Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 27

METODE PEMBELAJARAN ROLE PLAYER DAN EKSISTENSI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Di ajukan sebagi diskusi kelompok Mata kuliah Model model pembelajaran

Pemangku :
1. DR. Wiwik Dyah Aryani, M.Pd
2. DR Hj. Iis Salsabila, M.Ag

Taem penyaji :
Noor Falah NIM : 210309012110
Rohendi NIM : 21030901211026
Sodikin NIM : 21030901211024

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bab lima pasal dua

belas ayat satu, dijelaskan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan

pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang

dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Ciri khas kurikulum

pendidikan Islam adalah unsur sosial atau kemasyarakatan. Berdasarkan hal

tersebut, hendaknya sebuah pendidikan Islam berupaya membekali seorang

peserta didik dengan kecakapan sosial yang berlandasan agama sehingga dapat

membantunya untuk beradaptasi dengan baik dalam masyarakat di mana dia

berada. Adapun untuk mewujudkannya ialah melalui metode pembelajaran.

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan

rencana yang sudah terancang dalam kegiatan nyata demi tercapainya suatu

tujuan dengan baik dalam kegiatan yang melibatkan beberapa individu baik

sebagai seorang guru maupun peserta didik1.

Anak bukan miniatur orang dewasa, melainkan anak memiliki dunianya

sendiri, yaitu dunia bermain. Berdasarkan konsep pendidikan anak usia dini di

atas, maka hendaknya bimbingan keagamaan disesuaikan dengan faktor usianya.

Misalnya bimbingan diberikan melalui lebih dikenal bermain sambil belajar atau

belajar dalam bermain, contoh permainan yang tepat jika diterapkan dalam

sebuah pembelajaran agama adalah permainan peran.

Dalam permainan ini anak diajak untuk mengeksplorasikan dalam

mengembangkan kreatifitas berpikir, komunikasi, bersosialisasi dengan orang

lain melalui peran yang dimainkannya2.


Minimnya interaksi dan kegiatan sosial di masyarakat perkotaan,

membuat siswa sulit memahami kejadian sosial apa saja yang ada di sekitarnya.

Hal di atas mengakibatkan kurangnya perbendaharaan pengalaman siswa tentang

kegiatan sosial yang pada akhinya membuat siswa sulit menceritakan

pengalaman terkait kegiatan sosial yang dialaminya. Masalah yang dihadapi

dunia pendidikan saat ini adalah masalah lemahnya pelaksanaan proses

pembelajaran yang diterapkan para guru disekolah yang dianggap kurang

mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Pelaksanaan proses

pembelajaran yang berlangsung di kelas hanya diarahkan pada kemampuan siswa

untuk menghapal informasi, otak siswa dipaksa hanya untuk mengigat dan

menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang

diperoleh untuk menghubungkannya dengan situasi dalam kehidupan sehari-

hari3.

1
https:// Sistem_Pendidikan_Nasional
pmpk.kemdikbud.go.id/assets/docs/UU_2003_No_20 .pdf
diakses pada tanggal 27/10/2021 pukul 11.24
2
Ahmad Zaini. Metode-metode Pendidikan Islam Bagi Anak Usia Dini, Jurnal tarbiyah STAIN
Kudus, Vol 2, No 1, Januari-Juni 2014, hlm.25-43
3
Dwi Mardalena. Penerapan Pembelajaran Role Playing Untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa
Kelas VI Sekolah dasar, Jurnal Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau, Vol 7, No 1, Tahun 2018, hlm.129
B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini

ialah:

1. Bagaimana metode role playing dalam pembelajaran?

2. Bagaimana landasan filosofis metode role playing?

3. Bagaimana landasan al-Quran mengenai metode Role Playing?

C. Tujuan Penyusunan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini ialah untuk:

1. Mengetahui metode role playing dalam pembelajaran.

2. Mengetahui landasan fisolofis metode role playing.

3. Mengetahui landasan al-Quran mengenai metode Role Playing.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Role Playing Dalam Pembelajaran

1. Definisi Metode Role Playing

Model role playing adalah cara penguasaan bahan-bahan pelajaran

melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Permaianan ini pada

umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada peran4. Role playing

merupakan suatu model pembelajaran yang mengajak siswa untuk terlibat

langsung dalam pembelajaran, penguasaan bahan pelajaran berdasarkan pada

kreatifitas serta ekspresi siswa dalam meluapkan imajinasinya terkait dengan

bahan pelajaran yang

ia dalami tanpa adanya keterbatasan kata dan gerak, namun tidak keluar dari

bahan ajar5.

