Professional Documents
Culture Documents
1653-Source Texts-4486-1-10-20200625
1653-Source Texts-4486-1-10-20200625
Nehru Asyikin
Peneliti Pusat Kajian Hak Asasi Manusia dan Pelayanan Publik Aksa Bumi
Nehruasyikin1@gmail.com
Abstract
The Decree of the Constitutional Court No. 13/PUU-XVI/2018 States article 10 of Law No.
24 of 2000 contradicts the Constitution. International treaties conducted by executives provide
oversight and balance with the legislature on ratification. The problem is formulated is how
the mechanism of check and balances between legislative and international treaty executives
post-decision of the Constitutional Court No. 13/PUU-XVI/2018? And how is legislative
supervision over the post-executive decision of the Constitutional Court? The study uses
normative legal research methods with a conceptual approach approach, a legal approach, a
case approach. The results of this study are, firstly. The legislature has full authority to assess
the rules of ratification contrary to the Constitution or not. The legislative control lies in
article 11 of paragraph 2 of the Constitution and article 10 of Law No. 24 of 2000 on
international treaties. Second. Limited legislative supervision only evaluates and returns to the
President. As with the minister, the legislature is positioned as a consideration institution or
limited consultation, the House of Representatives does not have the authority to cancel the
policy to be taken by the Minister.
Keywords: Checks and Balances, international treaties, Constitutional Court ruling.
A. Pendahuluan
32
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
33
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
kewenangan DPR oleh UUD Negara Pada penelitian ini memakai metode
Republik Indonesia tahun 1945. Sedangkan penelitian hukum normatif dengan dengan
bagi pasal lain yang dimohonkan ditolak memanfaatkan data sekunder yang terdiri
oleh MK dan tetap konstitusional. dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier yang
Dengan demikian, berdasarkan
bersumber dari penelitian kepustakaan
penjelasan yang telah dijabarkan di muka,
(library research) dengan menggunakan
akan dikaji Implementasi Checks And
berbagai literatur berupa peraturan
Balances Antara Lembaga Legislatif
perundang-undangan, buku-buku, karya
Dengan Eksekutif Terhadap Perjanjian
ilmiah berupa jurnal, tesis, artikel dan
Internasional yang akan diuraikan menjadi
sumber lainnya yang berkaitan dengan
beberapa sub bab yaitu, Teori chacks and
permasalahan di mukadengan mengacu pada
balances,Mekanisme Checks and Balances
peraturan perundang-undangan tentang
antara Legislatif dan Eksekutif Terhadap
perjanjian internasional dan hubungan antara
Perjanjian Internasional, Pengawasan
lembaga legislatif dan eksekutif terkait
Lembaga Legislatif Terhadap Eksekutif
perjanjian internasional.Metode pendekatan
Dalam Perjanjian Internasional, sehingga
penelitian ini menggunakan pendekatan
dari uraian pada sub-sub bab di atas akan
konseptual, pendekatan
ditemukan implementasi checks and
perundang-undangan dan pendekatan
balances kedua lembaga tersebut.
kasus.Kemudian bahan-bahan hukum yang
Oleh karena itu, penelitian ini telah terkumpul dianalisis menggunakan
memberikan dua rumusan masalah antara teori checks and balances, fungsi
lain: pertama, bagaimanakah mekanisme pengawasan DPRdan doktrin-doktrin para
checks and balances antara legislatif dan ahli hukum tata negara secara kualitatif.
