha tani sebesar Rp 2.009.589,00 (63,61%) dan dari luar pendapatan usaha tani sebesar
Rp1.150.000,00 (36,39%). Besar rata-rata pengeluaran untuk pangan adalah sebesar Rp 1.364.284,28 per bulan
dan pengeluaran untuk non pangan adalah sebesar Rp 919.413,42 per bulan. Besar rata-rata proporsi
pengeluaran pangan terhadap pengeluaran total adalah 59,74%. Rata-rata konsumsi energi rumah tangga petani
di Desa Gunungmanik adalah 1.159,68 kkaal/orang/hari, sedangkan rata-rata tingkat konsumsi energinya
yaitu sebesar 54,81%. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani di Desa Gunungmanik berdasarkan
tingkatannya adalah tahan pangan sebesar 1,37%, rentan pangan sebesar 2,73%, kurang pangan sebesar
24,65% dan rawan pangan sebesar 71,23%.
Kata Kunci: Konsumsi Energi, Proporsi Pengeluaran Pangan, Ketahanan Pangan
PENDAHULUAN salah satu indikator ketahanan pangan rumah
Peranan sektor pertanian di Indonesia tangga (Pakpahan & Saliem, 2008).
sangat penting dilihat dari keharusannya Semakin besar pengeluaran pangan
memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang suatu rumah tangga maka akan semakin tinggi
pada tahun 2005 berjumlah 219,3 juta, dan ketahanan pangan rumah tangga tersebut.
diprediksikan terus bertambah sebesar 1,25 Ketahanan pangan ruma tangga juga dapat
persen (Nainggolan, 2006). Konsep Malthus dilihat dari indikator kecukupan gizi. Zat gizi
yang menyatakan bahwa pertumbuhan yang hingga kini digunakan sebagai indikator
penduduk bagai deret ukur, nampaknya ketahanan pangan adalah tingkat kecukupan
mendapat momentumnya sekarang. Bangsa gizi makro yaitu energi dan protein.
Indonesia dengan pertumbuhan punduduk Peningkatan ketahanan pangan ditingkat rumah
positif, apabila tidak disertai dengan kenaikan tangga bukan perkara yang mudah. Masalah
produksi pangan, maka akan berpeluang gizi tidak terlepas dari masalah pangan karena
menghadapi persoalan pemenuhan kebutuhan masalah gizi timbul dari akibat kelebihan atau
pangan penduduknya di masa mendatang. kekurangan kandungan zat gizi dalam
Kebutuhan pangan senantiasa makanan.
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah Sulitnya menanggulangi masalah
produk. Di sisi pemenuhannya, tidak semua pangan mengakibatkan kasus rawan pangan
kebutuhan pangan dapat dipenuhi, karena dalam bentuk kekurangan energi dan protein
kapasitas produksi dan distribusi pangan bahkan menjadi salah satu masalah utama
semakin terbatas. Produksi aspek ketersediaan peningkatan kualitas sumber daya manusia dari
pangan dapat meningkat apabila produksi aspek gizi. Indikator aksebilitas/keterjangkauan
mampu mengimbangi pertumbuhan konsumsi dalam pengukuran ketahanan pangan ditingkat
yang tubuh lebih tinggi dari pertumbuhan rumah tangga petani buruh dapat dilihat dari
produksi pangan (Rosyadi & Purnomo, 2012). bagaimana suatu rumah tangga memperoleh
Permasalahan secara umum mengenai pangan, yang diukur dari luas lahan yang
ketahanan pangan adalah jumlah penduduk digarap serta cara untuk memperoleh pangan.
yang besar dengan pertumbuhan penduduk yang
positif. Dengan demikian permintaan pangan METODE PENELITIAN
juga didorong oleh peningkatan pendapatan, Metode dasar yang digunakan dalam
kesadaran akan kesehatan dan pergeseran pola penelitian ini adalah metode deskriptif
makan karena pengaruh globalisasi, serta ragam analitis.Teknik penelitian yang digunakan
aktivitas masyarakat. Di sisi lain, ketersediaan adalah penelitian survei. Penelitian survei
sumber lahan semakin berkurang, karena adalah pengumpulan data dari sejumlah unit
tekanan penduduk serta persaingan atau individu dari suatu populasi dalam jangka
pemanfaatan lahan antara sektor pangan dengan waktu yang bersamaan dan menggunakan
sektor non pangan. Secara spesifikasi, kuesioner sebagai alat pengumpulan data.
permasalahan sehubungan dengan ketahanan Responden dalam penelitian ini adalah
pangan adalah penyediaan, distribusi, dan rumah tangga petani buruh di Desa
konsumsi pangan (Purwaningsih, 2008). Gunungmanik Kecamatan Tanjungsari
Kondisi negara yang memiliki Kabupaten Sumedang yang mengusahakan
ketahanan yang terjamin tidak selalu tanaman padi, jumlah populasi buruh tani di
mencerminkan ketahanan pangan rumah Desa Gunungmanik yaitu 275 petani.
