947-Article Text-2456-1-10-20190829

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Journal of Integrated Agribusiness


Website Jurnal : http://jia.ubb.ac.id/
Publikasi Artikel Penelitian

Analysis of White Pepper Farming Financial Feasibility with Good


Agricultural Practices (GAP) Method and Pepper Powder Business
Feasibility in Bangka Belitung Islands Province

Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Lada Putih dengan Metode


Good Agricultural Practices (GAP) dan Kelayakan Usaha Lada Bubuk di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Lara Mustikaa*, Fournita Agustinab, Yudi Sapta Pranotoc
abcJurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi
Universitas Bangka Belitung, Bangka, Indonesia
*Email Korespondensi: laramustika24@gmail.com

Abstract
Bangka Belitung Islands Province is one of the biggest pepper producing provinces in Indonesia.
However, Bangka Belitung white pepper exports are decreasing and its price is fluctuating. Thus emerged
the need to apply white pepper farming using GAP method with the purpose of increasing the
productivity and quality of the product as well as creating its derivative product, pepper powder. The
aims of this study are 1) to analyse the financial feasibility of white pepper farming in Bangka Belitung
Islands Province using GAP method and 2) to analyse the feasibility of pepper powder business in
Bangka Belitung Islands Province. This study used case study method. The data was analysed and
processed both quantitatively and qualitatively. The results suggested that 1) Bangka Belitung white
pepper farming, run by the Pepper Management, Development, and Marketing Agency and Farming
Seed Senter using GAP method, is financially feasible wit NPV of IDR 202,259,131 IRR of 19 percent,
Net B/C of 2.4, and payback period of 4 years 8 months, as well as a profitable break-even point; 2)
Bangka Belitung white pepper powder business, run by CV. Indobakti, is financially and non-financially
feasible with NPV of IDR 4,812,490,222 IRR of 60 percent, Net B/C of 4.6, and payback period of 1 years
6 months, as well as profitable break-even point.

Keywords: White Pepper; Pepper Powder; Feasibility

Abstrak
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi yang menghasilkan
produksi lada putih terbesar di Indonesia. Akan tetapi, ekspor lada putih di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung mengalami penurunan dan harga lada juga mengalami fluktuasi.
Oleh sebab itu, perlu melakukan budidaya usahatani lada putih dengan menggunakan metode

12
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

GAP yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk dan menciptakan
produk turunan, yaitu lada bubuk. Tujuan dalam penelitian ini adalah 1) menganalisis
kelayakan finansial usahatani lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan
penerapan GAP dan 2) menganalisis kelayakan usaha lada bubuk di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Metode penelitian ini adalah metode studi kasus. Pengolahan dan analisis
data menggunakan dua cara yaitu secara kuantiatif dan kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 1) usahatani lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
dilakukan oleh Badan Pengelolaan, Pengembangan dan Pemasaran Lada (BP3L) dan Balai
Benih Pertanian (BBP) dengan menggunakan metode GAP secara finansial layak untuk
diusahakan dengan NPV sebesar Rp 202,259,131 IRR sebesar 19 persen, Net B/C sebesar 2.4,
dan Payback Period 4 tahun 8 bulan dan untuk analisis titik impas lada putih juga
menguntungkan dan 2) usaha lada bubuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang
dilakukan oleh CV. Indobakti secara non finansial dan finansial layak untuk diusahakan
dengan NPV sebesar Rp 4,812,490,222 IRR sebesar 60 persen, Net B/C sebesar 4.6, dan Payback
Period 1 tahun 6 bulan dan untuk analisis titik impas lada bubuk juga menguntungkan.

Kata kunci: Lada Putih; Lada Bubuk; Kelayakan

1. PENDAHULUAN

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung demikian, untuk mendapatkan kualitas


merupakan salah satu provinsi yang yang baik, usahatani lada di Provinsi
menghasilkan produksi lada putih terbesar Kepulauan Bangka Belitung harus
di Indonesia. Bahkan untuk lada putih di menerapkan prinsip Good Agricultural
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah Practices (GAP) sehingga mampu
dikenal di dunia sejak zaman Belanda meningkatkan produktivitas dan
dengan brand image “Muntok White menghasilkan produk yang berkualitas. Hal
Pepper.” Lada putih sebagai komoditas ini sesuai dengan kajian Value Chain
unggulan perkebunan itu telah ditekuni komoditas lada dalam upaya peningkatan
secara turun temurun oleh masyarakat di daya saing daerah Provinsi Kepulauan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Akan Bangka Belitung yang dilakukan oleh
tetapi, ekspor lada putih di Provinsi Badan Perencanaan Pembangunan dan
Kepulauan Bangka Belitung pada tahun Penelitian Pengembangan Daerah
2015 sampai 2017 mengalami penurunan, (BAPPEDA) Provinsi Kepulauan Bangka
dapat dilihat pada Gambar 1. Belitung pada tahun 2017.
Permasalahan lainnya adalah harga
10,000 lada di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung juga mengalami fluktuasi. Bukan
Provinsi
5,000 hanya di Provinsi Kepulauan Bangka
Kepulauan
Bangka Belitung saja, akan tetapi harga lada di
0 negara-negara ASEAN yang termasuk
Belitung
2013
2014
2015
2016
2017

dalam penghasil lada putih terbesar di


dunia seperti Sarawak dan Vietnam juga
Penurunan ini terjadi disebabkan mengalami fluktuasi. Fluktuasi harga lada
karena banyaknya tanaman lada yang ini menentukan keputusan para petani
terserang hama dan penyakit sehingga terhadap usahatani lada yang mereka
mempengaruhi produktivitas dan kualitas miliki. Hal ini didukung dengan penelitian
lada yang dihasilkan kurang baik. Dengan Siti Julaiha (2017) dengan judul penelitian

13
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Perilaku Petani Lada Putih terhadap panduan umum dalam melaksanakan