Bemain peran adalah suatu jenis metode situasi yang umumnya digunakan

untuk pendidikan sosial dan relasi antar insani6. Dalam hal ini siswa

berpartisipasi sebagai pemain dengan peran tertentu atau sebagai pengamat

(observer) bergantung pada tujuan dari penerapan metode tersebut. Metode

bermain peran (role playing) merupakan metode pembelajaran yang modern

untuk melengkapi kekurangan- kekurangan dalam metode konvensional yang

dianggap kurang efektif dalam proses pembelajaran, karena metode konvensional

bersifat monoton saat pembelajaran berlangsung7.

Role Playing adalah metode yang meletakkan interalisasi antara dua siswa

atau lebih tentang suatu topik atau situasi. Siswa melakukan peran masing-

3
masing sesuai dengan pokok yang ia yakini. Mereka berinteraksi dengan sesama

peran secara terbuka.

Metode ini dapat dipergunakan dalam mempraktikan pelajaran yang baru8.

Role Playing merupakan suatu model pembelajaran bertujuan untuk

membantu siswa menemukan diri (jati diri) didunia sosial dan memecahkan

dilema dengan bantuan kelompok. Proses bermain peran ini dapat memberikan

contoh kehidupan perilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa

untuk: (1) menggali perasaannya; (2) inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh

terhadap sikap, nilai dan persepsinya; (3) mengembangkan keterampilan dan

sikap dalam memecahkan masalah; (4) mendalami mata pelajaran dengan

berbagai cara.

4
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), hlm.48
5
Ismawati Alidha Nurhasanah, Atep Sujana, and Ali Sudin, Penerapan Metode Role Playing
Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan Mahluk Hidup Dengan
Lingkungannya, Vol. 1, No. 1, Tahun 2016, hlm.613.

4
6
O. Hamalik, Perencanaan Pengejaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi
Aksara,
2009), hlm. 199
7
Dian Cahya Ningrum. Penerapan Model Bermain Peran (Role Playing) untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kotagajah Lampung Tengah. (Skripsi). (Lampung:
PGMI FTIK IAIN Metro Lampung, 2020), hlm.12-13
8
Maritnis Yamin. Profesionalisme Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada
Press,
2007), hlm.152

5
2. Langkah-langkah Metode Role Playing

Langkah-langkah dalam penerapan metode bermain peran (role playing)

adalah sebagai berikut:

a. Guru menyusun dan menyiapkan skenario yang akan ditampilkan

b. Guru menunjuk berapa siswa untuk mempelajari skenario yang sudah

disiapkan dalam waktu beberapa hari sebelum KBM

c. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya lima orang

d. Guru memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai

e. Guru memanggil para siswa yang suudah ditunjuk untuk melakonkan

skenario yang sudah dipersiapkan.

f. Masing-masing siswa berada dalam kelompokknya sambil mengamati

skenario yang sedang diperagakan.

g. Setelah selesai ditampilkan, setiap siswa diiberi LKS untuk

pembahasan

h. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil

kesimpulannya. i. Guru memberikan kesimpulan secara umum.

j. Evaluasi

k. Penutup9.

Dari uraian di atas, dengan menerapkan langkah-langkah tersebut

maka pembelajaran dengan metode bermain peran (role playing) akan terlaksana

secara

sistematis seingga proses kegiatan belajar mengajar akan berlangsung dengan

baik.

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role Playing


6
a. Kelebihan metode Bermain Peran

Metode Role Playing memiliki beberapa kelebihan metode bermain peran

sebagai berikut. Menarik perhatian siswa karena masalah–masalah sosial

baerguna bagi mereka.

1) Bagi siswa, berperan seperti orang lain, ia dapat merasakan

perasaan orang lain, mengakui pendapat orang lain, saling

pengertian,

teggang rasa dan toleransi.

2) Melatih siswa untuk mendesain penemuan.

3) Berpikir dan bertindak kreatif.

4) Memecahkan masalah yang dihadapi secara reealistis karena siswa

dapat mengahayatinya.

5) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.

6) Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.

7) Meranggsang perkembangan kemauan berfikir siswa untuk

menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.

8) Membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan,

khususnya dunia kerja.

9) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

10) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.

Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit

untuk dilupakan.

7
9
Syafruddin Nurdin and Adriantoni, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafido

Persada, 2016), hlm.47

8
11) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas

menjadi dinais dan penuh antusias. Membangkitkan gairah dan

semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa

kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi10.

Uno Hamzah menyebutkan prosedur bermain peran terdiri atas sembilan

langkah, yaitu pemanasan, memilih partisipan, menyiapkan pengamat (observer),

menata panggung, memainkan peran, diskusi dan evaluasi, memainkan peran

ulang, diskusi dan evaluasi kedua, berbagai pengalaman dan kesimpulan 11.

Langkah- langkah metode Role Playing Sebagai berikut:

1) Persiapan simulasi

a. Menetapkan topik dan tujuan yang hendak dicapai oleh

simulasi. b. Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi

yang akan

disimulasikan.

c. Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi,

peranan yang harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu

yang disediakan.

d. Guru memberi kesempatan pada siswa bertanya khususnya

pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.

2) Pelaksanaan simulasi

a. Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.

b. Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

c. Guru hendak memberikan bantuan kepada pemeran yang

mendapat kesulitan.

9
d. Simulasi hendak dihentikan saat puncak. Hal ini dimaksudkan

untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan

masalah yang sedang disimulasikan.

3) Penutup

a. Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun

materi cerita yang disimulasikan. Guru harus mendorong agar

siswa dapat memberikan kritik dan tanggapan terhadap proses

simulasi.

b. Merumuskan kesimpulan12.

Berdasarkan hal tersebut, maka dengan penerapan metode bermain peran

(role playing) dalam pembelajaran ini siswa dapat berperan dan menimbulkan

diskusi yang hidup, karena merasa menghayati sendiri permasalahannya. Selain

itu penonton tidak pasif, tetapi aktif mengamati, mengajukan saran dan kritik.

Maka dengan penerapan metode bermain peran (role playing) siswa dapat

mengetahui unsur-unsur yang terkandung dalam cerita, serta dapat memecahkan

permasalahan yanng ada dalam cerita tersebut dengan baik.

10
Syafruddin Nurdin and Adriantoni, Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.299
11
Uno Hamzah, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatid dan
Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm.26.
12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana
10
Prenada Media Group, 2008), hlm.162.

11
b. Kelemahan Metode Role Playing

Selain mempuyai kelebihan, metode bermain peran mempunyai

kelemahan diataranya:

1) Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini.

2) Guru harus memahami betul langkah-langkah pelaaksanaanya, jika

tidak dapat mengacaukan pembelajaran.

3) Memelukan alokasi waktu yangg lebih lama.

4) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa

malu untuk melakukan suatu adegan tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, walaupun metode bermain peran mempunyai

kelemahan namun hal tersebut dapat diantisipasi peneliti, salah satu caranya

dengan memberikan cerita yang mudah di pahami oleh siswa, membenarkan

waktu untuk mempelajari teks drama beberapa hari sebelum kegiatan belajar

mengajar, peneliti harus selalu memberikaan penjelasan, arahan dan bimbingan

selama pembelajaran. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.

B. Landasan al-Quran Metode Role Playing

Adapun landasan metode role playing dalam al-Quran ialah sebagai

berikut:

1. Qs Yusuf ayat 111

12
Artinya:

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi


orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman”.
Ayat ini menjelaskan, Allah telah memberikan ilmu pengetahuan

melalui kisah-kisah yang terdapat pengajaran bagi orang-orang yang

mempunyai akal, al-Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tapi

sebagi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang berirnan. Jika kita kaitkan

dengan pembahasan sejarah metode bermain peran (role play) yaitu

menjelaskan bahwa sesungguhnya setiap kisah atau sejarah terdapat

sebuah pengajaran serta petunjuk bagi orang-orang yang membaca dan

mendengarkannya. Oleh kaena itu setiap kisah sangat dianjurkan untuk

disampaikan.

2. Qs al-Nahl ayat 125

Artinya

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran


yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat

13
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk.

Dari ayat itu dijelaskan bahwasanya dalam pembelajaran seorang

guru harus menggunakan metode pembelajaran yang baik, metode yang

sesuai dengan pemahaman siswa sehingga siswa dapat memahami materi

yang disampaikan oleh guru melalui metode yang digunakan tersebut.

