Dekonsolidasi Demokrasi Indonesia Dan Filipina

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Jurnal Penelitian Politik, Volume 18 No.

2 Desember 2021
journal homepage: https://ejournal.politik.lipi.go.id/

PERBANDINGAN (DE)KONSOLIDASI DEMOKRASI:


STUDI PENURUNAN KUALITAS DEMOKRASI DI INDONESIA DAN
FILIPINA PADA PERIODE 2016-2020

THE COMPARISON OF DEMOCRATIC (DE)CONSOLIDATION:


THE STUDY OF DEMOCRATIC REGRESSION IN INDONESIA AND
PHILIPPINES 2016-2020

Damar Kristal

Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Kertamukti No.5 Pisangan, Ciputat Timur 15419
E-mail: damar.kristal002@gmail.com

Diterima: 18 Juni 2021; direvisi 9 Agustus 2021; disetujui 27 November 2021

Abstract

In the last five years, democracy index rating institutes such as Freedom House, The Economist Intelligence
Unit, and Varieties of Democracy have provided data on the decline in the quality of democracy around the world.
An established democracy like America is not immune from democratic regression. The Philippines and Indonesia
are two countries in Southeast Asia that experienced a significant decline in the quality of democracy from 2016
to 2020. This study uses the theory of democratic consolidation and populism. This article analyzes the role of
four elements in democratic consolidation (society, elite, organization, and the rule of law) and the influence of
populism in the phenomenon of the declining quality of democracy in the two countries. There is a decline in the
quality of democracy in both countries during the 2016-2020 period. The process of democratic consolidation has
been turning into a cycle of democratic deconsolidation. Four key elements in the consolidation of democratic
have a big role in declining in the quality of democracy in Indonesia and the Philippines. Although there are
differences in the classification of populism, the figures of populist leaders in the Philippines and Indonesia have
exacerbated the declining quality of democracy.
Keywords: democratic consolidation, democratic deconsolidation, Indonesia, Philippines, populism

Abstrak

Dalam lima tahun terakhir, lembaga pemeringkat indeks demokrasi Freedom House, The Economist
Intelligence Unit’s, dan Varieties of Democracy menampilkan data terjadinya penurunan kualitas demokrasi di
dunia. Negara dengan demokrasi yang sudah mapan seperti Amerika tidak luput dari regresi demokrasi. Filipina
dan Indonesia merupakan dua negara di Asia Tenggara yang mengalami penurunan kualitas demokrasi cukup
signifikan pada tahun 2016 sampai 2020. Penelitian ini menggunakan teori konsolidasi demokrasi dan teori
populisme untuk menjelaskan peran unsur-unsur konsolidasi demokrasi (masyarakat, elite, organisasi, dan rule
of law) dan pengaruh populisme dalam fenomena penurunan kualitas demokrasi di Indonesia dan Filipina pada
periode 2016-2020. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kualitas demokrasi di Indonesia
dan Filipina pada periode tersebut. Proses konsolidasi demokrasi di dua negara ini berubah menjadi proses
dekonsolidasi demokrasi. Elemen-elemen dalam konsolidasi demokrasi (masyarakat, elite, organisasi, dan rule of
law) memiliki peran dalam terjadinya penurunan kualitas demokrasi di Indonesia dan Filipina. Walaupun terdapat
perbedaan klasifikasi populisme, figure pemimpin populis di Filipina dan Indonesia memperparah penurunan
kualitas demokrasi di dua negara ini sejak 2016 sampai 2020.
Kata Kunci: dekonsolidasi demokrasi, Filipina, Indonesia, konsolidasi demokrasi, populisme

ISSN 1829-8001 (print) | e-ISSN 2502-7476 (online) | © 2021 P2P-LIPI. Published by Pusat Penelitian Politik LIPI.
Perbandingan
This is an open access article under the CC BY-NC-SA(De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal
license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/). | 125
Pendahuluan korupsi yang masih tinggi di masing-masing
negara (Freedom House, 2020).
Sejak 2013 level demokrasi di Indonesia
turun dari free democracy menjadi partly free Dari tahun 2016 sampai 2020, yang
democracy. Namun, penurunan yang cukup menjadi permasalahan utama pada demokrasi
signifikan terjadi pada tahun 2016 sampai 2020. di Filipina adalah hak politik dan kebebasan
Penurunan yang signifikan ini tidak hanya sipil. Belakangan ini pada masa kepemimpinan
terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di Filipina. Presiden Rodrigo Duterte indeks demokrasi
Banyak fenonema yang memengaruhi proses di Filipina kembali mengalami stagnasi dan
konsolidasi demokrasi di Indonesia dan Filipina. penurunan. Hal ini karena diberlakukannya
kebijakan Duterte untuk memerangi narkoba.
Data dari Freedom House menunjukkan
Kebijakan tersebut mengakibatkan terjadinya
bahwa kedua negara ini memiliki indeks
aksi vigilante tembak di tempat terhadap
demokrasi yang hampir sama, hanya memiliki
terduga pengguna dan pengedar narkoba. Pada
perbedaan skor 1 angka. Pada 2019 Indonesia
aspek pluralisme politik, Filipina mengalami
meraih skor 62 dari 100. Sedangkan Filipina
kenaikan kekerasan terhadap pihak oposisi.
meraih skor 61 dari 100. Semakin tinggi
Kekerasan ini terjadi dalam bentuk kriminalisasi
skornya, maka indeks demokrasi suatu negara
dan penuntutan terhadap oposisi yang dilakukan
akan semakin baik. Namun, yang menjadi
oleh pihak pemerintah (Freedom House, 2020).
permasalahan saat ini adalah kedua negara ini
hanya meraih predikat partly free democracy Dari data-data di atas, ada dua aspek
jika mengacu pada data Freedom House. yang mengalami penurunan. Pertama, aspek

66
65 65
64 64
63
62 62
61 61
60
59
58 Indonesia
56
Filipina
54
52
50
2016 2017 2018 2019 2020

Sumber: Freedom House Indonesia & Philippines 2016-2020


Grafik 1. Kurva Indeks Demokrasi Freedom House Indonesia dan Filipina Periode 2016-2020
Indeks demokrasi yang diukur oleh
kebebasan yang terbagi menjadi dua, yaitu aspek
Freedom House berasal dari indikator hak
hak politik dan aspek kebebasan sipil. Kedua,
politik dan juga kebebasan sipil. Dari dua
aspek peraturan dan juga regulasi. Ditinjau
indikator tersebut yang menjadi permasalahan
dari data-data yang ada, kedua aspek tersebut
di Indonesia adalah kebebasan sipil. Indikator
secara simultan mengalami penurunan dari
kebebasan sipil di Indonesia dalam lima tahun
2016 sampai 2020. Dalam hal ini, konsolidasi
terakhir terus mengalami penurunan. Penurunan
demokrasi yang tidak stabil juga memengaruhi
tersebut beriringan dengan naiknya kasus
turunnya kedua aspek tersebut.
persekusi yang dilakukan kepada etnis minoritas
dan kepercayaan minoritas. Pada aspek hukum, Selain lembaga Freedom House, unit kerja
kebebasan untuk berpendapat dan beraspirasi dari The Economist yaitu EIU (Economist
juga semakin berat karena adanya pasal UU Intelligence Unit) juga melakukan pengukuran
ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi indeks demokrasi di seluruh dunia. EIU merilis
Elektronik). Selain itu, permasalahan yang sama indeks demokrasi yang didasarkan dari lima hal
yang juga dialami oleh Filipina adalah masalah yaitu proses elektoral dan pluralisme, kinerja

