Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

MENGGAMBARKAN POLA BERPENETRASI TERHADAP

IMAN SESAMA YANG BERAGAMA LAIN

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Katolik

Dosen Pengampu : Dr. Yakobus Ndona S.S, M.Hum

DISUSUN OLEH:
NAMA MAHASISWA : INDAH ROSA DAMANIK ( 2213111060)

KELAS : REGULER F

MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
kami berkat dan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah pada Mata Kuliah
Pendidikan Agama Katolik ini dengan tepat waktu. Dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. Yakobus Ndona S.S, M.Hum yang telah
membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini.
Kami selaku penulis berharap agar kiranya Makalah ini dapat menambah pemahaman
pembaca terutama mengenai MENGGAMBARKAN POLA BERPENETRASI
TERHADAP IMAN SESAMA YANG BERAGAMA LAIN. Disamping itu saya selaku
penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis,mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca demi perbaikan di waktu mendatang. Mengingat tidak ada yang
sempurna tanpa adanya saran yang membangun.

Demikianlah kata pengantar ini kami sampaikan. Penulis menyampaikan Terima


Kasih kepada para pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah yang
kami sajikan ini.

Oktober 2022

Indah Rosa Damanik

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 1
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ......................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 11

iiiii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Dunia banyak sekali bermacam-macam agama di dunia ini. Banyak juga yang saling
beragrumen antar saling agama dan saling tidak menghargai satu sama lain.Sikap yang di pelajari
bukan hanya tentang sikap kita yang beda seiman tetapi juga di lihat bagaimana sikap kita terhadap
saudara seiman. Tuhan selalu mengajarkan kita tentang saling mengasihi terhadap sesama seperti
yang Di hari-hari terakhir pelayanan fana-Nya, Yesus memberikan kepada para murid-Nya apa
yang Dia sebut “perintah baru” (Yohanes 13:34). Diulangi tiga kali, perintah itu sederhana namun
sulit: “Saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 15:12; lihat juga ayat 17).
Ajaran untuk saling mengasihi telah menjadi ajaran sentral dari pelayanan Juruselamat. Perintah
besar kedua adalah “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Yesus
bahkan mengajarkan, “Kasihilah musuhmu” (Matius 5:44). Tetapi perintah untuk mengasihi orang
lain sebagaimana Dia telah mengasihi kawanan domba-Nya adalah bagi para murid-Nya.
Mengasihi sesama sudah di ajarkan di dalam Alkitab agar kita saling menghargai dan saling hidup
damai satu sama lain.Di dalam Alkitab bukan hanya di ajarkan untuk mengasihi sesama yang beda
seiman, tetapi seiman pun kita harus saling mengasihi satu sama lain.

BAB II

1
PEMBAHASAN

A. MENGENAL APA ITU BERPENETRASI TERHADAP IMAN

Dalam kamus KBBI kata “berpetrasi” artinya masuk atau menembus. Berdasarkan Oxford
Dictionary, Penetrasi mengacu pada suatu upaya untuk masuk atau melewati sesuatu, terutama
menggunakan paksaan dan usaha lebih. Penetrasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu
keberhasilan memahami sesuatu. Berdasarkan Cambridge Dictionary Penetrasi adalah bergerak
masuk atau melewati sesuatu. Penetrasi juga diartika sebagai kesuksesan dalam menjadi bagian
sebuah organisasi atau mendapatkan akses ke suatu perusahaan, atau organisasi, atau sistem yang
sulit ditembus. Sedangkan iman dalam kamus KBBI diartikan sebagai kepercayaan yang
berkaitan dengan agama, keyakinan dan ketetapan hati, dan keteguhan batin. Iman berarti
percaya atau meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan
perbuatan. Iman adalah kekuatan batin di mana manusia menanggapi sesuatu yang bermakna,
entah itu kekuatan gaib, ataupun roh tertinggi (Tuhan). Kekuatan itu dianggap sebagai yang
“suci”, memiliki kekuasaan lebih tinggi, serta dapat memberikan pengaruh baik kepada manusia.
Oleh karena itu manusia menjadi tertarik mengadakan hubungan dengan “Yang Maha
Kuasa”/yang ilahi, bahkan bersedia menyerahkan diri secara penuh kepada yang ilahi itu. Dan
yang ilahi itu dipercayai sebagai pribadi tertinggi, Tuhan pencipta alam yang memanggil
manusia untuk mengabdi kepada-Nya saja. Penghayatan iman seperti ini menjadi kepercayaan
agama Kristen Protestan, bersifat sangat pribadi dan tidak dapat dicampuri pihak luar (entah
golongan ataupun negara) maka sangat berkaitan dengan kebebasan beragama. Buku Iman
Kristen yang ditulis oleh Harun Hadiwiyono menjelaskan pengertian iman sebagai berikut:

“Dalam Perjanjian lama, kata iman berasal dari kata kerja amun yang berarti memegang
teguh. Kata ini dapat muncul dalam bentuk bermacam -macam misalnya dalam arti memegang
teguh kepada janji seseorang. Oleh karena janji itu dianggap teguh atau kuat, sehingga dapat
diamini dan dipercaya jika diterapkan kepada Tuhan Allah. Jadi kata iman berarti bahwa Allah
harus dianggap sebagai yang teguh atau yang kuat sehingga orang harus percaya kepada-Nya
atau mengamini bahwa Allah adalah teguh kuat”.

Singkatnya, mengamini menurut Perjanjian Lama, beriman kepada Allah berarti mengamini
bukan hanya dengan akalnya (melainkan juga dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya)
kepada segala janji Allah yang telah diberikan kepada manusia melalui perantaraan firman dan
karya-Nya. Barang siapa beriman dengan cara sedemikian rupa maka segenap hidupnya akan
dikuasai oleh janji-janji Allah. Hal itu nampak, misalnya,dalam hidup Abraham. Tuhan Allah
telah berjanji bahwa Ia akan menjadikan Abraham sebagai suatu bangsa yang besar dan berkat
bagi para bangsa. Abraham percaya atau mengamini janji Allah itu dengan bersedia pergi
meninggalkan orang tua dan tanah airnya ke negeri yang ia sendiri belum mengetahuinya,
sekaligus membiarkan seluruh hidupnya berada di bawah naungan kuasa janji itu.

Dari uraian di atas, iman dipandang sebagai bagian yang diulurkan manusia guna menerima
kasih karunia Allah yang besar itu dan juga dipahami sebagai “Jalan Keselamatan“ (Habakuk
2:4, Yak. 2:17 ). Iman juga dipahami sebagai sikap dan tindakan manusia yang percaya kepada

2
kehadiran Allah dalam diri Yesus Kristus (Galatia 3:12 ). Percaya (to believe) dan
mempercayakan diri (to trust) adalah sikap dan tindakan manusia yang mau mengarahkan dan
mengandalkan hidup kepada Allah dan di dalam Allah. Jadi iman merupakan sikap manusia yang
selalu ingin bersekutu dengan Allah (Galatia 2:1-20).. Sehinnga dapat kita ketahui bahwa
berpetrasi terhadap iman adalah suatu usaha untuk memasuki atau mendalami iman. Berpenetrasi
terhadap iman sesama yang beragama lain artinya sebagai masyarakat yang majemuk kita ditutut
untuk berpenetrasi atau memahami, seta berbaur dengan iman atau agama lain dalam mendalami
iman katolik. Sikap yang biasanya ditunjukkan adalah sikap saling toleransi serta memahami
agama orang lain.

Sebagai umat katolik kita tidak terlepas dari kasih. Kasih adalah tanda yang diberikan
seseorang kepada yang lain. Hidup ini akan terasa aman bila di dalamnya ada kasih. Kasih itu
begitu penting untuk dimiliki setiap orang. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk saling
mengasihi sesama manusia. Brhubungan dengan kasih terdapat beberapa tanggapan kasih yang
mula mula dinyatakan Allah yaitu :

1. Mengasihi Tuhan
Dalam Alkitab Yesus mengatakan bahwa perintah yang terutama dan yang pertama
adalah mengasihi Tuhan Allah. Hukum kedua yang tidak kalah pentingnya adalah mengasihi
sesama manusia. Semua hukum yang lain dan segala tuntutan para nabi bersumber pada kedua
hukum ini. Apabila umat Kristen menjalankan kedua hukum ini, berarti menaati semua hukum
yang lain.