eksekutif terhadap perjanjian internasional
C. Pembahasan
pasca putusan MK Nomor
1. Teori Check And Balances
13/PUU-XVI/2018? Kedua, pengawasan
lembaga legislatif terhadap eksekutif dalam UUD 1945 pasca reformasi dapat
34
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal. negara dapat diatur, dibatasi bahkan
Lebih-lebih istilah pembagian kekuasaan itu dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga
sendiri sebagai isitlah telah pula dipakai penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 sebagai konsep penyelenggara negara ataupun
pembagian kekuasaan (division of power) pribadi-pribadi yang kebetulan sedang
dalam arti vertikal, yaitu pembagian menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga
kekuasaan antara pusat dan daerah-daerah negara yang bersangkutan dapat dicegah dan
bagian. Istilah pembagian kekuasaan dipakai ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.6
untuk pengertian “territorial division of Adapun Operasional dari teori checks
power” seperti yang digunakan oleh Arthus and balances ini dilakukan melalui cara-cara
Mass dengan istilah pemisahan kekuasaan sebagai berikut:
35
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
(the last word) jika ada pertikaian cabang mengendalikan dan mengimbangi
kewenangan antara badan eksekutif kekuataan cabang-cabang kekuasaan yang
dengan legislatif.7
lain. Dengan adanya perimbangan yang
Prinsip checks and balances relatif
saling mengendalikan tersebut, diharapkan
masih baru diadopsi ke dalam sistem
tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaaan di
ketatanegaraan Indonesia, utamanya setelah
masing-masing organ yang bersifat
perubahan UUD 1945, sehingga dalam
independen itu. Kemudian prinsip
prakteknya masih sering timbul “konflik
koordinasi dan kesederajatan, yaitu semua
kewenangan” antar lembaga negara ataupun
organ atau lembaga (tinggi) negara yang
dengan/atau antar komisi-komisi negara.
menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan
Setiap negara pasti akan
yudisial mempunyai kedudukan yanng
mengimplementasikan prinsip chechks and
sederajat dan mempunyai hubungan yang
balances sesuai degan kondisi dan
bersifat co-ordinatif, tidak bersifat
kebutuhan negaranya. Tidak terkecuali
sub-ordinatif satu dengan yang lain. 9 Atau
Indonesia. Reformasi politik 1998 yang
bahasa sederhananya co-ordinatif ialah
disusul dengan reformasi konstitusi
pertalian antara 2 (dua) kelembagaan atau
1999-2002, menyepakati diadopsinya
lebih yang berhubungan sederajat dengan
prinsip tersebut ke dalam sistem
lembaga lain atau memiliki kedudukan yang
pemerinthaan Indonesia.8
seimbang, bukan pada wilayah sub-ordinatif
Doktrin pemisahan kekuasaan juga di mana hubungan antara kelembagaan
menentukan bahwa masing-masing organ tersebut tidak setara, semisal eksekutif
tidak boleh turut campur atau melakukan memiliki kedudukan di atas legislatif dalam
intervensi terhadap kegiatan organ yang lain. wilayah pengambilan keputusan terutama
Dengan demikian, interpendensi pada wilayah ratifikasi perjanjian
masing-masing cabang ekuasaan dapat internasional.
terjamin dengan sebaik-baiknya, dalam Keseluruhan dari prinsip tersebut
doktrin pemisahan kekuasaan itu, yang juga sudah disimpulkan dalam teori distributif
dianggap paling penting adalah adanya kekuasaan dan teori check and balances.
prinsip checks and balances, di mana setiap Teori ini amat diperlukan dalam suatu
7
sistem ketatanegaraan berhubung manusia
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern
(Rechtstaat), Bandung: PT Refika Aditama, 2011,
hlm. 124-125.
8
Ni’Matul Huda, Pekembangan Hukum Tata 9
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara Perdebatan & Gagasan Penyempurnaan, Negara, Jakarta Pusat: Konstitusi Press, 2006, hlm.
Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 143. 22.
36
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
37
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
keadaan perang maupun damai. Presiden mendasar bagi kehidupan rakyat yang
adalah puncak pimpinan negara, dan negara terkait dengan beban keuangan negara,
dalam berhadapan dengan negara lain. dan/atau mengharuskan perubahan
Dengan persetujuan parlemen, dia juglah atau pembentukan undang-undang
yang memiliki kewenangan politik untuk harus dengan persetujuan DPR;
menyatakan perang dan berdamai dengan 3) Ketentuan lebih lanjut tentang
negara lain. Oleh karena itu, biasanya perjanjian internasional diatur dengan
ditentukan: (a) Penyelenggaraan undang-undang.16
pemerintahan oleh presiden haruslah Mengenai mekanismenya, pemberian
didasarkan atas undang-undang dasar; (b) bentuk undang-undang suatu perjanjian
dalam sistem pemisahan kekuasaan dan internasional dapat ditinjau dari dua segi
checks and balances, kewenangan regulatif yaitu: pertama, ditinjau dari tata cara yang
bersifat derivatif dari kewenagan legislatif harus ditempuh dalam membuat atau
yang memiliki oleh parlemen. Karena itu, memasuki suatu perjanjian internasional.
