Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

CHECKS AND BALANCES ANTARA LEMBAGA LEGISLATIF DENGAN


EKSEKUTIF TERHADAP PERJANJIAN INTERNASIONAL PASCA
PUTUSAN MK No. 13/PUU-XVI/2018

Nehru Asyikin
Peneliti Pusat Kajian Hak Asasi Manusia dan Pelayanan Publik Aksa Bumi
Nehruasyikin1@gmail.com

Abstract
The Decree of the Constitutional Court No. 13/PUU-XVI/2018 States article 10 of Law No.
24 of 2000 contradicts the Constitution. International treaties conducted by executives provide
oversight and balance with the legislature on ratification. The problem is formulated is how
the mechanism of check and balances between legislative and international treaty executives
post-decision of the Constitutional Court No. 13/PUU-XVI/2018? And how is legislative
supervision over the post-executive decision of the Constitutional Court? The study uses
normative legal research methods with a conceptual approach approach, a legal approach, a
case approach. The results of this study are, firstly. The legislature has full authority to assess
the rules of ratification contrary to the Constitution or not. The legislative control lies in
article 11 of paragraph 2 of the Constitution and article 10 of Law No. 24 of 2000 on
international treaties. Second. Limited legislative supervision only evaluates and returns to the
President. As with the minister, the legislature is positioned as a consideration institution or
limited consultation, the House of Representatives does not have the authority to cancel the
policy to be taken by the Minister.
Keywords: Checks and Balances, international treaties, Constitutional Court ruling.

A. Pendahuluan

Kehidupan bernegara dewasa ini berlandaskan kepentingan satu pihak


semakin mengalami perkembangan yang bahkan dari kedua-duanya. Di antara
begitu cepat. Pergaulan Indonesia dengan hubungan hukum yang timbul seperti
bangsa-bangsa lain memperlihatkan bahwa hubungan ekonomi, hubungan politik,
Indonesia ingin terlibat membahas keamanan, Hak Asasi Manusia, baik
permasalahan internasional dan melalui organisasi-organisasi yang telah
bersama-sama mencari solusi yang Indonesia ikuti atau hubungan
solusional dengan tujuan agar permasalahan bilateral/multilateral yang mengharuskan
bangsa sendiri dapat teratasi. Indonesia membuka diri untuk meratifikasi
Hubungan-hubungan yang dijalin tidak bisa aturan-aturan internasional agar dapat
terhindarkan sehingga pergaulan tersebut diterapkan di Indonesia melalui hukum
berdampak pada hubungan hukum. Sebab, nasional.
lahirnya hubungan hukum tersebut selalu
31
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

Hal ini karena, hukum internasional Republik Indonesia adalah DPR


modern telah mengalami perkembangan sebagaimana telah dijelaskan pada Pasal
yang kompleks yang dibuktikan dengan 20A, di mana tertulis DPR memiliki
luasnya cakupan atau dapat juga dengan beberapa fungsi kelembagaan, yaitu fungsi
melihat dari jumlah cabang hukum legislasi, fungsi pengawasan dan fungsi
internasional yang ada saat ini.1Intervensi budgeting (anggaran). Di sisi lain,
lembaga internasional (world to goverment), Indonesia sendiri mengenal pemisahan dan
seperti PBB, WTO, IMF, yang mengambil pembagian kekuasaan antara Legislatif,
peran penekan. Kelompok ini sedikit lebih Eksekutif, dan Yudikatif yang secara
“elegan” karena seakan-akan agenda yang langsung diperintah oleh UUD Republik
ingin dipaksakan adalah Indonesia Tahun 1945.
kesepakatan-kesepakatan internasional. Hal
Prinsip checks and balances yang
ini seolah-olah rekomendasi lembaga
relatif masih baru dalam sistem
Internasional itu sebagai sesuatu yang ideal
ketatanegaraan Indonesia, utamanya setelah
karena memenuhi: standar dan norma
perubahan UUD 1945, sehingga dalam
internasional”. Apabila tidak diikutinya bisa
prakteknya masih sering timbul “konflik
terkucilkan atau tidak lagi pantas untuk
kewenangan” antar lembaga negara ataupun
menerima “kerja sama dunia” (menerima
dengan/atau antar komisi-komisi negara.
utang atau bantuan). Misalnya, agenda UU
Setiap negara pasti akan
yang terkait globalisasi ekonomi dan
mengimplementasikan prinsip chechks and
liberalisasi perdagangan (UU Perbankan,
balances sesuai dengan kondisi dan
UU Migas, UU Tenaga Listrik, UU Sumber
kebutuhan negaranya. Tidak terkecuali
Daya Air).2
Indonesia. Reformasi politik 1998 yang
Mengenai kewenangan legislasi, disusul dengan reformasi konstitusi
sesungguhnya lembaga yang diberikan 1999-2002, menyepakati diadopsinya
kewenangan untuk mengajukan, prinsip tersebut ke dalam sistem
membentuk dan mengesahkan pemerintahan Indonesia.3
undang-undang di bawah Undang-Undang
Namun prinsip checks and balances
Dasar jelas tertulis di dalam Konstitusi
dalam wilayah pembagian kekuasaan di
1
Jawahir Thantowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Indonesia, mekanisme pelaksanaannya
Internasional Kontemporer, Bandung: PT Refika
Aditama, 2006, hlm. 48-49. 3
Ni’Matul Huda, Pekembangan Hukum Tata
2
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, Jakarta: Negara Perdebatan & Gagasan Penyempurnaan,
Sinar Grafika, 2014, hlm. 168. Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 143.

