Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora

Vol. 5, No.1 April 2021


Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

FORMING NATION CHARACTERS THROUGH HISTORY


LEARNING PROCESS

MEMBENTUK KARAKTER BANGSA MELALUI PROSES PEMBELAJARAN


SEJARAH

Yusuf Budi Prasetya Santosa 1, Arief Hidayat 2

Pendidikan Sejarah, Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta

prasetyabudi29@gmail.com
ariefhidayat1610@gmail.com

(*) 087884933275

How to Cite: Nama Penulis. (2021). Title of article. Santhet, 5(1), 37-43 doi: 10.36526/js.v3i2.
Abstract
Received: Learning is not just a process of transfer of knowledge (transfer of knowledge)
Revised: from teachers to students, but also a process of transfer of values. This means
Accepted: that the learning process, apart from being a process of transmitting knowledge
Keywords: with cognitive goals, also deals with the process of developing and building the
students, character of students. Historical learning has a strategic role in shaping the
history character of the nation. A good history study does not only emphasize cognitive
learning, aspects but also must pay attention to affective and psychomotor aspects. The
historical history learning process must be able to explore noble historical values from
awareness, each historical event that is learned, from which the students can learn from
national these values and use them for their future lives. So, later there will be historical
character awareness in students. The exploration of noble values and the emergence of
historical awareness can be obtained by using the appropriate historical learning
method. The learning model has a strategic function in the process of learning
history. Four learning models can trigger curiosity, creativity, and critical thinking
of students, including discovery-based learning, problem-based learning, project-
based learning, and the information processing models.
Keywords: students, history learning, historical awareness, national character

PENDAHULUAN (IPA) hendak mempelajari gaya gravitasi,


tentu mereka akan menemukan Sir Isaac
Beberapa peserta didik Newton sebagai penemu hukum gravitasi.
menganggap pembelajaran sejarah itu seru Lalu, ketika mereka hendak mempelajari
dan mengasyikkan. Akan tetapi, banyak juga tentang unsur atom maka mereka tentu akan
peserta didik yang tidak memiliki minat dan menemukan nama John Dalton dan
antusiasme terhadap pembelajaran sejarah. Democritus di dalamnya sebagai para
Bahkan banyak peserta didik yang penemu atom. Akan tetapi, mengapa para
mengatakan bahwa pelajaran sejarah itu peserta didik tersebut bisa lupa akan hal-hal
tidak penting bagi kehidupan mereka. kesejarahan yang ada di sekitar mereka.
Padahal tanpa mereka sadari, pada setiap Sayangnya hari ini masih banyak
mata pelajaran yang mereka pelajari ditemui guru-guru sejarah yang terlalu
terdapat unsur sejarah di dalamnya. Sebagai monoton dalam melaksanakan proses
contoh, ketika seorang peserta didik yang pembelajaran. Mereka hanya mengandalkan
berasal dari jurusan Ilmu Pengetahuan Alam pada metode-metode pembelajaran

