ID Pengawasan Terhadap Penyalahgunaan Wewenang Polri Mengadakan Tindakan Lain Menur

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 19

JURNAL ILMIAH

PENGAWASAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG


POLRI MENGADAKAN TINDAKAN LAIN MENURUT HUKUM
YANG BERTANGGUNG JAWAB (DISKRESI)

I MADE SUTEJA

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
JURNAL ILMIAH

PENGAWASAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG


POLRI MENGADAKAN TINDAKAN LAIN MENURUT HUKUM
YANG BERTANGGUNG JAWAB (DISKRESI)

I MADE SUTEJA
NIM : 089 056 1003

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
PENGAWASAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN WEWENANG
POLRI MENGADAKAN TINDAKAN LAIN MENURUT HUKUM
YANG BERTANGGUNG JAWAB (DISKRESI)

Oleh :
I MADE SUTEJA

ABSTRACT

Function of control and authority of the Police of the Republic of


Indonesia related to the aspects of preemptive, preventive, and repressive. One of
duties of the Police of the Republic of Indonesia as the state's instrument and law
enforcer in maintain the law repressively to help the Department of Justice
especially in the field of criminal law the Police as the investigator and
investigating offrcer can carry out other action according to law which is
responsible or discretion.
The formal legalistically arrangement about the police discretion in
KUHAP (Article 5 subsection (1) letter a number 4 and Article 7 subsection (1)
letter j) and the Law No.2 1n2002 about the Police of the Republic of Indonesia in
Article 16 subsection (1) letter I and subsection (2) and Article 18 subsection (1)
and subsection (2) which is written and implicated widely so it makes this become
a blur norm of law, and it needs an interpretation in the application. The discretion
arrangement seems to emerge the disharmonious of law norm. To avoid the
deviation of the discretion implementation in the future the norm arrangement has
to be harmonized through the law construction to the articles of the arrangement
by reevaluating and reformulating them by the legislative institution.
The type ofresearch to be used to research the substance of discretion by
the police in this scientific work is the normative law research or doctrinal law
research. Police discretion needs an internal and extemal monitoring from the
related institution including monitoring ftom the society especially the victim.
Deviation of discretion will emerge a risk due to law and law
responsibility by the person who does the discretion. The law responsible can be a
responsibility of criminal, civil Iaw and administration law. Deviation of
discretion action as the result of the wide range of discretion scope and there is no
measurement or criterion of discretion forms that can be done by the Police as a
reference in action which is arranged in legislation.
The study and analysis of police discretion upon the problems presented is
reviewed by the law principles, expertise doctrine, formal basic and law theories
such as law system theory, law harmonious theory, progressive law theory,
authority theory and monitoring theory. The theoretical perspective study is
supported by empirical law materials and descriptive description of the writer.

Key words: control, discretion, police.

1
ABSTRAK

Fungsi pengawasan terhadap wewenang Kepolisian Negara Republik


Indonesia menyangkut aspek preemtif, preventif dan represif. Salah satu tugas
Kepolisian Negara RI selaku alat negara dan penegak hukum dalam menegakkan
hukum secara represif dalam membantu tugas Departemen Kehakiman khususnya
di bidang hukum pidana Polisi sebagai penyelidik dan penyidik dapat melakukan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab atau diskresi.
Pengaturan secara legalistik formal tentang diskresi kepolisian dalam
KUHAP (Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 dan Pasal 7 ayat (1) huruf j) dan UU
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l
dan ayat (2) serta Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) tersurat dan tersirat demikian luas
sehingga menampakkan norma hukum yang kabur, dan memerlukan interpretasi
dalam penerapannya. Tampak pengaturan diskresi menimbulkan disharmonisasi
norma hukum. Untuk menghindari penyimpangan pelaksanaan diskresi
kedepannya norma pengaturannya perlu diharmonisasikan melalui konstruksi
hukum terhadap pasal pengaturannya dengan cara reevaluasi dan reformulasi oleh
lembaga legislatif.
Jenis penelitian yang digunakan untuk meneliti substansi diskresi oleh
kepolisian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum doktrinal. Diskresi kepolisian memerlukan pengawasan secara
internal dan eksternal dari institusi terkait termasuk pengawasan oleh masyarakat
terutama korban.
Penyimpangan diskresi akan menimbulkan resiko akibat hukum dan
pertanggung jawaban hukum oleh pelaku diskresi. Tanggung jawab hukum dapat
berupa pertanggung jawaban pidana, hukum perdata dan hukum administrasi.
Penyimpangan tindakan diskresi sebagai akibat luasnya lingkup diskresi dan
tidak ada ukuran atau kriteria bentuk-bentuk diskresi yang dapat dilakukan oleh
Kepolisian sebagai acuan dalam bertindak yang diatur dalam perundang-
undangan.
Kajian dan analisis diskresi kepolisian atas permasalahan yang disajikan
ditinjau atas asas-asas hukum, doktrin-doktrin para ahli, landasan formal beserta
teori-teori hukum seperti teori sistem hukum, teori harmonisasi hukum, teori
hukum progresif, teori kewenangan dan teori pengawasan. Kajian perspektif
teoritik tersebut ditunjang bahan hukum empirik serta uraian deskriptif dari
penulis.

Kata kunci : pengawasan, diskresi, kepolisian.

