Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

MAKALAH LENGKAP

BEDA EFEK PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) DAN ASAM


ASETIL SALISILAT TERHADAP SUHU TUBUH DAN
PENGARUHNYA TERHADAP OUTCOME PENDERITA
STROKE ISKEMIK AKUT

Oleh : dr. Chairil Amin Batubara.


Pembimbing : 1. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K)
2. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K)

DEPARTEMEN NEUROLOGI, FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN, 2011

Universitas Sumatera Utara


DIFFERENCE EFFECT OF PARACETAMOL (ACETAMINOPHEN) AND
ACETYLSALICYLIC ACID ON BODY TEMPERATURE AND ITS IMPACT TO
THE OUTCOME OF ISCHEMIC STROKE PATIENTS
( Preliminary Study )
Chairil Amin Batubara, Aldy S. Rambe, Darulkutni Nasution
Department of Neurology, Medical Faculty
Sumatera Utara University / RSUP. H. Adam Malik, Medan

Abstract
Background: Body temperature is a predictor of outcome in acute ischemic stroke.
Treatment with antipyretic may reduce body temperature, therefore improve outcome
of acute ischemic stroke. This study was performed to determine the difference effect
of paracetamol and acetylsalicylic acid (ASA) on body temperature and its impact to
the outcome of ischemic stroke patients.
Methods: Randomized, control-group, pretest-postest design was used in this study.
The subjects was divided into 2 groups, the first was given paracetamol 1000 mg and
the other ASA 500 mg with 15 patients each groups. The measurement of body
temperature was done three times, the first before giving the drug, then 1 and 3 hours
after the first dosage. Outcome was measured by NIHSS ≤ 5( = mild ; 6 -13 =
moderate ; > 13 severe ) and mRS (1-2 = good ; 3-6 = poor).

Results: From the 21 samples obtained so far, 12 (57%) got paracetamol and 9
(43%) ASA. Paracetamol and ASA significantly reduced body temperature in 3 hours
after the first dosage (p = 0.002 ; p = 0.019). There was no significant effect in the
improvement on outcome score NIHSS and mRS at 14 days after giving paracetamol
and ASA.

Conclusions: This preliminary study suggested that paracetamol and ASA gave equal
effect in reducing body temperature of acute ischemic stroke patients but has no effect
to the outcome.

Key Words: acute ischemic stroke, paracetamol, asetylsalicylic acid, body


temperature, outcome.

BEDA EFEK PARASETAMOL (ASETAMINOFEN) DAN ASAM ASETIL


SALISILAT TERHADAP SUHU TUBUH DAN PENGARUHNYA TERHADAP
OUTCOME PENDERITA STROKE ISKEMIK AKUT
( Studi Pendahuluan )
Chairil Amin Batubara, Aldy S. Rambe, Darulkutni Nasution
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/ RSUP. H. Adam Malik, Medan

Abstrak

Universitas Sumatera Utara


Latar Belakang: Suhu tubuh merupakan prediktor outcome pada penderita stroke
iskemik akut. Pemberian antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh dan dengan
demikian dapat memperbaiki outcome penderita stroke iskemik akut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan efek parasetamol dan asam asetil salisilat
(AAS) terhadap suhu tubuh dan pengaruhnya terhadap outcome penderita stroke
iskemik akut.

Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan randomized


control-group pretest-post test design. Terdiri dari 2 kelompok, yang pertama
diberikan parasetamol 1000 mg dan yang kedua diberikan AAS 500 mg, dengan 15
pasien tiap kelompoknya. Pengukuran suhu tubuh dilakukan 3 kali, pertama sebelum
pemberian obat, kemudian 1 dan 3 jam setelah pemberian dosis pertama. Outcome
diukur dengan NIHSS ( ≤ 5 = ringan ; 6-13 = sedang ; > 13 = berat ) dan mRS ( 1-2 =
berat; 3-6 = buruk ).

