BAB 2 - Mar

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Analogi berbicara tentang dua hal yang berlainan dan dua hal yang

berlainan tersebut diperbandingkan. Jika dalam perbandingan yang diperhatikan

persamaannya saja tanpa melihat perbedaan maka timbul analogi (Siregar et al,

2015). Menggunakan analogi berarti meminjam ide lama dan mengaplikasikan ke

dalam situasi baru untuk mendapatkan kejelasan konsep baru (Suseno, 2012).

Analogi berfungsi sebagai jenis perancah, dimana informasi baru dilabuhkan pada

skema yang ada (Ramdhani, 2017). Proses berpikir siswa diarahkan dengan

analogi yang sesuai dengan pokok bahasan untuk membentuk konsep, bernalar,

berpikir kritis, membuat keputusan, berpikir kreatif dan memecahkan berbagai

soal dalam fisika. Kehadiran analogi mutlak diperlukan, khususnya jika materi

ajar berhubungan dengan wilayah di luar jangkauan panca indera manusia atau

alat bantu visual untuk pengamatan (Prastowo, 2011; Fadhillah et al, 2017;

Muchsin & Khumaedi, 2017).

Sebagian ilmu fisika merupakan konsep yang abstrak sehingga tidak

mudah untuk dipahami (Fikri et al, 2012). Pendekatan analogi pada pembelajaran

fisika dalam penelitian Rokhmat (2015) menggunakan objek atau cara lain yang

dipandang lebih dikenal dan lebih mudah dipahami dalam menjelaskan suatu

masalah atau untuk menjembatani analisis konsep-konsep fisika ke dalam

pembahasan karakter. Pelajaran fisika dari sudut pandang kehidupan sehari-hari


dan hubungan lintas keilmuan memerlukan kemampuan berpikir analogi untuk

meningkatkan perkembangan kognitif (Destiawaty et al, 2013; Azmi, 2017).

Podolefsky (2004) menyebutkan beberapa contoh pasangan analogi

esensial dalam fisika, seperti hukum Coulomb dengan hukum gravitasi, medan

listrik dengan medan suhu, energi yang tersimpan dalam kapasitor dengan yang

tersimpan dalam pegas, aliran arus listrik dengan aliran air dalam pipa, dan

sebagainya. Widayani et al (2009) menunjukkan bahwa konsep gelombang

elektromagnetik (sebagai gelombang mekanik) memiliki analogi dengan konsep

gelombang tali. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa analogi

memudahkan dalam membahas konsep melalui penerapan konsep lain yang sudah

diketahui. Hasil penelitian Chiu and Lin (2006) menunjukkan bahwa penggunaan

analogi tidak hanya membantu dalam menjelaskan konsep sains yang abstrak

(seperti kelistrikan), tetapi juga membantu siswa dalam memperbaiki kesalahan

konsep.

Penelitian terhadap metode analogi dalam pembelajaran fisika telah

banyak dilakukan, namun kemampuan analogi perlu pula dilatihkan agar siswa

mampu menemukan sendiri suatu pemecahan masalah. Pembelajaran dengan

melatihkan kemampuan analogi menuntut siswa untuk lebih mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir kritis dan kreatif

dalam pembelajaran akan memicu kemampuan analogi guna meningkatkan

pemahaman konsep yang sedang dipelajari. Kemampuan analogi yang dimiliki

siswa dalam pembelajaran fisika mencerminkan pemahaman siswa, namun perlu

diperhatikan teknik dalam melatihkan kemampuan analogi di kelas.


Guru sebagai perencana diharapkan mampu menyusun kegiatan belajar

mengajar secara efektif (Apriliani et al, 2016) dalam melatihkan kemampuan

analogi siswa karena suatu analogi perlu direncanakan dengan baik (Devecioglu

& Kaymakci, 2016) Prestasi belajar siswa akan tercapai apabila guru mampu

menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik

(Achmad et al, 2016). Akan tetapi, jika analogi tidak disampaikan secara tepat

dapat menimbulkan miskonsepsi (Sari et al, 2014). Brain Based Learning (BBL)

merupakan model pembelajaran yang dapat menjadi jalan untuk melatihkan

kemampuan analogi dalam memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis BBL

membantu kerja otak manusia secara optimal sehingga meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah (Dewi, 2013; Wiguna, 2016). Penerapan model BBL

menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dengan model pembelajaran berbasis otak

lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran

konvensional (Duman, 2010; Mustiada et al, 2014; Helmahria et al, 2017) serta

meningkatkan kemampuan berpikir kreatif (Widiana et al, 2017).