tangga. Ketahanan pangan rumah tangga Sampel yang diambil dalam penelitian
justru menjadi indikator terbentuknya ini merupakan petani padi di Desa
ketahanan pangan daerah baik di wilayah atau Gunungmanik Kecamatan Tanjungsari
regional. Sedangkan pengeluaran total (pangan Kabupaten Sumedang. Penentuan ukuran
dan non pangan) rumah tangga merupakan

77 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
sampel dapat menggunakan rumus Slovin b. Tingkat konsumsi energi dan protein
(Sujarnaweni dan Jaya, 2019), sebagai berikut: ∑𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖
𝑇𝐾𝐸 = 𝑥 100%
𝑁 𝐴𝐾𝐸 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
𝑛=
1 + (𝑁. 𝑒 ) ∑𝑘𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛
𝑇𝐾𝑃 = 𝑥 100%
Dimana: 𝐴𝐾𝑃 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
n : Ukuran sampel Ket:
N : Populasi TKE : tingkat konsumsi energi (%)
e : Tingkat Kesalahan (error term) 10% TKP : tingkat konsumsi protein (%)
Teknik analisis data: ∑ : konsumsi energi/protein
1. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga (kkal/kapita/hari)
petani.
a. Pendapatan HASIL DAN PEMBAHASAN
Pd = Pdon + Pdoff Dari analisis data primer diketahui
Ket: umur rata- rata suami adalah 60 tahun dan istri
Pd : total pendapatan rumah tangga 56 tahun. Umur tersebut termasuk pada
petani (Rupiah) kelompok usia lansia atau bisa disebut sudah
Pdon : pendapatan dari usahatani (Rupiah) melewati usia produktifnya, yang berarti
Pdoff : pendapatan dari luar usahatani petani memiliki tenaga yang lebih sedikit dari
(Rupiah) usia produktif (25-44 tahun). Anggota rumah
b. Pengeluaran tangga terdiri dari kepala rumah tangga, istri,
Pd = Pdon + Pdoff anak yang makan dalam satu rumah.
Ket: Jumlah anggota rumah tangga
Pd : total pendapatan rumah tangga berpengaruh terhadap pengeluaran dan
petani (Rupiah) konsumsi pangan rumah tangga, semakin
Pdon : pendapatan dari usahatani (Rupiah) banyak anggota rumah tangga maka
Pdoff : pendapatan dari luar usahatani pengeluaran dan konsumsi pangannya juga
(Rupiah) lebih banyak. Kebanyakan jumlah anak dalam
2. Proporsi pengeluaran pangan terhadap keluarga petani responden adalah 1 orang laki-
pengeluaran total tanah rumah tangga laki dan 1 orang perempuan. Selain Jumlah
petani. anggota dalam keluarga, jenis kelamin dan
PF = PP/TF x 100% umur juga berpengaruh dalam konsumsi
Ket: pangan keluarga karena kecukupan gizi
PF : Proporsi pengeluaran pangan (%) masing-masing anggota keluarga berbeda
PP : Pengeluaran pangan (Rupiah) menurut umur dan jenis kelamin.
TP : Total pengeluaran rumah tangga petani Pendapatan rumah tangga merupakan
(rupiah) (Pakpahan & Saliem, 2008). sejumlah uang yang diperoleh dari masing-
masing anggota rumah tangga dari pekerjaan
3. Konsumsi pangan rumah tangga petani: yang dilakukan dalam satu bulan yang
a. Jumlah komsumsi energi digunakan untuk memenuhi kebutuhannya.
Gej = BPj/100 x Bddj/100 x KGij Besarnya pendapatan rumah tangga
Ket: responden terdiri dari dua sumber . rata-rata
Gej : energi atau protein yang dikonsumsi pendapatan usaha tani pada penelitian ini
dari pangan berasal dari usaha tani sawah dan pekarangan
BPj : berat makanan atau pangan yang selama per musim, tetapi data yang diambil
dikonsumsi (gram) yaitu dalam kurun waktu per bulan guna
Bddj : bagian yang dimakan (%) menyamaratakan dengan pendapatan dari luar
KG(e/p) : kandungan gizi protein/energi usaha tani, yaitu sebesar Rp. 2.009.589,04 per
(%) bulan dan pendapatan luar usaha tani sebesar

78 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
Rp. 1.150.000,00 . Persentase pendapatan pengeluaran untuk padi-padian karena
usaha tani rumah tangga sebesar 63,61%, padi/beras merupakan makanan pokok bagi
sedangkan persentase pendapatan non usaha setiap rumah tangga responden, hal ini juga
tani rumah tangga sebesar 36,39%. Persentase mempengaruhi pola pangan masyarakat
pendapatan usaha tani lebih besar dari untuk mencukupi kebutuhan beras sebagai
persentase pendapatan non usaha tani, hal ini kebutuhan yang utama, sehingga beras
berarti Sebagian besar responden menempati urutan yang paling besar diantara
mengandalkan pekerjaan di sektor pertanian kelompok pangan lainnya. Beras yang
lahan sawah. dikonsumsi petani adalah beras yang mereka
Menurut Badan Pusat Statisika, ada dapat dari hasil usaha tani padi. Besarnya
beberapa ciri yang mengkategorikan sebuah pengeluaran untuk beras juga dipengaruhi
keluarga masuk kedalam tingkat kemiskinan oleh harga beras ditingkat produsen.