Fluktuasi Harga Lada Putih di Desa Puput budidaya secara baik. Penerapan prinsip
Kecamatan Simpangkatis. GAP melalui Standar Operasional
Berdasarkan hasil wawancara Prosedur (SOP) yang spesifik, seperti
bahwa selama ini petani hanya lokasi, komoditas dan sasaran pasarnya.
memproduksi lada dalam bentuk biji Kegunaannya yaitu untuk meningkatkan
sehingga tidak ada penghasilan tambahan produktivitas dan kualitas produk yang
yang diterima oleh petani. Oleh sebab itu, dihasilkan petani agar memenuhi
perlu menciptakan produk turunan dari kebutuhan konsumen dan memiliki daya
lada putih agar dapat memberikan saing tinggi, sehingga dapat meningkatkan
penghasilan tambahan bagi para petani. pendapatan petani dari usahatani lada yang
Salah satu produk turunan dari lada putih, dilakukan. Dengan menerapkan prinsip
yaitu lada bubuk. Penulis melakukan GAP, dapat membantu para petani dalam
penelitian tentang “Analisis Kelayakan meningkatkan hasil produksi dan kualitas
Finansial Usahatani Lada Putih (Muntok produk yang dihasilkan. Maka dapat
White pepper) dengan Metode GAP dan diketahui berapa hasil yang diperoleh
Kelayakan Usaha Lada Bubuk di Provinsi antara usahatani lada tradisional dengan
Kepulauan Bangka Belitung.” usahatani yang menerapkan prinsip GAP.
Berdasarkan latar belakang di atas, Keuntungan dari penerapan prinsip Good
penulis melakukan penelitian tentang Agricultural Practices (GAP) dalam
“Analisis Kelayakan Finansial Usahatani usahatani yaitu petani menjadi sejahtera
Lada Putih (Muntok White pepper) dengan dan kualitas yang dihasilkan semakin
Metode GAP dan Kelayakan Usaha Lada bagus. Teknik budidaya lada yang baik
Bubuk di Provinsi Kepulauan Bangka dianjurkan menggunakan teknik budidaya
Belitung” dengan objek penelitiannya dalam standar Good Agricutural Practices
adalah BP3L (Badan Pengelolaan, (GAP) tahun 2011 berdasarkan pedoman
Pengembangan dan Pemasaran Lada) dan dari International Pepper Community (IPC).
BBP (Balai Benih Pertanian) yang telah Adapun komponen GAP-Lada (Budidaya
menerapkan GAP dalam budidaya lada yang baik) meliputi :
usahatani lada putih, serta CV.Indobakti 1) pemilihan lahan;
yang telah melakukan usaha lada bubuk. 2) pengelolaan tanah;
Adapun yang menjadi tujuan dalam 3) pengelolaan air;
peneltian ini adalah: 4) pengelolaan budidaya terpadu;
1. menganalisis kelayakan finansial 5) pengendalian hama dan penyakit; dan
usahatani lada putih yang dilakukan 6) panen dan penanganan pasca panen.
oleh BP3L dan BBP di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dengan 2.2 Teori Usahatani
penerapan GAP; dan
Menurut Wanda (2015), ilmu
2. menganalisis kelayakan usaha lada
usahatani adalah ilmu yang mempelajari
bubuk yang dilakukan oleh CV.
cara-cara menentukan, mengorganisasikan
Indobakti di Provinsi Kepulauan dan mengkoordinasikan penggunaan
Bangka Belitung. faktor-faktor produksi seefektif dan
seefisien mungkin sehingga produksi
2. TINJAUAN PUSTAKA
pertanian menghasilkan pendapatan petani
2.1 Teknis Budidaya Lada Putih yang lebih besar. Ilmu usahatani juga
Menurut International Pepper of didefinisikan sebagai ilmu mengenai cara
Community (2011), GAP merupakan suatu petani mendapatkan kesejahteraan.
Sedangkan menurut Firdaus (2009),

14
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

usahatani adalah organisasi dari alam 1) alam;


(lahan), tenaga kerja dan modal yang 2) tenaga Kerja;
ditujukan kepada produksi di lapangan 3) modal; dan
pertanian. Organisasi tersebut 4) skill.
ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan Berdasarkan teori dari menurut para
sengaja di usahakan oleh seseorang atau ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
sekumpulan orang sebagai pengelolaannya. produksi adalah suatu proses perubahan
Usahatani dapat dikelompokkan input menjadi output. Sedangkan faktor
berdasarkan corak dan sifat, organisasi, produksi merupakan komponen-komponen
pola serta tipe usahatani. Berdasarkan yang digunakan untuk memproduksi suatu
corak dan sifatnya, usahatani dapat barang/jasa.
dilihat sebagai usahatani subsisten dan
usahatani komersial. Menurut Firdaus 2.4 Teori Biaya Produksi
(2009), klasifikasi usahatani dibedakan
Pengertian Biaya produksi menurut
menjadi lima macam, yaitu:
Soekartawi (2001) adalah nilai dari semua
1) pola usahatani;
faktor produksi yang digunakan, baik
2) tipe usahatani;
dalam bentuk benda maupun jasa selama
3) struktur usahatani;
proses produksi berlangsung. Menurut
4) corak usahatani; dan Sukirno (2009), biaya produksi adalah biaya
5) bentuk usahatani.
yang dikeluarkan perusahaan untuk
Berdasarkan teori dari menurut para memperoleh faktor-faktor produksi dan
ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa bahan-bahan mentah yang digunakan
usahatani merupakan suatu kegiatan usaha untuk menciptakan suatu produk tertentu.
yang dilakukan oleh petani dimana di Komponen-komponen yang terdapat dalam
dalamnya termasuk faktor-faktor produksi. arus kas keluar (outflow) diantaranya:
1) biaya investasi;
2.3 Teori Produksi dan Faktor Produksi 2) biaya operasional;
3) debt service; dan
Menurut Miller dan Meiners (2000),
4) pajak.
produksi merupakan suatu kegiatan yang
Berdasarkan teori dari menurut para
dikerjakan untuk menambah nilai guna
ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
suatu benda atau menciptakan benda baru
studi biaya produksi adalah seluruh biaya
sehingga lebih bermanfaat dalam
yang dikeluarkan perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan. Menurut Sukirno
memperoleh faktor-faktor produksi selama
(2006) faktor produksi adalah benda-benda
kegiatan produksi berjalan.
yang disediakan oleh alam atau diciptakan
oleh manusia yang dapat digunakan untuk
2.5 Teori Penerimaan dan Pendapatan
memproduksi barang dan jasa. Produksi
pertanian yang optimal adalah produksi Menurut Jati (2015), penerimaan
yang mendatangkan produk yang merupakan nilai yang diperoleh dari
menguntungkan ditinjau dari sudut produksi di kali dengan harga produksi.
ekonomi ini berarti biaya faktor-faktor Sedangkan menurut Nastalia (2014),
input yang berpengaruh pada produksi penerimaan (revenue) adalah perkiraan dana
jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang masuk sebagai hasil penjualan
hasil yang diperoleh sehingga petani dapat produksi dari unit usaha yang
memperoleh keuntungan dari usaha bersangkutan. Soekirno (2003), mengatakan
taninya. Faktor-faktor yang dimaksud bahwa keuntungan atau pendapatan
adalah: merupakan selisih antara penerimaan yang

15
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

diperoleh dalam suatu kegiatan produksi 1) Aspek Pasar;


dengan biaya yang dikeluarkan untuk 2) Aspek Sosial Budaya;
kegiatan tersebut. Berdasarkan teori dari 3) Aspek Ekonomi;
menurut para ahli di atas, penulis 4) Aspek Hukum dan Perizinan; dan
menyimpulkan bahwa penerimaan 5) Aspek Lingkungan.
merupakan perolehan hasil perkalian dari Berdasarkan teori dari menurut para
harga jual produk dengan jumlah produksi. ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
Sedangkan pendapatan merupakan selisih studi kelayakan adalah langkah pertama
antara penerimaan yang diperoleh dengan
yang harus dilakukan dalam menjalankan
total biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi. bisnis/proyek.