3. Qs al-Araf ayat 176

Artinya:

Dan sekiranya Kami menghendaki niscaya Kami tinggikan


(derajat)nya
dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti
keinginannya (yang rendah), maka perumpamaannya seperti anjing, jika
kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu
agar mereka berpikir.

Dengan metode role playing (bermain peran) dapat melatih siswa

untuk aktif berinteraksi dan mengajak siswa mengalami peristiwa sejarah

masa lampau dengan cara memerankannyadalam bentuk peragaan singkat

sehingga para pemain lebih mendalami dan memaknai peran sehingga

siswa seolah-olah mengalami pristiwa tersebut .

14
C. Landasan Filosofis Metode Role Playing

1. Sejarah Role Playing

Sejarah panjang role play sebelum diadopsi untuk latihan calon

pemeran adalah acara simulasi yang dilakukan oleh para raja dan panglima

perang sebelum

melakukan perang yang sebenarnya. Setelah raja dan panglima perang

mengatur strategi perang yang dilakukan di meja strategi, kemudian

melakukan simulasi

perang sesuai dengan rencana strategi. Pelaku simulasi ini mewakili kekuatan yang

dibayangkan dalam rencana strategi perang. Meja strategi sekarang diwujudkan

dalam bentuk kerangka cerita atau teks lakon bagi calon pemeran. Raja dan

panglima perang pengatur strategi, sekarang berwujud menjadi penulis lakon dan

sutradara sebagai pelatih calon pemeran.Simulasi perang dilakukan selama

ribuan tahun oleh bangsa China dari suku Han, bangsa Romawi dan bangsa

Eropa abad pertengahan.

Pada waktu itu bangsa Romawi dan Eropa sering menyelenggarakan acara,

dimana semua orang akan berpura-pura menjadi orang lain. Konsep ini kemudian

diadopsi oleh Dr. Jacob Levy Moreno pada bidang psikologi. Pada tahun 1920-

an, Dr. Moreno menciptakan “eksperimental teater” untuk membantu setiap

orang memahami aspek yang berbeda dari kepribadian mereka sendiri dan orang

lain. Tahun 1932 konsep role play diperkenalkan kepada masyarakat luas,

dengan anggapan bahwa orang akan bisa lebih banyak belajar tentang dirinya dan

orang lain dalam menyelesaikan masalah sosial daripada hanya

membicarakannya saja. Konsep dasar dari role play adalah cara yang

memungkinkan mengasah spontanitas kreatif dan mengekspresikan dari

15
kemampuan emosional tanpa menimbulkan kehebohan. Dr. Moreno mengundang

peserta pelatihan dan menyarankan untuk bertindak keluar dari kebiasaan

keseharian. Peserta pelatihan itu pada gilirannya memainkan peran yang berbeda

dari kebiasaan kehidupan keseharian. Konsep itu kemudian menjadi populer

dengan sebutan role play.

Pada akhir tahun 1960 role-playings dipandang sebagai bentuk relaksasi

yang menyenangkan dari psikoterapi masyarakat. Gary Gaygax dari Universitas

Minesota sebagai bapak role play modern. Dia mengembangkan seperangkat

aturan tentang role play dan memasyarakatkan. Aturan itu kemudian pada

tahun 1971 diterbit dan dipublikasikan kepada masyarakat dengan surat berantai.

Dari konsep dasar role play yang sederhana kemudian berkembang menjadi

permainan modern dan berkembang luas di masyarakat. Konsep ini kemudian

diadopsi oleh teater sebagai media pelatihan calon pemeran. Konsep ini juga

diadopsi oleh dunia pendidikan sebagai salah satu metode pembelajaran

memecahkan masalah yang diihadapi oleh peserta didik.

Permainan anak-anak pada waktu kecil juga dianggap sebagai embrio dari

role play. Anak-anak bermain pasar-pasaran, bermain polisi-polisian, bermain

bapak ibu, bermain dokter-dokteran, dan lain-lain. Permainan pasar-pasaran

menuntut anak-anak seperti di suasana pasar, dimana ada penjual, pembeli dan

peran-peran lain. Permainan polisi-polisian, menuntut anak-anak seperti seorang

polisi dan penjahat yang dikejar. Semua permainan itu kalau dicermati akan

teridentifikasikan adanya peran yang dimainkan, status dari peran yang

dimainkan dan konteks atau suasana dalam permainan. Ketika sedang bermain,

16
anak-anak tidak menjadi dirinya sendiri, melainkan keluar dari dirinya untuk

menjadi peran yang sedang dimainkan. Mereka berusaha untuk menyakinkan diri

bahwa mereka adalah polisi atau penjahat ketika bermain polisi-polisian atau

menganggap sebagai dokter dan pasien ketika bermain dokter-dokteran. Semua

kegiatan bermain itu untuk mendapatkan rasa senang.

