Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 6 (Ipi)
Kelompok 6 (Ipi)
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
KELAS : E
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua yang berupa ilmu dan amal. Dan
berhat rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang isnyaallah
tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan tuntas apabila
tanpa adanya bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh Karena itu, pada kesempatan
ini penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Akhirnya, kritik, saran, dan masukan yang
membangun sangat penulis butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam penulisan kearah yang
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
KELOMPOK 6
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
Latar Belakang........................................................................................................................1
Rumusan Masalah..................................................................................................................2
Tujuan.....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
Kesimpulan...........................................................................................................................15
Saran.....................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah kata pendidikan sudah tidak asing lagi untuk di dengar, yang mana
pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan di dunia
ini. Tidak bisa di pungkiri dalam sebuah pendidikan selalu terdapat tujuan yang ingin
dicapai, tujuan tersebut bisa di capai dengan adanya beberapa faktor, salah satunya
dengan adanya seorang pendidik, di dalam segi bahasa pendidik merupakan orang
yang mendidik atau memberikan pendidikan, sedangkan pendidik dalam pendidikan
islam merupakan seseorang yang berkewajiban karena tuntutan agama untuk
menyalurkan ilmunya dan bertanggung jawab atas ilmu yang di dapat dan di salurkan
kepada orang lain, yang mana agama menyerahkan tanggung jawab dan amanat
pendidikan tersebut, sedangkan yang menerima amanat dan tanggung jawab sebuah
pendidikan ialah semua orang yang ada di bumi ini. Dengan kata lain pendidik
merupakan suatu sifat yang telah melekat dalam setiap jiwa manusia, seperti halnya
orang tua yang wajib untuk mendidik anaknya.
Seorang pendidik harus memiliki dasar ilmu pengetahuan yang sangat banyak,
karena setiap waktu pendidikan pasti akan berubah sesuai dengan berputarnya bumi.
Seperti yang disebutkan diatas seorang pendidik bukan hanya guru saja, tetapi juga
termasuk diri sendiri, orang tua, bahkan masyarakat/lingkungan. Dengan demikian
seorang pendidik mempunyai peranan masing-masing dalam menjalankan suatu
pendidikan, dan dalam setiap peranan tersebut harus dipertanggung jawabkan. Selain
itu pendidik juga mempunyai peranan utama dalam proses pendidikan, yaitu dengan
adanya pendidik diharapkan bisa menciptakan peserta didik yang diharapkan dalam
tuntutan agama, yang lebih baik dari seseorang yang tidak mengenal pendidikan dan
dapat mempertahankan agamanya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Di dalam kegiatan belajar-mengajar pasti ada yang sering kita sebut dengan pendidik
dan peserta didik, yang mana keduanya memiliki keterikatan yang sangat kuat, karena
pendidik tanpa peserta didik tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar, begitu juga
sebaliknya. Sebelum melangkah lebih jauh tentang pendidik dalam pendidikan islam, terlebih
dahulu kita harus mengetahui pengertian dari pendidikan islam tersebut, pendidikan islam
adalah suatu kajian yang memuat teori-teori pendidikan serta data-data dan penjelasannya
sesuai dengan perspektif islam. Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-
orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta),
maupun psikomotorik (karsa).
Dalam literature Islam, seorang pendidik biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy,
mursyid, mudarris, dan mu’addib1
Kata ustadz biasanya digunakan untuk memanggil seorang professor, hal ini
bermakna bahwa seorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme
dalam mengemban tugasnya.
Kata mualim berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu. Dalam
setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah. Hal ini mengandung
makna bahwa seorang guru dituntut untuk menjlaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
dikerjakannya, serta menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkan siswa untuk mengamlkannya.
Kata murabbiy berasal dari kata dasar Rabb. Tuhan adalah sebagai Rabb-al-‘alamin
dan Rabb al-nash, yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya
termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah-Nya diberi tugas untuk menumbuh
kembangkan kreativitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara alam
1
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011)., hal. 74-75.
3
seisinya. Dari pengertian ini pendidik adalah seseorang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mempu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara
kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya.