“Kasih”dapat dibuktikan hanya bila ada tindakan dari yang mengasihinya. Kasih Allah ke
dunia dibuktikan dengan mengutus Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus (1 Yoh 4:9,10). Tetapi
sesungguhnya ini bukanlah kasih untuk kepuasan, atau kasih sayang, melainkan tindakan Allah
ketika manusia justru masih hidup dalam dosa (Rom.5:8). Kasih yang diberikan Allah kepada
umatnya bukan didasari atas kehebatan atau kesalehan dari objek kasih itu melainkan karena
Allah sendiri yang memilih sesuai dengan janji-Nya (bdk. Ul 7:7,8). Objek utama kasih orang
percaya adalah Tuhan Allah. Bukti jika seseorang mengasihi Tuhan adalah taat melakukan
perintah-perintah-Nya. Mengasihi Allah dibuktikan berupa pengalaman penuh kegembiraan
dalam persekutuan dengan Allah, terungkap dalam ketaatan sehari- hari melakukan perintahNya.
Mengasihi Allah berarti beribadah kepadaNya (Yos 22:5), serta hidup menuruti segala jalan
yang ditunjukkan-Nya. Allah sendirilah yang akan menjadi Hakim untuk menilai kesungguhan
kasih itu. Ungkapan kasih yang sempurna itu bisa dimengerti umat Kristen bila di dalam dirinya
terdapat kasih Yesus Kristus yang menyelimutinya (2 Kor.5:14).

2. Mengasihi sesama
Kasih sebagai tugas agamawi juga ditujukan terhadap sesama manusia. Kasih ditetapkan
Allah untuk jalinan hubungan yang normal dan ideal antar manusia, sekaligus dituntut oleh
hukum Allah dengan adanya larangan untuk membenci sesama. Kasih umat Kristen yang
ditujukan kepada saudara seiman maupun kepada sesama-- dilakukan bukan sekedar mengikuti
perasaan semata melainkan demi kebaikan orang tersebut (Rom. 15:2). Juga tidak dilakukan

3
dengan maksud mengharapkan kembali dari segala hal yang telah diperbuatnya (Rom.13:8-10).
Orang yang memiliki kasih selalu mencari kesempatan untuk berbuat baik kepada semua
manusia. Dalam injil Yohanes 17:26, kasih itu diberikan kepada semua umat manusia (universal)
dan ini menjadi bukti bahwa orang tersebut mengasihi Allah. Ungkapan kasih yang sempurna itu
bisa dimengerti bila di dalam diri orang tersebut terdapat kasih Yesus Kristus yang
menyelimutinya (2 Kor 5:14). Yesus bahkan memperluas wawasan perintah “mengasihi sesama”
hingga mencakup pentingnya mengasihi musuh dan penganiaya (Mat 5:44; Luk 6:27).

Menyangkut penggunaan kasih oleh Tuhan, menunjukkan betapa dalam dan ketidak
berubahan (tetap) kasih Allah itu. Kasih Allah ini sempurna kepada orang, sehingga sudah
sewajarnya orang yang dikasihi oleh Allah “menghasilkan” dan “mengembangkan” penghargaan
kepada sang Pemberi kasih itu dengan cara mengasihi orang lain serta membantu orang atau
‘mengarahkan mereka’ kepada Pemberi kasih itu. Umat Kristen mengasihi saudaranya karena
meneladani kasih Allah. Baginya, saudara itu adalah orang yang untuknya Kristus telah mati. Ia
juga melihat dalam diri saudara itu sebagai Kristus sendiri (Mat.25:40). Jadi perilaku saling
mengasihi ini adalah ciri khas dari realita kemuridan Kristus bagi dunia luar (Yoh.13:35).