126 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


8
7.5
7 6.97
6.94
6.71 6.64
6.5 6.48 6.56 Indonesia
6.39 6.39 6.33
6 Filipina
5.5
5
2016 2017 2018 2019 2020
Sumber: The Economist Intelligent Unit Democracy Index
Grafik 2. Kurva Indeks Demokrasi The Economist Intelligence Unit’s Indonesia dan Filipina
Periode 2016-2020
pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, terjadi sejak tahun 2013, tetapi penurunan yang
dan kebebasan sipil (The Economist, 2019). cukup signifikan terjadi sejak 2016 sampai 2020.
Tiga aspek tersebut mengalami penurunan. Di
Data yang dirilis oleh EIU terbilang lebih
Indonesia, penurunan yang cukup signifikan
dinamis dibandingkan dengan data yang dirilis
adalah aspek demokrasi liberal dan demokrasi
oleh Freedom House. Dalam data EIU Indonesia
elektoral, sedangkan di Filipina, semua aspek
dan Filipina mengalami dinamika yang lebih
tersebut mengalami penurunan yang signifikan
besar. Data EIU juga memiliki keterkaitan
(V-Dem Institute, 2020).
dengan konsolidasi demokrasi di dua negara
tersebut, karena dalam beberapa pemaparan Walaupun sudah lebih dari 30 tahun
ditunjukkan bahwa penyebab turunnya indeks (Filipina) dan 20 tahun (Indonesia) terlepas dari
tersebut juga disebabkan oleh unsur-unsur genggaman pemerintah yang otoriter, demokrasi
dalam konsolidasi demokrasi yang tidak di Indonesia dan Filipina tidak terlepas dari
terintegrasi dengan baik. Dari data di atas, dapat bahaya. Dalam beberapa tahun terakhir banyak
dilihat bahwa tahun 2016 menandakan turunnya unsur yang menyebabkan demokrasi di kedua
indeks demokrasi di Indonesia dan Filipina. negara tersebut kembali terancam. Unsur-unsur
konsolidasi demokrasi yang tidak terintegrasi
Untuk melengkapi data di atas, EIU juga
mengubah proses konsolidasi menjadi
merilis data indeks demokrasi dunia pada tahun
dekonsolidasi demokrasi (V-Dem Institute,
2020. Indonesia kembali mengalami penurunan
2020).
skor dari yang semula adalah 6.48 menjadi
6.33. Skor tersebut merupakan yang terendah Beberapa tahun belakangan ini sorotan yang
selama 13 tahun EIU merilis indeks demokrasi. muncul terkait indeks demokrasi di Indonesia
Indonesia turun menjadi peringkat 65. Filipina dan Filipina adalah berhubungan dengan
juga mengalami hal yang sama, yaitu penurunan penurunan kualitas demokrasi di kedua negara
skor menjadi 6.56, dan penurunan peringkat yang ditengarai oleh presiden yang populis.
menjadi 55 (The Economist, 2021). Indonesia dengan Joko Widodo (Jokowi), dan
Filipina dengan Duterte. Kebijakan-kebijakan
Selain dua lembaga di atas, lembaga
yang dihasilkan dan diimplementasikan oleh
Varieties of Democracy (V-Dem) yang juga
Indonesia dan Filipina dianggap menjadi
mengukur kualitas demokrasi di seluruh dunia
salah satu faktor yang menyebabkan indeks
memberikan data yang tidak jauh berbeda dengan
demokrasi masing-masing negara menurun.
data milik Freedom House dan EIU. Penurunan
Kebijakan seperti UU ITE di Indonesia dan
kualitas demokrasi yang terjadi di Filipina dan
UU Bayanihan di Filipina membuat terjadinya
Indonesia berasal dari tiga aspek utama, yaitu
regresi pada aspek kebebasan berekspresi.
demokrasi liberal, demokrasi elektoral, dan
Selain itu, kebebasan dan independensi dari
komponen partisipasi politik. Penurunan sudah
media terus tergerus dengan adanya pemusatan

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 127


kepemilikan dan intervensi kekuasaan. Di pada kurun waktu antara tahun 2016-2020.
sisi lain, dalam lima tahun terakhir tidak ada Penelitian ini menggunakan teori konsolidasi
kebijakan yang dihasilkan oleh kedua presiden demokrasi dan teori populisme untuk
untuk menindaklanjuti pelanggaran HAM masa menjelaskan peran unsur-unsur konsolidasi
lalu dan mencegah pelanggaran HAM yang demokrasi, seperti masyarakat, elite, organisasi,
akan datang. Oleh karena itu, baik Filipina dan rule of law, serta pengaruh populisme
maupun Indonesia sama-sama tidak mengalami dalam fenomena penurunan kualitas demokrasi
kemajuan penegakan HAM dalam beberapa di kedua negara. Sebelum masuk pada
tahun terakhir (Yahya, 2020). pembahasan, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai teori konsolidasi demokrasi dan teori
Di Indonesia, banyaknya tindakan dan aksi
populisme.
yang bersifat intoleran dan regulasi/kebijakan
yang tidak pro terhadap kaum minoritas
disinyalir menyumbang sebagian dari penyebab
turunnya indeks demokrasi. Hal tersebut juga
Teori Konsolidasi Demokrasi dan
diperparah dengan munculnya RUU KUHP Populisme
(Rancangan Undang-Undang Kitab Undang- Menurut Larry Diamond, ada tiga indikator
Undang Hukum Pidana) pada 2019 yang utama dalam konsolidasi demokrasi, yaitu
memantik demonstrasi besar-besaran dari masyarakat, elite, organisasi. Selain itu juga
kelompok mahasiswa sejak reformasi. Protes ada unsur penting lain, yaitu elemen rule of
diajukan terhadap RUU KUHP karena ada law. Keempat elemen penting ini diperlukan
banyak pasal yang dianggap melenceng, seperti untuk saling berintegrasi dalam menciptakan
revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan demokrasi yang terkonsolidasi. Keempat elemen
Korupsi yang dapat membuat penindakan ini juga perlu memiliki preferensi utama, yaitu
terhadap para koruptor menjadi tumpul (Idhom, demokrasi merupakan sistem terbaik. Selain
2019). itu, proses konsolidasi demokrasi juga perlu
Sementara di Filipina, kebijakan tembak dilakukan untuk menciptakan pemerintahan
di tempat terhadap terduga pengedar dan yang demokratis dan kuat setelah jatuhnya
pengguna narkoba merupakan contoh nyata rezim otoriter. Unsur-unsur tersebut memiliki
terhadap penyebab turunnya indeks demokrasi peranan penting untuk dapat mewujudkan hal
di negara tersebut. Diungkapkan oleh mantan tersebut (Diamond, 2003).
anggota DDS (Davao Death Squads) bahwa Lebih lanjut, Larry Diamond menjabarkan
yang membuat dan mengorganisir DDS klasifikasi dari tiga indikator utama dalam
adalah Presiden Duterte sendiri. Pada kasus konsolidasi demokrasi. Masyarakat, dalam hal
Duterte ini bagai dua sisi dalam satu koin. ini adalah ordinary citizens atau masyarakat
Di satu sisi, keamanan yang tercipta melalui biasa. Elite dalam hal ini adalah pemimpin
kebijakan tembak di tempat bisa mengurangi pemerintahan, pejabat pemerintahan, dan elite
atau menekan tindak kriminal, tetapi di lain sisi, partai. Lalu yang dimaksud dengan organisasi
kebijakan tersebut bertentangan dengan HAM. merupakan partai politik dan institusi demokrasi
Presiden Duterte melanggar HAM karena (Diamond, 2003).
pembentukan dan pengorganisiran kelompok
tersebut, pengadilan tingkat tinggi belum dapat Sementara itu, terkait dengan teori
memberikan sanksi kepada Presiden. Hal populisme, Cass Mudde menekankan tiga
itu membuktikan bahwa perjuangan melalui poin penting, yaitu anti-establishment,
institusi legal tidak cukup, oleh karena itu, otoriterisme, dan nativisme. Populisme dikenal
perjuangan harus didukung oleh pergerakan sebagai sebuah filosofi yang menekankan
dari bawah (Miller, 2018). kepercayaan yang bijaksana dan penilaian
orang biasa terhadap pemerintah yang
Dengan melihat latar belakang di atas, dianggap korup. Populisme merefleksikan
tulisan ini akan menganalisis lebih lanjut sinisme dan juga kebencian yang mendalam
penurunan demokrasi di Indonesia dan Filipina terhadap pemerintah yang ada. Populisme juga

