Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 56

MATERI "Astronomi"

SMA kelas 10 aku pernah ikut pelatihan olimpiade astronomi (Amazing kan..) nah ini salah satu
materi yang dipelajarinya. (Maafkan, lagi-lagi lupa sumbernya) semoga bermanfaat :)

WAKTU
Setiap hari kita selalu memperhatikan waktu. Minimal pasti kita melihat jam atau tanggal di
kalender. Waktu memiliki satuan yang sangat bervariasi, dari detik, menit, jam, hari, minggu,
bulan, tahun sampai abad. Bahkan beberapa daerah memiliki kalendernya masing-maing, ada
yang berdasarkan bulan maupun berdasarkan matahari. Lalu bagaimana sebenarnya standar
waktu yang universal itu? Apa acuannya menentukan lamanya satu hari atau satu detik?
Mengapa ada yang disebut tahun kabisat? Apa bedanya kalender Hijriah dengan kalender
Masehi? Waktu macam apa yang dipakai oleh para ilmuwan? Diharapkan semua pertanyaan ini
dapat dijawab pada artikel-artikel berikut ini. Lagipula salah satu silabus olimpiade astronomi
meliputi hal-hal tersebut di atas.

ACUAN WAKTU UNIVERSAL (UNIVERSAL TIME)


Bagaimanakah orang mendefinisikan satu hari? Dasar definisi satu hari pada awal mulanya
selalu berdasarkan rotasi bumi. Rotasi ini yang menyebabkan benda langit terlihat bergerak di
langit, terbit di timur dan terbenam di barat. Definisi satu hari adalah waktu yang diperlukan oleh
matahari untuk berada di titik tertinggi di langit (kulminasi atas) kemudian kembali lagi ke titik
tertingginya. Waktu tempuh matahari ini disebit Solar Day/Solar Time. Orang membagi waktu
satu hari ini menjadi 24 jam, dan 1 jamnya dibagi menjadi 60 menit serta 1 menitnya dibagi
menjadi 1 detik. Inilah awalmula definisi hari sampai detik. Dengan kata lain 1 hari sama dengan
86.400 detik.

Boleh dikatakan bahwa satu detik adalah satu hari dibagi 86.400. Waktu ini disebut Waktu
Universal (Universal Time – UT). Acuan waktu universal adalah di Greenwich (sehingga disebut
juga : Greenwich Mean Time – GMT), tempat di mana lewat garis bujur nol. Semua lokasi
dipermukaan bumi harus mengacu pada waktu Greenwich ini. Setiap perbedaan 15 derajat dari
Greenwich akan memiliki perbedaan waktu sebanyak 1 jam (15 derajat per jam). Karena rotasi
bumi yang menuju Timur, maka pada waktu yang sama, setiap daerah 15 derajat ke arah timur
Greenwich (Bujur timur), waktu UT harus ditambah 1 jam dan setiap daerah 15 derajat ke arah
barat Greenwich (Bujur Barat) waktu UT harus berkurang 1 jam. Kota Bandung yang memiliki
lokasi di 107,6 derajat Bujur Timur, akan memiliki pertambahan waktu dari UT sebesar 107,6/4
= 7,17 jam. Oleh Pemerintah Indonesia diberi ketetapan bahwa daerah barat Indonesia (meliputi
Sumatera, Jawa dan Kalimantan) diseragamkan berbeda 7 jam dari UT (disebut: waktu Indonesia
Bagian barat – WIB). Jadi jika di Bandung pukul 11.00 WIB, maka di Greenwich adalah 11.00 –
07.00 = 04.00 UT.

DELTA_T
Ternyata keseragaman waktu Universal ini mulai ‘goyang’ dikarenakan rotasi bumi yang tidak
tetap setiap waktu. Artinya bumi tidaklah berotasi tepat 24 jam. Ada variasi rotasi yang
disebabkan oleh banyak hal, misalnya gravitasi bulan atau matahari. Hal ini membuat pernyataan
1 detik = 1/86.400 x 1 hari tidak lagi tetap panjangnya. Untuk itu orang membuat acuan waktu
lain dari satu detik, yaitu :
1 detik = 9.192.631.770 kali periode radiasi yang berkaitan dengan transisi dari dua tingkat
hyperfine dalam keadaan ground state dari atom Cesium-133 pada suhu nol Kelvin. Alat
pengukurnya disebtu jam atom.

Panjang waktu dari 1 detik ini tidak akan berubah oleh gravitasi atau karena perubahan rotasi
bumi, dan waktu yang dibakukan ini disebut WAKTU EFEMERIS. Hari yang panjangnya diukur
dengan jam atom ini disebut HARI EFEMERIS.
Melalui observasi, ditemukan adanya perbedaan Hari Efemeris dengan Hari Matahari. Perbedaan
ini disebut Delta_T. Pada tahun 1620, besar Delta_T adalah 124 s, sedangkan tahun 2009 besar
Delta_T adalah 66s. Perbedaan ini bervariasi setiap tahunnya seperti yang diperlihatkan oleh
grafik berikut ini (dari: www.eramuslim.com) :

Pengukuran Delta_T hanya bisa dilakukan secara observasi (dan dari hasil observasi ini bisa
dibuat rumus-rumus pendekatan untuk menentukan nilai delta_T), dan hasil delta_T ini sangat
mempengaruhi ketepatan perhitungan dari banyak hal dalam astronomi, misalnya penentuan
waktu fase-fase bulan, kapan mulainya bulan baru, bulan purnama, dll. Juga bisa dipakai untuk
perhitungan terbit dan terbenamnya matahari, kapan terjadinya gerhana, dll. Bahkan perhitungan
bisa diurut maju atau mundur dengan akurat dari ratusan sampai ribuan tahun sebelumnya atau
sesudahnya. Tanpa koreksi dari Delta_T, maka hal-hal tersebut di atas tidak akan bisa ditentukan
dengan tepat. Tetapi perhitungan-perhitungan yang memanfaatkan koreksi dari Delta_T diluar
dari pokok bahasan kita kali ini sehingga tidak diuraikan disini.

HARI BINTANG
Selain hari Matahari dengan acuan matahari, dikenal pula sistem waktu bintang. Sama seperti
matahari, bintangpun terlihat bergerak di langit karena bumi berotasi pada porosnya. Bintang
juga terbit di timur dan terbenam di barat. Meskipun demikian, ada perbedaan dengan hari
matahari, hal ini karena bintang berada di tempat yang sangat jauh dari bumi sehingga tidak
terpengaruh gerakan revolusi bumi, sedangkan hari matahari terpengaruh karena revolusi bumi,
sehingga satu-satunya pengaruh ‘gerakan bintang’ adalah dari rotasi bumi saja. Acuan yang
dipakai adalah waktu yang diperlukan bintang untuk terlihat berada di satu posisi di langit
kemudian kembali ke posisi tersebut. Waktunya lebih cepat dari hari matahari. Satu hari bintang
(1 Siderial Day) = 23j 56m 4,0982 s, atau boleh dikatakan 3 menit 56 detik lebih cepat dari hari
matahari (Untuk keperluan praktis sering dipakai nilai 4 menit). Perhatikan gambar berikut ini :

Artinya, jika suatu bintang terlihat terbit pada pukul 19.00 WIB, maka esok hari ia akan terbit
lebih cepat 3m 56s, atau terbit pukul 18.56.04 WIB. Standar waktu untuk menunjukkan waktu
bintang tetap diukur dari Greenwich sebagai patokannya dan disebut Grrenwich Siderial Time
(GST), dan nilai waktu di daerah lain sama saja dengan perhitungan UT.
Di langit, acuan dari hari matahari adalah matahari itu sendiri, lalu bagaimana dengan waktu
bintang? Telah ditentukan bahwa untuk hari bintang, maka acuan yang dipakai adalah titik Aries.

UKUM KEPLER 2 & 3 – Materi


Hukum Kepler 2
Suatu garis khayal yang menghubungkan matahari dengan planet menyapu luas juring yang sama
dalam selang waktu yang sama

Hukum Kepler yang kedua memberikan implikasi mengenai kecepatan planet yang berbeda-beda
pada saat mengelilingi matahari. Jika jarak planet ke matahari dekat maka kecepatannya besar
dibandingkan ketika jaraknya dekat

Hukum Kepler 3
Kuadrat periode revolusi planet sebanding dengan pangkat tiga setengah sumbu panjang orbitnya
untuk semua planet
Jika diubah kedalam rumus matematik maka persamaannya menjadi :

Atau

Dimana T adalah waktu yang diperlukan oleh planet untuk mengelilingi matahari (disebut
periode planet) dan a adalah setengah sumbu panjang orbit : a = (perihelion + aphelion)/2.
Jika hukum ini diterapkan pada data planet-planet, maka kita akan peroleh tabel berikut ini :

Perbandingan yang tetap dalam Hukum Kepler 3 memang berlaku untuk tiap planet.
Sekitar setengah abad kemudian, ditahun 1687, Newton merumuskan Hukum Gravitasi
Universal melalui persamaan :

Melalui mengotak-atik persamaannya ini, ternyata kita dapat menghasilkan ketiga Hukum
Kepler, sehingga bisa dikatakan bahwa Hukum Kepler adalah kasus dari Hukum yang lebih
universal, yaitu Hukum Gravitasi. Bahkan konstata perbandingan planet dapat ditentukan dari
Persamaan Gravitasi ini. Karena itu Hukum Kepler 3 yang lengkap adalah :

Dimana G adalah konstanta gravitasi (yang nilainya ditentukan sekitar seabad kemudian (1798)
oleh Cavedish, G = 6,672 x 10^-11 Nm^2kg^-2) dan M1 maupun M2 adalah massa kedua benda
yang saling berinteraksi dengan gaya gravitasi.