2.7 Titik Impas (Break Event Point)


2.6 Studi Kelayakan Usahatani Lada
Putih dan Lada Bubuk Break Even Point (BEP) atau titik
Menurut Tobing (2009) menyatakan impas merupakan keadaan yang
bahwa bermacam-macam peluang dan menggambarkan suatu rumah produksi
kesempatan yang ada dalam kegiatan usaha atau perusahaan yang tidak memperoleh
telah menuntut perlu adanya penilaian laba dan juga tidak menderita kerugian.
sejauh mana kegiatan atau kesempatan Rumah produksi atau perusahaan akan
tersebut dapat memberikan manfaat
mencapai keadaan BEP apabila total
(benefit) bila diusahakan. Kegiatan untuk
penerimaan sama dengan total biaya.
menilai sejauh mana manfaat yang dapat
diperoleh dalam melaksanakan suatu Menurut Soekartawi (2005), analisis titik
kegiatan usaha disebut dengan studi impas terdiri dari tiga, yaitu:
kelayakan. Kasmir dan Jakfar (2012) 1) BEP Unit
menyatakan bahwa kelayakan adalah BEP unit merupakan BEP yang
penelitian yang dilakukan secara dinyatakan dalam jumlah penjualan produk
mendalam untuk menentukan apakah dinilai tertentu.
usaha yang dijalankan memberikan manfaat 2) BEP Penerimaan
yang lebih besar dibandingkan dengan BEP penerimaan adalah BEP yang
biaya yang akan dikeluarkan. Dalam dinyatakan dalam jumlah penjualan atau
kelayakan usahatani lada putih dan usaha harga penjualan tertentu.
lada bubuk, perlu diketahui apakah usaha 3) BEP Harga
itu layak diusahakan dan memberikan BEP unit merupakan BEP yang
keuntungan. Usahatani lada putih dengan dinyatakan dalam rupiah untuk menentukan
metode GAP, kelayakan dan harga pada suatu produk.
keuntungannya hanya dilihat dari aspek
finansial saja. Sedangkan Untuk 2.8. Kerangka Pemikiran
mengetahui kelayakan usaha lada bubuk Untuk mendekatkan masalah yang
dilihat dari dua aspek, yaitu aspek finansial akan diteliti, maka kerangka pemikiran dari
dan non finansial. Adapun kriterian penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
kelayakan finansial meliputi:
1) NPV;
2) IRR;
3) Net B/C; dan
4) PP.
Sedangkan kriteria kelayakan non
finansial meliputi:

16
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

i = Tingkat suku bunga (%)


n = Umur Proyek (Tahun)
Responden 2) Net Benefit-Cost (Net B/C)
Adapun rumus NPV menurut
Prinsip Good Adisarwanto (2008) sebagai berikut:
Agriculture Instansi yang melakukan Pelaku Bisnis Olahan
𝜀 𝑃𝑉 𝑃𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
Practices (GAP) Usahatani Lada Putih Produk Turunan (CV. Net B/C =
(BP3L dan BBP) Indobakti) 𝜀 𝑃𝑉 𝑁𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓

3) Internal Rate Of Return (IRR)


Biaya
Produk Lada Putih
(Muntok White Pepper)
Produk Lada Turunan
(Lada Bubuk)
Adapun rumus NPV menurut
Kasmir dan Jakfar (2008) sebagai berikut:
𝑁𝑃𝑉
Penerimaan dan Pendapatan IRR = i1 +𝑁𝑃𝑉 1 × (𝑖2 - 𝑖1 )
1−𝑁𝑃𝑉2

Kelayakan Finansial
Usahatani Lada Putih
Dimana :
Kelayakan Biaya
dan Lada Bubuk:
1. NPV
𝑖1 = Tingkat suku bunga yang
2. Net B/C menghasilkan NPV positif (%)
3. IRR Aspek Non Finansial Usaha Lada Bubuk:
4. PP
1. Aspek Pasar 𝑖2 = Tingkat suku bunga yang
5. BEP Unit
6. BEP Penerimaan
2.
3.
Aspek sosial budaya
Aspek hukum
menghasilkan NPV negatif (%)
7. BEP Harga
4.
5.
Aspek ekonomi
Aspek lingkungan
NPV1 = NPV positif (Rp)
NPV2= NPV negatif (Rp)
3. METODOLOGI PENELITIAN
4) Payback Period (PP)
Penelitian dilakukan di Kabupaten Adapun rumus NPV menurut
Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Jogiyanto (2007) sebagai berikut:
dengan objek penelitian BP3L dan BBP, Nilai Investasi
PP = × 1 tahun
serta CV. Indobakti. Lokasi penelitian ini Kas Masuk Bersih
ditentukan secara purposive sampling dengan b. Break Event Point (BEP)
pertimbangan di Kabupaten inilah terdapat Adapun rumus BEP menurut
instansi yang melakukan budidaya Soekartawi (2005) sebagai berikut:
usahatani lada putih dengan metode GAP 1) BEP Unit
dan tempat pengolahan lada bubuk. 𝑇𝐶
Penelitian ini dilakukan dari bulan 𝑃
Oktober 2018 sampai dengan bulan April Keterangan :
2019. Metode penelitian yang digunakan TC = Biaya Total (Total Cost)
adalah metode studi kasus. P = Harga jual per Kg
Tujuan penelitian yang pertama dan 2) BEP Penerimaan
𝐹𝐶
kedua mengenai kelayakan finansial lada 𝑉𝐶
1−
putih dan lada bubuk dianalisis dengan 𝑇𝑅

menggunakan analisis kelayakan finansial Keterangan :


yang meliputi:
FC : Biaya Tetap (Fixed Cost)
a. Kelayakan Finansial VC : Biaya Variabel (Variabel Cost)
1) Net Present Value (NPV)
TR : Penerimaan
Adapun rumus NPV menurut 3) BEP Harga
Anggraeni (2010) sebagai berikut: 𝑇𝐶
𝐵𝑡−𝐶𝑡
NPV = ∑𝑛𝑡=1 𝑦
(1+ 𝑖)𝑡
Dimana : Keterangan :
Bt = Manfaat pada tahun t (Rp) TC : Biaya Total
Ct = Biaya pada tahun t (Rp) Y : Produk
t = Tahun kegiatan bisnis (t = 1,2,3,…n) c. Analisis Keuntungan

