Professional Documents
Culture Documents
ID Pengetahuan Sikap Dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat Di Kot
ID Pengetahuan Sikap Dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat Di Kot
ABSTRACT
Background: One of the obligations of pharmacist at a dispensary was to give drug information to the patient. The aims
of this study were to describe the knowledge, attitude and need of dispensary visitor to the drug information in Depok City.
This research uses cross sectional design with descriptive approach. The research samples are 150 dispensary visitors in
Depok City during May–July 2008. Methods: The data collected using the questionnaire which has been reliability tested.
The data were analyzed by frequency distribution and Chi Square Test. Results and Conclusions: The Results of this
VWXG\ VKRZ WKDW 0RVW RI WKH GLVSHQVDU\ YLVLWRUV DUH ZRPHQ DJH XS WR \HDUV ROG DFDGHPLF JUDGXDWHG HPSOR\HH ZLWK
LQFRPH 5S ± PLOOLRQV SHU PRQWK DQG EX\LQJ SUHVFULSWLRQ 0RVW RI WKH GLVSHQVDU\ YLVLWRU KDYH KLJK NQRZOHGJH WR WKH
drug information, except in the case of knowledge about duty of pharmacist, who is to give drug information, logo of generic
GUXJ DQG ZD\ RI JLYLQJ GUXJ LQIRUPDWLRQ 0RVW RI WKH GLVSHQVDU\ YLVLWRU KDYH SRVLWLYH DWWLWXGH WR WKH GUXJ LQIRUPDWLRQ
except in the case of consultation room seen in front of the counter, pharmacist’s fee from the drug information service, and
WKH GUXJ LQIRUPDWLRQ UHTXLUHG D FRPSXWHU 0RVW RI WKH GLVSHQVDU\ YLVLWRU QHHG WKH GUXJ LQIRUPDWLRQ 7KH NQRZOHGJH
of dispensary visitor does not correlate to the drug information requirement, but the attitude of dispensary visitor correlate
VLJQL¿FDQWO\ WR WKH GUXJ LQIRUPDWLRQ UHTXLUHPHQW
ABSTRAK
Salah satu kewajiban apoteker di apotek adalah memberikan informasi obat kepada pasien. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui deskripsi pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap pelayanan informasi obat,
dan mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap informasi obat. Desain
SHQHOLWLDQ \DQJ GLJXQDNDQ DGDODK SRWRQJ OLQWDQJ FURVV VHFWLRQDO GHQJDQ SHQGHNDWDQ GHVNULSWLI 6DPSHO SHQHOLWLDQ DGDODK
150 pengunjung apotek milik apoteker di Kota Depok selama bulan Mei–Juli 2008. Sampling dilakukan dengan metode
consecutive sampling, di mana setiap subjek yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian. Alat pengumpul
data adalah kuesioner angket yang telah diuji coba reliabilitasnya. Data yang diperoleh dari kuesioner angket diolah dengan
komputer dan analisis data menggunakan uji Chi-Square. Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
3HUVHQWDVH WHUEHVDU SHQJXQMXQJ DSRWHN DGDODK SHUHPSXDQ EHUXPXU VDPSDL GHQJDQ WDKXQ SHQGLGLNDQ WDPDW
akademi/perguruan tinggi, bekerja, penghasilan antara 3–5 juta per bulan, dan tujuan ke apotek untuk menebus resep.