37
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

konvensional yang menekan peserta didik pati atau nilai-nilai dari peristiwa sejarah
(teacher center learning). Selain yang berguna bagi kehidupan peserta didik.
penggunaan metode yang tidak update alias Maraknya pemberitaan kasus korupsi dan
ketinggalan zaman, banyak dari guru sejarah intoleransi di pelbagai media, baik cetak,
hanya berfokus kepada proses transfer ilmu elektronik, maupun digital belakangan ini
(transfer of knowledge). Hal tersebut mungkin dapat dikatakan sebagai gagalnya
membuat peserta didik enggan mengikuti pelajaran dan pembelajaran sejarah di
pembelajaran sejarah dengan serius dan Indonesia. Pembelajaran sejarah yang
menganggap pelajaran sejarah adalah hanya menekankan pada aspek kognitif saja
menghafal. Harus diakui bahwa proses mengakibatkan peserta didik gagap dalam
pembelajaran sejarah pada hari ini masih mengaplikasikan nilai-nilai sejarah yang
menekankan kepada aspek kognitif saja, dan mereka peroleh dari proses pembelajaran
cenderung mengabaikan aspek afektif dan sejarah. Gagalnya peserta didik dalam
psikomotor, dalam artian kegunaan belajar pengaplikasian nilai-nilai kesejarahan
sejarah itu sendiri. tersebut mengakibatkan terhambatnya
Padahal pembelajaran sejarah itu pembangunan karakter dan nasionalisme
sangat penting bagi peserta didik, sekaligus bangsa.
mengasyikkan dan seharusnya membuat Mempelajari sejarah berarti melihat
peserta didik menjadi terpacu rasa ingin gambaran nyata tentang perjalanan
tahunya. Menurut E.H. Carr dalam bukunya kehidupan manusia baik sebagai individu
“What is History?” (Apa Itu Sejarah?), maupun kelompok. Gambaran nyata
“sejarah terdiri dari kumpulan fakta yang tersebut menunjukkan adanya suatu
telah dipastikan. Fakta-fakta yang tersedia perubahan sebagai hasil aktivitas sosial,
bagi sejarawan ada di dalam dokumen, politik, ekonomi, dan kebudayaan. Melalui
prasasti, dan sebagainya. Bagaikan ikan di belajar sejarah dapat terlihat kaitan waktu
atas meja potong penjual ikan. Sejarawan dan benang merah masa lampau, masa kini,
mengumpulkannya, membawanya pulang, dan masa yang akan datang. Sejarah suatu
serta memasak dan menyajikannya dengan bangsa misalnya dipelajari untuk melihat
gaya apa pun yang menarik baginya.” (Carr, perubahan sebagai hasil perjuangan
2014:5). Jika merujuk kepada definisi Carr, pendahulunya dan adanya kesinambungan
mempelajari sejarah ialah memahami fakta- yang terus menerus.
fakta sejarah. Namun, fakta-fakta sejarah Pendidikan sejarah merupakan
tersebut tidak “berbunyi”, dan di sana peran proses enkulturasi dalam rangka character
dari seorang sejarawan, membuat fakta- building national dan proses pelembagaan
fakta sejarah itu menjadi “berbunyi”, tetapi nilai-nilai positif, seperti nilai-nilai warisan
bagi Carr fakta-fakta sejarah tersebut akan leluhur, nilai-nilai heroisme dan
“berbunyi” tergantung Si Sejarawan tersebut. nasionalisme, nilai-nilai masyarakat industri,
Jika proses pembelajaran sejarah peserta maupun nilai-nilai ideologi bangsa. Nilai-nilai
didik dan guru secara bersama-sama tersebut diharapkan berkembang pada
menggali fakta-fakta sejarah, lalu kemudian tingkat individu maupun kolektif bangsa yang
mencari tahu kebenaran atas fakta-fakta tercermin dalam etos budaya bangsa.
sejarah tersebut dan menuliskannya serta Beberapa sejarawan terkemuka seperti
mempublikasikannya, tentu itu lebih berarti Cicero menyatakan bahwa sejarah adalah
dan mengasyikkan, ketimbang peserta didik "cahaya kebenaran, saksi waktu, guru
dijejalin dengan berbagai fakta-fakta sejarah kehidupan, historia magistra vitae". Menurut
dan diwajibkan untuk menghafalnya tanpa Soedjatmoko, kesadaran sejarah merupakan
tahu mengapa mereka harus melakukan hal bentuk "rasa hayat historis". Pendidikan
tersebut. sejarah memiliki posisi penting agar suatu
Pembelajaran sejarah seharusnya bangsa memiliki pemahaman yang kuat
tidak hanya menekankan pada aspek kognitif tentang sejarah dan keberadaan suatu
saja. Hal ini disebabkan pembelajaran bangsa. Pendidikan sejarah dalam era
sejarah dilakukan untuk mendapatkan sari globalisasi memiliki peranan strategis,