dan salah satunya ialah pendapatan. Menurut Saat penelitian harga beras sebesar
BPS (2020) sumber penghasilan kepala rumah Rp.7.000,00 – Rp 12.000,00.
tangga adalah petani dengan luas lahan 500m², Selain beras sebagai pengeluaran
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh terbanyak dalam kelompok padi-padian,
perkebunan dan atau pekerjaan lainnya tepung terigu juga salah satu konsumsi pangan
dengan pendapatan dibawah Rp.600.000,-. dari kelompok padi-padian yan dapat
Dikutip dari situs Merdeka 2019, menurut digunakan untuk bahan- bahan pembuat lauk-
Suhariyanto Ketua BPS mengatakan jika rata- pauk atau makanan ringan. Pengeluaran untuk
rata satu rumah tangga memiliki 4-5 anggota ikan adalah 4,28 % dari pengeluaran untuk
keluarga, maka garis kemisinan rata-rata pangan. Ikan yang dikonsumsi oleh
secara nasional menjadi sebesar sebagian besar petani responden adalah
Rp.1.990.170,00 per rumah tangga. Maka ikan awetan karena lebih tahan lama dan
dapat dikatakan untuk buruh tani di Desa harganya murah, namun banyak juga
Gunungmanik ini tidak termasuk pada responden yang mengkonsumsi ikan segar.
kategori kemiskinan karena memiliki rata-rata Pengeluaran untuk daging 5,74 % dari
total pendapatan Rp.2.424.150,71,00. pengeluaran pangan, golongan daging
Pengeluaran rumah tangga adalah meliputi sapi, ayam, kambing dan lainnya.
biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi Rumah tangga petani umumnya
semua anggota rumah tangga. Pengeluaran mengkonsumsi daging ayam karena harganya
rumah tangga digolongkan menjadi 2 relatif lebih murah dibandingkan daging sapi
yaitu pengeluaran pangan dan non pangan atau kambing. Konsumsi daging ayam pun
tanpa memperhatikan asal barang, yang juga tidak setiap bulan dilakukan, sedangkan
dimaksud dengan tidak memperhatikan asal untuk daging sapi atau kambing biasanya
barang adalah besarnya pengeluaran tetap mereka hanya mengkonsumsi pada saat hari
dihitung meskipun barang tersebut diperoleh raya kurban saja. Pengeluaran untuk telur dan
dari hasil kebun atau usaha tani sendiri susu 6,06% dari pengeluaran pangan. Rumah
maupun berupa barang pemberian. tangga responden yang mengkonsumsi susu
Dari analisis data primer adalah rumah tangga yang mempunyai anak
menunjukan besarnya rata-rata pengeluaran balita atau anak usia sekolah. Telur
pangan per bulan rumah tangga. Pengeluaran merupakan bahan pangan sumber protein
untuk padi- padian merupakan pengeluaran hewani yang murah dibandingkan dengan
terbesar ke 3 yaitu 12,25% dari seluruh daging dan lainnya, sehingga menjadi
pengeluaran konsumsi pangan. Kelompok pilihan rumah tangga untuk
pangan padi- padian meliputi beras, jagung, mengkonsumsinya.
tepung beras, tepung jagung, tepung terigu Konsumsi tekur ini baik telur ayam
dan jenis produk dari padi-padian. Besarnya maupun telur bebek, namun kebanyakan

79 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
responden memilih telur ayam karena Pengeluaran untuk minyak dan lemak meliputi
harganya lebih murah. Selain itu telur juga minyak goreng, mentega, kelapa dan lainnya.
dapat menjadi lauk yang praktis karena Pengeluaran pangan untuk konsumsi bumbu-
mudal dalam menyajikan, biasanya bumbuan sebesar 7,89 %. Golongan bumbu-
disajikan dalam bentuk telur mata sapi atau bumbuan antara lain garam, gula, vetsin,
dadar. Pengeluaran untuk sayur-sayuran bawang merah, bawang putih, ketumbar,
mencapai 10,72%. Golongan sayuran antara merica, terasi, kecap dan lain-lain.