I. Pendahuluan jelas memberikan pengertian atau


Legislator KUHAP dan UU definisi, begitu pula kriteria dari
No. 2 Tahun 2002 tentang ³WLQGDNDQ ODLQ PHQXUXW KXNXP \DQJ
Kepolisian Negara RI tidak secara

2
EHUWDQJJXQJ MDZDE´ DWDX WLQGDNDQ hukum yang bertanggung jawab
diskresi tersebut. dalam hal kepentingan kepolisian
Dalam ketentuan KUHAP melakukan tindakan hukum secara
Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 prepentif di bidang penyelidikan. Hal
WHUVXUDW ³3HQ\LGLN VHEDJDLPDQD dimaksud seperti tersurat dalam
dimaksud dalam Pasal 4 a karena penjelasan KUHAP terhadap Pasal 5
kewajibannya mempunyai ayat (1) huruf a angka 4, yakni : yang
wewenang : mengadakan tindakan GLPDNVXG GHQJDQ ³WLQGDNDQ ODLQ´
lain menurut hukum yang adalah tindakan dari penyelidik
EHUWDQJJXQJ MDZDE´ untuk kepentingan penyelidikan
Selanjutnya Pasal 7 ayat (1) dengan syarat :
KXUXI M .8+$3 PHQ\XUDWNDQ ³ a. Tidak bertentangan dengan suatu
Penyidik sebagaimana dimaksud aturan hukum.
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena b. Selaras dengan kewajiban hukum
kewajibannya mempunyai yang mengharuskan
wewenang : mengadakan tindakan dilakukannya tindakan jabatan.
lain menurut hukum yang c. Tindakan itu harus patut dan
EHUWDQJJXQJ MDZDE´ masuk akal dan termasuk dalam
Terhadap ketentuan Pasal 5 lingkungan jabatannya.
ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP dan d. Atas pertimbangan yang layak
Pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP berdasarkan keadaan memaksa.
khususnya terhadap kepolisian dalam e. Menghormati hak asasi manusia.
melakukan tindakan penyidikan Mencermati ketentuan Pasal
apalagi dalam lingkup tugas dan 5 ayat (1) huruf a angka 4 dan Pasal
fungsi Polri secara represif tidak ada 7 ayat (1) huruf j KUHAP tersebut di
penjelasan terhadap pengertian atau atas tampak adanya ketentuan norma
batasan tindakan lain menurut yang kabur. Kata tindakan lain akan
hukum yang bertanggung jawab memberikan makna yang tidak jelas,
tersebut. Hanya dalam penjelasan jenis serta kualifikasi dari tindakan
KUHAP diberikan batasan makna / lain tersebut. Sehingga menimbulkan
pengertian tindakan lain menurut persepsi dan interpretasi ketidak

3
tepatan dan tidak memberikan menggunakan penilaian sendiri oleh
kepastian apa yang dimaksud kepolisian.
tindakan lain tersebut. Dalam tataran Esensi norma dalam KUHAP
keharmonisan norma cenderung dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang
menimbulkan disharmonisasi norma Kepolisian Negara RI menyangkut
hukum yang kabur (unclear of substansi makna dan maksud kata
norm). Norma kabur cenderung ³WLQGDNDQ ODLQ PHQXUXW KXNXP \DQJ
menimbulkan interpretasi yang EHUWDQJJXQJ MDZDE´ \DQJ GDSDW
menyesatkan bagi penegak hukum dilakukan oleh kepolisian sebagai
dalam menjalankan tugas dan penyidik, secara interpretasi teoritik
wewenangnya dalam menegakkan dapat disamakan maknanya dengan
hukum pada tataran proses peradilan istilah ³GLVNUHVL´ 6HKLQJJD
pidana. Kepolisian Negara RI dalam
Mengkritisi Undang-Undang melakukan fungsi dan wewenangnya
Kepolisian Negara RI No. 2 Tahun memiliki kewenangan diskresi
2002 khususnya Pasal 16 ayat (1) kepolisian. Tugas dan kewenangan
huruf l dan Pasal 18 tersebut juga yang diberikan oleh undang-undang
menampakkan ketentuan norma yang tersebut kepada Kepolisian Negara
kabur dan luas tentang kata-kata RI akan membawa korelasi dan
³tindakan lain menurut hukum yang konsekuensi akibat dan tanggung
EHUWDQJJXQJ MDZDE´ 7LQGDNDQ ODLQ jawab secara hukum dalam praktek
itu menurut versi UU No. 2 Tahun proses peradilan.
2002 tersebut lebih luas ruang Mencermati fenomena
lingkupnya dibanding versi KUHAP. hukum yang tertuang dalam
Dalam Undang-Undang Kepolisian ketentuan norma KUHAP dan UU
tindakan lain yang dapat dilakukan No. 2 Tahun 2002 tentang
oleh Kepolisian di bidang Kepolisian Negara RI menyangkut
penyelidikan dan penyidikan. substansi tindakan lain menurut
Keluasan cakupan tindakan lain yang hukum yang bertanggung jawab
dapat dilakukan kepolisian guna yang dapat dilakukan anggota
kepentingan umum dan Kepolisian Negara RI yang dalam

