Psiko Hukum

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 32

ANALISA PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP TERDAKWA PEMBUNUHAN YANG

MENGALAMI GANGGUAN JIWA (STUDY KASUS PUTUSAN NO : 10/PID.B/2019/ PN . KPH)

Hidayani

Mahasiswa Program Study Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Bengkulu

ABSTRACT

Murder is every act to take the others life, sometimes if the murder is doing by a person who have mental
disorder, then that person who have mental disorder can not to take responsibility of murder he had done,
according to Article 44 Paragraph (1) Criminal Code. The crime of murder committed by people with
psychiatric disabilities or mental disorders is a criminal case that has been decided at the Class II District
Court of Kepahiang in case Number: 10 / PID.B / 2019 / PN.KPH, the purpose of this study are: (1). To find
out and analyze the Implementation of Material Criminal Law in cases of criminal acts of murder of
defendants with mental illness in the decision Number: 10 / PID.B / 2019 / PN.KPH, (2). To find out and
analyze the judges' considerations in take decision on murder defendants who have mental disorders. This
type of research is normative juridical research using qualitative methods. Data collection is carried out by
means of a literature study of secondary data which is then collected into legal materials, both primary and
secondary law. The results of this study indicate: (1). Implementation of Material Criminal Law to the Case
of the Criminal Act of Murder Against the Defendant with a Mental Disorder in the Decision Number: 10 /
PID.B / 2019 / PN.KPH is the Judge drop the defendant with a sentence Article 44 Paragraph (1), (2) of the
Criminal Code by declaring the Defendant Rheci Args Als reci Bin Hamidi was released from all punishment
and the defendant was treated at Soperapto Bengkulu Mental Hospital for 1 (one) year. (2) Judge's
considerations and legal basis in deciding case Number: 10 / PID.B / 2019 / PN.KPH is that the defendant
cannot be held liable for criminal he had done by the defendant in accordance with applicable law because
there is a forgiving reason that is imperfect His reason or defendant experienced mental disorder and
became a judge's consideration to release the defendant from all judgement and decided the defendant was
rehabilitied at the Soeprapto Mental Hospital Bengkulu in Court Decision Number: 10 / PID.B / 2019 /
PN.KPH, thus even though the defendant fulfilled the elements of - the crime of murder according to the
general prosecutor's request, the Panel of Judges cannot give the defendant punisment.

Keywords: Criminal Murder, Mental Disorders, Court Decision,

PENDAHULUAN dimengerti dan mempergunakan dengan


sebaik-baiknya serta seadil-adilnya.2
Hukum pidana memuat aturan tentang
aturan-aturan hukum yang mengikatkan Tindak pidana pembunuhan diatur dengan
kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi jelas hukuman dan sanksinya dalam KUHP
syarat tertentu pada suatu akibat berupa yaitu dalam Buku ke II Bab ke-XIX KUHP
pidana1, hal tersebut sesuai pengertian hukum yang terdiri dari tiga belas pasal, yakni dari
pidana seebagai berikut berikut : Hukum Pasal 338 sampai dengan Pasal 350.
pidana adalah aturan-aturan hukum yang
Tindak pidana Pembunuhan adalah setiap
mengenai kejahatan atau yang bertalian
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
dengan pidana dan tujuannnya agar dapat
untuk menghilangkan/merampas jiwa orang
1
Teguh Sulistia,, 2011, Hukum Pidana : Horizon Bru
2
Pasca Reformasi, Jakarta, Pt Grafindo persada, halaman Moeljatno, 1983, Azaz-Azaz Hukum Pidana.Jakarta:
5 Bina Aksara, halaman 13
lain.3 Didalam tindak pidana pembunuhan penyakit,4sehingga orang tersebut tidak dapat
yang menjadi sasaran si pelaku adalah jiwa dijatuhi hukuman pidana.
nyawa seseorang yang tidak dapat diganti
Kemampuan bertanggungjawab adalah
dengan apapun, dan perampasan itu sangat
keadaan normalitas kejiwaan dan kematangan
bertentangan dengan Undang-Undang 1945
yang membawa tiga kemampuan yaitu :
yang berbunyi:
a) mengerti akibat/ nyata dari perbuatannya
“setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
sendiri
mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
b) menyadari bahwa perbuatannya tidak
Terdakwa tindak pidana pembunuhan
diperbolehkan masyarakat
yang mengalami gangguan jiwa tidak bisa
dimintai pertanggungjwaban pidana didepan c. Mampu menentukan kehendaknya untuk
hakim, dikarenakan kurang sempurna akalnya berbuat5
sehingga terdakwa tidak bisa membedakan
Salah satu kasus tindak pembunuhan
baik buruk perbuatannya secara sadar, hal itu
terdakwa dengan gangguan jiwa yang diadili
sesuai dalam ketentuan pasal 44 KUHPidana.
pada Pengadilan Negeri Kepahiang adalah
Tindak pidana yang dilakukan terdakwa yang
kasus pembunuhan yang dilakukan oleh
mengalami gangguan merupakan kasus yang
terdakwa yang mengalami gangguan jiwa atas
menarik minat masyarakat yang pernah terjadi
nama Rheci Argasi Als Reci Bin Hamidi,
di Kabupaten Kepahiang, yang merupakan
dalam perkara putusan Nomor
wilayah Hukum Pengadilan Negeri
:10/Pid.B/2019/PN.KPH yang menjadi study
Kepahiang.
kasus yang penulis teliti dalam skripsi ini.
Hal ini dapat dilihat adanya dua kasus
Pada Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang
pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang
Nomor 10/Pid.B/2019/PN.KPH Jaksa
mengidap gangguan jiwa yang telah diadili
Penuntut umum menuntut terdakwa dengan
pada lingkup wilayah hukum Pengadilan
Pasal 340 KUHP dengan ancaman pidana
Negeri Kepahiang Kelas II yaitu pada tahun
selama 20 tahun penjara akan tetapi Majelis
2018 dan 2019, di dalam pasal 44 ayat (1)
Hakim tidak dapat mengabulkan tuntutan
KUHP menyebutkan bahwa seseorang tidak
jaksa Penuntut umum dan memutuskan untuk
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana
jika cacat kejiwaan atau terganggu karena
4
Tersedia pada :
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt546da0a80
0859/terdakwa-tak-penuhi-pasal-44-dan-48-kuhp/
3
Tersedia pada : diakses hari Jum’at tanggal 10 Januari 2020 pukul 21:16
http://digilib.unila.ac.id/8935/12/BAB.%20II.pdf WIB
5
diakses pada hari Jum’at tanggal 10 Januari 2020 pukul Teguh Prasetya, 2014, Hukum Pidana, Jakarta, Pt
21:11 WIB Grafindo persada, halaman 86 s/d 87
melepaskan terdakwa dari segala tuntutan Berdasarkan uraian-uraian pada latar
hukum serta memerintahkan agar terdakwa belakang diatas, maka ada beberapa hal yang
menjalani rehabilitasi di RSJKO Soeprapto menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
Bengkulu selama 1 tahun, sesuai Putusan yaitu :
pengadilan Nomor : 10/Pid.B/2019/ PN/KPH
1. Bagaimana penerapan hukum pidana
tanggal 30 April 2019 dengan Pasal 44 ayat
materil terhadap tindak pidana pembunuhan
(1), (2) KUHPidana
yang dilakukan oleh Terdakwa mengalami
Di dalam pasal 44 ayat (1) KUHP gangguan jiwa pada saat persidangan?.
menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat 2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam
dipertanggungjawabkan secara pidana jika menjatuhkan hukuman pidana terdakwa
cacat kejiwaan atau terganggu karena pembunuhan yang mengalami gangguan
6
penyakit, sehingga orang tersebut tidak dapat jiwa?.
dijatuhi hukuman pidana dikarenakan
Kegunaan Penelitian
gangguan jiwa yang dialaminya, sehingga
mengugurkan hukuman pidana yang Dalam penelitian ini tentunya diharapkan
dijatuhkan kepada terdakwa pembunuhan adanya kegunaan yang dapat diambil dalam
tersebut. penelitian tersebut. Adapun kegunaan yang
diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
Majelis hakim memerintahkan agar
berikut:
terdakwa yang mengidap gangguan jiwa
menjalani rehabilitasi di RSJKO Soeprapto Secara Teoritis
Bengkulu selama 1 tahun karena perbuatan
a. Hasil penelitian ini dapat berguna
terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan di
secara pidana, berdasarkan apa yang telah
bidang ilmu hukum pada umumnya dan
diuraikan di atas, penulis merasa tertarik untuk
hukum pidana pada khususnya.
mengkaji lebih dalam tentang penerapan
hukum dan pertimbangan hakim terhadap b. Hasil penelitian ini dapat menjadi

tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa sarana dalam memperkaya, pengembangan,

yang mengalami gangguan jiwa. tambahan referensi dalam pengkajian


terhadap penelitian-penelitian sejenis.
Rumusan Masalah
Secara Praktis

a. Memberikan jawaban atas


6
Tersedia pada : permasalahan yang sedang diteliti oleh
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt546da0a80
0859/terdakwa-tak-penuhi-pasal-44-dan-48-kuhp/ penulis.
diakses hari Jum’at tanggal 10 Januari 2020 pukul 21:16
WIB
b. Membentuk pola pikir yang dinamis serta tata cara yang harus dilalui bagi para
sekaligus untuk mengetahui kemampuan pihak yang berkompeten dalam
penulis dalam mengimplementasikan ilmu penegakannya.7
yang diperoleh. Hukum Pidana yang dibahas adalah hukum
pidana material, yaitu hukum pidana yang
c. Hasil penelitian ini diharapkan mampu
dilihat dari isinya bersifat mengatur secara
memberikan masukan yang berarti
terperinci (detail) terhadap semua perbuatan
khususnya bagi Aparat penegak Hukum
yang dilarang bagi setiap orang atau kalangan
Khususnya di dalam bidang Hukum Pidana
tertentu. Sumber Hukum pidana material yang
terkait masalah yang di teiliti oleh penulis.
paling utama adalah Kitab Undang-Undang
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari atas
membantu pihak-pihak terkait dengan 3 (tiga buku)8. Didalam Hukum pidana
masalah yang diteliti oleh penulis. terdapat azas agar seseorang dapat dijatuhi

Tujuan Penelitian hukuman yaitu tergantung dari dua hal yaitu :