Dalam soal-soal olimpiade, jarang sekali digunakan satuan MKS (meter, kilogram, sekon), tetapi
menggunakan satuan-satuan yang biasanya dipakai dalam astronomi. Pada soal-soal dengan
kasus Hukum Kepler, maka jenis soal yang sering muncul ada tiga tipe, yaitu :

Soal Tipe 1 : Benda pertama (sebagai pusat) adalah matahari dan benda yang mengorbit adalah
planet, asteroid, komet atau pesawat ruang angkasa. Untuk jenis tipe 1 ini satuan yang digunakan
biasanya jarak dalam SA (Satuan Astronomi) dan waktu orbit/periode dalam tahun. Jika
demikian halnya, maka rumus Kepler 3 dapat menjadi sangat sederhana, yaitu :
Dan ternyata konstanta di suku sebelah kanan dengan ‘ajaibnya’ memiliki nilai sama dengan 1,
maka :

Soal Tipe 2 : Benda pertama adalah planet (yang ada di tata surya) dan benda kedua adalah
satelit alamnya atau satelit buatan yang mengorbit planet tersebut. Satuan yang biasanya dipakai
untuk soal jenis ini adalah massa planet dalam massa matahari, periode orbit dalam hari dan
jarak dalam km. Untuk tipe ini rumus Kepler 3 bisa diubah menjadi :

Soal Tipe 3 : Benda yang terlibat adalah dua buah bintang dalam sistem bintang ganda. Untuk
kasus bintang ganda ini biasanya massa bintang dalam massa matahari dan periode orbit dalam
tahun, maka rumus Kepler 3-nya sama saja dengan soal tipe 1.
Jika ternyata ada soal tentang Hukum Kepler 3 yang bukan tipe-tipe di atas, maka haruslah
menggunakan rumus Kepler 3 yang aslinya.
Supaya lebih jelas lagi, silahkan mengerjakan soal-soal olimpiade tentang Hukum Kepler yang
ada disini.
HUKUM KEPLER 1 - Materi
Johannes Kepler (1571-1630), adalah seorang astronomi berkebangsaan Jerman yang berguru
pada Tycho Brahe (1546-1602). Karir astronominya sebagian besar dihabiskan untuk mengutak-
atik data peninggalan gurunya.

Tycho Brahe adalah seorang bangsawan Denmark yang memiliki hidung logam, yang bukan
dalam makna kiasan, tetapi hidungnya memang dari logam, hal ini dikarenakan hidungnya
pernah hilang dalam suatu duel sehingga diganti dengan logam. Raja Frederick II menghadiahi
Tycho sebuah pulau kecil bernama Hveen yang tidak disia-siakan olehnya. Brahe membangun
sebuah observatorium yang terbaik pada saat itu, dilengkapi dengan peralatan yang dapat
mengukur posisi benda langit dengan akurat, sampai ketelitian 2 menit busur. Inilah pekerjaan
Tycho Brahe, yaitu mengumpulkan data benda langit dari tahun 1576 -- 1597.

Tycho Brahe meninggalkan sekumpulan besar data pengamatan yang akurat tentang posisi
benda-benda langit, terutama posisi 5 planet yang tampak dengan mata telanjang, yaitu
Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus. Data-data inilah yang diolah dengan oleh Kepler
selama bertahun-tahun. Pekerjaan yang tampak sangat membosankan ini – mengutak-atik ratusan
bahkan ribuan angka – ternyata menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dibalik angka-angka
tersebut Kepler menemukan suatu rahasia alam yang tersembunyi. Akhirnya nama Kepler
diabadikan dalam tiga hukum alam yang ditemukannya melalui ‘otak-atik’ angka tersebut.
Kedua hukum yang pertama dipublikasikan pada tahun 1609 dan Hukum yang ketiga muncul 9
tahun kemudian (1618)

HUKUM KEPLER 1
Planet mengelilingi matahari dalam orbit elips dimana matahari berada pada salah satu titik
fokusnya
Penjelasan lebih lengkap mengenai orbit elips dapat dipelajari disini. Melalui Hukum Gravitasi
yang ditelurkan oleh Newton, diketahui bahwa interaksi gravitasi yang terjadi antara kedua
benda akan menghasilkan lintasan yang terletak pada bidang datar dan bentuk lintasan orbit akan
bervariasi mengikuti keluarga irisan kerucut, yaitu: lingkaran, elips, parabola atau hiperbola.
Perbedaan berbagai lintasan ini di-karakteristik-kan dengan nilai eksentrisitas orbit (e)

Melalui hukum ini juga diketahui bahwa yang bergerak ternyata bukan hanya satu benda saja,
tetapi kedua benda yang berinteraksi akan saling mengorbit dengan lintasan masing-masing
berbentuk lintasan kerucut dimana yang terletak pada focus masing-masingorbit adalah titik
pusat massa kedua benda tersebut.

Untuk kasus Tata Surya, dimana planet-planet mengorbit matahari sebagai pusatnya, hal ini
terjadi karena massa matahari jauh lebih besar dari pada massa planet-planet, bahkan kalau
seluruh anggota Tata Surya digabungkan, massanya masih jauh lebih kecil daripada massa
matahari, sehingga dapat dikatakan bahwa pusat massa tata surya terletak pada matahari itu
sendiri, maka matahari terletak pada fokus semua orbit anggota tata surya.
BESARAN-BESARAN DASAR ELIPS - Materi
Elips adalah suatu bentuk yang berasal dari penampang sebuah kerucut yang diiris secara miring
dan dalam astronomi adalah salah satu hasil yang alami dari gerakan sebuah benda jika benda
tersebut berinteraksi dengan benda lain melalui gaya gravitasi. Hasil lintasan elips ini bisa
diperoleh dengan ‘mengutak-atik’ hukum Gravitasi Newton yang ditelurkan oleh Sang Jenius ini
pada tahun 1687, meskipun orang sudah mengetahui hal ini sebelumnya sejak tahun 1609
melalui analisis Johannes Keppler yang sangat teliti terhadap data pengamatan 5 planet dari
Tycho Brahe dan diwujudkan dalam ketiga hukum Keppler yang sangat terkenal itu.
Hukum Keppler yang pertama secara khusus berbicara mengenai orbit planet yang berbentuk
elips dengan matahari berada pada salah satu titik fokusnya. Kesimpulan yang berdasarkan data
pengamatan ini dengan berani dinyatakan oleh Keppler sebagai salah satu hukum dalam alam
semesta dan memang perkembangan lebih lanjut mendukung pernyataan ini, hanya saja ternyata
lintasan benda langit tidak selalu berbentuk elips, bentuk-bentuk irisan kerucut yang lainpun
ternyata dapat dimiliki oleh sebuah benda langit.

Ciri khas dari sebuah irisan kerucut dinyatakan oleh besaran eksentrisitas (e) yang besarnya
menyatakan bentuk irisannya :

Jika e = 0 maka bentuk irisan kerucutnya adalah lingkaran


Jika 0 < e <1 data-blogger-escaped-adalah="" data-blogger-escaped-bentuk="" data-blogger-
escaped-e="" data-blogger-escaped-elips="" data-blogger-escaped-irisan="" data-blogger-
escaped-jika="" data-blogger-escaped-kerucutnya="" data-blogger-escaped-maka="" data-
blogger-escaped-parabola=""> 1 maka bentuk irisan kerucutnya adalah hiperbola
Lintasan dari sebuah komet meskipun berbentuk elips, tetapi memiliki nilai e yang hampir
mendekati 1 sehingga bisa didekati dengan lintasan parabola. Lintasan meteor yang memasuki
bumi dapat dianalisis dengan menggunakan lintasan hiperbola, lintasan venus mengelilingi
matahari dalam beberapa kasus dapat dianggap sama dengan lintasan lingkaran karena nilai e
venus yang mendekati nol (e venus = 0,0068).
Dengan demikian dinamika orbit tidak bisa dipisahkan dari bentuk irisan kerucut dan dalam
olimpiade astronomi banyak soal yang berkaitan dengan lintasan elips, karena itu sangat perlu
kita mengenal beberapa istilah dan besaran-besaran dari orbit elips ini. Perhatikan gambar elips
di bawah ini :

Matahari terletak di salah satu fokus, sedangkan fokus yang lain disebut vacant focus (fokus
kosong).
Sepanjang planet mengelilingi orbitnya, maka jarak planet ke matahari (r) selalu berubah
Perihelium adalah titik terdekat planet dari matahari dengan rumus : Pe = a + c = a (1 + e)
Aphelium adalah titik terjauh planet dari matahari dengan rumus : Ape = a – c = a (1 – e)
Eksentrisitas (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak fokus ke pusat elips (c) dibagi
setengah sumbu panjang elips (a). Jika fokus tepat ada di pusat elips, maka c = 0 dan e = 0, yaitu
orbit lingkaran

Diameter Sudut - Materi


Diameter sudut adalah satu istilah yang dipakai oleh para astronom untuk menyatakan besar
diameter dari suatu benda langit (diameter bulan, matahari, planet, dll) atau untuk menyatakan
besar panjang dari suatu nebula atau jarak antar bintang dengan acuan bahwa benda-benda langit
tersebut dilihat dari bumi.