4
bahasa hukum atau istilah hukum III. Hasil dan Pembahasan
VLQJNDWQ\D ³GLVNUHVL´ GLVNUHVL Kajian atas substansi akibat
kepolisian), maka penulis dan tanggung jawab hukum dari
merumuskan dalam bentuk karya tindakan diskresi kepolisian akan
ilmiah dalam jurnal dengan judul mengacu atas permasalahan yang
³$NLEDW GDQ 7DQJJXQJ -DZDE disajikan dengan pesan analitis
+XNXP 'LVNUHVL .HSROLVLDQ´ 'DUL berdasarkan landasan teoritis
judul yang disajikan tersebut akan menyangkut asas-asas hukum, dasar
ditampilkan permasalahannya untuk hukum, pendapat ahli hukum
dikaji dan dianalisis berdasarkan (doktrin), teori-teori hukum dalam
temuan penelitian. mengkritisi serta memberi solusi
hukum terhadap permasalahan
II. Metode Penelitian tentang diskresi kepolisian, seperti
Dalam penulisan ini dipakai terumus dalam masalah sebagai
penelitian hukum normatif (normatif berikut :
legal research), yaitu penelitian yang 1. Apa batasan pengertian dan
dilakukan atau mengetahui atas kriteria sebagai ukuran bila
pasal-pasal aturan hukum untuk Kepolisian Negara RI melakukan
menentukan atau mengetahui tindakan lain berdasarkan
disharmonisasi norma hukum yang kewenangannya menurut hukum
terjadi, khususnya menyangkut yang bertanggung jawab?
diskresi kepolisian, seperti diatur 2. Bagaimana akibat dan tanggung
dalam KUHAP maupun UU jawab hukumnya bila anggota
Kepolisian Negara RI. Kepolisian Negara RI melakukan
Di samping meneliti norma penyimpangan dalam melakukan
hukum yang tersurat dalam tindakan lain menurut hukum
perundang-undangan, juga dilakukan yang bertanggung jawab
pengumpulan bahan hukum yang tersebut?
diperoleh di lapangan tentang Terhadap pembahasan, uraian
penerapan diskresi oleh kepolisian. serta kajian tentang diskresi
kepolisian ini atas dasar penelitian

5
hukum secara normatif dengan atas hukum dan perasaan/keyakinan
ditunjang data empiris guna pejabat publik itu sendiri.
memperkuat analisis dan kebenaran Tidak jauh berbeda apa yang
dikemukakan oleh Roscoe Pound,
tentang diskresi tersebut secara
EDKZD ³GLVFUHWLRQ LV DQ DXWKRULW\
konseptual dalam teori serta conferred by law to act in certain
conditions or situations in
aplikatifnya di lapangan. Analisis
DFFRUGDQFH ZLWK D RIILFLDO¶V RU DQ
dan kajian dimaksud akan dijabarkan RIILFLDO DJHQF\¶V RZQ FRQVLGHUHG
judgment and conscience. It is an
dalam uraian-uraian berikut.
idea of morals, belonging to the
1. Arti Diskresi dan Bentuk twigh light zones between law and
PRUDOV´.2
Diskresi Kepolisian
,VWLODK ³GLVNUHVL´ EHUDVDO GDUL Secara singkat definisi yang
EDKDVD DVLQJ ³discretion´ 0HQXUXW dikemukakan oleh Roscoe Pound
NDPXV %ODFN¶V /DZ 'LFWLRQDU\ tersebut pada intinya menyebutkan
disebutkan bahwa : bahwa diskresi itu adalah idea moral
³'LVFUHWLRQ ZKHQ DSSOLHG WR SXEOLF yang berada dalam dua bidang yaitu
functionaries, discretion means a
antara hukum dan moral.
power or right conferred upon them
by law of acting officially in certain Oleh Thomas J. Aaron,
circumstances according to the
GLVHEXWNDQ EDKZD ³discretion is
dictates of their own judgment and
conscience, uncontrolled by the power authority confered by law to
judgment or conscience of others. As
acton on the basic of judgement or
applied to public officer mean power
to act in official capacity in a manner conscience, and its use more an ideal
which appears to be just and proper
RI PRUDOV WKDQ ODZ´.3 Yang dapat
wider the circumstance.1
diartikan sebagai suatu kekuasaan
'HILQLVL %ODFN¶V WHUVHEXW GL
atau wewenang yang dilakukan
atas adalah sifatnya umum yang pada
berdasarkan hukum atas
intinya menekankan pada wewenang
pertimbangan dan keyakinannya dan
pejabat publik untuk mengambil
keputusan sendiri yang didasarkan 2
Roscoe Pound, dalam Howard
Abadiensky, 1984, Discretionary Justice, An
Introduction in Criminal Justice, Charles C.,
Thomas Publisher, hal. 3.
1 3
Harry Campbel Black, 1979, Tomas J. Aaron, 1960, The
%ODFN¶V /DZ 'LFWLRQDU\ West Publishing Control of Police Discretions, Springfield,
Co., hal. 419. Charles C. Thomas, hal. ix.