Kata mursyid biasa digunakan untuk guru dalam Thariqah (Tasawuf). Seorang
mursyid (guru) beusaha menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada
peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya,
maupun dedikasinya yang serba Lillahi Ta’ala (karena mengharap ridha Allah
semata). Dengan demikian dalam konteks pendidikan mengandung makna bahwa
guru merupakan model atau sentral indentifikasi diri, yakni pusat anutan dan teladan
bahkan konsultan bagi pesrta didiknya.
Kata mudarris berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan wa durusann wa
dirasatan,yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang,
melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas
kebodohan mereka, serta memilih ketidaktahuan atau memberantas kebodohan
mereka, serta melatih ketrampilan mereka sesuai dengan bakat,minat dan
kemampuannya.
Kata muadddib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab, atau
kemajuan lahir dan batin. Jadi guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki
peran dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas di masa
depan.
Pengertian pendidik secara umum dapat diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab atas
pendidik dan pengajaran. Sedangkan secara bahasa pendidik adalah orang yang pekerjaanya
mengajar. Dalam konteks yang lebih luas setiap individu adalah pendidik, oleh sebab itu ia
harus menjaga dan meningkatkan kualitas diri dan sekaligus menjadi tauladan bagi sesamnya.
Sedangkan pendidik dalam islam adalah setiap individu yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan subjek didik.2
Seorang pendidik merupakan komponen yang sangat penting dalam system kependidikan,
karena pendidiklah yang akan mengantarkan anak didik pada tujuan yang telah ditentukan,
yang mana tujuan pendidikan islam adalah menciptakan/membentuk manusia yang sempurna
(insan kamil) yang sesuai dengan ukuran islam. Hal tersebut tidak mudah seperti
membalikkan sebuah telapak tangan, mengapa demikian ! karena seorang pendidik memiliki
2
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., hal. 37
4
tanggung jawab yang sangat besar untuk menjadikan peserta didik lebih baik dari sebelum-
sebelumnya.
Selain itu terdapat tugas pendidik yang dapat dijabarkan dalam beberapa pokok pikiran, yaitu
1. Sebagai Pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program
yang disusun, dan akhirnya dengan pelaksanaan penilaian setelah program
tersebut dilaksanakan.
2. Sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kecerdasan kepribadian sempurna (insan kamil), seiring dengan tujuan
penciptaan-Nya.
3. Sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin, mengendalikan diri
(baik diri sendiri, peserta didik, maupun masyarakat), upaya pengarahan,
pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program
yang di lakukan.3
Melihat tugas seorang pendidik diatas, kita dapat berfikir bahwa tugas dan tanggung jawab
yang dipikul oleh para pendidik sangat berat sekaligus sangat mulia, karena pendidik
memiliki tanggung jawab untuk menjadikan peserta didik seperti yang dituntut oleh
keinginan agama, selain itu oleh pendidiklah peserta didik bisa mencapai cita-cita yang
diinginkannya dan menjadi orang yang berbudi pekerti luhur serta mempunyai sopan santun.
1. misalnya berupa masukan, keluhan, permintaan, pertanyaan, bahkan
kritikan mereka.
2. Kemampuan menyegarkan suasana, agar tetap kondusif dan peserta
didik tetap bersemanga belajar.
3. Kemampuan berkomunikasi secara efektif.
4. Kemampuan bercerita, misalnya kisah para Nabi, Rasul, Sahabat
Rasullullah, dan para pahlawan/mujahid Islam.