Konsep role play kemudian digunakan oleh Commedia dell’Arte pada abad

16 sebagai konsep pertunjukan. Pemeran dalam Commedia dell’Arte

tidak

mengetahui berperan sebagai apa ketika hendak pentas, tetapi peran dan cerita

yang

hendak dimainkan ditentukan beberapa saat sebelum pementasan. Pada tahun

1950- an, Viola Spolin dan Keith Johnstone mengembangkan role play sebagai

konsep pelatihan aktornya. Mereka dan rombongan membuka kelas pelatihan

aktor dengan menggunakan metode teater game. Metode ini berisi permainan

dimana calon pemeran terlibat dalam permainan yang sedang dimainkan. Spolin

berkeyakinan bahwa pelatihan pemeran harus menyenangkan sekaligus mulai

memasuki peran lain13.

2. Relasi Logis Filosofis

Definisi motivasi menurut Irwanto ialah penggerak prilaku (the energizer

of

behavior). Manusia ialah makhluk yang mempunyai daya-daya dalam dirinya

untuk bergerak14. Bisa dikatakan bahwa motivasi ialah determinan perilaku.

Wexley

&Yukl memberikan batasan kepada motivasi sebagai sebuah proses

penggerakkan dan pengarahan perilaku 15. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai

17
hal atau keadaan menjadi motif; atau pemberian/penimbulan motif. Petri

memberi definisi motivasi sebagai energi atau tenaga yang terdapat di dalam diri

manusia untuk menimbulkan, mengarahkan, dan menggerakkan perilakunya 16.

Abraham Maslow meyakini bahwa pada dasarnya manusia itu baik dan

menunjukkan bahwa individu memiliki dorongan yang tumbuh secara terus

menerus yang memiliki potensi besar17. Sistem hirarki kebutuhan, dikembangkan

oleh Maslow, merupakan pola yang biasa digunakan untuk menggolongkan motif

manusia. Sistem hirarki kebutuhan meliputi lima kategori motif yang disusun

dari kebutuhan yang harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum memenuhi

kebutuhan yang lebih tinggi18.

Kelima tingkat kebutuhan sebagaimana diuraikan oleh Hamner dan Organ

ditunjukkan dalam tingkatan kebutuhan berikut:

a. Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan pada tahap ini ialah Makanan, air, seks, tempat perlindungan

b. Kebutuhan Rasa Aman

Perlindungan terhadap bahaya, ancaman, dan jaminan keamanan. Perilaku

yang menimbulkan ketidakpastian berhubungan dengan kelanjutan pekerjaan

atau yang merefleksikan sikap dan perbedaan, kebijakan administrasi yang tidak

terduga akan menjadi motivator yang sangat kuat dalam hal rasa aman pada

setiap tahap hubungan kerja.

c. Kebutuhan Sosial Memberi dan Menerima cinta, persahabatan,

kasih sayang, harta milik, pergaulan, dukungan.

18
13
https://hayatalfalah .blogspot.com/2017/03/sejarah-dari-roleplay.html diakses pada 28/10/2021
pukul 12.47 WIB
14
Mohammed Uzer Uslam dan Lilis Setiawati. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar.
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hlm.24
15
H Elia Irwanto, dkk. Psikologi Umum. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997),
hlm.193
16
M. Asad. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industi, (Yogyakarta: Liberty, 2003),
hlm.43
17
Tri Andjarwati. Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, Teori Dua
Faktor Herzberg, Teori X Y Mc Gregor, dan Teori Motivasi Prestasi Mc Clelland, Jurnal Ilmu
Ekonomi dan Menejemen, Vol 1, No 1, April 2015, hlm.48
18
Patricia Wallace, Jeffrey H. Goldstein dan Peter Nathan, Introduction to Psychology.
(Dubuque, IA : Wm. C. Brown, 2007), hlm.277

19
Jika dua tingkat kebutuhan pertama terpenuhi seseorang menjadi sadar

akan perlunya kehadiran teman.

d. Kebutuhan Harga Diri

Kebutuhan akan prestasi, kecukupan, kekuasaan, dan kebebasan. Intinya

hal ini merupakan kebutuhan untuk kemandirian atau kebebasan. Status,

pengakuan, penghargaan, dan martabat. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan

akan harga diri.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kebutuhan untuk menyadari kemampuan seseorang untuk kelanjutan

pengembangan diri dan keinginan untuk menjadi lebih dan mampu untuk

menjadi orang19.