a. Adanya perbuatan yang bertentangan
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
dengan hukum atau adanya perbuatan
1. Untuk mengetahui dan menganalisa
melawan hukum, ini disebut unsur objektif.
Penerapan Hukum Pidana Materiil terhadap
b. Adanya pelaku yang bertanggungjawab atas
perkara Tindak Pidana Pembunuhan
perbuatan melawan hukum itu, ini disebut
Terhadap Terdakwa yang mengalami
unsur/elemen subjektif.9
gangguan jiwa dalam Putusan Nomor :
Ini berarti tak mungkin orang dipidana
10/Pid.B/2019/ PN/KPH tanggal 30 April
(dipertanggungjawabkan) kalau orang tidak
2019.
melakukan perbuatan pidana. Juga harus
2. Mengetahui dan menganalisia
dipahami, meskipun seseorang melakukan
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
perbuatan pidana, seseorang tersebut tidak
hukuman terhadap terdakwa pembunuhan
selalu dijatuhi hukuman. Dengan demikian
yang mengalami gangguan jiwa.
dalam suatu perbuatan pidana unsur melawan
hukum termasuk unsur yang menentukan
TINJAUAN PUSTAKA
seseorang dapat dijatuhi hukuman.
Tinjauan Sistem Peradilan Pidana. Tetapi apabila ada alasan yang
Hukum kepidanaan adalah sistem yang menghapuskan unsur melawan hukum itu
mengatur semua perbuatan yang tidak boleh 7
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia,,PT Raja
dilakukan (yang dilarang dilakukan oleh setiap Graindo Persada ,Jakarta, 2004, hlm. 39
8
Ibid.,hlm.47
warga Indonesia disertai sanksi yang tegas 9
Osman Simanjuntak, Teknik Peumusan Perbuatan
Pidana Dan Azaz-azaz Hukum, Puslitbank Kejagung
bagi setiap pelanggar aturan pidana tersebut RI, Jakarta, 1997, hal 168
maka perbuatan seseorang itu biarpun telah kepadanya karena kurang sempurna akalnya
memenuhi semua unsur-unsur dalam atau karena sakit berubah akal tidak boleh
perbuatan pidana tersebut atau sudah sesuai dihukum.
dengan lukisan delik, maka perbuatan pidana
tadi bukan lagi perbuatan pidana yang dapat Pasal 44 (2) berbunyi :
dihukum. Hubungan dengan alasan yang Jika nyata perbuatan itu tidak dapat
dipertanggunjawabkan, menempatkan dia
menghapuskan kesalahan dimana seseorang
dirumah sakit gila selama satu tahun untuk
telah melakukan dan unsur-unsur objektif telah diperiksa.
terpenuhi apabila ada alasan yang
Dengan demikian hukum pidana tidak
menghapuskan kesalahan ini karena pasal 44
dapat menuntut pertanggugjwaban hukum
KUHP, maka kesalahannya dihapuskan. Maka
terhadap orang yang kurang sempurna akalnya
disini perbuatan pidana tetap ada karena unsur-
atau sakit berubah akal, yang dimaksud
unsur sudah terpenuhi, hanya saja pelaku tidak
dengan kurang sempurna akal disini yaitu yang
dijatuhi hukuman karena ada alasan pemaaf
berhubungan dengan daya berfikir,
maka dalam hal ini bukan unsur yang tidak
kecerdasan, maka dianggap sebagai orang
terbukti tetapi elemen (unsur Subjektif).10
yang kurang sempurna akalnya.
Pada orang gila yang melakukan tindak
pidana pembunuhan, perbutan ini sudah
Tinjauan Tindak Pidana Pembunuhan
memenuhi delik pasal 340 KUHP, Namun
Pengertian Tindak Pidana
Perbuatan ini tidak dipertanggungjawabkan
kepada orang gila tetrsebut, dikarenakan
Tindak Pidana adalah tindakan yang tidak
jiwanya sakit maka dia melakukan
hanya dirumuskan dalam undang-undang
perbuatannya dalam keadaan tidak sadar
pidana sebagai kejahatan atau tindak pidana,
karena fungsi batinnya abnormal.
tetapi juga dilihat dari pandangan tentang
Maka ia tidak mempunyai kesalahan
kejahatan, devisi (penyimpangan dari
sekalipun perbuatannya sesuai dengan
peraturan Undang-Undang Dasar 1945) dan
rumusan delik pasal 340 KUHP. Di didalam
kualitas kejahatan yang berubah-ubah.11
hukum pidana terdapat pengecualian
Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang
hukuman terhadap orang yang mengalami
dilarang oleh Hukum dan diancam dengan
gangguan kejiwaan atau gila yaitu dijelaskan
dalam KUHP Pasal 44 :
Pasal 44 (1) berbunyi :
“ Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan
yang tidak dapat dipertangungjawabkan
11
Arif Gosita, 1983. Hukum dan Hak-hak anak.
10
Ibid.,hlm. 169 Rajawali. Bandung hlm 42.
pidana barang siapa yamg melanggar terhadap nyawa dari Pasal 338 sampai dengan
12
Larangan tersebut Pasal 350 KUHP, adapun bunyi Pasal 338
KUHP adalah sebagai berikut: “
Pengertian Pembunuhan
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang
Tindak pidana pembunuhan dalam KUHP
lain, diancam, karena pembunuhan, dengan
disebut juga sebagai kejahatan terhadap
pidana penjara paling lama lima belas tahun”15
nyawa. Kejahatan terhadap nyawa ialah
kejahatan yang dilakukan berupa penyerangan Tindak pidana pembunuhan dalam KUHP

terhadap nyawa orang lain. Obyek dari disebut juga sebagai kejahatan terhadap

kejahatan ini adalah nyawa manusia, jadi nyawa. Obyek dari kejahatan ini adalah nyawa

dalam hal ini suatu perbuatan dapat disebut manusia.jadi dalam hal ini suatu perbuatan

sebagai tindak pidana pembunuhan apabila dapat disebut sebagai tindak pidana

korbannya adalah manusia,bukan hewan atau pembunuhan apabila korbannya adalah

sejenisnya.13 manusia, bukan hewan atau sejenisnya. Dalam

Perkara nyawa sering disinomin dengan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain

“jiwa”. Pembunuhan adalah suatu perbuatan terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi,

yang dilakukan sehingga menyebabkan yaitu:

hilangnya seseorang dengan sebab perbuatan a) Adanya wujud perbuatan;


menghilangkan nyawa. Dalam KUHPidana b) Adanya suatu kematian (orang lain);
Pasal 338-340 menjelaskan tentang c) Adanya hubungan sebab akibat antara
pembunuhan atau kejahatan terhadap jiwa perbuatan dan kematian.
orang. Kejahaan ini dinamakan “makar mati”
atau pembunuhan (doodslag)14 Tindak pidana terhadap nyawa dapat
dibedakan dalam beberapa aspek berdasarkan
Didalam hukum positif Indonesia tindak KUHP,yaitu:16
pidana pembunuhan diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 1. Tindak pidana pembunuhan biasa, diatur
Buku Kedua Bab XIX tentang kejahatan dalam pasal 338 KUHP.
2. Tindak pidana pembunuhan yang
12
Moeljanto, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggung dikualifikasi/pemberatan, diatur dalam
jawaban Dalam Hukum pidana. Jakarta
hlm 2. pasal 339 KUHP.
13
Ach Novel dan Moh. Anwar” Studi Komperatif 15
Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Menurut Kitab R.Soesilo, 1988, Kitab Undang-Undang Hukum
Undang-Undang Hukum Islam” Jurnal, Fak. Hukum Pidana, Politeia, Bogor, h. 240
Universitas Wiraraja Sumenep, hlm.7.
16
Tersedia pada :
14 https://seniorkampus.blogspot.com/2017/08/jenis-jenis-
Leden Marpaung, 1999, Tindak Pidana Terhadap
Nyawa dan Tubuh, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 4 tindak-pidana-pembunuhan.html diakses pada hari
Jum’at tanggal 10 Januari 2020 pukul 21:01 WIb
3. Tindak pidana pembunuhan berencana, jiwa adalah individu yang mengalami gangguan
diatur dalam pasal 340 KUHP. (gangguan jiwa).
4. Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang
atau anak, diatur dalam pasal 341, 342, dan
selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang
343 KUHP.
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,
5. Tindak pidana pembunuhan atas
dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk
permintaan korban, diatur dalam pasa] 344
sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku
KUHP.
yang bermakna, serta dapat menimbulkan
6. Tindak pidana pembunuhan terhadap diri
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan
sendiri, diatur dalam pasal 345 KUHP.
fungsi orang sebagai manusia19

Pengertian Gangguan Jiwa Psikiatri dan hukum memiliki pola pendekatan

Gangguan jiwa biasanya dianggap sebagai aib, yang berbeda terhadap perilaku manusia.

hal tersebut merupakan stigma yang harus Hukum memandang tingkah laku dari data dan

dihapuskan. Stigma adalah tanda atau ciri yang keadaan yang disadari di mana tingkah laku itu

menandakan pemiliknya (orang yang menjadi tangungjawab kriminal. Tetapi psikiatri

mengalami gangguan jiwa) membawa sesuatu menganggap tingkah laku yang melanggar

yang buruk dan oleh karena itu dinilai lebih hukum mungkin tidak hanya dilandasi oleh

rendah dibandingkan dengan orang normal.17 faktor yang disadari, tetapi mungkin juga

Merurut UU Republik Indonesia No.18 Tahun tingkah laku tersebut merupakan manifestasi

2014 Bab 1 Pasal 1, Kesehatan jiwa adalah dari gangguan psikis.20 Dalam menilai apakah

kondisi dimana seorang individu dapat orang dengan gangguan kejiwaan bisa

berkembang secara fisik, mental, spiritual dan bertanggungjawab terhadap perilakunya,

sosial sehingga individu tersebut menyadari terdapat perbedaan konsep dasar antara psikiatri

kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dan hukum. Pertama, penyakit otak (Disease of

dapat bekerja secara produktif, dan mampu the mind), kegilaan, ketidakwarasan (inanty),

memberikan kontribusi untuk komunitasnya.18 cacat jiwa adalah terminology hukum, bukan

Berdasarkan pengertian tersebut dapat terminology medis.

disimpulkan bahwa individu atau seseorang Berdasarkan beberapa jenisnya gangguan jiwa
yang tidak masuk dalam klasifikasi kesehatan dibedakan sebagai berikut:

17
Reza Erky Ariananda, Stigma Masyarakat Terhadap 1) Depresi .
Penderita Skizofrenia, (Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, 2015), hlm.
12. 19
UU No. 18 tentang kesehatan Jiwa, Pasal 1 Ayat (3)
18 20
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Ibrahim Nuhriawangsa, Psikiatri Forensik (Psikiatri
Kesehatan Jiwa, Pasal 1, Ayat 3, dalam Peradilan), Fakultas Kedokteran UNS,
Surakarta 2004, hlm. 4.
Depresi adalah suatu penyakit yang Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi
menyebabkan suatu gangguan dalam perasaan dalam memunculkan simtom depresi.22
dan emosi yang dimiliki oleh individu.
2) Kecemasan (Anxiety disorder)
Gangguan depresi juga dimengerti sebagai
suatu penyakit “tubuh yang menyeluruh” yang Gejala kecemasan merupakan gejala pada
meliputi tubuh, suasana perasaan (mood) dan situasi tertentu ataupun suatu rangkaian
perasaan. Gangguan ini berpengaruh terhadap kejadian, dan tidak terduga gejala yang
cara makan, tidur dan juga cara berfikir. Orang dominan bervariasi pada masing-masing
yang mengalami depresi tidak dapat begitu orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk
saja “memaksakan diri mereka sendiri” dan palpitasi, nyeri dada, perasaan tercekik, pusing
menjadi baik. Tanpa perlakuan yang baik kepala, dan perasaan yang tidak rill
gejala-gejala dapat bertahan setidaknya (depersonalisai atau derealisasi) adalah gejalah
beberapa minggu, bulan, atau bahkan beberapa yang lazim23
tahun. Oleh karena itu perlakuan yang sesuai
3) Skizofrenia
terhadap orang yang mengalami depresi akan
sangat membantu kesembuhannya21 Schizofrenia adalah ketidakmampuan untuk
melihat realita, kebingungan dalam
Bentuk-bentuk gangguan depresi pada
membedakan mana yang realita dan mana
umumnya dapat digolongkan menjadi dua
yang bukan realita. Gangguan jiwa dicirikan
yaitu depresi unipolar dan depresi bipoar.
dengan gangguan dalam proses berpikir
Depresi unipolar adalah depresi yang dicirikan
dimana terjadi distrosi yang berat terhadap
oleh suasana perasaan depresif saja sedangkan
kenyataan/realita. Misalnya penderita seolah-
depresi bipolar adalah gangguan depresi yang
olah melihat atau mendengar sesuatu padahal
dicirikan oleh pergantian antara perasaan
dalam kenyataanya tidak ada (mengalami
deprasif dan mania (bahagia). Faktor-faktor
halusinasi). Ini yang menyebabkan
yang menyebabkan munculnya simtom-
penderitanya seolah-olah berbicara, marah-
simtom depresi pada dasarnya dibagi menjadi
marah, atau tertawa sendiri padahal tidak ada
tiga, yaitu faktor bawaan/genetis, faktor
orang lain disekitarnya. Penderita schizofrenia
lingkungan yang meliputi pengalaman
juga sering tidak bisa diajak berkomunikasi
kehilangan, stres karena suatu peristiwa
karena kata-katanya menjadi kacau dan tidak
kehidupan dan keadaan internal individu yang
sesuai dengan isi pembicaraan. Ciri lainnya
utama adalah adanya perbedaan yang besar
adalah kehilangan kontrol dan integrasi
antara apa yang diharapkan denga kenyataan.
22
Ibid, hlm. 82
21 23
Siswanto, Kesehatan Mental, Konsep, Cakupan dan Ibrahim Nuhriawangsa, Psikiatri Forensik (Psikiatri
Perkembangan, Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET, dalam Peradilan), Fakultas Kedokteran UNS, Surakarta
2007, hlm. 72 2004,, hlm, 178
terhadap perilakunya sendiri, sehingga ekstrem, gangguan jiwa yang parah tau
misalnya dia memukul orang lain, mungkin penyakit cedera otak.26
dia merasa bahwa tangannya tidak bisa
5) Gangguan Mental Organik
dikuasai dan tangan itu memukul orang
tersebut dengan sendirinya atau ada kuasa lain Gangguan mental organik adalah gangguan
yang menggunakan tangannya di luar yang berkaitan dengan penyakit/gamgguan
kehendaknya.24 sitematik atau otak yang dapat didiagnosis
sendiri. Termasuk, gangguan mental
Gejala schizofrenia mencakup delusi dan
simtomatik, dimana pengaruh terhadap otak
halusinasi. Delusi adalah keyakinan yang salah
merupakan akibat sekunder dari
dan akan terus ada dalam pikiran walaupun
penyakit/gangguan sistematik di luar otak27,
bukti menunjukkan hal tersebut tidak memiliki
menurut pengertian tersebut berarti gangguan
dasar dalam realitas. Halusinasi adalah
mental organik merupakan gangguan yang
gangguan persepsi yang membuat seseorang
terjadi pada sistem saraf atau jaringan otak
dapat melihat sesuatu atau mendengar suara
yang mengalami kerusakan
yang tidak ada sumbernya, bisa berupa
halusinasi pendengaran, penglihatan, 6) Retardasi Mental
penciuman, pengecapan dan perabaan.25
Reterdasi Mental Adalah Suatu Keadaan
4) Gangguan Kepribadian. Perkembangan Jiwa yang terhenti atau tidak
lengkap, yang terutama ditandai oleh
Gangguan kepribadian adalah suatu proses
terjadinya kendala keterampilan selama masa
perkembangan, yang timbul pada masa kanak-
perkembangan, sehingga berpengaruh pada
kanak atau remaja dan berlanjut pada masa
tingkat kecerdasan secara menyeluruh,
dewasa, gangguan kepribadian bukan keadaan
misalnya kemampuan kognitif, bahasa,
skunder dari gangguan jiwa lain atau penyakit
motorik dan sosial28.
otak, meskipun dapat didahului bersamaan
dengan gangguan lain. Sebaliknya, perubahan 7) Gangguan Psikosomatik
kepribadian adalah suatu proses yang didapat,
Psikosomatik adalah suatu kondisi atau
biasanya usia dewasa, setelah stress berat atau
gangguan ketika pikiran memengaruhi tubuh,
berkepanjangan, deprivasi lingkungan yang
hingga memicu munculnya keluhan fisik.
Psikosomatik berasal dari dua kata, pikiran