3HUVHQWDVH WHUEHVDU SHQJXQMXQJ DSRWHN PHPSXQ\DL SHQJHWDKXDQ \DQJ WLQJJL WHQWDQJ LQIRUPDVL REDW NHFXDOL GDODP KDO
pengetahuan tentang tugas apoteker di apotek, orang yang berhak memberikan informasi obat di apotek, pengetahuan
WHQWDQJ ORJR REDW NHUDV GDQ FDUD PHPEHULNDQ LQIRUPDVL REDW 3HUVHQWDVH WHUEHVDU SHQJXQMXQJ DSRWHN PHPSXQ\DL VLNDS
yang positif terhadap informasi obat, kecuali dalam hal ruang konsultasi obat terlihat di depan counter, apoteker berhak
PHPSHUROHK LPEDODQ WHUKDGDS MDVD LQIRUPDVL REDW GDQ XQWXN LQIRUPDVL REDW GLEXWXKNDQ NRPSXWHU RQ OLQH 3HUVHQWDVH
terbesar pengunjung apotek membutuhkan informasi obat, kecuali dalam hal tersedianya meja dan kursi yang nyaman,
WHUVHGLDQ\D PDWHUL EURVXU GDQ OHDÀHW GDQ SHODNVDQDDQ ,QIRUPDVL GLODNXNDQ DSRWHNHU +XEXQJDQ DQWDUD SHQJHWDKXDQ
dan kebutuhan pengunjung apotek terhadap informasi obat secara statistik tidak bermakna, tetapi hubungan antara sikap
dan kebutuhan pengujung apotek terhadap informasi obat secara statistik bermakna.
Naskah Masuk: 1 September 2010, Review 1: 3 September 2010, Review 2: 3 September 2010, Naskah layak terbit: 17 September 2010
1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan Badan Litbangkes Kementrian Kesehatan,, Jl. Percetakan
Negara 23A Jakarta, e-mail: s_supardi@yahoo.com
2 Mahasiswa Pascasarjana Departemen Farmasi FMIPA-UI
3 Dosen Pascasarjana Departemen farmasi FMIPA-UI
344
Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek (Nur Alam Abdullah, Retnosari Andrajati, Sudibyo Supardi)
345
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344–352
Peracikan obat merupakan kegiatan menyiapkan Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat
menimbang, mencampur, mengemas dan melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
memberikan etiket pada wadah. Dalam kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus
jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang membuat catatan berupa catatan pengobatan
benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat (medication record).
yang diserahkan hendaknya dikemas dengan
Studi tentang intervensi oleh apoteker melalui
rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
informasi lisan dan tertulis pada permulaan terapi
terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan
REDW PHQXQMXNNDQ SHUEDLNDQ \DQJ VLJQL¿NDQ GDODP
pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
kepatuhan pengunjung apotek. Adapun tujuan dari
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
pemberian informasi kepada pengunjung apotek
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai
adalah mengoptimalkan hasil terapi obat dan tujuan
pemberian informasi obat dan konseling kepada
medis dari terapi obat dapat tercapai (Siregar,
pasien. Apoteker harus memberikan informasi yang
2006).
benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
Pelayanan informasi bagi pengunjung apotek
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat
merupakan salah satu bagian dari pelayanan farmasi,
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara
karena baik tenaga farmasi maupun pengunjung
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
apotek memperoleh keuntungan dari kegiatan
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
informasi. (Allen, 1995). Pelayanan informasi
minuman yang harus dihindari selama terapi.
mengenai obat sebagai salah satu metode edukasi
2. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua
arah yang sistematik antara apoteker dan pasien pengobatan secara tatap muka merupakan salah satu
XQWXN PHQJLGHQWL¿NDVL GDQ PHPHFDKNDQ PDVDODK bentuk pelayanan kefarmasian. Hal ini adalah usaha
yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai penobatan bagi pengunjung apotek.
sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan Ada 30–50% kasus perilaku ketidakpatuhan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki pengunjung apotek yang menerima obat. Penyebab
kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan kegagalan obat yang demikian bersifat multifokus,
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau antara lain adalah karena kurangnya edukasi, berkaitan
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita dengan terapi sampai pada hambatan finansial
penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, yang menghalangi pembelian obat. Pada penelitian
TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker Arhayani (2007) ditemukan bahwa hanya 2,81%
harus memberikan konseling secara berkelanjutan. pengunjung apotek menjadikan apoteker sebagai
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker sumber informasi obat, dan 6,17% pengunjung apotek
harus melaksanakan pemantauan penggunaan mendapatkan informasi obat dari apoteker.
obat, terutama untuk pasien tertentu seperti Pengertian perilaku adalah keadaan jiwa
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit (berpikir, bersikap, bertindak, dan sebagainya) untuk
kronis lainnya. memberikan respons terhadap situasi di luar dirinya.