5. Kemampuan memimpin forum.
3
Arifuddin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit., hal. 65-66
5
Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu, dan bertugas sebagai
pendidik. Dalam Islam orang yang beriman dan berilmu pengatahuan (guru) sangat luhur
kedudukannya di sisi Allah daripada yang lainnya, sebagaimana firman Allah :
ْ ِٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓوا ِإ َذا قِي َل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوا ف
َوا ِمن ُك ْم َوٱلَّ ِذينPPُىٱل َم ٰ َجلِ ِسفَٱ ْف َسحُوايَ ْف َس ِحٱللَّهُلَ ُك ْم َوِإ َذاقِيٱَلن ُش ُزوافَٱن ُش ُزوايَرْ فَ ِع ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن
ُأوتُوا ْٱل ِع ْل َمد ََر ٰ َجتٍ َوٱللَّهُبِ َماتَ ْع َملُونَ َخبِي ٌر
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya AllahQakan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya AllahQ akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS al-Mujadilah
[58]; 11)
Pendidik memiliki beberapa fungsi mulia, diantaranya, pertama pensucian, artinya sebagai
pemelihara diri, pengembang serta pemeliharaan fitrah manusia; kedua adalah fungsi
pengajaran, artinya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada
manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Maka
dari itu, peran pendidikan sangat berperan penting dalam proses pendidikan, karena dia yang
bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Maka, itulah sebabnya Islam
sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas
sebagai pendidik yang mempunyai tugas yang sangat mulia (Basuki dan Ulum, 2007;80-81). 4
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan ru) yang berarti “digugu
dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu yang
memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat
kehidupan ini. Dikatakan ditiru (diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh,
karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta
didiknya.5 Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekadar transformasi ilmu, tapi
juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta didiknya. Pada tataran
ini terjadi sinkronisasi antara apa yang diucapkan oleh guru (didengar oleh peserta didik) dan
yang dilakukannya (dilihat oleh peserta didik).
Oleh karena itu, maka tugas pendidik dalam pendidikan Islam dapat disimpulkan menjadi
tiga bagian, yaitu:
4
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan, (Ar-Ruzz Media : 2012), hal. 142-143.
5
Tim Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PPPAI-PTU, 1984), hal. 149.
6
1. Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian program dilakukan.
2. Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat
kedewasaan dan berkepribadian seiring dengan tujuan Allah Swt. menciptakannya.
3. Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri,
peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang
menyangkut upaya pengerahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan
partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip
keguruan.Prinsip keguruan itu dapat berupa:
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk
jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun
kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru
bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun
dirinya dan membangun bangsa dan Negara. Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang
terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya
sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan, dan kemasyarakatan.
Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mendidik,
mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai
pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Tugas
guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi kepada anak didik. Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan
keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
Tugas kemanusiaan salah satu segi dari tugas guru. Sisi ini tidak bisa guru abaikan, karena
guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial. Guru harus
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Dengan begitu anak didik dididik
agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial. Guru harus dapat menempatkan diri sebagai
orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang tua kandung/wali anak
didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu pemahaman terhadap jiwa dan watak anak didik
diperlukan agar dapat dengan mudah memahami jiwa dan watak anak didik. Begitulah tugas
guru sebagai orang tua kedua, setelah orang tua anak didik di dalam keluarga di rumah.
7
Di bidang kemasyarakatan merupakan tugas guru yang juga tidak kalah pentingnya. Pada
bidang ini guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga
Negara Indonesia yang baik. Memang tidak dapat dipungkiri bila guru mendidik anak didik
sama halnya guru mencerdaskan bangsa Indonesia. Bila dipahami, maka tugas guru tidak
hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan
masyarakat. Bahkan bila dirinci lebih jauh tidak hanya yang telah disebutkan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:
6
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. III, (Jakarta: Rineka Cipta,
2005), hal. 36-41.
8
Dengan meneliti poin-poin tersebut, tahulah bahwa tugas guru tidak ringan. Profesi guru
harus berdasarkan panggilan jiwa, sehingga dapat menunaikan tugas dengan baik dan ikhlas.
Guru harus mendapatkan haknya secara proporsional dengan gaji yang patut diperjuangkan
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat
bahwa tugas guru ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu
sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain.
Dalam pendidikan di sekolah, tugas guru sebagian besar adalah mendidik dengan cara
mengajar. Tugas pendidik di dalam rumah tangga sebagian besar, bahkan mungkin
seluruhnya, berupa membiasakan, memberikan contoh yang baik, memberikan pujian,
dorongan, dan lain-lain yang diperkirakan menghasilkan pengaruh positif bagi pendewasaan
anak. Jadi, secara umum, mengajar hanyalah sebagian dari tugas mendidik.Tugas guru selain
mengajar ialah berbagai tugas yang sesungguhnya bersangkutan dengan mengajar, yaitu
tugas membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang
selalu bersangkutan dengan pencapaian tujuan pengajaran.
Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara
seperti observes, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya.
Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan
perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan
berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan anak
didik berjalan dengan baik.
Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam
mengembangkan potensinya.
Dalam tugas tersebut di atas tidak disebut dengan jelas tugas guru yang terpenting, yaitu
mengajar. Sebenarnya, tugas itu terdapat secara implisit dalam tugas pada butir (2) dan (3).
Sebenarnya, dalam teori pendidikan Barat, tugas guru tidak hanya mengajar, mereka bertugas
juga mendidik dengan cara selain mengajar, sama saja dengan tugas guru dalam pendidikan
Islam. Perbedaannya ialah tugas-tugas itu dikerjakan mereka untuk mencapai tujuan
pendidikan sesuai dengan keyakinan filsafat mereka tentang manusia yang baik menurut
mereka. Sikap demokratis, sikap terbuka, misalnya, dibiasakan dan dicontohkan mereka
kepada murid. Hal itu kelihatan terutama dalam metode mengajar yang digunakan mereka,
juga dalam perilaku guru-guru di Barat.
Jadi, perbedaannya bukan terletak pada tugas guru, melainkan pada sistem filsafat yang
dianut, sistem filsafat orang Barat memang berbeda dari sistem filsafat pendidikan orang
Islam. Sesungguhnya tugas seorang pendidik muslim itu bukan hanya sekedar mengisi otak
9
murid-muridnya dengan berbagai ilmu pengetahuan, kemudian selesai, akan tetapi ia harus
melanjutkan kepada pendidikan yang sempurna yang berdiri di atas kejernihan aqidah dan
akhlak, dari hal-hal yang dilarang oleh dien yang lurus. Maka seorang pendidik muslim yang
sukses haruslah menjadikan perkataan dan tingkah laku murid-muridnya di dalam kelas
bersandar kepada petunjuk Nabi yang benar. Allah SWT. berfirman:
قُلْ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّوْ نَ هّٰللا َ فَاتَّبِعُوْ نِ ْي يُحْ بِ ْب ُك ُم هّٰللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم ۗ َوهّٰللا ُ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
Artinya: Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. (Qs. Ali Imran: 31.)
Perjalanan hidup Rasulullah menunjukkan bahwasanya beliau adalah seorang pendidik yang
bijaksana, seorang mu’allim, pemberi pengarahan, penasehat, orang yang belas kasih,
dicintai, dan orang yang ikhlas. Maka seorang pendidik muslim haruslah mensifati dirinya
dengan sifat-sifat ini terutama dalam hal keikhlasan. Ia harus mengikhlaskan amalnya hanya
untuk Allah semata dan tidak melihat harta. Apabila ia diberi meskipun sedikit ia bersyukur
dan apabila tidak diberi ia harus bersabar.7
Berdasarkan paparan para ahli yang telah diuraikan di atas, maka dapat diketahui bahwa
tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan
hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Tugas pendidik ini dapat dibagi
menjadi tiga bagian pokok, yaitu: sebagai pengajar, sebagai pendidik, dan sebagai pemimpin.
Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan
dan kemasyarakatan.
7
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orang Tua, (Solo: Pustaka Barokah, 2005),
hal. 27.
77
Ibid,hlm.92
10
1.Penguasaan materi al-islam yang komperehensif serta wawasan dan bahan
pengayaan,terutama pada bidang yang menjadi tugasnya.
2.Penguasaan strategi (memcakup pendekatan metode dan teknik) pendidikan islam,
terutamakemampuan evaluasinya.
3.Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan
4.Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna
keperluan pengembangan pendidikan islam dimasa depan.
5.Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang
mendukungkepentingan tugasnya.