32
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

harus dapat berkesenimbungan antara “Pengesahan perjanjian internasional


sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
eksekutif dan legislatif terkait dengan
dilakukan dengan undang-undang atau
ratifikasi perjanjian internasional yang keputusan presiden.”
sesuai dengan kebutuhan negara dan warga Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24
negara, sehingga DPR sebagai perwakilan Tahun 2000 tentang Perjanjian
rakyat dapat mengawasi kegiatan Internasional berbunyi:
pemerintah (eksekutif) dalam hal penentuan
“Pengesahan perjanjian internasional
kebijakan itu dan eksekutif dapat dilakukan dengan Undang-undang apabila
melaksanakan tugasnya dalam menjalankan berkenan dengan :

roda pemerintahan menurut UUD 1945. a. Masalah politik, perdamaian,


pertahanan, dan keamanan negara;
Pada dimensi yang sama, kaitan b. Perubahan wilayah atau penetapan
batas wilayah negara Republik
prinsip checks and balancesyang diterapkan Indonesia;
di Indonesia mengenai perjanjian c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan
internasional telah diujikan dalam hidup;
Undang-Undang Nomor 24 Tahun2000 e. Pembentukan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
tentang Perjanjian Internasional terhadap
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Undang-Undang Dasar NegaraRepublik
Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Indonesia Tahun 1945.Putusan Mahkamah
Internasional berbunyi:
Konstitusi Nomor 13/PUU-XVI/2018
padapokoknya memohon kepada MK untuk “Pengesahan perjanjian internasional yang
materinya tidak termasuk materi
menguji Pasal 2 Undang-Undang Nomor 24 sebagaimana dimaksud Pasal 10, dilakukan
Tahun 2000 tentang Perjanjian dengan keputusan presiden.”
Internasional berbunyi: Dalam amar Putusan Hakim MK
menyatakan Pasal 10 Undang-Undang
“Menteri memberikan pertimbangan politis
dan mengambil langkah-langkah yang Nomor 24 Tahun 2000 bertentangan dengan
diperlukan dalam pembuatan dan Konstitusi Indonesia dan tidak memiliki
pengesahan perjanjian internasional,
dengan berkonsultasi dengan Dewan kekuatan hukum mengikat, namun secara
Perwakilan Rakyat dalam hal yang bersyarat bahwa persetujuan DPR hanya
menyangkut kepentingan publik.”
pada jenis-jenis perjanjian tersebut pada
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang
Pasal 10 dari huruf a sampai huruf f pasal
Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
tersebut dam pengesahan dilakukan dengan
Internasional berbunyi:
undang-undang yang merupakan

33
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

kewenangan DPR oleh UUD Negara Pada penelitian ini memakai metode
Republik Indonesia tahun 1945. Sedangkan penelitian hukum normatif dengan dengan
bagi pasal lain yang dimohonkan ditolak memanfaatkan data sekunder yang terdiri
oleh MK dan tetap konstitusional. dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier yang
Dengan demikian, berdasarkan
bersumber dari penelitian kepustakaan
penjelasan yang telah dijabarkan di muka,
(library research) dengan menggunakan
akan dikaji Implementasi Checks And
berbagai literatur berupa peraturan
Balances Antara Lembaga Legislatif
perundang-undangan, buku-buku, karya
Dengan Eksekutif Terhadap Perjanjian
ilmiah berupa jurnal, tesis, artikel dan
Internasional yang akan diuraikan menjadi
sumber lainnya yang berkaitan dengan
beberapa sub bab yaitu, Teori chacks and
permasalahan di mukadengan mengacu pada
balances,Mekanisme Checks and Balances
peraturan perundang-undangan tentang
antara Legislatif dan Eksekutif Terhadap
perjanjian internasional dan hubungan antara
Perjanjian Internasional, Pengawasan
lembaga legislatif dan eksekutif terkait
Lembaga Legislatif Terhadap Eksekutif
perjanjian internasional.Metode pendekatan
Dalam Perjanjian Internasional, sehingga
penelitian ini menggunakan pendekatan
dari uraian pada sub-sub bab di atas akan
konseptual, pendekatan
ditemukan implementasi checks and
perundang-undangan dan pendekatan
balances kedua lembaga tersebut.
kasus.Kemudian bahan-bahan hukum yang
Oleh karena itu, penelitian ini telah terkumpul dianalisis menggunakan
memberikan dua rumusan masalah antara teori checks and balances, fungsi
lain: pertama, bagaimanakah mekanisme pengawasan DPRdan doktrin-doktrin para
checks and balances antara legislatif dan ahli hukum tata negara secara kualitatif.
eksekutif terhadap perjanjian internasional
C. Pembahasan
pasca putusan MK Nomor
1. Teori Check And Balances
13/PUU-XVI/2018? Kedua, pengawasan
lembaga legislatif terhadap eksekutif dalam UUD 1945 pasca reformasi dapat

perjanjian internasional pasca putusan MK dikatakan menganut doktrin pemisahan

Nomor 13/Puu-xvi/2018? kekuasaan (separation of power)


berdasarkan prinsip checks and balances
B. Metode penelitian
yang berbeda dari pandangan Montesquieu,
tetapi jelas tidak lagi menganut ajaran

34
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal. negara dapat diatur, dibatasi bahkan
Lebih-lebih istilah pembagian kekuasaan itu dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga
sendiri sebagai isitlah telah pula dipakai penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 sebagai konsep penyelenggara negara ataupun
pembagian kekuasaan (division of power) pribadi-pribadi yang kebetulan sedang
dalam arti vertikal, yaitu pembagian menduduki jabatan dalam lembaga-lembaga
kekuasaan antara pusat dan daerah-daerah negara yang bersangkutan dapat dicegah dan
bagian. Istilah pembagian kekuasaan dipakai ditanggulangi dengan sebaik-baiknya.6
untuk pengertian “territorial division of Adapun Operasional dari teori checks
power” seperti yang digunakan oleh Arthus and balances ini dilakukan melalui cara-cara
Mass dengan istilah pemisahan kekuasaan sebagai berikut:

berdasarkan prinsip checks and balances. 1. Pemberian kewenangan terhadap suatu


tindakan kepada lebih dari satu cabang
Yang terakhir inilah yang dianut dewasa ini
pemerintahan. Misalnya kewenangan
oleh UUD 1945 pasca reformasi.4 pembuatan suatu undang-undang yang
diberikan kepada pemerintah dan
Hubungan parlemen dengan badan
parlemen sekaligus;
eksekutif di Indonesia dapat dilihat dari sisi
2. Pemberian kewenangan pengangkatan
kewenangan DPR yaitu: (I) memberikan pejabat tertentu kepada dari cabang
persetujuan bersama dengan Presiden atau pemerintahan. Banyak pejabat tinggi
UU; (ii) memberikan persetujuan atas negara dimana dalam proses
pengangkatannya melibatkan lebih
pernyataan perang, membuat perdamaian
dari satu cabang pemerintahan,
dan perjanjian dengan negara lain yang misalnya melibatkan pihak eksekutif
dilakukan oleh Presiden.5Hal demikian telah maupun legislatif;
tertulis di dalam UUD 1945 amandemen 3. Upaya hukum impechment dari cabang
pemerintahan yang satu terhadap
dengan pola hubungan antar kelembagaan
cabang pemerintahan lainnya;
yang harus dilakukan secara bersama-sama
4. Pengawasan langsung dari satu cabang
tanpa kewenangan sepihak, baik eksekutif pemerintahan terhadap cabang
atau legislatif saja. Dengan adanya prinsip pemerintahan lainnya, seperti
checks and balances ini maka kekuasaan pengawasan terhadap cabang eksekutif
oleh cabang legislatif dalam hal
4
Jimly Asshidiqqie, Pokok-Pokok Hukum Tata
penggunaan budget negara; dan
Negara Indonesia Pasca Reformasi, Jakarta: PT. 5. Pemberian kewenangan kepada
Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2007,
hlm. 169-170. pengadilan sebagai pemutus kata akhir
5
I Dewa Gede Atmadja, Teori Konstitusi dan
Konsep Negara, Malang:SETARA Press, 2014, hlm. 6
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia,
105. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014, hlm. 115.

35
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

(the last word) jika ada pertikaian cabang mengendalikan dan mengimbangi
kewenangan antara badan eksekutif kekuataan cabang-cabang kekuasaan yang
dengan legislatif.7
lain. Dengan adanya perimbangan yang
Prinsip checks and balances relatif
saling mengendalikan tersebut, diharapkan
masih baru diadopsi ke dalam sistem
tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaaan di
ketatanegaraan Indonesia, utamanya setelah
masing-masing organ yang bersifat
perubahan UUD 1945, sehingga dalam
independen itu. Kemudian prinsip
prakteknya masih sering timbul “konflik
koordinasi dan kesederajatan, yaitu semua
kewenangan” antar lembaga negara ataupun
organ atau lembaga (tinggi) negara yang
dengan/atau antar komisi-komisi negara.
menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan
Setiap negara pasti akan
yudisial mempunyai kedudukan yanng
mengimplementasikan prinsip chechks and
sederajat dan mempunyai hubungan yang
balances sesuai degan kondisi dan
bersifat co-ordinatif, tidak bersifat
kebutuhan negaranya. Tidak terkecuali
sub-ordinatif satu dengan yang lain. 9 Atau
Indonesia. Reformasi politik 1998 yang
bahasa sederhananya co-ordinatif ialah
disusul dengan reformasi konstitusi
pertalian antara 2 (dua) kelembagaan atau
1999-2002, menyepakati diadopsinya
lebih yang berhubungan sederajat dengan
prinsip tersebut ke dalam sistem
lembaga lain atau memiliki kedudukan yang
pemerinthaan Indonesia.8
seimbang, bukan pada wilayah sub-ordinatif
Doktrin pemisahan kekuasaan juga di mana hubungan antara kelembagaan
menentukan bahwa masing-masing organ tersebut tidak setara, semisal eksekutif
tidak boleh turut campur atau melakukan memiliki kedudukan di atas legislatif dalam
intervensi terhadap kegiatan organ yang lain. wilayah pengambilan keputusan terutama
Dengan demikian, interpendensi pada wilayah ratifikasi perjanjian
masing-masing cabang ekuasaan dapat internasional.
terjamin dengan sebaik-baiknya, dalam Keseluruhan dari prinsip tersebut
doktrin pemisahan kekuasaan itu, yang juga sudah disimpulkan dalam teori distributif
dianggap paling penting adalah adanya kekuasaan dan teori check and balances.
prinsip checks and balances, di mana setiap Teori ini amat diperlukan dalam suatu

7
sistem ketatanegaraan berhubung manusia
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern
(Rechtstaat), Bandung: PT Refika Aditama, 2011,
hlm. 124-125.
8
Ni’Matul Huda, Pekembangan Hukum Tata 9
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara Perdebatan & Gagasan Penyempurnaan, Negara, Jakarta Pusat: Konstitusi Press, 2006, hlm.
Yogyakarta: FH UII Press, 2014, hlm. 143. 22.

36
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

penyelenggara negara bukanlah malaikat, 2. Mekanisme Checks and Balances


meskipun bukan juga iblis. Tetapi manusia antara Legislatif dan Eksekutif
Terhadap Perjanjian
punya kecendrungan memperluas dan
InternasionalPasca Putusan MK
memperpanjang kekuasaannya, yang Nomor 13/PUU-XVI/2018
ujung-ujungnya menjurus kepada Traktat atau perjanjian adalah
penyalahgunaan kekuasaan dengan perjanjian yang diadakan oleh dua negara
mengabaikan hak-hak rakyat. Untuk itulah atau lebih. Apabila perjanjian itu diadakan
diperlukan suatu sistem saling mengawasi oleh dua negara, ia disebut perjanjian
secara seimbang (checks and balances) bilateral dan apabila diadakan oleh banyak
sebagai counterpart dari sistem trias negara, ia sebut perjanjian
10
politica. multilateral. 12 Menurut UU No. 24 Tahun
Meskipun ada pembagian kekuasaan 2000 tentang perjanjian internasional
di antara pelaksana kekuasaan negara secara Pasal7 ayat 2 Pejabat yang tidak
tradisional, yakni antara kekuasaan legislatif, memerlukan Surat Kuasa sebagaimana
eksekutif, dan yudikatif, dan berlakunya dimaksud dalam Pasal 1 Angka 3 adalah : a.
sistem checks and balances di antara Presiden, dan b. Menteri.13Artinya pejabat
kekuasaan-kekuasaan negara tersebut, yang dimaksud memiliki peranan penting
akhirnya keseimbangan (balances) memang untuk melakukan perjanjian internasional
diperlukan, dan keseimbangan ini bersifat dengan negara lain.14
dinamis yang seringkali paradokal.11
Adapun mengenai wewenang
Dengan demikian, Teori checks and
Presiden yang biasa dirumuskan dalam
balances begitu penting untuk melihat
UUD berbagai negara, mencakup lingkup
pembagian dan pemisahan kekuasaan yang
kewenangan, yaitu kewenangan yang
ada itu sudah proporsional atau kah berat
bersifat diplomatik, yaitu menjalankan
sebelah.Maka dari itu, hak angket DPR
perhubungan dengan negara lain atau
sebagai bagian dari pelaksana teori checks
subyek hukum internasional lainnya dalam
and balances akan menjadi parameter untuk
konteks hubungan luar negri, baik dalam
menentukan mekanisme dan pengawasan
legislatif terhadap kewenangan eksekutif 12
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar
dalam ratifikasi perjanjian internasional. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 1981, hlm. 58.
10 13
Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern Undang-Undang No. 23 Tahun 2000 Tentang
(Rechtstaat), Bandung: PT Refika Aditama, 2011, Perjanjian Internasional (Republik Indonesia,
hlm. 124. 2000).
11 14
Ibid.,123. Ibid.