B. MEREFLEKSIKAN IMAN DI TENGAH MASYARAKAT PLURAL

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat beragama, tetapi dalam aplikasinya di


tengah masyarakat kadangkala terjadi benturan antara satu pihak dengan yang lain. Oleh sebab
itu perlu disikapi dan dicari jalan keluar sehingga apa yang menjadi tujuan dari masing-masing
agama dapat tercapai tanpa mengabaikan eksistenti dari agama lain. Berikut ini ada beberapa
refleksi tentang pentingnya memiliki pola hidup di tengah masyarakat plural:
a. Belajar Hidup dalam Perbedaan.
Pengembangan sikap toleran, empati dan simpati haruslah terus dibangun sebagai prasyarat
eksistensi keragaman agama yang ada. Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin
untuk hidup berdampingan bersama dengan orang lain yang berbeda secara hakiki. Dalam
hal ini toleransi memerlukan dialog untuk mengkomunikasikan dan menjelaskan perbedaan,
menuntut keterbukaan dan kesediaan menerima perbedaan sebagai suatu realitas hidup.
b. Membangun Saling Percaya
Membangun saling percaya adalah modal penting dalam masyarakat yang heterogenitas, sebab
jika tidak ada sikap ini dapat memicu terjadinya konflik. Pembangunan hidup masyarakat
yang plural tidak akan terjadi tanpa ada saling percaya di antara kelompok-kelompok yang
berbeda agama, suku, budaya dan lain sebagainya. Saling percaya adalah fondasi bagi
terbangunnya sikap rasional, tidak mudah curiga dan bebas dari prasangka buruk. Agama
harus menjadi fondasi utama untuk membangun sikap ini.
c. Memelihara Saling Pengertian

4
Saling pengertian bukanlah berarti menyetujui perbedaan. Banyak orang tidak mau memahami
atau mengerti penganut keyakinan lain, sebab ia dapat dituduh bersikap kompromis.

Saling pengertian adalah kesadaran bahwa nilai-nilai yang dianut oleh orang lain memang
berbeda, tetapi mungkin dapat saling melengkapi serta memberi kontribusi demi terciptanya
situasi hidup yang harmonis. Membangun saling pengertian memerlukan kedewasan berpikir
dan emosional. Sikap saling pengertian memungkinkan terjadinyanya kerja sama yang baik.
Kawan sejati adalah lawan dialog yang senantiasa setia untuk menerima perbedaan dan siap
pada segala kemungkinan untuk menjumpai titik temu di dalamnya, serta memahami bahwa
dalam perbedaan dan persamaan dapat dibangun hubungan yang harmonis.
d. Sikap Saling Menghargai
Sikap saling menghargai adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat kesetaraan. Menghargai
sesama manusia adalah sifat dasar yang diajarkan oleh semua agama. Menjaga kehormatan
diri bukan berarti harus mengorbankan atau mengalahkan harga diri orang lain. Setiap
manusia haruslah dihargai sebagaimana adanya. Tidak ada alasan bagi umat Kristen untuk
tidak menghargai orang lain. Yesus sendiri telah memberi teladan tentang pentingnya
memberi penghargaan yang tulus kepada sesama manusia. Sikap saling menghargai (antar
penganut agama-agama) memungkinkan terjadinya kesediaan untuk mendengarkan suara
agama lain yang berbeda, menghargai martabat setiap individu dan kelompok keagamaan
yang beragam. Saling menghargai akan membawa pada sikap saling berbagi diantara semua
individu.

C. POLA BERPENETRASI TERHADAP AGAMA LAIN


Sebagai masyarakat majemuk kita dituntut untuk saling bertoleransi satu sama lain agar
tidak timbul konflik antarberagama. Untuk berpenetrasi terhadap agama lain kita sebagai umat
katolik diharapkan untuk tetap menunjukkan sikap kasih terhadap sesama manusia baik sesama
iman katolik maupun diluar agama katolik.

Masing-masing umat beragama merasa memiliki agamanya, dan pemilikan ini bersifat
primordial. Bahkan agama terlembagakan dan diidentifikasi sesuai dengan jatidiri masyarakat
yang bersangkutan, seperti terjadi dalam kasus agama Yahudi, agama Nasrani (Kristen), dan —
dengan pola yang agak berbeda agama Islam (Komaruddin Hidayat dan Nafis, 1995).
Pelembagaan Ini mencerminkan eksklusivitas atau mungkin primordialisme umat beragama,
yang secara sosiologis telah memilah keutuhan masyarakat manusia yang notabene bersaudara.
Masing-masing umat beragama mengklaim diri paling benar (claim of truth) dan paling selamat
(claim of salvation), sehingga merupakan kewajiban suci untuk mengajak (berdakwah atau
melakukan aktivitas missionaris), bahkan memaksa umat beragama lainnya untuk mengikuti
kebenaran dan melalui jalur-jalur keselamatan yang ditempuhnya. Padahal tidak ada ajaran
dalam kitab suci yang membenarkan pemaksaan agama.