3. Promosi dan Edukasi dalam rangka pemberdayaan Operasional perilaku dikelompokkan menjadi tiga
masyarakat. Apoteker harus ikut membantu bentuk (a) pengetahuan sebagai suatu hasil dari
diseminasi informasi, antara lain dengan proses belajar atau pengalaman, (b) sikap sebagai
SHQ\HEDUDQ OHDÀHW EURVXU SRVWHU SHQ\XOXKDQ kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif tetap
dan lain lainnya. terhadap kategori tertentu dari objek atau situasi,
4. Pelayanan Residensial (home care) adalah dan (c) tindakan sebagai perbuatan yang dilakukan
pelayanan apoteker sebagai care giver dalam terhadap rangsangan dari luar dirinya. Perilaku dalam
pelayanan kefarmasian di rumah-rumah bentuk pengetahuan dan sikap masih bersifat tertutup
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien (covert behavior), sedangkan perilaku dalam bentuk
dengan pengobatan terapi kronis lainnya. tindakan bersifat terbuka (overt behavior). Tindakan
346
Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek (Nur Alam Abdullah, Retnosari Andrajati, Sudibyo Supardi)
mulai terbentuk dari pengetahuan, saat seseorang apotek terhadap informasi obat yang berasal dari
mengetahui adanya rangsangan. Kemudian, akan apoteker.
timbul tanggapan batin dalam bentuk sikap terhadap
rangsangan yang diketahuinya tersebut. Setelah METODE
rangsangan tadi diketahui dan disadari sepenuhnya,
akan timbul tindakan terhadap rangsangan tersebut Hipotesis penelitian adalah (1) ada hubungan
(Notoatmodjo, 1991). antara pengetahuan dan kebutuhan responden
Pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap terhadap informasi obat, (2) ada hubungan antara
informasi obat merupakan salah satu perilaku sikap dan kebutuhan responden terhadap informasi
kesehatan. Menurut Green (l980), setiap perilaku obat.
kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi pengaruh kolektif Adapun definisi operasional variabel disusun
dari (a) faktor predisposisi antara lain pengetahuan, sebagaimana tabel di bawah:
sikap, dan persepsi, (b) faktor pemungkin antara lain Desain penelitian menggunakan potong lintang
sarana dan prasarana, dan (c) faktor penguat antara (cross sectional) dengan pendekatan deskriptif.
lain dukungan sosial dan peraturan perundangan. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengunjung
Kebutuhan informasi obat erat kaitannya dengan yang datang ke apotek yang pemilik sarananya
pengetahuan dan sikap pengunjung apotek. apoteker di Kota Depok selama bulan Mei–Juli 2008.
Pertanyaan penelitian yang timbul adalah Sampel diambil dengan metode consecutive sampling,
bagaimana deskripsi pengetahuan, sikap dan di mana setiap subjek yang memenuhi kriteria
kebutuhan pengunjung apotek terhadap pelayanan inklusi dimasukkan dalam penelitian. Besar sampel
informasi obat di apotek? dan bagaimana hubungan pengunjung apotek dihitung dengan rumus n = Z2 p
antara pengetahuan, sikap dan kebutuhan ( 1 – p ) /d2 (Lwanga, 1991). Dengan tingkat kepercayaan
pengunjung apotek terhadap pelayanan informasi 95% dan p 0,10 (10% pengunjung apotek mendapat
obat oleh apoteker di apotek? Tujuan penelitian informasi dari apoteker menurut penelitian Arhayani,
adalah mengetahui deskripsi pengetahuan, sikap dan 2007) dan nilai presisi 0,05, diperoleh sampel minimal
kebutuhan pengunjung apotek terhadap pelayanan 138, dibulatkan menjadi 150 orang. (Dinkes Kota
informasi obat di apotek, dan mengetahui hubungan Depok, 2008). Alat pengumpul data adalah kuesioner
antara pengetahuan, sikap dan kebutuhan pengunjung angket yang telah diuji coba reliablilitasnya terhadap
apotek terhadap pelayanan informasi obat oleh 30 responden. Data yang diperoleh diolah dengan
apoteker. Manfaat penelitian yang diharapkan adalah komputer dan dianalisis menggunakan distribusi
sebagai informasi tentang kebutuhan pengunjung frekuensi dan uji Chi-Square.