37
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

keadaan perang maupun damai. Presiden mendasar bagi kehidupan rakyat yang
adalah puncak pimpinan negara, dan negara terkait dengan beban keuangan negara,
dalam berhadapan dengan negara lain. dan/atau mengharuskan perubahan
Dengan persetujuan parlemen, dia juglah atau pembentukan undang-undang
yang memiliki kewenangan politik untuk harus dengan persetujuan DPR;
menyatakan perang dan berdamai dengan 3) Ketentuan lebih lanjut tentang
negara lain. Oleh karena itu, biasanya perjanjian internasional diatur dengan
ditentukan: (a) Penyelenggaraan undang-undang.16
pemerintahan oleh presiden haruslah Mengenai mekanismenya, pemberian
didasarkan atas undang-undang dasar; (b) bentuk undang-undang suatu perjanjian
dalam sistem pemisahan kekuasaan dan internasional dapat ditinjau dari dua segi
checks and balances, kewenangan regulatif yaitu: pertama, ditinjau dari tata cara yang
bersifat derivatif dari kewenagan legislatif harus ditempuh dalam membuat atau
yang memiliki oleh parlemen. Karena itu, memasuki suatu perjanjian internasional.
pemerintah dianggap hanya dapat Kedua, ditinjau dari materi muatan yang
menetapkan suatu peraturan untuk diatur dalam perjanjian internasional yang
kepentingan umum, jika undang-undang bersangkutan. Dalam praktek yang berlaku
atau produk hukum yang ditetapkan oleh (sejak 1945), semua perjanjian internasional
parlemen memerintahkan hal itu.15 yang dibuat dengan persetujuan DPR.
Menurut UUD Republik Indonesia Selalu diberi bentuk (berbentuk)
Tahun 1945 menurut Pasal 11 UUD 1945 undang-undang. Pendapat yang umum pada
dijelaskan bahwa : konvensi ketatanegaraan.17
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Penjelasan lebih lanjut terkait
Perwakilan Rakyat menyatakan mekansime di atas. Pertama, mengenai tata
perang, membuat perdamaian dan cara yang harus ditempuh dalam membuat
perjanjian dengan negara lain; atau memasuki suatu perjanjian
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional. Maksudnya ialah, dalam
internasional lainnya yang lapangan Hukum Internasional, suatu
menimbulkan akibat yang luas dan proses pembuatan perjanjian sampai

15 16
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Undang-Undang Dasar Negara Republik
Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Mahkamah Indonesia Tahun 1945 (Republik Indonesia, 1945).
17
Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR
Indonesia, 2004, hlm.176-177. MAJU, 1995, hlm. 34.

38
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

mengikat kedua negara atau lebih dilakukan d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah
dalam beberapa tahap, yaitu perundingan Konstitusi; dan/atau
e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam
atau pembicaraan diadakan tentang masalah
masyarakat.19
yang menyangkut kepentingan Materi muatan dari suatu
masing-masing negara. Perundingan atau undang-undang adalah berisi pengaturan
pembicaraan itu merupakan tindakan untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar
persiapan untuk jadinya suatu traktat. Tahap 1945. Dalam hal ini ketika Undang-Undang
pertama ini sepenuhnya adalah wewenang Dasar mengamanatkan untuk diadakan
dari Presiden, Presiden dalam rangka pengaturan lebih lanjut dalam suatu
hubungan dengan luar negri menentukan undang-undang, maka pembentuk
perjanjian apakah yang perlu diadakan undang-undang harus membentuk suatu
dengan negara lain. Dalam hal ini Dewan undang-undang yang materi muatannya
Perwakilan Rakyat sama sekali tidak turut adalah aturan lebih lanjut dari apa yang
campur secara langsung. 18 Kedua,ditinjau ditetapkan oleh UUD 1945.20
dari materi muatan yang diatur dalam Bertalian di atas, proses pengesahan
perjanjian internasional yang bersangkutan, atau ratifikasi perjanjian internasional dalam
materi muatan apabila mengacu pada Undang-Undang Dasar Indonesia
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor merupakan kerja sama antara eksekutif dan
15 Tahun 2019TentangPerubahan Atas legislatif. Pemerintah sebagai badan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun eksekutif biasanya memagari peranan dalam
2011Tentang Pembentukan Peraturan membuat perjanjian-perjanjian internasional
Perundang-Undangan Pasal 10 ayat (1) dengan negara lain atau turut serta pada
Materi muatan yang harus diatur dengan perjanjian internasional yang sudah ada.
Undang-Undang berisi: Karena tidak semua perjanjian memerlukan
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ratifikasi, proses selanjutnya adalah memilih
ketentuan Undang-Undang Dasar
perjanjian-perjanjian yang perlu
Negara Republik Indonesia Tahun
1945; disampaikan pada Dewan Perwakilan
b. Perintah suatu Undang-Undang untuk
diatur dengan Undang-Undang;
c. Pengesahan perjanjian internasional
tertentu; 19
Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
18
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar (Republik Indonesia, 2011).
20
Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peratura
Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Perundang-Undangan, Jakarta Timur: Sinar Grafika,
Indonesia, 1981, hlm. 58-59. 2018, hlm. 94-95.