pemerintah dianggap hanya dapat Kedua, ditinjau dari materi muatan yang
menetapkan suatu peraturan untuk diatur dalam perjanjian internasional yang
kepentingan umum, jika undang-undang bersangkutan. Dalam praktek yang berlaku
atau produk hukum yang ditetapkan oleh (sejak 1945), semua perjanjian internasional
parlemen memerintahkan hal itu.15 yang dibuat dengan persetujuan DPR.
Menurut UUD Republik Indonesia Selalu diberi bentuk (berbentuk)
Tahun 1945 menurut Pasal 11 UUD 1945 undang-undang. Pendapat yang umum pada
dijelaskan bahwa : konvensi ketatanegaraan.17
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Penjelasan lebih lanjut terkait
Perwakilan Rakyat menyatakan mekansime di atas. Pertama, mengenai tata
perang, membuat perdamaian dan cara yang harus ditempuh dalam membuat
perjanjian dengan negara lain; atau memasuki suatu perjanjian
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional. Maksudnya ialah, dalam
internasional lainnya yang lapangan Hukum Internasional, suatu
menimbulkan akibat yang luas dan proses pembuatan perjanjian sampai
15 16
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Undang-Undang Dasar Negara Republik
Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Mahkamah Indonesia Tahun 1945 (Republik Indonesia, 1945).
17
Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR
Indonesia, 2004, hlm.176-177. MAJU, 1995, hlm. 34.
38
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
mengikat kedua negara atau lebih dilakukan d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah
dalam beberapa tahap, yaitu perundingan Konstitusi; dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam
atau pembicaraan diadakan tentang masalah
masyarakat.19
yang menyangkut kepentingan Materi muatan dari suatu
masing-masing negara. Perundingan atau undang-undang adalah berisi pengaturan
pembicaraan itu merupakan tindakan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar
persiapan untuk jadinya suatu traktat. Tahap 1945. Dalam hal ini ketika Undang-Undang
pertama ini sepenuhnya adalah wewenang Dasar mengamanatkan untuk diadakan
dari Presiden, Presiden dalam rangka pengaturan lebih lanjut dalam suatu
hubungan dengan luar negri menentukan undang-undang, maka pembentuk
perjanjian apakah yang perlu diadakan undang-undang harus membentuk suatu
dengan negara lain. Dalam hal ini Dewan undang-undang yang materi muatannya
Perwakilan Rakyat sama sekali tidak turut adalah aturan lebih lanjut dari apa yang
campur secara langsung. 18 Kedua,ditinjau ditetapkan oleh UUD 1945.20
dari materi muatan yang diatur dalam Bertalian di atas, proses pengesahan
perjanjian internasional yang bersangkutan, atau ratifikasi perjanjian internasional dalam
materi muatan apabila mengacu pada Undang-Undang Dasar Indonesia
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor merupakan kerja sama antara eksekutif dan
15 Tahun 2019TentangPerubahan Atas legislatif. Pemerintah sebagai badan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun eksekutif biasanya memagari peranan dalam
2011Tentang Pembentukan Peraturan membuat perjanjian-perjanjian internasional
Perundang-Undangan Pasal 10 ayat (1) dengan negara lain atau turut serta pada
Materi muatan yang harus diatur dengan perjanjian internasional yang sudah ada.
Undang-Undang berisi: Karena tidak semua perjanjian memerlukan
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ratifikasi, proses selanjutnya adalah memilih
ketentuan Undang-Undang Dasar
perjanjian-perjanjian yang perlu
Negara Republik Indonesia Tahun
1945; disampaikan pada Dewan Perwakilan
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk
diatur dengan Undang-Undang;
c. Pengesahan perjanjian internasional
tertentu; 19
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
18
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar (Republik Indonesia, 2011).