128 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


memiliki karakteristik yang condong terhadap lembaga yang mengukur indeks demokrasi
pemerintahan yang ada. Selain itu, populis lebih menyodorkan data yang memperlihatkan bahwa
menyukai bentuk-bentuk demokrasi mayoritas sebagian besar negara dengan sistem demokrasi
untuk mengekspresikan suara mereka, melalui sedang mengalami kemunduran. Tidak hanya
polling opini, dan referendum daripada check dirasakan oleh negara-negara dunia ketiga,
and balance terhadap perlindungan kaum tetapi juga dirasakan oleh negara kampiun
minoritas yang dimasukkan dalam demokrasi demokrasi yaitu Amerika. Dalam beberapa
keterwakilan. Pada akhirnya, populisme lebih kasus, penurunan kualitas demokrasi di seluruh
condong untuk menganut mono-culturalism dunia memiliki kesamaan, seperti menurunnya
daripada multiculturalism (Inglehart dan Pippa aspek kebebasan sipil, munculnya pemimpin
Norris, 2016). populis, dan melemahnya institusi demokrasi
(The Economist, 2019).
Ada tiga aspek yang krusial dalam konsep
populisme. Pertama, rakyat adalah segalanya, Empat elemen dalam konsolidasi
yang juga lebih menekankan perasaan sebagai demokrasi, yaitu masyarakat, elite, organisasi,
komunitas kolektif. Sebaliknya, segregasi sosial- dan rule of law dianalisis pada bagian ini untuk
horisontal, dan pembelahan ideologi kanan- mengetahui bagaimana peran semua elemen
kiri kurang ditonjolkan. Kedua, kaum populis tersebut dalam mencapai proses konsolidasi.
lebih menitikberatkan aspek pengkhianatan Selain itu, analisis juga dilakukan untuk
elite terhadap rakyat melalui modus korupsi, mengetahui apakah keempat elemen tersebut
penyalahgunaan kekuasaan, dan yang lainnya. memiliki peran dalam terjadinya penurunan
Ketiga, kaum populis menuntut agar primacy kualitas demokrasi di Indonesia dan Filipina
of the people direstorasi melalui penempatan pada periode 2016 sampai 2020.
pemimpin kharismatik yang menyuarakan hati
nurani rakyat (Muhtadi, 2019). 1. Masyarakat
Permasalahan yang sering ditemukan pada Preferensi masyarakat terhadap demokrasi
pemimpin populis adalah mereka seringkali sebagai sistem yang paling baik dan rasa
menganggap bahwa apa yang dilakukan puas mereka terhadap kinerja demokrasi
merupakan keinginan dan kehendak rakyat. merupakan salah satu tolak ukur dari demokrasi
Sikap ini membawa bahaya laten bagi demokrasi, yang terkonsolidasi. Di Filipina pada survei
tidak hanya pada negara yang demokrasinya terakhir yang dilakukan Pew Study tahun
sudah mapan, tapi juga di negara yang baru 2019 menunjukkan ada sekitar 69% dari
mengalami demokrasi. Dalam beberapa kasus masyarakatnya yang puas dengan kinerja
seperti di Brazil dan Venezuela, pemimpin demokrasi. Sementara itu, ada 31% dari
populis pada akhirnya membawa negara yang masyarakat yang merasa tidak puas (Viray,
mereka pimpin menjadi lebih otoriter. Hal 2019). Survei lain yang dilakukan oleh Social
ini terlihat dari kebijakan-kebijakan yang Weather Station (SWS) pada 2018 menunjukkan
dikembangkan dan diimplementasikan hanya ada 59% warga Filipina yang memiliki
untuk mendapatkan dukungan mayoritas, tanpa preferensi bahwa demokrasi merupakan sistem
melihat urgensi dari kebijakan apa yang perlu terbaik dari sistem lainnya, dan ada 20% dari
dikembangkan dan diimplementasikan. masyarakat yang memilih sistem otoriter.
Hasil survei yang dirilis oleh lembaga SWS
menunjukkan adanya penurunan preferensi
Elemen-elemen Konsolidasi dan masyarakat Filipina terhadap demokrasi dari
Perannya dalam Penurunan tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Di
Demokrasi di Indonesia dan tahun 2016 ada 63% masyarakat yang memilih
demokrasi sebagai sistem terbaik, dan hanya
Filipina
sekitar 17% masyarakat yang memilih sistem
Tahun 2016 menandakan momen kemunduran otoriter (Geronimo, 2018).
demokrasi di berbagai negara. Berbagai

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 129


Di Indonesia, survei yang dilakukan dalam bagi konsolidasi demokrasi pada level sikap
15 tahun terakhir oleh beberapa lembaga seperti individual (Mujani, 2020).
SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting),
Sejak 2016 terjadi polarisasi pada
Indikator Politik Indonesia, dan LSI (Lembaga
masyarakat Indonesia. Demonstrasi dilakukan
Survei Indonesia) menunjukkan bahwa secara
oleh kelompok Islamis yang menuntut Gubernur
umum masyarakat Indonesia mendukung
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diproses
demokrasi sebagai sistem politik yang paling
secara hukum karena dinilai telah menistakan
baik, walaupun dalam perjalanannya dukungan
agama Islam. Gerakan tersebut memberikan
tersebut mengalami fluktuasi. Pada 2004,
efek domino yang buruk bagi iklim toleransi
tingkat dukungan masyarakat mencapai 87.6%.
Indonesia sejak 2016 dan bertahan sampai
Namun, pada 2010 turun menjadi 78%. Pada
2020. Jika merujuk data yang dikeluarkan oleh
2013, data tersebut mencapai titik terendah,
lembaga SMRC, kasus intoleran di masyarakat
yaitu hanya sekitar 58.1%. Survei terakhir yang
telah terjadi dan mulai meningkat sejak 2010,
dilakukan pada 2019 menunjukkan sekitar
yaitu pada saat rumah ibadah Ahmadiyah
78.1% masyarakat setuju bahwa demokrasi
dibakar karena dianggap aliran sesat (Mietzner
merupakan bentuk terbaik (Mujani, 2020).
dan Muhtadi, 2016). Hal ini menunjukan bahwa
Walaupun dukungan terhadap demokrasi tren peningkatan fenomena intolerant democrat
di Filipina dan Indonesia terbilang tinggi, syndrome bukan baru terjadi pada tahun 2013
indikator masyarakat belum mampu mencapai akhir, tetapi benih-benihnya telah tumbuh sejak
konsolidasi demokrasi. Di Indonesia 2010. Kasus intoleransi terhadap kelompok
munculnya intolerant democrat syndrome minoritas agama ataupun pandangan politik
pada akhir 2013 membuat tingginya penilaian tidak dapat diselesaikan dalam waktu dekat.
masyarakat terhadap sistem demokrasi menjadi Perlu pendekatan-pendekatan khusus untuk
bias (Mujani, 2020). Hal ini karena tingginya menyelesaikan permasalahan yang semakin
angka penilaian bahwa demokrasi sebagai carut-marut ini.
sistem yang paling baik berbanding terbalik
Berbicara mengenai polarisasi di Filipina,
dengan rendahnya angka toleransi politik. Jika
berbeda dengan di Indonesia yang dalam lima
melihat ke belakang, naiknya trend intolerant
tahun terakhir terjadi polarisasi yang cukup
democrat syndrome juga bersamaan dengan
“merusak” kehidupan berdemokrasi, Filipina
berlangsungnya pemilihan presiden tahun 2014.
tidak memiliki gejala-gejala polarisasi tersebut.
Fenomena ini dapat membuat demokrasi tidak
Beberapa ahli memaknai polarisasi yang
terkonsolidasi secara signifikan karena adanya
merusak dalam kehidupan bermasyarakat saat
hambatan dari toleransi politik. Sementara di
menguatnya narasi “kami” versus “mereka”
Filipina, tren peningkatan fenomena intolerant
(Kenny, 2020). Selain itu, kriteria terjadinya
democrat syndrome muncul bersamaan dengan
polarisasi adalah saat masyarakat secara politik
berjalannya kebijakan war on drugs. Tingginya
terbelah menjadi dua blok, yaitu blok pro-
preferensi masyarakat Filipina terhadap
Duterte dan anti-Duterte.
demokrasi sebagai sistem terbaik berbanding
terbalik dengan realita yang ada di lapangan Namun, satu dekade lalu, perlu diingat juga
yang menunjukkan banyaknya pelanggaran bahwa Filipina pernah mengalami fenomena
terhadap hak asasi manusia yang paling dasar, yang dikenal dengan “lost decade” pada tahun
yaitu hak untuk hidup akibat implementasi 2001 sampai 2010. Selama satu dekade tersebut,
kebijakan war on drugs. demokrasi di Filipina mengalami kemunduran
karena polarisasi yang terjadi antara grandi
Dalam masyarakat, toleransi politik
(oligarki) dan popoli (masyarakat kelas bawah).
merupakan salah satu aspek penting untuk
Konflik yang terjadi antara grandi dan popoli
mencapai konsolidasi demokrasi. Dengan
mengakibatkan terjadinya konflik kelas (Arugay
kata lain, semakin toleran masyarakat, maka
dan Slater, 2019).
akan semakin kuat preferensi mereka terhadap
demokrasi. Preferensi ini merupakan tolok ukur