5
Penyelenggara Pendidikan Agama di sekolah, termasuk di Perguruan Tinggi, dilakukan
secara partikularistik dan eksklusif, yakni melakukan pembelajaran agama tertentu terhadap
peserta didik pemeluk agama tertentu dan tidak melibatkan peserta didik dari pemeluk lain
agama. Dalam Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 263 Tahun 2000 Pasal 2 ditegaskan
bahwa mata kuliah Pendidikan Agama adalah mata kuliah wajib untuk diambil oleh setiap
mahasiswa pada Perguruan Tinggi sesuai dengan agama yang dianutnya. Sebenamya
penyelenggaraan Pendidikan Agama seperti ini tidaklah keliru, tetapi cara seperti ini kurang
memberikan sumbangan bagi tercapainya kerukunan hidup beragama di tengah-tengah
masyarakat yang pluralistik.

Dasar pemikiran cara seperti di atas dapat dipahami, yakni dengan Pendidikan Agama peserta
didik dari agama tertentu diarahkan untuk memahami dengan benar dan sebaik-baiknya ajaran agama
yang dianutnya, selanjutnya diharapkan mampu melaksanakan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga terbentuk insan-insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Inilah jalan pikiran yang dikembangkan oleh pemerintah saat ini terutama melalui Departemen
Agama dan Departemen Pendidikan Nasional. Pendekatan semacam ini dikenal dengan pendekatan
doktrinerteologis-normatif. Pendekatan ini dilengkapi Oleh Amin Abdullah dengan penekanannya
pada studi agama yang menjadikan agama sebagai suatu bidang kajian ilmiah. Pendekatan kedua ini
disebut pendekatan historis-empiris-kritis (Abdullah, 1999: 12). Hanya saja cara ini hanya dapat
dinikmati oleh kalangan intelektual saja dan tidak merembes ke dalam keluarga yang bukan
intelektual.

Pernah ada usaha menyatukan studi masing-masing agama itu ke dalam satu kelas bersama
dengan pengajar dari semua agama. Walaupun secara akademis maksudnya "mungkin" baik, yaitu
memperkenalkan semua agama kepada semua mahasiswa di Perguruan Tinggi Umum, tetapi untuk
menjaga kemurnian aqidah, kemurnian iman menurut agama masing-masing, usaha itu tidak diterima
oleh pemuka agama di tanah air. Alasan mereka, kendatipun tidak diadakan "kelas bersama untuk
semua agama bagi mahasiswa", yang penting adalah materi yang disampaikan kepada mahasiswa,
sehingga wawasannya tentang agama luas dan jelas. Yang terpenting untuk diperhatikan, Pendidikan
Agama di Perguruan Tinggi diharapkan mampu membekali para mahasiswa dengan pengetahuan
agama yang cukup, sehingga memiliki sikap toleran kepada penganut agama Iain, juga akan menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agamanya lebih dahulu
sebelum menguasai atau memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang dipelajari (Ali,
1998: 2-3).

Jika kita menyadari akan realitas kehidupan beragama yang pluralistik di Indonesia,
maka pembinaan pemikiran dan sikap pluralistik harus dimulai sejak dini. Untuk memberikan
basis perubahan yang kuat, maka pembinaan itu dapat dilakukan di sekolah melalui
perubahan sistem penyelenggaraan Pendidikan Agamanya. Kombinasi pendekatan pertama
dan kedua barangkali akan memberikan dasar-dasar sikap pandang yang berguna baik bagi
pembentukan kesalehan agamis, juga akan mengakses sikap pluralistik keagamaan, berupa -

6
antara Iain — sikap toleransi yang konstruktif dan positif. Pada akhirnya, cara ini dapat
mengarah pada terbinanya kerjasama antar umat beragama secara terbuka dan bebas.

