Professional Documents
Culture Documents
Pemahaman Dan Kontribusi Gereja Terhadap Hak Penyandang Disabilitas
Pemahaman Dan Kontribusi Gereja Terhadap Hak Penyandang Disabilitas
Pemahaman Dan Kontribusi Gereja Terhadap Hak Penyandang Disabilitas
Karnawati
Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia
Karnawati@stbi.ac.id
ABSTRACT
Jesus taught and preached the gospel of the Kingdom of God and eliminated all diseases and
weaknesses among the nations. Evidence of Jesus fulfilling spiritual and physical needs to those
in need. The task of the church is not just teaching the word of God, but also giving attention to
the church and people who have not believed. One concern that needs to be given is the fulfillment
of accessible rights for persons with disabilities. The purpose of this study is to explore the
understanding and contribution of Baptist Churches in the West Semarang region regarding the
fulfillment of the rights of persons with disabilities. This type of research is qualitative using
interview instruments, and observation. The results obtained by church leaders see people with
disabilities as individuals who have deficiencies and incompleteness in the body, as people with
permanent disabilities and have special needs and need attention compared to normal people in
general. So that the involvement of persons with disabilities to serve God in the fellowship of
believers is not obligatory. And the contribution given by the church is only up to the charity stage,
which is to provide assistance in the form of basic food, visiting services, shuttle services, and
death insurance programs. Physical accessibility in the form of a ramp with a slope that is too
sharp, a staircase for stairs that are too high, and toilet seats that can help physical disability is
more comfortable.
Yesus mengajar dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan
kelemahan di antara bangsa. Bukti Yesus memenuhi kebutuhan rohani dan jasmani kepada yang
memerlukan. Tugas gereja bukan sekedar mengajar firman Tuhan, namun juga memberi memberi
perhatian kepada jemaat dan orang-orang yang belum percaya secara jasmani (hal fisik). Salah
satu perhatian yang perlu diberikan adalah pemenuhan hak aksesibel bagi para penyandang
disabilitas. Tujuan penelitian ini adalah menggali pemahaman dan kontribusi Gereja Baptis di
wilayah Semarang Barat berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Jenis penelitian
ini adalah kualitatif dengan menggunakan instrumen wawancara dan observasi. Hasil yang didapat
pimpinan gereja memandang penyandang disabilitas sebagai pribadi yang memiliki kekurangan
dan ketidaklengkapan dalam tubuh, sebagai penyandang cacat permanen yang memiliki kebutuhan
khusus serta butuh akan perhatian dibanding dengan orang normal pada umumnya. Keterlibatan
penyandang disabilitas untuk melayani Tuhan dalam persekutuan orang percaya bukan menjadi
hal yang wajib. Kontribusi yang diberikan gereja hanya sampai tahap charity yaitu memberi
bantuan sembako, pelayanan kunjungan, pelayanan antar jemput ke tempat ibadah, dan program
jaminan kematian. Aksesibilitas fisik di gereja rata-rata berupa ramp dengan kemiringan yang
terlalu tajam, pegangan tangga untuk tangga yang terlalu tinggi, dan closet duduk yang dapat
menolong disabilitas fisik lebih nyaman.
122
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
Allah serta melenyapkan segala penyakit dan disabilitas dalam kaitannya dengan kehidupan
kelemahan di antara bangsa. Hal ini bergereja serta bagaimana kontribusi gereja
membuktikan bahwa Yesus memberlakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Adapun
prinsip adil dan memenuhi hak asasi manusia, manfaat penelitian ini, secara akademis dapat
Yesus memenuhi kebutuhan rohani dan memberi kontribusi keilmuan pada kajian
jasmani kepada setiap orang yang mengikuti tentang hak disabilitas dalam lingkup
dan memerlukan Dia. Gereja sebagai bergereja, dan secara praktis bermanfaat untuk
kumpulan orang percaya, yang tinggal di memperoleh data mengenai pemahaman dan
wilayah NKRI memiliki tugas dan fungsi yang kontribusi gereja Baptis Semarang Barat
bersifat holistik. Gereja bukan sekedar dalam pemenuhan hak disabilitas, sehingga
mengajar firman Tuhan, namun juga dapat digunakan gereja sebagai bahan
menunjukkan bukti nyata dengan memberikan pengambil kebijakan dalam memikirkan
perhatian secara jasmani atau pemenuhan program pelayanan yang ramah disabilitas.
kebutuhan fisik kepada jemaat dan orang-
orang yang belum percaya.