20
Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peratura
Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Perundang-Undangan, Jakarta Timur: Sinar Grafika,
Indonesia, 1981, hlm. 58-59. 2018, hlm. 94-95.
39
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
Rakyat sebagai badan legislatif untuk ini sebagai undang-undang formal, sebagai
mendapat persetujuan.21 syarat untuk memenuhi Pasal 11 UUDNRI
Pembuatan dan pengesahan perjanjian 1945 mengenai adanya “persetujuan
internasional antara Pemerintah Republik DPR”.23
Indonesia dan pemerintah negara-negara Pada Putusan Nomor
lain, organisasi internasional dan subjek 13/PUU-XVI/2018 dalam perkara pengujian
hukum internasional lain adalah suatu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
perbuatan hukum yang sangat penting tentang perjanjian
karena mengikat negara pada bidang-bidang internasional.Mahkamahdapat memahami
tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan maksud para Pemohon yaitu bahwa norma
pengesahan suatu perjanjian internasional yang dirumuskandalam Pasal 10 UU
harus dilakukan dengan dasar-dasar yang 24/2000 tersebut adalah berkait dengan
jelas dan kuat, dengan menggunakan frasa “menimbulkanakibat yang luas dan
instrumen perundang-undangan yang jelas mendasar bagi kehidupan rakyat yang
pula. Berbagai kebingungan mencuat dalam terkait denganbeban keuangan Negara
dunia praktik dalam menjawab tentang dan/atau mengharuskan perubahan
status perjanjian internasional dalam sistem ataupembentukan undang-undang”
hukum Republik Indonesia.22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
Undang-Undang Nomor 24 tahun (2)UUD 1945 dan karena itulah maka
2000 tentang Perjanjian Internasional pengesahan terhadap
selanjutnya mengadopsi istilah “ratifikasi” perjanjian-perjanjiandemikian dilakukan
dan menerjemahkannya dengan istilah dengan undang-undang.24
“pengesahan”. Padahal makna “persetujuan Mengenai dasar hukum perjanjian
DPR” yang melakukan pengesahan harus internasional, pasal 11 ayat (1) Pengesahan
dipandang dalam konteks prosedur internal perjanjian internasional yang materinya
sementara ratifikasi yang sebagai prosedur tidak termasuk materi sebagaimana
eksternal. Oleh karena sebagai prosedur dimaksud Pasa1 10, dilakukan dengan
internal, maka hakikatnya undang-undang
23
Dian Utami Mas Bakar, “Pengujian Konstitusional
21
D. Sidik Saputra, “Ratifikasi Perjanjian Undang-Undang Pengesahan Perjanjian
Internasional Menurut Tiga UUD Indonesia”, Jurnal Internasional” Jurnal Yuridika, Vo. 29, No. 3
Hukum & Pembangunan, Vol 20, No. 3, 1990. (2014).
22
Sidik Suraputra, “Ratifikasi Pejanjian 24
Lihat Pertimbangan Putusan Nomor
Internasional Menurut Tiga Undang-Undang Dasar 13/PUU-XVI/2018 dalam Perkara Pengujian
Indonesia,” acceses, 30 Juli Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
2018,,http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view Perjanjian Internasional Terhadap Undang-Undang
File/892/815. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
40
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
keputusan presiden. Dan ayat (2) terpenting, karena Presiden yang diadakan
Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain, dan setiap perjanjian
menyampaikan salinan setiap keputusan dengan negara lain dapat berakibat
presiden yang mengesahkan suatu langsung terhadap kehidupan rakyat banyak.