Perhatikan gambar di bawah ini :

Besar diameter sudut dinyatakan dalam besarana delta, sedangkan jarak pengamat ke benda
langit adalah r dan diameter benda langit sebenarnya adalah D.

Yang harus diperhatikan satuan dari diameter sudut bukalah dalam derajat, tetapi harus dalam
satuan radian, hubungan satuan-satuan sudut seperti di bawah ini :

Satuan-satuan yang digunakan selain radian adalah menit busur (') dan detik busur ("). Dalam
pengamatan secara praktis bisa dengan menggunakan tangan kita yang direntangkan. Perhatikan
gambar di bawah ini :

Diameter bulan kira-kira sama dengan diameter matahari, yaitu sekitar 1/2 derajat atau ~30'.
Dengan tangan yang terentang lurus, maka bulan akan memiliki diameter sudut setengah dari
ujung jari kita.

Soal-soal seleksi olimpiade nasional astronomi yang berkaitan dengan dimeter sudut contohnya
ada disini. Coba kerjakan dulu baru lihat solusinya yach ...
Solusi soal-soal di atas...
Print PDF
Diposkan oleh Mariano Nathanael di Selasa, Februari 01, 2011 0 komentar
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google
Buzz
Link ke posting ini
Label: Elips, Soal
BESARAN-BESARAN DASAR ELIPS - Materi
Elips adalah suatu bentuk yang berasal dari penampang sebuah kerucut yang diiris secara miring
dan dalam astronomi adalah salah satu hasil yang alami dari gerakan sebuah benda jika benda
tersebut berinteraksi dengan benda lain melalui gaya gravitasi. Hasil lintasan elips ini bisa
diperoleh dengan ‘mengutak-atik’ hukum Gravitasi Newton yang ditelurkan oleh Sang Jenius ini
pada tahun 1687, meskipun orang sudah mengetahui hal ini sebelumnya sejak tahun 1609
melalui analisis Johannes Keppler yang sangat teliti terhadap data pengamatan 5 planet dari
Tycho Brahe dan diwujudkan dalam ketiga hukum Keppler yang sangat terkenal itu.
Hukum Keppler yang pertama secara khusus berbicara mengenai orbit planet yang berbentuk
elips dengan matahari berada pada salah satu titik fokusnya. Kesimpulan yang berdasarkan data
pengamatan ini dengan berani dinyatakan oleh Keppler sebagai salah satu hukum dalam alam
semesta dan memang perkembangan lebih lanjut mendukung pernyataan ini, hanya saja ternyata
lintasan benda langit tidak selalu berbentuk elips, bentuk-bentuk irisan kerucut yang lainpun
ternyata dapat dimiliki oleh sebuah benda langit.

Ciri khas dari sebuah irisan kerucut dinyatakan oleh besaran eksentrisitas (e) yang besarnya
menyatakan bentuk irisannya :

Jika e = 0 maka bentuk irisan kerucutnya adalah lingkaran


Jika 0 < e <1 data-blogger-escaped-adalah="" data-blogger-escaped-bentuk="" data-blogger-
escaped-e="" data-blogger-escaped-elips="" data-blogger-escaped-irisan="" data-blogger-
escaped-jika="" data-blogger-escaped-kerucutnya="" data-blogger-escaped-maka="" data-
blogger-escaped-parabola=""> 1 maka bentuk irisan kerucutnya adalah hiperbola

Lintasan dari sebuah komet meskipun berbentuk elips, tetapi memiliki nilai e yang hampir
mendekati 1 sehingga bisa didekati dengan lintasan parabola. Lintasan meteor yang memasuki
bumi dapat dianalisis dengan menggunakan lintasan hiperbola, lintasan venus mengelilingi
matahari dalam beberapa kasus dapat dianggap sama dengan lintasan lingkaran karena nilai e
venus yang mendekati nol (e venus = 0,0068).
Dengan demikian dinamika orbit tidak bisa dipisahkan dari bentuk irisan kerucut dan dalam
olimpiade astronomi banyak soal yang berkaitan dengan lintasan elips, karena itu sangat perlu
kita mengenal beberapa istilah dan besaran-besaran dari orbit elips ini. Perhatikan gambar elips
di bawah ini :
Matahari terletak di salah satu fokus, sedangkan fokus yang lain disebut vacant focus (fokus
kosong).
Sepanjang planet mengelilingi orbitnya, maka jarak planet ke matahari (r) selalu berubah
Perihelium adalah titik terdekat planet dari matahari dengan rumus : Pe = a + c = a (1 + e)
Aphelium adalah titik terjauh planet dari matahari dengan rumus : Ape = a – c = a (1 – e)
Eksentrisitas (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak fokus ke pusat elips (c) dibagi
setengah sumbu panjang elips (a). Jika fokus tepat ada di pusat elips, maka c = 0 dan e = 0, yaitu
orbit lingkaran