347
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344–352
348
Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek (Nur Alam Abdullah, Retnosari Andrajati, Sudibyo Supardi)
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap terhadap Informasi Obat, Depok 2008
Kurang Tidak Jumlah
Setuju
No 6LNDS WHUKDGDS ,QIRUPDVL 2EDW Setuju Setuju (n = 150)
%
% % %
1Apoteker wajib memberikan informasi obat di apotek 96,0 2,7 1,3 100
2Jadwal informasi obat terpampang dan mudah dilihat 81,3 14,7 4,0 100
3Ruangan informasi obat mudah terlihat dari counter obat 58,0 32,7 9,3 100
4Apoteker sebaiknya menggunakan baju praktik profesi 83,3 12,7 4,0 100
yang bersih dan rapi dalam memberikan pelayanan
informasi obat.
5 Apoteker sebaiknya memasang identitas diri. 92,7 4,7 2,7 100
6 Dalam memberikan informasi obat sebaik nya apoteker 80,0 17,3 2,7 100
mengambil dari pustaka yang terbaru dan relevan.
7 Apoteker berhak memperoleh jasa profesi dalam 53,3 30,0 16,7 100
pelayanan informasi obat
8 Apoteker dalam kegiatan informasi obat membutuhkan 59,3 24,0 16,7 100
fasilitas komputer
9 Apoteker dalam kegiatan informasi obat membutuhkan 86,0 12,0 2,0 100
brosur obat
10 Pemberian informasi obat dilakukan pada saat 72,0 25,3 2,7 100
penyerahan obat
% Rerata 76,2 17,6 6,2 100
terhadap informasi obat, kecuali dalam hal ruang informasi obat yang diberikan oleh apoteker belum
konsultasi obat terlihat dari depan counter, apoteker dirasakan sepenuhnya sampai saat ini. Sikap tersebut
berhak memperoleh jasa profesi terhadap pelayanan menunjukkan kesiapan atau kesediaan mereka
informasi obat, dan kegiatan informasi obat untuk bertindak. Pengunjung apotek yang setuju
membutuhkan komputer. terhadap jasa apoteker kemungkinan mereka percaya
Sebagian besar pengunjung apotek menyatakan bahwa apoteker itu mampu memberikan pelayanan
setuju posisi ruangan informasi obat sebaiknya terihat informasi obat yang bermanfaat. Sementara itu,
di depan counter apotek. Dengan demikian diharapkan pengunjung apotek yang kurang setuju mungkin
keberadaan informasi obat diketahui responden dan disebabkan karena mereka tidak percaya atau belum
mempermudah akses bagi pengunjung apotek untuk pernah mengetahui manfaat dari pelayanan tersebut.
meminta pelayanan tersebut. Tersedianya fasilitas Karena itu, untuk mendapatkan kepercayaan dari
yang dapat telihat di depan counter akan menjadikan pengunjung apotek, apoteker harus berperan aktif
faktor pendukung pengunjung apotek bersikap melakukan pelayanan informasi obat di apotek.
