Pemahaman Dan Kontribusi Gereja Terhadap Hak Penyandang Disabilitas

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &

INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)


“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Pemahaman dan Kontribusi Gereja Terhadap Hak Penyandang Disabilitas


(Survey kepada Gereja-gereja Baptis di Semarang Barat)

Karnawati
Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia
Karnawati@stbi.ac.id

ABSTRACT
Jesus taught and preached the gospel of the Kingdom of God and eliminated all diseases and
weaknesses among the nations. Evidence of Jesus fulfilling spiritual and physical needs to those
in need. The task of the church is not just teaching the word of God, but also giving attention to
the church and people who have not believed. One concern that needs to be given is the fulfillment
of accessible rights for persons with disabilities. The purpose of this study is to explore the
understanding and contribution of Baptist Churches in the West Semarang region regarding the
fulfillment of the rights of persons with disabilities. This type of research is qualitative using
interview instruments, and observation. The results obtained by church leaders see people with
disabilities as individuals who have deficiencies and incompleteness in the body, as people with
permanent disabilities and have special needs and need attention compared to normal people in
general. So that the involvement of persons with disabilities to serve God in the fellowship of
believers is not obligatory. And the contribution given by the church is only up to the charity stage,
which is to provide assistance in the form of basic food, visiting services, shuttle services, and
death insurance programs. Physical accessibility in the form of a ramp with a slope that is too
sharp, a staircase for stairs that are too high, and toilet seats that can help physical disability is
more comfortable.

Keywords: environment, teaching and learning process, Jesus

Yesus mengajar dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan
kelemahan di antara bangsa. Bukti Yesus memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani kepada yang
memerlukan. Tugas gereja bukan sekedar mengajar firman Tuhan, namun juga memberi memberi
perhatian kepada jemaat dan orang-orang yang belum percaya secara jasmani (hal fisik). Salah
satu perhatian yang perlu diberikan adalah pemenuhan hak aksesibel bagi para penyandang
disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah menggali pemahaman dan kontribusi Gereja Baptis di
wilayah Semarang Barat berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Jenis penelitian
ini adalah kualitatif dengan menggunakan instrumen wawancara dan observasi. Hasil yang didapat
pimpinan gereja memandang penyandang disabilitas sebagai pribadi yang memiliki kekurangan
dan ketidaklengkapan dalam tubuh, sebagai penyandang cacat permanen yang memiliki kebutuhan
khusus serta butuh akan perhatian dibanding dengan orang normal pada umumnya. Keterlibatan
penyandang disabilitas untuk melayani Tuhan dalam persekutuan orang percaya bukan menjadi
hal yang wajib. Kontribusi yang diberikan gereja hanya sampai tahap charity yaitu memberi
bantuan sembako, pelayanan kunjungan, pelayanan antar jemput ke tempat ibadah, dan program
jaminan kematian. Aksesibilitas fisik di gereja rata-rata berupa ramp dengan kemiringan yang
terlalu tajam, pegangan tangga untuk tangga yang terlalu tinggi, dan closet duduk yang dapat
menolong disabilitas fisik lebih nyaman.

Kata Kunci: disabilitas; gereja; kontribusi; pemahaman


121
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

tentang hak asasi bagi setiap warga negara.


PENDAHULUAN
Kewarganegaraan seseorang pun diatur dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebuah UU. Seseorang disebut sebagai warga
adalah negara yang ingin mewujudkan negara Indonesia diatur dalam UU No 12
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Hal ini tertulis jelas di dalam alinea keempat Republik Indonesia. Dapat disimpulkan,
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara seseorang disebut Warga Negara Indonesia
Republik Indonesia Tahun 1945. Aristoteles adalah seseorang yang sebelum UU No 12
(dikutip dalam Sumaryono, 2002) Tahun 2006 ini berlaku telah menjadi warga
menyebutkan bahwa “keadilan” adalah negara Indonesia dan seorang anak yang lahir
gagasan yang ambigu, dikarenakan dari satu di wilayah NKRI dengan segala persyaratan
sisi, konsep “keadilan” mengacu pada yang berhubungan dengan hukum perkawinan
keseluruhan kebajikan sosial (kebajikan pada dan hukum teritorial. Di dalam peraturan
hubungan dengan sesama/tetangga); dan pada perundangan ini tidak mengatur
sisi yang lain mengacu kepada kebajikan kewarganegaraan seseorang yang
sosial khusus. Sisi pertama disebut “keadilan berhubungan dengan suatu kondisi fisik yang
universal” dan yang kedua disebut ”keadilan dialami oleh seorang anak yang lahir, entah itu
partikular”. Keadilan universal adalah mengalami kecacatan atau penyakit bawaan.
keadilan yang terbentuk bersamaan dengan Berdasarkan UU No 12 Tahun 2006
perumusan hukum. Dan keadilan partikular tentang Kewarganegaraan Republik
adalah keadilan yang diidentikkan dengan Indonesia, maka jika terdapat suatu kasus
“kejujuran”. Thomas (dikutip dalam kelainan pada bayi yang lahir membawa cacat
Sumaryono, 2002) mengatakan bahwa bawaan, maka bukan suatu alasan untuk tidak
keadilan universal sebagai iustitia ad alterum, menerima mereka sebagai bagian dari warga
yang berarti salah satu bentuk kebajikan yang negara Indonesia. Seorang disabilitas sesuai
menuntun manusia dalam berhubungan dengan UU RI No 8 Tahun 2016 adalah
dengan sesamanya. Seseorang dikatakan seseorang yang mengalami keterbatasan fisik,
“adil” jika ia mengenali dan mengakui intelektual, mental, dan sensorik dalam jangka
sesamanya sebagai “yang benar-benar waktu yang lama yang dalam berinteraksi
berbeda” dari dirinya. Suatu hukum hanya dengan lingkungan mengalami hambatan dan
akan berlaku sah jika hukum tersebut sesuai kesulitan. Penyandang disabilitas juga
dengan pola-pola keinginan dan cita-cita merupakan warga negara Republik Indonesia.
manusia yang terkandung di dalam realitas Oleh karena itu negara menjamin potensi,
kodrat manusia. Ajaran Thomas tentang harkat, dan martabat mereka sesuai dengan
hukum kodrat ini dijadikan dasar pemikiran hak asasi manusia.
tentang hukum yang adil, yang mengikat Di Setiap bidang kehidupan, merujuk
subjek dalam kesadarannya, yang berarti peraturan perundangan tentang penyandang
bahwa setiap hukum hanya akan valid jika disabilitas, seharusnya seorang penyandang
dapat memerintah hal-hal yang dihalalkan disabilitas menerima pemenuhan hak yang
oleh moral. Oleh karena itu dalam berdasarkan asas: penghormatan terhadap
menciptakan kebaikan dan kesejahteraan martabat, otonomi individu, tanpa
umum, maka pemberlakukan hukum tidak diskriminasi, partisipasi penuh, keragaman
boleh bertentangan dengan pelaksanaan hak- manusia dan kemanusiaan, kesamaan
hak manusia (Sumaryono, 2002). kesempatan, kesetaraan, aksesibilitas,
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari kapasitas yang terus berkembang dan identitas
umat manusia memiliki gagasan tentang dasar anak, inklusif, dan perlakukan khusus dan
negara yang yang disebut Pancasila serta perlindungan lebih.
memiliki sebuah Undang-undang Dasar yang Sebagaimana Yesus datang ke dunia untuk
disebut UUD 1945. Disana tertuang aturan mengajar dan memberitakan Injil Kerajaan