Dengan memperhatikan gambar dan keterangan tentang elips di atas, cobalah untuk mengerjakan
soal-soal seleksi olimpiade astronomi disini.
Besaran Dasar dan mendasar dalam Astronomi dan Astrofisika
konsep penentuan jarak dan radius bintang
Pada abad ke-19 dilakukan pengukuran jarak bintang dengan cara Paralaks Trigonometri. Untuk
memahami cara ini, lihatlah gambar berikut ini.
Akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, bintang terlihat seolah-olah bergerak dalam
lintasan elips yg disebut elips paralaktik. Sudut yg dibentuk antara Bumi-bintang-Matahari (p)
disebut paralaks bintang. Makin jauh jarak bintang dengan Bumi maka makin kecil pula
paralaksnya. Dengan mengetahui besar paralaks bintang tsb, kita dapat menentukan jarak bintang
dari hubungan:
tan p = R/d
R adalah jarak Bumi - Matahari, dan d adalah jarak Matahari - bintang. Krn sudut theta sangat
kecil persamaan di atas dpt ditulis menjadi
Ø= R/d
pada persamaan di atas p dlm radian. Sebagian besar sudut p yg diperoleh dari pengamatan dlm
satuan detik busur (lambang detik busur = {”}) (1 derajat = 3600″, 1 radian = 206265″). Oleh krn
itu bila p dalam detik busur, maka
p = 206265 (R/d)
Bila kita definisikan jarak dalam satuan astronomi (SA) (1 SA = 150 juta km), maka
p = 206265/d
Dalam astronomi, satuan jarak untuk bintang biasanya digunakan satuan parsec (pc) yg didefinisi
sebagai jarak bintang yg paralaksnya satu detik busur. Dengan begini, kita dapatkan
1 pc = 206265 SA = 3,086 x 10^18 cm = 3,26 tahun cahaya
p = 1/d –> p dlm detik busur, dan d dlm parsec.
Dari pengamatan diperoleh bintang yg memiliki paralaks terbesar adalah bintang Proxima
Centauri yaitu sebesar 0″,76. Dengan menggunakan persamaan di atas maka jarak bintang ini
dari Mthr (yg berarti jarak bintang dgn Bumi) adalah 1,3 pc = 4,01 x 10^13 km = 4,2 tahun
cahaya (yang berarti cahaya yg dipancarkan oleh bintang ini membutuhkan waktu 4,2 tahun
untuk sampai ke Bumi). Sebarapa jauhkah jarak tersebut?? Bila kita kecilkan jarak Bumi - Mthr
(150 juta km) menjadi 1 meter, maka jarak Mthr - Proxima Centauri menjadi 260 km!!! Karena
sebab inilah bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya walau menggunakan teleskop terbesar di
observatorium Bosscha.
Sebenarnya ada beberapa cara lain untuk mengukur jarak bintang, seperti paralaks fotometri yg
menggunakan kuat cahaya sebenarnya dari bintang. Kemudian cara paralaks trigonometri ini
hanya bisa digunakan untuk bintang hingga jarak 200 pc saja. Untuk bintang2 yg lebih jauh,
jaraknya dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan bintang tersebut.
Matematika Antariksa
John Maspupu
PENELITIAN tentang fenomena-fenomena yang terjadi di atmosfer Matahari, ruang antarplanet,
hingga atmosfer Bumi tidak bisa dipisahkan dari peranan matematika. Berbagai persamaan
matematis perlu dibangun guna mengkaji sifat-sifat maupun menirukan prosesnya melalui
simulasi komputer.
BUMI diselubungi lapisan atmosfer, ionosfer, dan paling luar adalah ruang angkasa atau
antariksa. Ini berarti fenomena yang terjadi di antariksa, misalnya bersumber dari Matahari dan
mengarah ke Bumi, bisa memberikan dampak bagi lingkungan Bumi.
Karena itu, ilmu pengetahuan tentang antariksa harus dikuasai oleh para peneliti, dalam arti
bukan hanya pada tahap identifikasi masalah, tetapi juga harus dapat dikembangkan lebih
komprehensif berlandaskan pengetahuan teori dan memerhatikan hasil-hasil observasi seoptimal
mungkin.
Perlu disadari bahwa pengembangan ilmu antariksa pada hakikatnya tidak dapat terlepas dari
ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika, kimia, dan astrofisika (gabungan ilmu astronomi dan
fisika). Salah satu bagian dari matematika yang sangat berperan dalam ilmu antariksa adalah
pemodelan matematika.
Sementara itu, kemampuan untuk melakukan prakiraan (forecast) suatu kejadian di Matahari
yang muncul secara stokastik (acak tetapi memiliki pola tertentu terhadap waktu) harus didasari
pada model matematika yang diturunkan dari fenomena riil tersebut. Hal yang serupa juga
berlaku bila akan memprediksi nilai-nilai besaran fisis di ionosfer dan magnetosfer secara
numerik.
Selain itu, model matematika yang diturunkan dari suatu fenomena juga dapat memberikan
gambaran mengenai perilaku fenomena secara matematis. Salah satu aplikasinya adalah untuk
memberikan nilai-nilai kondisi awal (initial condition) untuk keperluan simulasi magneto-
hydrodynamics (MHD) fenomena itu.
Menurut penelitian seorang pakar MHD dari Observatorium Matahari Watukosek, Dr Bambang
Setiahadi, ternyata teori dan simulasi MHD mampu melacak secara self-consistent (mengikuti
kaidah-kaidah dalam matematika) beberapa peristiwa yang terjadi di ruang Matahari-Bumi.
Antara lain, pemanasan loop medan magnet di korona (loop brightening), pembentukan struktur
medan magnet berbentuk kuncup bunga matahari (helmet-streamer), pelontaran massa korona
(coronal mass ejection) dan interaksi angin Matahari dengan medan magnet Bumi (pembentukan
bow-shock).
Fenomena fisis
Dalam setiap fenomena fisis, biasanya terdapat berbagai besaran yang saling berinteraksi satu
sama lain menurut aturan tertentu, atau tepatnya dikendalikan oleh hukum-hukum fisika.
Demikian juga dalam fenomena fisis antariksa, terdapat besaran-besaran fisis seperti kerapatan
plasma, temperatur, kuat medan magnet, medan tekanan skalar, kecepatan plasma, dan
sebagainya.
Sebagai contoh, salah satu fenomena fisis di ionosfer adalah gerak naik-turun lapisan ionosfer
secara periodik karena pengaruh gravitasi Bulan. Fenomena ini dikenal dengan sebutan pasang
surut (tidal) ionosfer. Contoh lain fenomena fisis, misalnya di Matahari, adalah peristiwa
pelontaran sejumlah massa yang sangat besar di korona Matahari disertai tiupan angin Matahari
berkecepatan tinggi di ruang antarplanet. Fenomena ini dikenal sebagai “badai Matahari” (solar
storm).
Pada fenomena itu berlaku hukum-hukum fisika, antara lain hukum kekekalan momentum,
hukum kekekalan massa, hukum kekekalan energi, dan sebagainya.
Hukum-hukum tersebut memunculkan persamaan-persamaan fisika, seperti persamaan gerak
Euler, persamaan momentum, persamaan kontinuitas, dan persamaan energi. Bila kuat medan
magnet sangat kecil sehingga tidak berpengaruh terhadap proses fisis tersebut, kumpulan
persamaan ini dinamakan persamaan hydrodynamics (HD). Sebaliknya, bila medan magnet turut
berperan (tidak dapat diabaikan), persamaan itu dinamakan persamaan MHD.
Meski demikian, studi mengenai fenomena fisis antariksa tersebut masih terasa sangat kompleks.
Jadi, dalam praktiknya, perlu dilakukan penyederhanaan masalah dengan memberikan asumsi-
asumsi tertentu, misalnya meniadakan pengaruh gravitasi.
Model matematika
Pembentukan model matematika adalah proses penerjemahan model fisis suatu fenomena ke
dalam bentuk matematika. Proses ini dengan cara memadamkan besaran-besaran yang terlibat
dalam fenomena fisis dengan besaran-besaran matematika. Besaran-besaran matematika tersebut
ditulis menggunakan simbol-simbol matematika. Dan, hukum-hukum fisika yang berlaku pada
fenomena itu diungkapkan dengan bahasa matematika (persamaan-persamaan).
Bahasa matematika itu melibatkan beberapa konsep dalam matematika, antara lain, fungsi,
diferensial, integral, dan kalkulus vektor. Selain itu juga konsep tentang tensor, topologi
diferensial, persamaan diferensial, diferensial geometri, dan sebagainya. Konsep matematika
tersebut selalu dapat dimengerti karena mempunyai berbagai interpretasi fisis.
Jika model matematika berbentuk persamaan diferensial, maka masalahnya adalah bagaimana
menentukan solusi (penyelesaian) persamaan diferensial itu. Namun, harus disadari bahwa tidak
semua model matematika yang berbentuk persamaan diferensial mempunyai solusi analitis,
terutama bila mengkaji persamaan diferensial persial karena ini melibatkan beberapa variabel
(peubah). Oleh karena itu, penentuan solusi melalui pendekatan secara numerik (komputasi)
terhadap masalah tersebut sering dilakukan sejak penemuan komputer.
Salah satu metode pendekatan untuk menyelesaikan masalah numerik dalam bidang analisis
fungsional yang melibatkan hubungan antarparameter-parameter fisis adalah metode elemen
hingga (finite element).
Penerapan metode elemen hingga dewasa ini antara lain dalam proyek rekayasa antariksa, yaitu
konstruksi model pesawat antariksa, stasiun antariksa, dan sebagainya. Penerapan metode ini
umumnya dilatarbelakangi oleh model matematika yang berbentuk persamaan diferensial parsial.
Sesungguhnya, yang ingin diketahui tidak hanya bentuk solusi persamaan-persamaan diferensial
tersebut, tetapi yang lebih penting adalah perilaku solusi itu terhadap perubahan besaran fisis
tertentu. Untuk memperoleh penyelesaian kualitatif ini hanya diperlukan teori, metode, dan
teknik matematika. Pada akhirnya, diperlukan pemahaman konsep matematika secara mendalam
dan benar agar peneliti, khususnya di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan),
ataupun menginterpretasikan informasi matematika dalam upaya mengungkap berbagai misteri
fenomena antariksa.
Wednesday, May 23, 2007
Kosmologi dan teori pembentukan alam semesta

Kosmologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan sejarah alam semesta berskala besar.
Secara khusus, ilmu ini berhubungan dengan asal mula dan evolusi dari suatu subjek. Kosmologi
dipelajari dalam astronomi, filosofi, dan agama. Lihat juga kosmogoni.
Kosmogoni adalah cabang astrofisika yang mempelajari asal dan struktur alam semesta secara
luas (berlawanan dengan penelitian asal benda langit secara khusus). Dengan demikian,
kosmogoni adalah catatan bagaimana alam semesta terbentuk; dan oleh karena itu, cerita
penciptaan dalam Kitab Kejadian adalah suatu kosmogoni, dan ada banyak yang lain, baik ilmiah
maupun mitologis.

Big BangBig Bang (terjemahan bebas: Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam
kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk
awal dari alam semesta. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini terbentuk dari ledakan
mahadahsyat yang terjadi sekitar 13.700 juta tahun lalu. Ledakan ini melontarkan materi dalam
jumlah sangat besar ke segala penjuru alam semesta. Materi-materi ini kemudian yang kemudian
mengisi alam semesta ini dalam bentuk bintang, planet, debu kosmis, asteroid/meteor, energi,
dan partikel lainnya dialam semesta ini.

Para ilmuwan juga percaya bawa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori
ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam
skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat
alam semesta akan kembali atau terus. Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa
lampau alam semesta punya suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.

Big-Bang & Alam Semesta yang Mengembang


Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat
Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga
melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan
bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak
mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari
suatu ledakan sangat besar pada suatu saat di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.

Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nol, dan berada pada kerapatan dan panas
tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang
tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga
membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun
berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam
Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.

Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan
mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun
tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan
terjadi setidaknya untuk beberapa milyar tahun lagi.

Berbagai macam energi yang ada di Alam Semesta ini jika ditelusuri adalah berasal dari energi
Big Bang, yaitu energi pada saat penciptaan. Jumlah total seluruh energi di Alam Semesta ini
adalah tepat nol.
Fotometri Bintang
Fotometri adalah cabang dari Astronomi yang mempelajari tentang informasi cahaya yang
dikirim dari angkasa luar, entah itu dari bintang atau dari objek lain. Sebenarnya yang dimaksud
cahaya di sini adalah tidak selalu harus cahaya tetapi bisa juga gelombang elektromagnetik
dalam bentuk lain, seperti inframerah, sinar ultraviolet, sinar gamma, sinar X atau gelombang
radio.
Post ini akan dibagi dalam beberapa tahap agar membacanya pun enak dan tidak terkesan
sumpek dan penuh.
Isi dari “Fotometri bintang” ini dapat dilihat di sini :
1. Fotometri Bintang Part I
2. Fotometri Bintang Part II
otometri Bintang
Fotometri Bintang Part I
Untuk mempelajari benda-benda langit, informasi yang diterima hanyalah berupa seberkas
cahaya. Cahaya termasuk gelombang elektromagnet.
Pancaran gelombang elektromagnet dapat dibagi dalam berbagai jenis, tergantung pada panjang
gelombangnya ( ).
1. Gelombang radio, dengan \lambda antara beberapa milimeter sampai 20 meter.
2. Gelombang inframerah dengan \lambda sekitar 7500 Angstrom hingga sekitar 1 mm (1
Angstrom = ).
3. Gelombang optik atau pancaran kasatmata dengan \lambda sekitar 3800 Angstrom sampai
7500 Angstrom.
4. Gelombang UV, sinar X dan sinar \gamma yang mempunyai \lambda < 3500 Angstrom.
Untuk mempelajari sifat pancaran suatu benda, kita hipotesiskan suatu pemancar sempurna yang
disebut black body (benda hitam).
1. Pada saat keadaan kesetimbangan termal, temperatur benda hanya ditentukan oleh jumlah
energi yang diserapnya per detik.
2. Suatu benda hitam tidak memancarkan seluruh gelombang elektromagnet secara merata.
Benda hitam bisa memancarkan cahaya biru lebih banyak daripada cahaya merah atau
sebaliknya.
Panjang gelombang maksimum ( ) pancaran benda hitam dapat ditentukan dengan Hukum Wien
yaitu :

dengan dinyatakan dalam cm dan T dinyatakan dalam Kelvin.


