Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Fitri Anggraeni
Jurnal Fitri Anggraeni
Fitri Anggraeni*, Dr. Ir. Suyono, M.S2 , Ir. Sri Widarni, M.Si3
1*
Universitas Jenderal Soedirman
Email: anggrafitri029@gmail.com
2
Universitas Jenderal Soedirman
Email: suyono100@gmail.com
3
Universitas Jenderal Soedirman
Email: sriwidarni1957@gmail.com
*
Penulis korespondensi: author3@email
ABSTRACT
Cabbage is a vegetable commodity that is widely produced in
Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Central Java. The main
producers of vegetables in the highland include Batursari Village, Dawuhan
Village, Igirklanceng Village, Sridadi Village, and others. The aim of this
study is to: 1) Understand the cabbage value chain using quantitative value
chain analysis (cost and margin analysis), 2) Find out the cabbage value
chain mapping using the value chain mapping method, and 3) Identify the
strategy to strengthen cabbage commodity production using in-depth
interviews with the key person. This research was conducted from March to
May 2020. This research was conducted with a sample size of 69 cabbage
farmer respondents who were selected by simple random sampling, 5
respondents from inter-regional traders and 5 respondents to retailers using
snowball sampling. The targeted farmer respondents were cabbage farmers
in three villages in Sirampog District, namely cabbage farmers in Batursari
Village, Dawuhan Village, and Igirklanceng Village. The analytical method
used is quantitative value chain analysis, namely, cost and margin analysis,
and value chain analysis in general, namely value chain mapping. The
results showed that: 1) Farmers got a profit per kilogram of cabbage of
Rp1.145,00; inter-regional traders Rp. 1.480,00 and retailers Rp. 2.620,00.
Margin per kilogram of inter-regional traders Rp. 2.136,00 and retailers
Rp. 4.000,00. 2) The flow of the cabbage value chain in Sirampog District is
divided into two, namely: Farmers Inter region trader Retailers
Consumers; and Farmers Retailers Consumers. The core process in
the cabbage value chain is the provision of inputs or means of production,
seeding, planting, collection and retail sales. Meanwhile, the main actors in
https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2018.000.00.0
2 JEPA, 2 (3), 2018: 194-203
ABSTRAK
Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dihasilkan di
Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes. Penghasil sayuran utama berada di daerah
dataran tinggi di antaranya adalah Desa Batursari, Desa Dawuhan, Desa Igirklanceng,
Desa Sridadi, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui rantai nilai
kubis menggunakan analisis rantai nilai kuantitatif (analisis biaya dan margin), 2)
Mengetahui pemetaan rantai nilai kubis menggunakan metode pemetaan rantai nilai,
dan 3) Mengetahui strategi penguatan produksi komoditas kubis menggunakan in-
depth interview dengan key-person. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret
hingga Mei 2020. Penelitian ini dilakukan dengan ukuran sampel sebesar 69
responden petani kubis ditentukan dengan metode simple random sampling, 5
responden pedagang antar daerah dan 5 responden pedagang pengecer ditentukan
dengan metode snowball sampling. Responden petani yang dituju adalah petani kubis
di tiga desa di Kecamatan Sirampog yaitu petani kubis di Desa Batursari, Desa
Dawuhan, dan Desa Igirklanceng. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
rantai nilai secara kuantitatif yaitu analisis biaya dan margin, dan analisis rantai nilai
secara umum yaitu pemetaan rantai nilai. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Petani
mendapatkan laba per kilogram kubis sebesar Rp1.145,00; pedagang antar daerah
sebesar Rp1.480,00 dan pedagang pengecer sebesar Rp2.620,00. Margin per kilogram
pedagang antar daerah sebesar Rp2.136,00 dan pedagang pengecer sebesar
Rp4.000,00. 2) Alur rantai nilai kubis di Kecamatan Sirampog terbagi menjadi dua
yaitu: petani Pedagang antar daerah pedagang pengecer Konsumen; dan
petani pedagang pengecer Konsumen. Proses inti dalam rantai nilai kubis adalah
penyediaan input atau sarana produksi, pembibitan, penanaman, pengumpulan dan
penjualan eceran. Sedangkan pelaku utama dalam rantai nilai kubis di Kecamatan
Sirampog adalah penyedia input atau sarana produksi, petani, pedagang antar daerah,
dan pedagang pengecer, dan 3) Strategi penguatan produksi kubis diantaranya adalah
diversifikasi produk, penanggulangan penyakit pada kubis, dan peningkatan peran
penyuluh pertanian lapang.