130 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


Sementara itu, isu kebebasan berpendapat dampak negatif bagi negara demokrasi. Banyak
dalam lima tahun terakhir di Indonesia negara yang memberlakukan keadaan darurat dan
mendapatkan rapor merah. Pasalnya, lockdown tanpa dukungan suka rela dari elemen
berdasarkan survei yang dilakukan oleh masyarakat. Filipina mulai memberlakukan
Indikator Politik Indonesia (IPI) tentang “setuju lockdown pada 12 Maret 2020. Pelanggaran
atau tidak warga makin takut menyatakan HAM yang terus terjadi selama masa lockdown
pendapat”, ada 21,9% masyarakat sangat terus memberikan dampak negatif bagi kondisi
setuju. Selain itu, ada 47,7% masyarakat yang demokrasi di Filipina. Dari laporan V-Dem
menjawab agak setuju (Pradipta, 2020). Hal diketahui bahwa kualitas demokrasi di beberapa
ini berkaitan dengan adanya pasal UU ITE. negara, termasuk Filipina, akan mengalami
Undang-Undang tersebut dianggap sebagai penurunan yang signifikan pada masa pandemi
faktor signifikan yang mempengaruhi tingginya Covid-19 (Luhrmann et al, 2020).
angka masyarakat yang merasa sulit untuk
Walaupun Indonesia tidak masuk dalam
menyatakan pendapat dan kritik. Sejak 2016
kategori penurunan yang cukup parah pada masa
sampai 2020, tercatat ada 216 kasus yang
diproses sampai di ranah pengadilan. Namun, pandemi, Indonesia tetap mengalami penurunan
diperkirakan masih banyak data yang belum kualitas demokrasinya. Indonesia masuk dalam
masuk karena banyaknya pelaporan. Seperti kategori medium risk, yang ditunjukkan dengan
pada tahun 2019, diperkirakan ada sekitar 3000- terjadinya pelanggaran dan penurunan standar
an kasus yang menggunakan pasal UU ITE demokrasi pada masa pandemi ini. Hal ini tentu
(SAFENet, 2019). berimplikasi pada kualitas demokrasi yang ada
(Luhrmann et al, 2020).
Di Filipina, kebebasan berpendapat
dan berekspresi dalam lima tahun terakhir
mengalami kemunduran. Banyak lawan politik 2. Elite
dan oposisi yang dituntut karena vokal dalam
Data yang dikeluarkan oleh lembaga
mengkritik pemerintahan Duterte. Seperti
pemeringkat demokrasi internasional Freedom
yang dialami oleh Senator Leila de Lima. Pada
House menunjukkan bahwa 25 dari 41
2017 ia dituntut hukuman tiga tahun penjara
negara dengan demokrasi yang telah mapan
karena kritiknya terhadap Duterte terkait
mengalami resesi atau stagnasi demokrasi
dengan kebijakan war on drugs. Selanjutnya,
pada 2020. Indonesia termasuk salah satu
pada 2018 Senator Antonio Trillanes IV juga
negara yang mengalami resesi dan stagnasi
dituntut karena kritiknya terhadap pemerintah.
demokrasi. Berbeda dari resesi demokrasi pada
Kebebasan pers di Filipina juga memiliki catatan
periode-periode sebelumnya yang penurunan
merah. Misalnya seperti media berita online
index demokrasinya dipengaruhi oleh peran
Rappler yang dicabut izinnya oleh lembaga
militer, pada periode ini resesi dan stagnasi
negara yang berkaitan dengan pers dengan
demokrasi disebabkan oleh pemimpin populis
dalih penyebaran hate speech dan berita palsu.
yang mendapat dukungan dari masyarakatnya
Selain itu, pada Juni 2020, pimpinan eksekutif
(Muhtadi dan Muslim, 2020).
dari media Rappler, Maria Ressa, juga dituntut
karena pencemaran nama baik dan ancaman Di Filipina, Duterte terpilih secara
penjara dengan hukuman maksimal enam tahun demokratis melalui pemilu 2016. Walaupun
(Kenny, 2020). Kuatnya kontrol pemerintah terpilih secara demokratis, kualitas demokrasi
Duterte terhadap aspek-aspek kebebasan di Filipina mulai mengalami penurunan
menjadi salah satu penyebab kebebasan sipil sejak Duterte menjabat. Salah satu yang
di Filipina terus menurun dalam lima tahun membuat kualitas demokrasi di Filipina
terakhir sesuai dengan laporan dari Freedom menurun ditengarai oleh kebijakan war on
House. drugs. Kebijakan tersebut merupakan cara
yang digunakan Duterte dalam memberantas
Pada 2020, dari data yang dirilis oleh
pengedar dan pengguna narkoba. Dari tahun
lembaga Varieties of Democracy (V-Dem)
2016 sampai 2017, terhitung ada sekitar 7.025
menunjukkan bahwa Covid-19 memberikan