122
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Allah serta melenyapkan segala penyakit dan disabilitas dalam kaitannya dengan kehidupan
kelemahan di antara bangsa. Hal ini bergereja serta bagaimana kontribusi gereja
membuktikan bahwa Yesus memberlakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Adapun
prinsip adil dan memenuhi hak asasi manusia, manfaat penelitian ini, secara akademis dapat
Yesus memenuhi kebutuhan rohani dan memberi kontribusi keilmuan pada kajian
jasmani kepada setiap orang yang mengikuti tentang hak disabilitas dalam lingkup
dan memerlukan Dia. Gereja sebagai bergereja, dan secara praktis bermanfaat untuk
kumpulan orang percaya, yang tinggal di memperoleh data mengenai pemahaman dan
wilayah NKRI memiliki tugas dan fungsi yang kontribusi gereja Baptis Semarang Barat
bersifat holistik. Gereja bukan sekedar dalam pemenuhan hak disabilitas, sehingga
mengajar firman Tuhan, namun juga dapat digunakan gereja sebagai bahan
menunjukkan bukti nyata dengan memberikan pengambil kebijakan dalam memikirkan
perhatian secara jasmani atau pemenuhan program pelayanan yang ramah disabilitas.
kebutuhan fisik kepada jemaat dan orang-
orang yang belum percaya.
Disabilitas menjadi isu yang belum METODE PENELITIAN
digarap secara sistematis dalam kehidupan Penelitian ini merupakan penelitian
bergereja. Gereja sebagai wakil Allah di dunia kualitatif dengan metode survey kepada
seharusnya tidak sekedar charity, yang gereja-gereja Baptis di Semarang Barat.
mengandung arti membantu orang lain dengan Populasi penelitian adalah Gembala Sidang
tujuan derma, kebajikan, dan amal semata, atau Pengurus Gereja yang terdiri dari dua
namun lebih dari pada itu perhatian perlu belas orang. Teknik pengumpulan data
diberikan dengan mengetahui hak-hak dilakukan dengan wawancara secara langsung
penyandang disabilitas secara holistik dalam dan telepon, serta observasi langsung keadaan
keberadaannya sebagai manusia yang bangunan gereja. Validasi instrumen
bermartabat. menggunakan validitas konstruk yang
Suhendar mengatakan bahwa hanya merujuk pada kajian teori yang relevan
ada satu gedung gereja di Bandung yaitu dengan permasalahan penelitian. Selanjutnya
Gereja Caritas yang dapat diakses oleh melakukan analisa data wawancara dan data
kelompok difabel. Dari minimnya informasi observasi yang sudah terkumpul.
tentang keterlibatan gereja dalam memenuhi Adapun teknik analisis data dilakukan
hak-hak penyandang disabilitas, maka peneliti dengan tahapan sebagai berikut: pertama,
berusaha melakukan penelitian kepada gereja- analisa data sebelum melakukan penelitian,
gereja Baptis di Semarang Barat. Dari hasil yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap
penelitian awal didapatkan bahwa rata-rata kondisi bangunan gereja dan pengumpulan
gereja Baptis memiliki anggota jemaat yang data penyandang disabilitas. Dari pengamatan
berusia 60 tahun keatas. Diantaranya awal ditemukan, duabelas Gereja Baptis
merupakan kelompok penyandang Indonesia di Semarang Barat memiliki
penyandang disabilitas baru. Selain itu juga anggota jemaat yang masuk dalam kategori
terdapat anggota gereja yang mengalami penyandang disabilitas fisik dan sensorik.
disabilitas netra. Kedua, analisa setelah kegiatan lapangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut Pada tahap ini, peneliti melakukan reduksi
maka pada penelitian ini, rumusan masalah atas data wawancara dan observasi yang sudah
yang dikemukakan adalah bagaimana terkumpul dengan cara merangkum setiap
pemahaman dan kontribusi gereja-gereja jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
Baptis di Semarang Barat dalam pemenuhan diajukan kepada responden. Ketiga, tahap
hak penyandang disabilitas. Tujuan dari display data. Pada tahap ini peneliti
penelitian ini adalah untuk mengetahui menyajikan data dalam bentuk uraian atas
pemahaman gereja-gereja Baptis di wilayah temuan. Keempat, tahap penarikan
Semarang Barat tentang hak-hak penyandang

123
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

kesimpulan, yaitu menyimpulkan temuan Didi Tarsidi dalam the International


baru. Classification of Impairment, Disability and
Handicap, Kesehatan Dunia (WHO, 1980)
mendefinisikan tiga aspek kecacatan, antara
STUDI PUSTAKA
lain: impairment adalah kehilangan atau
Pemahaman dan Kontribusi abnormalitas struktur atau fungsi psikologis,
Pemahaman berasal dari kata fisiologis, atau anatomis; disability adalah
understanding, yang berarti pengertian suatu keterbatasan atau kehilangan
(Sumarno, 1987). Dalam KBBI kemampuan yang (diakibatkan oleh suatu
“pemahaman” berarti pengertian, impairment) untuk melakukan suatu kegiatan
pengetahuan banyak, pendapat atau pikiran dengan cara atau dalam batas-batas yang
yang tidak bersesuaian dengan kebanyakan dipandang normal bagi manusia: dan
orang, mengerti benar tentang suatu hal. handicap adalah suatu kerugian bagi seorang
Kontribusi berasal dari Bahasa Inggris individu, sebagai akibat dari suatu impairment
yaitu, contribute yang memiliki makna atau disability, yang membatasi atau
sebagai keikutsertaan, keterlibatan diri atau menghambat terlaksananya suatu peran yang
sumbangan. Kontribusi juga berarti normal, tergantung pada usia, jenis kelamin,
pemberian andil setiap kegiatan, peranan, faktor sosial budaya (Tarsidi, 2015).
masukan, ide dan lainnya (Guritno, 1992). Didi memberikan pendapatnya bahwa
Dengan kata lain kontribusi merupakan Istilah yang lebih tepat digunakan untuk
keterlibatan yang dilakukan oleh individu atau memperhalus istilah “penyandang cacat”
lembaga yang kemudian memposisikan adalah istilah yang dapat memenuhi kriteria:
dirinya melakukan peran dalam sebuah deskripsi realistis, tidak mengandung unsur
kerjasama, sehingga memberi dampak nilai perendahan martabat, menggunakan Bahasa
dari aspek sosial maupun ekonomis (Al Indonesia, dan sudah cukup familiar bagi
Susanti, 2015). Bentuk kontribusi yang sebagian masyarakat Indonesia. Jadi istilah
dilakukan seseorang atau sebuah institusi yang tepat dan yang dapat memenuhi kriteria
dapat berupa pemikiran, kepemimpinan, alternatif tersebut adalah “penyandang
profesionalisme, finansial, dan sebagainya (F. ketunaan”. Istilah ini sesuai dengan pengertian
Nur, 2014). dalam Bahasa inggrisnya yang menyebut
kelompok ini dengan sebutan “persons with
Penyandang Disabilitas disabilities”.
Pengertian Penyandang Disabilitas Dalam UU RI No 8 Tahun 2016
Sebelum dikeluarkan istilah pengertian penyandang disabilitas adalah
“penyandang disabilitas”, istilah yang lebih setiap orang yang mengalami keterbatasan
populer di tengah-tengah masyarakat adalah fisik, intelektual, mental, dan/atau sensori
“penyandang cacat”. Istilah “penyandang dalam jangka waktu lama yang dalam
cacat” merupakan istilah yang digulirkan UU berinteraksi dengan lingkungan dapat
Nomor 4 Tahun 1997. Kata “cacat” berarti mengalami hambatan dan kesulitan untuk
mencakup hal-hal sebagai berikut: berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan
kekurangan yang menyebabkan mutunya warga negara lainnya berdasarkan kesamaan
kurang baik atau kurang sempurna (yang hak. Dapat dikatakan pula bahwa disabilitas
terdapat pada badan, benda, batin atau merupakan suatu ketidakmampuan tubuh
akhlak); cela atau aib; tidak/kurang sempurna. dalam melakukan suatu aktivitas atau kegiatan
Istilah “penyandang cacat” cenderung tertentu sebagaimana orang pada umumnya
membentuk opini masyarakat bahwa yang disebabkan oleh kondisi
kecacatan itu merupakan hal yang patut ketidakmampuan dalam hal fisiologis,
dikasihani, sesuatu yang malang, bahkan psikologis, dan kelainan struktur atau fungsi
sampai pada pengertian tidak terhormat dan anatomi. Dari pengertian di atas, maka ragam
tidak bermartabat. penyandang disabilitas dapat dibagi menjadi