39
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

Rakyat sebagai badan legislatif untuk ini sebagai undang-undang formal, sebagai
mendapat persetujuan.21 syarat untuk memenuhi Pasal 11 UUDNRI
Pembuatan dan pengesahan perjanjian 1945 mengenai adanya “persetujuan
internasional antara Pemerintah Republik DPR”.23
Indonesia dan pemerintah negara-negara Pada Putusan Nomor
lain, organisasi internasional dan subjek 13/PUU-XVI/2018 dalam perkara pengujian
hukum internasional lain adalah suatu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
perbuatan hukum yang sangat penting tentang perjanjian
karena mengikat negara pada bidang-bidang internasional.Mahkamahdapat memahami
tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan maksud para Pemohon yaitu bahwa norma
pengesahan suatu perjanjian internasional yang dirumuskandalam Pasal 10 UU
harus dilakukan dengan dasar-dasar yang 24/2000 tersebut adalah berkait dengan
jelas dan kuat, dengan menggunakan frasa “menimbulkanakibat yang luas dan
instrumen perundang-undangan yang jelas mendasar bagi kehidupan rakyat yang
pula. Berbagai kebingungan mencuat dalam terkait denganbeban keuangan Negara
dunia praktik dalam menjawab tentang dan/atau mengharuskan perubahan
status perjanjian internasional dalam sistem ataupembentukan undang-undang”
hukum Republik Indonesia.22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
Undang-Undang Nomor 24 tahun (2)UUD 1945 dan karena itulah maka
2000 tentang Perjanjian Internasional pengesahan terhadap
selanjutnya mengadopsi istilah “ratifikasi” perjanjian-perjanjiandemikian dilakukan
dan menerjemahkannya dengan istilah dengan undang-undang.24
“pengesahan”. Padahal makna “persetujuan Mengenai dasar hukum perjanjian
DPR” yang melakukan pengesahan harus internasional, pasal 11 ayat (1) Pengesahan
dipandang dalam konteks prosedur internal perjanjian internasional yang materinya
sementara ratifikasi yang sebagai prosedur tidak termasuk materi sebagaimana
eksternal. Oleh karena sebagai prosedur dimaksud Pasa1 10, dilakukan dengan
internal, maka hakikatnya undang-undang
23
Dian Utami Mas Bakar, “Pengujian Konstitusional
21
D. Sidik Saputra, “Ratifikasi Perjanjian Undang-Undang Pengesahan Perjanjian
Internasional Menurut Tiga UUD Indonesia”, Jurnal Internasional” Jurnal Yuridika, Vo. 29, No. 3
Hukum & Pembangunan, Vol 20, No. 3, 1990. (2014).
22
Sidik Suraputra, “Ratifikasi Pejanjian 24
Lihat Pertimbangan Putusan Nomor
Internasional Menurut Tiga Undang-Undang Dasar 13/PUU-XVI/2018 dalam Perkara Pengujian
Indonesia,” acceses, 30 Juli Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
2018,,http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/view Perjanjian Internasional Terhadap Undang-Undang
File/892/815. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

40
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

keputusan presiden. Dan ayat (2) terpenting, karena Presiden yang diadakan
Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain, dan setiap perjanjian
menyampaikan salinan setiap keputusan dengan negara lain dapat berakibat
presiden yang mengesahkan suatu langsung terhadap kehidupan rakyat banyak.
perjanjian internasional kepada Dewan Wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan
Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi. Terkait Rakyat harus mengetahui apakah suatu
materi dimaksud pada Pasal 10 adalah perjanjian akan menguntungkan rakyat atau
Pengesahan perjanjian internasional tidak.27
dilakukan dengan undang-undang apabila
Adapun dilingkungan eksekutif di
berkenaan dengan :
bawah Presiden bentuk koordinasinya
a. Masalah politik, perdamaian, dengan DPR terdapat Pasal 2 UU No. 24
pertahanan, dan keamanan negara;
Tahun 2000, Menteri memberikan
b. Perubahan wilayah atau penetapan
batas wilayah negara Republik pertimbangan politis dan mengambil
Indonesia;
langkah-langkah yang diperlukan dalam
c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan pembuatan dan pengesahan perjanjian
hidup;
internasional, dengan berkonsultasi dengan
e. Pembentukan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.25 Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal yang
Jika para pihak telah memperoleh 28
menyangkut kepentingan publik. DPR
kata sepakat, substansi pokok dihasilkan
diposisikan sebagai lembaga yang diminta
dari perundingan itu diparaf sebagai tanda
pertimbangan atau konsultasi saja, sebab
persetujuan sementara. Dikatakan
Pasal 2 ini di maknai DPR hanya
sementara karena naskah itu masih
memberikan masukan terkait apakah
memerlukan persetujuan lebih lanjut dari
diterima atau tidaknya dikembalikan lagi
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen
kepada menteri yang akan melakukan
masing-masing. 26 Kemudian terjadi bahwa
perjanjian internasional, DPR tidak
masing-masing Dewan Perwakilan Rakyat
memiliki kekuatan untuk membatalkan
masih mengadakan perubahan-perubahan
kebijakan yang akan diambil Menteri
terhadap naskah tersebut. Menurut azaz
tersebut. Kemudian pasal 11 ayat (2)
kedaulatan rakyat, tahap kedualah yang
27
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
25
Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas
Perjanjian Internasional (Republik Indonesia, Indonesia, 1981, hlm. 58-59.
28
2000). Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 Tentang
26
Putera Astomo, Hukum Tatat Negara Teori dan Perjanjian Internasional (Republik Indonesia,
Praktek, Yogyakarta: Tahafa Media, 2014, hlm. 29. 2000).