positif terhadap informasi obat. Selain itu, sebagian Hal tersebut sesuai dengan teori perilaku Soekidjo
besar pengunjung apotek juga menginginkan agar (2007) yang mengatakan bahwa sikap itu memiliki
pelayanan informasi obat dilaksanakan di tempat 3 komponen pokok, yakni kepercayaan (keyakinan),
khusus yang nyaman. Berdasarkan petunjuk dan ide dan konsep terhadap suatu objek, evaluasi dari
pedoman yang ada, setiap praktik informasi obat objek tersebut, dan kecendrungan untuk bertindak.
berlangsung sebaiknya menyediakan ruangan Komponen-komponen tersebut tentunya merupakan
yang ideal untuk menjaga kenyamanan responden suatu keputusan sikap yang utuh sehingga perannya
pengunjung apotek dalam berkomunikasi dengan sangatlah penting.
apoteker, terkait masalah obat yang di konsumsinya
.HEXWXKDQ 5HVSRQGHQ WHUKDGDS ,QIRUPDVL
(Binfar, 2006).
Obat
Sebagian besar pengunjung apotek setuju dalam
pemberian jasa profesi apoteker dalam pelayanan Tabel 4 menunjukan persentase terbesar
informasi obat. Tiga puluh persen pengunjung pengunjung apotek membutuhkan informasi obat,
apotek tidak setuju karena manfaat dari pelayanan meskipun demikian masih perlu ditingkatkan dalam
349
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344–352
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan terhadap Informasi Obat, Depok 2008
Kurang Tidak Total
Butuh
No .HEXWXKDQ WHUKDGDS LQIRUPDVL Butuh Butuh (n = 150)
%
% % %
1 Nama generik obat yang dibeli di apotek 91,3 5,3 3,3 100
2 Nama obat yang sejenis 87,3 8,0 4,7 100
3 Indikasi atau kegunaan obat 92,0 2,7 5,3 100
4 Bentuk sediaan obat (misalnya V\UXS 97,3 1,3 1,3 100
5 Dosis obat PLVDOQ\D PJ PJ 82,0 12,7 5,3 100
6 Aturan penggunaanobat 98,0 0,7 1,3 100
7 Cara Penyimpanan obat yang tepat 94,0 4,7 1,3 100
8 Efek yang merugikan & cara menghindarinya 87,3 11,3 1,3 100
9 Interaksi obat dengan obat /makanan/alkohol 88,7 6,0 5,3 100
10 Informasi tentang pengulangan obat resep 82,7 12,7 4,7 100
11 Informasi khusus obat tertentu 78,7 20,0 1,3 100
12 Harga obat sejenis yang lebih murah dan terjangkau 79,3 20,0 0,7 100
13 Apoteker melakukan pendokumentasian dan evaluasi 72,0 20,7 7,3 100
14 Informasi obat membutuhkan alat peraga yang komunikatif 93,3 6,0 0,7 100
15 Informasi obat membutuhkan meja dan kursi yang nyaman 70,7 25,3 4,0 100
16 7HUVHGLDQ\D PDWHUL EURVXU GDQ OHDÀHW 74,0 24,7 1,3 100
17 Pelayanan informasi dilakukan apoteker 72,0 25,3 2,7 100
18 Apoteker berhak mendapat jasa profesi dalam pelayanan 84,6 9,3 6,0 100
informasi obat
Jumlah 81,8 13,9 4,2 100,0
hal apoteker melakukan pendokumentasian dan ROHK DGDQ\D IDNWRU GHPRJUD¿ VWDWXV VRVLDO SVLNRORJLV
evaluasi, tersedianya meja dan kursi yang nyaman, pendapatan keluarga, dan kepercayaan terhadap
WHUVHGLDQ\D PDWHUL EURVXU GDQ OHDÀHW GDQ SHOD\DQDQ kesehatan itu sendiri (Anderson dan Newman, 1979).