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 131


orang yang telah meregang nyawa karena sipil. Penurunan tersebut mulai mencapai titik
kebijakan kontroversial tersebut (Amnesty mengkhawatirkan bersamaan dengan naiknya
International UK, 2020). Duterte menjadi presiden Filipina pada 2016
(Meckhova dan Pernes, 2019).
Di satu sisi, angka peredaran narkoba
masih terbilang tinggi. Walaupun di awal Sama halnya dengan fenomena executive
diberlakukannya kebijakan ini angka peredaran aggrandizement. yang terjadi di Filipina, di
narkoba sempat turun, tetapi sampai tahun Indonesia, pada tahun 2017 pemerintahan
2020, angka ini kembali seperti sedia kala. Hal Jokowi dianggap telah melakukan bentuk
ini karena target dari war on drugs adalah para dari supermasi eksekutif. Misalnya, adanya
pengedar dan pengguna kelas bawah, bukan pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),
bandar kelas atas. Oleh karena itu, permasalahan sebuah kelompok Islamis yang mempromosikan
ini tidak kunjung hilang hingga saat ini. Selain khilafah sebagai sistem politik (Mietzner, 2020).
itu, kebijakan ini juga menyebarkan teror dan Perlu dicatat juga bahwa pembubaran kelompok
ketakutan bagi masyarakat kelas bawah karena HTI dilakukan tanpa adanya proses hukum.
mereka dijadikan target oleh aparat penegak Hal tersebut dianggap membuat demokrasi di
hukum. Di sisi lain, kebijakan ini memberikan Indonesia mengalami kemunduran.
implikasi positif terhadap menurunnya angka
Pada September 2019 terjadi gerakan
kriminal, dan mendapatkan persetujuan luas
demonstrasi yang dilakukan oleh pelajar.
masyarakat Filipina. Hal ini terlihat dari
Gerakan ini merupakan gerakan kelompok
tingginya approval rating terhadap Duterte.
pelajar yang terbesar setelah 1998. Gerakan ini
Dalam kasus Filipina, terjadinya executive menantang pemerintahan Jokowi dan elite-elite
aggrandizement atau kemahakuasaan eksekutif politik lainnya. Di tengah-tengah tren polarisasi
membuat kualitas demokrasi menurun pada dalam masyarakat sipil, gerakan pelajar ini
masa Duterte. Ia yang dalam hal ini adalah dapat dikatakan hadir di tengah-tengah untuk
eksekutif memiliki peran yang sangat dominan meredakan polarisasi dengan membuat common
pada lembaga politik lainnya (legislatif dan enemy yaitu para perancang undang-undang
yudikatif). Dapat dikatakan bahwa pada yang bermasalah.
pemerintahan Duterte tidak tercapai checks and
Untuk meredam gerakan demonstrasi yang
balances. Pada akhirnya kebijakan yang ia buat
meluas ke daerah-daerah di pelosok negeri,
dan hasilkan tidak hanya untuk publik, tapi juga
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
untuk mendesain ulang institusi demokrasi.
melakukan pertemuan dengan tokoh-tokoh
Banyak faktor yang pada akhirnya membuat sosial. Dalam pertemuan tersebut pihak
terjadinya fenomena executive aggrandizement. kementerian melakukan sosialisasi dengan
Di antaranya yaitu: masyarakat sipil yang lemah, para tokoh sosial untuk dapat mencegah pelajar
banyak kelompok masyarakat sipil berpengaruh turun melakukan aksi demonstrasi. Selain itu,
yang ditarik ke pemerintahan, masyarakat sipil pihak kementerian juga melakukan pertemuan
yang kurang diberdayakan, serta masyarakat dengan rektor-rektor kampus di Indonesia untuk
sipil yang lemah karena adanya kebiasaan atau membahas hal yang sama (Mietzner, 2020).
shifting sehingga mereka sulit untuk menaruh
Tindakan yang diambil oleh pemerintah
perhatian khusus pada urusan-urusan publik/
untuk melakukan intimidasi sistematis
pemerintahan.
dianggap lebih efektif daripada kekerasan
Hal ini sejalan dengan data yang dikeluar- publik yang dilakukan aparat hukum terhadap
kan oleh lembaga Varieties of Democracy para demonstran. Efektivitas tindakan
pada 2017. Data tersebut menunjukkan aspek tersebut terlihat dari menurunnya jumlah
civil society mengalami penurunan di Filipina. peserta demonstrasi secara drastis. Gerakan
Penurunan aspek ini telah terjadi sejak 2013, demonstrasi yang sebelumnya dilakukan secara
tetapi penurunan yang cukup signifikan nasional, pada bulan Oktober hanya tersisa
terjadi pada 2016. Hal ini terlihat dari tekanan segelintir kelompok demonstran di Jakarta dan
pemerintah terhadap organisasi masyarakat Yogyakarta. Tindakan keras yang diambil oleh

132 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


pemerintahan Jokowi merupakan penindasan merupakan kendaraan politik bagi Manuel
paling berat kepada gerakan pelajar sejak Villar yang merupakan orang terkaya kedua
Reformasi 1998. di Filipina. Sementara itu, Partai Persatuan
Nasional merupakan kendaraan politik Enrique
Selain fenomena executive aggrandize-
Razon yang merupakan orang terkaya kelima
ment, muncul pula fenomena illiberal demokrasi
di Filipina. Selain itu, ada Partai Nasionalis
atau yang lebih dikenal dengan demokrasi
Koalisi Rakyat yang merupakan kendaraan bagi
kosong. Fenomena ini muncul karena pemimpin
Eduardo Cojuangco Junior yang adalah orang
populis yang terpilih secara demokratis melalui
terkaya keempat belas di Filipina, dan banyak
pemilihan umum, pada masa pemerintahannya
contoh lainnya (Kenny, 2020).
hanya tertarik pada demokrasi dalam pandangan
elektoral. Artinya, aspek-aspek lain dalam Di Indonesia, para analis mengekspresikan
demokrasi, seperti aspek kebebasan sipil dan kekhawatiran mereka terhadap rendahnya
kebebasan politik dikesampingkan. Di Filipina kualitas institusi demokrasi Indonesia yang
dan Indonesia, mayoritas elite lebih melihat ditandai dengan rendahnya institusionalisasi
demokrasi dari sudut pandang elektoral. partai politik dan tingginya angka politik
uang dalam pemilihan. Untuk meningkatkan
Di Filipina, hal ini terbukti dari beberapa
kualitas institusi demokrasi, masyarakat perlu
kasus kriminalisasi yang dilakukan Duterte
memantau institusi tersebut agar tercapainya
terhadap lawan politiknya. Pada 2017, senator
checks and balances. Hal ini untuk menutup
terpilih Leila De Lima ditangkap oleh pihak
kesempatan bagi aktor dan elite untuk mencapai
berwajib karena kritiknya yang keras terhadap
tujuan otoriter melalui institusi demokrasi yang
Duterte mengenai kebijakan war on drugs
dikuasainya (Fossati et al, 2021).
yang dijalankan (Regencia, 2019). Selain
senator De Lima, Duterte juga melakukan Dalam survei terakhir yang dilakukan
penahanan terhadap senator Antonio Trillanes oleh Indikator Politik pada Februari 2021
IV. Penangkapan Antonio juga ditengarai akibat menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan
kerasnya kritik yang selalu dilontarkan pada masyarakat terhadap partai politik di Indonesia
Duterte terkait kebijakan-kebijakan-kebijakan sangat rendah. Partai politik hanya meraih skor
yang dijalankan (Hincks, 2018). 47,8%, jika dibandingkan dengan instansi dan
lembaga negara lain seperti DPR, DPD, dan
Polisi (Kumparan News, 2021).
3. Organisasi
Adanya organisasi yang demokratik merupakan
prasyarat untuk mencapai demokrasi yang
terkonsolidasi. Tidak diragukan lagi bahwa
organisasi seperti partai politik dan institusi
demokrasi merupakan motor penggerak politik
di suatu negara. Untuk mencapai institusi
demokrasi yang ideal, ada beberapa syarat yang
perlu dipenuhi. Syarat tersebut seperti pemilu
bebas adil, peran partai politik, dan peradilan
yang independen.
Di Filipina dalam lima tahun terakhir,
syarat-syarat tersebut belum dapat terpenuhi.
Seperti partai politik, idealnya mereka harus
mandiri dan memiliki akar konstituen yang
kuat. Namun, di Filipina partai politik hanya
merupakan kendaraan elektoral para klan
oligarki untuk dapat mencapai kekuasaan.
Partai politik besar seperti Partai Nacionalista

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 133


4. Rule of Law

121
101
88 90 91
81
70 Indonesia
61 61 63 63 59
52
41 Filipina
21
1
2016 2017 2018 2019 2020
Sumber: World Justice Project (WJP), 2016-2020
Grafik 3. Kurva Peringkat Rule of law Indonesia dan Filipina Periode 2016-2020