41
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

Pemerintah Republik Indonesia Dengan demikian, mekanisme checks


menyampaikan salinan setiap keputusan and balances antara DPR terhadap Presiden
presiden yang mengesahkan suatu dan Menteri terkait perjanjian internasional
perjanjian internasional kepada Dewan dapat mempunyai posisi yang seimbang,
Perwakilan Rakyat untuk dievaluasi. apalagi perjanjian internasional dapat
Artinya hak presiden untuk mengeluarkan berdampak luas terhadap kehidupan
Keputusan Presiden hanya sebatas evaluasi bernegara, sehingga bentuk ratifikasi yang
saja, dimaknai sebagai proses apakah ada nantinya di impelementasikan di negara
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau Indonesia dapat melalui proses yang
norma-norma yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang di amanatkan Pasal 11
mengenai Keputusan Presiden itu. Sebab, ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia
Keputusan Presiden itu tanpa melalui Tahun 1945 “presiden dalam membuat
proses legislasi pada kamar DPR. perjanjian internasional lainnya yang
menimbulkan akibat yang luas dan
Dari beberapa pasal di atas, harusnya
mendasar bagi kehidupan rakyat yang
dalam konteks hubungan diplomatik antara
terkait dengan beban keuangan negara,
negara dengan negara lain ataupun subyek
dan/atau mengharuskan perubahan atau
hukum internasional lainnya, puncak
pembentukan undang-undang harus dengan
jabatan yang bertindak sebagai wakil
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.30
negara adalah presiden. Untuk membatasi
jangan sampai Presiden mengadakan Karena tidak ada kekuasaan residu
perjanjian dengan negara merugikan maka sebenarnya tidak ada kekuasaan yang
kepentingan rakyat, misalnya, berdampak berdasarkan prerogatif dalam sistem
terhadap beban atau mengikatkan seluruh ketatanegaraan Republik Indonesia. Semua
rakyat dengan tanggung jawab atau kekuasaan di dasarkan pada kaidah-kaidah
kewajiban-kewajiban bersifat mengurangi konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945.
hak-hak rakyat maka setiap perjanjian Dengan demikian prerogratif tidak lah
internasional yang dibuat haruslah terlebih dapat dipergunakan sebagai sumber atau
dahulu mendapat persetujuan lembaga dasar kekuasaan presiden dalam masalah
perwakilan rakyat (parlemen).29 dan hubungan internasional. Kekuasaan
Presiden dalam masalah dan hubungan
internasional semata-mata didasarkan pada
29
Jimly Asshiddiwie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
30
Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, Undang-Undang Dasar Negara Republik
2014,hlm. 178. Indonesia Tahun 1945 (Republik Indonesia, 1945).

42
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

prinsip-prinsip hukum (legal principles) tangannya melalui para menteri yang


dan kaidah-kaidah hukum, antara lain UUD bertanggung jawab terhadapnya tanpa
1945.31 melalui legislatif, sebab Presiden leluasa
mengeluarkan Perppu dan Kepres sebagai
3. Pengawasan Lembaga Legislatif
Terhadap Eksekutif Dalam hak progratif presiden.
Perjanjian Internasional
Reformasi telah menyelesaikan
Pada masa Orde Baru, sebagaimana
agenda amandemen pada batang tubuh
di atur dalam UUD 1945 memberikan
UUD 1945, sehingga kekuasaan legislasi
kekuasaan yang besar kepada Presiden.
yang menjadi kewenangan Presiden telah
Presiden dipilih dan diangkat oleh MPR
berbalik di tangan DPR dan menjadi
yang separuh anggotanya adalah
kewenangan sekaligus melekat sebagai
anggota-anggota DPR. Kekuasaan Presiden
fungsi kelembagaannya. Fungsi legislatif
ini besar karena ia tidak bisa dijatuhkan
menyangkut empat bentuk kegiatan, yaitu:
oleh DPR. Oleh sebab itu jika seorang
1) Prakarsa pembuatan undang-undang
Presiden sudah dipilih dan diangkat oleh
(legislative initation);
MPR maka ia memegang kekuasaan yang
2) Pembahasan rancangan
besar untuk terus memerintah sampai habis
undang-undang (law making
masa jabatannya.32Hal itu dapat diketahui process);
antara lain, kekuasaan eksekutif terlalu
3) Persetujua atas pengesahan rancangan
besar tanpa disertai oleh prinsip checks and undang-undang (law enactment
balances yang memadai. Sehingga UUD approval);

1945 biasa disebut executive heavy, dan itu 4) Pemberian persetujuan pengikatan
menguntungkan bagi siapa saja yang atau ratifikasi atas perjanjian atau
persetujuan internasional dan
menduduki jabatan presiden. Menurut dokumen-dokumen hukum yang
istilah Soepomo: “ contrentration of power mengikat lainnya (Binding decision
and responsibilty upo the president”.33Jadi making on international agreement
and treaties or other legal binding
Presiden dapat menentukan seluruh
documents).34
kebijakan dan peraturan-peraturan di
Lebih lanjut, wewenang yang
31 berkaitan dengan fungsi DPR dalam
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR pengawasan diatur dalam Pasal 20A ayat (2)
MAJU, 1995, hlm. 87.
32
Moh. Mahfud, Demokrasi Konstitusi Di
34
Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1993, hlm. 44. Jimly Asshiddiwie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
33
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014,
Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 106. hlm. 300.

43
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

35
dan (3). aSecara teoritis fungsi-fungsi urgensi ratifikasi perjanjian untuk
kontrol atau pengawasan oleh parlemen diterapkan di Indonesia maka ratifikasi
sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat perjanjian internasional tidak boleh
dirinci sebagai berikut: bertentangan dengan konstitusi terutama
1. Pengawasan terhadap penentuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
kebijakan (control of policy making); yang secara langsung berdampak pada
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan
kehidupan masyarakat Indonesia.
kebijakan (control of policy
executing); Mengenai persoalan ratifikasi ini pun
3. Pengawasan terhadap penganggaran perlu diketemukan modus tertentu, yang
dan belanja negara (control of
intinya tidak menyimpangi ketentuan UUD
budgeting);
4. Pengawasan terhadap pelaksana 1945 tetapi juga tidak menghambat
anggaran dan belanja negara (control penyelenggaraan hubungan luar negeri
of budgeting implementation);
karena sering kali yang dipertaruhkan
5. Pengawasan terhadap kinerja
pemerintahan (control of government adalah kepentingan nasional, nasib
performances); keseluruhan bangsa.37
6. Pengawasan terhadap pengangkatan Maka sebelum traktat diratifikasi
pejabat publik (control of political
appointment of public officals) dalam harus ditelitidengan sungguh-sungguh
bentuk persetujuan atau penolakan, apakah ketentuannya bertentangan atau
ataupun dalam bentuk pemberian tidak denganketentuan UUD Tahun 1945.
pertimbangan oleh DPR).36
Untuk itu, perlu diperhatikan hal-hal
Terkait pengawasan dalam penentuan
sebagai berikut :
kebijakan berawal dari prakarsa eksekutif
1. Kriteria Juru Runding
baik melalui Presiden atau Menterinya.
Seperti dikatakan oleh
Kebijakan yang diambil dari hasil Himahanto Juwana, para juru runding
kesepakatan perjanjian internasional baik (delegasi)Indonesia harus memiliki
hubungan bilateral, multilateral maupun kelihaian dalam merundingkan dan
merumuskan traktat, terutama dalam
organisasi internasional yang diikuti memahami kalimat-kalimat hukum di
berdampak pada pengaturan-pengaturan dalam naskah traktat.Dengan
dalam sistem hukum Indonesia. Dalam hal kelihaian ini, diharapkan sejak awal
sudah dapat diketahui
kewenangan dalam pengawasan mengenai
ketentuanketentuanyang berpotensi
bertentangan dengan UUD.
35
Anwar C, Teori dan Hukum Konstitusi, Malang:
Intrans Publishing, 2011, hlm. 209.
36 37
Putera Astomo, Hukum Tata Negara Teori dan Padmo Wahjono, Masalah Ketataneagaraan
Praktek, Yogyakarta: Thafa Media, 2014, hlm. Indonesia Dewa Ini, Jakarta Timur: Ghalia
102-103. Indonesia, 1985, hlm. 237.