lain adalah bayam, kangkung, kubis, kacang Pengeluaran untuk bawang merah dan bawang
panjang, buncis, tomat, terong, wortel, labu putih adalah yang terbanyak. Hal ini
siam, kecambah, daun bawang, sawi dan lain- dikarenakan kedua jenis ini diperlukan hampir
lain. Untuk mendapatkan sayuran, petani disetiap masakan dan dalam jumlah yang lebih
membeli di pasar, warung ataupun penjual banyak dibanding bumbu-bumbu yang lain.
keliling. Selain itu sayuran lainnya seperti Bawang merah dan bawang putih mempunyai
genjer dan lainnya mereka dapatkan dari harga yang relatif lebih mahal dibandingkan
sawah yang memang sengaja ditanam di dengan bumbu- bumbu jenis lain, sehingga
pematang sawah, juga daun singkong dan menjadikan pengeluaran untuk konsumsi
daun pepaya yang mereka tanam di bumbu-bumbuan tinggi.
pekarangan. Pengeluaran untuk makanan dan
Pengeluaran untuk kacang-kacangan minuman jadi 12,92% dari pengeluaran
adalah sebesar 2,73%, yang meliputi pangan. Golongan makanan dan minuman jadi
pengeluaran untuk kacang tanah, kacang antara lain roti, biskuit, bakso, mie ayam,
kedelai, kacang hijau, tahu, tempe dan sirup, kopi, teh dan lainnya. Makanan dan
lainnya. Tidak semua rumah tangga petani minuman jadi termasuk pengeluaran pangan
responden mengkonsumsi kacang tanah dan terbesar ke 2, hal ini membuktikan bahwa
kacang hijau. Kacang tanah biasanya direbus petani responden sangat sering
atau digoreng untuk makanan ringan atau mengkonsumsi makanan dan minuman jadi
sebagai bumbu pecel, sedangkan kacang hijau dilihat juga dari persentasi yang tidak beda
digunakan untuk membuat bubur kacang jauh dari pengeluaran pangan padi-padian.
hijau. Pengeluaran rumah tangga petani untuk Pengeluaran untuk konsumsi
golongan kacang-kaccangan yang paling besar tembakau dan sirih merupakan pengeluaran
adalah untuk tempe dan tahu. Tempe dan tahu pangan terbsesar pada penelitian ini hingga
merupakan lauk sumber protein nabati yang mencapai angka 31,24%. Besarnya angka
harganya tergolong murah dan tersedia terus- persentasi pada pengeluaran ini disebabkan
menerus dipasar, oleh karena itu tahu dan oleh harga tembakau yang mencapai Rp.
tempe digunakan sebagai lauk untuk sehari- 20.000,00 per bungkus dan tembakau
hari. dikonsumsi hampir oleh setiap kepala
Pengeluaran untuk buah-buahan keluarga setiap harinya, maka dapat dihitung
2,61% dari pengeluaran pangan. Buah yang untuk pengeluaran tembakau sebesar Rp
paling banyak dikonsumsi rumah tangga 600.000,00 per bulannya dimana angka
petani responden adalah pepaya dan pisang, pengeluaran tersebut lebih besar dari angka
sedangkan jeruk, semangka, sirsak dan apel pengeluaran pangan padi-padian. Golongan
dikonsumsi sesekali saja. Buah pepaya dan pangan yang termasuk dalam tembakau dan
pisang adalah buah yang diperoleh dari sirih antara lain: rokok kretek, roko putih,
pekarangan mereka, sehingga selain dpaat cerutu, tembakau dan inang. Pengeluaran
dijual, sebagian hasilnya untuk dikonsumsi terbesar pada rokok kretek. Alasan memilih
sendiri. rokok kretek adalah harganya yang lebih
Pengeluaran minyak dan lemak murah dibandingkan dengan rokok putih dan
adalah 3,53% dari pengeluaran pangan. lebih praktis dibanding meracik sendiri.

80 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
Pengeluaran non pangan terdiri dari keseluruhan pengeluaran non pangan.
perumahan dan fasilitas, aneka barang dan Pengeluaran untuk aneka barang dan jasa
jasa, biaya pendidikaan, biaya kesehatan, meliputi sabun mandi, pasta gigi, sampo,
pakaian dan sepatu, barang tahan lama, pajak sabun cuci, sikat gigi, ongkos transportasi,
dan asuransi, keperluan pesta dan upacara. pakaian, perawatan kendaraan, komunikasi
Berikut ini merupakan besarnya pengeluaran dan lainnya. Pengeluaran pada golongan ini
non pangan rumah tangga petani responden. tinggi karena meliputi barang yang
Besarnya pengeluaran non pangan dibutuhkan dan dipergunakan setiap hari oleh
adalah Rp. 919.413,42. Pengeluaran non seluruh anggota rumah tangga.