Haghighi (2012) melaporkan hasil serupa bahwa siswa yang diajar

menggunakan model pembelajaran BBL memiliki prestasi belajar dan memori

(daya ingat) yang lebih baik. Pendekatan BBL juga telah berhasil memperbaiki

keterampilaan proses sains siswa serta proses pembelajaran (Danisa et al, 2015).

BBL menjadi salah satu model untuk mendorong peserta didik untuk

berkembang dan menjadi anak-anak yang cerdas, kreatif, dan berakhlak mulia

(Anas, 2011). Lestari (2014) dan Nahdi (2015) dalam penelitiannya melaporkan

bahwa BBL peningkatan kemampuan koneksi dan berpikir kritis matematis siswa
serta motivasi belajar siswa lebih baik daripada siswa yang mendapat

pembelajaran langsung. BBL membangun komunikasi yang kuat dalam

pembelajaran sehingga membantu penguasaan konsep fisika siswa (Viclara et al,

2015)

Berdasarkan kajian pustaka, diketahui bahwa analogi menjembatani

pemahaman konsep dan perkembangan kognitif siswa. Paparan tersebut juga

menjelaskan bahwa pembelajaran BBL berpengaruh positif dalam bidang

akademik (Rehman et al, 2012; Gozuyesil, 2014; Varghese & Pandya, 2016 )

terutama terhadap kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif dalam

pembelajaran. Oleh karena itu, model BBL memberikan peluang untuk

melatihkan kemampuan analogi siswa dalam memecahkan permasalahan dalam

pembelajaran fisika.

2.2 Kerangka Teoretis

2.2.1 Analogi dalam Pembelajaran

Analogi merupakan suatu proses penalaran dengan menggunakan

perbandingan dua hal yang berbeda dengan cara melihat persamaan dari dua hal

yang diperbandingkan tersebut, sehingga dapat digunakan untuk memperjelas

suatu konsep (Ramdhani, 2017; Rahmawati, 2017). Berpikir analogi didasarkan

pada pengenalan kesamaan dengan menggunakan perbandingan atau kontras. Cara

berpikir ini akan memunculkan anggapan bahwa kebenaran dari fenomena-

fenomena yang pernah dialami berlaku pula bagi fenomena yang dihadapi

sekarang. Hal ini sesuai pernyataan Gust et al (2008) bahwa analogi

menggambarkan domain baru (target) tidak hanya menentukan kesamaan struktur


domain tertentu (target) tetapi mentransfer informasi dan penjelasan dari sumber

ke target.

Cara membandingkan dua permasalahan dalam berpikir analogi dengan

menggunakan masalah sumber dan masalah target (Manuaba et al, 2017). Masalah

sumber merupakan masalah yang sudah dipelajari sebelumnya yang berkaitan

dengan materi berikutnya yang akan dipelajari. Masalah target merupakan

masalah yang akan dipecahkan dengan mencari kesamaan dari masalah sumber.

Analogi sebagai alat representasi untuk menunjukkan gejala yang abstrak (sebagai

domain target), dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki (sebagai

domain dasar) berdasarkan kesetaraan. Penting untuk disadari bahwa pengetahuan

baru akan lebih bermakna jika dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah

dimiliki (Suseno, 2012).

Analogi merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan untuk

menjadikan situasi baru yang terasa rumit menjadi lebih akrab bagi siswa. Analogi

menyederhanakan fenomena yang abstrak sehingga dapat digambarkan dengan

lebih konkret guna membantu siswa untuk mengerti tentang fenomena yang

dipelajari. Analogi juga memiliki peranan penting dalam mengkonstruksi

pemahaman seseorang (Susilawati, 2014). Penggunaan analogi dapat

meningkatkan hasil pembelajaran dan dapat mengatasi kesalahan konsep siswa

dan berpengaruh terhadap perkembangan psikologi dan kemampuan kognitif

(Gunawan et al, 2014). Secara tidak langsung analogi dapat menciptakan kondisi

pembelajaran yang efektif dalam strategi pengajaran selalu dapat melibatkan

analogi dalam proses pemahaman terhadap suatu konsep (Podolefsky, 2006)


Secara umum Mundiri (2012) menyatakan terdapat dua analogi yaitu: 1)

analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu

yang belum dikenal atau masih samar dengan sesuatu yang sudah dikenali. 2)

analogi induktif adalah proses penalaran dari satu fenomena menuju lain yang

sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang

pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Analogi induktif menjadi

objek penelitian dimana analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal

yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada

pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua.