PENDAHULUAN
Tanaman kubis (Brassica oleracea) merupakan salah satu sayuran yang banyak
diusahakan para petani di daerah pegunungan (dataran tinggi). Berdasarkan data dari
BPS tahun 2018 tentang produksi nasional sayuran dan buah-buahan, kubis menempati
posisi kedua sayuran dengan produksi terbesar di Indonesia. Data dari BPS Kabupaten
Brebes tentang produksi tanaman sayuran menurut kecamatan dan jenis sayuran di
Kabupaten Brebes (ton), tahun 2016 kecamatan penghasil kubis terbanyak adalah
Kecamatan Sirampog.
Petani kubis di Kecamatan Sirampog mengalami beberapa kendala berhubungan
dengan pemasaran kubis. Permasalahan petani di antaranya adalah fluktuasi harga
produk sayuran sangat tajam yang tidak hanya terjadi antar musim tetapi antar bulan
sehingga seringkali merugikan petani dan lemahnya permodalan petani.
VCA merupakan model manajemen bisnis yang berupaya untuk meningkatkan
nilai di setiap unit bisnis dan inti konsep VCA adalah mengkoordinasi semua pihak
yang terlibat dalam suatu rantai nilai dan membagi informasi secara transparan di
dalam rantai untuk memperoleh efisiensi proses aliran produk dan keuntungan yang
adil bagi setiap pelakunya (Arsanti, 2012). Analisis rantai nilai digunakan untuk
melihat sejauh mana aliran rantai kubis dari tangan produsen yaitu petani itu sendiri
sampai ke tangan konsumen akhir dan bagian keuntungan yang diterima oleh masing-
masing pelaku dalam satu rantai.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui rantai
nilai kubis di Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes menggunakan analisis rantai
nilai kuantitatif (analisis biaya dan margin), 2) Mengetahui pemetaan rantai nilai kubis
di Kecamatan Sirampog Kabupaten Brebes menggunakan metode pemetaan rantai
nilai, dan 3) Mengetahui strategi penguatan produksi komoditas kubis di Kecamatan
Sirampog Kabupaten Brebes menggunakan in-depth interview dengan key-person.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Penelitian
ini dilaksanakan di 3 Desa yaitu Desa Batursari, Desa Dawuhan, dan Desa
Igirklanceng dimulai dari bulan Maret sampai dengan Mei 2020. Obyek penelitian ini
adalah petani kubis, pedagang antar daerah, pedagang pengecer, dan key-person.
Metode pengambilan sampel untuk petani adalah simple random sampling dan untuk
pedagang adalah snowball sampling. Ukuran sampel petani adalah 69 petani
berdasarkan rumus penghitungan sampel (Nazir, 2011). Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Penerimaan yaitu penerimaan petani (Rp/musim tanam) dan pedagang kubis
(Rp/transaksi).
2. Harga di tingkat produsen (Rp/kg).
3. Harga beli pelaku rantai nilai (Rp/kg).
4. Harga konsumen atau harga beli konsumen (Rp/kg).
5. Biaya variabel (Rp/musim tanam). Biaya variabel terdiri dari Biaya bibit
(Rp/musim tanam), biaya pupuk (Rp/musim tanam), biaya pestisida (Rp/musim
tanam), biaya tenaga kerja (Rp/musim tanam).