• Hukum ini menyatakan bahwa makin tinggi temperatur, maka makin pendek panjang
gelombangnya
• Hukum ini dapat digunakan untuk menerangkan gejalan bahwa bintang yang temperaturnya
tinggi akan tampak berwarna biru sedangkan yang temperaturnya rendah akan tampak berwarna
merah.
• otometri Bintang Part II
• Fluks adalah jumlah energi yang dipancarkan oleh setiap permukaan benda hitam per detik ke
semua arah, yaitu :

• Apabila suatu benda berbentuk bola beradius dan bertemperatur memancarkan radiasi dengan
sifat-sifat benda hitam, maka energi yang dipancarkan seluruh benda itu ke semua arah per detik
disebut Luminositas yang dirumuskan sebagai :

• Fluks energi yang diterima oleh pengamat yang berjarak dari suatu bintang yang berluminositas
adalah :

• Energi Bintang yang diterima/melewati permukaan pada jarak per per detik (E). Persamaan ini
disebut juga hukum kuadrat kebalikan (inverse square law) untuk kecerlangan (brightness).
Karena persamaan ini menyatakan bahwa keverlangan benda berbanding terbalik dengan kuadrat
jaraknya maka makin jauh sebuah bintang, makin redup cahayanya.
• Jarak Bintang
• Jarak bintang yang dekat dapat ditentukan dengan cara paralaks trigonometri.
• jarak matahari – bumi (1 Astronomical Unit/AU)
jarak matahari – bintang
sudut paralaks bintang
• Maksud dari sudut paralaks bintang adalah besarnya sudut perubahan posisi bintang apabila
diamati dari tempat yang berbeda 180 derajat.
• maka
• karena p sangat kecil, maka persamaan di atas dapat dituliskan , p dalam radian.
• Apabila p dinyatakan dalam detik busur (“) dan karena 1 radian = 206265″, maka

1. EVOLUSI AWAL DAN DERET UTAMA.
Pembentukan Bintang.

Ruang diantara bintang-bintang tidak kosong. Disitu terdapat materi berupa gas dan bedu yang
disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi bintang dapat dilihat sebagai awan antar
bintang yg tampak terang bila disinari oleh bintang panas disekitarnya. Atau bisa juga tampak
gelap bila awan itu menghalangi cahaya bintang atau awan dibelakangnya.kerapatan awan anatar
bintang sangat kecil, jauh lebih kecil daripada udara disekeliling kita. Di dalam ruang antar
bintang bisa terdapat 10.000 atom per cm3, sedang ruang di antara awan kerapatannya jauh lebih
rendah, yaitu hanya sekitar 1 atom per cm3. walaupun demikian suatu awan antar bintang
mempunyai suatu awan antar bintang mempunyai volume yang sangat besar, sehingga materi di
situ cukup banyak untuk membentuk ribuan bintang. Dan memang materi antar bintang
merupakan bahan mentah pembentuk bintang. Awan antar bintang disebut nebula.
Kita mulai dengan suatu awan gas hidrogen yang besar, dingin, dan menyebar sebagai hasil
riwayat awal jagat raya (awan ini mengandung sekitar 25% helium, namun pengaruhnya tidaklah
penting bagi perhitungan ini). Karena atom-atom gas tersebut bermuatan netral dan intinya
berjauhan, maka satu-satunya gaya yang berperan adalah gaya gravitasi antar atom-atom gas
tersebut.
Gaya gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Oleh
suatu peristiwa hebat, misalkan ledakan bintang atau pelontaran massa oleh bintang, di suatu
tempat sekelompok materi antar bintang menjadi lebih mampat daripada disekitarnya. Bagian
luar awan ini akan tertarik oleh gaya gravitasi materi bagian dalam. Akibatnya awan ini
mengerut dan menjadi makin mampat. Peristiwa ini kita sebut sebagai kondensasi.
Akibat kondensasi tekanan didalam awan akan meningkat dan akan melawan pengerutan. Bila
tekanan pada akhirnya melebihi grvitasi, awan itu akan tercerai kembali dan pengerutan tak akan
berlangsung. Bila kita memperhitungkan efek rotasi dari medan magnet, gaya gravitasi akan
melebihi tekanan di dalam awan bila awan itu cukup besar yaitu melebihi suatu harga kritis yang
disebut massa Jeans atau Mj. Jadi agar pengerutan gravitasi berlangsung haruslah dipenuhi syarat
M
Di sini Mj dinyatakan dalam , ρ = kerapatan massa dalam awan (dalam gr/cm3), μ = berat
molekul rata-rata, dan T = Temperatur.
Suatu awan antar bintang mempunyai kerapatan rata-rata 100 atom per cm3 (atau sekitar 10-22
gram/cm3)dan bertemperatur beberapa puluh derajat kelvin. Agar pengerutan suatu awan antar
bintang dapat berlangsung diperlukan massa yang sangat besar.
Sama halnya dengan memanaskan objek biasa, awan tadi mula-mula berpijar dengan warna
merah gelap. Ukurannya masih tetap lebih besar daripada bintang akhir yang kelak terbentuk,
mungkin 10 kali lebih besar dan suhunya mungkin dalam orde 1000 K.
Tinjaualah suatu awan bermassa 1000 yang mengalami pengerutan gravitasi. Akibat
pengerutannya rapat materi di situ bertambah besar. Berdasarkan persamaan maka harga Mj
menjadi lebih kecil (karena ρ lebih besar). Jadi agar terjadi kondensasi, massa yang diperlukan
tidak usah terlalu besar, beberapa ratus massa matahari sudah cukup. Jadi di dalam awan yang
mermassa 1000 akan terjadi kondensasi yang lebih kecil. Pada setiap kondensasi kerapatan gas
dalam awan bertambah besar. Riwayat gumapalan awan induk akan terulang lagi di dalam
kelompok awan yang lebih kecil itu. Di siitu akan terjadi kondensasi yang lebih kecil lagi.
Demikian seterusnya, peristiwa ini disebut fragmentasi. Awan yang tadinya satu terpecah
menjadi ratusan bahkan ribuan awan dan setiap awan mengalami pengerutan gravitasi. Pada
akhirnya suhu menjadi cukup tinggi sehingga awan itu akan memijar dan menjadi ‘embrio’ atau
‘janin’ suatu bintang dan disebut protobintang. Pada saat itu materi awan yang tadinya tembus
pancaran menjadi kedap terhadap aliran pancaran. Energi yang dihasilkan pengerutan yang
tadinya dengan bebas dipancarkan keluar sekarang terhambat. Akibatnya tekanan dan
temparaturbertambah besar sehingga proses pengerutan menjadi lambat dan proses fragmentasi.
Bintang muda yang panas memancarkan energi dan mengionisasikan gas di sekitar bintang.
Akibatnya bintang dilingkupi oleh daerah yang mengandung ion hidrogen (disebut daerah HII)
yang mengembang dengan cepat. Pemuaian selubung ion hidrogen ini dapat dapat berlangsung
secara supersonik (lebih cepat dari cepat rambat gelombang bunyi) hingga menimbulkan
gelombang kejut. Gas dingin disekitarnya akan mengalami pemampatan hingga terbentuk
kondensasi dan terbentuklah bintang baru. Bintang baru ini akhirnya juga dilingkupi oleh daerah
HII yang mengembang cepat. Bintang lebih baru akan terbentuk lagi sebagai akibat dorongan gas
yang memuai ini. Begitu seterusnya, pembentukan bintang berlangsung secara berantai. Jadi
proses pembentukan merupakan reaksi berantai. Pembentukan bintang di suatu tempat akan
memacu pembentukan bintang di temapat lain.
Talah dibicarakan diatas bahwa bintang yang sedang dalam proses pembentukan disebut proto
bintang. Pada mulanya proto bintang hanya dapat diamati dari pancaran radio yang ditimbulkan
oleh molekul di situ. Bila protobintang menjadi lebih panas akibat proses pengerutannya, mereka
dapat diamati sebagai pemancar inframerah. Makin tinggi suhunya, ion hidrogen yang terbentuk
di sekelilingnya akan mengembang dan meniup selubung gas dan debu yang melingkupinya.
Bila kerapatan gas dan debu sudah cukup rendah, bintang mulai tampak.
Dibawah pengaruhnya, awan mulai menyusut ketika jarak rata-rata antar atom berkurang, energi
potensial gravitasi juga berkurang, dan untuk mengimbangi energi total, energi kinetiknya harus
bertambah, yang diikuti pula dengan suatu tambahan kenaikan suhu. Sewaktu awan awan
semakin menyusut, lebih banyak atom yang akan tertarik menuju pusat atom, sehingga kerapatan
dan suhu disekitar pusatnya naik dengan cepat dibandingkan terhadap saham daerah luar
pusatnya. Sewaktu suhu bergerak naik perlahan-lahan, gas itu mulai memancarkan radiasi sama
seperti sebuah benda hitam: semakin tinggi suhu, semakin banyak radiasi yang dipancarkan.
Setiap perubahan energi kinetik K dan energi radiasi U :