Blanchette & Dunbar (2001) mendefinisikan analogi sebagai alat

representasi untuk memahami sesuatu yang abstrak atau belum diketahui dengan

menggunakan pengetahuan lain yang telah dimiliki peserta didik berdasarkan

kesetaraannya. Konsep fisika dapat dipahami melalui analogi, sedangkan analogi

dipahami dan dilatihkan melalui belajar fisika. Hal ini diperkuat dengan hasil

penelitian yang dilakukan Fadhillah et al (2017) yang menunjukkan keterkaitan

yang signifikan antara kemampuan analogi dengan hasil belajar IPA fisika. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan analogi berperan penting dalam keberhasilan

siswa. Siswa dengan kemampuan analogi yang baik diharapkan memiliki prestasi

belajar yang baik pula.

2.2.2 Kemampuan Berpikir Analogi

Berpikir merupakan aktivitas psikis yang intensional dan terjadi apabila

seseorang menjumpai masalah yang harus dipecahkan. Seseorang

menghubungkan pengertian satu dengan lainnya dalam proses berpikir untuk


mendapatkan pemecahan persoalan yang dihadapi (Kariadinata, 2012).

Kemampuan berpikir analogi merupakan proses berpikir yang mengaitkan

kesamaan antara pengetahuan yang dimiliki dengan masalah yang dihadapi.

Kemampuan analogi menjadi dasar pengembangan fisika dan pemecahan masalah

yang ada (Rahman & Maarif, 2014). Analogi dapat digunakan untuk membantu

memecahkan masalah dan memahami konsep (Widariani et al, 2014). Hal ini

sejalan dengan pernyataan Isoda dan Katagiri (2012) bahwa kemampuan berpikir

analogi sangat penting dalam membentuk perspektif dan menemukan pemecahan

masalah. Kemampuan berpikir analogi dapat dipahami melalui proses penalaran

dalam memahami masalah. Sternberg (dalam English, 2004) menyatakan bahwa

komponen dari proses berpikir analogi meliputi empat hal yaitu:

1) Pengkodean (coding)

Mengidentifikasi soal sebelah kiri (masalah sumber) dan soal sebelah kanan

(masalah target) dengan mencari ciri-ciri atau struktur soalnya.

2) Penyimpulan (infering)

Mencari hubungan yang terdapat pada soal yang sebelah kiri (masalah

sumber) atau dikatakan menari hubungan “rendah” (low order)

3) Pemetaan (mapping)

Mencari hubungan yang sama antara soal di sebelah kiri (masalah sumber)

dengan soal yang kanan (masalah target) atau membangun kesimpulan dari

kesamaan hubungan antara soal yang sebelah kiri dengan soal sebelah kanan.

4) Penerapan (applying)
Melakukan pemilihan jawaban yang cocok. Hal ini dilakukan untuk

memberikan konsep yang cocok (membangun kesetimbangan) antara soal

yang kiri (masalah sumber) dengan soal yang kanan (masalah target).

Penalaran biasanya didefinisikan sebagai kegiatan, proses atau aktivitas

berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru

berdasar pada beberapa pernyataan yang diketahui benar ataupun dianggap benar

dalam menyelesaikan masalah sumber. Penalaran dalam pembelajaran terbagi atas

penalaran induktif dan penalaran deduktif. Analogi merupakan bagian dari

penalaran induktif. Siswa akan menggunakan strategi dan konsep-konsep yang

dimiliki, sedangkan dalam menyelesaikan masalah target siswa akan menjadikan

masalah sumber sebagai pengetahuan awal untuk menyelesaikan masalah target.

Novick (dalam English, 2004) menyatakan bahwa seseorang dikatakan melakukan

penalaran analogi dalam memecahkan masalah jika:

1) Siswa dapat mengidentifikasi hubungan antara masalah baru yang dihadapi

(new problem) dengan pengetahuan memecahkan masalah yang telah dimiliki

(known problem)

2) Siswa dapat mengidentifikasi suatu struktur masalah sumber (unknown

relational structure) yang sesuai dengan masalah target (known relational

structure)

3) Siswa dapat mengetahui bagaimana cara menggunakan masalah sumber

(known solution procedure) dalam memecahkan masalah target (unkwon

solution procedure)
Siswa akan menggunakan strategi yang diketahui, menyelesaikan masalah

sumber, dan konsep-konsep yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah

sumber, selanjutnya untuk menyelesaikan masalah target siswa harus menemukan

kesesuaian antara masalah sumber dan masalah target. Proses menentukan bentuk

kemiripan atau kesamaan tersebut, siswa harus membandingkan masalah sumber

dan masalah target; diikuti dengan mencari hal-hal yang sama dan perbedaan di

antara hal-hal yang diperbandingkan. Berdasarkan kesamaan itu siswa dapat

memahami masalah target dan dapat menerapkan prosedur penyelesaian yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah sumber untuk diterapkan pada masalah

target.