Dari pendekatan yang bersifat holisitk ini akan berkembang dialog antar agama, yang pada
gilirannya akan mendorong terciptanya saling pemahaman dan toleransi antar umat beragama.
Pola yang senada juga diterapkan di Perguruan Tinggi Protestan (Perguruan Tinggi Teologi).
Arah studi agama di Perguruan Tinggi Teologi di Indonesia adalah:

1. Memberi pengetahuan kepada mahasiswa akan kemajemukan agama- agama, khususnya yang
ada dalam masyarakat kita.
2. Membekali mahasiswa sebagai calon pelayan gerqia untuk dapat mengenal, hidup, dan bekerja
sama dengan penganut agama lain, serta menangani masalah bersama seperti ketidakadilan
dan kemiskinan.
3. Mengenali perbedaan-perbedaan dengan agama-agama lain, supaya dapat saling menghargai
dan menerima dalam perbedaan-perbedaan itu.
4. Menunjang dalam upaya berteologi, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia yang
majemuk dari segi agama (van Doorn-Harder, 1997: 69)
Di samping itu, lembaga-lembaga pendidikan teologi di Indonesia perlu mengembangkan studi
agama-agama secara interdisipliner dengan memberi perhatian pada: (l) pola-pola perjumpaan
antar umat beragama, khususnya Kristen dan nonKristen; (2) Pandangan dan komitmen agama-
agama terhadap berbagai masalah sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lain sebagainya; dan (3)
Agama dan politik dengan perhatian pada tempat dan peran agama dalam percaturan politik dalam
sejarah Indonesia (Ngelow, 1998: 8). Pola dan perhatian seperti inilah yang secara langsung
membekali gereja dan umat Kristen dalam pelayanan di tengah-tengah masyarakat. Di Perguruan
Tinggi Katolik pun juga diterapkan pola yang hampir sama. Studi agama-agama di Perguruan
Tinggi Katolik diharapkan dapat ikut membuka horison lebih luas bagi umat beragama manapun
untuk mengolah hidup batin lebih mendalam maupun mengolah keterlibatan sosial menuju
kehidupan bersama yang lebih adil dan manusiawi. Di sinilah akan terjadi dialog dan kerukunan
antar umat beragama yang sesungguhnya. Studi agama-agama selayaknya membantu umat
beragama untuk memasuki kenyataan yang ultimate sebagai yang superabundant dan tidak
tertangkap aerta terkuasai sepenuhnya oleh kenyataan historis (Banawiratma, 1998: 10).

D. IMPELEMENTASI DAN PENERAPAN POLA BERPENETRASI TERHADAP


AGAMA LAIN DALAM IMAN KATOLIK
Sikap Gereja Katolik terhadap Agama dan Kepercayaan Lain

• Yesus Kristus berfirman: “… barangsiapa mengasihi Allah, ia harus mengasihi


saudaranya” (1 Yohanes 4:21). Apa yang telah difirmankan oleh Yesus tersebut perlulah