124
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

empat golongan, yaitu: penyandang disabilitas Disabilitas sensorik, adalah gangguan


fisik; penyandang disabilitas intelektual; yang terjadi pada indera. Istilah ini digunakan
penyandang disabilitas mental; dan pada penyandang disabilitas netra, disabilitas
penyandang disabilitas sensorik. rungu dan disabilitas wicara. Seseorang
Disabilitas fisik, adalah gangguan digolongkan sebagai disabilitas netra adalah
pada tubuh yang membatasi fungsi fisik pada jika seseorang tersebut tidak dapat melihat
satu bagian anggota tubuh atau lebih atau sama sekali dan mereka yang masih memiliki
kemampuan motorik seseorang, diantaranya: penglihatan tetapi tidak mampu membaca
gangguan anggota tubuh; gangguan fungsi tulisan biasa berukuran 12 point dalam
tubuh akibat spina bifida (cacat lahir yang keadaan cahaya normal dan dari jarak yang
ditandai dengan terbentuknya celah atau defek normal. Disabilitas rungu disebabkan karena
pada tulang belakang dan saraf tulang adanya kerusakan alat atau organ pendengaran
belakang bayi); gangguan fungsi tubuh akibat yang menyebabkan hilangnya kemampuan
cerebral palsy (kelainan neurologis yang untuk menerima atau menangkap bunyi.
mempengaruhi saraf motorik untuk Sedangkan disabilitas wicara berhubungan
pergerakan tubuh); gangguan fungsi tubuh dengan hilangnya kemampuan berbahasa,
akibat spinal cord injury (cedera tulang mengucapkan kata-kata ketepatan dan
belakang); gangguan fungsi tubuh akibat kecepatan berbicara serta produksi suara.
amputasi. Termasuk didalamnya adalah Munoz Mendonca (dikutip dalam
seseorang yang memiliki gangguan yang Cheta Nilawati, 2017) mengatakan bahwa
membatasi sisi lain dari kehidupan sehari-hari, keterbatasan gerak yang dialami oleh orang
sebagai contoh gangguan epilepsi dan lanjut usia yang dikarenakan kurangnya
gangguan pernapasan. protein dalam tubuh berpotensi menjadikan
Disabilitas intelektual, adalah mereka menjadi disabilitas baru. Dengan
gangguan keterbatasan yang dapat muncul demikian pada saat orang lanjut usia
pada seseorang dengan usia berapapun. mengalami keterbatasan gerak dan
Disabilitas intelektual memiliki pengertian menghambat aktivitasnya, maka bisa
yang mencakup berbagai kekurangan dikatakan bahwa mereka dikategorikan
intelektual. Seseorang disabilitas intelektual sebagai penyandang disabilitas.
mengalami keterbatasan fungsi pikir atau
fungsi adaptif karena tingkat kecerdasannya Hak Penyandang Disabilitas
berada di bawah rata-rata dalam jangka waktu Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang lama. Oleh karena itu dalam berinteraksi menjamin sepenuhnya kelangsungan hidup
dengan lingkungan dan sikap dalam setiap warganya. Penyandang disabilitas juga
masyarakat sering menemui hambatan yang memiliki kedudukan hukum dan hak asasi
mengakibatkan sulitnya untuk berpartisipasi manusia yang sama sebagai warga negara. Hal
secara penuh dan efektif berdasarkan ini telah diatur di dalam UU No 39 Tahun
kesamaan hak. 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu hak
Disabilitas mental, sering dikenakan yang bersifat fundamental, sehingga
pada seseorang yang memiliki kemampuan keberadaanya merupakan suatu keharusan,
intelektual di bawah rata-rata. Selain itu, tidak dapat diganggu gugat, bahkan harus
istilah ini juga digunakan pada seseorang yang dilindungi, dihormati dan dipertahankan dari
mengalami kondisi gangguan emosional dan segala macam ancaman, hambatan dan
mental. Pada situasi tertentu saat disabilitas gangguan dari pihak lain (Sodikin, 2013).
mental mengganggu kinerja aktivitas hidup Data Kementerian PPN/Bappenas
seperti mengganggu komunikasi, belajar, pada tahun 2017, terdapat 8,56 persen atau
bekerja dan sebagainya secara signifikan, sejumlah 21 juta penduduk Indonesia
maka kondisi tersebut disebut sebagai merupakan penyandang disabilitas serta
gangguan kejiwaan. merupakan kelompok yang memiliki
keterbatasan dalam berbagai sektor

125
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

kehidupan. Sektor kehidupan tersebut habilitasi dan rehabilitasi sosial; 5)


menyangkut, sektor pendidikan, sektor pemukiman dan pelayanan publik; 6) insentif
lapangan kerja, sektor kesehatan, sektor dan konsesi; 7) perencanaan,
politik dan pemerintahan, sektor kebudayaan penyelenggaraan, dan evaluasi penghormatan
dan kepariwisataan, serta sektor pemanfaatan dan perlindungan; 8) pemenuhan hak
teknologi informasi dan komunikasi. penyandang disabilitas.
UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Salah satu tujuan pelaksanaan dan
Penyandang Cacat belum dapat pemenuhan hak penyandang disabilitas sesuai
mengakomodir pemenuhan hak penyandang UU RI No 8 Tahun 2016 adalah memastikan
disabilitas. UU tersebut lebih bersifat belas pelaksanaan upaya penghormatan, pemajuan,
kasihan dan usaha untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak penyandang
pemenuhan hak kepada mereka hanya bersifat disabilitas untuk mengembangkan diri serta
jaminan sosial, rehabilitasi sosial, bantuan mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai
sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. bakat dan minat yang dimiliki untuk
Sedangkan dalam rangka pemenuhan hak menikmati, berperan serta berkontribusi
asasi manusia seutuhnya belum mendapat secara optimal, aman, leluasa, dan
perhatian sepenuhnya. Penyandang disabilitas bermartabat dalam segala aspek kehidupan
seharusnya juga mendapat kesempatan yang berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Hal
sama dalam upaya pengembangan diri melalui ini merupakan upaya dan langkah maju untuk
kemandirian sebagai manusia yang memberikan hak penyandang disabilitas
bermartabat. Oleh karena hal tersebut, maka secara utuh.
perlu dilakukan rekonstruksi peraturan Adapun hak-hak yang semestinya
perundangan yang dapat mewujudkan diperoleh dan diperjuangkan oleh kaum
kesamaan hak dan kesempatan bagi disabilitas adalah hak: hidup; bebas dari
penyandang disabilitas menuju kehidupan stigma; privasi; keadilan dan perlindungan
yang sejahtera, mandiri, dan tanpa hukum; pendidikan; pekerjaan
diskriminasi dalam pelaksanaannya. Maka kewirausahaan, dan koperasi; kesehatan;
pada tahun 2016 tersusunlah UU No 8 Tahun politik; keagamaan; keolahragaan;
2016 Tentang Penyandang Disabilitas. kebudayaan dan pariwisata; kesejahteraan
Sesuai Keputusan Presiden No. 9 sosial; aksesibilitas; pelayanan publik;
Tahun 2018, Kementerian PPN/Bappenas perlindungan dari bencana; habilitasi dan
yang diimplementasikan oleh GIZ melalui rehabilitasi; konsesi; pendataan; hidup secara
Program Perlindungan Sosial dan Panitia mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat;
Antar Kementerian menyelenggarakan berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh
Diskusi Terfokus Finalisasi RPP Perencanaan informasi; berpindah tempat dan
dan Rencana Induk Pembangunan Inklusif kewarganegaraan; dan bebas dari tindakan
Disabilitas (RIPID). Dalam diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
perkembangannya, Konsep RPP dan RIPID eksploitasi.
telah disusun dan menghasilkan pemetaan Saat ini berbagai lembaga sosial
yang menunjukkan 15 (lima belas) substansi masyarakat bagi kelompok penyandang
pemenuhan dan penghormatan hak disabilitas dan pemerintah terus berupaya
penyandang disabilitas. Dimana hal ini perlu menggalakkan isu disabilitas sebagai bagian
diatur ke dalam sebuah Peraturan Pemerintah. yang harus menjadi perhatian khusus. Dalam
Selanjutnya aturan turunan UU No 8 Tahun rangka menuju Indonesia yang ramah
2016 tentang Penyandang Disabilitas akan disabilitas, maka pemerintah berusaha
disederhanakan menjadi delapan RPP yang mengkampanyekan ramah disabilitas dengan
terdiri dari: 1) akomodasi layak dalam membangun infrastruktur yang ramah
peradilan; 2) akomodasi layak bagi peserta disabilitas baik berupa gedung maupun jalan
didik penyandang disabilitas; 3) unit layanan raya. Kementerian Sosial Republik Indonesia
disabilitas dan kesejahteraan sosial; 4) pun terus melakukan langkah maju mengajak