Hasil: Dari 21 sampel yang diperoleh sejauh ini, 12 (57%) mendapat parasetamol dan
9 (43%) AAS. Parasetamol dan AAS menurunkan suhu tubuh secara bermakna dalam
3 jam setelah pemberian dosis pertama ( p = 0,002 ; p = 0,019 ). Tidak terdapat
pengaruh bermakna pada perubahan skor outcome NIHSS dan mRS hari ke-14
setelah pemberian parasetamol dan AAS.

Kesimpulan: Hasil studi pendahuluan ini menunjukkan bahwa parasetamol dan AAS
memberikan efek yang sama dalam penurunan suhu tubuh penderita stroke iskemik
akut namun tidak berpengaruh pada outcome.

Kata kunci: stroke iskemik akut, parasetamol, asam asetil salisilat, suhu tubuh,
outcome.

PENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu sumber penyebab gangguan otak pada usia masa
puncak produktif dan menempati urutan kedua penyebab kematian sesudah penyakit
jantung pada sebagian besar negara di dunia, sedangkan di negara Barat yang telah
maju, stroke menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian sesudah penyakit
jantung dan kanker. Stroke adalah penyebab kedua kecacatan berat di seluruh dunia
pada usia di atas 60 tahun dan biaya perawatan stroke adalah sangat besar, pada tahun
2004 diperkirakan 53,6 miliar dolar Amerika.1
Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,
stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang
harus ditangani segera, tepat dan cermat.2
Selama hari pertama fase akut stroke, demam atau suhu yang subfebris dapat
terjadi pada sepertiga sampai setengah jumlah pasien. Peningkatan suhu dapat
memberikan efek yang jelek pada outcome penderita stroke iskemik.3
Peningkatan suhu dihubungkan dengan volume infark yang luas, tingginya case
fatality dan outcome fungsional yang jelek.4

Universitas Sumatera Utara


Penelitian pada binatang yang mengalami iskemik otak fokal, hipertermia yang
sedang, pada intraiskemik akan memperluas volume infark, dimana hipotermia yang
ringan akan mengurangi ukuran infark.3,5,6
Suatu meta-analisis menemukan bahwa peningkatan suhu tubuh setelah onset
stroke iskemik, secara nyata meningkatkan mortalitas dan morbiditas.7
Mortalitas yang rendah dan outcome yang lebih baik ditemukan pada penderita
dengan hipotermia ringan pada saat dirawat dan outcome yang jelek pada penderita
yang hipertermia. Pada tiap peningkatan 1 0C suhu tubuh maka risiko relatif outcome
yang jelek meningkat 2,2 kali.8 Penelitian Saini dkk menyimpulkan bahwa
hipertermia pada stroke iskemik akut berhubungan dengan outcome klinis yang jelek.
Semakin lama hipertermia terjadi dalam minggu pertama, maka semakin jelek
prognosisnya. Tindakan yang agresif untuk mencegah dan mengobati hipertermia
dapat meningkatkan outcome klinis.9
Mekanisme hipertermia dapat menyebabkan kerusakan otak meliputi
peningkatan metabolisme di daerah penumbra, peningkatan pelepasan asam amino
excitatory dan radikal bebas, asidosis dan perubahan permeabilitas dari sawar darah
otak.3,7
Pada binatang percobaan, induksi hipotermia memberikan efek protektif
sampai 1 jam setelah iskemik fokal yang permanen.10 Penelitian dari Reith, dkk
menunjukkan bahwa mortalitas yang lebih rendah dan outcome yang lebih baik pada
pasien dengan hipotermia ringan ( < 36 0C) pada saat masuk.11 Pada penderita cedera
kepala, induksi hipotermia telah menunjukkan secara signifikan memperbaiki
outcome sampai 6 bulan pada pasien dengan skala koma Glasgow saat masuk 5 – 7. 10
Penelitian Dippel dkk menghasilkan bahwa asetaminofen dengan dosis harian
6000 mg setelah stroke iskemik menyebabkan penurunan 0,4 0C suhu tubuh daripada
plasebo pada 12 dan 24 jam, sementara dosis harian 3000 mg tidak memberikan hasil
yang signifikan dalam penurunan suhu tubuh. Disimpulkan bahwa asetaminofen 6000
mg memberikan manfaat yang potensial dalam menurunkan suhu tubuh setelah stroke
iskemik akut baik pada pasien normotermia dan subfebris.3,4
Koennecke dan Leistner melakukan penelitian terhadap 44 pasien yang
normotermia dengan stroke iskemik akut, dengan pemberian 4 gram asetaminofen dan
plasebo. Didapatkan hasil bahwa demam terjadi pada 36,4% pasien di grup plasebo
dibandingkan dengan 5% pada grup asetaminofen. Dan mereka menyarankan
pemberian antipiretik profilaksis asetaminofen mungkin efektif dalam mencegah
terjadinya demam.7,12
Penelitian Sulter, dkk selama 9 bulan terhadap 132 pasien stroke iskemik akut
menunjukkan bahwa setelah 1 jam pemberian asetaminofen 1000 mg didapatkan hasil
yang signifikan terhadap penurunan suhu tubuh dan normotermia dibandingkan
dengan asam asetil salisilat 500 mg. Namun setelah 3 jam pemberian, keduanya
memberikan efek yang hampir sama, dimana normotermia hanya diperoleh pada 37-
38% pasien.7