Menurut Clement (1993), proses penalaran analogi dalam memecahkan

masalah sumber dan masalah target melalui empat tahap yaitu:

1. Generating the analogy, yaitu proses merepresentasikan kondisi dan

kemungkinan-kemungkinan kesesuaian antara masalah sumber dengan

masalah target. Tahap ini mengidentifikasi kesesuaian dari hal-hal yang

diberikan sebagai kondisi awal dalam masalah sumber dan masalah target

2. Evaluating the analogy relations, yaitu memeriksa kembali hubungan analogi

antara masalah sumber dengan masalah target untuk menentukan hubungan

analogi yang sesuai dari keduanya. Pada tahap ini dilakukan analisis lebih

detail mengenai kesesuaian yang telah ditemukan dalam tahap generating the

analogy untuk diidentifikasi masalah yang bersesuaian dalam masalah

sumber dan masalah target


3. Understanding the analogy case, yaitu menganalisis hal-hal yang terdapat

pada masalah sumber untuk dapat memahami masalah target. Tahap ini

melakukan penyelesaian masalah sumber serta dianalisis masing-masing

kesesuaian dalam masalah sumber dan masalah target untuk dapat

menentukan metode penyelesaian yang tepat untuk menyelesaikan masalah

target.

4. Transferring findings, yaitu mentransfer penyelesaian yang digunakan pada

masalah sumber ke dalam masalah target. Tahap ini menggunakan metode

penyelesaian masalah target yang telah didapatkan dalam tahap

understanding the analogy case digunakan untuk menyelesaikan masalah

target.

Guru melatihkan penalaran analogi induktif dengan menarik kesimpulan

tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan ciri dengan sesuatu yang sudah

pernah terjadi. Mulyana (2015) mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan

penalaran siswa, salah satunya dengan memberikan soal-soal penerapan sesuai

yang lebih bervariasi dan menantang dan menuntut siswa memberi alasan

terhadap proses penyelesaian soal, serta waktu untuk latihan yang lebih lama. Soal

latihan dalam analogi dengan menerapkan kebenaran yang berlaku untuk yang

satu (lama) berlaku pula untuk yang lain (baru). Indikator yang menunjukkan

siswa memiliki penalaran induktif antara lain: a) menghubungkan fakta-fakta, b)

mengajukan dugaan (conjectures), c) menarik kesimpulan dari pernyataan, d)

membuat pernyataan yang bersifat umum berdasarkan pernyataan khusus yang

sudah diketahui.
Gagasan-gagasan yang menarik diperoleh dari penggunaan metafora dan

perumpamaan selama proses pembelajaran. Kegiatan membuat perumpamaan

mengajak siswa memasuki dunia yang tidak masuk akal, bermain menggunakan

imajinasi, menciptakan cara baru dalam memandang sesuatu, mengekspresikan

diri, serta menyelesaikan masalah dengan cara unik (Alvira et al, 2016). Salah

satu tujuan pembelajaran fisika untuk dapat memecahkan masalah kompleks

dengan cara menerapkan pengetahuan dan pemahaman mereka pada situasi

sehari-hari (Sujarwanta, 2014). Pada pembelajaran fisika peserta didik perlu

dilatih untuk mengembangkan kemampuan analogi untuk menanamkan

pemahaman konsep, penyelesaian masalah fisika dan kesulitan-kesulitan selama

pembelajaran berlangsung.

2.2.3 Pentingnya Melatihkan Kemampuan Analogi

Keefektifan penggunaan analogi dalam pembelajaran menunjukkan bahwa

analogi dapat mempermudah pemahaman siswa terhadap pengetahuan baru. Pada

kondisi tertentu, penggunaan analogi cukup produktif dalam mengembangkan

pemahaman konsep. Penggunaan analogi tidak hanya membantu dalam

menjelaskan konsep abstrak, tetapi juga membantu siswa dalam memperbaiki

kesalahan konsep (Chiu dan Lin, 2006).

Duit (1989) mengemukakan tentang keuntungan dan kelemahan

penggunaan analogi sebagai berikut, keuntungan penggunaan analogi adalah: 1)

berharga (valuable) dalam mengubah konsep siswa yang keliru, 2) memudahkan

siswa dalam memahai konsep abstrak, 3) dapat memvisualisasikan konsep yang

abstrak, 4) dapat menarik minat dan motivasi siswa dan 5) dapat mengungkapkan
miskonsepsi siswa. Kelemahan penggunaan analogi 1) analogi tidak pernah tepat

besar dengan konsep target, 2) jika siswa salah memahami konsep analogi, maka

ia akan salah juga memahami konsep target, dan 3) penggunaan analogi secara

spontan dalam pembelajaran dapat merugikan siswa.