126
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

masyarakat menuju masyarakat inklusif. sungguh ada dan terpisah semata-mata hanya
Masyarakat inklusif sendiri adalah masyarakat karena panggilan-Nya. Di dalam Perjanjian
yang mampu menerima berbagai bentuk Baru menekankan bahwa Allah yang telah
keberagaman serta mengakomodasikannya ke memanggil umat-Nya “kepada suatu
dalam berbagai tatanan manupun infrastruktur persekutuan dengan Anak-Nya, Yesus
yang terdapat dalam masyarakat. Kristus” memanggil umat-Nya “menjadi milik
Pasal 14 UU RI No 8 Tahun 2016, Kristus” (Roma 1:6; 1 Korintus 1:9). Dalam 2
berbicara mengenai hak disabilitas dalam Timotius 1:9, menjelaskan bahwa panggilan
bidang keagamaan. Adapun penyandang ini adalah “panggilan kudus” sehingga
disabilitas berhak: memeluk agama dan sebagai orang-orang yang telah dipanggil
kepercayaannya serta beribadat menurut dengan panggilan kudus harus berpadanan
agama dan kepercayaannya tersebut; dengan “kehidupan yang kudus” (1 Petrus
memperoleh kemudahan akses dalam 1:15-16; Efesus 4:1). Oleh karena kuasa
memanfaatkan tempat peribadatan; penyucian dari Roh Kudus maka umat-Nya
mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan dapat berubah di dalam karakter dan tingkah
lainnya yang mudah diakses berdasarkan laku sesuai dengan status baru tersebut, yakni
kebutuhannya; mendapatkan pelayanan sesuai sebagai “orang-orang kudus” yang berbeda,
dengan kebutuhan pada saat menjalankan terpisah, yang disebut umat yang dikuduskan
ibadat menurut agama dan kepercayaannya; bagi Allah. Hal ini senada dengan pendapat
dan berhak berperan aktif dalam organisasi Paul Hidayat yang memberi
keagamaan. Dengan demikian pihak-pihak kesimpulan bahwa gereja memiliki
yang terkait dalam penyelenggaraan karakteristik kehidupan yang kudus, am,
pendidikan keagamaan harus turut apostolik dan misioner. Pengertian “kudus”
berpartisipasi dan berkontribusi dalam adalah umat yang khusus ada di dalam Kristus
memberikan pemenuhan hak-hak penyandang dan karya-Nya telah dikuduskan; “am” berarti
disabilitas. sifat universal gereja yang merangkul seluruh
umat tebusan dari mulai zaman Perjanjian
Hakekat Gereja Lama, Perjanjian Baru, sampai kedatangan
Pengertian Gereja Kristus kedua kali; “apostolik” berarti
Kata gereja dalam Bahasa Indonesia dibangun atas Alkitab dan dipanggil untuk
berasal dari kata serapan Bahasa Portugis mempertahankan sifat Alkitab; “misioner”
yaitu “igreja”. Dalam Bahasa Portugis berarti bertugas sebagai utusan Kristus yang
merupakan kata serapan yang diambil dari bersaksi tentang Kristus kepada dunia
Bahasa Latin. Dalam Bahasa Latin diserap (Hidayat, 1989).
pula dari Bahasa Yunani yaitu “ekklesia”.
Kata “ekklesia” berarti dipanggil keluar (ek = Pelayanan Diakonia Gereja
keluar; dan kaleo = memanggil). Dengan Gereja tidak bisa menarik diri dari
demikian ekklesia berarti kumpulan orang- perkembangan dunia modern yang penuh
orang yang dipanggil keluar (dari dunia ini) dengan persoalan kehidupan dan
untuk dapat memuliakan nama Allah. kemasyarakatan. Newbigin dalam John Stott
John Stott (2010) mengatakan bahwa mengemukakan bahwa ”Gereja tidak mungkin
gereja adalah jemaat, merupakan suatu dimengerti secara tepat kecuali di dalam suatu
perhimpunan orang-orang yang sudut pandang missioner dan eskatologis
memperlihatkan eksistensi, solidaritas, yang sekaligus” (Stott, 2010). Sesuai dengan Rasul
memiliki satu berbeda dari perhimpunan- Petrus yang menulis dalam suratnya
perhimpunan lain, yaitu “panggilan Allah”. “Kamulah bangsa yang terpilih, umat yang
Stott mengemukakan bahwa umat Allah, atau rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
“ekklesia”-Nya yang telah dipanggil keluar Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
dari dunia ini untuk menjadi milik kepunyaan- perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,
Nya, dan eksis sebagai entitas yang sungguh- yang telah memanggil kamu keluar dari

127
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Gereja perlu memiliki sikap atas pergumulan
Petrus 2:9) (Newbigin, 1954). Demikianlah umat dan masyarakat. Gereja adalah
misi bagi orang percaya adalah persekutuan yang dinamis yang memberikan
menyampaikan tentang kebenaran di dalam visinya dalam memperkuat dan mengarahkan
Yesus dan kerajaan surga-Nya, namun juga manusia untuk membangun dunia yang
menyampaikan perbuatan besar Yesus di sejahtera dan berkeadilan sosial dalam segala
dunia dalam kaitannya dalam memenuhi aspek kehidupan.
kebutuhan keselamatan kekal dan juga Disabilitas telah berimplikasi pada
keselamatan dan pemeliharaan selama umat identitas diri, identitas komunal, dan identitas
manusia berada di dunia ini. Yesus teologis. Gereja dan komunitas Kristen tidak
memberikan keseimbangan yang menjadi jarang secara sengaja maupun tidak sengaja
contoh bagi gereja dalam melaksanakan telah menganggap disabilitas tidak exis di
tugasnya di dunia ini. dalam gereja dan tidak menganggap mereka
Di dalam pengajaran-Nya, Yesus sebagai bagian dari jemaat. Roy Soselisa
sering memberikan kiasan-kiasan tentang dalam opininya, mengatakan bahwa gereja
gambaran Allah dan umat yang memiliki dalam budaya masa kini ada yang memiliki
hubungan yang sangat erat (Stott, 2010). Allah anggapan, kaum disabilitas adalah objek yang
digambarkan sebagai seorang Suami, Pemilik harus “disembuhkan” sebagai orang yang
Kebun, Gembala, Raja, Bapa, Pembuat terkena dosa turunan dari orang tua yang
Bangunan, dan Kepala tubuh. Sedangkan berdosa, terkutuk, dan kerasukan setan.
umat-Nya digambarkan sebagai pengantin- Sehingga gereja perlu mengadakan program
Nya, orang-orang upahan, domba-domba- “mujizat kesembuhan” bagi penyandang
Nya, keluarga-Nya, dan tubuh-Nya. Dalam disabilitas (Soselisa, 2018). Penyandang
peranannya sebagai anggota tubuh Kristus, disabilitas dilihat sebagai symbol dari dosa
orang-orang Kristen memiliki tugas dan yang harus dihindari, tanda keterbatasan Allah
fungsi masing-masing sesuai dengan talenta yang perlu direnungkan, atau personifikasi
yang dimilikinya. Gambaran tentang kiasan- dari penderitaan yang harus dikasihi (Creaner,
kiasan tersebut memberi pengertian bahwa 2009).
Allah memberikan tanggung jawab kepada Paulus menggunakan metafora tubuh
umatnya untuk melakukan tugas yang penting. Kristus untuk menggambarkan jemaat di
Segala tanggung jawab yang dipercayakan Korintus. Setiap anggota tubuh Kristus adalah
Allah telah dipercayakan kepada “gereja- “anugerah”, dan tidak ada anugerah yang
Nya”. Tanggung jawab tersebut termuat pantas untuk tertekan, terhilang, maupun
dalam 1 Petrus 2:5-10, yang menjelaskan dikucilkan (Amos Yong, 88) (Yong, 2010).
bahwa umat Allah adalah imamat kudus, yang Pandangan ini menjelaskan, bahwa
diciptakan untuk mempersembahkan kepada- penyandang disabilitas merupakan bagian dari
Nya persembahan-persembahan yang rohani anggota tubuh Kristus. Setiap anggota tubuh
dan yang berkenan kepada-Nya berupa puji- Kristus memiliki peran masing-masing,
pujian dan doa, selain itu umat Allah termasuk penyandang disabilitas juga
diciptakan untuk tujuan memberitakan memiliki kontribusi bagi pertumbuhan tubuh
perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah. Kristus dan memiliki hak dalam melayani
Kesimpulannya adalah, umat Allah memiliki Tuhan di dalam komunitas persekutuan.
tujuan untuk menjadi persekutuan orang- Penelitian Novriana Gloria (dikutip dalam
orang yang beribadah kepada Tuhan Yesus Debora Beth Creamer, 2009) menyatakan,
dan menyaksikan kemuliaan dan kebesaran- disabilitas merupakan “open minority” yang
Nya. dapat diikuti siapa saja dan kapan saja. orang
Tujuan umat Allah di tengah dunia ini “able” sebenarnya adalah orang yang
begitu jelas. Gereja sebagai bagian dari “temporary-abled” yaitu, pada akhirnya
masyarakat tidak bisa bisu dan buta dalam semua orang akan menjadi disable
menghadapi kenyataan yang ada disekitarnya. (Hutagalung, 2018). Bisa dikatakan bahwa