METODE
Rancangan dan Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan randomized
control-group pretest-postest design. Terdiri atas 2 kelompok, yaitu yang akan

Universitas Sumatera Utara


diberikan parasetamol (asetaminofen) 1000 mg dan asam asetil salisilat 500 mg.
Pengelompokan ini dilakukan secara acak dan tersamar ganda.

Sedian parasetamol berupa tablet 500 mg dan asam asetil salisilat berupa
tablet 500 mg. Parasetamol sebanyak 2 tablet (1000 mg) digerus dan dimasukkan ke
dalam kapsul, demikian juga asam asetil salisilat 1 tablet (500 mg) digerus dan
dimasukkan ke dalam kapsul. Bentuk, ukuran dan warna kapsul dibuat sama sehingga
tersamarkan antara kapsul berisi parasetamol 1000 mg dan asam asetil salisilat 500
mg.

Semua penderita stroke iskemik akut yang masuk ke ruang rawat inap
neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah ditegakkan dengan anamnese,
pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan CT Scan kepala yang diambil secara
konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi, diukur
suhu tubuhnya (0 jam) dan dinilai NIHSS serta mRS-nya. Pasien tersebut diberikan
parasetamol 1000 mg atau asam asetil salisilat 500 mg yang sudah dikapsulkan.
Kemudian 1 jam dan 3 jam kemudian dilakukan pengukuran ulang suhu tubuhnya.
Penilaian ulang NIHSS dan mRS dilakukan pada hari ke 14.

Instrumen Penelitian

Semua pasien stroke iskemik akut ditegakkan melalui CT Scan kepala dengan
menggunakan X-Ray CT System, merk Hitachi seri W 450. Pembacaan hasil CT scan
dilakukan oleh seorang ahli radiologi.

Pengukuran suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa


merek One Med Depkes RI, yang dilakukan di axilla selama ± 5 menit.

Untuk pengukuran outcome, penelitian ini menggunakan National Institutes of


Health Stroke Scale (NIHSS) dengan skore ≤5 = stroke ringan, 6 -13 = sedang, >13 =
berat, serta modified Rankin Scale (mRS) dengan nilai 1-2 dikatakan baik, dan nilai 3-
6 dikatakan buruk. Pengukuran ini dilakukan dua kali yaitu pada saat masuk dan hari
ke-14.

Analisa Statistik

Data hasil penelitian ini dianalisa secara statistik dengan bantuan program
komputer Windows SPSS (Statistical Product and Science Service) 15.

Untuk melihat pengaruh parasetamol (asetaminofen) dan asam asetil salisilat


pada suhu tubuh penderita stroke iskemik akut pada awal (0 jam), 1 jam, dan 3 jam
digunakan uji Anova, dengan taraf signifikan p < 0,05.