17
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Adapun rumus keuntungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,


menururt Soekartawi (2006) sebagai berikut: dimana sebagian wilayahnya merupakan
𝝅 = TR – TC – Biaya Implisit dataran rendah, lembab, dan perbukitan.
Keterangan : Tanaman lada di Provinsi Kepulauan
𝝅 = Keuntungan Bangka Belitung 90% ditanam di dataran
TR = Penerimaan rendah dengan ketinggian rata-rata 50 m
TC = Biaya Total dpl atau di bawah 100 m dpl. Provinsi
Sedangkan untuk tujuan penelitian Kepulauan Bangka Belitung juga memiliki
kedua mengenai kelayakan non finansial iklim tropis sehingga sangat cocok untuk
lada bubuk dianalisis dengan melakukan budidaya lada putih.
menggunakan analisis kelayakan non 2. Pengelolaan Tanah
finansial yang meliputi: Pengelolaan tanah yang dilakukan
a) Kelayakan Non Finansial oleh BP3L dan BBP pertama kali adalah
Adapun kelayakan non finansial penebangan dan penebasan. Setelah itu,
terdiri dari: melakukan pembersihan lahan dimana
1) Aspek Pasar lahan dibersihkan dari berbagai benda
2) Aspek Sosial Budaya pengganggu seperti sisa-sisa hasil tebasan
3) Aspek Ekonomi (kayu atau gulma). Hal ini perlu dilakukan
4) Aspek Hukum Dan Perizinan untuk membantu pertumbuhan tanaman
5) Aspek Lingkungan lada. Pengelolaan tanah yang dilakukan
Y : Produk oleh petani memiliki perbedaan dari
pengelolaan tanah yang dilakukan oleh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN BP3L dan BBP. Perbedaan itu terdapat pada
pengelolaan bahan-bahan sisa hasil tebasan.
4.1. Penerapan GAP Pada Usahatani Lada
Dimana dalam kegiatan usahatani lada
Putih putih yang dilakukan oleh BP3L dan BBP,
Teknis budidaya lada putih yang bahan-bahan sisa hasil tebasan tidak
dilakukan oleh BP3L dan BBP di Provinsi dibakar namun dikelola sebagai bahan
Kepulauan Bangka Belitung berbeda kompos. Sedangkan bahan-bahan sisa
dengan teknik budidaya yang dilakukan tebasan dari pembersihan lahan yang
oleh petani. Dimana dalam melakukan dilakukan oleh petani tidak dikelola sebagai
usahatani lada putih, petani masih bahan kompos namun dibakar oleh petani.
menggunakan teknik atau cara yang 3. Pengelolaan Air
tradisional sehingga mempengaruhi hasil Pengelolaan air yang dilakukan oleh
produksi. Sedangkan usahatani yang BP3L dan BBP dalam kegiatan budidaya
dilakukan oleh BP3L dan BBP sudah usahatani lada putih adalah dengan
menggunakan teknik atau cara baru yang membuat parit. Parit dibuat di sekeliling
dinamakan dengan metode Good Agriculture kebun dan dalam kebun. Pembuatan parit
Practices (GAP) yang sesuai dengan SOP ini bertujuan untuk mengatur drainase air
sehingga mampu meningkatkan hasil tanah yang berlebihan. Selain itu, bertujuan
produksi. untuk meminimalisir penularan penyakit
1. Pemilihan Lahan antar tanaman lada serta persaingan
tanaman lain disekitar kebun lada.
Lada putih dapat hidup pada daerah
dataran rendah dengan ketinggian rata-rata Pembuatan parit ini juga dilakukan oleh
sekitar 50 m di atas permukaan laut (dpl). petani. Dimana petani juga membuat parit
Tanaman lada putih dapat hidup pada disekeliling kebun dan dalam kebun yang
bertujuan untuk mengatur drainase air
iklim tropis dan bukan lahan bekas
tambang. Hal ini sesuai dengan kondisi di

18
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

tanah yang berlebihan dan meminimalisisr majemuk yang digunakan oleh BP3L dan
penularan penyakit antar tanaman lada. BBP adalah pupuk NPK Mutiara dan pupuk
4. Pengelolaan Budidaya Terpadu NPK Phonska. Sedangkan jenis pupuk kima
Pengelolaan budidaya terpadu yang majemuk yang digunakan petani adalah
dilakukan oleh petani memiliki perbedaan NPK Mutiara, NPK Phonska, NPK Pelangi,
dengan pengelolaan budidaya terpadu yang NPK Mahkota, NPK Pak Tani, DGW, dan
telah dilakukan oleh BP3L dan BBP lain sebagainya.
berdasarkan Standar Operasional Prosedur 5. Pengendalian Hama dan Penyakit
GAP. Perbedaan itu terdapat pada bibit Hama dan penyakit utama yang
yang digunakan, jarak tanam, ukuran menyerang tanaman lada milik BP3L dan
lubang tanam, tiang panjat, pemangkasan, BBP adalah penggerek batang, penyakit
penyiangan, dan pupuk. Bibit yang kuning, busuk pangkal batang, dan
digunakan oleh petani bukan bibit polibag keriting/kerdil. Pengendalian hama dan
melainkan bibit potongan dari kebun lada penyakit yang dilakukan oleh BP3L dan
milik sendiri atau membeli bibit potongan BBP jika tanaman lada terserang penyakit
dari kebun petani yang lain. Jarak tanam kuning menggunakan pestisida nabati dari
yang digunakan oleh petani adalah 1,5×1,5 bungkil jarak atau mimba serta
meter sehingga populasi lada per hektar dikendalikan dengan agensi hayati jamur
sekitar 3.000 sampai 3.500 tanaman lada, Pasteuria Penetrans. Jika tanaman terserang
sedangkan ukuran lubang tanam 30×30×30 penyakit busuk pangkal batang
cm. Selain itu, tajar yang digunakan oleh dikendalikan menggunakan agensi hayati
petani untuk menopang tanaman lada tidak jamur Trichoderma Hasrzianum. Sedangkan
menggunakan tajar hidup namun jika tanaman lada terserang penyakit kerdil
menggunakan tajar mati dan petani juga maka tanaman ada dimusnahkan dengan
tidak melakukan pemangkasan terhadap cara dibakar. Apabila tanaman lada
tanaman lada putih. terserang penyakit penggerek batang (ulat
Dalam melakukan usahatani buku), kepik renda, walang sangit, serta
lada putih, petani juga melakukan aphis maka dikendalikan dengan
penyiangan, akan tetapi penyiangan yang menggunakan pestisida hayati seperti
dilakukan oleh petani berbeda dengan yang mimba, ekstraks biji bengkuang, tepung
dilakukan oleh BP3L dan BBP. Dimana cengkeh dan lain-lain. Sedangkan agensi
dalam melakukan usahatani lada putih hayati yang digunakan adalah Beauveria
BP3L dan BBP menggunakan penutup Bassiana. Pengendalian hama dan penyakit
tanah tanaman Arachis Pintoii sehingga yang dilakukan oleh BP3L dan BBP berbeda
penyiangan hanya dilakukan disekitar dengan yang dilakukan oleh petani. Pada
tanaman lada (bobokor). Sedangkan petani awal melakukan usahatani lada putih,
tidak menggunakan penutup tanah petani tidak pernah memeriksa bibit yang
sehingga untuk membersihkan gulma digunakan sudah terserang penyakit atau
penyiangan dilakukan diseluruh lahan. tidak. Sehingga bibit yang sudah terserang
Petani juga sering menggunakan pestisida penyakit akan berkembang dan akan
dalam mengendalikan gulma sehingga mempengaruhi tanaman lada lainnya dan
tidak melakukan penyiangan dalam untuk mengendalikannya petani
usahatani lada putih yang dimiliki oleh menggunakan pestisida berbahan kimia.
petani. Selain itu, pupuk yang digunakan 6. Panen dan Penanganan Pasca Panen
oleh petani berbeda dengan pupuk yang Kegiatan panen yang dilakukan oleh BP3L
digunakan oleh BP3L dan BBP terutama dan BBP di kebun percontohan dengan
pada penggunaan pupuk kimia majemuk yang dilakukan oleh petani tidak memiliki
NPK (15:15:15). Dimana jenis pupuk kimia perbedaan. Dimana tanaman lada yang