pangan terbesar adalah pengeluaran untuk Keperluan pajak dan asuransi adalah
kesehatan sebesar 32,06% dari pengeluaran sebesar 4,81% dari pengeluaran non pangan.
non pangan. Biaya kesehatan yang rendah Pengeluaran untuk golongan ini meliputi
pada rumah tangga petani responden untuk pajak bumi dan bangunan dan lainnya.
disebabkan mereka lebih memilih berobat ke pajak bumi dan bangunan dikeluarkan untuk
puskesmas atau membeli obat di warung dan pajak tanah dan bangunan yang mereka garap
apotek. Apabila penyakit sudah parah, baru dan tempati. Biaya lainnya adalah biaya untuk
mereka datang ke Dokter Praktek atau Rumah pajak kendaraan bermotor. Pengeluaran untuk
Sakit Umum Daerah. pajak baik PBB maupun pajak kendaraan
Pengeluaran non pangan untuk sewa bermotor hanya dilakukan satu tahun sekali.
sebesar 10,43% dari pengeluaran total non Pengeluaran untuk keperluan sosial
pangan. Biaya sewa merupakan anggaran sebesar 13,94% dari pengeluaran non pangan.
untuk t e m p a t tinggal rumah tangga petani Pengeluaran untuk keperluan sosial meliputi
baik sewa kontrak atau dalam cicilan membeli sumbangan untuk perkawinan, kematian,
rumah. Pengeluaran non pangan untuk tarif khitanan, perayaan agama, perayaan adat dan
listrik sebesar 4,003% dan untuk taris air lainnya. Kehidupan bermasyarakat di
sebesar 4,53 % dari pengeluaran total non perdesaan bagi rumah tangga petani
pangan. Pengeluaran ini meliputi biaya yang responden masih sangat diutamakan.
dikeluarkan untuk penggunaan air dan listrik. Besarnya pengeluaran per bulan untuk
Pengeluaran non pangan untuk LPG dan keperluan sosial bagi setiap rumah tangga
Bensin sebesar 8,37% dari pengeluaran total petani responden tidaklah sama, tergantung
non pangan. LPG dan bensin biasa digunakan berapa banyaknya undangan dari orang yang
untuk keperluan rumah tangga seperti mempunyai hajat.
memasak atau juga sebagai bahan bakar Besarnya rata-rata pengeluaran total
kendaraan. pada penelitian ini adalah Rp 2.283.697,7.
pengeluaran untuk biaya Berdasarkan data primer, dapat diketahui
Pendidikan mencapai 9,78% dari pengeluaran bahwa pengeluaran untuk pangan sebesar Rp
non pangan. Biaya pendidikan meliputi biaya 1.364.284,28. atau mencapai 59,74 % dari
uang pangkal, SPP, pramuka, prakarya, buku, pengeluaran total dan untuk pengeluaran non
alat tulis dan lainnya. Tingginya persentase pangan sebesar Rp 919.413,42. atau 40,26%.
biaya pendidikan karena sebagian besar anak Proporsi antara pengeluaran pangan
rumah tangga petani responden sudah dan non pangan digunakan sebagai indikator
menyelesaikan pendidikan SMA dan tetap untuk menentukan tingkat kesejahteraan atau
melanjutkan ke Perguruan tinggi dengan ketahanan pangan rumah tangga. Dari
harapan masa depan anak menjadi lebih baik proporsi pengeluaran pangan dapat
dari orang tuanya meskipun dengan diungkapkan bahwa semakin tinggi proprsi
keterbasan biaya. pengeluaran pangan berarti tingkat
Pengeluaran untuk aneka barang dan kesejahteraan atau ketahanan pangan rumah
jasa yaitu sebesaratau 12,05% dari tangga semakin rendah. Berdasarkan data di

81 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
atas pengeluaran pangan lebih besar daripada bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda.
pengeluaran non pangan, ini berarti tingkat Sebagian besar rumah tangga termasuk dalam
kesejahteraan rumah tangga petani responden kategori defisit untuk energi, artinya rumah
masih rendah. tangga petani belum mampu mencukupi
Konsumsi energi dan protein rumah kebutuhan energinya. Setiap bahan pangan
tangga petani responden dapat dinilai dari memiliki sumbangan energi dan protein yang
konsumsi pangannya. Konsumsi pangan berbeda. Beras sebagai bahan pokok
adalah sejumlah makanan dan minuman yang merupakan penyumbang energi terbesar. Pada
dikonsumsi dalam rangka memenuhi penelitian ini, pengeluaran pangan terbesar
kebutuhan fisiknya. Konsumsi pangan adalah untuk padi-padian, sehingga dari sisi
dihitung dari makanan/minuman yang konsumsi padi- padian juga memiliki
dikonsumsi setiap anggota rumah tangga sumbangan energi terbesar. Gula juga
tanpa mempertimbangkan asal makanan memiliki energi yang tinggi dan semua rumah
tersebut (memasak atau membeli). tangga petani responden mengkonsumsi gula
Berdasarkan analisis data primer sebagai pemanis dalam minuman teh/kopi.