6
lebih menekankan moral daripada 1.1 Arti Diskresi Kepolisian
pertimbangan hukum. Dalam kaitan tugas
Namun oleh Sue Titus Reid, Kepolisian (official agency), Harry
disebutkan bahwa ³'LVFUHWLRQ LV DQ
W. More menyebutkan bahwa :
authority conferred by law to act in
certain conditions of situations in Discretion is generally defined as
DFFRUGDQFH ZLWK DQ RIILFLDO¶V RU DQ being discreet; having the freedom
RIILFLDO DJHQF\¶V RZQ FRQVLGHUHG or authority to make decisions and
judgement and conscience´.4 choices; and having the power to
(Diskresi dalam hal ini pada intinya judge or act. This is readily seen in
diartikan sebagai kekuasaan / the police officer use the discretion
wewenang yang diberikan menurut to determine wether or not to arrest,
hukum untuk bertindak dalam situasi RU LQ WKH SDUROH RIILFHU¶V GHFLVLRQ
atau kondisi tertentu berdasarkan whether or not to revoke parole.5
atas pertimbangan dan keputusan
pejabat pemerintah). Pengertian diskresi
Kepolisian (Police Discretion) juga
Menunjuk beberapa
dapat diketemukan pada Kamus
pengertian diskresi tersebut diatas
Istilah Polri, yang diartikan sebagai
dapat disebutkan bahwa arti diskresi
berikut :
DGDODK ³NHNXDVDDQ ZHZHQDQJ \DQJ
Diskresi kepolisian (Police
diberikan oleh hukum kepada pejabat
Discretion) adalah kebijaksanaan
publik/pemerintah untuk melakukan petugas kepolisian untuk mengambil
keputusan dalam rangka mengatasi
tindakan dalam situasi atau kondisi
masalah yang dihadapi dengan tetap
tertentu berdasarkan atas keputusan berpegang pada peraturan-peraturan.6
GDQ NH\DNLQDQ VHQGLUL ´
Inti pengertian tersebut
Sehingga dari arti diskresi
hamper sama dengan pendapat
secara etimologi dan pendapat
Soerjono Soekanto yang mengatakan
doktrin dapat diinterpretasikan
bahwa diskresi sebenarnya
esensinya sama atau mirip dengan
merupakan suatu kebebasan untuk
arti dan makna istilah tindakan lain
mengatasi masalah yang dihadapi
menurut hukum yang bertanggung
jawab.
5
Harry W. More, 1979, The
Principles and Procedures in the
4
Sue Titus Reid (I), 1985, Crime Administration of Justice, part one, hal. 80.
6
and Criminology, fourth edition, CBS Sutikno, HP., 1987, Kamus Istilah
College Publishing, hal. 400. Polri, Mabes Polri, Jakarta, hal. 41.

7
dengan tetap berpegang pada asas oportunitas, utilitas dan
7 9
peraturan-peraturan. kewajiban.
Diskresi dalam konteks tugas Fungsi tersebut adalah sesuai
kepolisian oleh Sue Titus Reid dengan apa yang diatur dalam
diuraikan bahwa : perundang-undangan di Indonesia,
³'LVFUHWLRQ LV DQ LQHYLWDEOH SDUW RI bahwa fungsi Kepolisian Negara
policing. It impossible to eliminate it
Republik Indonesia adalah sebagai
and police will always have
discretion in deciding when to stop a penegak hukum, pengayom dan
person and whether to detain, frisk,
pembimbing masyarakat. Untuk
arrest, or whatever.´8 Pengertian
mana memberikan petunjuk bahwa selanjutnya fungsi kepolisian ini
Polisi dalam melaksanakan tugasnya
dapat pula disebutkan sebagai fungsi
tidak dapat terlepas dari adanya
tindakan diskresi. represif, preventif dan premptif.
Letak diskresi dalam kaitan
1.2 Bentuk Diskresi Kepolisian
tugas kepolisian preventif dan
Secara universal tugas polisi,
represif, menurut M. Faal yaitu ada
termasuk POLRI pada hakekatnya
pada tugas kepolisian represif,
ada dua, yaitu menegakkan hukum
karena pada saat Polisi melakukan
dan memelihara keamanan serta
tindakan represif itulah timbul
ketertiban umum. Selanjutnva oleh
kebijaksanaan diskresi itu.
Kunarto disebutkan bahwa tugas
Kebijaksanaan diskresi ini
preventif atau tugas mengayomi
muncul sehubungan dengan adanya
adalah tugas yang sangat luas tanpa
pelanggaran dan dalam hal ini Polisi
batas, boleh melakukan apa saja asal
akan dihadapkan pada 2 (dua) hal,
keamanan terpelihara dan tidak
yaitu apakah akan memperoses
melanggar hukum itu sendiri.
sesuai dengan tugas sebagai penegak
Dengan demikian asasnya adalah
hukum ataukah tidak melakukan
tindakan alias mengenyampingkan
perkara itu dalam arti mengambil
tindakan diskresi kepolisian. Artinya
7
Soerjono Soekanto, Diskresi
Kepolisian, Penindak dan Pedoman, Harian
9
Kompas, tanggal 21 Maret 1983, Jakarta. Kunarto, 1997, Prilaku
8
Sue Titus Reid, Ibid, hal. 400. Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta.