19
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

sudah siap di panen dipetik dengan Sedangkan untuk Mutu II persyaratan


menggunakan tangan atau bisa juga dengan cacat Fisik maksimal 2 persen dengan
gunting. Setelah itu, buah lada yang sudah kadar air maksimal 14 persen dengan warna
dipetik dipisahkan dari tangkainya putih kekuning-kuningan atau putih keabu-
menggunakan tangan dan disortasi abuan atau putih kecoklat-coklatan, serta
berdasarkan ukuran dan tingkat bebas dari serangga hidup da mati. Dilihat
kematangan. Pemisahan ini juga dilakukan dari persyaratan fisiknya maka produk
pada buah lada yang masih hijau dan akhir lada butir yang dihasilkan oleh BP3L
muda. Dimana buah lada yang sudah dan BBP tergolong ke dalam Mutu II.
masak akan dimasukkan ke dalam karung
untuk direndam selama 10-14 hari pada air 4.2. Kriteria Kelayakan Finansial
sungai yang bersih dan mengalir.
Perendaman ini bertujuan untuk Usahatani Lada Putih
melunakkan kulit buah lada itu sendiri. Adapun asumsi yang digunakan
Setelah kulit buah lunak, selanjutnya buah dalam kelayakan finansial adalah sebagai
dikupas secara manual dan dibersihkan berikut:
kembali dengan menggunakan air. 1) Pelaku usahatani lada putih ini
Pembersihan ini bertujuan untuk merupakan BP3L dan BBP.
memisahkan biji lada dari bekas kulit buah 2) Umur Produktif lahan yang digunakan
lada. Setelah selesai, biji lada dikeringkan selama 7 tahun untuk satu kali periode
dibawah sinar matahari sampai kadar air masa panen berdasarkan hasil
maksimum 14% dan harus menggunakan wawancara kepada pelaku usahatani.
alas. Alas ini bertujuan agar biji lada 3) Harga lada putih disesuaikan dengan
terhindar dari kotoran dan kontaminan. Jika harga mengikuti harga pada saat
biji lada sudah kering, maka lada putih penelitian sebesar Rp 50,000.
dikemas dalam kemasan, yaitu karung goni 4) Kegiatan produksi lada putih dilakukan
yang kemudian dilapisi dengan kantong sebanyak 5 kali selama 7 tahun
plastik dan disimpan di dalam ruangan 5) Tenaga kerja yang digunakan
yang suhu dan kelembabanya terkontrol. merupakan tenaga kerja tetap dan upah
Akan tetapi, dalam kegiatan penanganan tenaga kerja disesuaikan pada saat
pasca panen memiliki perbedaan. Dimana penelitian mengikuti harga tahun 2017.
petani tidak mengemas dan menyimpan Adapun kriteria kelayakan finansial
lada putih ke dalam karung goni melainkan yang diperoleh oleh BP3L dan BBP dari
dikemas dan disimpan ke dalam karung kegiatan usahatani lada putih selama umur
biasa. Biji lada putih muntok (Muntok produktif tanaman lada putih disajikan
White Pepper) yang diperdagangkan pada Tabel 1:
tergolong dalam Mutu I dan Mutu II.
Mutu I memiliki persyaratan cacat fisik
maksimal 1 persen dan kadar air
maksimal 13 persen dengan warna
putih kekuning-kuningan, serta bebas
dari serangga hidup dan mati.

Tabel 1. Nilai Hasil Kelayakan Finansial Pada Usahatani Lada Putih Lahan 1 Ha.
Kriteria Indikator Kelayakan Hasil Keputusan Investasi
NPV >0 Rp 202,259,131 Layak
Net B/C Ratio >1 2.4 Layak
IRR >5.5 persen 19 % Layak

20
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Payback Period >7 Tahun 4 Tahun 8 Bulan Layak


