Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Nama : Ardiana Purnamasari

Nim : 21309251060

MID-EXAM PSIKOLOGI

1. Matematika dapat disajikan dalam masalah kontekstual (soal cerita) atau dalam
objek-objek matematika (symbol, variabel, relasi). Jelaskan perbedaan pendekatan
konstruktivistik dan behavioristik dalam memandang bagaimana cara matematika
dipelajari oleh siswa. Beri contoh.
a. Masalah Konstektual Matematika
Masalah matematika yang dimksud disini adalah masalah yang berkaitan dengan
matematika sekolah dan mensyaratkan siswa berhubungan dengan situasi yang tidak
dikenalnya melaui berpikir secara fleksibel dan kreatif (Mousoulides dkk, 2007). Guru
biasanya menyajikan masalah matematika berupa tugas atau soal untuk dkerjakan siswa.
Dalam pembelajaran matematika penggunaan konteks tertentu dapat dilaksanakan.
Konteks disini didefinisikan sebagai situasi yang menarik perhatian anak dan yang
mereka dapat kenali dengan baik (Nelissen, 1997)..Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa masalah matematika konstektual adalah masalah yang berkaitan
dengan matematika sekolah yang berhubungan dengan situasi yang menarik bagi anak
dan dapat dikenali dengan baik.
b. Konstruktivisme
Poedjiadi (dalam Irfan, 2019) kontruktivisme berawal dari pembentukan
pengetahuan, dan rekontruksi pengetahuan yang mengubah pegetahuan yang dimiliki
seseorang yang telah dibangun atau di konstruk sebelumnya dan perubahan itu hasil dari
interaksi dengan lingkungannya. Menurut karli (dalam Irfan: 2019) kontruktivisme
merupakan suatu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam
proses pembelajaran diawali dengan konflik kognitif yang dapat diatasi dengan
pengetahuan diri dan pada akhir prosesnya pengetahuan akan dibangun oleh
pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Piaget (dalam Sunanik,2014),
mengungkapkan manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah
kotak-kotak yang masing-masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Pengalaman
yang sama bagi seseorang akan dimaknai berbeda oleh masing-masing individu dan
disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman baru akan dihubungkan dengan
kotak-kotak atau struktur pengetahuan dalam otak manusia. Menurut beberapa pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa siawa memperoleh pengetahuan dari hasil kontruksi
siswa setelah melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan
mereka, siswa membangun suatu pengetahuan berdasarkan interaksi dan pengalamannya
dengan lingkungan. Pengetahuan baru diperoleh siswa secara aktif melalui pengetahuan
terdahulu dan pengalaman yang dilaluinya. Siswa membangun sendiri pengetahuannya
dan memberika kesan serta makna dari pengalamannya.
Karli,et.al. (2002) menjelaskan implikasi pembelajaran konstruktivisme meliputi
4 (empat) tahap yaitu : (1) Apersepsi, (2) Eksplorasi, (3) Diskusi dan penjelasan konsep
dan (4) Pengembangan dan aplikasi. Penjelasan empat tahap implikasi pembelajaran
konstruktivisme yaitu : tahap satu guru mengingatkan kembali mengenai materi-materi
matematika yang telah dipelajari sebelumnya (Siswa diberikan kesempatan untuk
mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep itu), tahap dua
siswa diberi kesempatan lagi untuk menyelidiki dan menemukan konsep matematika
melalui pengumpulan, pengorganisasian dan penginterprestasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang pendidikan (Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi
rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam sekelilingnya). Tahap ketiga, saat siswa
memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah
dengan penguatan pendidik, maka siswa membangun pemahaman baru tentang konsep
matematika yang sedang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu-ragu lagi tentang
konsepsinya. Tahap keempat, pendidik berusaha menciptakan iklim pembelajaran
matematika yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman
konseptualnya baik melalui kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah
yang berkaitan dengan isu-isu di lingkungannya.
c. Behaviorisme

Selain pendekatan konstruktivistik kita juga mengenal pendekatan behavioristik.


Teori behavioristik, belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang dapat diamati
secara langsung, yang terjadi melalui hubungan stimulus-stimulus dan respon-respon
(Dahar dalam Rufaedah: 2018). Para penganut teori ini berpendapat bahwa sudah cukup
bagi siswa untuk mengasosiasikan stimulus-stimulus dan respon-respon yang diberi
reinforcement apabila ia memberikan respon yang benar. Mereka tidak mempersoalkan
apa yang terjadi dalam pikiran siswa sebelum dan sesudah respon dibuat (Rufaedah:
2018)

Jadi dalam teori behavioristik pengetahuan awal siswa danpengalaman yang


dilalui tidak dipersoalkan. Kaum behavioristik hanya menekankan pada stimulus –
stimulus dan respon-respon yang diberikan siswa apabila diberikan reinforcement.

Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan


kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya
dan menganggap manusia bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan
dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri.
(Muhibbin Syah dalam Rufaedah, 2018 )

Model-Model Teori Belajar Behavioristik


1) Connectionisme atau Bond-Psychology (Trial and Error)
Teori belajar behavioristik model ini dipelopori oleh Thorndike (1874-1949)
dengan teorinya connectionisme yang disebut juga dengan trial and error. Pada
tahun 1980, Thorndike melakukan eksperimen dengan kucing sebagai subyeknya
(Suryabrata dalam Rufaedah, 2018). Menurutnya, belajar adalah pembentukan
hubungan (koneksi) antara stimulus dengan respon yang diberikan oleh organisme
terhadap stimulus tadi. Cara belajar yang khas yang ditunjukkannya adalah trial dan
error).

Dari eksperimen Thorndike ini, bisa diambil tiga hukum dalam belajar, yaitu:
(1) Law of readiness (hukum kesiapan).

Kegiatan belajar akan berhasil jika siswa memiliki kesiapan untuk belajar.

(2) Law of exercise (hukum latihan)

Jika siswa sering berlatih mengerjakan soal matematika atau menggunakan suatu
konsep matematika maka siswa akan semakin baik menguasainya. Sebaliknya
jika siswa tidak pernah berlatih mengerjakan soal matematika atau menggunakan
konsep matematika maka kemampuannya tidak akan bertambah.
(3) Law of effect,

Jika respon siswa dalam belajar matematika maka hasil yang diperoleh siswa
akan menjadi lebih baik dan juga sebaliknya.

2) Classical Conditioning. Teori ini dikemukakakn oleh Ivan Pavlov (1849-1936).


Menurut Terrace (1973), Classical Conditioning adalah sebuah prosedur
penciptaan reflek baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum
terjadinya refleks tersebut (Muhibbin Syah dalam Rufaedah, 2018). Teori ini
dihasilkan berdasarkan pada eksperimen terhadap anjing. Dalam hal ini, proses
belajar berdasarkaneksperimen Pavlov menuntut pada dua hukum, yaitu:
(1) Law of Respondent Conditioning (hukum pembiasaan yang dituntut),

Dalam hal ini intinya pemberian simultan bagi siswa secara bersamaan akan
menghasilkan respon siswa yang lebih baik.

(2) Law of Respondent Extinction (hukum pemusnahan yang dituntut)

Hal ini terjadi jika salah satu simultan dalam belajar dihilangkan akan berakibat
respon siswa menurun.

3) Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respon)

Teori ini muncul berdasarkan eksperiment terhadap tikus oleh Burhus Frederic
Skinner (lahir tahun 1904) dengan teorinya Operant Conditioning (Pembiasaan
Perilaku Respon)

Berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa proses belajar tunduk kepada

dua hukum, yaitu:

(1) Law of operant conditioning

Ini berarti bahwa pengetahuan akan meningkat dan bertahan apabila ada stimulus
yang meningkatkan respon tertentu

(2) Law of operant extinction,


Ini berarti bahwa pengetahuan tidak akan bertahan apabila tidak ada stimulus yang
meningkatkan respon tertentu.

Dari beberapa teori behavioristik tersebut dapat disimpulkan bahwa teori ini
bergantung pada stimulus yang diberikan kepada siswa dan juga respon yang ditunjukan
terhadap stimulus tersebut.