Disabilitas menjadi isu yang belum METODE PENELITIAN
digarap secara sistematis dalam kehidupan Penelitian ini merupakan penelitian
bergereja. Gereja sebagai wakil Allah di dunia kualitatif dengan metode survey kepada
seharusnya tidak sekedar charity, yang gereja-gereja Baptis di Semarang Barat.
mengandung arti membantu orang lain dengan Populasi penelitian adalah Gembala Sidang
tujuan derma, kebajikan, dan amal semata, atau Pengurus Gereja yang terdiri dari dua
namun lebih dari pada itu perhatian perlu belas orang. Teknik pengumpulan data
diberikan dengan mengetahui hak-hak dilakukan dengan wawancara secara langsung
penyandang disabilitas secara holistik dalam dan telepon, serta observasi langsung keadaan
keberadaannya sebagai manusia yang bangunan gereja. Validasi instrumen
bermartabat. menggunakan validitas konstruk yang
Suhendar mengatakan bahwa hanya merujuk pada kajian teori yang relevan
ada satu gedung gereja di Bandung yaitu dengan permasalahan penelitian. Selanjutnya
Gereja Caritas yang dapat diakses oleh melakukan analisa data wawancara dan data
kelompok difabel. Dari minimnya informasi observasi yang sudah terkumpul.
tentang keterlibatan gereja dalam memenuhi Adapun teknik analisis data dilakukan
hak-hak penyandang disabilitas, maka peneliti dengan tahapan sebagai berikut: pertama,
berusaha melakukan penelitian kepada gereja- analisa data sebelum melakukan penelitian,
gereja Baptis di Semarang Barat. Dari hasil yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap
penelitian awal didapatkan bahwa rata-rata kondisi bangunan gereja dan pengumpulan
gereja Baptis memiliki anggota jemaat yang data penyandang disabilitas. Dari pengamatan
berusia 60 tahun keatas. Diantaranya awal ditemukan, duabelas Gereja Baptis
merupakan kelompok penyandang Indonesia di Semarang Barat memiliki
penyandang disabilitas baru. Selain itu juga anggota jemaat yang masuk dalam kategori
terdapat anggota gereja yang mengalami penyandang disabilitas fisik dan sensorik.
disabilitas netra. Kedua, analisa setelah kegiatan lapangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut Pada tahap ini, peneliti melakukan reduksi
maka pada penelitian ini, rumusan masalah atas data wawancara dan observasi yang sudah
yang dikemukakan adalah bagaimana terkumpul dengan cara merangkum setiap
pemahaman dan kontribusi gereja-gereja jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
Baptis di Semarang Barat dalam pemenuhan diajukan kepada responden. Ketiga, tahap
hak penyandang disabilitas. Tujuan dari display data. Pada tahap ini peneliti
penelitian ini adalah untuk mengetahui menyajikan data dalam bentuk uraian atas
pemahaman gereja-gereja Baptis di wilayah temuan. Keempat, tahap penarikan
Semarang Barat tentang hak-hak penyandang
123
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
124
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
125
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
126
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
masyarakat menuju masyarakat inklusif. sungguh ada dan terpisah semata-mata hanya
Masyarakat inklusif sendiri adalah masyarakat karena panggilan-Nya. Di dalam Perjanjian
yang mampu menerima berbagai bentuk Baru menekankan bahwa Allah yang telah
keberagaman serta mengakomodasikannya ke memanggil umat-Nya “kepada suatu
dalam berbagai tatanan manupun infrastruktur persekutuan dengan Anak-Nya, Yesus
yang terdapat dalam masyarakat. Kristus” memanggil umat-Nya “menjadi milik
Pasal 14 UU RI No 8 Tahun 2016, Kristus” (Roma 1:6; 1 Korintus 1:9). Dalam 2
berbicara mengenai hak disabilitas dalam Timotius 1:9, menjelaskan bahwa panggilan
bidang keagamaan. Adapun penyandang ini adalah “panggilan kudus” sehingga
disabilitas berhak: memeluk agama dan sebagai orang-orang yang telah dipanggil
kepercayaannya serta beribadat menurut dengan panggilan kudus harus berpadanan
agama dan kepercayaannya tersebut; dengan “kehidupan yang kudus” (1 Petrus
memperoleh kemudahan akses dalam 1:15-16; Efesus 4:1). Oleh karena kuasa
memanfaatkan tempat peribadatan; penyucian dari Roh Kudus maka umat-Nya
mendapatkan kitab suci dan lektur keagamaan dapat berubah di dalam karakter dan tingkah
lainnya yang mudah diakses berdasarkan laku sesuai dengan status baru tersebut, yakni
kebutuhannya; mendapatkan pelayanan sesuai sebagai “orang-orang kudus” yang berbeda,
dengan kebutuhan pada saat menjalankan terpisah, yang disebut umat yang dikuduskan
ibadat menurut agama dan kepercayaannya; bagi Allah. Hal ini senada dengan pendapat
dan berhak berperan aktif dalam organisasi Paul Hidayat yang memberi
keagamaan. Dengan demikian pihak-pihak kesimpulan bahwa gereja memiliki
yang terkait dalam penyelenggaraan karakteristik kehidupan yang kudus, am,
pendidikan keagamaan harus turut apostolik dan misioner. Pengertian “kudus”
berpartisipasi dan berkontribusi dalam adalah umat yang khusus ada di dalam Kristus
memberikan pemenuhan hak-hak penyandang dan karya-Nya telah dikuduskan; “am” berarti
disabilitas. sifat universal gereja yang merangkul seluruh
umat tebusan dari mulai zaman Perjanjian
Hakekat Gereja Lama, Perjanjian Baru, sampai kedatangan
Pengertian Gereja Kristus kedua kali; “apostolik” berarti
Kata gereja dalam Bahasa Indonesia dibangun atas Alkitab dan dipanggil untuk
berasal dari kata serapan Bahasa Portugis mempertahankan sifat Alkitab; “misioner”
yaitu “igreja”. Dalam Bahasa Portugis berarti bertugas sebagai utusan Kristus yang
merupakan kata serapan yang diambil dari bersaksi tentang Kristus kepada dunia
Bahasa Latin. Dalam Bahasa Latin diserap (Hidayat, 1989).