dapat diketahui bahwa besarnya rata-rata Besarnya rata-rata Tingkat Konsumsi
Tingkat Konsumsi Energi (TKE) rumah Energi (TKE) rumah tangga petani responden
tangga petani responden adalah 57,28% adalah 57,28% dan termasuk kategori defisit.
dengan konsumsi rumah tangga petani Angka tersebut belum mencapai angka
3.494,93 kkal/hari dan bila dilihat dari tingkat kecukupan gizi yang dianjurkan. Meskipun
konsumsi gizinya dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Sumedang merupakan salah satu
secara keseluruhan untuk TKE rumah tangga kabupaten yang memiliki ketersediaan beras
petani Desa Gunungmanik termasuk dalam dalam kategori surplus, tidak menjamin
kategori defisit. kecukupan energi individu maupun rumah
Berdasarkan data primer dapat tangga. Kurangnya keberagaman makanan
diketahui sebaran rumah tangga petani yang dikonsumsi dan jumlahnya yang
responden berdasarkan tingkat konsumsi terbatas, menyebabkan kurang tercukupinya
energi terbagi dalam empat kategori, yaitu gizi rumah tangga, yaitu dengan
defisit (<70%AKG), kurang (70-80% AKG), penganekaragaman pangan berbasis potensi
sedang (80-99% AKG), dan baik (≥ 100% lokal seperti umbi- umbian yang
AKG). Sebaran kategori tingkat konsumsi mempunyai kandungan karbohidrat yang
energi rumah tangga petani menunjukan tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai
bahwa status gizi tiap rumah tangga berbeda. TKE.
Untuk tingkat konsumsi energi kategori Ketahanan pangan dapat diketahui dari
sedang terdapat 3 rumah tangga atau 4,1%, ketersediaan, distribusi dan konsumsi
rumah tangga petani responden berdasarkan masyarakat terhadap pangan. Pada penelitian
tingkat konsumsi energi termasuk kategori ini ketahanan pangan dilihat dari sisi
kurang terdapat 13 rumah tangga atau 17,8%, konsumsi dan hubungannya denga proporsi
untuk rumah tangga responden termasuk pengeluaran pangan. Proporsi pengeluaran
dalam kategori defisit terdapat 57 rumah pangan dengan tingkat konsumsi energi
tangga atau 78,09%. Hal ini menunjukan (TKE) merupakan komponen untuk
bahwa rumah tangga petani belum tercukupi menentukan ketahanan pangan rumah tangga.
kebutuhan energi, dengan adanya perbedaan Berdasarkan data primer sebagian
kategori tiap rumah tangga petani yang besar rumah tangga proporsi pengeluaran
disebabkan oleh perbedaan pangannya tinggi dan tingkat konsumsi
makanan/minuman yang dikonsumsi. energinya kurang. Dilihat dari sebanyak 54
Sebaran kategori tingkat konsumsi rumah tangga petani responden proporsi
energi rumah tangga petani menunjukan pengeluaran pangannya tinggi (≥60%

82 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
Pengeluaran Total). Sedangkan rumah tangga pangan mereka tinggi karena sebagian besar
petani yang proporsi pengeluaran pangannya pendapatannya digunakan untuk memenuhi
rendah (<60% Pengeluaran Total) sebanyak kebutuhan pangannya. Dari kenyataan ini
19 rumah tangga. Untuk konsumsi energi, dapat disarankan pada rumah tangga rentan
sebanyak 3 rumah tangga responden tingkat pangan untuk meningkatkan pendapatan
konsumsi energinya cukup (>80% rumah tangga sehingga dapat meningkatkan
Kecukupan Energi). Sedangkan rumah status rumah tangganya dari kategori rentan
tangga tingkat konsumsinya kurang pangan ke tahan pangan. Jika dilihat dari
(≤80% Kecukupan Energi) sebanyak 70 rumah aspek gizi, Tingkat Konsumsi Energi rumah
tangga. tangga rentan pangan sudah cukup yaitu
Ketahanan pangan di tingkat rumah sebesar 83,41%. Jenis pangan yang
tangga sangat tergantung dari cukup tidaknya dikonsumsi rumah tangga rentan pangan
pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota sebagian besar berasal dari jenis pangan
rumah tangga untuk mencapai gizi baik dan sumber energi, sehingga kebutuhan energi
hidup sehat. Ketahanan pangan rumah tangga rumah tangga responden melebihi 80% dari
dapat diukur dengan menggunakan klasifikasi angka kecukupan yang dianjurkan.