d. Perbedaan Antara Teori Konstruktivistik dan Behavioristik dalam mempelajari


matematika
Dari berbagai paparan diatas dapat dilihat adanya perbedaan antara teori
konstruktivistik dan behavioristik. Teori konstruktivistik memandang penetahuan
matematis sebagai sesuatu yang dapat dibangun sendiri oleh siswa melalui pengetahuan
sebelumnya dan pengalaman ketika belajar sedangkan teori behavioristik memandang
bahwa pengetahuan matematis akan muncul sebagai suatu respon terhadap stimulus –
stimulus (bisa berupa pujian, hadiah atau hukuman) yang diberikan , dan siswa dapat
mahir matematika melalui latihan
Sebagai contoh jika seorang siswa diberi pertanyaan, mengapa ia menyatakan (a
+b)2= a2+ b2? adalah karena 2(a + b) = 2a + 2b. pendapat tersebut datag dari dirinya
sendiri. Alasan yang sama kemungkinan besar akan dilontarkan seorang siswa SMA yang
menyatakan sin (a+b) = sin a + sin b. hal ini telah menunjukan bahwa para siswa telah
secara aktif menanggapi hal-hal yang menarik perhatiannnya dan tanggapannya tersebut
telah didasarkan pada pengetahuan yang sudah ada pada struktur kognitif mereka.
Dengan demikian jelaslah sekarang, bahwa siswa sendiri yang membangun pengetahuan
atau teori dan teori yang dikemukakan siswa tadi telah didasarkan pada pengetahuan
yang ada di dalam struktur kognitifnya. Contoh lain pada pendekatan konstruktivisme
misalkan dalam mempelajari materi aritmetika sosial,siswa dapat mengamati proses jual
beli kemudian guru meminta siswa untuk menyelesaikan masalah yang diberikan tentang
jual beli yang diberikan oleh guru. Siswa akan membangun sendiri pengetahuannya
melalui masalah konstektual yang dialaminya sendiri tentunya dengan bimbingan yang
diberikan oleh guru.
Teori behavioristik memandang suatu pengetahuan sebagai sesuatu yang obyektif,
psif , dan tetap. Teori ini bergantung pada materi pembelajaran dan tujuan pembelajaran.
Siswa hanya menerima pengetahuan matematika dari materi yang dberikan guru dan
memiliki pngetahuan karena terus mengulangnya. Sebagai contoh ketika pelajaran guru
memberikan materi tentang trigonometri, guru memberikan rumus-rumus trigonometri
dan aplikasinya pada soal kemudian siswa menerima materi tersebut dan mengulangnya
dengan mengerjakan soal-soal latihan yanga ada.
e. Contoh Penerapan Teori Konstruktivitik Pada Pembelajaran Matematika

Materi : Bangun ruang

Kegiatan pembelajaran:

1. Guru mempersiapkan bahan pembelajaran


2. Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil
3. Guru menunjukan contoh benda-benda disekitar yang berbentuk balok seperti
kotak kapur, ruang kelas dan lain-lain.
4. Guru menyiapkan beberapa balok transparans dan kubus-kubus satuan dari karton.
Kemudian siswa diminta untuk memasukan kubus-kubus satuan itu pada balok
transparan yang telah dipersiapkan guru.
5. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
a. Berapa banyaknya kubus satuan yang dapat dimasukan tepat pada balok
transparan itu?.
b. Berapa banyaknya kubus satuan yang terdapat pada panjang (rusuk) balok
transparan itu?.
c. Berapa banyaknya kubus satuan yang terdapat pada lebar (rusuk) balok
transparan itu?.
d. Berapa banyaknya kubus satuan yang terdapat pada tinggi (rusuk) balok
transparan itu?.
6. Guru meminta siswa untuk menggambar kubus transparan itu lengkap dengan
banyaknya kubus satuan yang telah dilakukan sebelumnya
7. Selanjutnya guru juga meminta siswa menuliskan jawaban pertanyanyaan yang
sebelumnya telah diberikan pada gambar rusuk-rusuk balok.
8. Guru menjelaskan bahwa banyaknya kubus satuan dalam balok tersebut ada
hubungannya antara banyaknya kubus satuan pada rusuk-rusuk balok itu.
9. Guru memberi beberapa buah gambar balok lengkap dengan kubus satuan di
dalamnya yang ditempel di papan tulis misalkan terdapat 3 buah ambar balok
yang berbeda
10. Kemudian siswa juga diminta untuk menggambarnya serta menuliskan
banyaknya kubus satuan pada rusuk-rusuk balok itu.
11. Guru juga meminta siswa untuk menghitung dan menuliskan banyaknya kubus
satuan pada masing-masing gambar yang ditempel dipapan tulis
12. Kemudian guru meminta siswa mendiskusikan hubungan antara banyaknya kubus
satuan dalam gambar itu dengan banyaknya kubus satuan pada rusuk-rusuk
(panjang, lebar dan tinggi) masing-masing gambar di atas.
13. Guru meminta siswa menuliskan hasil diskusi mereka untuk mengisi titik-titik
dibawah ini dengan sebuah operasi matematik yang menyatakan hubungan antara
banyaknya kubus satuan dalam gambar dengan banyaknya kubus satuan pada
masing-masing rusuk dalam gambar tersebut.
Banyak Panjang Lebar Tinggi
Kubus
24 4 …. 3 …. 2
60 5 …. 4 …. 3
120 6 …. 5 …. 4