Sumber: Olahan Data Primer, 2019
Dengan demikian, dapat
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan disimpulkan bahwa kegiatan budidaya lada
bahwa proyeksi arus kas usaha budidaya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
lada putih berdasarkan indikator kelayakan layak untuk dilaksanakan. Nilai Net B/C
finansial telah diperoleh bahwa nilai Net Ratio yang diperoleh dari kegiatan
Present Value (NPV) sebesar Rp 202,259,131. budidaya lada putih adalah sebesar 2.4.
Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan
budidaya lada di Provinsi Kepulauan Hal ini menunjukkan bahwa setiap
Bangka Belitung yang dilakukan oleh BP3L tambahan biaya sebesar Rp 1.00 akan
dan BBP akan menghasilkan manfaat bersih menghasilkan tambahan manfaat sebesar
tambahan sebesar Rp 202,259,131. Hal ini Rp 2.4. Berdasarkan indikator kelayakan
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya kriteria Net B/C Ratio dapat disimpulkan
lada putih di Provinsi Kepulauan Bangka bahwa kegiatan budidaya lada putih layak
Belitung ini layak untuk dilaksanakan. untuk dilakukan dan payback period nya 4
karena menghasilkan NPV lebih besar dari tahun 8 bulan, yang berarti periode
nol. Selain itu, nilai Internal Rate of Return pengembalian semua biaya yang
(IRR) sebesar 19% artinya nilai tersebut dikeluarkan atas investasi selama 4 tahun 8
menunjukkan bahwa tingkat pengembalian bulan.
kegiatan budidaya lada terhadap investasi
yang ditanamkan adalah sebesar 19%. 4.3. Break Event Point (BEP)
Angka ini lebih besar jika dibandingkan Adapun nilai BEP yang diperoleh
dengan nilai opportunity cost of capital (OCC) oleh BP3L dan BBP dari kegiatan usahatani
yang telah ditentukan, yaitu sebesar 5.5% lada putih selama umur produktif tanaman
(IRR=19%>5.5%). lada putih disajikan pada Tabel 2:

Tabel 2. Nilai BEP Pada Usahatani Lada Putih


Kriteria Indikator Nilai Hasil
BEP Unit 9,648.8 Kg 17,000 Kg Menguntungkan
BEP Penerimaan Rp 1,1348,484,841 Rp 850,000,000 Menguntungkan
BEP Harga Rp 28,378.96 Rp 50,000 Menguntungkan
Sumber: Olahan Data Primer, 2019

Berdasarkan Tabel 2 bahwa BEP unit yang diperoleh oleh BP3L dan BBP selama
usahatani lada putih sebesar Rp 9,648.8 Kg. umur produktif tanaman sebesar Rp
sedangkan jumlah produksi lada putih 850,000,000 sehingga usahatani yang
yang dihasilkan oleh BP3L dan BBP selama dilakukan oleh BP3L dan BBP ini
umur produktif tanaman sebesar 17,000 menguntungkan. BEP harga usahatani lada
atau setara dengan 17 ton sehingga putih sebesar Rp 28,378.96. sedangkan
usahatani yang dilakukan oleh BP3L dan harga lada putih saat ini sebesar Rp 50,000
BBP ini menguntungkan. Sedangkan BEP sehingga usahatani yang dilakukan oleh
penerimaan usahatani lada putih sebesar BP3L dan BBP ini menguntungkan.
Rp 11,348,484,841. sedangkan penerimaan

4.4. Kelayakan usaha lada bubuk di CV.


Indobakti

21
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

4.4.1. Gambaran Umum Perusahaan


Kondisi lokasi dan perusahaan saat dimana segmen pasarnya adalah toko dan
ini sangat strategis karena lokasinya berada pabrik. Target pasar dalam penjualan lada
di dekat kota, yaitu Kota Pangkalpinang. bubuk ini dilakukan di Toboali dan di
Dulunya, usaha ini berada di Toboali Jakarta. Penjualan lada bubuk ini dilakukan
Kabupaten Bangka Selatan, dimana sendiri oleh pemilik usaha sehingga tanpa
orangtua dari Bapak Hendri merupakan menggunakan peran distributor ataupun
salah satu pengumpul lada putih. Setelah pengecer.
berjalan beberapa tahun, akhirnya usaha ini 2) Aspek Sosial Budaya
dijalankan oleh Pak Hendri dan Keberadaan CV. Indobakti ini
dipindahkan ke Kecamatan Pangkalan Baru memberikan kontribusi terhadap budaya
sehingga berdirilah CV. Indobakti ini. masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka
Namun, sejak CV. Indobakti berdiri pada
Belitung, terutama budaya bagi masyarakat
tahun 2005 yang menjadi produk unggulan
dari CV. Indobakti ini adalah lada butir. Hal yang tinggal di daerah usaha lada bubuk
ini dikarenakan memang dulunya usaha ini ini. Dimana dengan adanya usaha lada
merupakan pengumpul lada putih yang bubuk ini akan mampu mempengaruhi
nantinya akan di ekspor ke luar. Akan masyarakat untuk menggunakan lada
tetapi, pada tahun 2016 mulailah dibuka bubuk sebagai pelengkap masakan. Hal ini
usaha lada bubuk ini. tentunya akan diwariskan dari generasi ke
generasi seiring dengan perkembangan
4.4.2. Kriteria penilaian kelayakan aspek
masyarakat terutama di Provinsi Kepulauan
non finansial Bangka Belitung. Selain itu, keberadaan
1) Aspek Pasar CV. Indobakti ini juga memberikan
Lada bubuk banyak sekali kontribusi terhadap sosial, yaitu mampu
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai menciptakan lapangan pekerjaan serta
pelengkap rasa pada makanan. Permintaan
memberikan sumbangan bagi masyarakat
terhadap lada bubuk pun bukan hanya dari
Pulau Bangka namun juga dari luar Pulau saat terjadi bencana alam, khususnya di
Bangka, yaitu Jakarta. Oleh sebab itu, Kota Pangkalpinang. Usaha lada bubuk ini
sangat memungkinkan untuk melakukan juga menggunakan teknologi yang tidak
usaha lada bubuk seperti yang dilakukan menimbulkan polusi.
oleh CV. Indobakti. Akan tetapi, sejak awal
berdiri dari tahun 2016 sampai tahun 2018,
3) Aspek Ekonomi
permintaan dan penawaran terhadap lada
Keberadaan usaha lada bubuk ini
bubuk di CV. Indobakti masih stabil dan
mampu memberikan kesempatan kerja bagi
belum ada peningkatan. Hal ini disebabkan
karena perusahaan masih berproduksi masyarakat yang awalnya belum memiliki
sesuai dengan permintaan konsumen dan pekerjaan sehingga mempunyai
banyaknya eksportir yang membeli lada penghasilan. Usaha lada bubuk ini juga
butir dari petani kemudian mengekspornya menggunakan sumber daya dan sumber
ke negara asing sehingga pemilik daya manusia lokal, yaitu lada butir asli
perusahaan ini harus mampu bersaing
dari Bangka Belitung dan semua tenaga
dengan eksportir lainnya. Distribusi produk
yang dilakukan di CV. Indobakti langsung kerja yang digunakan berasal dari Pulau
menjual produk kepada konsumen. Usaha Bangka. Selain itu, dampak positif juga
lada bubuk ini memiliki segmen pasar dapat dirasakan langsung oleh petani