pula dari Bahasa Yunani yaitu “ekklesia”.
Kata “ekklesia” berarti dipanggil keluar (ek = Pelayanan Diakonia Gereja
keluar; dan kaleo = memanggil). Dengan Gereja tidak bisa menarik diri dari
demikian ekklesia berarti kumpulan orang- perkembangan dunia modern yang penuh
orang yang dipanggil keluar (dari dunia ini) dengan persoalan kehidupan dan
untuk dapat memuliakan nama Allah. kemasyarakatan. Newbigin dalam John Stott
John Stott (2010) mengatakan bahwa mengemukakan bahwa ”Gereja tidak mungkin
gereja adalah jemaat, merupakan suatu dimengerti secara tepat kecuali di dalam suatu
perhimpunan orang-orang yang sudut pandang missioner dan eskatologis
memperlihatkan eksistensi, solidaritas, yang sekaligus” (Stott, 2010). Sesuai dengan Rasul
memiliki satu berbeda dari perhimpunan- Petrus yang menulis dalam suratnya
perhimpunan lain, yaitu “panggilan Allah”. “Kamulah bangsa yang terpilih, umat yang
Stott mengemukakan bahwa umat Allah, atau rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
“ekklesia”-Nya yang telah dipanggil keluar Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
dari dunia ini untuk menjadi milik kepunyaan- perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,
Nya, dan eksis sebagai entitas yang sungguh- yang telah memanggil kamu keluar dari
127
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Gereja perlu memiliki sikap atas pergumulan
Petrus 2:9) (Newbigin, 1954). Demikianlah umat dan masyarakat. Gereja adalah
misi bagi orang percaya adalah persekutuan yang dinamis yang memberikan
menyampaikan tentang kebenaran di dalam visinya dalam memperkuat dan mengarahkan
Yesus dan kerajaan surga-Nya, namun juga manusia untuk membangun dunia yang
menyampaikan perbuatan besar Yesus di sejahtera dan berkeadilan sosial dalam segala
dunia dalam kaitannya dalam memenuhi aspek kehidupan.
kebutuhan keselamatan kekal dan juga Disabilitas telah berimplikasi pada
keselamatan dan pemeliharaan selama umat identitas diri, identitas komunal, dan identitas
manusia berada di dunia ini. Yesus teologis. Gereja dan komunitas Kristen tidak
memberikan keseimbangan yang menjadi jarang secara sengaja maupun tidak sengaja
contoh bagi gereja dalam melaksanakan telah menganggap disabilitas tidak exis di
tugasnya di dunia ini. dalam gereja dan tidak menganggap mereka
Di dalam pengajaran-Nya, Yesus sebagai bagian dari jemaat. Roy Soselisa
sering memberikan kiasan-kiasan tentang dalam opininya, mengatakan bahwa gereja
gambaran Allah dan umat yang memiliki dalam budaya masa kini ada yang memiliki
hubungan yang sangat erat (Stott, 2010). Allah anggapan, kaum disabilitas adalah objek yang
digambarkan sebagai seorang Suami, Pemilik harus “disembuhkan” sebagai orang yang
Kebun, Gembala, Raja, Bapa, Pembuat terkena dosa turunan dari orang tua yang
Bangunan, dan Kepala tubuh. Sedangkan berdosa, terkutuk, dan kerasukan setan.
umat-Nya digambarkan sebagai pengantin- Sehingga gereja perlu mengadakan program
Nya, orang-orang upahan, domba-domba- “mujizat kesembuhan” bagi penyandang
Nya, keluarga-Nya, dan tubuh-Nya. Dalam disabilitas (Soselisa, 2018). Penyandang
peranannya sebagai anggota tubuh Kristus, disabilitas dilihat sebagai symbol dari dosa
orang-orang Kristen memiliki tugas dan yang harus dihindari, tanda keterbatasan Allah
fungsi masing-masing sesuai dengan talenta yang perlu direnungkan, atau personifikasi
yang dimilikinya. Gambaran tentang kiasan- dari penderitaan yang harus dikasihi (Creaner,
kiasan tersebut memberi pengertian bahwa 2009).