44
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

2. Fungsi Legislative Preview melaksanakan ketertiban dunia yang


DPR sebagai lembaga negara berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
yang memberikan persetujuan
abadi dan keadilan sosial”.
terhadap rencanaratifikasi traktat, juga
harus mem-preview secara memadai Di luar itu maka pembatasan untuk
naskah traktat yang melakukan perjanjian internasional dengan
telahditandatangani, dan jangan serta
negara-negara luar adalah mustahil
merta memberikan persetujuan untuk
meratifikasitraktat tersebut. Bila dilakukan. Maka harus ada pengawasan
ternyata kemudian diyakini yang dilakukan DPR terhadap eksekutif.
bertentangan dengan UUD tahun1945,
Untuk menciptakan pengawasan inilah
maka Indonesia segera dapat
mengajukan reservasi (pensyaratan) diperlukan suatu sistem checks and
terhadapketentuan tersebut atau balances (pengawasan dan kesimbangan)
mengambil kebijakan untuk tidak jadi yang jelas dan efektif. Maknanya adalah
meratifikasi perjanjianinternasional
tersebut sama sekali.38 bahwa di dalam melaksanakan
Meskipun tidak dijelaskan secara tugas-tugasnya, eksekutif harus dicegah
lengkap ranah pengawasan DPR di dalam agar jangan sampai melampaui batas-batas
UUD 1945 dibidang hubungan internasional, kekuasaan.39
namun dari penjelasan yang tersurat pada Dalam pembuatan perjanjian
Pasal 11 dan Pasal 12 yang telah dijelaskan internasional ada kerja sama antara Presiden
di atas, memberikan pemahaman jika hanya dan DPR. Dengan demikian kerja sama
beberapa bidang yang diharuskan untuk antara Presiden dan DPR dalam pembuatan
dapat diberikan legitimasi dari DPR, selain perjanjian internasional adalah kerja sama
DPR ada batasan bagi Presiden untuk dalam bidang legislatif. Menurut UUD 1945
melakukan atau tidak melakukan perjanjian (Pasal 5 ayat (1) yo. Pasal 20 ayat (2), kerja
internasional, yaitu berdasarkan prembule sama Presiden dan DPR dalam bidang
UUD 1945 terutama pada pembangunan legislatif adalah untuk membentuk
hukum yang dimaksudkan untuk undang-undang. Karena itu setiap perjanjian
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan internasional yang dilakukan oleh Presiden
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

Ari Wuisang,”Kewenangan DPR Dalam Ratifikasi


38 39
Miriam Budiardjo, Pembangunan Politik, Situasi
Perjanjian Internasional Pasca Terbitnya Putusan Global, dan Hak Asasi Manusia di Indonesia,
Mahkamah Konstitusi No. 13/PUU-XVI/2018,” Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm.
Pakuan Law Review, Vo. 5, No. 2 (2019). 85.

45
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

dengan persetujuan DPR sudah semestinya bersama antara DPR dan Presiden. Dalam
dalam bentuk undang-undang.40 hal ini, Wicipto Setiadi dalam bukunya
Makna kerjasama menurut penulis Saldi Isra menambahkan, dalam
dapat diartikan sebagai perpaduan antara pembentukan undang-undang DPR tidak
dua lembaga yang masih berhubungan erat bisa jalan sendiri tanpa ada persetujuan dari
dalam hal perjanjian internasional. Tidak Presiden. Kedua-duanya, baik DPR maupun
boleh salah satu dari lembaga tersebut yang presiden harus setuju, tidak bisa DPR setuju
tidak diikut sertakan. Misal pengambilan tetapi Presiden tidak setuju. Keduanya harus
keputusan untuk meratifikasi hasil berjalan seiring untuk setuju bersama.41
perjanjian internasional ke dalam hukum
D. Penutup
nasional itu tidak mengikutsertakan DPR
Putusan Mahkamah Konstitusi
atau mengesahkan kebijakan yang
Nomor 13/PUU-XVI/2018 menunjukkan
bersumber dari perjanjian internasional
jika pada mekanisme checks and balances
hanya dikeluarkan oleh pemerintah
lembaga antara legislatif dengan eksekutif
(eksekutif). Demikian itu, kekuasaan
dalam wilayah pengambilan keputusan
pemerintah akan mengarah pada kekuasaan
terhadap perjanjian internasional
legislatif, sedangkan kerjasama bidang
melahirkan kewenangan diplomatik itu
legislasi adalah hubungan antara eksekutif
memang berada di tangan Presiden dan
dan legislatif dikarenakan fungsi legislasi
Menteri-menternya (eksekutif), tetapi dalam
melekat di DPR.
batasan-batasan yang ditentukan oleh UUD
Dalam sistem pemerintahan
1945. Pembentukan peraturan
Presidensiil. Ketentuan ini menggambarkan
undang-undang terkait materi muatan yang
bahwa posisi DPR dan Presiden adalah
hendak diatur dalam
fifty-fifty dalam persetujuan rancangan
undang-undangsepenuhnya berada di
undang-undang yang sebelumnya dibahas
tangan DPR dengan mengkaji peraturan
bersama. Dalam pengertian itu, persetujuan
yang hendak di ratifikasi yang bersumber
bersama merupakan syarat konstitusional
dari perjanjian internasional tersebut
yang dibagi bersama antara DPR dan
bertentangan dengan UUD atau tidak.
Presiden. Artinya, tidak akan pernah ada
Kontrol DPR terletak pada Pasal 11 ayat 2
sebuah undang-undang tanpa persetujuan
UUD apabila perjanjian internasional itu

40
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan
41
Konstitusi Suatu Negara, Bandung: MANDAR Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Jakarta:
MAJU, 1995, hlm. 34. PT Raja Grafindo Persada, 2010, hlm. 219-220.