8
tidak melakukan tugas kewajibannya 1981 tentang Hukum Acara Pidana.11
selaku penegak hukum pidana Dimana dalam undang-undang ini
berdasarkan alasan-alasan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
dipertanggungjawabkan. a. Pasal 5 ayat (1) a butir 4 :
Penyidik mempunyai wewenang
Mengingat akan hal tersebut
mengadakan tindakan lain
menurut M. Faal disebutkan bahwa menurut hukum yang
bertanggung jawab.
tindakan kepolisian yang berupa
b. Pasal 7 ayat (1) huruf j : Penyidik
menindak (represif) yang kemudian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf a karena
dilanjutkan dengan tindakan diskresi
kewajibannya mempunyai
ini, disebut dengan tindakan Diskresi wewenang : mengadakan
tindakan lain menurut hukum
Kepolisian Aktif sedangkan
yang bertanggung jawab.
keputusan kepolisian yang berupa
Undang-Undang RI Nomor 2
sikap kepolisian yang umumnya
Tahun 2002 tentang Kepolisian
mentolerir (mendiamkan) suatu
Negara RI menjelaskan sebagai
tindak pidana atau pelanggaran
berikut :
hukum disebut diskresi pasif.10
a. Pasal 16 ayat (1) huruf i yang
menegaskan bahwa : dalam
2. Landasan Diskresi Kepolisian rangka menyelenggarakan tugas
kepolisian di bidang proses
Landasan diskresi kepolisian
pidana, Kepolisian Negara RI
secara formal / legalistik formalnya berwenang untuk mengadakan
tindakan lain menurut hukum
tersurat dan tersirat dalam KUHAP
yang bertanggung jawab.
dan UU Kepolisian Negara RI Tahun b. Pasal 18 ayat (1) : untuk
kepentingan umum pejabat
2002.
Kepolisian Negara RI dalam
Pakar hukum pidana melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak
menyatakan bahwa landasan atau
menurut penilaiannya sendiri.
dasar hukum dalam pelaksanaan
Rumusan kewenangan
kewenangan diskresi dilandasi oleh
Kepolisian Negara RI dalam Pasal 18
Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun
ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 itu

10 11
M. Faal, Penyaringan Perkara Moeljatno, 1984, Kitab Undang-
Pidana oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Undang Hukum Acara Pidana-UU No. 8
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 69. Tahun 1981, Semarang, Aneka Ilmu, hal. 9.

9
merupakan kewenangan yang tindakan lain dijumpai pada Pasal 5
bersumber dari asas kewajiban ayat (1) a butir 4 jo Pasal 7 ayat (1) j
umum kepolisian (plichtmatigheids ³WLQGDNDQ ODLQ´ yang dimaksud
beginsel), yaitu asas yang diterangkan dalam penjelasan Pasal 5
memberikan kewenangan kepada KUHAP sebagai tindakan penyelidik
pejabat kepolisian untuk bertindak untuk kepentingan penyelidikan
atau bertindak menurut penilaian dengan syarat :
sendiri, dalam rangka kewajiban 1. Tidak bertentangan dengan suatu
aturan hukum;
umumnya menjaga, memelihara
2. Selaras dengan kewajiban hukum
ketertiban dan menjamin keamanan yang mengharuskan
dilakukannya tindakan jabatan;
umum.12
3. Tindakan itu harus patut dan
Dalam UU No. 8 Tahun 1981 masuk di akal dan termasuk
dalam lingkungan jabatannya;
tentang Hukum Acara Pidana
4. Atas pertimbangan yang layak
(KUHAP) terdapat beberapa berdasarkan keadaan memaksa,
dan;
ketentuan pasal yang memberikan
5. Menghormati hak asasi manusia.
kewenangan yang luas kepada
Kalau dicermati dari
kepolisian. kewenangan tersebut
ketentuan di atas, hanya
memberikan kebebasan kepada polisi
mensyaratkan bagi penyelidik
untuk menentukan dan selanjutnya
kepolisian dalam melakukan
mengambil keputusan tentang apa
tindakan diskresi sebatas
yang akan dilakukan terhadap
menyangkut tindakan penyelidikan.
masalah yang dihadapi yang
Sedangkan untuk tindakan diskresi di
didasarkan atas penilaian yang
bidang lingkup penyidikan belum
subyektif sifatnya.
tampak adanya batasan norma
Pasal yang berhubungan
pengaturan, atau terjadi kekosongan
dengan tugas dan wewenangnya,
norma hukum. perlu dicermati antara
bahwa kepolisian mempunyai
tindakan penyelidikan dengan
wewenang untuk melakukan
penyidikan secara normatif diatur
12
Momo Kelana, 1998, Memahami berbeda dalam KUHAP.
Undang-Undang Kepolisian, Undang-
Undang No. 28 Tahun 1997, Jakarta,
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, hal. 171.