Allah memberikan tanggung jawab kepada Paulus menggunakan metafora tubuh
umatnya untuk melakukan tugas yang penting. Kristus untuk menggambarkan jemaat di
Segala tanggung jawab yang dipercayakan Korintus. Setiap anggota tubuh Kristus adalah
Allah telah dipercayakan kepada “gereja- “anugerah”, dan tidak ada anugerah yang
Nya”. Tanggung jawab tersebut termuat pantas untuk tertekan, terhilang, maupun
dalam 1 Petrus 2:5-10, yang menjelaskan dikucilkan (Amos Yong, 88) (Yong, 2010).
bahwa umat Allah adalah imamat kudus, yang Pandangan ini menjelaskan, bahwa
diciptakan untuk mempersembahkan kepada- penyandang disabilitas merupakan bagian dari
Nya persembahan-persembahan yang rohani anggota tubuh Kristus. Setiap anggota tubuh
dan yang berkenan kepada-Nya berupa puji- Kristus memiliki peran masing-masing,
pujian dan doa, selain itu umat Allah termasuk penyandang disabilitas juga
diciptakan untuk tujuan memberitakan memiliki kontribusi bagi pertumbuhan tubuh
perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah. Kristus dan memiliki hak dalam melayani
Kesimpulannya adalah, umat Allah memiliki Tuhan di dalam komunitas persekutuan.
tujuan untuk menjadi persekutuan orang- Penelitian Novriana Gloria (dikutip dalam
orang yang beribadah kepada Tuhan Yesus Debora Beth Creamer, 2009) menyatakan,
dan menyaksikan kemuliaan dan kebesaran- disabilitas merupakan “open minority” yang
Nya. dapat diikuti siapa saja dan kapan saja. orang
Tujuan umat Allah di tengah dunia ini “able” sebenarnya adalah orang yang
begitu jelas. Gereja sebagai bagian dari “temporary-abled” yaitu, pada akhirnya
masyarakat tidak bisa bisu dan buta dalam semua orang akan menjadi disable
menghadapi kenyataan yang ada disekitarnya. (Hutagalung, 2018). Bisa dikatakan bahwa
128
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
setiap orang bisa saja mengalami kejadian undur, kurang setia, dan jemaat yang belum
yang menyebabkan dirinya mengalami memakai karunianya (Ngatimin, 2017).
disabilitas. Oleh karena itu perenungan atas Dengan demikian, dapat disimpulkan
penghargaan terhadap hak-hak disabilitas bahwa makna frasa “memahami jemaat”
perlu direfleksikan dalam bentuk nyata dan dalam konteks tata laksana pejabat gereja
terukur. Baptis hanya terbatas pada pengertian
memahami jemaat dengan memperhatikan sisi
Gereja Baptis dan Disabilitas sifat, keinginan, cita-cita, pengharapan, dan
Gereja Baptis Indonesia memiliki kondisi fisik yang disebabkan karena
suatu tata laksana pejabat gereja. Salah satu penurunan kesehatan. Belum masuk kepada
bab dalam tata laksana pelayanan yang harus usaha untuk memahami seorang jemaat yang
dilakukan seorang gembala sidang adalah mengalami gangguan disabilitas, baik yang
“memahami jemaat”. Pengertian “memahami mengalami disabilitas sejak lahir, ataupun
jemaat” disini adalah dengan: Pertama, akibat dari proses kehidupan yang dijalani
mengenal macam kepribadian. Departemen oleh jemaat itu sendiri. Sedangkan dalam
Kependetaan GGBI memberi kesimpulan konteks “memahami” penyandang disabilitas,
bahwa maksud dari frasa “mengenal macam bukanlah hal yang mudah. Perlu pengetahuan
kepribadian” mengacu kepada pengenalan khusus bagi seorang Gembala Sidang untuk
akan sifat-sifat jemaat menurut beberapa masuk dalam ranah memahami komunitas
pandangan para filsuf, diantaranya adalah penyandang disabilitas. oleh karena itu,
Hipocrates, yang mengkategorikan sifat seorang Gembala Sidang harus memiliki
manusia menjadi beberapa sifat yaitu sifat keterbukaan untuk belajar lebih lagi tentang
kolerik, sanguin, melankolis, dan plegmatik. isu disabilitas. Sehingga dapat berkontribusi
Selain itu juga mengacu kepada pandangan mewujudkan keadilan bagi kaum disabilitas
Carl Jung, yang mengkategorikan sifat dalam konteks kehidupan bergereja.
manusia dengan kategori introvert, ambivert,
dan ekstrovert. Disamping pengenalan kepada Tugas Gereja dalam Pemenuhan Hak
jemaat atas kategori sifat, gembala sidang juga Disabilitas
harus memahami bahwa seorang jemaat Pasal 14 UU RI No 8 Tahun 2016
adalah seorang pribadi yang memiliki secara khusus berbicara mengenai hak
keinginan, kemauan, cita-cita dan disabilitas dalam bidang keagamaan. Gereja
pengharapan (Ngatimin, 2017). Kedua, berkewajiban mengerti hak-hak penyandang
memahami tugas perkembangan hidup dari disabilitas yang berada di lingkunganya.