26
Department Kesehatan RI. Pedoman penggilongan
dan diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, Diroktoral
24
Op.cit, hlm.83 Jenderal Pelayanan Medik, Jakata, 1993, hlm. 260
25 27
Yustinus Semiun: Kesehatan Mental 3, (Yogyakarta: Rusdi Maslim, op.cit.hlm 22
28
Penerbit Kanisius, 2005), hlm. 23-24 Ibid, hlm. 119
(psyche) dan tubuh (soma).29 Gangguan Pengertian metode penelitian adalah tatacara
psikosomatik tidak hanya terjadi pada orang bagaimana melakukan penelitian, metode
dewasa, tapi juga anak-anak. Penyebab utama penelitian membicarakan mengenai tata cara
gangguan psikosomatik pada anak berawal pelaksanaan penelitian.31. Metode merupakan
dari sikap dan hubungan orang tua dengan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu
anak. Selain itu, kurangnya pemahaman cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu
tentang kesehatan mental keluarga objek penelitian, sebagai upaya untuk
memungkinkan anak-anak bisa mengalami menemukan jawaban yang dapat
gangguan psikosomatik. dipertanggungjwabkan secara ilmiah dan
termasuk keabsahannya.32.
Jenis Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan metode
Jenis penelitian yang digunakan oleh
preskriptif. Penelitian preskriptif, yaitu suatu
peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
hukum normatif (study putusan/ dokumen)
saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan
atau dikenal juga sebagai penelitian hukum
untuk mengatasi masalah-masalah tertentu33.
doktrinal, yaitu pendekatan yang
Penelitian hukum ini menggunakan metode
menggunakan konsep legitis positivis. Konsep
preskriptif, karena menganalisa penerapan
ini memandang hukum identik dengan norma
hukum materil oleh Majelis Hakim yang
tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh
tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri
lembaga atau pejabat yang berwenang. Selain
Kepahiang Nomor : 10/Pid.B/2019/ PN/KPH.
itu, konsep ini juga memandang hukum
sebagai sistem normative yang bersifat otonom Data Penelitian
tertutup dan terlepas dari kehidupan Jenis data dalam penelitian ini merupakan
30
masyarakat . Penulis memilih penelitian data sekunder dengan bahan hukum:
hukum normatif, karena yang diteliti adalah 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Putusan Majelis Hakim dalam Perkara pada (KUHP)
Pengadilan Negeri Kepahiang Nomor :
2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014
10/Pid.B/2019/PN.KPH.
Tentang Kesehatan Jiwa
Metode penelitian
3) Putusan Pengadilan Negeri Kepahiang
Nomor : 10/Pid.B/2019/ PN/KPH
29
Tersedia pada :
31
https://www.aladokter.com/mengenali-gangguan- Jonaedi Efendi, 2018, Metode Penelitian Hukum
psikosomatik-dan-cara-mengobatinya, diakses pada hari Normatif dan empiris, Pranadamedia Group, Depok,
jum’at tanggal 10 Januari 2020 Pukul 20:48 hal, 2
30 32
Rony Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Ibid, hal.3
33
dan Jurimetri Cetakan Ke Satu, Ghalia Indah, Jakarta, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum
1983. hlm.11. Universitas Indonesia, Jakarta, 1986. hlm. 15
4) Pendapat Hukum dari pihak penegak Hukum b. Wawancara (Interview) berdasarkan kasus
yang terkait dalam Putusan Pengadilan Negeri yang ada dengan pihak-pihak yang terkait
Kepahiang Nomor : 10/Pid.B/2019/ PN/KPH dengan masalah yang diteliti.

Sumber Data Penelitian Analisis Data


Sumber data penelitian yang diperoleh
Teknik analisis data yang dipergunakan
bersumber dari literatur, dokumen- dokumen,
peneliti dalam penelitian ini adalah teknik
buku, makalah, peraturan perundang-
analisis data yang bersifat content analysis
undangan, putusan Pengadilan Negeri, dan
yaitu teknik analisis data dengan cara
bahan-bahan tertulis lainnya yang berkaitan
mengkaji isi suatu data sekunder yang sudah
erat dengan objek yang akan dibahas.
dikumpulkan agar disusun, kemudian
Pengumpulan Data
dijelaskan dari materi perundang-undangan.
Pengumpulan Data hukum yang digunakan Pada penelitian hukum normatif, maka
penulis dalam penelitian ini adalah studi pengolahan data pada hakikatnya berarti
kepustakaan (library research) dan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi
wawancara kepada para pihak yang terkait terhadap bahan hukum tertulis untuk
dalam perkara Putusan Pengadilan Negeri mempermudah pekerjaan analisa dan
Kepahiang Nomor : 10/Pid.B/2019/ PN/KPH. kontruksi34
Dalam studi pustaka tersebut peneliti
Kemudian Data yang berupa bahan-bahan
melakukan inventarisasi bahan hukum primer
hukum yang telah diperoleh disajikan dalam
dan bahan hukum sekunder yang masih
bentuk teks naratif, uraian-uraian yang disusun
relevan dengan isu hukum yang diteliti.
secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam
Setelah data dikumpulkan dan dianalisa
arti keseluruhan data yang diperoleh akan
apakah data yang diperoleh bertentangan atau
dihubungkan satu dengan yang lainnya
sudah sesuai degan peraturan perundanga-
disesuaikan dengan pokok permasalahan yang
undangan yang berlaku, kemudian dilakukan
diteliti sehingga merupakan satu kesatuan
teknik pengumpulan data dengan cara :
yang utuh.
a. Studi kepustakaan (Library Research) yaitu
PEMBAHASAN
dengan mempelajari materi-materi bacaan
Penerapan Hukum Materil Terhadap
berupa buku-buku karangan ilmiah, dan
Terdakwa Pembunuhan Yang Mengalami
peraturan Perundang-undangan yang
Gangguan Jiwa.
berlaku.