Untuk melihat perbedaan suhu tubuh akibat pemberian parasetamol


(asetaminofen) dan asam asetil salisilat pada awal (0 jam), 1 jam, dan 3 jam
digunakan uji T independent.

Untuk melihat pengaruh pemberian parasetamol (asetaminofen) dan asam


asetil salisilat pada outcome NIHSS dan mRS digunakan uji Wilcoxon (p < 0,05).

Universitas Sumatera Utara


Untuk melihat perbedaan outcome NIHSS atau mRS antar kelompok yang
diberi parasetamol (asetaminofen) dan asam asetil salisilat digunakan uji Chi Square.

HASIL

Jumlah penderita stroke iskemik akut selama bulan Januari hingga Maret 2011
yang diberikan antipiretik berjumlah 21 orang, yang terdiri dari 13 orang (62%)
adalah perempuan dan sisanya (38%) adalah laki-laki. Dari 21 orang sampel, 12 orang
(57%) mendapat parasetamol dengan usia rerata 64 tahun dan 9 orang (43%)
mendapat AAS dengan usia rerata 65,89 tahun. Suku yang terbanyak menderita stroke
iskemik ternyata Batak, yaitu 12 orang (57,1%), kemudian diikuti Jawa (23,8%),
Melayu dan Aceh (masing-masing 9,5%).

Tabel 1. Gambaran karakteristik demografik masing-masing kelompok perlakuan


Parasetamol AAS
Total
Variabel 1000 mg 500 mg
Total (%) 21 (100) 12 (57) 9 (43)
Perempuan (%) 13 (62) 8 (38,1) 5 (23,9)
Usia (tahun) - 64 ± 5,625 65,89 ± 8,023
Suku (%)
Batak 12 (57,1) 9 (42,9) 3 (14,2)
Jawa 5 (23,8) 3 (14,3) 2 (9,5)
Melayu 2 (9,5) 0 (0) 2 (9,5)
Aceh 2 (9,5) 0 (0) 2 (9,5)

Pendidikan (%)
SD 5 (23,8) 3 (14,3) 2 (9,5)
SLTP 7 (33,3) 5 (23,8) 2 (9,5)
SLTA 6 (28,6) 2 (9,5) 4 (19,1)
Sarjana 3 (14,3) 2 (9,5) 1 (4,8)

Pekerjaan (%)
IRT 12 (57,1) 8 (38,0) 4 (19,1)
Pensiunan 5 (23,8) 2 (9,5) 3 (14,3)
Wiraswasta 3 (14,3) 2 (9,5) 1 (4,8)
Petani 1 (4,8) 0 (0) 1 (4,8)

Dari segi pekerjaan, yang terbanyak, yaitu 12 orang (57,1%) adalah ibu rumah
tangga dan yang lainnya pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) (23,8%), wiraswasta
(14,3%) dan petani (4,8%). Sementara itu tingkat pendidikan tertinggi SLTP dengan
jumlah 7 orang (33,3%). Keseluruhan gambaran karakteristik sampel yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 1.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Pengaruh parasetamol dan AAS terhadap rerata suhu tubuh saat 0, 1 dan
3 jam pada kedua kelompok perlakuan.
Parasetamol 1000 mg AAS 500 mg
Rerata Suhu Tubuh a)
Beda Rerata p Beda Rerata pa)
T0 terhadap T1 0,3250 0,201 0,3111 0,163
T1 terhadap T3 0,4917 0,057 0,2333 0,216
T0 terhadap T3 0,8167 0,002* 0,5444 0,019*
Ket: a) uji Anova ; *p < 0,05 (signifikan) a)
uji Anova; *p < 0,05 (signifikan)
T0,1 dan 3: rerata suhu tubuh pada 0, 1 dan 3 jam T0,1 dan 3: rerata suhu tubuh pada 0, 1 dan 3 jam
(37,767 0C; 37,442 0C ; 36,950 0C) (37,367 0C; 37,056 0C ; 36,822 0C)