10
3. Asas-Asas Hukum Sebagai yang mengatur hal yang sama
atau peraturan perundang-
Esensi Makna Diskresi Dalam
undangan dalam keadaan tertentu
Menunjang Tugas dan tidak efektif, maka dalam
pelaksanaan tugas dianut asas
Wewenang Kepolisian RI
kewajiban atau plichtmatighcid
Khusus terhadap diskresi yang dalam pelaksanaannya
terlihat dalam bentuk diskresi.
kepolisian dalam kaitan pelaksanaan
Asas ini memberikan keleluasaan
tugas kepolisian di Indonesia kepada prajurit Kepolisian
Negara Republik Indonesia
terdapat beberapa asas yang
menurut pendapat dan
melandasi mengenai tugas dan pertimbangan sendiri, untuk
bertindak atau tidak mengambil
wewenang kepolisian sebagaimana
tindakan, dan berdasarkan
yang tersirat dalam Undang-Undang kewajiban umum kepolisian
untuk menjamin ketertiban dan
No. 2 Tahun 2002 tentang
ketentraman masyarakat guna
Kepolisian Negara Republik terwujudnya Kamtibmas dengan
memperhatikan syarat-syarat
Indonesia yaitu :
sebagai berikut :
a. Asas Legalitas 1) Tindakan tersebut harus
Pemerintah dan setiap anggota secara obyektif.
masyarakat dilakukan atas 2) Tindakan tersebut harus
landasan hukum, bermuara pada lugas.
ketertiban dan kepastian hukum 3) Tindakan tersebut harus
yang berintikan keadilan dan sesuai atau bisa mencapai
kebenaran. Aparat penegak sasaran (tepat dan benar).
hukum termasuk Kepolisian 4) Seimbang antara tindakan
Negara Republik Indonesia dengan berat ringannya
dengan sendirinya harus gangguan, tidak berlebihan.
menganut asas legalitas. c. Asas Partisipasi
b. Asas Kewajiban Partisipasi masyarakat dalam
Hukum tidak mungkin mengatur bidang keamanan dan ketertiban
seluruh persoalan secara rinci masyarakat dalam
dan di pihak lain hukum itu implementasinya diwujudkan
selalu ketinggalan dari berupa sistem Kamtibmas
perkembangan yang terjadi swakarsa sebagaimana telah
dalam tata kehidupan disyaratkan dalam TAP MPR
masyarakat. Untuk mencegah 1988. Penerapannya dapat dilihat
tidak dilakukannya tindakan yang dalam bentuk Satpam, Pos
perlu oleh prajurit Kepolisian Kamling dan lain sebagainya.
Negara Republik Indonesia d. Asas Preventif
akibat kekosongan dalam hukum Asas ini memberikan arahan
dan atau terdapat lebih dari satu dalam penggunaan metode
peraturan perundang-undangan pelaksanaan tugas Kepolisian

11
Republik Indonesia dan motivasi 4. Bentuk-Bentuk Pengawasan
serta tolok ukur keberhasilan
Diskresi
dalam pelaksanaan tugas atau
efektivitas dan efesiensi dalam Akibat telah disiratkannya
menekan laju Crime Total dan
bahwa wewenang diskresi yang
bukan semata-mata berdasarkan
kemampuannya dalam begitu luas, menyangkut dasar
menyelesaikan perkara kasus
hukum dengan batasan-batasannya,
yang telah terjadi.
e. Asas Solidaritas tanggung jawab diskresi baik dari
Yaitu asas yang memungkinkan
segi positif maupun segi negatifnya,
Kepolisian Negara Republik
Indonesia dapat mengambil unsur kekaburan pengaturan, maka
tindakan yang perlu dalam hal
terakhir yang perlu mendapat
instansi yang berwenang tidak
ada atau belum mengambil kejelasan adalah bagaimana
tindakan.13
pelaksanaan diskresi itu harus
Dari beberapa asas kepolisian diawasi agar tidak menyimpang dari
tersebut, dapat disebutkan bahwa maksud dan tujuan yang
asas kewajiban sebagai salah satu dikehendaki, dan yang diatur oleh
asas yang patut diperhatikan dan juga ketentuan hukum yang belum begitu
sebagai prasyarat untuk dapat jelas dan kebijaksanaan pimpinan
digunakannya wewenang diskresi yang diinstruksikan pada jajaran
kepolisian dalam pelaksanaan tugas bawahannya dilingkungan kepolisian
penegakan hukum dan atau dalam sebagai institusi penyelidik dan
proses peradilan pidana. Dengan kata penyidik.
lain wewenang diskresi yang ada 4.1 Pengawasan Internal (Vertikal)
pada kepolisian tidak secara Pengawasan terhadap
sewenang-wenang dapat pelaksanaan diskresi dalam hal
dipergunakan melainkan berdasarkan penghentian penyidikan ataupun
atas adanya asas kewajiban penahanan dilakukan melalui
(plichtmatigheid) dalam arti terikat pengawasan internal (pengawasan
pada batas-batas kewajibannya agar melekat) oleh atasannya langsung
tindakan itu tetap terletak dalam dengan mengacu kode etik
lingkungan kewajibannya. kepolisian sebagaimana disebutkan

13
pada Pasal 134 ayat (1) UU No. 2
Momo Kelana, Ibid, hal. 92-98.