11
vi. Memberi hafiah (tabsyir/reward ) dan hukuman (tandzir/punishment ) sesuai
dengan usahadan upaya yang dicapai peserta didik dalam rangka memberikan
persuasi dan motivasi dalan proses belajar. (QS.Al-Baqarah : 119)Di
Indonesia, masalah kompetensi pendidikan terutama guru selalu
dikembangkan. Dalamkebijakan terakhir yaiti peraturan pemerintah no.
74/2008 tentang guru,bab II, pasal 2 ditegaskan bahwa guru wajib memiliki
kualifikasi akademik, kompetensi sertifikat pendidikan, jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan intuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Dalam sejarah pemikiran para Ulama dalam pendidikan Islam, banyak ditemukan
khazanah mutiara pemikiran dalam ranah kode etik pendidik. Dimana kode etik ini di
rumuskan oleh para ulama pemikir pendidikan Islam untuk dijadikan pegangan bagi pendidik
pada waktu itu. Namun demikian, bukan berarti sudah tidak relevan dengan masa sekarang,
tetap saja pemikiran para Ulama tersebut dapat diaplikasikan oleh para pendidik di era
sekarang ini. Diharapkan ketika pendidik menerapkan norma-norma tersebut akan dapat
menjalankan profesinya dengan baik. Sehingga marwah pendidik akan tetap bisa terjaga
dalam masyarakat, karena mereka memegang kode etik pendidik dalam perspektif Islam. Ada
hal menarik terkait dengan Kode Etik Pendidik dalam Islam. Karena dia dapat dijadikan
sebagai pegangan norma yang harus dipatuhi oleh setiap pendidik. Hal ini menunjukan
bahwa posisi pendidik begitu sangat penting sehingga ulama memberikan batasan kode etik
lebih banyak dibandingkan dengan peserta didiknya. Al-Ghazali berkata dalam kitab Ihya’
(1979) bahwa :
1) Pendidik harus memiliki rasa senang terhadap peserta didiknya.Sebagaimana
anaknya sendiri. Ini merupakan kunci sukses bagi pendidik ketika ingin sukses
dalam mengajar.9
2) Pendidik haruslah meneladi sifatsifat Rasulullah. Hal ini karena memang
pendidik merupakan orang yang menjalankan ajaran Rasulullah baik dalam
tugas dakwah maupun tugas mendidik.
3) Pendidik dalam konteks ini harus memiliki keikhlasan sebagaimana para nabi
ketika berdakwah kepada umatnya. Pendidik hendaklah bisa memberikan
nasihat apapun untuk kemaslahatan peserta didik.
4) Pendidik sebagai teladan bagi peserta didik, hendaknya senantiasa memberi
perintah kepada peserta didiknya untuk meninggalkan akhlak tercela.Dalam
kitab Muraqi al-Ubudiyah fi Syarkh al-Bidayah al-Hidayah (Farhan, 2018)
yang ditulis oleh Ulama Jawa kharismatik, yaitu Syekh Muhammad Nawawi
al-Jawi al-Bantani menyebutkan bahwa pendidik memiliki kode etik
diantaranya:
9
Abdul Mujib, A. M., & Jusuf Mudzakkir, J. M. (2007). Ilmu pendidikan islam. Kencana Prenada Media Group.
12
a. Harus siap untuk menerima problematika peserta didik dengan hati
yang lapang, serta diiringi sikapyang tabah.
b. Harus senantiasa memiliki sikap santun dan juga penyayang,
sebagaimana dalam QS. Ali-Imron: 159.
c. Harus mampu menjaga kewibawaan dan marwah profesi pendidik
dalam setiap aktifitas kehidupannya, baik dalam konteks tindakan
maupun ucapan.
d. Harus bisa menjauhi dari sikap sombong kepada siapapun sebagaimana
QS. Al-Najm: 32.
e. Harus bisa memiliki sikap rendah hati kepada kelompok masyarakat
disekitarnya QS. Al-Hijr: 88.
f. Harus meniadakan setiap kegiatan yang tidak memiliki nilai guna dan
sia-sia.
g. Harus memiliki sikap lembah lembuh khususnya terhadap peserta didik
yang memiliki tingkat IQ yang lebih rendah dari peserta didik
kemudian dia harus berkenan untuk memberikan pembinaan secara
maksimal kepadanya.