Rule of Law merupakan unsur penting hak untuk hidup dan mendapatkan keamanan
untuk mencapai demokrasi yang terkonsolidasi. juga tidak dapat terpenuhi. Hal tersebut terbukti
Negara-negara yang dianggap telah mencapai dari banyaknya jumlah korban jiwa akibat
demokrasi yang mapan memiliki rule of law kebijakan war on drugs (World Justice Project,
yang kuat. Artinya, semua warga tidak dilihat 2020).
latar belakangnya, dan semua memiliki tingkat Mengenai faktor ketertiban dan keamanan,
yang sama di hadapan hukum. meskipun pemerintahan Duterte terkenal
Data yang dikeluarkan oleh WJP (World dengan kondisi ketertiban dan keamanan yang
Justice Project), Lembaga yang rutin setiap baik, tetapi peringkat Filipina secara global yang
tahunnya merilis index rule of law negara-negara paling tinggi hanya diraih pada 2016. Setelah
di dunia memberikan data bahwa index rule of itu, peringkat ketertiban dan keamanan kembali
law di Filipina terus mengalami penurunan. anjlok pada peringkat 107 dan terus mengalami
Walaupun Filipina menjadi negara demokrasi penurunan dalam lima tahun terakhir. Kebijakan
tertua di Asia Tenggara, tidak menjamin kualitas war on drugs, meskipun dianggap memiliki
rule of law negara tersebut baik. Peringkat index efek jera, tetapi efek tersebut hanya berlaku
rule of law Filipina dapat dilihat pada Grafik 3. pada para pengedar dan pengguna narkoba.
Bentuk kejahatan lainnya tetap memiliki tempat
Lembaga WJP menggarisbawahi tiga
di dalam masyarakat dan secara umum data
faktor utama yang menyebabkan kualitas rule
kriminalitas terus bertambah (World Justice
of law Filipina terus mengalami penurunan
Project, 2020).
dalam lima tahun terakhir. Tiga faktor tersebut
adalah banyaknya pelanggaran hak-hak dasar, Pada aspek terakhir, yaitu aspek hukum
ketertiban dan keamanan, dan hukum pidana pidana, berdasarkan laporan WJP, beberapa
(World Justice Project, 2020). unsur pada aspek ini juga mendapatkan “rapor
merah” dalam lima tahun terakhir. Unsur-
Dari laporan WJP mengenai aspek hak-
unsur seperti penindakan yang berdasarkan
hak dasar seperti perlakuan yang adil dalam
hukum, efektivitas investigasi, dan tidak adanya
masyarakat, hak untuk hidup dan mendapat
diskriminasi mendapatkan skor di bawah
keamanan, dan hak untuk mendapatkan
rata-rata. Filipina hanya meraih skor rata-
kelayakan hukum merupakan tiga aspek dalam
rata sebesar 0.32 dalam aspek hukum pidana.
hak-hak dasar yang memiliki skor paling
Peringkat paling tinggi yang berhasil diraih
rendah. Rendahnya skor dari masing-masing
Filipina adalah peringkat 84 dari 113 negara
aspek berhubungan dengan kebijakan war on
(World Justice Project, 2020).
drugs yang dijalankan pemerintahan Duterte
sejak 2016 sampai sekarang. Kebijakan tersebut Sementara di Indonesia, World Justice
dikatakan melanggar hampir seluruh hak dasar Project menunjukkan data yang sama
yang harus dimiliki oleh warga negara. Bahkan, mengkhawatirkannya dengan data di Filipina.

134 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


Peringkat tertinggi yang pernah diraih oleh ada beberapa pemimpin populis yang namanya
Indonesia adalah peringkat ke-52. Ada banyak menjadi sorotan internasional seperti Bolsonaro
faktor yang memengaruhi indeks rule of law di (Brazil), Narendra Modi (India), Donal Trump
Indonesia. World Justice Project menjabarkan (Amerika), Victor Orban (Hungaria), Joko
dua faktor utama yang menyebabkan indeks rule Widodo (Indonesia), Rodrigo Duterte (Filipina),
of law di Indonesia tidak membaik dalam lima dan beberapa nama lainnya (Moounk dan Kyle,
tahun terakhir yaitu tingginya angka korupsi, 2018). Pada bagian ini dilakukan analisis
dan hukum perdata yang tidak memenuhi terhadap populisme dan penurunan kualitas
kriteria minimum (World Justice Project, 2020). demokrasi di Indonesia dan Filipina.
Data yang dikeluarkan oleh Indonesia
1. Jokowi dan Populisme Teknoktrat
Corruption Watch (ICW), menunjukkan bahwa
tren penindakan kasus korupsi sejak 2016 terus Figur Jokowi sangat lekat dengan populisme.
meningkat sampai 2018. Namun, pada 2019 Hal itu telah ada dan terbangun sejak ia maju
dan 2020 tren peningkatan kasus tersebut justru sebagai calon Walikota Solo. Populisme Jokowi
berkurang drastis. Walaupun terjadi pengurangan dibangun atas dasar kerakyatan. Ia berasal
kasus korupsi, data WJP menunjukkan bahwa dari latar belakang keluarga kelas menengah
skor dan peringkat korupsi di Indonesia tetap dan hanya merupakan seorang anggota partai
tinggi. Sampai 2020, Indonesia menduduki politik, bukan ketua umum partai politik. Selain
peringkat ke-92 negara paling korup di dunia itu, metode kampanye blusukan dengan turun
(Alamsyah, 2020). langsung ke rakyat dan mengetahui problem
sehari-hari yang dialami masyarakat dianggap
Berbicara mengenai hukum perdata, ada
menghilangkan kesan elite politik dan antek
beberapa alasan mengapa indikator tersebut
oligarki. Slogan kampanye “Jokowi adalah kita”
memengaruhi rendahnya peringkat dan kualitas
berhasil mengantarkannya pada kemenangan
rule of law di Indonesia. Beberapa aspek yang
pemilihan presiden 2014 (Sulistyo, 2017).
diukur dalam hukum perdata di Indonesia
dianggap tidak memenuhi standar. Seperti aspek Mietzner menyebut Jokowi sebagai
ketiadaan diskriminasi, ketiadaan korupsi, sosok populis teknokrat. Hal tersebut terlihat
ketiadaan campur tangan pemerintah yang dari bagaimana Jokowi memprioritaskan sisi
berlebihan dalam hukum, dan lainnya yang efisiensi dalam setiap kebijakannya, terutama
belum dapat dipenuhi. Pada aspek ketiadaan pada kebijakan reformasi birokrasi yang
diskriminasi, dalam lima tahun terakhir dapat dijalankannya. Selain itu, populisme teknokrat
terlihat bahwa sangat banyak kasus hukum yang memiliki ciri utama yaitu peningkatan sesuatu,
berbau diskriminasi pada kelompok minoritas, bukan mengganti dengan yang baru. Bisa dilihat
seperti kasus pembakaran tempat ibadah (World dari banyak kebijakan-kebijakan sebelumnya
Justice Project, 2020). yang tidak diganti, tetapi diperbarui pada
pemerintahan Jokowi (Mietzner, 2015).
Populisme teknokrat Jokowi memiliki ciri
Populisme dan Penurunan Kualitas khasnya sendiri, yaitu konsep keterbukaan. Ciri
Demokrasi di Indonesia dan khas ini berhasil menggeser gaya politik lama
Filipina yang terkesan eksklusif (Margiansyah, 2019).
Gaya teknokrat Jokowi mengarahkannya pada
Dari penelitian yang dilakukan oleh The Atlantic
kebijakan yang berorientasi pada pelayanan
sejak 1990 sampai 2018, ada lebih dari 30 negara
publik dan pembangunan ekonomi.
demokrasi yang terjangkit populisme. Hasil
dari penelitian tersebut juga mengindikasikan Tiga kebijakan populer Jokowi yang
bahwa para pemimpin populis di setiap negara dianggap populis contohnya yaitu pengobatan
memiliki kemampuan dalam mempertahankan gratis dan pendidikan terjangkau bagi
kekuasaan dan memberikan bahaya besar bagi masyarakat kelas bawah, serta kebijakan
kualitas demokrasi. Dalam satu dekade terakhir, developmentalisme pembangunan infrastruktur.
Beberapa ahli menilai populisme gaya Jokowi