22
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

karena bekerja sama dalam hal pemasokan hasil pembuatan lada bubuk supaya tidak
bahan baku lada butir sehingga antara CV. tercemar kemana-mana.
Indobakti dan petani terjalin kerjasama. Dari aspek non finansial tersebut
maka usaha lada bubuk di CV. Indobakti
4) Aspek Hukum dan Perizinan
layak diusahakan. Hal ini didukung dengan
Perusahaan pengolahan lada bubuk
penelitian Rustiana (2008), Septiani (2009),
ini memiliki badan hukum yang berbentuk
Perseroan Komanditer (CV) dengan nama dan Indyastuti Y. (2010).
CV. Indobakti yang secara hukum telah
memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan 4.4.3. Kriteria penilaian kelayakan aspek
(SIUP) dengan nomor legalitasnya adalah finansial Lada Bubuk
SIUP:503/039/SIUP/DPMPPTSPRINDAG/
Adapun asumsi yang digunakan
2017. CV. Indobakti ini juga telah memiliki
sebagai berikut :
Tanda Daftar Usaha (TDP) dengan nomor
1) Pelaku usaha lada bubuk ini merupakan
legalitasnya adalah TDP:31.06.03.47.0093.
Perusahaan dengan nama CV. Indobakti.
Dan CV. Indobakti ini juga memiliki Surat
2) Satu kali proses produksi menggunakan
Izin Gangguan (SIG) dari Disperindag
bahan baku lada butir sebanyak 800 Kg
Kabupaten Bangka Tengah dengan nomor
dengan produksi lada bubuk sebesar
legalitasnya adalah
80% sehingga hasil produksi lada bubuk
SIG:503/197/IG/KPPTSP?2014. Akan
sebanyak 640 Kg.
tetapi, CV. Indobakti ini belum memikliki
3) Harga lada butir sebesar Rp 50.000/Kg
izin BPOM dan bersertifikasi halal dari MUI
sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
untuk produk lada bubuk namun masih
mendapatkan bahan baku dalam satu
dalam proses mau menuju pembuatan surat
kali produksi sebanyak 800 Kg sebesar
izin halalnya.
Rp 40.000.000.
5) Aspek Lingkungan
4) Kegiatan produksi lada bubuk dalam
Keberadaan CV. Indobakti pengolahan lada
satu bulan dilakukan sebanyak 10 kali.
bubuk ini tidak menimbulkan dampak
5) Produksi lada bubuk yang dihasilkan
negatif bagi masyarakat sekitar maupun
dijual dalam bungkus plastik berukuran
pagi pekerja. Dimana bagi masyarakat,
25 Kg dengan harga per Kilogram
keberadaan usaha ini tidak memberikan
sebesar Rp 80.000. sehingga lada bubuk
dampak negatif karena tidak menggunakan
yang telah dibungkus sebanyak 20
mesin-mesin yang menimbulkan polusi
bungkus.
mulai dari proses produksi sampai finishing.
6) Tenaga kerja yang digunakan
Bagi para pekerja juga tidak memberikan
merupakan tenaga kerja tetap sebanyak 5
dampak negatif karena proses pembuatan
orang dengan upah sebesar Rp
lada bubuk ini memiliki tempat
300.000/orang untuk satu kali produksi.
penyimpanan yang khusus. Limbah dari
Adapun kriteria kelayakan finansial
usaha lada bubuk ini berbentuk
yang diperoleh oleh CV. Indobakti selama
pencemaran udara, yaitu debu dari hasil
menjalankan usaha lada bubuk disajikan
pembuatan lada bubuk itu sendiri. Namun
pada Tabel 3:
untuk debu itu sendiri ada tempat khusus,
yaitu kamar debu untuk menyimpan debu
Tabel 3. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Lada Bubuk di CV. Indobakti
Kriteria Indikator Kelayakan Hasil Keputusan Investasi
NPV >0 Rp 4,812,490,222.72 Layak
Net B/C Ratio >1 4.6 Layak
IRR >5.5 persen 60 % Layak
Payback Period >10 tahun 1 Tahun 6 Bulan Layak

23
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Sumber : Olahan Data Primer, 2019

Berdasarkan Tabel 3 bahwa analisis menunjukkan tingkat pengembalian


kelayakan finansial usaha lada bubuk internal proyek sebesar 58 persen dan
memperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar Rp karena IRR>5.5 persen, maka usaha ini
4,812,490,222.72 yang artinya bahwa usaha layak untuk dijalankan dan
ini layak untuk dijalankan. NPV sama menguntungkan. Kriteria lain yang
dengan Rp 4.8 miliar ini menunjukkan dianalisis adalah Net B/C Ratio yang
manfaat bersih yang diterima dari usaha diperoleh sebesar 4.6 yang menyatakan
ini selama umur proyek terhadap tingkat bahwa usaha lada bubuk ini layak untuk
diskonto yang berlaku yang artinya usaha dijalankan. Nilai Net B/C Ratio sama
lada bubuk mampu menghasilkan nilai dengan 4,6 yang berarti bahwa setiap Rp 1
kini bersih selama 10 tahun pada tingkat biaya yang dikeluarkan selama umur
discount 5.5 % sebesar Rp 4.8 miliar. Selain proyek menghasilkan Rp 4.6 satuan
NPV, kriteria lain yang dianalisis adalah manfaat bersih. Selain itu, usaha lada
IRR, IRR diperoleh sebesar 60 persen bubuk ini layak karena memiliki periode
dimana IRR tersebut lebih besar dari pengembalian biaya investasi selama 1
tingkat suku bunga deposito yang berlaku tahun 6 bulan.
sebesar 5.5 persen. Nilai IRR tersebut

4.5. Break Event Point (BEP)


Adapun nilai BEP yang diperoleh bubuk selama satu bulan produksi disajikan
oleh CV. Indobakti dari kegiatan usaha lada pada Tabel 4:
Tabel 4. Nilai BEP pada Usahatani Lada Putih
Kriteria Investasi Indikator Nilai Hasil
BEP Unit 5,558.6 Kg 6,400 Kg Menguntungkan
BEP Penerimaa Rp 150,000,000 Rp 512,000,000 Menguntungkan
BEP Harga Rp 69,482.55 Rp 80,000 Menguntungkan
Sumber: Olahan Data Primer, 2019