h. Harus bisa meninggalkan sikap marah ketika menghadapi
problematika yang ada, khususnya dalam konteks tugas keguruan.
i. Harus berkenan untuk senantiasa memperbaiki kualitas sikap dari
peserta didiknya, dan juka bersikap lemah lembut khususnya kepada
peserta didik yang kurang lancar dalam hal berbicara.
j. Harus bisa meninggalkan sikap yang menakutkan bagi peserta
didiknya, khususnya ketika peserta didik belum memiliki pemahaman
yang komprehensif dalam suatu materi pelajaran.
k. Harus senantiasa memberikan perhatian terhadap segala macam
pertanyaan yang diajukan oleh peserta didiknya, sekalipun pertanyaan
tersebut memiliki kualitas yang rendah dan juga tidak tertalu sesuai
dengan materi pembelajaran yang sedang diajarkan.
l. Harus siap untuk menerima kebenaran yang disampaikan oleh peserta
didiknya.
m. Harus senantiasa mengedepankan kebenaran dalam setiap proses
pembelajaran, sekalipun kebenaran tersebut berasal dari peserta
didiknya.
n. Harus dapat mencegah peserta didiknya dari belajar ilmu yang tidak
baik (berbahaya) sesuai dengan inspirasi QS. Al-Baqarah : 195.
o. Harus senantiasa menanamkan sifat ikhlas kepada peserta didiknya,
serta berusaha secara maksimal dalam rangka mencari keilmuan terkait
dengan hal bisa disampaikan kepada peserta didiknya supaya memiliki
tingkat taqarrub kepada Allah SWT. Hal ini sesuai dengan QS.
AlBayyinah: 5.
p. Harus mampu mencegah dan mengarahkan peserta didiknya
untukmempelajari ilmu fardu kifayah sebelum ilmu fardu ‘ain.
13
q. Harus bisa mengaktualisasikan informasi yang disampaikan kepada
peserta didiknya, sesuai dengan QS. Al-Baqarah : 44 dan QS. As-
Shaf: 2-3.
10
Farhan, M. (2018). Formulasi Kode Etik Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam. Al-Fikri: Jurnal Studi Dan
Penelitian Pendidikan Islam, 1(1), 85–95.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik dapat diartikan sebagai orang yang bertanggung jawab atas pendidik dan
pengajaran. Tugas Pendidik enyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta
membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah Swt. Realisasi
tugas ini merupakan cerminan dari tujuan utama pendidikan Islam adalah berupaya
menciptakan subyek didik untuk mampu mendekatkan diri kepada-Nya.
B. Saran
Kami berharap dengan membaca makalah ini seorang pendidik bisa lebih baik lagi
dan lebih professional dalam bidangnya masing-masing, karena pendidik memiliki peran
yang penting dalam kesejahtraan seorang anak didiknya. selain dari itu kami berharap tidak
ada lagi sifat meremehkan baik tugas, syarat, dan sifat dari seorang pendidik karena itu
merupakan kunci kesuksesan seorang pendidik. Mungkin makalah ini jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami mohon saran dari dosen pembimbing dan teman-teman,
supaya kedepannya kami bisa lebih baik lagi dari sebelumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2011)., hal. 74-75.
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, op.cit., hal. 37
Arifuddin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit., hal. 65-66
Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan, (Ar-Ruzz Media : 2012), hal.
142-143.
Tim Departemen Agama RI, Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PPPAI-PTU,
1984), hal. 149.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Cet. III, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2005),hal. 36-41.
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Seruan Kepada Pendidik dan Orang Tua, (Solo: Pustaka
Barokah, 2005), hal. 27. Ibid,hlm.92
Abdul Mujib & Abdul Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada
Media,2006), hal. 95.
Abdul Mujib, A. M., & Jusuf Mudzakkir, J. M. (2007). Ilmu pendidikan islam. Kencana
Prenada Media Group.
Farhan, M. (2018). Formulasi Kode Etik Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam. Al-
Fikri: Jurnal Studi Dan Penelitian Pendidikan Islam, 1(1), 85–95.
16