informasi dilakukan oleh apoteker. Semakin besar masalah tersebut misalnya menderita
Data Arhayani (2007) menunjukkan bahwa penyakit serius, maka semakin besar kemungkinan
hanya 6,17% pengunjung apotek yang memperoleh tindakan pencarian pengobatan dilakukan. Tindakan
pelayanan informasi, dan 62,7% tidak pernah yang dilakukan akan tergantung pada manfaat dan
menerima pelayanan informasi obat di apotek. rintangan-rintangan yang dirasakan. Umumnya,
Sebenarnya sebagian besar pengunjung apotek manfaat dari tindakan yang dirasakan lebih menentukan
(95,0%) membutuhkan pelayanan tersebut. Hal daripada rintangan-rintangan yang mungkin dihadapi.
ini menunjukkan bahwa walaupun kebutuhan Oleh sebab itu, faktor yang memungkinkan untuk
terhadap informasi obat besar, baru sebagian kecil mencari layanan informasi pengobatan dapat terwujud
yang meminta untuk menjalani pelayanan informasi di dalam tindakan apabila hal itu dirasakan sebagai
obat. Hal tersebut sejalan dengan teori perilaku kebutuhan.
Notoadmodjo (2007), yang menyatakan bahwa
5. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan
setelah seseorang mengetahui stimulus dari suatu
.HEXWXKDQ WHUKDGDS ,QIRUPDVL 2EDW
objek kesehatan yang menurut mereka bermanfaat, ia
akan mengadakan penilaian dan pendapat terhadap Tabel 5 menunjukan persentase terbesar
apa yang diketahuinya sehingga proses selanjutnya pengunjung apotek yang mempunyai pengetahuan
akan dijalankan atau dipraktikkan berdasarkan apa tinggi tentang informasi obat lebih membutuhkan
yang telah diketahuinya, atau disikapi dengan baik informasi obat daripada yang mempunyai pengetahuan
dalam bentuk tindakan yang positif. rendah. Hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan
Kebutuhan pasien untuk meminta pelayanan informasi obat secara statistik tidak bermakna.
informasi obat (tindakan) sesungguhnya dipengaruhi Secara teoritis, ada hubungan antara
pengetahuan responden dengan tindakan.
350
Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek (Nur Alam Abdullah, Retnosari Andrajati, Sudibyo Supardi)
Tabel 5. Tabel Silang antara Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Informasi Obat di Apotek, Depok 2008
Berdasarkan teori perilaku menunjukkan bahwa Pemberian pelayanan informasi obat di apotek
pengetahuan atau kognitif merupakan domain telah dapat meningkatkan perubahan sikap seseorang
yang sangat penting dalam memengaruhi tindakan menjadi lebih baik dengan bertindak untuk mau
seseorang (Notoadmodjo, 2007). Hubungan antara meminta atau menjalaninya. Hal ini sejalan dengan
pengetahuan dan kebutuhan informasi obat tidak Notoatmodjo (1991) yang menyatakan bahwa salah
bermakna, mungkin menunjukkan bahwa pengunjung satu faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
apotek mengetahui tentang informasi obat tetapi tidak seseorang adalah penyuluhan langsung perorangan
membutuhkan karena kemungkinan apoteker tidak sebagai faktor untuk meningkatkan pengetahuan dan
ada di apotek. Hal ini merupakan suatu tantangan membentuk sikap yang positif.
dan keharusan bagi setiap apoteker untuk lebih
bekerja keras dalam menunjukkan eksistensinya KESIMPULAN DAN SARAN
di apotek kepada masyarakat yang membutuhkan.
Apoteker harus menunjukkan bahwa profesi farmasi Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan,
itu ada, dan tugas yang penting adalah memenuhi diambil kesimpulan sebagai berikut.
hak-hak konsumen melalui pelayanan informasi 1. Persentase terbesar pengunjung apotek adalah
obat. Pelayanan informasi obat dilakukan dengan perempuan, berumur sampai dengan 40 tahun,
tujuan untuk meningkatkan keberhasilan terapi, pendidikan tamat akademi/perguruan tinggi,
memaksimalkan efek terapi dan meminimalkan efek bekerja, penghasilan 3–5 juta per bulan, dan
samping obat (Binfar, 2006). tujuan ke apotek untuk menebus resep.