12
Tahun 2002 yang menyebutkan : kebijakan tersebut harus mendapat
³6LNDS GDQ SHULODNX SHMDEDW persetujuan baik dari Kasat dan atau
Kepolisian Negara Republik Kapolresta. Pengambilan kebijakan
Indonesia terikat pada Kode Etik yang diambil oleh Kapolresta
Profesi Kepolisian Negera Republik tersebut kemudian
,QGRQHVLD´ dipertanggungjawabkan kepada
Penulis melakukan pula Kapolda.
penelitian lapangan guna Pengawasan internal tersebut,
mendapatkan bahan hukum selain dilakukan oleh atasannya
penunjang melalui wawancara langsung juga secara nyata
dengan narasumber, bahwa diwujudkan dengan adanya Surat
pelaksanaan pengawasan internal Perintah Pengawasan Penyidikan
terhadap pelaksanaan diskresi oleh yang dalam hal penyidikan yang
penyidik di Polresta Denpasar yang dilakukan oleh penyidik di Polresta
dilakukan oleh atasannya langsung Denpasar dilakukan pengawasan
yang dalam hal ini terlihat dari oleh pengawas penyidikan dan Polda
pengambilan kebijakan secara hirarki Bali, jadi dengan adanya pengawas
dan diketahui oleh atasan tertinggi, tersebut, setiap tindakan yang
yakni dalam hal penyidik akan dilakukan oleh penyidik dapat
mengambil sutu langkah kebijakan, dipertanggungjawabkan dan dapat
penyidik tersebut harus mendapat menghindari pelaksanaan diskresi
persetujuan dari Kepala Unit atau yang sewenang-wenang dan tidak
Kanit yang menjadi atasan dari sesuai dengan amanat Undang-
penyidik tersebut. Dalam hal Kanit Undang oleh penyidik yang
yang bersangkutan menganggap bersangkutan.
bahwa pengambilan kebijakan Pengawasan internal terhadap
tersebut dapat berakibat luas atau pelaksanaan penyidikan juga
dengan kata lain kebijakan tersebut dituangkan dalam Pasal 39 Peraturan
berpengaruh terhadap penilaian Kepala Kepolisian Negara Republik
masyarakat umum terhadap kinerja Indonesia Nomor 12 tahun 2009
Kepolisian, maka pengambilan tentang Pengawasan dan

13
Pengendalian Penanganan Perkara tidaknya penangkapan, penahanan,
Pidana di Lingkungan Kepolisian penghentian penyidikan atau
Negara Republik Indonesia, dimana penghentian penuntutan.´
dalam pasal tersebut mengharuskan Selain mekanisme
penyidik untuk menginformasikan pengawasan eksternal lewat pra-
perkembangan hasil penyidikan peradilan, pengawasan eksternal
kepada pelapor dan atau korban dilakukan pula oleh masyarakat yang
suatu tindak pidana terkait hasil mengetahui atau mengalami adanya
penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan kewenangan atau
setidaknya dalam jangka waktu satu diskresi yang dilakukan oleh
kali dalam satu bulan dalam bentuk penyidik dengan melaporkan
Surat Pemberitahuan Perkembangan penyidik yang bersangkutan kepada
Hasil Penyidikan atau SP2HP, Unit Pelayanan, Pengaduan dan
sehingga pelapor dan atau korban Penegakan Disiplin (P3D) yang salah
mengetahui perkembangan kasus satu tugasnya adalah, menerima
yang dihadapinya dan pelaksanaan saran dan pengaduan masyarakat
penyidikan dapat berlangsung secara mengenai kinerja kepolisian.
transparan. 4.3 Pengawasan Horisontal
4.2 Pengawasan Eksternal Selanjutnya adanya
Selain pengawasan internal pengawasan yang dilakukan oleh
juga terdapat pengawasan eksternal instansi samping, terutama oleh
atas tindakan penahanan ataupun kejaksaan dan pengadilan yang
penghentian penyidikan, yakni masing-masing dilakukan oleh
dengan dilakukan melalui melalui Penuntut Umum dan Ketua
mekanisme pra-peradilan sesuai Pengadilan Negeri dalam rangka
ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP Sistem Peradilan Pidana yang
yang menyatakan ³3HQJDGLODQ berlaku di Indonesia. Hal ini
Negeri berwenang untuk memeriksa diwujudkan sebagai bentuk
dan memutus sesuai dengan koordinasi dan pengawasan
ketentuan yang diatur dalam undang- horisontal agar tidak terjadi
undang ini tentang : sah atau

14
kesalahan-kesalahan dalam Pasal ini dimaksudkan agar apa
yang telah disidik oleh polisi
menerapkan hukum acara pidana.
diketahui oleh kejaksaan sebagai
Bentuk pengawasan salah satu anggota komponen
fungsi dalam S.P.P. dan dapat
horizontal tersebut antara lain
memonitor bagaimana proses
tercermin dalam : selanjutnya dan apabila ada
penghentian penyidikan, apa
a. Pada waktu dimulainya
alasannya, apakah dengan
penyidikan, penyidik wajib tindakan kebijaksanaan (diskresi)
atau dengan alasan lain. Bila
memberitahukan kepada
menurut pendapat jaksa
penuntut umum. Sebagai diatur penghentian itu tidak sesuai
dengan ketentuan hukum, jaksa
Pasa1 109 ayat 1 KUHAP :
dapat melakukan pengawasan
³GDODP KDO SHQ\LGLN WHODK PXODL dalam bentuk praperadilan
umpamanya sebagai ketentuan
melakukan penyidikan suatu
pasal 80 KUHAP.14
peristiwa yang merupakan tindak
Pengawasan horisontal ini
pidana, penyidik
tercermin secara nyata pada proses
memberitahukan hal itu kepada
awal penyidikan, dimana setelah
SHQXQWXW XPXP ´
penyidik menerbitkan dan mengirim
b. Dalam hal ini penyidik
Surat Pemberitahuan Dimulainya
menghentikan penyidikan,
Penyidikan atau SPDP kepada Jaksa
penyidik memberitahukan
Penuntut Umum maka penyidik tidak
kepada penuntut umum, Pasa1
akan memiliki ruang gerak untuk
109 ayat KUHAP ³'DODP KDO
melakukan penyelewengan pada
penyidik menghentikan
pelaksanaan diskresi terutama dalam
penyidikan karena tidak terdapat
menghentikan penyidikan, karena
cukup bukti atau peristiwa
dengan diterbitkannya SPDP maka
tersebut ternyata bukan
perkembangan penyidikan atas
merupakan tindak pidana atau
perkara tersebut akan terus diawasi
penyidikan dihentikan demi
oleh pihak Kejaksaan. Jadi selain
hukum, maka penyidik
dengan alasan dihentikan demi
memberitahukan hal itu kepada
hukum tidak cukup bukti dan
penuntut umum, tersangka atau
NHOXDUJDQ\D ´ 14
M. Faal, op. cit, hal. 139.