46
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

menimbulkan dampak bagi kehidupan halnya dengan menteri, DPR diposisikan


rakyat terkait dengan beban keuangan sebagai lembaga yang diminta
Negara dan Pasal 10 UU Nomor 24 tahun pertimbangan atau konsultasi saja, sebab
2000 tentang perjanjian internasional. Pasal 2 ini di maknai DPR hanya
memberikan masukan terkait apakah
Di sisi lain, hak presiden untuk
diterima atau tidaknya dikembalikan lagi
mengeluarkan Keputusan Presiden hanya
kepada menteri yang akan melakukan
sebatas evaluasi saja kepada DPR,
perjanjian internasional, DPR tidak
dimaknai sebagai proses apakah ada yang
memiliki kewenangan untuk membatalkan
tidak sesuai dengan nilai-nilai atau
kebijakan yang akan diambil Menteri
norma-norma yang berlaku di Indonesia
tersebut. Tetapi hanya mengkaji apakah
mengenai Keputusan Presiden itu tanpa
kebijakan itu nantinya berdampak luas bagi
melalui proses legislasi pada kamar DPR,
kehidupan rakyat karena beban keuangan
sehingga ratifikasi melalui Kepres tidak
yang dikeluarkan dan tidak sesuai dengan
bersifat menolak tetapi mengevaluasi dan
Pasal 10 UU Nomor 24 tahun 2000 tentang
dikembalikan kepada Presiden untuk di
perjanjian internasional.
terbitkan dalam lembaran negara. Sama
DAFTAR PUSTAKA ———,2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Ali, Abdul Latif dan Hasbi, 2014, Politik Negara, Jakarta Pusat: Konstitusi
Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Press.
Anjaya, Andi, ‘Hubungan Perjanjian ———, 2013, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Internasional Dan Hukum Nasional Negara, Jakarta: Rajawali Pers.
Persamaan Dan Perbedaan’, Landasan ______,2007, Jimly, Pokok-Pokok Hukum
Teori, 2019, Tata Negara Indonesia Pasca
http://www.landasanteori.com/2015/1 Reformasi, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
0/hubungan-perjanjian-internasional- Populer Kelompok Gramedia.
dan.html, accessed in 5 March 2020] Astomo, Putera,2014, Hukum Tatat Negara
Asshiddiqie, Jimly, 2004, Konstitusi & Teori Dan Praktek, Yogyakarta:
Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Tahafa Media.
Mahkamah Konstitusi Republik Atmadja, I Dewa Gede, 2014, Teori
Indonesia dan Pusat Studi Hukum Konstitusi Dan Konsep Negara,
Tata Negara Fakultas Hukum Malang: SETARA Press.
Universitas Indonesia.

47
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

Budiardjo, Miriam, 1994, Pembangunan Manan, Bagir, 1995, Pertumbuhan Dan


Politik, Situasi Global, Dan Hak Perkembangan Konstitusi Suatu
Asasi Manusia Di Indonesia, Jakarta: Negara, Bandung: Mandar Maju.
PT Gramedia Pustaka Utama. Mas Bakar, Dian Utami, ‘Pengujian
C, Anwar, 2011, Teori Dan Hukum Konstitusional Undang-Undang
Konstitusi (Malang: Intrans Pengesahan Perjanjian Internasional’,
Publishing. Yuridika, Vol. 29, No. 3, 2014.
Fuady, Munir, 2011, Teori Negara Hukum Putusan Nomor 13/PUU-XVI/2018 dalam
Modern (Rechtstaat), Bandung: PT Perkara Pengujian Undang-Undang
Refika Aditama. Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
Huda, Ni’Matul, 2014, Hukum Tata Negara Perjanjian Internasional Terhadap
Indonesia, Ed. Revisi (Jakarta: PT Undang-Undang Dasar Negara
Raja Grafindo Persada. Republik Indonesia Tahun 1945.
———, 2014, Pekembangan Hukum Tata Redi, Ahmad, 2018, Hukum Pembentukan
Negara Perdebatan & Gagasan Peratura Perundang-Undangan,
Penyempurnaan, Yogyakarta: FH UII Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Press. Suraputra, D. Sidik, ‘Ratifikasi Perjanjian
Ibrahim, Moh. Kusnardi dan Harmaily, Internasional Menurut Tiga UUD
1981, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia’, Jurnal Hukum &
Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Pembangunan, Vol. 20, No. 3, 1990.
Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Universitas Indonesia. Tahun 1945
Iskandar, Jawahir Thantowi dan Pranoto, Undang-Undang Republik Indonesia
2006, Hukum Internasional Nomor 15 Tahun 2019 Tentang
Kontemporer, Bandung: PT Refika Perubahan Atas Undang-Undang
Aditama. Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Pembentukan Peraturan
Legislasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Perundang-Undangan
Persada. ———,Nomor 24 Tahun 2000 Tentang
Mahfud, Moh, 1993, Demokrasi Konstitusi Perjanjian Internasional
Di Indonesia, Yogyakarta: Liberty. Wahjono, Padmo, 1985, Masalah
Ketataneagaraan Indonesia Dewa Ini,
Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.

48
PROGRESIF: Jurnal Hukum volume XIV/No.1/ Juni 2020 Nehru Asyikin...

Wuisang, Ari, ‘Kewenangan DPR Dalam Konstitusi No. 13/PUU-XVI/2018’,


Ratifikasi Perjanjian Internasional Pakuan Law Review, Vol. 5, No. 2,
Pasca Terbitnya Putusan Mahkamah 2019.

49

You might also like