38
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

karena peranan nasionalisme yang semakin pembelajaran sejarah, sikap nasionalisme,


kecil dan kesadaran nasional semakin patriotisme dan toleransi menjadi beberapa
merosot. indikator perilaku peserta didik.
Kesadaran sejarah atau historical
sense yang berarti penerjemahan,
penafsiran setiap generasi tentang masa lalu METODE
dilihat dari segi urgensinya. Kesadaran
sejarah merupakan pandangan, pemikiran, Di dalam pelaksanaanya penelitian
atau konstruksi sejarah sebagai daya upaya ini menggunakan metode studi literatur.
yang direncanakan untuk mengerti masa lalu Penggunaan metode ini bertujuan untuk
di dalam lingkungan sendiri yang berfungsi mengungkapkan berbagai teori yang
mengukur dan menentukan sikap manusia memiliki relevansi dengan permasalahan
dalam kerangka sejarahnya atau historical yang diteliti. Aplikasi metode studi literatur
mindedness (Gottschalk, 1973, 93, 201; dilakukan dengan cara membaca,
Kartodirdjo, 1982: 66-67). Kesadaran sejarah mempelajari, dan mengkaji berbagai literatur
dengan demikian mengandung pengertian yang memiliki hubungan dengan karakter
hasil pemikiran dan penghayatan (nilai-nilai) bangsa dan pembelejaran sejarah. Kajian
seseorang terhadap peristiwa masa lalu literatur yang digunakan ialah literatur teknis
yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia, dan literatur non-teknis (Strauss & Corbin,
yang mempergunakan pengertian tersebut 2009). Berbagai literatur teknis yang
untuk kepentingan masa kini dan masa yang digunakan di dalam penelitian ini, antara lain
akan datang. laporan atau karya tulis dalam bentuk
Kesadaran sejarah yang terus publikasi ilmiah. Sedangkan literatur non-
tumbuh pada suatu bangsa dapat teknis yang digunakan, antara lain buku teks
mempertebal rasa nasionalisme, sehingga sebagai catatan utama dan pendukung.
dapat menjadi perekat dalam berbangsa dan Menurut Faisal (2005), hasil studi literatur
bernegara. Kesadaran sejarah dapat dapat dijadikan masukan dan landasan
ditumbuhkan melalui proses pembelajaran dalam menjelaskan dan merinci masalah-
sejarah. Kesadaran sejarah dapat tumbuh masalah yang akan diteliti, termasuk juga
apabila peserta didik mampu memahami memberi latar belakang masalah penting
nilai-nilai sejarah yang terdapat di dalam untuk diteliti.
setiap peristiwa sejarah. Pembelajaran
sejarah yang hanya menekankan pada
aspek kognitif tidak akan mampu HASIL DAN PEMBAHASAN
menumbuhkan kesadaran sejarah pada diri
peserta didik. Hal ini disebabkan Pembelajaran Sejarah Sebagai
pembelajaran sejarah yang hanya Pembentuk Karakter Bangsa
menekankan pada aspek kognitif hanya Menurut Sartono Kartodirjo, sejarah
membuat peserta didik menghapal fakta- nasional sebagai tuangan pengalaman
fakta sejarah tanpa menggali ke dalam fakta- kolektif bangsa merupakan karakteristik
fakta sejarah yang mereka pelajari. pokok bagi bangsa yang bersangkutan. Hal
Pembelajaran sejarah yang baik ini menunjukkan bahwa identitas kolektif
ialah dengan menggali nilai-nilai sejarah merujuk kepada kepribadian nasional. Maka
yang terkandung dalam setiap peristiwa kesadaran sejarah akan memperkokoh
sejarah. Diharapkan dengan mempelajari eksistensi dan identitas serta kepribadian
nilai-nilai sejarah tersebut kesadaran sejarah suatu bangsa untuk mewujudkan character
tumbuh di dalam diri peserta didik. Hal ini building national melalui rasa bangga akan
sesuai dengan teori behavioral models atau sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia
pengembangan prilaku. Berdasarkan teori sehingga warisan nilai-nilai luhur budaya
behavior kegiatan pembelajaran diarahkan bangsa tetap lestari.
pada timbulnya tingkah laku baru sesuai Pembangunan karakter bangsa erat
dengan tujuan pembelajaran. Pada hubungannya dengan implementasi nilai-nilai