128
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

setiap orang bisa saja mengalami kejadian undur, kurang setia, dan jemaat yang belum
yang menyebabkan dirinya mengalami memakai karunianya (Ngatimin, 2017).
disabilitas. Oleh karena itu perenungan atas Dengan demikian, dapat disimpulkan
penghargaan terhadap hak-hak disabilitas bahwa makna frasa “memahami jemaat”
perlu direfleksikan dalam bentuk nyata dan dalam konteks tata laksana pejabat gereja
terukur. Baptis hanya terbatas pada pengertian
memahami jemaat dengan memperhatikan sisi
Gereja Baptis dan Disabilitas sifat, keinginan, cita-cita, pengharapan, dan
Gereja Baptis Indonesia memiliki kondisi fisik yang disebabkan karena
suatu tata laksana pejabat gereja. Salah satu penurunan kesehatan. Belum masuk kepada
bab dalam tata laksana pelayanan yang harus usaha untuk memahami seorang jemaat yang
dilakukan seorang gembala sidang adalah mengalami gangguan disabilitas, baik yang
“memahami jemaat”. Pengertian “memahami mengalami disabilitas sejak lahir, ataupun
jemaat” disini adalah dengan: Pertama, akibat dari proses kehidupan yang dijalani
mengenal macam kepribadian. Departemen oleh jemaat itu sendiri. Sedangkan dalam
Kependetaan GGBI memberi kesimpulan konteks “memahami” penyandang disabilitas,
bahwa maksud dari frasa “mengenal macam bukanlah hal yang mudah. Perlu pengetahuan
kepribadian” mengacu kepada pengenalan khusus bagi seorang Gembala Sidang untuk
akan sifat-sifat jemaat menurut beberapa masuk dalam ranah memahami komunitas
pandangan para filsuf, diantaranya adalah penyandang disabilitas. oleh karena itu,
Hipocrates, yang mengkategorikan sifat seorang Gembala Sidang harus memiliki
manusia menjadi beberapa sifat yaitu sifat keterbukaan untuk belajar lebih lagi tentang
kolerik, sanguin, melankolis, dan plegmatik. isu disabilitas. Sehingga dapat berkontribusi
Selain itu juga mengacu kepada pandangan mewujudkan keadilan bagi kaum disabilitas
Carl Jung, yang mengkategorikan sifat dalam konteks kehidupan bergereja.
manusia dengan kategori introvert, ambivert,
dan ekstrovert. Disamping pengenalan kepada Tugas Gereja dalam Pemenuhan Hak
jemaat atas kategori sifat, gembala sidang juga Disabilitas
harus memahami bahwa seorang jemaat Pasal 14 UU RI No 8 Tahun 2016
adalah seorang pribadi yang memiliki secara khusus berbicara mengenai hak
keinginan, kemauan, cita-cita dan disabilitas dalam bidang keagamaan. Gereja
pengharapan (Ngatimin, 2017). Kedua, berkewajiban mengerti hak-hak penyandang
memahami tugas perkembangan hidup dari disabilitas yang berada di lingkunganya.
jemaat. Dalam hal ini Departemen Penyandang disabilitas berhak:
Kependetaan GGBI mengklasifikasikan tugas Pertama, Memeluk agama dan
perkembangan seorang jemaat dilihat dari kepercayaannya serta beribadat menurut
kategori usianya. Disamping itu, makna dari agama dan kepercayaannya tersebut. Hal ini
memahami tugas perkembangan jemaat berarti bahwa penyandang disabilitas sesuai
adalah dengan memahami kondisi jemaat dengan instrumen HAM dalam Deklarasi
yang sedang dalam keadaan mengalami Universal HAM memiliki kebebasan
penurunan kesehatan. menyatakan agama atau kepercayaannya
Pada BAB 4 pasal 1 No 5 buku tata dengan cara mengajarkan, melakukan,
laksana pejabat gereja, mengatakan bahwa beribadat dan menepati baik secara sendiri
gembala sidang berkewajiban memberikan maupun secara bersama-sama dengan orang
penyuluhan secara teratur dan melakukan lain (Sodikin, 2013). Dengan demikian gereja
kunjungan kepada anggota yang mempunyai berkewajiban menerima setiap penyandang
kebutuhan khusus. Definisi dari frasa “jemaat disabilitas dalam segala kondisinya untuk
yang memiliki kebutuhan khusus” adalah dapat menjalankan ibadah secara sendiri
seseorang yang dalam keadaan sakit, berduka maupun dalam persekutuan dengan jemaat
cita, sedang melawan dosa dan pencobaan, yang lain;

129
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Kedua, Memperoleh kemudahan akses pelatihan bagi jemaat dalam mengembangkan


dalam memanfaatkan tempat peribadatan. budaya inklusif. Dengan adanya gerakan dari
Gereja perlu memberi aksesibilitas pemerintah yang terus menggalakan budaya
penyandang disabilitas. Aksesibilitas adalah inklusif, baik dalam ranah pendidikan,
kemudahan yang disediakan untuk ketenagakerjaan, wisata, dan sebagainya.
penyandang disabilitas guna mewujudkan Maka gereja perlu turut mengembangkan
kesamaan kesempatan. Kesempatan disini budaya inklusif yang bertujuan
berarti kesempatan untuk turut andil dalam mengedepankan konsep keanekaragaman
melaksanakan fungsi gereja baik dalam setiap individu. Pelayanan sensitive disabilitas
peribadatan secara pribadi maupun bersama- dapat pula berupa pendidikan kepada jemaat
sama dengan jemaat lainnya. UU No 28 Tahun tentang bagaimana cara menjalin sosial
2002, berbicara tentang Bangunan Gedung. komunikasi yang tepat kepada penyandang
Oleh karena gedung gereja merupakan sarana disabilitas, sehingga pernyataan atau bahasa
pelayanan publik, maka untuk memberikan yang digunakan dalam setiap komunikasi
hak akses bagi penyandang disabilitas perlu tidak menyinggung perasaan mereka.
prinsip-prinsip desain universal pelayanan Ketiga, Mendapatkan kitab suci dan
publik yang akses meliputi: kesetaraan lektur keagamaan lainnya yang mudah diakses
penggunaan ruang, keselamatan dan berdasarkan kebutuhannya. Fasilitas tersebut
keamanan; kemudahan akses tanpa hambatan; berupa buku-buku atau kitab braille, Alkitab
kemudahan akses informasi; kemandirian audio atau talking scanner untuk disabilitas
penggunaan ruang; efisiensi upaya pengguna; netra. Bagi penyandang disabilitas rungu,
kesesuaian ukuran dan ruang secara gereja dapat menolong dengan memberi akses
ergonomis. Alkitab dalam Bahasa isyarat yang berbentuk
Aksesibilitas dapat berupa fisik dan Bible Apps.
non fisik. Aksesibilitas fisik adalah bangunan Keempat, Mendapatkan pelayanan
gedung gereja. Pada bangunan gereja haruslah sesuai dengan kebutuhan pada saat
menyediakan: 1) akses ke, dari dan dalam menjalankan ibadat menurut agama dan
bangunan gereja; 2) pintu, tangga, lift khusus kepercayaannya. Gereja perlu memiliki Pokja
untuk bangunan gereja yang bertingkat; 3) studi disabilitas sebagai upaya menjadi gereja
ubin tekstur pemandu (guiding block); 4) ramp yang terbuka bagi siapa saja. Melalui Pokja
dengan kemiringan yang sesuai; 5) ruang diharapkan gereja dapat membuat sebuah
ibadah yang akses; 6) toilet akses; 7) tempat analisa kebutuhan masing-masing
parkir akses; 8) alarm lampu darurat penyandang disabilitas dalam konteks ibadah
penyandang disabilitas rungu yang diletakkan maupun hubungan sosial sesama jemaat,
pada dinding atas pintu dan lift; 9) fasilitas sehingga gereja dapat memberikan pelayanan
teletext/running text penyandang disabilitas yang tepat. Secara umum Earl F. Zeigher
rungu; 10) papan informasi dengan lampu (1958) mendaftarkan kebutuhan orang lanjut
indikator; 11) anjungan tunai mandiri yang usia yang bisa jadi merupakan penyandang
akses; 12) tempat minum; 13) tempat telepon; disabilitas baru dalam proses menjalani masa
14) peringatan darurat; dan 15) tanda-tanda tuanya, antara lain: kepastian tentang kasih
atau signase. Allah yang berkelanjutan; jaminan bahwa
Sedangkan pelayanan non fisik bagi hidupnya dalam perlindungan Tuhan; bebas
penyandang disabilitas berupa pelayanan dari emosi yang memuncak yang dikarenakan
informasi dan komunikasi serta pelayanan rasa bersalah, rasa takut, dan kesedihan, dan
sensitive disabilitas. Pelayanan informasi dan kesepian; suatu pandangan hidup menyangkut
komunikasi yang dimaksud adalah bentuk waktu dan kekekalan; melanjutkan
pelatihan peningkatan kapasitas dalam bidang pertumbuhan spiritual melalui pengalaman
teknologi informasi dan akses yang mudah baru; kepuasan status dalam kehidupan selaku
dalam mendapatkan informasi. Sedangkan manusia; merasa dibutuhkan dan berguna bagi
pelayanan sensitive disabilitas dapat berupa orang lain. Daftar kebutuhan tersebut dapat