jemaat. Dalam hal ini Departemen Penyandang disabilitas berhak:
Kependetaan GGBI mengklasifikasikan tugas Pertama, Memeluk agama dan
perkembangan seorang jemaat dilihat dari kepercayaannya serta beribadat menurut
kategori usianya. Disamping itu, makna dari agama dan kepercayaannya tersebut. Hal ini
memahami tugas perkembangan jemaat berarti bahwa penyandang disabilitas sesuai
adalah dengan memahami kondisi jemaat dengan instrumen HAM dalam Deklarasi
yang sedang dalam keadaan mengalami Universal HAM memiliki kebebasan
penurunan kesehatan. menyatakan agama atau kepercayaannya
Pada BAB 4 pasal 1 No 5 buku tata dengan cara mengajarkan, melakukan,
laksana pejabat gereja, mengatakan bahwa beribadat dan menepati baik secara sendiri
gembala sidang berkewajiban memberikan maupun secara bersama-sama dengan orang
penyuluhan secara teratur dan melakukan lain (Sodikin, 2013). Dengan demikian gereja
kunjungan kepada anggota yang mempunyai berkewajiban menerima setiap penyandang
kebutuhan khusus. Definisi dari frasa “jemaat disabilitas dalam segala kondisinya untuk
yang memiliki kebutuhan khusus” adalah dapat menjalankan ibadah secara sendiri
seseorang yang dalam keadaan sakit, berduka maupun dalam persekutuan dengan jemaat
cita, sedang melawan dosa dan pencobaan, yang lain;
129
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
1210
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
digunakan oleh gereja dalam memberikan yang terdiri dari disabilitas rungu, dan
pelayanan yang tepat bagi mereka (Sutanto, disabilitas netra.
2008). Hasil wawancara secara mendalam
Kelima, berhak berperan aktif dalam terhadap gembala sidang dan pengurus gereja
organisasi keagamaan. Penyandang disabilitas Baptis Indonesia wilayah Semarang Barat
belum tentu adalah orang yang tidak memiliki yang terdiri dari dua belas orang responden
satupun kemampuan diri. Tuhan memberikan memberikan pemahaman mereka tentang
talenta untuk dapat dikembangkan, oleh istilah “penyandang disabilitas” sebagai
karena itu penyandang disabilitas pun berhak berikut: pendapat dari sebelas responden
berperan aktif dalam setiap organisasi di dapat disimpulkan, “penyandang disabilitas
gereja dan berhak untuk ambil bagian dalam adalah seseorang yang memiliki kekurangan
melayani Tuhan sesuai dengan talenta dan ketidaklengkapan dalam tubuh, cacat
tersebut. permanen dan memiliki kebutuhan khusus
Alkitab memandang semua orang serta butuh akan perhatian dibanding dengan
percaya sebagai satu tubuh tanpa terkecuali (1 orang normal pada umumnya. Kekurangan
Kor. 12:27). Setiap orang termasuk tersebut dapat berupa kekurangan fisik seperti
penyandang disabilitas berhak mendapat tunadaksa; kekurangan intelektual seperti
penghormatan, perhatian dan kasih. Gereja idiot, autis; kekurangan sensorik seperti
berperan untuk melayani mereka sebagai satu tunarungu dan tunanetra; dan cacat mental.
keluarga (Roma 12:4-5; Mark 3:35). Satu orang responden menjelaskan bahwa
Pelayanan yang diberikan kepada penyandang penyandang disabilitas adalah manusia yang
disabilitas harus sampai kepada ranah mempunyai kekuatan atau kemampuan lebih
mengembangkan diri dan mendayagunakan dibanding manusia pada umumnya, hal ini
seluruh kemampuan sesuai dengan talenta disebabkan karena seorang penyandang
yang mereka miliki, sehingga Allah disabilitas yang tidak memiliki bagian tubuh
dimuliakan dalam segala hal melalui Yesus lengkap seperti orang kebanyakan, terdapat
Kristus (1 Pet 4:10-11). kemungkinan pada bagian tubuh lain memiliki
kemampuan yang lebih dibanding dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN orang lain pada umumnya, sehingga dapat
Hasil melakukan sesuatu yang lebih besar.
Berikut hasil penelitian mengenai Hasil penelitian memperlihatkan
pemahaman dan kontribusi Gereja-gereja Berdasarkan peran serta dalam pelayanan
Baptis Wilayah Semarang Barat tentang hak peribadatan, lima orang responden
penyandang disabilitas yang merupakan mengatakan, penyandang disabilitas yang ada
bagian dari anggota gereja. Dari tiga belas di gereja tidak berperan dalam pelayanan
gereja Baptis yang ada di wilayah Semarang apapun. Hal ini disebabkan karena seksi
Barat, duabelas diantaranya memiliki anggota ibadah gereja memang tidak memberi jadwal
gereja yang dapat dikategorikan sebagai pelayanan kepada mereka. Pada tataran
penyandang disabilitas dengan jumlah total praktis, penyandang disabilitas tidak diberi
dua puluh satu orang. Kategori disabilitas tawaran untuk mau atau tidak mereka
tersebut antara lain disabilitas fisik sejumlah mengambil bagian dalam pelayanan.