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 135


berbeda dengan populisme lainnya. Ia tidak Berdasarkan hasil survei yang dikutip oleh
secara eksplisit menyerang kelompok elite yang Mark. R Thompson dalam artikelnya, hanya
dianggap sebagai kelompok yang korup, tetapi sekitar lima persen dari rakyat Filipina yang
membuat gagasan reformasi birokrasi (Hara, menolak kampanye melawan kriminalitas dan
2017). narkoba (Thompson, 2016). Isu kriminalitas
sering digunakan oleh populis, sehingga
Populisme teknokrat Jokowi memiliki sifat
mendapatkan nomenklatur tersendiri. Hal lain
yang pragmatis. Hal ini terlihat dari kebijakan
yang perlu digarisbawahi adalah dukungan
yang dihasilkan selama masa pemerintahan
terhadap Duterte datang dari kalangan kelas
Jokowi, yaitu kebijakan-kebijakan yang fokus
menengah yang khawatir terhadap rasa aman.
pada perekonomian. Ekonomi merupakan hal
Hal ini mengindikasikan terjadinya fenomena
yang sangat terkait dengan kehidupan sehari-
penal populism (Kenny, 2018).
hari masyarakat. Oleh karena itu, saat Jokowi
memprioritaskan kebijakan ekonomi dari Penal populism atau populisme Penal
kebijakan lainnya, maka ia akan mendapatkan merupakan sebuah fenomena yang menunjukkan
dukungan dari masyarakat. pemerintah mengambil kebijakan pemberian
hukuman berat pada tindak kriminal atau hal
Namun, hal itu membuat pengembangan
lain yang berkaitan. Pengambilan kebijakan
nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan sipil dan
tersebut juga sejalan dengan tren masyarakat
visi demokrasi menjadi tidak dapat terwujud.
yang sedang resah dengan maraknya tingkat
Jokowi menganggap bahwa pengembangan
kriminalitas. Pengambilan kebijakan tersebut
nilai dan visi demokrasi hanya dapat dinikmati
dilakukan semata hanya untuk mendapatkan
beberapa kalangan saja. Secara garis besar ia
simpati dan dukungan politis masyarakat kelas
ingin mendapatkan dukungan mayoritas. Oleh
menengah (Anggara et al., 2019). Populisme
karena itu, beberapa lembaga yang mengukur
Penal sangat identik dengan pemimpin
indeks demokrasi memberikan catatan penting
kharismatik yang lebih mengandalkan norma
bahwa kebijakan yang hanya fokus pada
legitimasi pemungutan suara di suatu daerah
pembangunan perekonomian dapat memberikan
daripada aturan, institusi, dan prosedur yang
dampak negatif bagi demokrasi. Pembangunan
diatur (Kenny, 2018).
yang terlalu fokus pada sisi perekonomian
akan menyebabkan dikesampingkannya aspek- Dapat terlihat dari kebijakan war on drugs
aspek lain. Selain itu, akan memperparah gap yang dijalankan sejak awal kepemimpinan
ekonomi antara kelas atas dan kelas bawah. Duterte, selama masa kampanye politik Duterte
Dalam perspektif jangka panjang, kebijakan kerap memanfaatkan isu keresahan masyarakat
ini nantinya justru hanya akan dinikmati oleh kelas menengah akan ketertiban dan keteraturan.
segelintir golongan saja. Dengan demikian akan Masalah utama yang dihadapi adalah maraknya
semakin mengurangi kualitas demokrasi di narkoba dalam masyarakat. Kebijakan war on
Indonesia. drugs adalah janji kampanye Duterte pertama
yang dilaksanakan dan mendapat dukungan
dari masyarakat secara luas di Filipina yang
2. Duterte dan Populisme Penal ditunjukkan dengan tingginya approval rating
Duterte dikenal sebagai pemimpin populis dan Duterte. Meskipun demikian, kebijakan ini
anti-establishment. Pemimpin populis yang justru menjadi bumerang terhadap kualitas
muncul sebelumnya adalah Estrada. Banyak demokrasi di Filipina sebagaimana telah
ahli mengatakan bahwa akan terjadi fenomena dijelaskan pada bagian sebelumnya. Populisme
“illiberal democracy” di bawah kepemimpinan Penal yang dilaksanakan Duterte justru menjadi
Duterte. Hal tersebut karena sebelumnya salah satu faktor yang turut berperan dalam
Duterte sendiri telah menyampaikan pada perburukan kualitas demokrasi di Filipina.
rakyat Filipina untuk melupakan hukum dalam
upaya memaksakan “ketertiban”.

136 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


Penutup Ketiga, pemimpin yang populis juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya
Indonesia dan Filipina merupakan dua
fenomena regresi demokrasi di dunia,
contoh kecil dari terjadinya fenomena regresi
termasuk di Indonesia dan Filipina dalam
demokrasi di dunia. Berdasarkan uraian
lima tahun terakhir. Perlu ditekankan bahwa
yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat
terdapat perbedaan klasifikasi populisme di
disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama,
kedua negara ini. Indonesia (Jokowi) dengan
proses konsolidasi demokrasi dalam lima
populisme teknokrat, dan Filipina (Duterte)
tahun terakhir, baik di Indonesia maupun
dengan populisme penal. Secara garis besar,
di Filipina, menghadapi beberapa kendala
implikasi buruk dari pemimpin populis di kedua
yang menyebabkan demokrasi tidak dapat
negara ini terlihat dari output dan kebijakan
terkonsolidasi. Elemen dalam konsolidasi
yang dihasilkan. Sebagian besar kebijakan yang
demokrasi (masyarakat, elite, organisasi, dan
dihasilkan hanya untuk mendaptkan simpati
rule of law) yang harusnya berintegrasi justru
dan dukungan dari mayoritas masyarakat, yang
menunjukkan gejala yang bertolak belakang dan
pada akhirnya mengesampingkan nilai dan
menghasilkan proses dekonsolidasi demokrasi.
visi demokrasi. Hal tersebut membuat kualitas
Kedua, penurunan kualitas demokrasi demokrasi di kedua negara ini turun.
di Indonesia dan Filipina memperlihatkan
Perlu kajian lebih lanjut untuk mempelajari
faktor-faktor yang hampir mirip, tetapi dengan
interaksi dari banyak faktor dan proses
gejala dan karakteristik yang sedikit berbeda.
seperti apa yang membuat penurunan kualitas
Pada elemen masyarakat, di Indonesia terjadi
terjadi. Ada beberapa kesamaan faktor yang
polarisasi yang memiliki efek domino sejak
menyebabkan penurunan kualitas demokrasi
2016 sampai 2020. Polarisasi tersebut membuat
baik di Indonesia maupun di Filipina. Pertama
kualitas demokrasi pada level masyarakat
adalah dominasi eksekutif, dalam hal ini respons
mengalami kemunduran. Berbeda dengan
presiden dalam bertindak dan menghadapi kritik.
Indonesia, Filipina tidak mengalami polarisasi
Mereka melihat kritik tersebut sebagai ancaman
di dalam masyarakatnya. Di sisi lain, terdapat
terhadap keamanan. Kedua, terkait persoalan
persamaan yang menyebabkan penurunan
kebebasan berekspresi yang dalam lima tahun
kualitas demokrasi di Filipina dan Indonesia
terakhir mendapatkan tantangan yang hebat.
pada level masyarakat, yaitu turunnya indeks
Ketiga, isu populisme yang tidak kalah penting
kebebasan sipil.
yang juga berperan dalam terjadinya penurunan
Elite di Indonesia dan Filipina dalam kualitas demokrasi di Indonesia dan Filipina.
lima tahun terakhir berperan dalam terjadinya
penurunan kualitas demokrasi. Munculnya
fenomena executive aggrandizement di kedua
negara membuat lembaga eksekutif lebih
dominan dari lembaga-lembaga lain dan
membuat hilangnya checks and balances dalam
pemerintahan. Pada elemen organisasi, partai
politik masih mendapatkan rating merah.
Hal tersebut terlihat dari rendahnya tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap partai politik
di kedua negara. Pada elemen rule of law, kedua
negara juga masih memiliki catatan merah.
Lembaga World Justice Project memberikan
highlight pada banyaknya aspek dalam rule of
law di kedua negara yang perlu ditingkatkan
untuk mencapai demokrasi yang terkonsolidasi.