34
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian
Hukum, Universitas Islam Indonesia Perss, Jakarta, h.
251
Berdasarkan putusan No: 10/ acara pemeriksaan dan dakwaaan pada surat
Pid.B.2019/PN.KPH maka dapat kita lihat dakwaan yang diajukan sebelum dimulainya
penerapan hukum materil telah sesuai dengan persidangan dan juga hakim menerapkan
ketentuan baik secara formil maupun secara hukum pidana materil sesuai dengan keadaan
materil yang bisa menjadi syarat dipidananya pada saat jalanya persidangan, sepeti melihat
seseorang. Atas dasar hasil pemeriksaan kondisi terdakwa saat berkomunikasi dan
persidangan bukti yang diajukan dan berhadapan dengan hakim dipersidangan
keterangan saksi-saksi telah sesuai sehingga apakah terdakwa bisa menjawab semua
dapat menujukan dan menggambarkan telah bertanyaan hakim degan secara sadar dan logis
terjadinya pelanggaran tindak pidana yang atau tidak untuk menambah keyakinan hakim
dilakukan oleh Terdakwa Rheci Argashi Als terhadap terdakwa untuk menerapkan hukum
Reci Bin Hamidi. yang tepat untuk terdakwa”, dari hasil
Dalam penerapan hukum pidana materil wawancara diatas dapat diketahui bahwa
terdakwa Rheci Argashi Als Reci Bin Hamidi dalam penerapan hukum pidana materilnya,
didakwa tiga Pasal Alternatif oleh Jaksa Hakim memeriksa dan memutus suatu perkara
penuntut umum yaitu pertama Pasal 340 telah sesuai dari apa yang dirumuskan dalam
KUHP, Kedua Pasal 338 KUHP dan Ketiga surat dakwaan, seorang terdakwa hanya dapat
Pasal 351 ayat (3) KUHP, untuk memperoleh dijatuhi hukuman karena telah terbukti
keterangan yang lebih lengkap mengenai melakukan tindak pidana seperti apa yang
penerapan hukum materil terhadap perkara didakwakan jaksa penuntut umum dalam
terdakwa dengan No : dakwaannya, namun selain dakwaan jaksa
10/Pid.B/2019/PN.KPH, penulis melakukan penuntut umum hakim dalam memutus
wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri perkara dapat juga memperhatikan hal-hal lain
Kepahiang selaku hakim anggota yang seperti kondisi kesehatan dan kondisi mental
menangani perkara tersebut, yaitu, bapak terdakwa pada saat persidangan sehingga
Yongki, S.H beliau menjelaskan : dalam memutus perkara hakim tidak hanya
“ penerapan hukum materil pada tindak berpatokan kepada hukum meteril yang
pidana pembunuhan hakim menerapkan berlaku tetapi juga berdasarkan keyakinan dan
hukum berdasarkan pemeriksaan dari hati nurani hakim itu sendiri sehingga
tingkatan tahap sebelumnya dipersidangan menimbulkan hukum tersendiri bagi terdakwa,
yaitu, dari tahap penyidikan hingga tahap khususnya bagi terdakwa yang mengalami
penuntutan hakim menerapkan dan gangguan jiwa meskipun secara materil
merumuskan hukum pidana materil yang akan dakwaan yang didakwa jaksa penuntut umum
diterapkan kepada terdakwa berdasarkan apa telah terpenuhi semua unsur-unsurnya.
yang telah tertuang sebelumnya sesuai berita
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Tebat karai Kab. Kepahiang telah terjadi
Hukuman Pidana Terhadap Terdakwa peristiwa pembunuhan;
Pembunuhan Yang Mengalami Gangguan 2. Bahwa yang menjadi korban pembunuhan
Jiwa adalah Hendri Safrudin Bin Tijak (Alm)
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan yang ditusuk disebelah dada bagian depan
Hukuman terhadap terdakwa didasarkan pada korban;
surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, alat 3. Bahwa pelaku pembunuhan adalah
bukti yang sah dan syarat subyektif dan terdakwa Rheci Argasi Als reci Bin Hamidi
obyektif seseorang dapat dipidana. Hakim 4. Bahwa pembunuhan yang dilakukan
Pengadilan Negeri Kepahiang yang memeriksa terdakwa dilakukan dengan menggunakan
dan mengadili perkara Nomor senjata tajam jenis pisau dengan panjang 25
10/Pid.B/2019/PN.KPH ini, setelah menelusuri (dua puluh lima) cm yang berujung runcing
dan menganalisa kembali secara seksama dan gagang terbuat dari kayu berwarna
hubungan serta persesuaian keterangan dari coklat.
para saksi, serta keterangan terdakwa, menurut 5. Bahwa dalam bukti surat visum et
ketentuan yang digariskan dalam Pasal 185 Revertum Nomor : 353/368/VR/1.2 Rumah
ayat (6) KUHAP, dikaitkan pula dengan Sakit Umum Daerah Kepahiang tanggal 26
barang bukti dan berkas perkara penyidikan Agustus 2018 atas nama Hendri Safrudin
maka Hakim memperoleh hal-hal yang kait Als Datuk Bin Tijak (Alm) yang
mengait dan saling menopang satu sama ditandatangani oleh Plt. Diektu RSUD
lainnya, berdasarkan mana Hakim Kepahiang d. Febi Nursanda dengan
menyimpulkan fakta-fakta hukum yang kesimpulan ; Os Meninggal dikarenakan
berkaitan dengan perkara putusan No. luka tusuk pada bagian dada depan yang
10/Pid.B/2019/PN. Kph mengenai organ dalam yang diakibatkan
oleh benda tajam.
Didalam putusan No.
6. Bahwa dalam bukti surat berupa Visum Et
10/Pid.B/2019/PN.Kph terdakwa Atas nama
Revertum Psychiatricum dari Rumah Sakit
RHECI ARGASI Als RECI Bin HAMIDI
Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu
Majelis hakim memutus perkara terdakwa
No: 4077/800/RSKJ/1.2/XI/2018 tanggal 6
Rheci Argasi Als Reci Bin Hamidi dengan
November 2018 atas nama Rheci Argasi
Pasal 44 ayat (1). (2) KUHP dengan
Bin Hamidi, dibuat dan ditandatangani oleh
petimbangan :
dr.Lucy Marturia Br Bangun,Sp.Kj., selaku
1. Bahwa pada hari Minggu tanggal 26 Psikiater yang pada pokoknya
Agustus 2018, sekitar pukul 18.00 Wib menyimpulkan bahwa Tersangka
bertempat di Desa peraduan binjai Kec. mengalami gangguan jiwa berat, yakni
adanya pikiran curiga dirinya dalam Wawancara Kepada Hakim Pengadilan
keadaan terancam; Negeri Kepahiang Yaitu Bapak Yongki, S.H
7. Bahwa berdasarkan diagnosa Ahli, Penjelasan Beliau Yaitu Sebagai Berikut :
Terdakwa menderita gangguan jiwa “Yang menjadi pertimbangan Hakim
Skhizofrenia paranoid yang bercirikan dalam memutus perkara No :
seperti orang normal, menjaga penampilan Pid.B/2019/PN.KPH adalah sesuai apa yang
dan kebersihan diri sehingga tidak terlihat telah tercantum dalam salinan putusan
seperti orang tidak mengalami gangguan Pid.B/2019/PN.KPH yaitu salah satunya
jiwa. hakim mempertimbangkan kondisi mental
8. Bahwa pada akhirnya Ahli bersama tim terdakwa saat berkomunikasi didalam
menyimpulkan bahwa Terdakwa persidangan yang tidak berkomunikasi seperti
mengalami gangguan jiwa berat orang yang sehat akalnya, sehingga hakim
(Skizofrenia Paranoid); berkeyakinan menyimpulkan terdakwa
Setelah mempertimbangkan keterangan mengalami gangguan jiwa serta dengan
Ahli dan dihubungkan dengan fakta adanya riwayat catatan pengobatan terdakwa
persidangan di atas Majelis Hakim sebelumnya pada RSJKO Bengkulu dan
berkeyakinan bahwa Terdakwa mengalami keterangan -ketarangan saksi serta keterangan
gangguan jiwa dimana terdapat halusinasi saksi ahli yang menerangkan terdakwa
pada diri Terdakwa yang sewaktu-waktu mengalami gangguan jiwa berat (skizofernia
berakibat pada hilangnya kesadaran Terdakwa, paranoid) dengan mempertimbangkan fakta-
oleh karenanya Terdakwa dipandang tidak fakta persidangan tersebut setelah melihat ke
memiliki kemampuan untuk menentukan Pasal 44 KUHP bahwa seseorang tidak dapat
kehendak menurut keinsyafan tentang baik dan dijatuhi hukuman dan dimintakan
buruknya perbuatan yang telah dilakukannya pertanggungjawabanya atas tindak pidana
sehingga dengan demikian Terdakwa tidak yang dilakukanya, setelah mengamati keadaan
mungkin dapat dimintai diri Terdakwa yang belum stabil maka setelah
pertanggungjawabannya sebab dinilai tidak mendapat saran dari tim psikiater dengan
memiliki kemampuan bertanggung jawab demikian Majelis Hakim memutuskan untuk
menurut hukum. melepaskan terdakwa dari segala tuntutan
Untuk Memperdalam Penjelasan Tentang hukum dan memerintahkan agar terdakwa
Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara menjalani Rehabilitasi selama 1 (satu) Tahun
Pidana Nomor Putusan Nomor : 10 pada RSJKO Soeprapto Bengkulu”.
/Pid.B/2019/PN.KPH dalam Perkara Atas
Penyakit gangguan kejiwaan merupakan
Nama Terdakwa Rheci Argashi Als Reci Bin
salah satu penyakit yang banyak terjadi di
Hamidi (Alm) Maka Penulis Melakukan
masyarakat Indonesia, namun masih banyak dengan semua unsur-unsurnya. Adapun
masyarakat yang belum mengenali dan rumusan Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-
mengindikasi adanya penyakit kejiwaan. Hal Undang Hukum Pidana adalah “Jika
ini disebabkan oleh penyakit kejiwaan adalah Mengakibatkan mati, diancam dengan pidana
penyakit yang tidak dapat dilihat namun penjara paling lama tujuh tahun”.
dapat diketahui dari gejala-gejala perilaku Adapun unsur-unsur dari Pasal 351 KUHP:
yang dialami pasien.
1. Barang siapa;
Orang dengan gangguan skizofrenia pada
2. Melakukan penganiayaan
hakikatnya tetap diakui sebagai subjek
3. Berakibat matinya orang lain
hukum, dimana subyek hukum merupakan
pendukung hak dan kewajiban yang Uraian lebih lanjut adalah sebagai berikut:

konsekuensinya dapat menuntut atau dituntut a. Unsur barang siapa:


subyek hukum lain di muka pengadilan.
Barang siapa adalah siapapun orangnya
Ketika orang dengan gangguan skizofrenia
sebagai subyek hukum pelaku dari tindak
melakukan suatu tindak pidana, untuk dapat
pidana yang didakwakan. Unsur ini
dimintai pertanggungjawaban pidana atas
dimaksudkan untuk meneliti lebih lanjut
perbuatannya tersebut maka ia haruslah
siapakah yang duduk sebagai terdakwa
memiliki kemampuan bertanggungjawab.
adalah benar-benar sebagai pelaku dari tindak
Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan pidana atau bukan, hal ini dimaksudkan
Negeri Kepahiang Nomor untuk menghindari adanya error in persona
10/Pid.B/2019/PN.KPH mempertimbangkan dalam menghukum seseorang. Berdasarkan
secara yuridis apakah dari hasil pemeriksaan Berita Acara Penyidikan di Kepolisian yang
di persidangan perbuatan Rechi Argasi Als berkaitan erat dengan surat dakwaan
Reci Bin Hamidi telah memenuhi atau tidak Penuntut Umum yang keseluruhan menunjuk
unsur-unsur dari pasal dakwaan ketiga pasal pada diri “Terdakwa” sebagai pelaku tindak
yang didakwakan oleh Penuntut Umum yaitu pidana, lebih lanjut dalam pemeriksaan di
“penganiayaan yang menyebabkan kematian” persidangan dengan memperhatikan identitas
sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (3) terdakwa, maka yang didakwa sebagai pelaku
KUHP. dalam perkara aquo adalah seseorang yang
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal bernama “Rechi Argashi Als Reci Bin
351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Hamidi” yang identitasnya sebagaimana
merupakan tindak pidana dalam bentuk tersebut dimuka, unsur barang siapa pada
pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu pokoknya mempersoalkan tentang subjek
delik yang telah dirumuskan secara lengkap hukum yang melakukan suatu tindak pidana
dan kepadanya dapat dimintai Minggu tanggal 26 Agustus sekira pukul
pertanggungjawaban hukum, tetapi 18.000 WIB yang bertempat Jalan Gang
disebabkan kondisi mental terdakwa PNPM Desa Peraduan Binjai Kec. Tebat
terdakwa Rheci Argashi als Reci Bin Hamidi karai Kab. Kepahiang. Berdasarkan uraian di
mengalami gangguan jiwa maka terdakwa atas, maka Majelis Hakim berpendapat
tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban bahwa unsur ke-dua yaitu unsur melakukan
atas tindak pidana yang dilakukannya. penganiayaan dinyatakan terpenuhi.

b. Unsur Melakukan Penganiayaan: c. unsur berakibat matinya orang lain


Terdakwa telah didakwa melakukan Unsur berakibat matinya orang lain, hakim
tindak pidana Penganiayaan yang
menjelaskan bahwa ternyata perbuatan
mengakibatkan kematian terhadap korban yang penusukan yang dilakukan oleh terdakwa telah
bernama Hendri Safrudin Bin Tijak (Alm) berakibat pada kematian korban Hendri
pada hari Minggu tanggal 26 Agustus 2018
sehingga hakim menilai unsur ketiga telah
sekira jam 18.00 Wib yang bertempat di Desa terpenuhi; hal itu didukung dengan surat hasil
Peraduan Binjai Kec. Tebat karai Kab. visum et revertum dari rumah sakit umum
Kepahiang; Surat Visum Et Revertum Nomor daerah Kepahiang Nomor :
353/368/VR/1.2 Rumah Sakit Umum Daerah 353/368/VR/1.2/tanggal 26 Agustus 2018 atas
Kepahiang tanggal 26 Agustus 2018 atas nama nama Hendri Safrudin Als Datuk Bin Tijak
Hendri Safrudin Als Datuk Bin Tijak (Alm) (Alm) yang ditandatangani oleh dr. Greisy
yang ditandatangani oleh Dokter Pemeriksa dr. Rivta selaku dokter Pemeriksa yang
Greisy Rivta dan diketahui oleh Plt. Direktur menyimpulkan bahwa korban meninggal
RSUD Kepahiang dr. Febi Nursanda dengan karena luka tusuk pada bagian dada depan
kesimpulan : Os meninggal dikarenakan luka yang mengenai organ dalam yang diakibatkan
tusuk pada bagian dada depan yang mengenai oleh benda tajam.
organ dalam yang diakibatkan oleh benda
tajam. Berdasarkan rangkaian unsur perbuatan
yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum
Berdasarkan keterangan saksi-saksi,
hakim berkesimpulan, dakwaan yang paling
keterangan terdakwa dan juga dikuatkan pula
tepat dan terbukti adalah dakwaan alternatif
dengan bukti surat berupa Visum et Repertum
ketiga jaksa penuntut umum, yaitu terdakwa
bahwa benar terdakwa telah melakukan
didakwa telah melanggar tindak pidana Pasal
penganiayaan terhadap korban Hendri
351 ayat (3 ) KUHP, oleh karena semua unsur
Safrudin Als Datuk Bin Tijak (Alm) yang
dari dakwaan di atas telah terbukti dan
merupakan masih memiliki hubungan
terpenuhi oleh perbutan terdakwa, maka
persepupuan dengan korban pada hari
dengan demikian Majelis Hakim berpendapat
bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan penyakit. Hakim dalam menjatuhkan putusan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengenai dapat dipertanggungjawabkan atau
“Penganiayaan”. tidaknya perbuatan terdakwa atas dasar
kuasanya dan dapat pula meminta nasehat
Penganiayaan pada umumnya diatur
dari ahli penyakit jiwa, karena untuk
dalam Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-
menentukan keadaan jiwa seseorang adalah
Undang Hukum Pidana menyatakan bahwa
kewenangan ahli penyakit jiwa, sedangkan
pemberian sanksi atau hukuman pidananya
hakim yang menentukan apakah perbuatan
adalah pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
pidana si pembuat berhubungan dengan
tahun. Kata “paling lama” menjelaskan
gangguan jiwa yang dialaminya. Keterangan
bahwa tidak menutup kemungkinan hakim
ahli tersebut dituangkan dalam visum et
akan memberikan sanksi pidana kurang dari 7
repertum. Visum et Repertum adalah hasil
tahun penjara.
pemeriksaan medis yang dilakukan oleh
Berdasarkan ketentuan Pasal 351 KUHP, seorang dokter atau sebuah tim dokter dan
maka seorang yang menderita skizofrenia ditujukan untuk kepentingan peradilan
yang sengaja merampas nyawa orang lain sebagai sarana pembuktian.
dapat dipidana, akan tetapi, perlu yang
Majelis Hakim dalam Putusan Nomor
disebut dengan alasan penghapus pidana.
10/Pid.B/2019/PN.KPH di Pengadilan Negeri
Skizofrenia lebih mengarah kepada alasan
Kepahiang menyatakan terdakwa Rechi
pemaaf, yang berhubungan dengan keadaan
Argashi Als Reci Bin Hamidi terbukti secara
si pelaku. Mengenai alasan pemaaf terdapat
sah dan meyakinkan bersalah melakukan
dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP:
tidak pidana “Penganiayaan yang berakibat
“Tiada dapat dipidana barangsiapa matinya orang lain”, akan tetapi Majelis
mengerjakan suatu perbuatan yang tidak Hakim menjatuhkan putusan untuk
dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, melepaskan terdakwa dari segala tuntutan
sebab jiwanya cacat dalam tumbuhnya hukum dan memerintahkan kepada Penuntut
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu Umum untuk menempatkan terdakwa di
karena penyakit.” Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu untuk
menjalani perawatan selama 1 (satu) Tahun.