Tabel 5 menunjukkan persentase terbesar 2. Persentase terbesar pengunjung apotek
pengunjung apotek yang mempunyai sikap positif mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang
terhadap informasi obat lebih membutuhkan informasi informasi obat, kecuali dalam hal pengetahuan
obat daripada yang mempunyai sikap negatif. tentang tugas apoteker di apotek, tentang siapa
Hubungan antara sikap dan kebutuhan informasi yang berhak memberikan informasi obat, tentang
obat secara statistik bermakna. logo obat keras dan tentang cara memberikan
Suka atau tidak sukanya responden terhadap informasi obat.
pelayanan informasi obat di apotek tentunya ditentukan 3. Persentase terbesar pengunjung apotek mempunyai
oleh berbagai penilaian terhadap seberapa besar sikap yang positif terhadap informasi obat, kecuali
manfaat layanan yang diterimanya. Sikap tersebut dalam hal ruang konsultasi obat terlihat di depan
akan memberikan hasil dengan tindakan yang baik counter, apoteker berhak memperoleh imbalan
untuk meminta atau mau menjalani pelayanan terhadap jasa informasi obat, dan informasi obat
informasi obat di apotek melalui perubahan perilaku membutuhkan komputer.
itu sendiri. Adanya hubungan bermakna antara 4. Persentase terbesar pengunjung apotek
keduanya menunjukkan bahwa perilaku pengunjung membutuhkan informasi obat.
apotek dalam bersikap dipengaruhi oleh faktor-faktor 5. Hubungan antara pengetahuan dan kebutuhan
pencetus terbentuknya dasar-dasar dari kebutuhan pengunjung apotek terhadap informasi obat secara
akan pelayanan Informasi obat yang dimilikinya. statistik tidak bermakna, tetapi hubungan antara
351
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 344–352
sikap dan kebutuhan pengujung apotek terhadap Martin, B. 2005. Quality Customer Service. Penerbit PPM,
informasi obat secara statistik bermakna. Jakarta.
Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu
Disarankan agar dilakukan penelitian tingkat Perilaku. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
kepuasan pengunjung apotek terhadap kualitas Notoatmodjo, S. 1991. Pengantar Perilaku Kesehatan.
pelayanan praktik informasi obat oleh apoteker di Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Fakultas
apotek. Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok.
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 992/Menkes/PER/
DAFTAR PUSTAKA X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Allen, Lloyd V Jr. 1994. Practice Standards of ASHP, Am J. Izin Apotek.
Hosp. Pharm. Inc, All Rights reserved. Peraturan Pemerintah nomor 51 Tahun 2009 tentang
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2006. Pekerjaan Kefarmasian.
Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Rinukti dan Widayati. 2005. ”Hubungan antara Motivasi
Sarana Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Pengetahuan Orang Tua dengan Tindakan
Republik Indonesia. Penggunaan Produk Obat Demam Tanpa Resep untuk
Green, Lawrence W, Marshall W. Keuter, Sigrid G. Deeds, Anak – Anak RW V di Kelurahan Terban Tahun 2004”,
dan Kay B. Partridge. 1980. Health Education Sigma Jurnal Sains dan Teknologi 8(1): 25–33.
Planning, a Diagnostic Approach. &DOLIRUQLD 0D\¿HOG Siregar, Charles JP. 2006. Farmasi Klinik. Penerbit Buku
Publishing Company, 14–15. Kedokteran EGC, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor World Health Organization. 1997. Report of a Third
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Consultative Group on The Role of Pharmacist.
Kefarmasian di Apotek Vancouver, Canada, 27–29 Agustus.
Lwanga, S.K, and S. Lemeshow, 1991, Sample Size www.google.com/jurnal_kesehatan/Depkes_RI/Susyanty_
Determination in Health Studies, a practical manual, A,2007 12 Mei 2008.
World Health Organization, Geneva. www.unairlib.id.com, Arhayani/Abstrak/Thesis Unair
2007.
352