Melatihkan kemampuan analogi diperlukan teknik tertentu agar analogi

yang dimunculkan siswa dapat terarah dan tidak menyebabkan miskonsepi. Model

Brain Based Learnig (BBL) menjadi salah satu model pembelajaran yang

digunakan untuk melatihkan analogi. Pembelajaran berbasis BBL mengutamakan

kinerja otak secara maksimal. Hal ini sesuai dengan kebutuhan dalam melatihkan

kemampuan analogi yang memerlukan keseimbangan kedua belah otak untuk

membuat suatu analogi.

2.2.4 Kemampuan Analogi dalam Fungsi Kerja Otak

Otak merupakan salah satu organ terpenting pada manusia karena otak

merupakan pusat dari seluruh aktivitas manusia, seperti berpikir, mengingat,

berimajinasi, menyelidiki, belajar dan sebagainya (Yulvinamaesari, 2014). Belajar

dikatakan berhasil bila otak difungsikan secara optimal atau seluruh bagian otak

dapat diaktifkan (Silvana, 2015; Siregar, 2017). Pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang mampu menyeimbangkan antara potensi otak kanan dan otak

kiri siswa. Jika pembelajaran tidak melibatkan kedua fungsi otak, maka akan

terjadi ketidakseimbangan kognitif siswa dengan melemahnya salah satu bagian

otak dikarenakan tidak digunakannya fungsi bagian otak tersebut (Lestari, 2014).

Otak kiri dan otak kanan mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi setiap

individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan salah satu belahan yang


dominan dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan. Setiap belahan otak

saling mendominasi dalam aktivitas namun keduanya terlibat dalam hampir semua

proses pemikiran. Otak kanan mempunyai peran sebagai pemroses data secara

holistik (menyeluruh) dan otak kiri menilai kelogisan dalam pemecahan masalah.

Pengalaman merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perkembangan

otak yang berasal dari kombinasi genetika dan lingkungan (Jensen, 2008).

Menurut Jensen, pengalaman yang dimiliki tidak secara langsung mempengaruhi

perkembangan otak, namun perlu adanya pencetusan berupa pelatihan agar

pengalaman tersebut menjadi bermakna. Penggunaan pengalaman juga digunakan

dalam melakukan analogi melalui pengetahuan yang sudah ada dengan

pengetahuan baru yang sedang dibangun.

Otak memerlukan beberapa latihan dalam mengembangkan kemampuan

otak. Jenis keterampilan yang harus diajarkan secara eksplisit mencakup logika,

sebab akibat, korelasi, penggunaan analogi, analisis resiko, keterampilan prediksi,

pengambilan keputusan dan masih banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan analogi sebagai bagian dari kognisi manusia merupakan irisan

kemampuan fungsi otak kiri dan otak kanan. Irisan kemampuan analogi dalam

fungsi kerja otak kiri dan otak kanan seperti pada Gambar 2.1.

Otak Kiri Otak Kanan

Analogi Konkret
Abstrak
Holistik
Linier
Analitis Intuitif
Rasional
Logis Artistik
Bahasa
Penalaran Naluriah
Membaca
Ide Luas
Menulis
Pengenalan Lived time
Aritmatika
pola Asosiasi bebas
Gambar. 2.1 Irisan kemampuan analogi pada fungsi kerja otak

Kemampuan analogi sebagai bagian dari fungsi otak kiri dan otak kanan

perlu dilatihkan untuk membantu mengolah pengalaman-pengalaman yang

dimiliki sebagai dasar pemecahan masalah dan keterampilan lainnya. Salah satu

jalan yang digunakan melalui pembelajaran berbasis otak. Pembelajaran berbasis

otak mempertimbangkan sifat alami otak manusia dan bagaimana otak

dipengaruhi oleh lingkungan karena sebagian besar otak terlibat dalam hampir

semua tindakan pembelajaran (Laksmi et al, 2014). Kotchabakdi (2007)

menjelaskan bahwa selama otak bekerja secara normal, maka pembelajaran yang

baik akan tercapai. Model Brain Based Learning merupakan salah satu model

pembelajaran yang sesuai untuk memaksimalkan fungsi kerja otak dalam proses

analogi dalam pembelajaran fisika.

2.2.5 Model Brain Based Learning (BBL)

Guru sebagai ujung tombak dalam implementasi Kurikulum 2013 dituntut

menjadi guru yang cakap dalam meramu Kurikulum 2013 secara tepat agar dapat

meningkatkan kompetensi siswa sehingga mampu menghadapi tantangan global.

Guru perlu mendesain sejumlah aktivitas yang digunakan dalam pembelajaran

sehingga proses pembelajaran berlangsung secara efektif. Selain itu guru sebagai

penentu mutu pendidikan harus memahami cara siswa belajar (Jamal, 2015) dan

mengingat sejumlah faktor yang mempengaruhi kualitas belajar siswa serta


pemahaman mendasar tentang pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran

untuk melatihkan kemampuan analogi.