Pengerutan gravitasi memegang peranan penting pada awal evolusi suatu bintang begitu juga
pada tahap akhir evolusinya. Bila suatu bintang mengerut, energi potensial gravitasinya
berkurang. Energi potensial gravitasi adalah:

Kita lihat bahwa potensial gravitasi ‘berharga negatif karena energi ini bersifat sebagai energi
ikat yang mengikat bintang sebagai suatu kesatuan (untuk menceraikan bintang diperlukan
energi sebesar potensial gravitasinya). Selain itu di dalam bintang juga terkandung energi termal
atau energi panas. Energi ini tak lain adalah kinetik partikel di dalam bintang. Karena energi
rata-rata per partikel adalah 3/2 kT maka energi termal

N adalah jumlah partikel per satuan volume.

Bila kita persamaan diatas sebagian, kita peroleh :

Karena dipermukaan P=0 dan dipusat r = 0 maka suku pertama ruas kanan nol. Selanjutnya

Atau

Persamaan ini disebut teorema virial


Jadi bila energi potensial berkurang sebesar - , energi termal akan bertambah sebanyak

Jadi setengah dari pengurangan energi potensial akan disimpan sebagai energi panas dan
setengah lainnya akan dipancarkan keluar. Karena adanya energi yang disimapn sebagai energi
panas ini, suhu di dalam bintang menjadi makin tinggi.

Jejak evolusi pra deret utama


Secara teori kita dapat mengikuti jejak evolusi bintang pada diagram HR. Jadi bila berdasarkan
pengamatan dapat kita ketahui letak suatu bintang dalam diagram HR, kita dapat memperoleh
informasi, pada tahap apa bintang tersebut.
Suatu proto bintang yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan terus mengerut akibat
gravitasinya. Pada awalnya temperatur dan luminositasbintang masih rendah, dalam diagram HR
letaknya di kanan bawah (titik A). Hayashi menunjukan bahwa bintang dengan temperatur
efektif terlalu rendah tidak mungkin berada dalam keseimbangan hidrostatik. Dalam diagram HR
daerah ini disebut ‘daerah terlarang Hayashi’ (daerah yang di arsir). Protobintang barada di
daerah itu. Pada mulanya kerapatan materi protobintang seragam, tetapi kemudian materi makin
rapat ke arah pusat. Materi protobintang sebagian besar adalah hidrogen. Pada temperatur yang
rendah hidrogen kebanyakan berupa molekul H2. Dengan meningkatnya temperatur tumbukan
antar molekul menjadi makin sering dan makin hebat. Pada temperatur sekitar 1500 K terjadi
penguraian (disosiasi) molekul hidrogen menjadi atom hidrogen. Untuk menyediakan energi
cukup besar bagi berlangsungnya disosiasi itu protobintang mengerut lebih cepat. Pada
temperatur yang makin tinggi akan terjadi proses ionisasi pada atom hidrogen dan helium. Proses
ini pun menyerap energi sehingga pengerutan yang cepat berlangsung terus. Pengerutan dengan
laju besar ini berakhir bila semua hidrogen dan helium di dalam telah terionisasi semua.
Evolusi protobintang ditandai dengan keruntuhan cepat (hampir seperti jatuh bebas). Pada
akhirnya protobintang menyeberang daerah terlarang Hayashi (titik B). Kita sebut protobintang
itu dengan bintang pra deret utama. Luminositas bintang sangat tinggi karena maeri masih
renggang sehingga energi bebas terpancar keluar. Bintang akan mengerut dengan laju yang lebih
lambat menyusuri pinggir luar daerah terlarang Hayashi. Jejak evolusinya hampir vertikal (Te
hampir tak berubah), jejak ini dikenal sebagai jejak Hayashi. Karena temperatur efektifnya yang
rendah, hampir seluruh bintang berada dalam keadaan konveksi. Bintang mengerut dengan
jejarinya mempunyai harga terbesar yang dibolehkan oleh keseimbangan hidrostatik.

Karena kekedapan (atau koefisien absorpsi R), menurun dengan naiknya temperatur (hukum
Kramers) gradien temperatur di pusat bintang juga menurun hingga berlakulah keadaan
setimbang pancaran di pusat bintang. Terbentuklah pusat yang energinya diangkut secara
pancaran di dalam bir tang (disebut pusat pancaran). Dengan makin besarnya pusat pancaran,
yang kekedapannya kecil, maka bintang pun makin berkurang kekedapannya. Lebih banyak
energi yang mrengalir secara pancaran. Hal ini ditandai dengan naiknya luminositas (titik C).
Karena bintang tetap mengerut selama luminositasnya meningkat, permukaannuya menjadi lebih
panas, bintang bergerak ke atas dan ke kiri dalam diagram HR. Laju evolusi pada tahap ini jauh
lebih lambat daripada sebelumnya. Pada akhirnya temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk
berlangsungnya pembakaran hidrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar dan
pengerutan pun berhenti. Bintang menjadi bintang deret utama (titik D). Tahap evolusi sebelum
mencapai deret utama itu kita sebut tahap praderet utama.
Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan antar bintang menjadi bintang deret
utama bergantung pada massa bintang itu. Makain besar massa suatu bintang, makin singkat
waktu yang diperlukan untuk mencapai deret utama bagi bintang dengan berbagai massa.
Kemungkinan kita mengamati suatu bintang pada suatu tahap evolusi bergantung pada lamanya
tahap evolusi tersebut. Karena tahap evoluisi pra deret utama bintang yang bermassa besar
berlangsung sangat singkat, kemungkinannya lebih besar bagi kita mengamati tahap pra deret
utama bintang dengan massa yang kecil.
Bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tak pernah cukup tinggi untuk
berlangsung reaksi pembakaran hidrogen. Batas massa untuk ini bergantung pada kompisis kimia
, umumnya sekitar 0,1 . Bintang dengan massa lebih kcil dari batasmassa ini akan mengerut dan
luminositasnya m,enurun. Bintang akhirnya mendingin manjadi bintang katai gelap tanpa
mengalami reaksi inti yang berrti.
Evolusi di deret utama.
Energi yang dipancarkan bintang pada tahap pra deret utama dari pengerutan gravitasi.
Temperatur di pusat bintang manjadi makin tinggi sebagai akibat pengerutan gravitasi. Pada
temperatur sekitar 10 juta derajat, inti hiddrogen mulai bereaksi membentuk helium. Energi yang
dibangkitkan oleh reaksi intimenyebabkan tekanan di dalam bintang menahan pengerutan
bintang dan bintang menjadi mantap. Pada saat itu bintang mancapai deret utama berumur nol.
Komposisi kimia bintang pada saat itu homogen (samadgn pusat hingga ke permukaan) dan
masih mencerminkan komposisi awan antar bintang yang membentuknya. Energi yang
dipancarkan bintang terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung di pusat bintang. Deret
utama merupakan kedudukan bintang dengan reaksi inti dipusatnyayg komposisinya kimianya
masih homogen. Ditemuinya bintang raksasa merah yang letaknya dalam diagram HR jauh dari
deret utama menunjukan komposisi kimia bintang tersebut tidak lagi homogen.
Dengan perlahan terjadi perubahan komposisi kimia di pusat bintang. Hal ini berakibat
perubahan struktur bintang dengan perlahan. Bintang menjadi lebih terang, jejari bertambah
besar dan temperaturnya efektifnya berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret
utama. Andaikan 10 persen hidrogen di pusat sudah habispun bintang tidak akan lebih dari dua
kali terangnya, begitu juga temperatur efektifnya tidak akan turun lebih dari sepersepuluh
kalinya. Tahap evolusi disebut tahap deret utama yang bermula dari deret utama berumur nol
astrofisika-spektroskopi bintang
Spektroskopi adalah suatu cabang ilmu dalam astronomi yang mempelajari spektrum benda
langit. Dari spektrum suatu benda langit dapat kita peroleh informasi mengenai temperatur,
kandungan/ komponen zat penyusunnya, kecepatan geraknya, dll. Oleh sebab itu, spektroskopi
merupakan salah satu ilmu dasar dalam astronomi. Spektrum sebuah bintang diperoleh dengan
menggunakan alat yang disebut spektrograf.
Gambar 1. Spektrum

Gambar 2. Cara kerja spektrograf


Salah satu landasan spektroskopi adalah Hukum Kirchoff (1859):
1. Bila suatu benda cair atau gas bertekanan tinggi dipijarkan, benda tadi akan memancarkan
energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang
2. Gas bertekanan rendah bila dipijarkan akan memancarkan energi hanya pada warna, atau
panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang diperoleh berupa garis-garis terang yang
disebut garis pancaran atau garis emisi. Letak setiap garis atau panjang gelombang garis tersebut
merupakan ciri gas yang memancarkannya.
3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan
renggang (bertekanan rendah), gas tersebut tersebut akan menyerap cahaya tersebut pada warna
atau panjang gelombang tertentu. Akibatnya akan diperoleh spektrum kontinu yang berasal dari
cahaya putih yang dilewatkan diselang-seling garis gelap yang disebut garis serapan atau garis
absorpsi.