39
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

luhur budaya bangsa yang didapatkan dari sejarah diajak menelaah keterkaitan
proses penggalian melalui pembelajaran kehidupan yang dialami oleh diri, masyarakat
sejarah oleh guru dan peserta didik. dan bangsanya, bukan hanya mengapal
Kegagalan peserta didik dalam penerapan fakta atau peristiwa sejarah yang merupakan
nilai-nilai kesejarahan akan berhubungan bentuk pengulangan secara lisan dari buku
dengan minimnya kesadaran sejarah yang pelajaran dan bukan merupakan ajang latih
dimiliki. Konsekuensi logis atas hal itu ialah keterampilan intelektual (Hasan, 1995).
kegagalan pembangunan karakter bangsa Pembelajaran sejarah di sekolah
(character building national) yang kemudian memiliki fungsi pragmatis sebagai
akan mengancam keberlangsungan bangsa. pembentuk identitas dan eksistensi bangsa.
Ditegaskan dalam Kebijaksanaan Nasional Sebab selain pengetahuan kesejarahan
Pembangunan Karakter Bangsa (Lay, 2001: yang bersifat kognitif, pembelajaran sejarah
24) menyebutkan tentang fungsi dan menyimpan pendidikan nilai untuk
peranan karakter dalam pembangunan yang pembentukan kepribadian bangsa dan sikap.
mencangkup; (1) karakter merupakan hal Nilai-nilai tersebut antara lain nasionalisme,
yang sangat esensial dalam berbangsa persatuan dan kesatuan, pantang menyerah,
dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya tanggung jawab, religius, dan keluhuran.
karakter akan menyebabkan akan hilangnya Pembelajaran sejarah dituntut untuk
generasi penerus bangsa; (2) karakter mensosialisasikan dan menginternalisasikan
berperan sebagai kemudi dan kekuatan nilai-nilai tersebut. Sartono Kartodirdjo
sehingga bangsa ini tidak terombang mengatakan, merosotnya kesadaran
ambing; dan (3) karakter tidak datang nasionalisme di kalangan pelajar, salah satu
dengan sendirinya, tetapi dibangun dan penyebabnya adalah kurangnya
dibentuk menjadi bangsa yang bermartabat. pengetahuan terhadap sejarah (Kartodirdjo,
Oleh karena karakter bangsa tidak 1999:23−24).
muncul dengan sendirinya, maka pendidikan Pembelajaran sejarah berperan
merupakan tempat dimana karakter bangsa strategis dalam melahirkan generasi yang
disemai dan kemudian tumbuh. Hal ini bijaksana, yang mampu menyelesaikan
sesuai dengan Undang-Undang No. 20 permasalahan bangsa dan tidak
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan bertentangan dengan budaya bangsa.
Nasional pada Pasal 3 yang menyebutkan, Mempelajari masa lalu bertujuan agar
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengetahui kebenaran sekaligus kesalahan
mengembangkan kemampuan dan pada peristiwa kehidupan manusia yang
membentuk karakter serta peradaban telah terjadi. Pengetahuan sejarah sangan
bangsa yang bermartabat dalam rangka fundamental dalam pembentukan identitas
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah nasional, kesadaran sejarah merupakan
satu mata pelajaran yang berhubungan erat sumber inspirasi untuk membangkitkan rasa
dengan pembentukan karakter bangsa ialah kebangsaan dan tanggung jawab.
mata pelajaran sejarah. Namun sayang Semuanya dikembalikan kepada proses
beberapa peserta didik menganggap pembelajaran sejarah yang dilaksanakan
pembelajaran sejarah membosankan. Hal ini guru dan diterima oleh peserta didik sebagai
disebabkan masih mendominasinya guru subjek sekaligus objek dari proses
dalam proses pembelajaran. Dominasi guru pembelajaran sejarah.
dalam proses pembelajaran membuat
peserta didik tidak mampu mengembangkan Membentuk Karakter Bangsa Melalui
kemampuan berpikirnya. Selain itu Pembelajaran Sejarah Aktif
kebanyakan guru sejarah masih Pembelajaran sejarah bukan hanya
menekankan pembelajaran pada aspek menanamkan pemahaman masa lampau
kognitifnya saja, sehingga membuat hingga masa kini, tetapi juga memberikan
pembelajaran sejarah menjadi sekedar pengalaman untuk menumbuhkan rasa
menghapal fakta-fakta sejarah semata. kebangsaan dan kecintaan pada rasa
Seharusnya peserta didik melalui pendidikan kemanusiaan secara universal (Susrianto,