silang dua indikator ketahanan, yaitu Rumah tangga dengan status tahan
proporsi pengeluaran pangan dan tingkat pangan sebanyak 1 rumah tangga. Status
konsumsi energi. Berdasarkan data tahan pangan berarti proporsi pengeluaran
primer dapat diketahui status ketahanan pangan rumah tangga petani responden rendah
pangan rumah tangga responden. Rumah dan konsumsi energinya sudah cukup. Petani
tangga dengan status tahan pangan memiliki di Desa Gunungmanik tidak hanya
sebaran terkecil dengan persentase 1,36% mengandalkan pekerjaannya sebagai petani,
yang berjumlah 1 rumah tangga. Rumah tetapi juga mempunyai pekerjaan lain diluar
tangga dengan status rentan pangan memiliki usaha tani yang memungkinkan petani untuk
persentase 2,73 dengan total 2 keluarga. dapat meningkatkan pendapatannya demi
Rumah tangga dengan status kurang pangan memenuhi kebutuhan pangan keluarga
menempati urutan ketiga dengan persentase sehingga kebutuhan gizinya dapat tercukupi
24,65% atau 18 rumah tangga, rumah tangga dengan TKE sebesar 91,99% dengan rata-rata
dengan status rawan pangan termasuk pendapatan rumah tangga petani responden
sebaran terbesar dengan persentase sebesar yang tahan pangan adalah sebesar Rp
71,23%% yaitu 52 rumah tangga. 2.050.000,00 per bulan dan proporsi
Status ketahanan pangan rumah tangga pengeluaran pangan sebesar 36,23%.
petani responden terbesar adalah rawan Sebanyak 18 rumah tangga petani
pangan, hal ini berarti sebagian besar rumah responden termasuk kategori kurang pangan
tangga petani responden harus yang memiliki proporsi pengeluaran pangan
mengkonsumsi sejumlah makanan yang lebih rendah dan konsumsi energinya masih
banyak dan beragam untuk memperoleh gizi kurang. Rata-rata pendapatan rumah tangga
yang dapat memenuhi kebutuhan mereka, juga kurang pangan yaitu sebesar Rp 2.371.833,33
rumah tangga memiliki proporsi pengeluaran per bulan, dengan proporsi pengeluaran
pangan yang besar dengan konsumsi pangan sebesar 49,52%. Proporsi pengeluaran
energinya yang kurang. Rumah tangga yang pangan yang rendah bukan disebabkan karena
rentan pangan dari sisi ekonomi kurang baik pendapatannya yang cukup, namun karena
yang diindikasi oleh proporsi pengeluaran besarnya pengeluaran non pangan.
pangannya yang tinggi yaitu sebesar 86,95%. Pengeluaran non pangan yang besar
Pendapatan rumah tangga yang disebabkan karena tingginya biaya pendidikan
rendah yaitu sebesar Rp 1.870.000,00 bagi anak-anak yang melanjutkan
per bulan, menjadikan proporsi pengeluaran pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi.

83 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
TKE rumah tangga petani responden Dengan keadaan demikian, rumah
kurang yaitu sebesar 53,25% sehingga dapat tangga dengan status rawan pangan yang
dikatakan bahwa rumah tangga petani kesejahteraannya masih rendah disarankan
responden kurang pangan belum bisa untuk meningkatkan pendapatan agar dapat
mencukupi konsumsi energinya. Hal ini pula meningkatkan kesejahteraan rumah
disebabkan kurangnya pengetahuan gizi dan tangga dan dapat mengkonsumsi pangan yang
kurang diperhatikannya susunan menu yang memiliki kualitas yang lebih baik sehingga
dikonsumsi, sehingga pemilihan menu kurang kecukupan gizi rumah tangga dapat
dapat mencukupi kebutuhan energi. Untuk itu terpenuhi. Peningkatan pengetahuan tentang
bagi rumah tangga dengan kategori kurang pangan dan gizi juga diperlukan agar
pangan perlu adanya upaya untuk responden lebih menganekaragamkan jenis
meningkatkan pengetahuan tentang pangan makanan dan meningkatkan mutu pangan,
dan gizi. baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Status rumah tangga rawan pangan Dari hasil penelitian rumah tangga
sebanyak 52 rumah tangga, hal ini karena dengan status rawan pangan adalah yang
proporsi pengeluaran pangan yang tinggi dan terbanyak, hal ini berarti proporsi pengeluaran
konsumsi energinya masih kurang. Tingginya pangan rumah tangga masih tinggi dan
proporsi pengeluaran pangan yaitu sebesar konsumsi energinya masih kurang.