Perbedaan spektrum kontinu, absorpsi dan emisi


Deret Balmer
Ilmuwan Swiss yang bernama Balmer merumuskan suatu persamaan deret untuk memprediksi
panjang gelombang dari garis serapan yang dihasilkan gas hidrogen. Persamaan terebut dikenal
dengan deret Balmer.
Laws of Radiation : Hukum Radiasi:
The quantum theory of absorption and emission of radiation announced in 1900 by Planck
ushered in the era of modern physics. Teori kuantum penyerapan dan emisi radiasi diumumkan
pada tahun 1900 oleh Planck diantar di era fisika modern. He proposed that all material systems
can absorb or give off electromagnetic radiation only in "chunks" of energy, quanta E, and that
these are proportional to the frequency of that radiation E = h. Ia mengusulkan bahwa semua
sistem bahan dapat menyerap atau mengeluarkan radiasi elektromagnetik hanya dalam
"potongan" energi, E kuanta, dan bahwa ini adalah sebanding dengan frekuensi radiasi yang E =
h. (The constant of proportionality h is, as noted above, called Planck's constant.) (H Konstanta
proporsionalitas adalah, seperti disebutkan di atas, disebut konstanta Planck.)
Planck was led to this radically new insight by trying to explain the puzzling observation of the
amount of electromagnetic radiation emitted by a hot body and, in particular, the dependence of
the intensity of this incandescent radiation on temperature and on frequency. Planck dipimpin
radikal ini wawasan baru dengan mencoba untuk menjelaskan pengamatan membingungkan dari
jumlah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu badan panas dan, khususnya,
ketergantungan intensitas radiasi ini pijar pada suhu dan pada frekuensi. The quantitative aspects
of the incandescent radiation constitute the radiation laws. Aspek-aspek kuantitatif dari radiasi
pijar merupakan hukum radiasi.
The Austrian physicist Josef Stefan found in 1879 that the total radiation energy per unit time
emitted by a heated surface per unit area increases as the fourth power of its absolute temperature
T (Kelvin scale). Fisikawan Austria Josef Stefan ditemukan pada tahun 1879 bahwa energi
radiasi total per satuan waktu yang dipancarkan oleh permukaan yang panas per satuan luas
meningkat sebagai kekuatan keempat T suhu mutlak (Kelvin skala). This means that the Sun's
surface, which is at T = 6,000 K, radiates per unit area (6,000/300)4 = 204 = 160,000 times more
electromagnetic energy than does the same area of the Earth's surface, which is taken to be T =
300 K. In 1889 another Austrian physicist, Ludwig Boltzmann, used the second law of
thermodynamics to derive this temperature dependence for an ideal substance that emits and
absorbs all frequencies. Ini berarti bahwa permukaan Matahari, yang pada T = 6.000 K,
memancarkan per satuan luas (6.000 / 300) 4 = 204 = 160.000 kali lebih banyak energi
elektromagnetik daripada wilayah yang sama dari permukaan bumi, yang dianggap T = 300 K.
Pada tahun 1889 lain fisikawan Austria, Ludwig Boltzmann, menggunakan hukum kedua
termodinamika untuk menurunkan ketergantungan suhu yang ideal untuk sebuah zat yang
memancarkan dan menyerap semua frekuensi. Such an object that absorbs light of all colours
looks black, and so was called a blackbody. Seperti benda yang menyerap cahaya dari semua
warna tampak hitam, dan begitu juga disebut hitam seorang.
The wavelength or frequency distribution of blackbody radiation was studied in the 1890s by
Wilhelm Wien of Germany. Distribusi panjang gelombang atau frekuensi radiasi hitam dipelajari
pada tahun 1890 oleh Wilhelm Wien Jerman. It was his idea to use as a good approximation for
the ideal blackbody an oven with a small hole. Ini adalah idenya untuk digunakan sebagai
pendekatan yang baik untuk hitam ideal oven dengan lubang kecil. Any radiation that enters the
small hole is scattered and reflected from the inner walls of the oven so often that nearly all
incoming radiation is absorbed and the chance of some of it finding its way out of the hole again
can be made exceedingly small. Setiap radiasi yang masuk ke lubang kecil tersebar dan
tercermin dari dinding bagian dalam oven sehingga sering bahwa hampir semua radiasi yang
masuk diserap dan kesempatan dari beberapa itu mencari jalan keluar dari lubang lagi dapat
dibuat sangat kecil. The radiation coming out of this hole is then very close to the equilibrium
blackbody electromagnetic radiation corresponding to the oven temperature. Radiasi yang keluar
dari lubang ini kemudian sangat dekat dengan radiasi elektromagnetik hitam keseimbangan
sesuai dengan suhu oven. Wien found that the radiative energy dW per wavelength interval d has
a maximum at a certain wavelength m and that the maximum shifts to shorter wavelengths as the
temperature T is increased, as illustrated in the figure below. Wien menemukan bahwa dW
energi radiasi setiap interval d memiliki panjang gelombang maksimum pada m panjang
gelombang tertentu dan bahwa pergeseran maksimum untuk panjang gelombang lebih pendek
sebagai T temperatur meningkat, seperti digambarkan pada gambar dibawah.

Wien's law of the shift of the radiative power maximum to higher frequencies as the temperature
is raised expresses in a quantitative form commonplace observations. hukum Wien tentang
pergeseran maksimum daya radiasi pada frekuensi yang lebih tinggi karena suhu dinaikkan
mengungkapkan dalam bentuk kuantitatif pengamatan biasa. Warm objects emit infrared
radiation, which is felt by the skin; near T = 950 K a dull red glow can be observed; and the
colour brightens to orange and yellow as the temperature is raised. benda hangat memancarkan
radiasi infra merah, yang dirasakan oleh kulit; T = 950 K dekat cahaya merah tumpul dapat
diamati, dan warna mencerahkan ke oranye dan kuning sebagai suhu dinaikkan. The tungsten
filament of a light bulb is T = 2,500 K hot and emits bright light, yet the peak of its spectrum is
still in the infrared according to Wien's law. Filamen tungsten dari bola lampu adalah T = 2.500
K cahaya terang dan memancarkan panas, namun puncak spektrum yang masih dalam
inframerah menurut hukum Wien. The peak shifts to the visible yellow when the temperature is
T = 6,000 K, like that of the Sun's surface. pergeseran puncak untuk kuning terlihat saat suhu T =
6.000 K, seperti itu dari permukaan Matahari.
Excerpt from the Encyclopedia Britannica without permission. Kutipan dari Encyclopedia
Britannica tanpa izin.
Selain tertarik terhadap obyek-obyek langit yang amat jauh, terkait dengan bidang kosmologi,
para astronom tampaknya terus punya perhatian besar terhadap Tata Surya - Sistem di mana
planet-planet termasuk Bumi berevolusi mengelilingi Matahari. Tata Surya yang kini telah
berumur sekitar lima miliar tahun rupanya masih banyak menyimpan misteri yang masih perlu
untuk dieksplorasi.

Oleh sebab itu misi tak berawak pun terus dikirim untuk mendapatkan informasi baru mengenai
keplanetan dan komponen-komponen Tata Surya lainnya. Antara lain, ini diwujudkan dengan
pengiriman misi New Horizon ke Planet Pluto Januari 2006.

Sementara penyelidikan terus dilakukan untuk planet-planet di Tata Surya, berbagai penemuan
baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih
dikenal sebagai eksoplanet. Salah satu planet ini - Gliese 581 - disebut sebagai Bumi Super
(ukuran besar), karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni.

Matahari banyak
Dalam tulisannya di Kompas (8 Desember 2006) alumnus astronomi Taufiq menyinggung tata
surya dengan matahari lebih dari satu. Salah satu contohnya adalah tata-surya dengan tiga
bintang seperti yang ada pada bintang HD188753 yang berada di Rasi Angsa (Cygnus). Pada
sistem yang berjarak 149 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9.500 miliar km), bintang utama
dikitari oleh dua bintang lain berukuran lebih kecil. Di luar itu masih ada sebuah planet gas
berukuran lebih besar dari Yupiter mengorbit lebih dekat ke bintang induk dengan periode orbit
3,5 hari.

Pada sistem yang lain, ada pula planet yang ditemukan pada bintang ganda. Misalnya saja
bintang ganda Gamma Cephei. Bintang utamanya yang bermassa 1,6 massa Matahari punya
sebuah planet dengan massa 1,76 kali Yupiter yang mengorbit sejauh jarak Matahari-Mars (1,5
AU (Astronomical Unit) 1 AU = 150 juta km), dan punya bintang partner yang berukuran lebih
kecil pada jarak sejauh Matahari-Uranus (19,2 AU).