14. Guru Membimbing siswa untuk menemukan rumus volume balok.


Bila pada suatu balok terdapat V kubus satuan , p kubus satuan pada rusuk
panjang, l kubus satuan pada rusuk lebar serta t kubus satuan pada rusuk tinggi,
maka selanjutnya siswa diminta menuliskan hubungan antara V, p, l dan t.
15. Jika siswa telah mampu menemukan rumus volume balok, selanjutnya guru
menjelaskan makna simbol-simbol pada rumus tersebut
16. Untuk mengecek pemahaman siswa tentang penguasaan konsep volume balok,
guru dapat memberikan masalah atau soal atau mengembangkan konsep ini untuk
bangun ruang yang lain, misalnya kubus
f. Penerapan Teori Behavioristik Pada Pembelajaran Matematika

Materi : Fungsi Kuadrat

Kegiatan Pembelajaran :
Sebelum memberikan pembelajaran guru menyiapkan bahan pelajaran agar
target pencapaian dalam satu kompetensi dasar dapat dipenuhi.
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah ,Tanya jawab dan aplikasi
soal-soal. Dalam kegiatan pembelajaran guru memberikan stimulus dan siswa
merespon stimulus tersebut. Sebagai contoh dalam materi fungsi kuadrat:
1. Guru menjelaskan bahwa fungsi kuadrat jika digambarkan akan slsalu
membentuk parabola. Guru memberikan stimulus berupa contoh dari fungsi
kuadrat yaitu bola yang dilempar keatas, gerakan rudal yang ditembakkan,
lintasan roket yang diluncurkan, lintasan bola yang ditendang.
2. Dari contoh yang diberikan, guru menyampaikan bahwa dengan memanfaatkan
pengetahuan mengenai grafik fungsi kuadrat setiap gerakan yang dicontohkan
dapat dihitung dimana puncak maksimal rudal yang ditembakkan, bola yang
dilempar ke atas, lintasan roket yang diluncurka dan lintasan bola yang
ditendang. Selain itu dapat dicari juga dimana bola tersebut jatuh lagi di tanah.
3. Guru memberikan contoh soal tentang cara menggambarkan sebuah fungsi
kuadrat. Siswa merespon dengan memperhatikan penjelasan dari guru. Lalu
guru menjelaskan jawabannya yaitu cara yang digunakan untuk
menggambarkan grafik fungsi kuadrat adalah:
1) buat tabel nilai,
2) letakkan koordinat yang diperoleh pada bidang cartesius,
3) hubungkan titik-titik tersebut sehingga terbentuk sebuah kurva yang
mulus.
4. Setelah guru selesai menyampaikan materi, siswa diberi latihan soal oleh guru
sebagai tolak ukur dari materi yang sudah disampaikan dan siswa menjelaskan
jawaban nya. Jika siswa mampu menjawab soal dengan benar maka akan ada
penghargaan yang diberikan oleh guru misalnya nilai tambahan. Sedangkan
siswa yang belum bisa menjawab dengan benar maka harus memperbaiki
dengan memberikan hukuman yaitu latihan tambahan atau PR agar siswa
terbiasa dan dapat memahami materi yang telah disampaikan
2. The modal model adalah salah satu model yang mendeskripsikan bagaimana bahan
ajar diterima, difikirkan, dan disimpan sebagai pengetahuan oleh siswa. Terdapat tiga
komponen utama dalam model ini. Pilih sebuah topik matematika, dan buat deskripsi
bagaimana proses siswa memelajari topik ini dengan baik/efektif apabila topik ini
disajikan di kelas oleh seorang guru matematika
a. The Modal Model Memory
Modal model memory di usulkan oleh Atkinson dan Shiffrin. Model tersebut membagi
menjadi tiga komponen yaitu:
i. Sensory Memory
Informasi masuk ke dalam sistem pengolah informasi melalui panca
indera.. Sistem persepsi bekerja pada informasi ini untuk menciptakan persepsi.
Karena keterbatasan kemampuan dan banyaknya informasi yang masuk, tidak
semua informasi bisa diolah. Informasi yang baru saja diterima ini disimpan
dalam suatu ruang sementara yang disebut sensory memory. Durasi suatu
informasi dapat tersimpan di dalam sensory memory ini sangat singkat.. Tahap
pemrosesan informasi ditahap ini sangat penting karena menjadi syarat untuk
dapat melakukan pemrosesan informasi di tahap berikutnya, sehingga perhatian
seseorang terhadap informasi yang baru diterimanya sangat diperlukan. Seseorang
akan memberikan perhatian yang lebih terhadap informasi jika informasi tersebut
dianggap menarik dan jika informasi tersebut bisa membangkitkan pengetahuan
yang telah dimiliki sebelumnya.
ii. Short-term Memory (STM) atau "Working Memory"
Tahapan penyimpanan informasi berikutnya, yaitu Short-term memory
atau working memory berhubungan dengan apa yang sedang dipikirkan seseorang
sesaat ketika menerima informasiatau stimulus. Durasi suatu informasi tersimpan
di dalam short-term memory sekitar 15 – 20 sekon dan akan bertambah lama jika
terdapat pengulangan informasi. Informasi pada memory angka pendek
berangsur-angsur menghilang ketika informasi tersebut tidak lagi diperlukan. Jika
informasi terus digunakan, maka lama-kelamaan informasi tersebut akan masuk
ke dalam long-term memory.
iii. Long-term Memory (LTM)
Long-term memory merupakan memory penyimpanan jangka panjang.
Informasi yang tersimpan di dalam long-term memory diorganisir ke dalam
schema. Schema mengelompokkan elemen-elemen informasi. Schema
memfasilitasi akses informasi di waktu mendatang ketika akan digunakan
.Dengan demikian, keahlian seseorang berasal dari pengetahuan yang tersimpan
dalam bentuk schema di dalam long-term memory, bukan dari kemampuannya
untuk melibatkan diri dengan elemen-elemen informasi yang belum terorganisasi
di dalam long-term memory (Merrienboer dan Sweller, 2005).
Kapasitas penyimpanan dalam long-term memory ini dapat dikatakan tak
terbatas besarnya dan informasi yang sudah masuk di dalam long-term memory
tidak akan pernah hilang, meskipun bisa saja terjadi informasi tersebut tidak
berhasil diambil kembali (retrieval) karena beberapa alasan.
Pemprosesan informasi dapat dilihat dari gambar berkut:

Kusaeri et, al (2018)


Terjadinya pemrosesan informasi berawal dari adanya stimulus atau informasi
yang masuk ke sensory memory/sensory register melalui alat indra (Hitipiew
dalam Kusaeri et.al, 2018). Informasi yang masuk ke sensory register kemudian
akan diseleksi informasi yang tidak diberikan perhatian akan dilupakan,
sedangkan informasi yang diberikan perhatian akan diteruskan ke dalam short
term memory (memori jangka pendek). Hasil dari seleksi informasi akan
menimbulkan persepsi. Ketika informasi terus diberikan perhatian dan sering
terjadi rehearsal (pengulangan), maka informasi yang sudah diberikan persepsi
tersebut akan masuk ke long term memory. Setelah berada di long term memory,
informasi dapat diperoleh kembali dengan melakukan retrieval (pemanggilan
informasi yang terdahulu) atau informasi tersebut akan terlupakan .
b. Deskripsi teori pemprosesan informasi menutut The Modal Model teory
Topik: Aplikasi Perbandingan Trigonometri
Dalam proses pembelajaran guru memberikan permasalahan matematika tentang
perbandingan trigonometri.

Informasi atau stimulus berupa soal yang diterima siswa masuk ke dalam sensory
memory melalui alat indra, yaitu indra penglihatan dan indra pendengaran. Kemudian
attention (perhatian) terjadi setelah siswa membaca soal yang kemudian akan diteruskan
ke dalam longterm memory dan timbul persepsi. Selanjutnya, siswa merealisasikan
persepsi dengan melakukan retrieval yaitu pemanggilan informasi tentang konsep materi
perbandingan trigonometri yang pernah diperoleh sebelumnya serta menggunakan konsep
sudut yang dibutuhkan dari long term memory untuk menyelesaikan masalah yang
diberikan, dalam proses pemanggilan informasi mungkin saja terjadi lupa. Dalam proses
penyelesaian masalah informasi terus mendapatkan perhatian sehingga informasi tentang
permasalahan ini akan diteruskan kedalam long term memory.

Referensi:
Irfan & Mega.2019.Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika.ISBN: 978-602-9250-39-
8
Kusaeri,et.al.2018. Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika
Berdasarkan Teori Pemrosesan Informasi. Suska Journal of Mathematics Education
Vol. 4, No. 2, 2018, Hal. 125 – 141
Sunanik.2014. Perkembangan Anak Ditinjau Dari Teori Konstruktivisme. Syamil .pISSN: 2339-
1332, eISSN: 2477-0027 2014, Vol. 2 No. 1
Rufaedah, Evi Aeni.2018. Teori Belajar Behavioristik Menurut Perspektif
Islam. Jurnal Pendidikan dan Studi Islam.DOI: 10.5281/zenodo.3550518

You might also like