6. Biaya tetap (Rp/musim tanam). Biaya tetap terdiri dari biaya sewa lahan
(Rp/musim tanam) dan biaya penyusutan (Rp/musim tanam).
7. R/C petani atau pedagang.
8. Nilai tambah pada rantai nilai kubis (Rp/kg).
9. Pendapatan petani (Rp/musim tanam) atau pedagang kubis (Rp/transaksi).
10. Margin (Rp/kg).
11. Volume jual yaitu volume jual petani (kg/musim tanam) dan volume jual
pedagang kubis (kg/transaksi)
12. Volume beli pedagang kubis (kg/transaksi).
Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku meliputi biaya operasional (biaya tetap
dan biaya variabel).
a. Total biaya pada petani
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Cost (Rp/musim tanam).
TFC = Total Fixed Cost (Rp/musim tanam).
TVC = Total Variable Cost (Rp/musim tanam).
b. Total biaya pada pedagang
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Cost (Rp/transaksi).
TFC = Total Fixed Cost (Rp/transaksi).
TVC = Total Variable Cost (Rp/transaksi).
2. Menghitung penerimaan setiap pelaku rantai nilai
TR = Q x P
Keterangan:
TR = Total penerimaan produksi kubis (Rp/musim tanam).
Q = Jumlah produk kubis (kg).
P = Harga jual produksi kubis (Rp).
3. Menghitung pendapatan setiap pelaku rantai nilai
π = TR - TC
Keterangan:
π = Pendapatan petani kubis (Rp/musim tanam).
TR = Total penerimaan produksi kubis (Rp/musim tanam).
TC = Total biaya produksi kubis (Rp/musim tanam).
4. Menghitung margin dan R/C yang diperoleh setiap pelaku rantai nilai
Mji = Pri-Pfi atau Mji = bi + ki
Keterangan:
Karakteristik Responden
1. Petani
Usia petani kubis rata-rata 42 tahun, dari golongan umur 25-45 tahun
sebanyak 45 orang dengan persentase 65 persen, usia 46-72 tahun sebanyak 24
orang dengan persentase 35 persen. Pendidikan petani terdapat 29 petani
berpendidikan SD atau 42 persen, terdapat 26 petani berpendidikan SLTP atau 37
persen, dan terdapat 14 petani berpendidikan SLTA atau 20 persen. Pekerjaan
petani rata-rata 94,20 persen responden bermata pencaharian hanya sebagai
petani, atau menggantungkan hidupnya hanya dengan berusahatani, sedangkan
5,80 persen lainnya selain sebagai petani juga bermata pencaharian sebagai
pedagang. Kepemilikan lahan petani yaitu lahan milik sendiri sebesar 69,50
persen dari total responden dan 30,50 persen adalah petani yang menggunakan
lahan milik perhutani. Luas lahan usahatani kubis yaitu luas lahan 0,02-0,30 Ha
sebanyak 82,60 persen sedangkan untuk luas lahan 0,31-2 Ha sebanyak 17,40
persen. Pengalaman usahatani petani kubis adalah 1-25 tahun yaitu sebanyak
62,30 persen dari total responden, dan petani dengan pengalaman usahatani 26-50
tahun sebanyak 37,70 persen dari total sampel. Jumlah tenaga kerja petani kubis
adalah 1-2 orang sebesar 75,30 persen dan petani yang jumlah tenaga kerja nya 3-
10 orang sebesar 24,70 persen.
2. Pedagang antar daerah
Lima pedagang yang diwawancarai rata-rata usia pedagang adalah 50 tahun
dan sebagian besar sudah lebih dari 10 tahun menjadi pedagang antar daerah.
Semua responden pekerjaan sebagai pedagang adalah pekerjaan utama, hampir
setiap hari pedagang antar daerah ini mengumpulkan kubis dari petani dan bukan
hanya komoditas kubis saja tetapi komoditas yang lainnya seperti kentang dan
daun bawang.