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 137


Daftar Pustaka sws-survey-september-2018, diakses pada
tanggal 1 Maret 2021.
Alamsyah, W. (2020). Laporan Pemantauan
Tren Penindakan Kasus Korupsi Semester Hara, A. E. (2017). Populism in Indonesia and
I 2020. Indonesia Corruption Watch. its Threats to Democracy. Advances in
https://antikorupsi.org/sites/default/files/ Social Science, Education, and Humanities
dokumen/200914-Laporan%20Tren%20 Research (ASSEHR) 129.
Penindakan%20Kasus%20Korupsi%20 Hinks, J. (4 September 2018). Philippines
SMT%20I%202020.pdf, diakses pada President Rodrigo Duterte Has Ordered
tanggal 7 Maret 2021. the Arrest of a Chief Political Opponent.
Amnesty International UK. (18 Mei 2020). More TIME. https://time.com/5385672/rodrigo-
Than 7000 Killed in the Philippines in Six duterte-antonio-trillanes-arrest/, diakses
Months, as President Encourages Murder. pada tanggal 23 Februari 2021.
https://www.amnesty.org.uk/philippines- SAFENet. (14 November 2019). Persoalan UU
president-duterte-war-on-drugs-thousands- ITE dan Praktik Pelanggaran Hak Digital
killed, diakses pada tanggal 26 Februari di Indonesia. https://id.safenet.or.id/
2021. wp-content/uploads/2019/11/Persoalan-
Anggara et al. (2019). Kebangkitan Penal UU-ITE-dan-Pelanggaran-Hak-Digital-
Populism di Indonesia: Catatan Situasi SAFEnet-2019.pdf, diakses pada tanggal
Reformasi Kebijakan Pidana di Indonesia 24 Februari 2021.
Tahun 2018. Institute for Criminal Justice Idhom, A. M. (25 September 2019). Isi RUU KUHP
Reform. https://icjr.or.id/wp-content/ dan Pasal Kontroversial Penyebab Demo
uploads/2019/01/FINAL-LAPORAN- Mahasiswa Meluas. Tirto. https://tirto.
TAHUNAN-ICJR_14-JANUARI-2018. id/isi-ruu-kuhp-dan-pasal-kontroversial-
pdf, diakses pada tanggal 2 Maret 2021. penyebab-demo-mahasiswa-meluas-eiFu,
Arugay, A., dan Dan Slater. (2019). Polarization diakses pada tanggal 25 Februari 2021.
Without Poles: Machiavellian Conflicts and Kenny, P. D. (2018). Populism in Southeast Asia.
the Philippines Lost Decade of Democracy, Cambridge University Press.
2000-2010. The Annals of the American Kenny, P. D. (2020). Why is There No Political
Academy of Political and Social Science, Polarization In the Philippines?. Carnegie
681(1). Endowment for International Peace.
Croissant, A., dan Phillip Lorenz. (2018). Kumparan News. (8 Februari 2021). Survei
Comparative Politics of Southeast Asia an Indikator: DPR Lembaga Negara Paling
Introduction to Governments and Political tak Dipercaya Publik. https://kumparan.
Regimes. Springer. com/kumparannews/survei-indikator-dpr-
Diamond, L. (2003). Developing Democracy: lembaga-negara-paling-tak-dipercaya-
Toward Consolidation. IRE. publik-1v8VtbDtl2D/full, diakses pada
Fossati, D., et al. (2021). Why democrats abandon tanggal 8 Maret 2021.
democracy: Evidence from four survey Margiansyah, D. (2019). Populisme di Indonesia
experiments. Party Politics, XX(X), Kontemporer: Transformasi Persaingan
1-13. doi:10.1177/1354068821992488. Populisme dan Konsekuensinya Dalam
Freedom House. (2020). Freedom In The World, Dinamika Kontestasi Politik Menjelang
Indonesia, 2020. https://freedomhouse.org/ Pemilu 2019. Jurnal Penelitian Politik
country/indonesia/freedom-world/2020, 16(1), 1-107.
diakses pada 12 Februari 2021. Meckhova, V, dan Josefine Pernes. (2019).
Freedom House. (2020). Freedom In The World, Accountability in Southeast Asia &
Philippines, 2020. https://freedomhouse. Southeast Africa. The Varieties of
org/country/philippines/freedom- Democracy Institute.
world/2020, diakses pada tanggal 12 Mietzner, M, dan Burhanuddin Muhtadi. (2018).
Februari 2021. Explaining the 2016 Islamist Mobilisation
Geronimo, J. Y. (5 Oktober 2018). 84% of Filipinos in Indonesia: Religious Intolerance, Militant
Satisfied With How Democracy Works – Groups and the Politics of Accommodation.
SWS. Rappler. https://www.rappler.com/ Asian Studies Review 42(3), 1-19.
nation/filipinos-satisfaction-democracy-

138 | Jurnal Penelitian Politik | Volume 18, No.2 Desember 2021


Mietzner, M. (2020). Source of Resistance The Economist. (2 Februari 2021). Global
to Democratic Decline: Indonesian Democracy Has a Very Bad Year.
Civil Society and Its Trials. Journal https://www.economist.com/graphic-
Democratization 28(1), 1-19. detail/2021/02/02/global-democracy-has-
Mietzner, M. (2015). Reinventing Asian Populism: a-very-bad-year, diakses pada tanggal 10
Jokowi’s Rise, Democracy, and political Maret 2021.
Contestation in Indonesia. Institute of The Economist. (2020). The Economist
Southeast Asian Studies. Intelligence Unit’s Democracy Index 2019.
Miller, J. (2018). Duterte Harry: Fire and Fury in https://infographics.economist.com/2020/
the Philippines. Scribe Publications. democracy-index-2019/index.html, diakses
pada tanggal 12 Februari 2021.
Mounk, Y, dan Jordan Kyle. (26 Desember 2018).
What Populists Do to Democracies. The Thompson, M. R. (2016). Bloodied Democracy:
Atlantic. https://www.theatlantic.com/ Duterte and the Death of Liberal Reformism
ideas/archive/2018/12/hard-data-populism- in the Philippines. Journal of Current
bolsonaro-trump/578878/, diakses pada Southeast Asian Affairs 35(3), 39-68.
tanggal 12 Februari 2021. V-Dem Institute. (2020). Democracy Report
Muhtadi, B, dan Kennedy Muslim. (4 Agustus 2020: Autocratization Surges – Resistance
2020). Populism, Islamism, and Democratic Grows. https://www.v-dem.net/media/
Decline in Indonesia. , https://www.mei. filer_public/de/39/de39af54-0bc5-4421-
edu/publications/populism-islamism-and- 89ae-fb20dcc53dba/democracy_report.pdf,
democratic-decline-indonesia, diakses diakses pada tanggal 10 Maret 2021.
pada tanggal 26 Februari 2021. Viray, P. L. (30 April 2019). 69% of Filipinos
Muhtadi, B. (2019). Populisme Politik Identitas Satisfied with Democracy – Pew Poll.
dan Dinamika Elektoral Mengurai Jalan Philstar Global. https://www.philstar.
Panjang Demorkasi Prosedural. Intrans com/headlines/2019/04/30/1913823/69-
Publishing. filipinos-satisfied-democracy-pew-poll,
diakses pada tanggal 1 Maret 2021.
Mujani, S. (2020). Intolerant Democrat Syndrome:
The Problem of Indonesian Democratic World Justice Project. (2020). World Justice
Consoldation. Jurnal Politik 8(1), 5-35. Project Rule of Law Index 2020. https://
worldjusticeproject.org/sites/default/files/
Pradipta, K. A. (29 Oktober 2020). Survei
documents/WJP-ROLI-2020-Online_0.
Indikator Politik: Masyarakat Makin
pdf, diakses pada tanggal 13 Februari 2021.
Takut Menyatakan Pendapat. Tempo.
https://grafis.tempo.co/read/2288/survei- Yahya, A. N. (21 Mei 2020). Kualitas Demokrasi
indikator-politik-masyarakat-makin- Indonesia Dinilai Cenderung Menurunun
takut-menyatakan-pendapat, diakses pada ini Faktornya. Kompas. https://nasional.
tanggal 5 Maret 2021. kompas.com/read/2020/05/21/19501101/
kualitas-demokrasi-indonesia-
Qodari, M. (2010). The Professionalisation of
dinilai-cenderung-menurun-ini-
Politics: The Growing Role of Polling
faktornya?page=all, diakses pada tanggal
Organisation and Political Consultants.
25 Februari 2021.
Dalam Aspinall, E. dan M. Mietzner (eds.).
Problems of Democratisation in Indonesia: Ronald, F. I dan Pippa Norris. (2016). Tump,
Elections, Institutions and Society. ISEAS Brexit, and the Rise of Populism: Economic
Publishing. Have-Nots and Cultural Backlash.
[Makalah dalam diskusi]. Roundtable
Regencia, T. (25 Juni 2019). Duterte Attempting
on Rage Against the Machine: Populist
to ‘Silence Political Opponents’: Report.
Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/ Politics in the U.S.
news/2019/6/25/duterte-attempting-to-
silence-political-opponents-report, diakses
pada tanggal 23 Februari 2021.
Sulistyo, E. (31 Januari 2017). Populisme Jokowi.
Portal Resmi Kantor Staf Presiden. https://
www.ksp.go.id/populisme-jokowi.html,
diakses pada tanggal 26 Februari 2021.

Perbandingan (De)Konsolidasi Demokrasi ... | Damar Kristal | 139

You might also like