15
peristiwa tersebut ternyata bukan IV. Penutup
merupakan tindak pidana maka 4.1 Simpulan
penyidik tidak akan dapat melakukan 4.1.1 Batasan diskresi dalam
penghentian penyidikan. KUHAP dan UU No. 2 Tahun
Mengingat wewenang 2002 tentang Kepolisian
diskresi kepolisian dalam sistem Negara RI sangat luas tanpa
peradilan pidana demikian luasnya ada batas dan kriteria sebagai
dan untuk mengantisipasi adanya pedoman kepolisian dalam
penyalahgunaan wewenang diskresi bertindak, sehingga cenderung
tersebut, maka faktor pengawasan menyiratkan ketentuan norma
adalah sangat penting, sehingga hukum yang kabur. Dalam
pelaksanaan wewenang diskresi aplikasinya melakukan
kepolisian ini tidak menyimpang dari tindakan diskresi kepolisian
maksud dan tujuan sebagaimana memerlukan interpretasi dalam
yang telah diatur dalam peraturan bertindak.
perundang-undangan. Seperti 4.1.2 Tindakan diskresi yang
dikemukakan Abadinsky, bahwa : menyimpang oleh kepolisian
³Discretion in criminal justice akan menimbulkan akibat dan
system cannot be eliminated.
tanggung jawab hukum secara
Attempts to eliminate discretion
merely diplace it into another part of hukum pidana, perdata dan
the system. There ways, however, to
administratif.
control discretion and prevent the
abuse of discretionary justice.´15
(Dalam sistem peradilan pidana,
4.2 Saran
adanya tindakan diskresi tersebut
mesti mendapat pengawasan untuk 4.2.1 Agar legislator segera merevisi
mencegah terjadinya penyimpangan
ketentuan pengaturan pasal-
dari wewenang dalam tindakan
diskresi tersebut). pasal diskresi dalam KUHAP
dan UU No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara RI
demi adanya acuan, pedoman
15
Howard Abadiensky, 1984, serta kepastian hukum dalam
Discretionary Justice an Introductionary to
Discretion in Criminal Justice, USA, Spring bertindak di lapangan.
Field Illionis.

16
4.2.2 Agar anggota Kepolisian Pidana ± UU No. 8 Tahun
1981, Aneka Ilmu, Semarang.
Negara RI dalam bertindak di
lapangan memerankan tugas Momo Kelana, 1998, Memahami
Undang-Undang Kepolisian,
dan wewenang diskresi
UU No. 28 Tahun 1997,
kepolisian untuk bertindak PTIK, Jakarta.
tepat, cepat, tanggap sasaran
Soerjono Soekanto, Diskresi
dan profesional guna terhindar Kepolisian Penindak dan
Pedoman, Harian Kompas,
dari penyimpangan serta akibat
Tanggal 21 Maret 1983,
dan tanggung jawab hukum Jakarta.
yang merugikan diri dari
Sue Titus Reid, 1985, Crime and
institusi Kepolisian Negara RI. Criminology, Fourth Edition,
CBS Publishing, USA.

DAFTAR PUSTAKA Suhardi, SA, 2007, Kamus Populer


Indonesia, Wira Raharja,
Abadiensky Howard, 1984, Semarang.
Discretionary Justice An
Introduction To Discretion In Sutikno, HP, 1987, Kamus Istilah
Criminal Justice, Sprigfield, Polri, Mabes Polri, Jakarta.
Illionis, USA.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Faal M, 1990, Penyaringan Perkara 1981 tentang Kitab Undang-
Pidana oleh Polisi (Diskresi Undang Hukum Acara Pidana
Kepolisian), Pradnya (KUHAP).
Paramita, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Hary Campbel Black, 1979, %ODFN¶V 2002 tentang Kepolisian
Law Dictionary, West Negara Republik Indonesia.
Publiching Co.
Peraturan Pemerintah Nomor 3
Harry W. More, 1979, The Tahun 2003 tentang
Principles and Procedures in Peraturan Disiplin Anggota
the Administration of Justice, Polri.
part one, USA.

Kunarto, 1997, Perilaku Organisasi


Polri, Cipta Manunggal,
Jakarta.

Moeljatno, 1984, Kitab Undang-


Undang Hukum Acara

17

You might also like