3. Pedagang pengecer
Lima pedagang pengecer sebagai responden semua berjenis kelamin
perempuan dengan rata-rata usia 46 tahun. Pedagang pengecer di pasar induk
Bumiayu berasal dari daerah sekitaran Kecamatan Bumiayu dan Kecamatan
Sirampog. Pekerjaan sebagai pedagang pengecer adalah pekerjaan utama dengan
pengalaman usaha yang bervariasi, pengalaman usaha dibawah 10 tahun ada 2
orang dan pengalaman usaha lebih dari 10 tahun ada 3 orang.
Tabel 1. Biaya variabel dan biaya tetap petani kubis per hektar satu musim
tanam
No. Jenis Biaya Biaya per Hektar
Luas lahan (Ha) 1,00
Jumlah kubis (Kg) 22.735,00
1. Biaya variabel (Rp) 15.771.224,00
2. Biaya tetap (Rp) 570.712,27
Biaya 16.341.936,27
Sumber: Data primer diolah, 2020.
Tabel 2. Biaya variabel dan biaya tetap pedagang antar daerah dan pedagang pengecer
per transaksi (Maret 2020)
Pelaku utama rantai nilai
No. Jenis Biaya Pedagang antar Pedagang pengecer
daerah
Volume kubis (kg) 201.000 2.600
1. Biaya variabel 506.665.000 13.180.000
2. Biaya tetap - 825.000
Total biaya 506.665.000 14.005.000
Total biaya per pelaku (Rp) 101.333.000 2.801.000
Total biaya per kg (Rp) 2.520 5.386
Sumber: Data primer diolah, 2020.
Tabel 3. Penerimaan petani (satu musim tanam) dan pedagang (per transaksi)
Penerimaan
Tabel 4. Pendapatan petani (satu musim tanam) dan pedagang (per transaksi)
No. Pelaku rantai Volume Penerimaa Biaya Pendapatan
nilai produksi n
1. Petani
Total 331.000 617.080.000 237.922.250 379.157.75
0
- Rata-rata per 4.797 8.943.188 3.448.148 5.495.03
petani 9
- Rata-rata per Ha 22.735 42.286.027 16.341.936 25.944.09
1
- Rata-rata per kg 1 1.864 718 1.14
5
2. Pedagang antar
daerah
Total 201.000 804.000.000 506.665.000 297.335.00
0
- Rata-rata per 40.200 160.800.000 101.333.000 59.467.00
pedagang antar 0
daerah
- Rata-rata per kg 1 4.000 2.520 1.48
0
3. Pedagang
pengecer
Total 2.600 19.300.000 14.005.00 5.295.00
0 0
- Rata-rata per 520 3.860.000 2.801.000 1.509.00
pedagang 0
pengecer
- Rata-rata per kg 1 7.423 5.38 2.036
5
Sumber: Data primer diolah, 2020
Penyediaan
input/sarana Pembibitan Penanaman Pengumpulan Penjualan
produksi eceran
Penyedia
Petani Pedagang Pedagang
input/saran Petani
antar pengecer Konsumen
a produksi
daerah
1. Diversifikasi produk
Diversifikasi produk yang dilakukan adalah antar kelompok tani diusahakan
tidak menanam jenis yang sama dalam satu waktu.
2. Penanggulangan penyakit pada kubis
Penyakit pada tanaman budidaya pada umumnya sulit dikendalikan, tetapi ada
beberapa solusi alternatif diantaranya tanaman yang terserang penyakit dibuang
jauh dari lokasi budidaya; jika suatu lahan sudah pernah terkena penyakit
sebaiknya tidak ditanami dahulu, tetapi diobati dan didiamkan beberapa waktu
sampai kondisi tanah sehat kembali sampai bisa ditanami; digunakan bibit
berlabel atau bersertifikat; diusahakan pH tanah netral; tidak menanam komoditas
kubis terus-menerus dan melakukan pencegahan secara kimia (fungisida) dengan
teratur.