Pada tabel 2, dapat dilihat beda pengaruh parasetamol dan AAS terhadap rerata
suhu tubuh pada kedua kelompok perlakuan. Berdasarkan uji statistik Anova, terdapat
perbedaan suhu tubuh antara awal pengukuran dengan 1 jam dan antara 1 jam dengan 3
jam setelah pemberian antipiretik tetapi tidak bermakna. Perbedaan bermakna dijumpai
antara awal pengukuran dan setelah 3 jam pemberian antipiretik (parasetamol p=0,002
dan AAS p=0,019).
Berdasarkan uji t-independent, tidak terdapat perbedaan efek parasetamol dan
AAS terhadap suhu tubuh pada kedua kelompok perlakuan, baik pada awal pengukuran
maupun setelah 1 dan 3 jam pemberian antipiretik tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 3.

Tabel 3. Beda efek parasetamol dan AAS terhadap rerata suhu tubuh saat 0, 1 dan
3 jam pada kedua kelompok perlakuan
Parasetamol AAS
Rerata Suhu Tubuh 1000 mg 500 mg pa)
T0 (n;x±SD) 12 ; 37,767±0,7353 9 ; 37,367±0,4183 0,161
T1 (n;x±SD) 12 ; 37,442±0,6598 9 ; 37,056±0,4391 0,2545
T3 (n;x±SD) 12 ; 36,950±0,3778 9 ; 36,822±0,5118 0,517
Keterangan: a) uji t-independent ; n=jumlah sampel ; x=rerata suhu tubuh ; SD=standar deviasi

Uji statistik Wilcoxon dipakai untuk melihat pengaruh pemberian parasetamol


dan AAS pada outcome NIHSS dan mRS, dimana tidak dijumpai pengaruh/ perubahan
bermakna pada outcome NIHSS dan mRS pada hari ke-14 pada masing-masing
kelompok perlakuan. Dimana nilai p=1 dan p=0,317 untuk NIHSS dan mRS pada
kelompok parasetamol serta p=0,083 dan p=0,317 untuk NIHSS dan mRS pada
kelompok AAS. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. Pengaruh/ perubahan outcome pada kedua kelompok perlakuan

Outcome Perubahan n(%) p a)


Parasetamol 1000 mg
NIHSS Berubah 2(16,67)
Tetap 10(83,33) 1,000

mRS Berubah 1(8,33)


Tetap 11(91,67) 0,317
AAS 500 mg
NIHSS Berubah 3(33,33)
Tetap 6(66,66) 0,083

mRS Berubah 1(11,11)


Tetap 8(88,88) 0,317
a)
Uji Wilcoxon

Perbedaan outcome NIHSS atau mRS antar kelompok yang diberi parasetamol
dan AAS dinilai dengan uji statistik Chi Square dan didapati tidak ada perbedaan
outcome yang bermakna pada kedua kelompok perlakuan tersebut. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan outcome NIHSS atau mRS antar kedua kelompok perlakuan.

Parasetamol AAS
Outcome 1000 mg 500 mg pa)
NIHSS masuk (n;%)
Ringan 2 (9,5) 1 (4,8)
Sedang 6 (28,6) 5 (23,8) 0,932
Berat 4 (19,0) 3 (14,3)
NIHSS hari ke-14 (n;%)
Ringan 2 (14,3) 2 (9,5)
Sedang 4 (19,0) 6 (28,6) 0,326
Berat 5 (23,8) 1 (4,8)
MRS masuk (n;%)
Baik 1 (4,8) 1 (4,8)
0,830
Buruk 11 (52,4) 8 (38,1)
MRS hari ke-14 (n;%)
Baik 2 (9,5) 2 (9,5)
0,748
Buruk 10 (47,6) 7 (33,3)
Ket: a) koefisien kontingensi