40
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

2013: 42). Pendidikan dan pembelajaran dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun
sejarah memiliki tujuan yang cukup berat, (2000).
yaitu melahirkan suatu kesadaran sejarah di Model pembelajaran pemrosesan
dalam diri peserta didik. informasi menekankan pada kegiatan
Pembelajaran sejarah mengandung pengolahan suatu informasi. Menurut Gagne
dua unsur, yaitu pembelajaran dan dalam Rehalat (2014: 10), bahwa dalam
pendidikan. Unsur pertama adalah pembelajaran terjadi proses penerimaan
pembelajaran dan pendidikan intelektual. informasi, untuk kemudian diolah sehingga
Unsur kedua adalah pembelajaran dan menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
pendidikan moral bangsa. Pembelajaran dan belajar. Di dalam pemrosesan informasi
pendidikan sejarah, tidak hanya membuat terjadi adanya interaksi antara kondisi-
peserta didik mengetahui dan menghafal kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal
berbagai fakta sejarah, melainkan juga individu. Maka model pembelajaran
memberikan peserta didik latihan untuk pemrosesan informasi erat hubungannya
berpikir kritis, menarik sebuah kesimpulan, dengan tujuan pendidikan baik secara
membuat hipotesis, dan menyaring makna- kognitif, psikomotor maupun afektif.
makna serta nilai-nilai dari suatu peristiwa Keempat model pembelajaran
sejarah yang telah dipelajari. tersebut merupakan model pembelajaran
Di dalam proses pembelajaran aktif, yakni peserta didik diminta untuk
sejarah, guru memiliki peran yang strategis. berperan aktif untuk menemukan solusi atas
Tugas guru sejarah pada proses berbagai permasalahan yang mereka
pembelajaran adalah sebagai fasilitator dan temukan. Peserta didik dilatih untuk
evaluator (Yusuf dan Hendi, 2020: 36). melakukan pengolahan informasi, yang
Pembelajaran sejarah yang ideal seharusnya dilakukan secara terperinci dan detail. Pada
memberikan kesempatan yang cukup bagi proses tersebut peserta didik juga didorong
peserta didik untuk mengambangkan untuk melakukan proses berpikir, baik
kemampuan berpikir kritis dan analitis (Yusuf secara kreatif maupun aktif. Seperti di dalam
dan Hendi, 2020: 36). Salah satu langkah model pembelajaran project base learning,
agar terwujudnya pembelajaran sejarah yang peserta didik tidak hanya dilibatkan sebagai
ideal yaitu dengan pemilihan model objek pembelajaran, melainkan juga sebagai
pembelajaran yang mendorong peserta didik subjek atau sebagai peneliti.
secara aktif. Dengan menggunakan model
Oleh karena itu maka pemilihan Problem Based Learning (PBL) kita dapat
model pembelajaran bersifat strategis bagi menyajikan permasalah kontemporer untuk
proses pembelajaran sejarah. Pada dianalisis oleh siswa berdasarkan nilai-nilai
umumnya semua model pembelajaran akan peristiwa sejarah. Contoh dari permasalahan
efektif apabila sesuai dengan tujuan kontemporer yang selalu menjadi
pembelajaran dan tepat sasaran, serta perbincangan hangat adalah mengenai
disesuaikan dengan kebutuhan konflik yang bersifat horisontal yaitu
pembelajaran. Pada pembelajaran sejarah, mengenai SARA dan vertikal mengenai
pemerintah melalui silabus Kurikulum 2013 keinginan daerah tertentu untuk melepaskan
menyarangkan tiga model pembelajaran diri dari Negara Kesatuan Republik
sejarah yang dapat membangkitkan rasa Indonesia (Mujiyati, 2016: 85).
ingin tahu, sikap kritis dan kreativitas peserta Model pembelajaran yang berpusat
didik. Ketiga model pembelajaran tersebut kepada peserta didik tidak akan
antara lain discovery based learning; project meningkatkan kemampuan berpikir. Selain
based learning; dan problem based learning itu peserta didik tidak lagi teralienasi dalam
(Kemendikbud, 2016:10−11). Ketiga model proses pembelajaran, sebab turut serta
pembelajaran tersebut beririsan dengan langsung pada proses pembelajaran. Hal ini
model pembelajaran pemrosesan informasi akan menjadikan peserta didik dapat
(the information processing models) yang menemukan kontekstualitas pembelajaran
sejarah dengan kehidupan mereka sehari-