Belum lama ini wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem yang memiliki empat
bintang induk seperti tampak dalam ilustrasi pendamping tulisan ini.

Spitzer dengan peralatan inframerahnya telah diarahkan untuk meneliti piringan debu yang
mengelilingi sistem empat bintang HD 98800. Piringan debu tersebut dipercayai bisa melahirkan
planet. Dan memang dengan mengamati piringan di sistem bintang ini para astronom mendapati
piringan tersebut tidak rata kontinu, tetapi sudah memperlihatkan celah yang seperti menyiratkan
adanya planet yang sudah terbentuk.
Planet berperilaku seperti pembersih vakum kosmik. Ia menyerap semua kotoran yang ada di
jalur lintasannya, ujar Elise Furlan dari Institut Astrobiologi di Universitas California di Los
Angeles seperti diberitakan situs PhysOrg.com. Furlan merupakan penulis utama laporan yang
disetujui penerbitannya oleh The Astrophysical Journal.

HD 98800 diperkirakan berumur 10 juta tahun, dan berada di Rasi TW Hydrae yang berjarak 150
tahun cahaya. Sebelum diteliti oleh Spitzer, astronom telah memiliki sejumlah informasi
mengenai bintang ini dari pengamatan teleskop darat. Mereka sudah mengetahui, bahwa sistem
ini punya empat bintang, dan keempat bintang yang ada berpasang-pasangan dalam sistem dua
bintang (doublet, atau binary).

Bintang-bintang dalam sistem bintang ganda mengorbit satu terhadap yang lain, demikian pula
dua pasang bintang ganda tersebut juga saling mengitari satu terhadap yang lain sebagaimana
pasangan-pasangan penari balet. Salah satu pasangan bintang - yang disebut HD 98800B -
memiliki piringan debu di sekelilingnnya, sementara pasangan satunya tidak.

Seperti dilaporkan oleh NASA, keempat bintang saling terikat oleh gravitasi dan jarak antara
kedua pasang bintang tersebut adalah sekitar 50 AU, atau sedikit lebih jauh dibandingkan jarak
Matahari - Pluto yang sekitar 40 AU. Karena masih terkendala teknologi, maka para astronom
sebelum ini tidak dapat menyelidiki piringan debu di sekitar pasangan bintang HD98800B
dengan detil.

Jasa Spitzer
Dengan teleskop Spitzer lah akhirnya astronom bisa melihat piringan tersebut dengan rinci.
Dengan menggunakan spektrometer inframerah, tim Furlan bisa mendeteksi adanya dua sabuk
dalam piringan debu yang terbuat dari butir debu berukuran besar. Satu sabuk berada sekitar
5,9AU dari bintang ganda HD98800B, atau pada jarak sekitar Matahari - Yupiter. Sabuk ini
kemungkinan besar tersusun dari asteroid atau komet.

Sementara sabuk lain ada pada jarak 1,5 AU sampai 2,5AU, sebanding dengan letak planet Mars
dan asteroid, dan kemungkinan besar tersusun dari bulir halus.
Umumnya kalau ada ruang kosong (gap) di piringan debu, astronom lalu bercuriga ada sebuah
planet yang telah mengosongkan lintasan tersebut. Hanya saja, astronom belum terlalu yakin
mengenai adanya planet di sistem HD 98800B.

Para astronom mempercayai, bahwa planet-planet terbentuk dalam kurun jutaan tahun, setelah
butir debu kecil saling bergabung membentuk benda lebih besar. Dalam kasus tertentu, batuan-
batuan kosmik saling bertumbukan untuk membentuk planet batuan seperti Bumi, sedang dalam
kasus lain membentuk planet gas seperti Yupiter. Sementara itu, batuan-batuan besar yang tidak
membentuk planet menjadi asteroid dan komet.

Ketika struktur-struktur batu tersebut bertumbukan dengan dahsyat, serpihan debu terlontar ke
angkasa, dan ini terlihat oleh mata inframerah Spitzer yang sangat sensitif. Menurut Furlan, debu
yang ditimbulkan oleh tumbukan obyek-obyek berbatu di sabuk luar semestinya akan pindah ke
piringan debu di dalam. Hanya saja dalam kasus HD98800B, partikel debu tidak mengisi
piringan dalam seperti diharapkan. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh adanya planet atau oleh
pasangan bintang lain yang tidak punya piringan debu tapi gravitasinya mempengaruhi gerakan
partikel debu.

Diposkan oleh Widya Purnama Putri di 18.53


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Its mine ^_~


 ▼  2014 (63)
o ▼  Juli (37)

MATERI OLIMPIADE
ASTRONOMI
1. Mekanika Benda
Langit2. Radiasi
Elektromagnet3.
Bola langit4. Konsep
waktu dan
kalender5. Tata
Surya6. Sistem
Bumi-Bulan-
Matahari7.
Bintang8. Galaksi
dan Kosmologi
dasar
RINCIAN MATERI
 
1. Mekanika Benda
Langit
1) Hukum Kepler-
Dapat menjelaskan
tentang bentuk
orbit dan gerak
benda langit dalam
orbit- Hubungan
periode orbit dan
jarak benda langit
terhadap titik pusat
massa2) Hukum
Gravitasi Newton-
Dapat menjelaskan
tentang gerak
benda langit melalui
interaksi gaya tarik
menarik Newton-
Dapat menjelaskan
tentang hukum
kekekalan energi-
Pasang surut- Dapat
menurunkan gaya
pasang surut dan
keterkaitannya
dengan fase bulan3)
Aplikasi hukum
Newton- Gerak dan
lintasan planet,
asteroid, komet dan
satelit buatan
2. Radiasi
Elektromagnet
1) Hukum Radiasi-
Dapat menjelaskan
pengaruh jarak
terhadap kuat
cahaya- Memahami
proses pelemahan
dan penguatan
cahaya benda
langit2) Benda
Hitam- Dapat
menjelaskan konsep
penyerapan dan
pelepasan energi-
Memahami konsep
matahari atau
planet sebagai
sebuah model
benda hitam3)
Spektrum
Elektromagnet-
Mengenal
pembagian kelas
spektrum- Konsep
pembangkitan
energi- Dapat
menjelaskan
kenapa matahari
dan bintang dapat
bersinar dalam
tempo milyaran
tahun
3. Bola langit
 1) Konsep dasar
segitiga bola (beda
segitiga bola dan
segitiga datar
You're reading a free preview.
Pages 2 to 4 are not shown in this preview.

Read the full version

Documents similar to MATERI OLIMPIADE


ASTRONOMI.docx

Sistem Koordinat Benda Langit - Pelatihan April 2011

Modul Olimpiade Astronomi 1 (Tata Surya)


pembahasan Soal OSK Astronomi 2013.docx

Soal Latihan Olimpiade Astronomi + SOLUSI

6 Konsep Waktu Dan Kalender


Astronomi dan Astrofisika rev.3(1).pdf

Modul Olim Astro (Rev) - Waktu Dan Kalender


Latihan Soal OSK-OSP-OSN Astronomi - Gravitasi Newton

SOLUSI Try Out Osk Astro Bdg 2011

Soal OSK Astro 2007


Materi Pelatihan Olimpiade Astronomi Oleh Tim Astronomi ITB _ Fisika BasisTIK

214601014-Solusi-Osk-Astro-2013


SOAL OSK ASTRONOMI 2015.pdf

Kisi-Kisi Olimpiade Astronomi SMA

Pembahasan Soal Propinsi 2007


DAFTAR KONSTANTA

Solusi OSN Astronomi 2004


Try Out Osk Astro Bdg 2011

Soal OSN Astronomi Peng. Data 2009

Soal Tes OSN Astronomi Esai 2008


MATERI OLIMPIADE ASTRONOMI

EVOLUSI BINTANG.pptx


Dwp

Percobaan Fluida Dalam Botol

Dharma Wanita Persatuan


abstrak ifti 03

More from ‫لقمان عباس‬


Bacaan Ghorib Musykilat


Bacaan Gharib Dan Musykilat

Cpns Prov Jatim 2013


Bab 0_Pustaka_A

Surat Pernyataan

Alma Rhum


Jawaban Pg

4 Tes Diagnostikf


8-rotasi

Remidi Fisika Xi Ipa

Remidi Fisika Xi Ipa


Soal Respirasi S1

Analisis Jurnal


soal-osn-sma-2012

Uas 2014, Stat Inferensial

Silabus Fisika Kls Xi


8-rotasi

Soal Try Out Un Fisika


Contoh

Uts Neurofarmakologi s1 Kep Fik Unipdu 2013

Caa


Brosur Iain Tulungagung

Ivan Pengumpulan Analisis Data Kualitatif


Geysers & Hot Spring

miskonsepsi_(Invotec)

pembiasan-cahaya


PKF1

Jeschke s


Geysers & Hot Spring

02-Filosofi Penelitian Pendidikan

Read what interests you

Broaden your knowledge with Scribd


Read free for 30 days

Cancel anytime.
About

 Browse books
 Site directory
 About Scribd
 Meet the team
 Our blog
 Join our team!
 Contact Us

Support

 Help
 FAQ
 Accessibility
 Press
 Purchase help
 AdChoices

Partners

 Publishers
 Developers / API

Legal

 Terms
 Privacy
 Copyright

Memberships

You might also like