Universitas Sumatera Utara


DISKUSI

Peningkatan suhu tubuh (demam) pada penderita stroke iskemik akut


berkaitan dengan outcome neurologis yang buruk (meningkatkan risiko morbiditas
dan mortalitas). Karena efek yang jelek dari demam tersebut, maka menurunkan suhu
tubuh yang meningkat mungkin memperbaiki outcome penderita stroke. Penelitian
yang kuat dan bukti klinis mengindikasikan bahwa induksi hipotermi dapat
memproteksi otak pada keadaan hipoksia atau iskemik, termasuk henti jantung.
Beberapa penelitian klinis telah menguji kegunaan AAS, ibuprofen atau parasetamol
dalam menurunkan suhu tubuh dan memperbaiki outcome setelah terkena stroke.13
Dalam penelitian ini diuji parasetamol dan AAS dalam menurunkan suhu tubuh dan
penggaruhnya terhadap outcome penderita stroke iskemik akut.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata didapatkan hasil bahwa kedua


antipiretik yaitu parasetamol dan AAS dapat menurunkan suhu tubuh penderita
iskemik akut dan penurunan suhu tubuh tersebut secara bermakna terjadi setelah 3
jam pemberian. Kedua obat tersebut selama 3 jam pengamatan pada kedua kelompok
perlakuan menunjukkan efek yang sama (perbedaan yang tidak bermakna) dalam
menurunkan suhu tubuh penderita stroke iskemik akut.

Hasil sementara penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Sulter


dkk, yang meneliti efek parasetamol dan AAS pada peningkatan suhu tubuh penderita
stroke iskemik akut. Hasil studinya menunjukkan bahwa kedua obat tersebut secara
bermakna menurunkan suhu tubuh setelah 1 jam pemberian. Dan juga dijumpai efek
yang sama setelah 3 jam pemberian pada kedua kelompok penelitiannya.7 Pada
penelitian ini efek penurunan suhu tubuh bermakna setelah 3 jam namun pada
penelitian Sulter dicapai setelah 1 jam, hal ini dimungkinkan karena rute pemberian
obat yang berbeda dimana penelitian ini menggunakan pemberian per oral, yang mana
efeknya lebih lambat dibandingkan penelitian Sulter dkk yang diberikan melalui
intravena. Salah satu keuntungan pemberian obat secara intravena ialah efeknya
timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian oral.14

Demikian juga halnya dengan pengaruh parasetamol dan AAS terhadap


outcome penderita stroke iskemik akut, dimana dijumpai tidak ada perbedaan/
pengaruh parasetamol dan AAS terhadap outcome pada masing-masing kelompok
perlakuan. Dan tidak dijumpai perbedaan outcome antar kedua kelompok.

Hasil penelitian pendahuluan ini mendukung penelitian Kasner dkk, yang


meneliti penggunaan 3900 mg asetaminofen per hari pada penderita stroke yang
afebris. Penelitian mereka menyimpulkan bahwa medikasi bisa mencegah hipertermia
atau menyebabkan hipotermia ringan tapi efeknya sepertinya tidak mempunyai
dampak klinis yang kuat.15 Penelitian Dippel dkk, yang meneliti 2 dosis asetaminofen
yang berbeda, disimpulkan dosis 6000 mg per hari dapat memberikan efek potensial
yang menguntungkan dalam menurunkan suhu tubuh, namun terhadap outcome
fungsional setelah 1 bulan tidak dijumpai perubahan yang bermakna.3 Tidak ada data
yang menunjukkan penggunaan medikasi dalam menurunkan suhu tubuh baik pada
penderita yang demam atau tak demam dapat meningkatkan outcome neurologis
penderita stroke.13

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini masih merupakan penelitian pendahuluan, dan hasil ini masih
merupakan hasil yang sementara, sehingga masih membutuhkan jumlah sampel yang
lebih banyak lagi untuk mengkonfirmasi hasil sementara ini dan ini jugalah yang
menjadi salah satu kelemahan penelitian ini, di samping penilaian outcome yang
sebaiknya menggunakan waktu yang lebih lama lagi seperti yang dilakukan penelitian
sebelumnya.