enam belas orang yang terdiri dari jemaat Sedangkan tujuh responden mengatakan
yang sakit diabetes yang menyebabkan harus bahwa penyandang disabilitas diberi hak
dilakukan operasi dan diamputasi bagian untuk turut ambil bagian dalam pelayanan
kakinya dan manula yang memiliki peribadatan. Pelayanan yang dilakukan
keterbatasan mobilitas sehingga perlu orang berupa pendoa syafaat, pembawa
lain untuk menolongnya; disabilitas persembahan, penerima tamu, tim kunjungan,
intelektual sejumlah satu orang; dan pemain musik, pujian vocal group, dan
disabilitas sensorik sejumlah empat orang penyampai renungan firman Tuhan.
1211
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
Salah satu hak dari penyandang gereja Baptis di Semarang Barat bervariasi,
disabilitas adalah hak untuk berperan serta sepuluh bangunan gereja memiliki ruang
dalam kehidupan berorganisasi. Dari sembilan ibadah yang luas dengan bangku yang
responden mengatakan, penyandang renggang sehingga memudahkan setiap orang
disabilitas terlibat aktif di dalam organisasi yang akan menggunakan, namun ada juga
gereja, terutama organisasi wanita dan yang penataan bangku satu dengan bangku
organisasi musik karawitan yang ada di gereja lainnya terlalu sempit dikarenakan bangunan
tersebut. Keterlibatan mereka diwujudkan gereja yang sempit. Ada satu gedung gereja
dalam partisipasi aktif sebagai panitia acara- yang memiliki pilar-pilar di dalamnya,
acara gereja dan kepengurusan di dalam sedangkan gedung gereja tersebut tergolong
organisasi Wanita Baptis Indonesia. Tiga sempit, sehingga mengganggu jemaat untuk
responden menjelaskan, penyandang menuju bangku. Dari duabelas gereja yang
disabilitas tidak mampu terlibat dalam diteliti, akses menuju mimbar berundak-
organisasi gereja karena keterbatasan undak dan tidak ada ram, sehingga
kemampuan fisiknya dalam melakukan menyulitkan jemaat disabilitas untuk menuju
mobilitas diri. kesana. Terdapat pula ruang baptisan yang
Dengan membandingkan aksesibilitas sempit dimiliki oleh beberapa gereja.; 6) Dua
yang seharusnya dimiliki oleh bangunan bangunan gereja memiliki akses jalan menuju
publik sesuai dengan UU No 28 tahun 2002 toilet yang mudah dan menggunakan kloset
tentang bangunan gedung maka dari hasil duduk yang memudahkan disabilitas fisik
penelitian yang dilakukan dengan melihat menggunakannya. Sembilan gereja memiliki
bangunan fisik gereja-gereja Baptis Indonesia keterbatasan akses menuju toilet. Jalan
Wilayah Semarang barat, dapat digambarkan menuju toilet jauh, berundak-undak, dan pintu
aksesibilitas bangunannya sebagai berikut: 1) yang sempit, sehingga menyulitkan pengguna
Akses ke, dari dan dalam bangunan gereja kursi roda, juga masih menggunakan kloset
bervariasi, enam gereja memiliki bangunan jongkok. Keseluruhan gereja tersebut
yang kontur tanahnya rata dengan jalan. memiliki bentuk ruangan toilet hanya satu
Sedangkan enam bangunan gereja berdiri kotak persegi yang terdiri dari bak mandi dan
pada kontur tanah yang tinggi. Oleh karena itu kloset, serta cantolan baju. Beberapa bak
untuk mempermudah masuk ke area gedung mandi posisinya terlalu tinggi dari tempat
disediakan ramp. 2) Pintu yang disediakan dudukan closet, sehingga mempersulit
pada setiap sisi bangunan gereja, baik yang penyandang disabilitas menjangkau air; 7)
menuju ruang ibadah, ruang minum, toilet Dilihat dari tempat parkir yang dimiliki
masih standar umum, bukan sejenis pintu gereja, didapatkan data, ada empat bangunan
otomatis. Bukaan pintu ada yang menuju arah gereja yang memiliki lahan parkir untuk
dalam dan ada yang menuju arah luar. Jalan kendaraan roda dua, dan hanya muat untuk
menuju ruang ibadah ada yang berundak- dua sampai empat mobil, namun juga dengan
undak, ada yang dilengkapi dengan pegangan meminjam lahan penduduk setempat. Gereja
tangga, tapi tidak semua dilengkapi dengan yang lain memiliki keterbatasan lahan parkir
pegangan tangga. Beberapa gereja yang karena berada di tengah perkampungan; 8)
bertingkat tidak memiliki lift khusus; 3) Pada keduabelas gereja tidak terdapat alarm lampu
dua gereja yang memiliki jemaat disabilitas darurat penyandang disabilitas rungu; 9)
netra dan low vision belum memiliki ubin keduabelas gereja tidak terdapat fasilitas
tekstur pemandu (guiding block); 4) teletext/running text penyandang disabilitas
Bangunan gereja yang berdiri pada kontur rungu; 10) keduabelas gereja tidak terdapat
tanah yang tinggi memiliki ram dengan papan informasi dengan lampu indikator; 11)
kemiringan yang terlalu curam, bagi pengguna keduabelas gereja tidak terdapat anjungan
kursi roda terlalu sulit untuk melewatinya tunai mandiri yang akses; 12) Akses menuju
sendirian, butuh orang lain yang mendorong ruang minum, didapati empat gereja memiliki
dan menopang; 5) Pada ruang ibadah gereja- tempat minum yang mudah dijangkau; 13)
1212
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
keduabelas gereja tidak dilengkapi peringatan mengasinkan. Salah satu fungsi gereja adalah
darurat; dan 15) keduabelas gereja tidak pelayanan. Pelayanan kepada kaum disabilitas
dilengkapi tanda-tanda atau signase. di gereja menjadi isu yang harus diketahui dan
Dari hasil penelitian yang melihat dipahami dengan baik. Dengan demikian
seberapa dalam wawasan pendeta mengenai gereja dapat memberikan kontribusi secara
isu disabilitas, ditemukan duabelas responden langsung dalam rangka memberi
mengatakan bahwa pendeta belum pernah penghormatan kepada kelompok penyandang
berkhotbah dengan tema disabilitas, namun disabilitas.