perjanjian internasional kepada Dewan Wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi. Terkait Rakyat harus mengetahui apakah suatu
materi dimaksud pada Pasal 10 adalah perjanjian akan menguntungkan rakyat atau
Pengesahan perjanjian internasional tidak.27
dilakukan dengan undang-undang apabila
Adapun dilingkungan eksekutif di
berkenaan dengan :
bawah Presiden bentuk koordinasinya
a. Masalah politik, perdamaian, dengan DPR terdapat Pasal 2 UU No. 24
pertahanan, dan keamanan negara;
Tahun 2000, Menteri memberikan
b. Perubahan wilayah atau penetapan
batas wilayah negara Republik pertimbangan politis dan mengambil
Indonesia;
langkah-langkah yang diperlukan dalam
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan pembuatan dan pengesahan perjanjian
hidup;
internasional, dengan berkonsultasi dengan
e. Pembentukan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.25 Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal yang
Jika para pihak telah memperoleh 28
menyangkut kepentingan publik. DPR
kata sepakat, substansi pokok dihasilkan
diposisikan sebagai lembaga yang diminta
dari perundingan itu diparaf sebagai tanda
pertimbangan atau konsultasi saja, sebab
persetujuan sementara. Dikatakan
Pasal 2 ini di maknai DPR hanya
sementara karena naskah itu masih
memberikan masukan terkait apakah
memerlukan persetujuan lebih lanjut dari
diterima atau tidaknya dikembalikan lagi
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen
kepada menteri yang akan melakukan
masing-masing. 26 Kemudian terjadi bahwa
perjanjian internasional, DPR tidak
masing-masing Dewan Perwakilan Rakyat
memiliki kekuatan untuk membatalkan
masih mengadakan perubahan-perubahan
kebijakan yang akan diambil Menteri
terhadap naskah tersebut. Menurut azaz
tersebut. Kemudian pasal 11 ayat (2)
kedaulatan rakyat, tahap kedualah yang
27
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
25
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas
Perjanjian Internasional (Republik Indonesia, Indonesia, 1981, hlm. 58-59.
28
2000). Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 Tentang
26
Putera Astomo, Hukum Tatat Negara Teori dan Perjanjian Internasional (Republik Indonesia,
Praktek, Yogyakarta: Tahafa Media, 2014, hlm. 29. 2000).
41
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
42
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
1945 biasa disebut executive heavy, dan itu 4) Pemberian persetujuan pengikatan
menguntungkan bagi siapa saja yang atau ratifikasi atas perjanjian atau
persetujuan internasional dan
menduduki jabatan presiden. Menurut dokumen-dokumen hukum yang
istilah Soepomo: “ contrentration of power mengikat lainnya (Binding decision
and responsibilty upo the president”.33Jadi making on international agreement
and treaties or other legal binding
Presiden dapat menentukan seluruh
documents).34
kebijakan dan peraturan-peraturan di
Lebih lanjut, wewenang yang
31 berkaitan dengan fungsi DPR dalam
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR pengawasan diatur dalam Pasal 20A ayat (2)
MAJU, 1995, hlm. 87.
32
Moh. Mahfud, Demokrasi Konstitusi Di
34
Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1993, hlm. 44. Jimly Asshiddiwie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
33
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 106. hlm. 300.
43
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
35
dan (3). aSecara teoritis fungsi-fungsi urgensi ratifikasi perjanjian untuk
kontrol atau pengawasan oleh parlemen diterapkan di Indonesia maka ratifikasi
sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat perjanjian internasional tidak boleh
dirinci sebagai berikut: bertentangan dengan konstitusi terutama
1. Pengawasan terhadap penentuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
kebijakan (control of policy making); yang secara langsung berdampak pada
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan
kehidupan masyarakat Indonesia.
kebijakan (control of policy
executing); Mengenai persoalan ratifikasi ini pun
3. Pengawasan terhadap penganggaran perlu diketemukan modus tertentu, yang
dan belanja negara (control of
intinya tidak menyimpangi ketentuan UUD
budgeting);
4. Pengawasan terhadap pelaksana 1945 tetapi juga tidak menghambat
anggaran dan belanja negara (control penyelenggaraan hubungan luar negeri
of budgeting implementation);
karena sering kali yang dipertaruhkan
5. Pengawasan terhadap kinerja
pemerintahan (control of government adalah kepentingan nasional, nasib
performances); keseluruhan bangsa.37
6. Pengawasan terhadap pengangkatan Maka sebelum traktat diratifikasi
pejabat publik (control of political
appointment of public officals) dalam harus ditelitidengan sungguh-sungguh
bentuk persetujuan atau penolakan, apakah ketentuannya bertentangan atau
ataupun dalam bentuk pemberian tidak denganketentuan UUD Tahun 1945.
pertimbangan oleh DPR).36
Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal
Terkait pengawasan dalam penentuan
sebagai berikut :
kebijakan berawal dari prakarsa eksekutif
1. Kriteria Juru Runding
baik melalui Presiden atau Menterinya.