KESIMPULAN
Parasetamol dan AAS menurunkan suhu tubuh secara bermakna dalam 3 jam
setelah pemberian dosis pertama dan tidak terdapat pengaruh bermakna pada
perubahan skor outcome NIHSS dan mRS hari ke-14 setelah pemberian parasetamol
dan AAS. Maka dapat disimpulkan hasil studi pendahuluan ini menunjukkan bahwa
parasetamol dan AAS memberikan efek yang sama dalam penurunan suhu tubuh
penderita stroke iskemik akut namun tidak berpengaruh pada outcome.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution D. Strategi Pencegahan Stroke Primer. Pidato Pengukuhan Jabatan


Guru Besar Tetap Neurologi FK USU. Medan: Universitas Sumatera Utara,
2007.

2. Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia. Jakarta: Kelompok


Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri PERDOSSI, 1999.

3. Dippel DWJ, Van Breda EJ, Van Gemert HM, Van der Worp HB, Meijer RJ
and Kappelle LJ. Effect of Paracetamol (Acetaminophen) on Body
Temperature In Acute Ischemic Stroke: A Double-Blind, Randomized Phase II
Clinical Trial. Stroke, 2001.32:1607-1612

4. Dippel DWJ, Van Breda EJ, Van der Worp HB, Van Gemert HM, Meijer RJ,
Kappelle LJ and Koudstaal PJ. Effect of Paracetamol (Acetaminophen) and
Ibuprofen on Body Temperature In Acute Ischemic Stroke PISA, A Phase II
Double-Blind, Randomized, Placebo-Controlled Trial. BMC Cardiovascular
Disorders, 2003.3:2.

5. Meden P, Overgaard K, Pedersen H, Boysen G. The Influence of Body


Temperature on Infarct Volume and Thrombolytic Therapy in A Rat Embolic
Stroke Model. Brain Res. 1994;647:131–138.

6. Karibe H, Chen SF, Zarow GJ, Gafni J, Graham SH, Chan PH, Weinstein PR.
Mild Intraischemic Hypothermia Suppresses Consumption of Endogenous
Antioxidants After Temporary Focal Ischemia in Rats. Brain Res.1994;
649:12–18.

7. Sulter G, Elting JW, Maurits N, Luyckx GJ, Keyser JD. Acetylsalicylic Acid
and Acetaminophen to Combat Elevated Body Temperature in Acute Ischemic
Stroke. Cerebrovascular Disease. 2004; 17:118-122.

8. Reith J, Jorgensen HS, Pedersen PM, Nakayama H, Raaschou HO, Jeppesen


LL, Olsen TS. Body temperature in acute stroke: relation to stroke severity,
infarct size, mortality, and outcome. Lancet.1996;347:422–425.

9. Saini M, Saqqur M, Kamruzzaman A, Lees KR, Shuaib A. Effect of


Hyperthermia on Prognosis After Acute Ischemic Stroke. Stroke.
2009;40:3051-3059.

10. Hajat C, Hajat S, Shaerma P. Effect of Post Strpoke Pyrexia on Strpoke


Outcome: A Meta-analysis of Studies in Patients. Stroke 2000;31:410-414.

Universitas Sumatera Utara


11. Schwab S, Schwarz S, Spranger M, Keller E, Bertram M, Hacke W. Moderate
hypothermia in the treatment of patients with severe middle cerebral artery
infarction. Stroke.1998;29:2461–2466.

12. Koennecke HC and Leistner S. Prophylactic antipyretic treatment with


acetaminophen in acute ischemic stroke: A pilot study. Neurology. 2001.
57:2301-2303.

13. Adams HP, Zoppo GD, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al.
Guidelines for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke. Stroke.
2007;38:1655-1711.

14. Setiawati A, Zunilda SB dan Suyatna FD. Pengantar Farmakologi. Dalam


Dalam: Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi
(Ed.). Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta: Bagian Farmakologi FK
UI,2007. Hal:1-23.

15. Kasner SE, Wein T, Piriyawat P, Villar-Cordova CE, Chalela JA, Krieger
DW, Morgenstern LB, Kimmel SE, Grotta JC. Acetaminophen for altering
body temperature in acute stroke: a randomized clinical trial. Stroke.
2002;33:130 –134.

LAMPIRAN: POSTER PRESENTASI

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara

You might also like