hanya sebatas memberi ilustrasi tentang hal Responden penelitian ini adalah para
kecacatan dalam khotbah. Jemaat juga belum pimpinan gereja dan para pengurus gereja di
pernah diajar tentang bagaimana mengenal gereja-gereja Baptis wilayah Semarang Barat.
kebutuhan dan bagaimana upaya gereja Seluruhnya berjumlah dua belas orang.
memberi pemenuhan atas hak-hak Responden adalah pimpinan gereja (Gembala
penyandang disabilitas di dalam kehidupan Sidang) dan pengurus gereja dikarenakan
bergereja. mereka memiliki pemahaman yang luas akan
Dari beberapa gereja yang memiliki situasi dan kondisi di dalam gereja dan segala
jemaat disabilitas netra atau low vision, gereja permasalahannya. Dari penelitian diperoleh
tidak memiliki Alkitab atau buku-buku yang data sejumlah dua puluh satu orang masuk
dengan huruf braille, juga tidak terdapat dalam kategori penyandang disabilitas
fasilitas talking scanner dan bahasa isyarat tersebar di duabelas Gereja Baptis wilayah
bible apps. Semarang Barat. Penyandang disabilitas
Usaha gereja memenuhi kebutuhan tersebut terdiri dari disabilitas fisik, mental
penyandang disabilitas dalam konteks dan sensorik.
peribadatan baik secara individu dan komunal, Dalam penelitian ini diketahui bahwa
dari sepuluh gereja menjelaskan, bahwa gereja pemahaman sebagian besar responden
memiliki program sosial berupa: santunan mengenai penyandang disabilitas adalah
sembako yang diberikan dalam kurun waktu sebagai seseorang yang memiliki kekurangan
yang berlainan, ada yang satu bulan sekali, dan ketidaklengkapan dalam tubuh,
dua bulan sekali, satu tahun sekali, dan penyandang cacat permanen dan memiliki
program temporary; selanjutnya dua gereja kebutuhan khusus serta butuh akan perhatian
memberikan program jaminan kematian dibanding dengan orang normal pada
kepada orang lanjut usia mulai dari umumnya. Kata “cacat” yang di dalam KBBI
pendaftaran, sampai kepada iuran setiap berarti mencakup pengertian bahwa seseorang
bulannya; program gereja lainnya adalah memiliki kekurangan yang menyebabkan
kunjungan ke rumah penyandang disabilitas; mutunya kurang baik atau kurang sempurna
juga terdapat program antar jemput jemaat (yang terdapat pada badan, benda, batin, atau
yang mengalami disabilitas pada saat akhlak); cela;aib. Kata “cacat” sering
melaksanakan ibadah bersama tempat ibadah. diasosiasikan dengan atribut-atribut negative.
Dedi Tarsidi mengatakan istilah “penyandang
Pembahasan cacat” cenderung mengarahkan opini publik
Penyandang disabilitas adalah bagian bahwa orang-orang dengan kecacatan adalah
dari warga negara yang memiliki hak-hak orang-orang yang malang, patut dikasihani,
dalam seluruh penyelenggaraan tidak terhormat, dan tidak bermartabat. Dari
kehidupannya. Penyandang disabilitas bisa hasil penelitian ini sebagian besar pemahaman
berada dimana saja, bahkan setiap orang responden terbatas pada melihat keberbedaan
mempunyai resiko menjadi seorang secara fisik yang ada pada diri disabilitas dan
disabilitas. Gereja sebagai kumpulan orang- diperbandingkan dengan orang-orang pada
orang percaya perlu menjadi terang dan garam umumnya. Namun satu responden
dalam kehidupan, mampu mengaplikasikan memberikan pernyataan yang berbeda dengan
tugasnya sebagai pembawa terang dan pandangan responden yang lain. Ia
1213
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
menyatakan bahwa penyandang disabilitas rata belum memiliki lahan sendiri. Gereja
adalah manusia yang mempunyai kekuatan masih meminjam lahan parkir pada penduduk
atau kemampuan lebih dibanding manusia setempat.