3. Meningkatkan peran penyuluh pertanian
Kelompok tani atau gabungan kelompok tani akan berjalan dengan baik jika
kegiatan penyuluhan oleh petugas penyuluh pertanian lapang berjalan dengan baik
pula.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis rantai nilai kubis secara kuantitatif berdasarkan analisis biaya dan
margin, petani mendapatkan laba per kilogram kubis sebesar Rp1.145,00;
pedagang antar daerah sebesar Rp1.480,00 dan pedagang pengecer sebesar
Rp2.620,00. Margin Pedagang antar daerah sebesar Rp2.136 dan pedagang
pengecer sebesar Rp4.000,00. Pihak yang paling diuntungkan dalam rantai nilai
kubis adalah pedagang pengecer karena memperoleh margin pemasaran lebih
tinggi dibandingkan pedagang antar daerah. Berdasarkan perhitungan R/C setiap
pelaku sudah mendapatkan keuntungan sehingga layak untuk tetap menjadi pelaku
tersebut, akan tetapi petani dalam hal ini walaupun R/C menunjukkan sudah
mendapatkan keuntungan tetapi posisi tawar dan mendapat laba per kilogramnya
paling rendah sehingga hasilnya sebenarnya masih bisa ditingkatkan.
2. Analisis rantai nilai menggunakan pemetaan rantai nilai, diketahui alur rantai nilai
kubis di Kecamatan Sirampog terbagi menjadi dua yaitu: petani Pedagang
antar daerah pedagang pengecer Konsumen; dan petani pedagang
pengecer Konsumen. Proses inti dalam rantai nilai kubis adalah penyediaan
input atau sarana produksi, pembibitan, penanaman, pengumpulan dan penjualan
eceran. Sedangkan pelaku utama dalam rantai nilai kubis di Kecamatan Sirampog
adalah penyedia input atau sarana produksi, petani, pedagang antar daerah, dan
pedagang pengecer.
3. Strategi penguatan produksi kubis berdasarkan dari hasil wawancara terhadap
responden kunci, didapatkan tiga solusi alternative diantaranya adalah
Saran
Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan bagi petani
holtikultura melalui peran PPL ppl atau penyuluh pertanian lapang. Hal ini untuk
meningkatkan hubungan dan kerjasama yang baik antara petani dan penyuluh
sehingga petani mudah mengkonsultasikan permasalahannya kepada penyuluh.
DAFTAR PUSTAKA
Arsanti, I.W. Hilman, Y., Syah, M.J.A., Saptana, Basuki, R.S., Sayekti, A.L., Kiloes,
A.M., Nurmalinda dan Kurniasih. 2012. Kajian Fasilitas Ekspor dan
Penentuan Jumlah Impor Komoditas Holtikultura menyusun peraturan
menteri pertanian: studi kasus pada pada komoditas kubis di sentra
produksi Berastagi dan bawang merah di sentra produksi Brebes. Laporan
Akhir, Pusat Penelitian dan Pengembangan Holtikultura. Badan Litbang
Pertanian, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Arsanti, I.W., Sayekti A.L., dan Kiloes A.M. 2017. Analisis Rantai Nilai Kubis Studi
Kasus di Sentra Produksi Kabupaten Karo. Jurnal Pusat Penelitian dan
Pengembangan Holtikultura, 27(2):269-278.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah. 2016. Produksi Tanaman Sayuran Menurut
Kecamatan dan Jenis Sayuran di Kabupaten Brebes (ton).
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Statistik Tanaman Sayuran dan Buah-buahan
Semusim Indonesia 2018.
Julianto, E. W. & Darwanto. 2016. Analisis Rantai Nilai (Value Chain) Jagung di
Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Jurnal Penelitian Ekonomi dan
Bisnis, 1(1):1-16.
Kai, Y. Baruwadi, M. & Tolinggi, W.K. 2016. Analisis Distribusi dan Margin
Pemasaran Usahatani Kacang Tanah di Kecamatan Pulubala Kabupaten
Gorontalo. Jurnal Ilmiah Agribisnis Agrinesia. 1(1):70-78