Pada alasan pemaaf, tindak pidana Alasan Majelis Hakim menjatuhkan


dilakukan oleh seseorang diluar kesadarannya putusan tersebut karena perlu
sehingga perbuatannya dimaafkan oleh dipertimbangkan lebih lanjut mengenai
hukum, yaitu orang jiwanya cacat dalam seberapa pantas dan adil pidana yang
pertumbuhannya atau terganggu karena dijatuhkan mengingat bahwa suatu
pemidanaan harus pula memperhatikan Pertama, menentukan bagaimana keadaan
keadaan psikologis terdakwa pada saat jiwa si pelaku; hal ini selayaknya ditetapkan
melakukan perbuatannya tersebut. Oleh oleh seorang ahli, dalam hal ini seorang
karena itu hakim harus mencari dan psikiater. Kedua, menentukan hubungan
menemukan alasan-alasan yang masuk akal sebab-akibat antara keadaan jiwa tersebut
dan dapat diterima sehingga akan diperoleh dengan perbuatannya, penetuan ini oleh
suatu ukuran pemidanaan yang betul-betul seorang hakim.
mencerminkan rasa keadilan baik bagi Seseorang baru dapat dikatakan mampu
masyarakat maupun bagi terdakwa. Sebagai bertanggung jawab bila mana keadaan
ukuran untuk menemukan seberapa pantas jiwanya tidak terganggu oleh penyakit terus-
dan adil pidana yang akan dijatuhkan kepada menerus atau sementara, tidak cacat dalam
terdakwa. pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile) dan lain
Hakim selain mempertimbangkan tentang sebagainya, tidak terganggu (karena terkejut,
perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa, hypnotisme, amarah yang meluap), pengaruh
juga perlu mempertimbangkan faktor bawah sadar/reflexe beweging,
psikologis dan kejiwaan karena dalam teori melindur/slaapwandel, mengigau karena
hukum pidana telah menyebutkan bahwa demam/koorts dan lain sebagainya, dengan
untuk dapat dimintakan pertanggung jawaban kata lain dia dalam keadaan sadar, sedangkan
pidana atas seseorang pelaku, tidak hanya kemampuan jiwanya harus dapat menginsyafi
dilihat dari telah terbuktinya perbuatan hakekat dari tindakannya, dapat menentukan
melawan hukumnya saja, akan tetapi disisi kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah
lain harus pula dipertimbangkan apakah akan dilaksanakan atau tidak, dan dapat
terhadap perbuatan melawan hukum tersebut mengetahui ketercelaan dari tindakan
dapat dimintakan pertanggungjawaban tersebut.
pidana. Hakim mempertimbangkan ketentuan Seseorang baru akan dimintakan
dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP. pertanggungjawab pidana apabila perbuatan
Menurut Pasal 44 Ayat (1) KUHP, maka yang dilakukannya adalah bersifat melawan
hal tidak mampu bertanggungjawab adalah hukum dengan syarat didalamnya tidak ada
karena hal-hal tertentu yaitu jiwanya cacat unsur peniadaan sifat melawan hukum. Pada
dalam pertumbuhannya atau terganggu prinsipnya bahwa setiap orang yang telah
karena penyakit, dan sebagai akibatnya, ia memenuhi unsur yang telah dilarang oleh
tidak mampu untuk hukum pidana haruslah dapat dimintakan
mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. pertanggungjawaban pidana, namun ada
Ada dua hal yang perlu diperhatikan. kalanya tidak semua orang punya
kemampuan untuk dimintakan keterangan saksi tersebut juga dikuatkan
pertanggungjawaban pidana karena orang dengan diperkuat dengan adanya pendapat
tersebut tidak bisa dimintakan ahli yaitu dr. Lucy Marturia Br Bangun SpKj
pertanggungjawaban pidana. (psikiater di Rumah Sakit Jiwa Soeprapto
Bengkulu).
Menetapkan ada tidaknya hubungan
keadaan jiwa dengan perbuatannya itu Berdasarkan keterangan saksi-saksi di atas
merupakan wewenang hakim dan bukan ahli maka terdakwa Rechi Argashi Als Reci Bin
kejiwaan. Keterangan/pendapat yang Hamidi diketahui mengidap gangguan jiwa
diberikan oleh seorang ahli kejiwaan yang sifatnya kambuh-kambuhan. Terdakwa
(psychiater) dipersidangan tidak mengikat mengalami perasaan ketakutan dikejar-kejar
bagi hakim dalam menjatuhkan putusan, musuhnya hingga timbul halusinasi.
namun oleh karena hakim bukan seorang ahli Hakim menimbang bahwa dalam praktik
kejiwaan, maka hakim mempertimbangkan hukum, sepanjang si pembuat tidak
pendapat ahli tersebut guna memperkuat memperlihatkan gejala-gejala kejiwaan
keyakinannya. abnormal, keadaan jiwa tidak
Berdasarkan keterangan saksi kelima Enur dipermasalahkan. Sebaliknya ketika tampak
Hamidi Als Midi Bin Aminudin (ayah gejala-gejala abnormal, gejala- gejala itu
kandung terdakwa), saksi mengakui bahwa akan diselidiki apakah gejala-gejala yang
terdakwa sering menunjukan prilaku aneh tampak itu benar dan merupakan alasan
seperti sering melamun, kepala pusing dan pemaaf sebagaimana dimaksudkan oleh pasal
mengamuk dengan cara memukul pintu 44 Ayat (1) KUHP .
dinding rumah juga terdakwa mengaku Dalam kasus ini Majelis Hakim memiliki
mendapat bisikan ada orang yang akan keraguan atas kemampuan bertanggungjawab
membunuhnya, perilaku aneh terdakwa terdakwa Rechi Argashi Als Reci Bin Hamidi
tersebut diketahui sejak April 2017 saat karena terdakwa merupakan seorang
terdakwa dan istrinya masih hidup bersama di penderita gangguan jiwa sehingga Majelis
Rejang Lebong, istrinya pernah memberitahu
Hakim membutuhkan keyakinan untuk
bahwa terdakwa pernah meminum racun menetapkan kemampuan bertanggungjawab
nyamuk, terdakwa pada tanggal 28 Agustus terdakwa, keyakinan hakim tersebut haruslah
2017 pernah dibawa ke Rumah sakit Jiwa didukung oleh alat bukti. Adapun alat bukti
Soeprapto Bengkulu untuk diperiksa yang sah menurut Pasal 184 Ayat (1)
kesehatannya oleh dokte , dokter RSJKO KUHAP, alat bukti yang sah dapat diperoleh
Soeprapto Bengkulu menyebutkan terdakwa dari:
mengalami penyakit pada bagian syaraf,
1) Keterangan saksi
2) Keterangan ahli adalah menggambarkan keadaan jiwa pelaku
menurut apa adanya oleh seorang ahli.
3) Surat
Normatif, maksudnya adalah hakim yang
4) Petunjuk
menilai berdasarkan hasil pemeriksaan tadi,
5) Keterangan terdakwa tentang mampu atau tidak mampunya
Ketentuan dalam KUHAP yang menyatakan terdakwa dalam mempertanggungjawabkan
keterangan dokter sebagai saksi ahli di perbuatannya.
pengadilan tercantum dalam Pasal 120, 133 Pada kasus ini terdapat ahli kejiwaan yang
Ayat (1), dan 180. memeriksa kondisi kejiwaan terdakwa, ahli
Keterangan ahli ada dua jenis yaitu, lisan kejiwaan tersebut diajukan oleh Jaksa
yang disampaikan saksi ahli dalam Penuntut Umum. Keterangan ahli yaitu dr
kesaksiannya di dalam sidang pengadilan dan Lucy Marturia Br Bangun, Sp.Kj., yang
keterangan tertulis yang di dalam bidang memeriksa keadaan jiwa terdakwa dimana
kedokteran yang disebut Visum et Repertum. pada saat itu terdakwa berbicara tidak lancar
Visum et Repertum adalah hasil pemeriksaan seperti ada sesuatu yang dipikirkan dan
medis yang dilakukan oleh seorang dokter terkadang ada yang terhenti kemudian
atau tim dokter dan ditujukan untuk terkejut apabila diajak bicara kembali, wajah
kepentingan peradilan sebagai sarana terdakwa menumpul tidak seperti orang pada
pembuktian. Visum et Repertum dibuat biasanya, saksi ahli tidak bisa merasakan
berdasarkan hasil pemeriksaan medis uang emosi dari terdakwa, dan terdakwa
kemudian dituliskan sebagai laporan. menunjukan rasa takut yang berlebihan yang
tidak realistis. Ahli mendiagnosa bahwa
Alat bukti keterangan ahli kejiwaan
terdakwa mengalami gangguan psikotik
diperlukan untuk menerangkan mengenai
berupa skizofrenia jenis paranoid yang
kondisi mental terdakwa. Seorang ahli hanya
bercirikan seperti orang normal, menjaga
berhak mengatakan mengenai keadaan jiwa
penampilan, dan kebersihan diri sehingga
terdakwa pada saat melakukan tindak pidana
tidak seperti orang yang tida waras namun
adapun yang menetapkan adanya hubungan
apabila pikirannya dipancing maka akan
kausal antara keadaan jiwa tersebut dengan
muncul halusinasi.
tindak pidana yang dilakukan terdakwa
adalah hakim. Pada saat ditanyakan tentang masalah
pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa
Hal ini dikarenakan sistem yang dipakai
terhadap Korban Hedri, terdakwa bercerita
KUHP dalam menentukan tidak dapat
bahwa mendapat bisikan-bisikan lalu
dipertanggungjawabkannya seseorang adalah
berhalusinasi ada yang hendak membunuh
“Deskriptif normatif”, deskriptif maksudnya
dirinya. Sehingga menurut pendapat ahli Berkaitan dengan kemampuan
penyakit yang diderita oleh terdakwa bertanggungjawab, untuk adanya kemampuan
termasuk dalam kategori berat. bertanggungjawab harus ada kemampuan
untuk membeda-bedakan antara perbuatan
Ahli berpendapat pada saat terdakwa
yang baik dan yang buruk, membedakan-
melakukan pembunuhan terhadap Korban
bedakan mana perbuatan yang sesuai dengan
Hendri tersebut berada dalam keadaan yang
hukum dan mana yang melawan hukum serta
tidak normal/mengalami gangguan jiwa Ahli
adanya kemampuan untuk menentukan
menyarankan supaya terdakwa dimasukan ke
kehendaknya menurut keinsyafan tentang
rumah sakit jiwa untuk dirujuk ke psikiater
baik dan buruknya perbuatan tadi, jadi ada
guna mendapatkan perawatan atas gangguan
dua faktor untuk menentukan adanya
kejiwaan yang dialaminya yaitu skizofrenia
kemampuan bertanggungjawab yaitu faktor
jenis Paranoid.
akal dan faktor kehendak. Faktor akal yaitu
Keterangan saksi ahli dan timnya
dapat membedakan antara perbuatan yang
menyatakan bahwa terdakwa mengalami
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
gangguan kejiwaan kategori skizofrenia jenis
Faktor
5 perasaan atau kehendak yaitu dapat
Paranoid dengan gejala waham kejar, waham 2
menyesuaikan tingkah lakunya dengan
kebesaran dan halusinasi, Skizofrenia tipe
keinsyafan atas sesuatu yang diperbolehkan
paranoid merupakan tipe paling stabil dan
dan tidak diperbolehkan. Mengenai faktor
paling sering terjadi. Gejala yang paling
akal dan faktor kehendak pada penderita
menonjol pada skizofrenia jenis ini adalah
skizofrenia, dalam hal ini perlu diperhatikan
waham primer disertai dengan waham-
gejala penderita skizofrenia yaitu gejala
waham sekunder dan halusinasi.
primer dan gejala sekunder.