78,02% dengan rata-rata pendapatan rumah Berdasarkan Hukum Engel semakin besar
tangga sebesar Rp. 2.479.423,08. proporsi pengeluaran untuk pangan maka
Mengindikasikan bahwa rumah tangga rumah tangga tersebut memiliki tingkat
responden mempunyai tingkat kesejahteraan pendapatan yang rendah. Dilihat dari proporsi
masih rendah. Responden masih pengeluaran pangan yang tinggi dapat diambil
mengeluarkan bagian yang lebih besar untuk kesimpulan bahwa rumah tangga petani
konsumsi pangan. Keadaan ini terjadi karena responden adalah rumah tangga yang
pendapatan yang terbatas, serta kurangnya berpendapatan rendah sehingga tingkat
pengetahuan tentang gizi, sehingga yang kesejahteraannya masih rendah. Oleh karena
terpenting adalah bagaimana perut kenyang itu, dalam memenuhi kebutuhannya, rumah
sedangkan untuk pemenuhan gizi masih tangga petani masih mengeluarkan bagian
kurang diperhatikan. Tingkat konsumsi energi yang lebih besar untuk keperluan pangannya.
rumah tangga petani responden rawan
pangan adalah sebesar 55,72%.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan (36,39%). Besarnya rata-rata pengeluaran
Berdasarkan analisis pangan ketahanan untuk pangan adalah Rp 1.364.284,28
pangan berdasarkan analisis ketahanan pangan perbulan dan pengeluaran non pangan
menurut proporsi pengeluaran konsumsi dan sebesar Rp 919.413,42 perbulan.
kecukupan gizi di Desa Gunungmanik 2. Besarnya rata-rata proporsi pengeluaran
Kecamatan TanjungsariKabupaten Sumedang, pangan terhadap pengeluaran total adalah
maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 59,74%, yang artinya pengeluaran
1. Rata-rata pendapatan rumah tangga petani konsumsi pangan masih mengambil
di Desa Gunungmanik Kecamatan sebagian besar bagian dari pengeluaran
Tanjungsari Kabupaten Sumedang rumah tangga petani.
sebesar Rp 3.159.589,04, yang terdiri 3. Rata-rata konsumsi energi rumah tangga
dari pendapatan usaha tani sebesar Rp petani di Desa Gunungmanik Kecamatan
2.009.589,00 (63,61%) dan pendapatan dari Tanjungsari Kabupaten Sumedang adalah
luar usaha tani sebesar Rp 1.150.000,00

84 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2
1.159,68 kkaal/orang/hari. Rata-rata tingkat Purwaningsih, Y. (2008). Ketahanan Pangan:
konsumsi energinya sebesar 54,81%. Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan
4. Kondisi ketahanan pangan rumah Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal
tangga petani di Desa Gunungmanik Ekonomi Pembangunan, 9(1), 1–27.
Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Rosyadi, I., & Purnomo, D. (2012). Tingkat
Sumedang berdasarkan tingkatannya adalah Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di
tahan pangan sebesar 1,37%, rentan pangan Desa Tertinggal. Jurnal Ekonomi
2,73%, kurang pangan 24,65% dan 71,23% Pembangunan, 13(2), 303–315.
termasuk dalam kondisi rawan pangan.

Saran
Analisis ketahanan pangan berdasarkan
analisis ketahanan pangan menurut proporsi
pengeluaran konsumsi dan kecukupan gizi di
Desa Gunungmanik Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Sumedang, maka saran yang dapat
peneliti sampaikan adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengatasi rata-rata TKE rumah
tangga petani responden yang masih
dibawah standar angka kecukupan energi
maka perlu adanya penganekaragaman
pangan berbasis potensi lokal seperti
umbi-umbian dan lain sebagainya.
2. Mempertahankan pendapatan rumah
tangga petani yang rata-rata sudah
termasuk tinggi, dapat dilakukan dengan
cara optimalisasi intensifikasi pertanian
untuk meningkatkan produktivitas usaha
tani, dengan memaksimalkan potensi
lahan tani responden dan memanfaatkan
potensi pemberdayaan teknologi pertanian
(Non Landesk Agriculture).
3. Perlu adanya peningkatan kapasitas
pengetahuan dan kemampuan dari
pemerintah terkait terhadap masyarakat
tentang gizi dan kesehatan melalui
kegiatan penyuluhan.

DAFTAR PUSTAKA
Nainggolan, K. (2006). Kemiskinan dan
Pangan Melawan Kelaparan di Abad
XXI. Kompas.
Pakpahan, A. H., & Saliem. (2008). Ketahanan
Pangan Masyarakat Berpendapatan
Rendah. In Monograph Series No 14.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian Bogor.

85 | O r c h i d A g r i : V o l 2 . N o 2 . B u l a n A g u s t u s T a h u n 2 0 2 2

You might also like