Pembelajaran berbasis otak adalah pendekatan yang berpusat pada siswa

yang dianggap untuk membantu guru meningkatkan struktur kognitif dan

memfasilitasi belajar (Thomas & Swamy, 2014). Hal ini sesuai teori Piaget bahwa

pengalaman melibatkan proses asimilasi dan akomodasi yang dapat mengubah

struktur kognitif dalam menghasilkan proses belajar (Setyowaty, 2011). Proses

asimilasi dan akomodasi menyebabkan sedikit ketidakseimbangan kognitif yang

membuat individu aktif sampai keseimbangan tercapai kembali, dengan kata lain

mengalami pertumbuhan intelektual.

Brain-Based Learning membantu mengembangkan pengalaman siswa

melalui practicing dalam pemecahan masalah untuk mengontrol, mengevaluasi,

menganalisis suatu permasalahan sehingga menjadi pembelajar yang expert

(Risnawati, 2010). BBL dapat memfasilitasi semua tingkat kecerdasan yang

berbeda tersebut terangkum dalam gaya pembelajaran yang sama serta berpusat

pada siswa (Yagcioglu, 2014). Hal ini bersesuaian dengan pendapat Wilson &

Spears (2009) yang menyatakan Brain-Based Learning adalah suatu pendekatan

yang menyeluruh terhadap pembelajaran yang berdasar pada kerja otak yang

menyarankan otak kita belajar secara alami. Aplikasi pembelajaran berbasis otak

perlu memperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi pembelajaran diantaranya

nutrisi, gen, sifat, dan temperamen, pengalaman, pra pembelajaran, disfungsi otak

dan teman (Jensen, 2008). Penerapan pembelajaran BBL selain meningkatkan

kemampuan berpikir kritis juga diketahui memberi peluang dalam meningkatkan


kemampuan berpikir kreatif. Johnson (2010) berpendapat bahwa berpikir kreatif

merupakan sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih dengan memperhatikan

intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan

baru, membuka sudut pandang yang menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide

yang tak terduga.

Menganalogikan konsep pembelajaran juga memerlukan keterampilan

berpikir kreatif untuk menemukan ide dalam menghubungkan suatu konsep

dengan hal yang sudah dipahami sebelumnya. Penerapan model Brain Based

Learning dalam melatihkan kemampuan analogi diadaptasi dari model Brain

Based Learning oleh Jensen (2008) seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Otak


Tahapan Tahapan Analogi Kegiatan Pembelajaran oleh
Pembelajaran BBL oleh Siswa Guru
Pra Pemaparan Generating the Memperkenalkan konsep target
Membangun peta analogy o Guru memasang peta pikiran
konseptual (mind map) mengenai materi
yang akan dipelajari sebelum
pembelajaran dimulai
o Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran
Persiapan Evaluating the Mengulas kembali konsep
Menciptakan analogy relations rujukan
keingintahuan dan o Guru membimbing melakukan
kesenangan senam otak
o Guru memberi apersepsi dan
motivasi dengan contoh-
contoh aplikasi materi dalam
kehidupan melalui video atau
slide
o Memberi penjelasan awal
mengenai materi yang akan
dipelajari
Inisisasi dan Mengidentifikasi sifat-sifat
akuisisi konsep rujukan dan konsep
Membantu siswa target
Tahapan Tahapan Analogi Kegiatan Pembelajaran oleh
Pembelajaran BBL oleh Siswa Guru
menciptakan o Guru membagi kelas menjadi
koneksi dalam beberapa kelompok heterogen
pembelajaran o Guru membagi lembar
kegiatan siswa
o Guru membimbing siswa
mengumpulkan informasi
melalui pengamatan,
eksperimen, studi literatur,
wawancara dan sebagainya
o Guru melatih siswa
menggunakan kemampuan
analogi dalam menyelesaikan
lembar kegiatan
Elaborasi Understanding the Memetakan sifat-sifat konsep
Memberi analogy case rujukan dengan konsep target
kesempatan kepada o Siswa melakukan diskusi
otak untuk kelompok untuk menemukan
menyortir, analogi yang sesuai dengan
menyelidiki, konsep materi
menganalisis dan Menyampaikan batasan analogi
menguji, dan antara kedua konsep
memperdalam o Guru membimbing dan
pembelajaran mengamati aktivitas siswa
Inkubasi dan o Guru memberikan latihan
formasi memori sambil memutar musik atau
Waktu istirahat dan memutar video
mengulang kembali
Verifikasi dan Transfering Menarik kesimpulan
pengecekan findings o Guru membimbing siswa
keyakinan untuk membuat kesimpulan
Mengecek o Guru menilai pemahaman
pemahaman siswa siswa mengenai materi
o Guru memberi soal yang lebih
rumit dalam bentuk kuis
o Guru memberikan tugas
mandiri
Perayaan dan - o Guru menyampaikan
integrasi pentingnya berproses dalam
Menanamkan arti meningkatkan prestasi belajar
penting kecintaan o Guru materi yang akan
terhadap belajar dipelajari pada pertemuan
selanjutnya
Pada tahapan pembelajaran berbasis BBL, guru melatihkan kemampuan