7
dimaknai dalam konteks yang luas, konteks yang universal, artinya tidak terbatas pada
iman yang sama atau agama yang sama. Jadi bagi umat Kristen semua orang adalah
saudara, dengan tanpa membedakan satu dengan yang lain berdasarkan agama,
kepercayaan, suku, ras, dan sebagainya.
• Gereja senantiasa berjuang untuk mewujudkan persaudaraan itu menjadi persaudaraan
yang sejati. Persaudaraan yang didasarkan pada kasih yang saling menghargai,
mengasihi, dan peduli satu dengan yang lain.
• Mewujudkan persaudaraan berarti setiap orang menjalankan kewajiban untuk menjalin
persaudaraan dengan orang lain dari berbagai suku, agama, ras, golongan, dan sebagainya
dengan tidak berpura-pura baik melainkan dengan serius, sungguh-sungguh, dan ketaatan
secara total. Dan Yesus telah memberikan teladan dalam hal membangun “persaudaraan
sejati” yakni kesetiaan hingga Dia rela disalib untuk kita.
• Salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk membangun persaudaraan adalah dengan
mengusahakan sikap yang baik, serta positif terhadap agama dan kepercayaan lain.
• Gereja telah mewujudkan hal itu dengan senantiasa menunjukkan sikap yang baik
terhadap agama dan kepercayaan lain, yang dalam hal ini dituangkan dalam dokumen
Gereja yakni ”Unitatis Redintegratio, art.3”, juga dalam “Nostra Aetate Art.2”, yakni
Gereja Katolik tidak menolak apa pun yang benar dan suci dalam agama-agama lain serta
mengajak seluruh umat Katolik agar dengan bijaksana dan cinta kasih mengadakan
dialog dan kerja sama dengan penganut agama dan kepercayaan lain untuk menciptakan
suasana kehidupan yang harmonis, rukun, dan damai.
• Di sini Gereja Katolik meninjau dengan cermat, sikapnya terhadap agama-agama non-
Kristen dalam tugasnya memupuk persatuan dan cinta kasih antar manusia. Gereja
memandang bahwa kita adalah umat manusia yang merupakan satu masyarakat,
mempunyai asal dan tujuan yang satu yaitu berasal dari Allah.
• Satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh pengikut Kristus adalah dalam sikap baik kita
terhadap orang lain, apa pun latar belakang budaya dan agamanya, kita tidak boleh
membenarkan apa yang bertentangan dengan kebenaran iman kita. Sikap baik itu bukan
berarti menerima ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran iman kita, atau malah
mencampur-adukkan ajaran agama kita dengan ajaran agama lain. Kita terpanggil untuk
menyampaikan kasih Kristus dan membuat terang kita bercahaya kepada semua orang,
agar orang yang melihat perbuatan kita memuliakan Bapa yang di sorga (Matius 5:16).
• Pengikut Kristus terpanggil untuk menyampaikan kebenaran, bukan memaksakannya
kepada orang lain, baik melalui kata dan perbuatan, bahwa Kristus adalah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak
melalui Dia (Yohanes 14:6).

Jadi implementasi yang dapat kita terapkan dalan sikap berpenetrasi terhadap agama lain didalam
iman katolik dapat dilakukan sebagi berikut

1. Menunjukkan jati diri umat katolik yang berlandaskan kasih


2. Menunjukkan sikap toleransi antarumat beragama
3. Tidak mengusik agama orang lain

8
4. Tidak mencampuri urusan agama orang lain agar tidak terjadi konflik antarumat
beragama karena Kristus mengajarkan kita untuk saling menebar kasih bukan konflik.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehidupan yang pluralistik, termasuk dalam hal beragama, merupakan sunnatullah atau sesuatu
yang harus terjadi sesuai dengan ketentuan Allah. Hal ini merupakan realitas dan sekaligus tantangan bagi
manusia bagaimana dapat hidup dengan baik dalam suasana yang plural. Pluralitas dalam bidang agama
seringkali menunjukkan tensi lebih kuat dan berdampak lebih kuat dalam percaturan kehidupan manusia
Indonesia jika dibandingkan dengan bidang-bidang yang lain seperti bidang sosial budaya, bidang ekonomi,
dan bidang politik.

Berbagai cara ditempuh untuk dapat membina kerukunan hidup umat beragama di tengah
masyarakat. Hanya saja kompleksitas persoalan agama itu sendiri telah membuat pemecahannya begitu
rumit. Pelaksanaan Pendidikan Agama yang bersifat pluralistik di sekolah, khususnya di Perguruan Tinggi
Umum, barangkali dapat memberikan sumbangan yang dapat dijadikan sarana penuntasan pertikaian antar
umat beragama di tanah air kita tercinta ini, meskipun membutuhkan waktu yang agak lama.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. Daud. (1998). "Studi Agama di Lingkungan Perguruan Tinggi Umum Negeri". Makalah. Disampaikan
dalam Seminar Nasional "Kerukunan Umat Beragama dan Studi Agamaagama di Perguruan Tinggi" yang
diseleng-garakan Lembaga Pengkajian Keru-kunan Umat Beragama (LPKUB) Indonesia Yogyakarta 14-15
Februari.

Banawiratma, J.B. (1998). "Studi Agamaagama di Perguruan Tinggi Katolik". Makalah. Disampaikan
dalam Seminar Nasional "Kerukunan Umat Beragama dan Studi Agama-agama di Perguruan
Tinggi" yang diselenggarakan Lembaga Pengkajian Kerukunan Umat Beragama
Sumarah, Ignatia Esti. (2013). PLURALISME AGAMA DALAM PERSPEKTIF KESATUAN.
Universitas Sanata Dharma

11
12

You might also like