Pendapat ahli tersebut telah pula
Gejala primer berupa gangguan proses
dikuatkan dengan hasil Visum et Repertum
pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran),
Psychiatricum Nomor: 4077/800/RSKJ/2018
gangguan afek dan emosi, gangguan
tanggal 06 Nopember 2018 yang dibuat dan
kemauan. Mereka tidak dapat mengambil
ditandatangani oleh dr. Lucy Marturia Br.
keputusan dan tidak dapat mengambil
Bangun, Sp.Kj selaku selaku Psikater pada
tindakan dalam suatu keputusan. Gejala
Rumah Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu,
sekunder berupa waham (delusi) dan
setelah dilakukan pemeriksaan terhadap
halusinasi. Waham yang diderita penderita
terdakwa dan berkesimpulan terdakwa
skizofrenia sering tidak logis dan bizar.
mengalami gangguan jiwa berat, yakni
Tetapi penderita tidak memahami hal tersebut
adanya pikiran curiga dirinya dalam keadaan
dan menganggap bahwa wahamnya
terancam.
merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh melakukan tindak pidana tetap dapat
siapapun, sedangkan halusinasi timbul tanpa dijatuhi hukuman apabila tidak terdapat
ada penurunan kesadaran. Halusinasi yang hubungan antara keadaan jiwanya
paling sering pada penderita skizofrenia dengan perbuatan yang dilakukannya,
adalah halusinasi pendengaran, halusinasi dengan demikian hakim yang berkuasa
penciuman, halausinasi cita rasa. memutuskan tentang dapat atau tidaknya
terdakwa dipertanggungjawabkan atas
Ketidakmampuan untuk mengambil
perbuatannya itu, dengan meminta
keputusan karena terganggunya proses
nasihat dari ahli kejiwaan yang
berpikir serta munculnya waham dan
menentukan apakah benar pelaku
halusinasi, artinya pengidap skizofrenia tidak
mengalami gangguan jiwa atau tidak.
mampu dipertanggungjawabkan karena
Berdasarkan keterangan ahli kejiwaan
dalam diri pembuat adanya gangguan mental
terdakwa Rechi Argashi als Reci Bin Hamidi
yang menyebabkan tidak bekerjanya akal
mengalami gejala waham dan halusinasi.
secara normal sehingga pembuat tidak
Waham (delusi) adalah suatu keyakinan yang
mampu menentukan kehendaknya menurut
salah yang tidak dapat dijelaskan oleh latar
keinsyafan tentang baik dan buruknya
belakang budaya pasien ataupun
perbuatan.
pendidikannya; pasien tidak dapat diyakinkan
Skizofrenia ini adalah gangguan jiwa yang
oleh orang lain bahwa keyakinannya salah35
termasuk dalam gangguan psikosis, tepatnya
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang
psikosis fungsional. Gangguan yang
salah dimana tidak terdapat stimulus sensorik
termasuk dalam keadaan-keadaan
yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat
sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Ayat (1)
berwujud pengindraan kelima indra yang
KUHP adalah gangguan-gangguan yang
keliru, tetapi yang paling sering adalah
bersifat psikosis atau gangguan jiwa dan
halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi
bukan bersifat gangguan neurosis atau
penglihatan36,Contoh halusinasi: seseorang
gangguan syaraf, sehingga skizofrenia
merasa mendengar suara-suara yang
memenuhi syarat-syarat keadaan yang
mengajaknya bicara padahal kenyataannya
dimaksud dalam ketentuan Pasal 44 Ayat :
tidak ada orang yang mengajaknya bicara;
(1) KUHP, yaitu sebagai keadaan yang
terganggu karena penyakit. Berdasarkan 35
Arif, Iman Setiadi, Skizofrenia : Memahami
penjelasan tersebut maka skizofrenia Dinamika Keluarga Pasien. Bandung : Refika
Aditama,2006, hlm. 17
termasuk sebagai alasan penghapus
pidana yaitu alasan pemaaf, namun 36
Ibid, hlm 18
pelaku dengan skizofrenia yang
atau seseorang melihat sesuatu yang pada dapat dipersalahkan karena berbuat
kenyataannya tidak ada, pada kasus terdakwa demikian37
Rechi Argashi Als Reci Bin Hamidi Penjelasan di atas menunjukkan bahwa
halusinasi yang muncul adalah adanya unsur kesalahan tidak dapat ditemukan pada
bisikan akan orang yang hendak orang yang jiwanya sakit dan tidak normal
membunuhnya. meskipun telah melakukan perbuatan yang
Penyakit yang diderita oleh terdakwa dilarang karena penilaiannya terhadap suatu
termasuk dalam kategori berat. Hakim perlu keadaan berbeda dengan orang normal.
mempertimbangkan mengenai hubungan Orang tersebut tidak dapat dicela atas
gangguan kejiwaan yang dialami pelaku perbuatannya.
dengan tindak pidana yang dilakukan dengan Mengenai unsur kesalahan dalam kasus
memperhatikan Pasal 44 KUHP, selain itu Rechi Argashi Bin Hamidi, seperti yang
juga memperhatikan unsur-unsur sudah dipaparkan pada penjelasan
pertanggungjawaban yaitu adanya unsur sebelumnya bahwa perbuatan terdakwa telah
kesalahan, unsur mampu bertanggung jawab terbukti memenuhi unsur pasal yang
dan unsur tiada alasan penghapus pidana. didakwakan yaitu Pasal 351 ayat (3) KUHP,
Kesalahan adalah adanya keadaan psikis namun ahli kejiwaan dalam hasil
yang tertentu pada orang yang melakukan pemeriksaannya menjelaskan bahwa
perbuatan pidana dan adanya hubungan terdakwa melakukan penganiayaan yang
antara keadaan tersebut dengan perbuatan menyebabkan kematian terhadap Korban
yang dilakukan sehingga orang itu dapat Hendri tersebut berada dalam keadaan yang
dicela karena melakukan perbuatan tadi. tidak normal/mengalami gangguan jiwa.
Terdakwa mendapat bisikan-bisikan bahwa
Orang dengan ganguan gila, meskipun
korban Hendri ” yang hendak membunuh
sudah dewasa, tetapi jiwanya sakit, tidak
dirinya, lalu terdakwa membunuh korban
normal, sehingga apa yang dipikirkan, apa
Hendri yang dianggapnya sebagai musuhnya.
yang diinsafi ketika menyerang, tidak
Berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim
mungkin disamakan dengan penginsafan
berkeyakinan bahwa terdapat keterkaitan
orang normal, orang yang demikian pun
antara kondisi kejiwaan terdakwa dengan
fungsi batinnya tidak normal, sehingga
pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa
ukuran-ukuran yang berlaku dalam
terhadap korban Hendri, sehingga terdakwa
masyarakat tidak sesuai baginya, maka tidak
37
Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana
indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2016, hlm 169-
173
Rechi Argashi Als Reci Bin Hamidi tidak 2. Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat
memenuhi unsur kesalahan karena dipertanggungjawabkan padanya
perbuatannya tidak dapat dicela. Hal ini disebabkan karena jiwanya cacat dalam
dikuatkan juga berdasarkan pertimbangan tumbuhnya atau terganggu karena
Majelis Hakim yang menjelaskan bahwa penyakit, maka hakim dapat
“pada dasar-dasar peniadaan kesalahan, memerintahkan supaya ornag itu
tindakan tersebut masih tetap bersifat dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa,
melawan hukum, tetapi tiada kesalahan pada paling lama satu tahun sebagai waktu
pelaku atau kesalahan pelaku ditiadakan percobaan.
kerena sesuatu keadaan tertentu yaitu karena 3. Ketentuan tersebut dalam Ayat 2 hanya
jiwanya seseorang yang cacat dalam berlaku bagi Mahkamah Agung,
pertumbuhan atau terganggu jiwanya karena Pengadilan Tinggi dan Pengadilan
sakit (verstandelijke vemogens/geest Negara.”
vermogens)”.
Pasal 44 Ayat (1) KUHP tidak
Berdasarkan keterangan ahli tersebut
merumuskan arti tidak mampu
Majelis Hakim berkeyakinan bahwa terdakwa
bertanggungjawab, melainkan hanya
tidak memiliki kemampuan untuk dimintakan
menyebutkan tentang dua macam keadaan
pertanggungjawaban pidana karena pada diri
jiwa orang yang tidak mampu
terdakwa terganggu jiwanya karena penyakit
bertanggungjawab terhadap perbuatan yang
yaitu berupa skizofrenia jenis paranoid
dilakukannya, sedangkan keadaan orang yang
dengan gejala waham kejar, waham
mampu bertanggungjawab tidak dijelaskan,
kebesaran dan halusinasi yang telah
maka dari ketentuan pasal 44 Ayat (1) KUHP
berlangsung satu tahun atau lebih.
dapat disimpulkan bahwa orang yang mampu
Pengaturan mengenai kemampuan bertanggungjawab atas perbuatannya ialah
bertanggungjawab di Indonesia hanya apabila dalam berbuat itu tidak terdapat dua
dijelaskan dalam Pasal 44 KUHP, yang keadaan sebagaimana diterangkan dalam
berbunyi: pasal 44 Ayat (1) KUHP.
1. Barangsiapa melakukan perbuatan yang Pada MvT ada keterangan mengenai
tidak dapat dipertanggungjawabkan ketidakmampuan bertanggungjawab ialah:
padanya, disebabkan karena jiwanya cacat
1. Apabila si pembuat tidak ada kebebasan
dalam tumbuhnya (gebrekkig
untuk memilih antara berbuat dan tidak
ontwikkeling) atau terganggung karena
berbuat mengenai apa yang dilarang atau
penyakit, tidak dipidana.
diperintahkan oleh Undang- undang; dan
2. Apabila si pembuat berada dalam suatu dipidana, akan tetapi faktor itu dipakai
keadaan yang sedemikian rupa, sehingga sebagai pertimbangan berat ringannya
dia tidak dapat menginsyafi bahwa pemidanaan.
perbuatannya itu bertentangan dengan Berdasarkan penjelasan tersebut maka
hukum dan tidak dapat menentukan akibat skizofrenia jenis Paranoid yang dialami
perbuatannya. terdakwa Rechi Argashi Als reci Bin Hamidi
Jika penjelasan di atas dicermati maka di merujuk pada pengertian keadaan tidak
dalam MvT juga tidak menjelaskan arti dari mampu bertanggungjawab untuk sebagian
mampu bertanggungjawab, melainkan sebagaimana yang dijelaskan di atas yaitu
sekedar menyebutkan dua keadaan dimana penyakit yang berupa senantiasa dikejar-
seseorang dianggap tidak memiliki kejar/diuber-uber (achtervolgingswaan) oleh
kemampuan bertanggungjawab. musuh-musuhnya, karena menurut hasil
Pada ilmu hukum pidana terdapat keadaan pemeriksaan dari ahli bahwa skizofrenia jenis
tidak mampu bertaanggungjawab untuk Paranoid yang timbul pada terdakwa diawali
sebagian dan kekurangan kemampuan untuk dengan tanda-tanda halusinasi, selalu
bertanggungjawab. Tidak mampu waspada, kelihatan ketakutan karena ada ”
bertanggungjawab untuk sebagian tersebut yang hendak membunuhnya, namun Majelis
antara lain kleptomanie, pyromanie, Hakim memutuskan bahwa terdakwa tidak
claustrophobie, penyakit yang berupa ada kemampuan untuk dimintakan