41
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

hari. Penemuan kontekstualitas pembelajaran sejarah tidak hanya


pembelajaran dapat tercapai jika banyak mengapalkan deretan fakta-fakta sejarah,
menggunakan model pembelajaran aktif dan melainkan mampu menelaah dan
berbasis praktik seperti yang sudah mengektraksi nilai-nilai luhur yang terdapat
dijelaskan di atas. di dalam setiap peristiwa sejarah yang
Keempat model pembelajaran dipelajari. Sebagaimana yang dikatakan E.H.
tersebut akan membantu muculnya Carr, bahwa fakta-fakta sejarah itu laiknya
kesadaran sejarah pada diri peserta didik. potongan ikan yang kemudian diolah oleh
Melalui penggunaan model pembelajaran sejarawan menurut seleranya. Maksudnya
aktif, peserta didik tidak hanya diminta untuk pembelajaran sejarah adalah sebuah proses
menguasai pembelajaran secara teoritis atau pengolahan fakta-fakta sejarah oleh guru
kognitif. Tetapi juga bersama dengan guru maupun peserta didik, sehingga akhirnya
peserta didik dapat mengurai nilai-nilai fakta-fakta itu bisa disajikan.
sejarah dari proses pembelajaran. Pada pengolahan fakta-fakta
Diharapkan nilai-nilai sejarah tersebut sejarah tersebut peserta didik didorong untuk
kemudian diharapkan dapat memperkuat berpikir, bernalar, menggunakan
karakter peserta didik. Kesadaran sejarah emosionalnya dan peka terhadap keadaan
tersebut secara tidak langsung akan sekitar. Diharapkan dari proses tersebut
menguatkan karakter (bangsa) peserta didik, akan timbul suatu kesadaran sejarah pada
seperti nasionalisme, patriotisme dan diri peserta didik. Kesadaran sejarah berarti
toleransi. penerjemahan, penafsiran setiap generasi
Pembelajaran sejarah yang tepat tentang masa lalu dilihat dari
sasaran, berpusat kepada peserta didik, dan kepentingannya. Seperti definisi Gottschalk
mengakomodasi seluruh tujuan tentang kesadaran sejarah yang merupakan
pembelajaran, akan berdampak positif pada pandangan, pemikiran, atau rekonstruksi
diri peserta didik, yaitu munculnya kesadaran sejarah sebagai daya upaya yang terencana
sejarah dan menguatknya karakter untuk mengerti masla lalu, yang berfungsi
kebangsaan dalam diri peserta didik. mengukur dan menetukan sikap manusia
Kesalahan guru dalam memilih dan dalam kerangka sejarahnya.
menggunakan model pembelajaran sejarah Pendidikan sejarah sebagai media
akan mengakibatkan pembelajaran sejarah pendidikan berguna untuk mengembangkan
menjadi pasif dan tidak akan disukai oleh pribadi peserta didik sebagai anggota
peserta didik, yang pada akhirnya akan masyarakat dan warga negara serta
menjebak guru kepada kemonotonan dalam mempertebal semangat kebangsaan dan
pembelajaran. Menurut Poedjiadi (2005:70) cinta tanah air. Melalui proses pembelajaran
dalam Mujiyati (2016), mempelajari sejarah sejarah itulah kesadaran sejarah akan
jika dilihat melalui filsafat konstruktivisme, muncul di dalam diri peserta didik. Kuatnya
ialah titik tolak dari pembentukan kesadaran sejarah akan mempertebal
pengetahuan dan rekonstruksi pengetahuan semangat kebangsaan dan cinta tanah air,
adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki patriotisme, dan toleransi peserta didik.
seseorang yang telah dibangun atau Kuatnya kesadaran sejarah akan
dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu mengukuhkan karakter bangsa yang pada
sebagai akibat dari interaksi dengan akhirnya akan membuat bangsa menjadi
lingkungannya. kuat, dan keberlangsungannya tetap
terjamin. Inti dari pada semuanya ialah,
bahwa pembelajaran sejarah bukanlah
PENUTUP hanya mentransfer fakta-fakta sejarah dari
buku maupun guru kepada didik, melainkan
Pembelajaran sejarah yang pembelajaran sejarah adalah kegiatan
berlangsung di sekolah harus menekankan intelektual, dimana di dalamnya terdapat
kepada seluruh aspek tujuan pembelajaran proses pengolahan fakta-fakta sejarah oleh
(kognitif, afektif, dan psikomotor). Sebab guru dan peserta didik. Keduanya secara