1210
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

digunakan oleh gereja dalam memberikan yang terdiri dari disabilitas rungu, dan
pelayanan yang tepat bagi mereka (Sutanto, disabilitas netra.
2008). Hasil wawancara secara mendalam
Kelima, berhak berperan aktif dalam terhadap gembala sidang dan pengurus gereja
organisasi keagamaan. Penyandang disabilitas Baptis Indonesia wilayah Semarang Barat
belum tentu adalah orang yang tidak memiliki yang terdiri dari dua belas orang responden
satupun kemampuan diri. Tuhan memberikan memberikan pemahaman mereka tentang
talenta untuk dapat dikembangkan, oleh istilah “penyandang disabilitas” sebagai
karena itu penyandang disabilitas pun berhak berikut: pendapat dari sebelas responden
berperan aktif dalam setiap organisasi di dapat disimpulkan, “penyandang disabilitas
gereja dan berhak untuk ambil bagian dalam adalah seseorang yang memiliki kekurangan
melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan ketidaklengkapan dalam tubuh, cacat
tersebut. permanen dan memiliki kebutuhan khusus
Alkitab memandang semua orang serta butuh akan perhatian dibanding dengan
percaya sebagai satu tubuh tanpa terkecuali (1 orang normal pada umumnya. Kekurangan
Kor. 12:27). Setiap orang termasuk tersebut dapat berupa kekurangan fisik seperti
penyandang disabilitas berhak mendapat tunadaksa; kekurangan intelektual seperti
penghormatan, perhatian dan kasih. Gereja idiot, autis; kekurangan sensorik seperti
berperan untuk melayani mereka sebagai satu tunarungu dan tunanetra; dan cacat mental.
keluarga (Roma 12:4-5; Mark 3:35). Satu orang responden menjelaskan bahwa
Pelayanan yang diberikan kepada penyandang penyandang disabilitas adalah manusia yang
disabilitas harus sampai kepada ranah mempunyai kekuatan atau kemampuan lebih
mengembangkan diri dan mendayagunakan dibanding manusia pada umumnya, hal ini
seluruh kemampuan sesuai dengan talenta disebabkan karena seorang penyandang
yang mereka miliki, sehingga Allah disabilitas yang tidak memiliki bagian tubuh
dimuliakan dalam segala hal melalui Yesus lengkap seperti orang kebanyakan, terdapat
Kristus (1 Pet 4:10-11). kemungkinan pada bagian tubuh lain memiliki
kemampuan yang lebih dibanding dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN orang lain pada umumnya, sehingga dapat
Hasil melakukan sesuatu yang lebih besar.
Berikut hasil penelitian mengenai Hasil penelitian memperlihatkan
pemahaman dan kontribusi Gereja-gereja Berdasarkan peran serta dalam pelayanan
Baptis Wilayah Semarang Barat tentang hak peribadatan, lima orang responden
penyandang disabilitas yang merupakan mengatakan, penyandang disabilitas yang ada
bagian dari anggota gereja. Dari tiga belas di gereja tidak berperan dalam pelayanan
gereja Baptis yang ada di wilayah Semarang apapun. Hal ini disebabkan karena seksi
Barat, duabelas diantaranya memiliki anggota ibadah gereja memang tidak memberi jadwal
gereja yang dapat dikategorikan sebagai pelayanan kepada mereka. Pada tataran
penyandang disabilitas dengan jumlah total praktis, penyandang disabilitas tidak diberi
dua puluh satu orang. Kategori disabilitas tawaran untuk mau atau tidak mereka
tersebut antara lain disabilitas fisik sejumlah mengambil bagian dalam pelayanan.
enam belas orang yang terdiri dari jemaat Sedangkan tujuh responden mengatakan
yang sakit diabetes yang menyebabkan harus bahwa penyandang disabilitas diberi hak
dilakukan operasi dan diamputasi bagian untuk turut ambil bagian dalam pelayanan
kakinya dan manula yang memiliki peribadatan. Pelayanan yang dilakukan
keterbatasan mobilitas sehingga perlu orang berupa pendoa syafaat, pembawa
lain untuk menolongnya; disabilitas persembahan, penerima tamu, tim kunjungan,
intelektual sejumlah satu orang; dan pemain musik, pujian vocal group, dan
disabilitas sensorik sejumlah empat orang penyampai renungan firman Tuhan.

1211
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Salah satu hak dari penyandang gereja Baptis di Semarang Barat bervariasi,
disabilitas adalah hak untuk berperan serta sepuluh bangunan gereja memiliki ruang
dalam kehidupan berorganisasi. Dari sembilan ibadah yang luas dengan bangku yang
responden mengatakan, penyandang renggang sehingga memudahkan setiap orang
disabilitas terlibat aktif di dalam organisasi yang akan menggunakan, namun ada juga
gereja, terutama organisasi wanita dan yang penataan bangku satu dengan bangku
organisasi musik karawitan yang ada di gereja lainnya terlalu sempit dikarenakan bangunan
tersebut. Keterlibatan mereka diwujudkan gereja yang sempit. Ada satu gedung gereja
dalam partisipasi aktif sebagai panitia acara- yang memiliki pilar-pilar di dalamnya,
acara gereja dan kepengurusan di dalam sedangkan gedung gereja tersebut tergolong
organisasi Wanita Baptis Indonesia. Tiga sempit, sehingga mengganggu jemaat untuk
responden menjelaskan, penyandang menuju bangku. Dari duabelas gereja yang
disabilitas tidak mampu terlibat dalam diteliti, akses menuju mimbar berundak-
organisasi gereja karena keterbatasan undak dan tidak ada ram, sehingga
kemampuan fisiknya dalam melakukan menyulitkan jemaat disabilitas untuk menuju
mobilitas diri. kesana. Terdapat pula ruang baptisan yang
Dengan membandingkan aksesibilitas sempit dimiliki oleh beberapa gereja.; 6) Dua
yang seharusnya dimiliki oleh bangunan bangunan gereja memiliki akses jalan menuju
publik sesuai dengan UU No 28 tahun 2002 toilet yang mudah dan menggunakan kloset
tentang bangunan gedung maka dari hasil duduk yang memudahkan disabilitas fisik
penelitian yang dilakukan dengan melihat menggunakannya. Sembilan gereja memiliki
bangunan fisik gereja-gereja Baptis Indonesia keterbatasan akses menuju toilet. Jalan
Wilayah Semarang barat, dapat digambarkan menuju toilet jauh, berundak-undak, dan pintu
aksesibilitas bangunannya sebagai berikut: 1) yang sempit, sehingga menyulitkan pengguna
Akses ke, dari dan dalam bangunan gereja kursi roda, juga masih menggunakan kloset
bervariasi, enam gereja memiliki bangunan jongkok. Keseluruhan gereja tersebut
yang kontur tanahnya rata dengan jalan. memiliki bentuk ruangan toilet hanya satu
Sedangkan enam bangunan gereja berdiri kotak persegi yang terdiri dari bak mandi dan
pada kontur tanah yang tinggi. Oleh karena itu kloset, serta cantolan baju. Beberapa bak
untuk mempermudah masuk ke area gedung mandi posisinya terlalu tinggi dari tempat
disediakan ramp. 2) Pintu yang disediakan dudukan closet, sehingga mempersulit
pada setiap sisi bangunan gereja, baik yang penyandang disabilitas menjangkau air; 7)
menuju ruang ibadah, ruang minum, toilet Dilihat dari tempat parkir yang dimiliki
masih standar umum, bukan sejenis pintu gereja, didapatkan data, ada empat bangunan
otomatis. Bukaan pintu ada yang menuju arah gereja yang memiliki lahan parkir untuk
dalam dan ada yang menuju arah luar. Jalan kendaraan roda dua, dan hanya muat untuk
menuju ruang ibadah ada yang berundak- dua sampai empat mobil, namun juga dengan
undak, ada yang dilengkapi dengan pegangan meminjam lahan penduduk setempat. Gereja
tangga, tapi tidak semua dilengkapi dengan yang lain memiliki keterbatasan lahan parkir
pegangan tangga. Beberapa gereja yang karena berada di tengah perkampungan; 8)
bertingkat tidak memiliki lift khusus; 3) Pada keduabelas gereja tidak terdapat alarm lampu
dua gereja yang memiliki jemaat disabilitas darurat penyandang disabilitas rungu; 9)
netra dan low vision belum memiliki ubin keduabelas gereja tidak terdapat fasilitas
tekstur pemandu (guiding block); 4) teletext/running text penyandang disabilitas
Bangunan gereja yang berdiri pada kontur rungu; 10) keduabelas gereja tidak terdapat
tanah yang tinggi memiliki ram dengan papan informasi dengan lampu indikator; 11)
kemiringan yang terlalu curam, bagi pengguna keduabelas gereja tidak terdapat anjungan
kursi roda terlalu sulit untuk melewatinya tunai mandiri yang akses; 12) Akses menuju
sendirian, butuh orang lain yang mendorong ruang minum, didapati empat gereja memiliki
dan menopang; 5) Pada ruang ibadah gereja- tempat minum yang mudah dijangkau; 13)