perasaan senantiasa dikejar-kejar/diuber-uber pertanggungjawaban pidana karena pada
(achtervolgingswaan) oleh musuh- dasarnya keadaan tidak mampu
musuhnya38 bertanggungjawab untuk sebagian adalah
sama artinya dengan tidak memiliki
Mereka yang mengalami penyakit tersebut
kemampuan bertanggungjawab, yaitu apabila
dapat tidak dipertanggungjawabkan atas
terdapat hubungan antara gangguan jiwa yang
perbuatannya, apabila perbuatannya tersebut
dialami terdakwa dengan perbuatan
tidak ada hubungannya dengan penyakit itu.
pidananya maka ia tidak dapat dijatuhi
Kalau antara penyakit dan perbuatannya ada
hukuman pidana sebagaimana diatur dalam
hubungannya maka mereka tetap dapat
Pasal 44 Ayat (2) KUHP. Tidak mampu
dipidana, sedangkan “kurang mampu
bertanggungjawab untuk sebagian dan
bertanggungjawab”, terdakwa tetap dianggap
kekurangan kemampuan bertanggungjawab
mampu bertanggungjawab dan dapat
tersebut secara implisit sudah diatur dalam
38
Dewa Made Suartha, 2015, Hukum dan Sanksi Adat
Persfektif Pembaharuan Hukum Pidana, Setara Press, ketentuan Pasal 44 Ayat (1) KUHP.
Malang,, hlm 61-62
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka yang bermakna adanya pemisahan antara
ditemukan hal-hal yang dapat dijadikan sanksi pidana dengan sanksi tindakan.
alasan penghapus pidana yaitu alasan pemaaf Perkembangan sistem hukum inilah yang
yang dapat menghilangkan sifat melawan memperkenalkannya tindakan sebagai
hukumnya dari perbuatan terdakwa. Alasan alternatif lain dari pidana pokok terutama
pemaaf tersebut adalah terdakwa mengalami pidana penjara. Sanksi tindakan lebih bersifat
gangguan kejiwaan kategori skizofrenia antisipatif terhadap pelaku perbuatan
dengan jenis paranoid yang menyebabkan dibandingkan sanksi pidana yang bersifat
jiwanya terganggu, tidak sempurna akalnya reaktif terhadap suatu perbuatan. Fokus
atau tidak normal, selain itu ditemukan juga sanksi pidana tertuju pada perbuatan seorang
bahwa terdakwa tidak ada kemampuan untuk lewat pengenaan penderitaan agar yang
dimintakan pertanggungjawaban pidana, bersangkutan menjadi jera, sedangkan fokus
dengan demikian terhadap terdakwa unsur- saksi tindakan adalah pada upaya pemberian
unsur pertanggungjawaban pidana antara lain pertolongan agar pelaku berubah/sembuh,
unsur adanya kesalahan, unsur mampu jadi sanksi pidana lebih menekankan unsur
bertanggung jawab dan unsur tiada alasan pembalasan dan merupakan penderitaan yang
penghapus pidana, tidak ada yang terpenuhi. sengaja dibebankan kepada seorang
Adanya kemampuan bertanggungjawab tidak pelanggar, sedangkan sanksi tindakan berasal
terbukti, sehingga kesalahan tidak ada, dan dari ide dasar perlindungan masyarakat dan
pidana tidak dapat dijatuhkan, berdasar atas pembinaan atau perawatan si pembuat.
asas ”tidak dipidana jika tidak ada Tindakan terdakwa Rechi Argashi Als
kesalahan”.
Reci Bin Hamidi telah memenuhi unsur-
Orang yang tidak mampu unsur pasal 351 ayat (3) KUHP. Terdakwa
bertanggungjawab karena jiwanya tidak telah terbukti secara sah dan meyakinkan
normal, dianggap berbahaya bagi masyarakat, melakukan Penganiayaan yang menyebabkan
karena itu dalam Pasal 44 Ayat (2) KUHP kematian korban Hendri. Hal tersebut juga
hakim diberikan wewenang untuk telah didasarkan pada alat-alat bukti dan
memerintahkan agar terdakwa ditempatkan keterangan saksi di dalam persidangan. Ini
dalam rumah sakit jiwa selama waktu merupakan syarat terlarang/perbuatan pidana
percobaan satu tahun. Berdasarkan pasal (actus reus), namun terdakwa tidak dapat
tersebut maka hakim dapat memilih untuk dicela karena berdasarkan keterangan ahli
memberikan sanksi tindakan terhadap yang diajukan oleh Penuntut Umum
terdakwa yaitu berupa perintah untuk dirawat ditemukan alasan pemaaf dalam diri terdakwa
di rumah sakit jiwa. Perkembangan hukum dan hakim menyatakan bahwa perbuatan
modern mengenal istilah double track system terdakwa berhubungan dengan sakit jiwanya.
Doktrin mens rea disebut sebagai dasar dari terdakwa Rechi Argashi Als Reci Bin Hamidi
hukum pidana, dan dalam praktek bahkan terbukti sah dan meyakinkan telah melakukan
ditambahkan orang bahwa tindak pidana Penganiayaan yang
pertanggungjawaban pidana menjadi lenyap menyebabkan kematian namun perbuatan
jika ada salah satu dari keadaan-keadaan atau terdakwa berhubungan dengan gangguan
kondisi-kondisi memaafkan itu (Roeslan jiwanya dan perbuatan tersebut tidak
Saleh, 1982:21), maka berdasarkan memenuhi unsur-unsur pertanggungjawaban
penjelasan tersebut terdakwa tidak dapat pidana. Terdakwa melakukan tindak pidana
dijatuhi hukuman. tersebut pada saat skizofrenia jenis paranoid
yang dideritanya kambuh. Keadaan kejiwaan
Pada perkara di atas ahli kejiwaan
Rechi Argashi Als Reci Bin Hamidi
menyarankan supaya terdakwa dimasukan ke
memenuhi unsur keadaan tidak mampu
rumah sakit jiwa untuk dirujuk ke psikiater
bertanggungjawab dalam Pasal 44 Ayat (1)
guna mendapatkan perawatan atas gangguan
KUHP, sehingga berdasarkan Pasal 44 Ayat
kejiwaan yang dialaminya yaitu dengan
(2) KUHP terdakwa tidak dapat dimintakan
terapi dan minum obat guna menekan
pertanggungjawaban pidana dan hanya dapat
syarafnya supaya halusinasinya hilang.
dijatuhi sanksi tindakan.
Adapun lamanya terdakwa harus dirawat di
rumah Sakit Jiwa hanya 1 (satu) tahun untuk Hal yang sama diputus Majelis Hakim
diobservasi dan guna mengetahui kondisinya. dalam terdakwa Pembunuhan Atas Nama
Namun selanjutnya terdakwa diperbolehkan Dodi Bin Sainudi (Alm ) yang membunuh
untuk pulang dan pengobatan lebih lanjut korbannya dengan memutilasi korban pada
bisa dilakukan secara berobat jalan. tahun 2018 dalam perkara putusan No.
Berdasarkan saran tersebut Majelis Hakim 40/Pi.d/2018/PN.KPH Majelis hakim juga
menjatuhkan putusan untuk melepas memutus terdakwa untuk menjalani
terdakwa dari segala tuntutan hukum dan Rehabilitas selama 1 (satu) tahun di RSJKO
menjatuhkan sanksi tindakan yaitu Bengkulu berdasarkan Pasal 44 KUHP.
memerintahkan kepada Penuntut Umum Berhasil tidaknya suatu proses penegakan
untuk menempatkan terdakwa di Rumah hukum bergantung pada penerapan Hukum
Sakit Jiwa Soeprapto Bengkulu untuk pidana, yang mana peran penegak hukum
menjalani perawatan selama 1 (satu) tahun. dapat mengaktualisasikan dalam kehidupan
Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan nyata dengan baik.
Negeri Kepahiang Nomor Surat dakwaan merupakan dasar
10/Pid.B/2019/PN.KPH tersebut pada pemeriksaann dalam sidang pengadilan, surat
dasarnya sudah tepat karena meskipun dakwaan dibuat oleh jaksa penuntut umum
setelah menganalisa dan mempelajari berita persyaratan formil secara teknis, seperti
acara pemeriksaan oleh penyidik yang dimaksud dalam Pasal 143 Ayat (2) KUHP,
disahkan dengan tanda tangan penyidik, yaitu surat dakwaan harus memuat tanggal dan
setelah menganalisa berita acara pemeriksaan ditandatangani oleh penuntut umum serta
jaksa penuntut umum dapat menyimpulkan mecakup identitas lengkap terdakwa, dan
dakwaan apa yang tepat untuk didakwakan terdapat uraian secara terperinci, lengkap, dan
kepada terdakwa, setelah membacakan jelas mengenai tindak pidana yang
dakwaannya jaksa penuntut umum harus didakwakan dengan adanya waktu dan tempat
mempersiapkan tuntutan apa yang harus pidana itu terjadi.
dijatuhkan kepada terdakwa di dalam Hakim dalam memeriksa perkara
persidangan, tuntutan tersebut dituangkan pidana berupaya mencari dan membuktikan
jaksa penuntut didalam surat tuntuan kebenaran materil berdasarkan fakta-fakta
berdasarkan fakta-fakta persidangan dan yang terungkap dalam persidangan dan
keterangan yang diperoleh dipersidangan, menjadikans surat dakwaan jaksa penuntut
dalam membuat dakwaan dan tuntutan jaksa umum sebagai dasar pedoman. Pada dasarnya
penuntut umum harus yakin akan tindak Hakim dalam memutusakan perkara Rheci
pidana yang dituntutkan kepada terdakwa agar Argashi Als reci Bin Hamidi hakim
tuntutan tersebut dapat dibuktikan kebenaran mempertimbangkan kodisi mental terdakwa
dan ketepatannya, sehingga dapat menjerat yang dianggap tidak dapat bertanggungjawab
terdakwa dan menjatuhkan pidana terhadap atas perbuatan yang dia lakukan sehingga
terdakwa. hakim menerapkan ketentuan pasal 44
Dalam memeriksa suatu perkara hakim KUHPidana dalam menjatuhkan hukuman
semestinya tidak boleh mengambil keputusan bagi terdakwa, yaitu hakim menjatuhkan
yang menyimpang dari apa yang dirumuskan terdakwa dengan Pasal 44 (1), (2) Kuhp pidana
dalam surat dakwaan, terdakwa hanya bisa sehingga mengakibatkan terdakwa lepas dari
dijatuhi hukuman karena sudah melakukan segala tuntutan hukum jaksa penuntut umum,
tindak pidana seperti apa yang disebutkan karena kondisi terdakwa yang tidak dapat
jaksa dalam surat dakwaaannya. dimintakan pertanggungjawaban atas perkara
Didalam Kasus yang dibahas oleh penulis pidana yang dilakukan meskipun unsu-unsur
dalam skripsi ini yaitu mengenai tindak pidana pidan telah terpenuhi.
pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa Dari hasil wawancara penulis, fakta-fakta
yang mengalami gangguan jiwa atas nama yang terungkap dipersidangan dan sesuai
terdakwa Rheci Argasi Als Reci Bin Hamidi, dengan kasus posisi disertai dengan alat bukti
Surat dakwaan yang diajukan jaksa penuntut yang sah seperti keterangan saksi-saksi,
umum dipersidangan telah memenuhi keterangan terdakwa, alat bukti surat yakni
visum Et Repertum serta petunjuk-petunjuk 2. unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa
yang didapatkan selama persidangan yang orang lain;
berlangsung bila semuanya dihubungkan Bahwa dari uraian fakta hukum
ditemukan fakta-fakta yang menunujukan dipersidangan Majelis hakim sama sekali
bahwa : belum melihat adanya niat maupun rencana
Didalam putusan Nomor dari terdakwa untuk menghabisi korban, hal
10/Pid.B/2018/Pn Kph Tanggal 30 April 2019 ini sangat relevan dengan fakta terdakwa
terdakwa atas nama Rheci Argasi Als Reci Bin hanya menusukkan pisau ke dada korban