Berdasarkan Tabel 4 bahwa BEP unit dilakukan oleh CV. Indobakti ini
usaha lada bubuk sebesar 5,558.6 Kg. menguntungkan.
sedangkan jumlah produksi lada bubuk
yang dihasilkan oleh CV. Indobakti selama
satu bulan sebesar 6,400 Kg atau setara 4. SIMPULAN DAN SARAN
dengan 6.4 ton sehingga usaha lada bubuk
4.4. Simpulan
yang dilakukan oleh CV. Indobakti ini
menguntungkan. Sedangkan BEP Berdasarkan hasil penelitian dapat
penerimaan lada bubuk sebesar Rp disimpulkan bahwa:
150,000,000. sedangkan penerimaan yang a. Kegiatan budidaya usahatani lada putih
diperoleh oleh CV. Indobakti selama satu dengan metode GAP yang dilakukan
bulan sebesar Rp 512,000,000 sehingga oleh BP3L dan BBP secara finansial layak
usaha lada bubuk yang dilakukan untuk diusahakan. Dimana nilai NPV
CV.Indobakti ini menguntungkan. BEP sebesar Rp 202,259,131 IRR sebesar 19
harga usaha lada bubuk sebesar Rp persen, Net B/C sebesar 2.4, dan Payback
69,482.55. sedangkan harga lada bubuk Period selama 4 tahun 8 bulan.
yang di jual oleh CV. Indobakti sebesar Rp b. Usaha lada bubuk yang dilakukan oleh
80,000 sehingga usaha lada bubuk yang CV. Indobakti baik secara finansial
maupun non finansial layak untuk

24
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

diusahakan. Dimana nilai NPV sebesar usahatani lada putih dengan


Rp 4,812,490,222 IRR sebesar 60 persen, menggunakan metode Good Agriculture
Net B/C sebesar 4.6, dan Payback Period Practices (GAP).
selama 1 tahun 6 bulan. c. Untuk usaha lada bubuk, perlu adanya
Brand Image dan kegiatan promosi agar
produk yang dimiliki mampu bersaing
4.5. Saran dengan produk-produk lainnya dan
lebih dikenal oleh konsumen secara
Berdasarkan dari hasil penelitian,
luas. Selain itu, usaha lada bubuk ini
adapun saran yang dapat diberikan adalah
perlu adanya surat izin halal dri MUI
sebagai berikut:
dan izin BPOM agar usaha lada bubuk
a. Sebaiknya para petani melakukan
ini lebih dipercaya oleh konsumen
usahatani lada putih dengan
d. Selanjutnya peneliti merekomendasikan
menerapkan metode Good Agriculture
untuk mengkaji atau melakukan
Practices (GAP) seperti yang telah
penelitian lebih lanjut mengenai
dilakukan oleh BP3L dan BBP. Dimana
“Analisis Sensitivitas Usahatani Lada
jika melakukan usahatani lada putih
Putih dan Lada Bubuk di Provinsi
dengan metode GAP dapat
Kepulauan Bangka Belitung.” Dimana
meningkatkan produktivitas. Selama
hasil dari rekomendasi penelitian ini
ini, petani di Provinsi Kepulauan
nantinya akan berdampak pada
Bangka Belitung baru 50 persen
kelayakannya sehingga akan menjadi
menerapkan GAP dalam usahataninya
pertimbangan apakah usahatani lada
sehingga hal ini berpengaruh pada
putih dan usaha lada bubuk di Provinsi
produktivitas.
Kepulauan Bangka Belitung masih layak
b. Selain itu, perlu adanya peningkatan
atau tidak untuk diusahakan.
kegiatan penyuluhan mengenai

Daftar Pustaka International Pepper Of Community. 2011.


Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Good Agricultural Practices Of Pepper.
Jakarta: Balai Penelitian Tanaman
Tropika. Jakarta: Penebar Swadaya.
Obat dan Aromatika Kementerian
Anggraeni, D. 2010. Analisis Pengaruh
Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Pertanian Republik Indonesia.
Daerah Terhadap Peningkatan Jati, D.S.E. 2015. Pengaruh Pembiayaan Kredit
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Modal Kerja terhadap Tingkat
Empiris Pada Propinsi Bengkulu). Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah
Skripsi. Jakarta. Universitas Islam (UKM) pada PT BANK Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS) Margirizki
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bahagia
BAPPEDA (Badan Perencanaan
Jogiyanto. 2007. Metodologi Penelitian Sistem
Pembangunan dan Penelitian
Informasi. Yogyakarta: ANDI.
Pengembangan Daerah. 2017. Kajian
Value Chain Komoditas Lada Dalam Juanda, B. 2009. Metodelogi Penelitian
Upaya Peningkatan Daya Saing Daerah Ekonomi Dan Bisnis. Bogor: IPB Press.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kasmir dan Jakfar. 2012. Studi Kelayakan
Pangkalpinang: BAPPEDA PROVINSI Bisnis (edisi Revisi). Jakarta: Kencana
Kepulauan Bangka Belitung. Prenada media Group.
Firdaus, M. 2009. Manajemen Agribisnis. . .2012. Studi Kelayakan Bisnis
Jakarta: Bumi Aksara. (edisi Revisi). Jakarta: Kencana
Prenada media Group.

25
Journal of Integrated Agribusiness , 1(1) 2019 :12-26 P-ISSN: 2656-3835

Nastalia, R.D. 2014. Analisis Kelayakan Tobing, D.A.S.L. 2009. Analisis Kelayakan
Finansial Usaha Perkebunan Karet Usahatani Wortel (Studi Kasus: Desa
Rakyat Swadaya di Desa Sungai Sukadame Kecamatan Tigapanah
Jalau Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Karo Sumatera Utara).
Kabupaten Kampar. Jurnal Agribisnis. Skripsi. Fakultas
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pertanian.Universitas Sumatera
Vol. 1 No. 2, Oktober 2014. (diakses Utara. (diakses tanggal 11 September
tanggal 11 September 2018). 2018)
Sarpian, T. 2003. Pedoman Berkebun Lada dan Wanda, F.F.E. 2015. Analisis Pendapatan
Analisis Usaha Tani. Kanisius: Usahatani Jeruk Siam (Studi Kasus:
Yogyakarta. Di Desa Padang
Soekartawi . 2001. Agribisnis : Teori dan Pangrapat Kecamatan Tanah Grogot
Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Kabupaten Pasar). Jurnal Ilmu
Persada. Administrasi Bisnis, 3(3):600 611.
.2005. Agroindustri Dalam
Perspektif Sosial Ekonomi. Raja grafindo
persada. Jakarta.
.2003.. Teori Ekonomi Mikro
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Julaiha, S. 2017. Perilaku Petani Lada Putih
Terhadap Fluktuasi Harga Lada Putih Di
Desa Puput Kecamatan Simpangkatis.
Skripsi. Bangka Belitung: Universitas
Bangka Belitung.
Sukirno. 2006. Makro Ekonomi Teori
Pengantar : Teori Pengantar. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
. 2009. Mikro Ekonomi. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

26

You might also like