1212
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

keduabelas gereja tidak dilengkapi peringatan mengasinkan. Salah satu fungsi gereja adalah
darurat; dan 15) keduabelas gereja tidak pelayanan. Pelayanan kepada kaum disabilitas
dilengkapi tanda-tanda atau signase. di gereja menjadi isu yang harus diketahui dan
Dari hasil penelitian yang melihat dipahami dengan baik. Dengan demikian
seberapa dalam wawasan pendeta mengenai gereja dapat memberikan kontribusi secara
isu disabilitas, ditemukan duabelas responden langsung dalam rangka memberi
mengatakan bahwa pendeta belum pernah penghormatan kepada kelompok penyandang
berkhotbah dengan tema disabilitas, namun disabilitas.
hanya sebatas memberi ilustrasi tentang hal Responden penelitian ini adalah para
kecacatan dalam khotbah. Jemaat juga belum pimpinan gereja dan para pengurus gereja di
pernah diajar tentang bagaimana mengenal gereja-gereja Baptis wilayah Semarang Barat.
kebutuhan dan bagaimana upaya gereja Seluruhnya berjumlah dua belas orang.
memberi pemenuhan atas hak-hak Responden adalah pimpinan gereja (Gembala
penyandang disabilitas di dalam kehidupan Sidang) dan pengurus gereja dikarenakan
bergereja. mereka memiliki pemahaman yang luas akan
Dari beberapa gereja yang memiliki situasi dan kondisi di dalam gereja dan segala
jemaat disabilitas netra atau low vision, gereja permasalahannya. Dari penelitian diperoleh
tidak memiliki Alkitab atau buku-buku yang data sejumlah dua puluh satu orang masuk
dengan huruf braille, juga tidak terdapat dalam kategori penyandang disabilitas
fasilitas talking scanner dan bahasa isyarat tersebar di duabelas Gereja Baptis wilayah
bible apps. Semarang Barat. Penyandang disabilitas
Usaha gereja memenuhi kebutuhan tersebut terdiri dari disabilitas fisik, mental
penyandang disabilitas dalam konteks dan sensorik.
peribadatan baik secara individu dan komunal, Dalam penelitian ini diketahui bahwa
dari sepuluh gereja menjelaskan, bahwa gereja pemahaman sebagian besar responden
memiliki program sosial berupa: santunan mengenai penyandang disabilitas adalah
sembako yang diberikan dalam kurun waktu sebagai seseorang yang memiliki kekurangan
yang berlainan, ada yang satu bulan sekali, dan ketidaklengkapan dalam tubuh,
dua bulan sekali, satu tahun sekali, dan penyandang cacat permanen dan memiliki
program temporary; selanjutnya dua gereja kebutuhan khusus serta butuh akan perhatian
memberikan program jaminan kematian dibanding dengan orang normal pada
kepada orang lanjut usia mulai dari umumnya. Kata “cacat” yang di dalam KBBI
pendaftaran, sampai kepada iuran setiap berarti mencakup pengertian bahwa seseorang
bulannya; program gereja lainnya adalah memiliki kekurangan yang menyebabkan
kunjungan ke rumah penyandang disabilitas; mutunya kurang baik atau kurang sempurna
juga terdapat program antar jemput jemaat (yang terdapat pada badan, benda, batin, atau
yang mengalami disabilitas pada saat akhlak); cela;aib. Kata “cacat” sering
melaksanakan ibadah bersama tempat ibadah. diasosiasikan dengan atribut-atribut negative.
Dedi Tarsidi mengatakan istilah “penyandang
Pembahasan cacat” cenderung mengarahkan opini publik
Penyandang disabilitas adalah bagian bahwa orang-orang dengan kecacatan adalah
dari warga negara yang memiliki hak-hak orang-orang yang malang, patut dikasihani,
dalam seluruh penyelenggaraan tidak terhormat, dan tidak bermartabat. Dari
kehidupannya. Penyandang disabilitas bisa hasil penelitian ini sebagian besar pemahaman
berada dimana saja, bahkan setiap orang responden terbatas pada melihat keberbedaan
mempunyai resiko menjadi seorang secara fisik yang ada pada diri disabilitas dan
disabilitas. Gereja sebagai kumpulan orang- diperbandingkan dengan orang-orang pada
orang percaya perlu menjadi terang dan garam umumnya. Namun satu responden
dalam kehidupan, mampu mengaplikasikan memberikan pernyataan yang berbeda dengan
tugasnya sebagai pembawa terang dan pandangan responden yang lain. Ia

1213
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

menyatakan bahwa penyandang disabilitas rata belum memiliki lahan sendiri. Gereja
adalah manusia yang mempunyai kekuatan masih meminjam lahan parkir pada penduduk
atau kemampuan lebih dibanding manusia setempat.
pada umumnya, hal ini disebabkan karena Sampai saat ini gereja-gereja belum
seorang penyandang disabilitas yang tidak memiliki fasilitas-fasilitas lain yang
memiliki bagian tubuh lengkap seperti orang mendukung sebuah bangunan yang aksesibel,
kebanyakan, terdapat kemungkinan pada antara lain, belum adanya alarm lampu
bagian tubuh lain memiliki kemampuan yang darurat, teletext/running text untuk disabilitas
lebih dibanding dengan orang lain pada rungu. Papan informasi dengan lampu
umumnya, sehingga dapat melakukan sesuatu indikator, anjungan tunai mandiri yang akses,
yang lebih besar. peringatan darurat, dan signase, Alkitab dalam
Gereja secara spontan memberi hak tulisan braille, talking scanner, bible apps.
bagi penyandang disabilitas untuk dapat Gereja tidak memiliki program secara
berperan dalam pelayanan gereja dan terlibat khusus untuk penyandang disabilitas.
dalam organisasi yang ada. Gereja juga Pelayanan diakonia gereja kepada
memberi keleluasaan bagi mereka untuk penyandang disabilitas berupa santunan
terlibat dalam kepengurusan suatu kegiatan sembako yang diberikan dalam kurun waktu
atau menjadi panitia dalam kegiatan tertentu. tertentu, pelayanan cek kesehatan, pelayanan
Beberapa gereja memberikan kesempatan antar jemput ke tempat ibadah dan program
dengan memberikan jadwal pelayanan. jaminan kematian.
Namun ada pula gereja yang tidak Bangunan gedung gereja-gereja Baptis
memberikan kesempatan melayani atau di wilayah Semarang Barat rata-rata berada di
menawarkan kepada mereka untuk mau atau tengah area penduduk yang padat. Beberapa di
tidaknya mereka terlibat dalam pelayanan. pinggir jalan raya, dan beberapa lagi berada di
Dari tampilan fisik bangunan gereja, pertengahan kampung. Hal ini menyebabkan
secara umum belum dapat memberikan akses gereja tidak bisa memperluas lokasi tempat
yang nyaman bagi penyandang disabilitas. ibadah dan lahan parkir. Hal ini juga yang
Pada gereja yang kontur tanahnya naik, akses menjadi kesulitan bagi gereja untuk
menuju ruang ibadah didominasi dengan memberikan akses yang seluas-luasnya
tangga yang tinggi dan ram yang masih curam. kepada penyandang disabilitas. Solusi untuk
Belum semua tangga disertai dengan memperluas area bangunan gedung gereja
pegangan tangga. Akses menuju mimbar pada adalah dengan membuat gedung bertingkat,
kedua belas gereja masih berupa undak- namun usaha ini membutuhkan dana yang
undakan dan tidak terdapat ram. Pintu pada tidak sedikit, serta kesiapan jemaat dalam
ruang ibadah dan toilet tidak dengan model merencanakan dan merealisasikan program
otomatis, pegangan pintu sudah ada yang yang besar tersebut. Dengan demikian hal ini
menuju luar tetapi ada juga yang masih ke menjadi salah satu hambatan bagi gereja untuk
arah dalam. Ruang ibadah sudah didominasi memberikan akses yang lengkap aman dan
dengan ruang yang luas dan penataan bangku nyaman bagi penyandang disabilitas.
yang renggang yang dapat memudahkan Dalam hal pengajaran tentang isu
penyandang disabilitas menuju bangku. disabilitas, gereja sama sekali belum pernah
Namun ada juga gereja yang penataan bangku melakukan. Meski ada beberapa pendeta yang
satu ke bangku yang lain terlalu sempit menampilkan sisi disabilitas dalam ilustrasi
dikarenakan tidak memiliki bangunan gereja khotbah, namun belum menyangkut
yang luas. ruang toilet didominasi dengan pembelajaran kepada jemaat tentang hak-hal
bentuk ruang yang hanya satu kotak persegi disabilitas yang perlu diberikan oleh gereja
yang berisi bak mandi, kloset jongkok dan kepada mereka. Pendidikan tentang hal-hal
cantolan baju. Hal ini belum bisa memberikan yang berhubungan dengan penghormatan
akses yang nyaman bagi penyandang terhadap disabilitas secara holistik belum
disabilitas. Untuk tempat parkir, gereja rata- dilakukan oleh gereja.