analogi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Fase yang diharapkan dapat

menjadi jalan dalam melatihkan kemampuan analogi yaitu fase inkubasi dan

akuisisi, elaborasi, dan inkubasi dan formasi memori. Ketiga fase tersebut

diperkirakan dapat mewakili tahapan dalam memaksimalkan kemampuan analogi

karena pembelajaran pada fase tersebut dirancang melibatkan aktivitas otak secara

maksimal namun tetap dalam kodisi menyenangkan.

Pembelajaran analogi fisika merupakan salah satu alternatif pembelajaran

yang dapat diterapkan dalam rangka menumbuhkan daya nalar (power of reason)

siswa. Melalui analogi siswa diarahkan untuk dapat mencari keserupaan atau

keterkaitan sifat dari dua konsep yang sama atau berbeda melalui perbandingan,

selanjutnya menarik suatu kesimpulan dari keserupaan tersebut. Sebelum memulai

melatihkan kemampuan analogi, sebaiknya guru memeriksa kemampuan

pemahaman konsep fisika siswa, karena tingkat pemahaman siswa akan

berpengaruh kepada daya nalarnya. Tugas (soal-soal) analogi fisika termasuk soal

non rutin, oleh karenanya diperlukan kesiapan guru dalam membuatnya. Pada

setiap soal analogi fisika termuat konsep yang sama atau berbeda, sehingga

dibutuhkan materi yang cukup banyak. Usaha dan energi merupakan materi yang

menjadi jalan dilatihkannya kemampuan analogi siswa.

2.2.6 Berpikir Analogi dalam Materi Usaha dan Energi

Berdasarkan kurikulum 2013, materi pokok yang dibahas dalam bab usaha

dan energi diantaranya konsep usaha sebagai transfer energi, perkalian dot

product gaya dan perpindahan, teorema usaha-energi kinetik, energi potensial,


gaya konservatif dan non-konservatif serta hukum kekekalan energi mekanik.

Uraian kompetensi dasar materi usaha dan energi tersebut merupakan konsep-

konsep yang perlu dipahami siswa di tingkat SMA. Pemahaman konsep tersebut

diajarkan dengan cara melatihkan analogi sehingga siswa dapat menemukan

sendiri hubungan konsep usaha dan energi dengan konsep sebanding dari

pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa.

Konsep usaha dan energi merupakan konsep yang menarik karena banyak

fenomena usaha dan energi yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari.

Usaha dalam keseharian diartikan sebagai segala sesuatu yang dikerjakan

manusia. Sedangkan dalam fisika, usaha didefinisikan sebagai gaya yang bekerja

pada suatu benda yang menyebabkan benda tersebut berpindah.

Di sekolah menengah pertama, siswa sudah mengenal bahwa energi adalah

kemampuan untuk melakukan usaha. Siswa juga sudah mengenal berbagai macam

bentuk energi dan perubahan energi pada suatu benda. Identifikasi sifat target

sebelum melakukan analogi diperlukan dalam memahami hubungan usaha sebagai

transfer energi. Pengenalan awal analogi menggunakan pendekatan fenomena

ekonomi dan lingkungan. Sebagaimana yang sudah siswa pahami bahwa interaksi

di antara manusia, dan manusia dengan alam dapat didekati sebagai suatu proses

produksi materi, energi, dan jasa yang melibatkan lingkungan, input, proses, dan

produk. Produksi secara ekonomi tersebut ditujukan untuk penyediaan barang-

barang konsumsi, atau barang-barang modal, walaupun pada gilirannya barang-

barang modal inipun kelak akan menjadi barang-barang konsumsi.


Input pada proses produksi adalah materi dan energi yang berasal dari

sumberdaya alam. Sepanjang rangkaian perubahan dari sumberdaya alam sampai

ke produksi kemudian menjadi barang konsumsi, pada setiap simpulnya tidak

akan luput dari pengeluaran limbah. Tinjauan konservasi energi dan materi pada

proses ini relevan dengan hukum kekekalan mekanik. Meskipun terdapat upaya

daur ulang terhadap sebagian limbah, yang kemudian dapat menjadi input pada

proses produksi, tetapi tidak semua limbah dapat didaur ulang, selalu saja ada

bagian yang kembali ke alam.