Dua dalil utama dapat disimpulkan dari Teori Hirarki Kebutuhan Maslow

yaitu:

a. Kebutuhan kepuasan bukanlah motivator suatu perilaku

b. Bila kebutuhan yang lebih rendah telah terpenuhi maka, kebutuhan yang lebih

tinggi akan menjadi penentu perilakunya 20.

19
W. Clay Hammer dan Organ, Organizational Behavior An A22cipscholoiroach. (Dallas: Business
Publ cations. 2005), hlm.138

20
20
W. Clay Hammer dan Organ, Organizational Behavior An A22cipscholoiroach, hlm.139

21
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini ialah sebagai berikut:

1. Metode Role Playing dalam Pembelajaran ialah cara untuk

meningkatkan motivasi peserta didik.

2. Landasan al-Quran metode role playing ada dalam Qs Yusuf ayat 111,

Qs al-Nahli ayat 125, dan Qs al-Araf ayat 176.

3. Landasan filosofis metode role playing dalam studi islam semua

terintegrasi pada Allah Swt dengan pertimbangan sarana dan prasarana

pendidikan.

B. Saran

Kepercayaan terhadap semua teori yang sudah dibicarakan,

menunjukkan bahwa manajer seharusnya meninjau kembali apa yang mereka

lakukan dengan

sistem reward. Jika reward menjadi faktor ektrinsik yang utama maka semua

yang dapat diharapkan ialah karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka.

Memuaskan

kebutuhan higiene sangat sederhana, tapi kepuasan tersebut tidak bisa

berlangsung lama dan jenis kebutuhan ini sifatnya tambahan. Motivasi dapat

dicapai hanya

22
dengan memuaskan area yang sangat terbatas dari kebutuhan yang kompleks,

yang sifatnya tambahan dan kepuasannya memberikan efek yang lebih

panjang. Apa

yang sebenarnya diperlukan adalah usaha dua jalan yang diarahkan pada

higiene dan kemudian pada perkembangan motivasi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adriantoni, Nurdin, Syafrudin. 2016. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT.


Raja Grafido Persada.
Andjarwati, Tri. 2015. Motivasi dari Sudut Pandang Teori Hirarki Kebutuhan
Maslow, Teori Dua Faktor Herzberg, Teori X Y Mc Gregor, dan Teori
Motivasi Prestasi Mc Clelland, Jurnal Ilmu Ekonomi dan Menejemen, Vol
1, No 1.
Hamalik, O. 2009. Perencanaan Pengejaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Hamzah, Uno. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatid dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwanto, Elia, H, dkk. 1997. Psikologi Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Mardalena, D. 2018. Penerapan Pembelajaran Role Playing Untuk
Meningkatkan
Belajar IPA Siswa Kelas VI Sekolah dasar, Jurnal Primary Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau, Vol 7, No 1
Ningrum, Cahya, Dian. 2020. Penerapan Model Bermain Peran (Role Playing)
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kotagajah
Lampung Tengah. (Skripsi). Lampung: PGMI FTIK IAIN Metro Lampung.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Setiawati, lilis, Uslam, Uzer, Mohammed. 1993. Upaya Optimalisasi Kegiatan
Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudin, Ali, Sujana, Atep, Nurhasanah, Alidha, Ismawati, Penerapan Metode Role
Playing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan
Mahluk Hidup Dengan Lingkungannya, Vol. 1, No. 1, Tahun 2016,
hlm.613.
Yamin, Maritnis. 2007. Profesionalisme Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta:
Gaung Persada Press.
Zaini, Ahmad. 2014. Metode-metode Pendidikan Islam Bagi Anak Usia Dini.
Jurnal tarbiyah STAIN Kudus, Vol 2, No 1

You might also like