1214
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Gembala Sidang hendaknya berusaha


KESIMPULAN memahami pentingnya isu mengenai hak-hak
Berdasarkan kajian yang telah penyandang disabilitas dalam kaitannya
dipaparkan dapat disimpulkan bahwa dengan kehidupan beribadah. Hal ini bisa
sebagian besar pimpinan gereja memandang dilakukan dengan mempelajari dan
penyandang disabilitas sebagai pribadi yang mendalami tentang aturan perundang-
memiliki kekurangan dan ketidaklengkapan undangan yang berbicara tentang
dalam tubuh, sebagai penyandang cacat “penyandang disabilitas”.
permanen dan memiliki kebutuhan khusus Kepada Ketua Panitia Perancang atau
serta butuh akan perhatian dibanding dengan Pengurus Gereja dapat membuat sebuah
orang normal pada umumnya. Sehingga penelitian yang mengkaji tentang kebutuhan
keterlibatan penyandang disabilitas untuk penyandang disabilitas secara mendalam,
melayani Tuhan dalam persekutuan orang demi mewujudkan kesamaan hak dan
percaya, bukan menjadi hal yang wajib. kesempatan bagi penyandang disabilitas di
Gereja cukup memberi keleluasan bagi gereja menuju kehidupan yang sejahtera,
mereka untuk mau terlibat atau tidak dalam mandiri, dan tanpa diskriminasi. Serta
pelayanan, namun tidak sampai kepada tahap membuat program menuju gereja yang ramah
membuat mereka mandiri atau disabilitas baik dalam konteks pelayanan
memberdayakan mereka dalam konteks maupun aksesibilitas.
pelayanan. Kepada Gabungan Gereja-gereja
Kontribusi yang diberikan gereja Baptis Indonesia atau PGI dalam hal ini: 1)
kepada penyandang disabilitas hanya sampai Membuat kebijakan yang berkaitan dengan
tahap charity yaitu memberi bantuan dalam isu disabilitas; 2) Menjalin kerjasama dengan
bentuk sembako, pelayanan kunjungan, lembaga-lembaga advokasi disabilitas dalam
pelayanan antar jemput ke tempat ibadah, dan rangka memberikan edukasi kepada jemaat
program jaminan kematian. Selain itu tentang isu disabilitas.
pemberian aksesibilitas fisik berupa ramp, Kepada dinas sosial kota Semarang dapat
baik berupa ramp dengan kemiringan yang melakukan edukasi kepada gereja-gereja
sesuai maupun dengan kemiringan yang tentang isu disabilitas.
terlalu tajam, serta pegangan tangga untuk
tangga yang terlalu tinggi. Selain itu juga
DAFTAR PUSTAKA
closet duduk yang dapat menolong disabilitas
fisik lebih nyaman.
Dari hasil penelitian ini sepenuhnya Creaner, Deborta Beth. (2009). Disability and
gereja-gereja Baptis di Semarang Barat belum Christian Theology. Embodied Limits and
mempelajari isu disabilitas. Hal-hal yang
Constructive Possibilities. New York: Oxford
dilakukan berhubungan dengan pembangunan
University Press.
gedung gereja belum sepenuhnya memberikan
akses yang aman dan nyaman bagi Daniel Sutanto, Sekilas Tentang Pelayanan
penyandang disabilitas. bagi penyandang Pastoral di Indonesia, (Jakarta: Majelis
disabilitas yang ingin menggunakan ruang Jemaat GKI Menteng, 2008), 115.
umum seperti toilet terpaksa harus menunggu
sampai ibadah selesai karena terbatasnya Departemen Kependetaan. (2017.)Tata
kemampuan menuju ke area tersebut. Laksana Pejabat GBI. Jakarta: GGBI.
Guritno,T. (1992) Kamus Ekonomi.
REKOMENDASI Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Berdasarkan kesimpulan peneliti, maka
beberapa hal yang menjadi rekomendasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
peneliti adalah: (2002). Jakarta: Balai Pustaka.

1215
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

Newbigin, Lesslie. (1954). The household of ketunaan-istilah-pengganti-penyandang-


God. Universallirary: Friendship Press. cacat/
Penjelasan atas Undang-undang RI No 8 Suhendar. 2018. Berita Nusantara. Retruived
Tahun 2016 Tentang Disabilitas from https://kbr.id/nusantara/12-
2018/ada_ribuan_rumah_ibadah_di_kota_ba
Sumaryono, E. (2002). Etika Hukum
ndung__baru_dua_yang_ramah_disabilitas/9
Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas
8537.html
Aquinas. Yogyakarta: Kanisius.
Roy Soselisa. (2018). Retrived from
UU No 28 tahun 2002, Tentang Bangunan
https://www.kompasiana.com/roy.soselisa/55
Gedung
2ae85ff17e616c4fd624a9/yesus-itu-kaum-
UU RI Nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas
Penyandang Disabilitas
http://www.gkikayuputih.or.id/kesetaraan-
John Stott. “Ekklesia” – Gereja. Sabda. penyandang-disabilitas/
Org.e-Reformed edisi 121(26-5-2010).1
Berita Pembangunan Finalisasi RPP
Sodikin, Hukum dan Hak Kebebasan Penyandang Disabilitas Indonesia,
Beragama..Jurnal Cita Hukum. Vol. I No. 2 Kementerian PPN/Bappenas Libatkan
Desember 2013.175 Penyandang Disabilitas, November 22nd,
2018 13.37
Hasyim, Dardiri. (2017). Identifikasi
Pemenuhan Hak Bagi Difabel (Penyandang
Cacat) dalam KUHP Perdata. Jurnal Serambi
Hukum, Vol.10 No.02 Agustus 2016-Januari
2017, 13-31.
Hutagalung, Novriana Gloria. (2018). Posisi
Penting Orang Difabel dalam Masyarakat.
Jurnal Ledalero. Vol.17, No2 Desember
2018. 160-176.
Sodikin. (2013). Hukum dan Hak Kebebasan
Beragama. Jurnal Cita Hukum. Vol. I No. 2
Desember. 181
Yong, Amos. (2010). Disability and the Gift
of the Spirit. Journal of Pentacostal
Theology, 19, 76-93. Retrived from
https://brill.com/abstract/journals/pent/19/1/a
rticle-p76_9.xml
Paul Hidayat (1989). Hakikat dan Fungsi
Gereja. Jurnal Pelita Zaman. Volume 4
No.1.
Tarsidi, Dedi. Penyandang Ketunaan: Istilah
Pengganti “Penyandang Cacat”. Retrieved
from Ihttps://pertuni.or.id/penyandang-

1216
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”

1217

You might also like