pada umumnya, hal ini disebabkan karena Sampai saat ini gereja-gereja belum
seorang penyandang disabilitas yang tidak memiliki fasilitas-fasilitas lain yang
memiliki bagian tubuh lengkap seperti orang mendukung sebuah bangunan yang aksesibel,
kebanyakan, terdapat kemungkinan pada antara lain, belum adanya alarm lampu
bagian tubuh lain memiliki kemampuan yang darurat, teletext/running text untuk disabilitas
lebih dibanding dengan orang lain pada rungu. Papan informasi dengan lampu
umumnya, sehingga dapat melakukan sesuatu indikator, anjungan tunai mandiri yang akses,
yang lebih besar. peringatan darurat, dan signase, Alkitab dalam
Gereja secara spontan memberi hak tulisan braille, talking scanner, bible apps.
bagi penyandang disabilitas untuk dapat Gereja tidak memiliki program secara
berperan dalam pelayanan gereja dan terlibat khusus untuk penyandang disabilitas.
dalam organisasi yang ada. Gereja juga Pelayanan diakonia gereja kepada
memberi keleluasaan bagi mereka untuk penyandang disabilitas berupa santunan
terlibat dalam kepengurusan suatu kegiatan sembako yang diberikan dalam kurun waktu
atau menjadi panitia dalam kegiatan tertentu. tertentu, pelayanan cek kesehatan, pelayanan
Beberapa gereja memberikan kesempatan antar jemput ke tempat ibadah dan program
dengan memberikan jadwal pelayanan. jaminan kematian.
Namun ada pula gereja yang tidak Bangunan gedung gereja-gereja Baptis
memberikan kesempatan melayani atau di wilayah Semarang Barat rata-rata berada di
menawarkan kepada mereka untuk mau atau tengah area penduduk yang padat. Beberapa di
tidaknya mereka terlibat dalam pelayanan. pinggir jalan raya, dan beberapa lagi berada di
Dari tampilan fisik bangunan gereja, pertengahan kampung. Hal ini menyebabkan
secara umum belum dapat memberikan akses gereja tidak bisa memperluas lokasi tempat
yang nyaman bagi penyandang disabilitas. ibadah dan lahan parkir. Hal ini juga yang
Pada gereja yang kontur tanahnya naik, akses menjadi kesulitan bagi gereja untuk
menuju ruang ibadah didominasi dengan memberikan akses yang seluas-luasnya
tangga yang tinggi dan ram yang masih curam. kepada penyandang disabilitas. Solusi untuk
Belum semua tangga disertai dengan memperluas area bangunan gedung gereja
pegangan tangga. Akses menuju mimbar pada adalah dengan membuat gedung bertingkat,
kedua belas gereja masih berupa undak- namun usaha ini membutuhkan dana yang
undakan dan tidak terdapat ram. Pintu pada tidak sedikit, serta kesiapan jemaat dalam
ruang ibadah dan toilet tidak dengan model merencanakan dan merealisasikan program
otomatis, pegangan pintu sudah ada yang yang besar tersebut. Dengan demikian hal ini
menuju luar tetapi ada juga yang masih ke menjadi salah satu hambatan bagi gereja untuk
arah dalam. Ruang ibadah sudah didominasi memberikan akses yang lengkap aman dan
dengan ruang yang luas dan penataan bangku nyaman bagi penyandang disabilitas.
yang renggang yang dapat memudahkan Dalam hal pengajaran tentang isu
penyandang disabilitas menuju bangku. disabilitas, gereja sama sekali belum pernah
Namun ada juga gereja yang penataan bangku melakukan. Meski ada beberapa pendeta yang
satu ke bangku yang lain terlalu sempit menampilkan sisi disabilitas dalam ilustrasi
dikarenakan tidak memiliki bangunan gereja khotbah, namun belum menyangkut
yang luas. ruang toilet didominasi dengan pembelajaran kepada jemaat tentang hak-hal
bentuk ruang yang hanya satu kotak persegi disabilitas yang perlu diberikan oleh gereja
yang berisi bak mandi, kloset jongkok dan kepada mereka. Pendidikan tentang hal-hal
cantolan baju. Hal ini belum bisa memberikan yang berhubungan dengan penghormatan
akses yang nyaman bagi penyandang terhadap disabilitas secara holistik belum
disabilitas. Untuk tempat parkir, gereja rata- dilakukan oleh gereja.
1214
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
1215
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
1216
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA &
INDONESIAN CONFERENCE ON RELIGION AND PEACE (ICRP)
“AGAMA POLITIK IDENTITAS, & KEBERPIHAKAN NEGARA”
1217