Hamidi yang didakwa melakukan tindak sebanyak 1 (satu) kali lalu pergi begitu saja
pidana merampas nyawa orang lain. Yang meninggalkan korban tanpa berupaya
mana Didalam persidangan Penuntut Umum memastikan kematian korban padahal saat itu
mendakwa terdakwa dengan 3 dakwaan tidak ada orang yang melihat perbuatan
alternatif yaitu : terdakwa, bahwa korban sempat memanggil
Dakwaa Kesatu : Perbuatan terdakwa tersebut saksi Beno dan mengatakan “Aku ditujah
sebagaimana diatur dan diancam dengan Rhecy’ menunjukan fakta bahwa korban
pidana dalam Pasal 340 KUHP, Kedua : Hendri ketika itu masih dalam keadaan hidup,
Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana sehingga Hakim berpandangan dakwaan
diatur dan diancam dengan pidana dalam Pasal kesatu dan kedua kurang tepat sedangkan
338 KUHP, dan Ketiga : Perbuatan terdakwa dalam dakwaan ketiga penuntut umum yaitu
tersebut sebagaimana diatur dan diancam pasal 351 ayat (3) KUHP terdapat unsur :
dengan pidana dalam Pasal 351 ayat (3) 1. Barang siapa;
KUHP;berdasrakan ketiga dakwaan jaksa 2. Melakukan penganiayaan
penuntut umum tersebut dapat dianalisa unsur- 3. berakibat matinya orang lain
unsur pidana sebagai berikut : Yang dimaksud dengan unsur barang
Dakwaan Kesatu dan Kedua penuntut siapa yang berarti menunjuk pada unsur
umum tersebut tidak dapat terpenuhi unsur subjektif, yang dimaksud oleh undang-undang
pidananya yaitu pada dakwaan kesatu yaitu dalam hal ini adalah orang yang sebagai
pasal 340 terdapat unsur sebagai berikut: subjek hukum haruslah orang yang dapat
1. Barang siapa; dipertanggungjawabkan atas tindak pidana
2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa yang dilakukan. Sedangkan dalam perkara
orang lain; terdakwa Rheci Argashi als Reci Bin Hamidi
3. direncanakan terlebih dahulu; untuk unsur barang siapa, hakim berpadangan
Didalam dakwaan kedua yaitu pasal 338 unsur tersebut tidak dapat terpenuhi
KUHP terdapat unsur : dikarenakan unsur barang siapa pada
1. unsur barang siapa; pokoknya mempersoalkan tentang subjek
hukum yang melakukan suatu tindak pidana mempertimbangkan kemampuan
dan kepadanya dapat dimintai bertanggungjawab dari terdakwa tersebut,
pertanggungjawaban hukum, tetapi disebabkan dikarenakan dalam hukum pidana materil
kondisi mental terdakwa terdakwa Rheci tidak selalu seseorang yang melakukan tindak
Argashi als Reci Bin Hamidi mengalami pidana itu dapat dimintakan
gangguan jiwa maka terdakwa tidak dapat pertangguungjawabanya dan dijatuhkan sanksi
dimintakan pertanggungjawaban atas tindak pidana kepadanya terlebih setelah melihat
pidana yang dilakukannya, kedua unsur kondisi mental terdakwa yang mengalami
Melakukan Penganiayaan berdasarkan fakta gangguan jiwa berdasarkan fakta persidangan
hukum diketahui bahwa terdakwa telah dan keterangan ahli di persidangan, hal itu
menusuk dada bagian depan korban Hendri juga diterangkan dalam Kitab Undang-
Safrudin sebanyak satu kali dengan Undang Hukum Pidana Pasal 44 Ayat (1)
menggunakan sebilah pisau sebagaimana KUHP :
barang bukti dipersidangan, dengan demikian
Majelis Hakim berkeyakinan bahwa unsur Tiada dapat dipidana barangsiapa
kedua telah terpenuhi dan terakhir unsur mengerjakan suatu perbuatan yang tidak
berakibat Matinya orang, dalam unsur ketiga dapat dipertangungjawabkan kepdanya,
ini hakim berdasarkan fakta persidangan sebab kurang sempurna akalanya atau sakit
menjelaskan bahwa ternyata perbuatan berubah akal.
penusukan yang dilakukan oleh terdakwa telah
berakibat pada kematian korban Hendri Subjek hukum yang bernama Rheci
sehingga hakim menilai unsur ketiga telah Argasi Als Reci Bin Hamidi tidak dapat
terpenuhi; dimintakan pertanggungjawaban hukum
Berdasarkan rangkaian unsur perbuatan yang dikarenakan terdakwa mengidap gangguan
didakwakan oleh jaksa penuntut umum hakim jiwa Skizofrenia Paranoid (gangguan jiwa
berkesimpulan, dakwaan yang paling tepat dan berat) sehingga terdakwa tidak dapat
terbukti adalah dakwaan alternatif ketiga dimintai pertanggungjwaban atas perbuatan
jaksa penuntut umum, yaitu terdakwa pidana yang telah tedakwa lakukan.
didakwa telah melanggar tindak pidana Pasal Sehingga setelah mempertimbangkan hal
351 ayat (3 ) KUHP. tersebut majelis hakim tidak dapat
Dikarenakan terdakwa terbukti melakukan menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa
tindak pidana sepatutnya agar dapat sesuai ketentuan pasal 351 ayat (3) KUHP
dimintakan pertanggungjawabanya oleh hakim sehingga majelis hakim memutuskan terdakwa
tetapi sebelum menjatuhkan hukuman pidana dengan putusan Pasal 44 ayat (1), ayat (2)
terhadap terdakwa hakim harus terlebih dahulu KUHPidana.
KESIMPULAN memutus terdakwa dijatuhi hukuman sesuai
Berdasarkan hasil penelitian dan ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1),(2)
pembahasan maka hakim berwenang KUHP.
menentukan hukum pidana materil yang
SARAN
diterapkan kepada terdakwa hukum pidana
Adapun saran yang dapat penulis berikan
materil yang diterapkan hakim didasarkan
sehubungan dengan penulisan skripsi ini
pada dakwaan penuntut umum yaitu terdakwa
adalah sebagai berikut :
dikenakan Pasal 340 KUHP, Pasal 338
1. Agar para Aparat penegak hukum dalam
KUHP dan pasal 351 Ayat (3), dari 3 pasal
penanganan kasus tindak pidana khususnya
dakwaan alternatif tersebut hakim
pidana pembunuhan lebih meneliti lagi baik
menerapkan pidana materil pada pasal 351
tahap penyelidikan, pemeriksaan ,
ayat (3) hakim berpendapat Pasal 351 ayat (3)
penyidikan dan penuntutan memastikan
lah yang tepat untuk diterapkan kepada
bahwa terdakwa dalam perkara tersebut
terdakwa berdasarkan fakta dipersidangan
bisa memepertanggungjwabkan
karena unsur-unsur pada pasal 351 ayat 3
perbuatannya sebelum melanjutkan ketahap
yang keseluruhan unsur dapat terpenuhi
selanjutnya, agar perkara tersebut dapat
sedangkan Pasal 340 KUHP dan 338 KUHP
terbukti dan dapat dijatuhi hukuman
yang didakwakan unsur-unsur pidananya
didepan Pengadilan.
tidak terpenuhi.
2. Penerapan hukum pidana pembunuhan
Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan yang dilakukan oleh orang yang mengalami
hukuman kepada terdakwa Rheci Argashi Als gangguan jiwa yang mengakibatkan
Reci Bin Hamidi telah sesuai karena, hal hilangnya nyawa orang lain, Aparat
tersebut didasarkan pada fakta-fakta Penegak hukum diharapkan mampu
persidangan dan keterangan ahli kejiwaan dr. memberikan dan memutuskan hukuman
Lucy marturia Br Bangun, Sp,Kj; bersama yang seadil adilnya dengan
Timnya menyatakan bahwa terdakwa mempertimbangkan kondisi mental
mengalami gangguan jiwa skizofrenia terdakwa bukan hanya dari unsur pidana
Paranoid (gangguan jiwa berat). Majelis yang dilakukan terdakwa.
Hakim berpendapat bahwa perbuatan
terdakwa tersebut berhubungan dengan Daftar Pustaka
Buku
gangguan jiwa yang dideritanya sehingga
Departemen Pendidikan Nasional. 2012.
terdakwa Rheci Argashi Als Reci Bin Hamid Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta,
PT.Gramedia Pustaka Utama.
tidak dapat dimintakan pertaggungjawaban
Maslim Rusli, 2013. Buku saku diagnosis
atas perbuatann pidananya. Majelis Hakim gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-
III.Jakarta,Widya Medika.
Wardi, 2013, Buku Luks KUHP Dan Buku Ida Ayu Indah Puspitasari. 2018.
KUHAP, Jogjakarta, Harmoni Pertanggungjawaban Pidana Bagi Penderita
Yustinus Semiun, 2015, Kesehatan Mental 3 Gangguan Jiwa Kategori Skizofrenia, Skripsi,
,Yogyakarta: Penerbit Kanisius Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Jonaedi Efendi dan Jhonny Ibrahim, 2018, Maret,Surakarta.
Metode penelitian Hukum Normatif dan Bob Steven Sinaga, “ Proses Hukum Bagi
Empiris. Depok. Prenadamedia Group. Pelaku Yang Mengalami Gangguan Kejiwaan
Rony Hanitijo Soemitro, 1983, Metode Berdasarkan Pasal 44 Kitab Undskripsi ang
Penelitian Hukum dan Jurimetri Cetakan Ke Undang Hukum Pidana”Jurnal Ilmu Hukum,
Satu, Jakarta, Ghalia Indah. Fakultas Hukum Universitas Riau Volume III
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Nomor 2, Oktober 2016.
Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Ida Ayu Indah Puspitasari, Rofikah,”
Jakarta. Perss. Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana
Winardi, 1982, Pengantar Metodologi Pembunuhan Dengan Mutilasi Yang Mengidap
Reserch. Bandung, Alumni.
Gangguan Jiwa Skizofrenia”Jurnal Ilmu
Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum indonesia Hukum, Fakultas hukum Universtas Negeri
Prinsip-Prnsip dan Implementasi Hukum Semarang, Recidive Volume 8 No. 2 Mei -
Indonesia,Jakarta, PT Raja Grafindo Persada. Agustus 2019
Oesman Simanjuntak, 1997, Teknik
Perumusan Perbuatan Pidana Dan Azaz-Azaz
Internet :
Umum,Jakarta,Puslitbank Kejagung RI.
Moeljatno, 1983, Azaz-Azaz Hukum Pidana. Ach. Novel Dan Moh. Anwar, “Studi
Jakarta, Bina Aksara. Komperatif Tentang Tindak Pidana
Ledeng Marpaung, 2005, Asas- Teori Praktik Pembunuhan Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.Jakarta, Sinar Grafika. Hukum Pidana ( Kuhp ) Dan Hukum Islam”,
Kartono K. 2010, Gangguan-gangguan melalui https://media.neliti.com,diakses
kejiwaan. Jakarta,CV Rajawali. tanggal 10 Januari 2020
Department Kesehatan. RI, 2000. Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Terdakwa tak penuhi pasal 44 dan 48 kuhp”,.
III(PPDGJ-III), Direktorat Kesehatan Jiwa melaui http://hukumonline.com diakses tanggal
Depkes RI. 10 Januari 2020.
Siswanto, 2007, Kesehatan Mental Konsep
Cakupan dan Perkembangan, Yogyakarta, C
VANDI OFFISE
Arif, Iman Setiadi. 2006. Skizofrenia :
Memahami Dinamika Keluarga Pasien.
Bandung , Refika Aditama
Wirjono Projodikoro, 2016, Asas-asas
Hukum Pidana indonesia, Bandung, Refika
Aditama.
Dewa Made Suartha, 2015, Hukum dan Sanksi
Adat Persfektif Pembaharuan Hukum Pidana,
Malang, Setara Press.
Peraturan perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor : 10 tahun 2014
tentang kesehatan jiwa.
Jurnal / Karya Ilmiah :

You might also like