42
Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan Dan Humaniora
Vol. 4, No.1 pp. 1-9 April 2020
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/santhet DOI: 10.36526/js.v3i2.

Research Article e-ISSN: 2541-6130 p-ISSN: 2541-2523

elaboratif mengekstrak fakta-fakta sejarah Hasan, H. S. 1995. Pendidikan Ilmu Sosial.


menjadi nilai-nilai luhur yang berguna bagi Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga
kehidupan di masa depan. Akademik.
Tujuan ideal dalam pembelajaran Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan
sejarah akan tercapai apabila guru sejarah Perkembangan Historiografi Indonesia:
tepat memilih model pembelajaran. suatu alternatif. Jakarta: Gramedia.
Pemerintah melalui silabus pelajaran sejarah Lay, C. 2001. Nasionalisme Etnisitas:
menawarkan tiga model pembelajaran yang Pertaruhan Sebuah Wacana
akan memicu rasa ingin tahu, daya Kebangsaan. Yogyakarta: Pustaka
kreatifitas dan kemampuan berpikir kritis Pelajar.
peserta didik, di antaranya discovery based Mujiyati, Novita. 2016. Kontruksi
learning, problem based learning, dan Pembelajaran Sejarah Melalui Problem
project based learnig. Ketiga model Based Learning. Jurnal HISTORIA. 4
pembelajaran tersebut beririsan dengan (2): 81-90.
model pembelajaran yang dikembangkakan Rehalat, Aminah. 2014. Model Pembelajaran
oleh Joyce, Weil, dan Calchoun, yaitu model Pemrosesan Informasi. Jurnal
pembelajaran pemrosesan informasi (the Pendidikan Ilmu Sosial. Sukoharjo:
information processing models). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Keempatnya mendorong peserta didik Santosa, Yusuf Budi Prasetya dan Irawan,
menjadi aktif dalam proses pembelajaran, Hendi. 2020. Pembelajaran Sejarah
dan menempatkan peserta didik sebagai dan Kebebasan Berpikir. Jurnal
subjek dalam proses pembelajaran sejarah. Chronologia. Jakarta. Universitas Prof.
Dr. Hamka.
Strauss, A., & Corbin, J. 2009. Dasar-dasar
DAFTAR PUSTAKA Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
B. Weil, Joyce and Calhoun. 2000. Models Susrianto, Edi. 2013. Peranan Pendidikan
Of Teaching. Newyork: A Person Sejarah Dalam Membangun Karakter
Education Company Bangsa. Jurnal
Carr, E.H. 2014. Apa Itu Sejarah? Lentera. Riau: Universitas Riau.
(diterjemahkan oleh Gatot Triwira). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Depok: Komunitas Bambu 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan
Faisal, S. 2005. Format-format Penelitian. Nasional.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. http://kemenag.go.id/file/dokumen/UU2
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, 003.pdf. (diakses pada 27 Januari
(diterjemahkan oleh Nugroho 2021).
Notosusanto). Yayasan Penerbit UI :
Jakarta.

43

You might also like