Analogi ini dipilih karena merupakan hal yang sering ditemui oleh siswa

sehari-hari. Analogi kegiatan ekonomi dan lingkungan cukup sederhana sehingga

diharapkan siswa lebih mudah menemukan benang merah konsep fisika yang

dipelajari. Siswa kemudian diarahkan untuk menemukan analogi lain setelah

memahami konsep yang ada. Penemuan analogi oleh siswa akan menambah

kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif. Rujukan analogi untuk

menyederhanakan konsep usaha dan energi seperti disajikan pada Lampiran.

2.3 Kerangka Berpikir

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah merubah gaya hidup

manusia, baik dalam bekerja, bersosialisasi, bermain maupun belajar. Memasuki

abad 21, kemajuan teknologi tersebut telah memasuki berbagai sendi kehidupan,

tidak terkecuali di bidang pendidikan. Guru dan siswa, dosen dan mahasiswa,

pendidik dan peserta didik dituntut memiliki kemampuan belajar mengajar di abad

21. Sejumlah tantangan dan peluang harus dihadapi siswa dan guru agar dapat

bertahan dalam abad pengetahuan di era informasi ini. Pendekatan saintifik dalam
Kurikulum 2013 digunakan sebagai satu upaya untuk memenuhi kebutuhan

tersebut.

Keterampilan abad 21 dalam berpikir kritis, berpikir kreatif dan

pemecahan masalah menjadi tuntutan keterampilan yang harus dimiliki siswa.

Kemampuan analogi penting dimiliki peserta didik sebagai salah satu langkah

dalam meningkatkan keterampilan tersebut. Guru sebagai pendidik juga perlu

memberikan perhatian untuk melatihkan kemampuan analogi guna memenuhi

tuntutan pendidikan abad 21. Pendidik merupakan orang yang paling

bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan yang paling serasi agar terjadi

proses belajar yang efektif.

Brain Based Learning (BBL) menjadi salah satu model pembelajaran yang

merencanakan lingkungan belajar yang menyenangkan namun tetap

memperhatikan keseimbangan penggunaan otak. Kemampuan analogi merupakan

irisan kemampuan kerja otak kiri dan otak kanan dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran berbasis otak selain meningkatkan kemampuan berpikir kritis, juga

dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

Berpikir kritis melibatkan berpikir dan bernalar logis yang mencakup

keterampilan seperti membandingkan, mengklasifikasi, mengurutkan,

mengidentifikasi sebab akibat, mempolakan, membuat jaringan (webbing),

analogi, penalaran deduktif dan induktif, meramal, merencanakan, membuat

hipotesis, dan mengkritik. Berpikir kritis banyak dipikirkan di otak kiri, sedang

berpikir kreatif lebih banyak di otak sebelah kanan. Asosiasi kreatif terjadi

melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosiasi


ide-ide membentuk ide-ide baru, jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-

hubungan yang sudah mapan dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri.

Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental

untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya (Kustijono,

2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa model BBL juga memberikan peluang

dalam melatihkan kemampuan analogi sebagai bagian dari sistem kerja otak

dalam pembelajaran. Penjabaran kerangka berpikir penelitian ini disederhanakan

melalui Gambar 2.2


Pendidikan abad 21 Keterampilan abad 21  learning and
ditandai dengan pesatnya innovation skills
perkembangan sains dan 1. Berpikir kritis dan pemecahan masalah
teknologi. 2. Komunikasi dan kolaborasi
3. Kreativitas dan inovasi

Kemampuan analogi menjadi penting untuk dilatihkan kepada peserta didik


guna menjembatani pemahaman konsep sains siswa agar mampu memenuhi
tuntutan keterampilan abad 21

Permasalahan:
1. Siswa kesulitan dalam memahami materi pembelajaran fisika
2. Kemampuan analogi siswa masih rendah sehingga kemampuan analogi
perlu dilatihkan
3. Kemampuan analogi belum banyak dilatihkan kepada siswa
4. Sains fisika yang berhubungan dengan materi usaha dan energi masih
mengalami miskonsepsi

Perlu model pembelajaran yang tepat dalam melatihkan kemampuan analogi

Model Brain Based Learning (BBL) memberi peluang terlatihnya


kemampuan analogi siswa sesuai dengan teori kerja otak

Otak kiri Otak kanan


menilai kelogisan data/fakta berperan sebagai pemroses
yang dibutuhkan dalam data/fakta secara holistik
pemecahan masalah (menyeluruh)

Kemampuan analogi merupakan irisan kerja otak kiri dan otak kanan

Diharapkan model BBL mampu menjembatani dalam melatihkan


kemampuan analogi sehingga meningkatkan pemahaman konseptual dan
hasil belajar siswa

Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian

You might also like