Seperti dikatakan oleh
Kebijakan yang diambil dari hasil Himahanto Juwana, para juru runding
kesepakatan perjanjian internasional baik (delegasi)Indonesia harus memiliki
hubungan bilateral, multilateral maupun kelihaian dalam merundingkan dan
merumuskan traktat, terutama dalam
organisasi internasional yang diikuti memahami kalimat-kalimat hukum di
berdampak pada pengaturan-pengaturan dalam naskah traktat.Dengan
dalam sistem hukum Indonesia. Dalam hal kelihaian ini, diharapkan sejak awal
sudah dapat diketahui
kewenangan dalam pengawasan mengenai
ketentuanketentuanyang berpotensi
bertentangan dengan UUD.
35
Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Malang:
Intrans Publishing, 2011, hlm. 209.
36 37
Putera Astomo, Hukum Tata Negara Teori dan Padmo Wahjono, Masalah Ketataneagaraan
Praktek, Yogyakarta: Thafa Media, 2014, hlm. Indonesia Dewa Ini, Jakarta Timur: Ghalia
102-103. Indonesia, 1985, hlm. 237.
44
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
45
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
dengan persetujuan DPR sudah semestinya bersama antara DPR dan Presiden. Dalam
dalam bentuk undang-undang.40 hal ini, Wicipto Setiadi dalam bukunya
Makna kerjasama menurut penulis Saldi Isra menambahkan, dalam
dapat diartikan sebagai perpaduan antara pembentukan undang-undang DPR tidak
dua lembaga yang masih berhubungan erat bisa jalan sendiri tanpa ada persetujuan dari
dalam hal perjanjian internasional. Tidak Presiden. Kedua-duanya, baik DPR maupun
boleh salah satu dari lembaga tersebut yang presiden harus setuju, tidak bisa DPR setuju
tidak diikut sertakan. Misal pengambilan tetapi Presiden tidak setuju. Keduanya harus
keputusan untuk meratifikasi hasil berjalan seiring untuk setuju bersama.41
perjanjian internasional ke dalam hukum
D. Penutup
nasional itu tidak mengikutsertakan DPR
Putusan Mahkamah Konstitusi
atau mengesahkan kebijakan yang
Nomor 13/PUU-XVI/2018 menunjukkan
bersumber dari perjanjian internasional
jika pada mekanisme checks and balances
hanya dikeluarkan oleh pemerintah
lembaga antara legislatif dengan eksekutif
(eksekutif). Demikian itu, kekuasaan
dalam wilayah pengambilan keputusan
pemerintah akan mengarah pada kekuasaan
terhadap perjanjian internasional
legislatif, sedangkan kerjasama bidang
melahirkan kewenangan diplomatik itu
legislasi adalah hubungan antara eksekutif
memang berada di tangan Presiden dan
dan legislatif dikarenakan fungsi legislasi
Menteri-menternya (eksekutif), tetapi dalam
melekat di DPR.
batasan-batasan yang ditentukan oleh UUD
Dalam sistem pemerintahan
1945. Pembentukan peraturan
Presidensiil. Ketentuan ini menggambarkan
undang-undang terkait materi muatan yang
bahwa posisi DPR dan Presiden adalah
hendak diatur dalam
fifty-fifty dalam persetujuan rancangan
undang-undangsepenuhnya berada di
undang-undang yang sebelumnya dibahas
tangan DPR dengan mengkaji peraturan
bersama. Dalam pengertian itu, persetujuan
yang hendak di ratifikasi yang bersumber
bersama merupakan syarat konstitusional
dari perjanjian internasional tersebut
yang dibagi bersama antara DPR dan
bertentangan dengan UUD atau tidak.
Presiden. Artinya, tidak akan pernah ada
Kontrol DPR terletak pada Pasal 11 ayat 2
sebuah undang-undang tanpa persetujuan
UUD apabila perjanjian internasional itu
40
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
41
Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Jakarta:
MAJU, 1995, hlm. 34. PT Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 219-220.
46
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
47
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
48
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...
49