Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 36

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Umum
2.2.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008:414) menyatakan bahwa pondasi merupakan dasar
bangunan yang kuat dan biasanya terletak di bawah
permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
Secara garis besar, struktur bangunan dibagi
menjadi 2 bagian utama, yaitu struktur bangunan di dalam
tanah dan struktur bangunan di atas tanah. Struktur
bangunan di dalam tanah sering disebut struktur atas,
sedangkan struktur bawah dari suatu bangunan biasa
disebut sebagai pondasi/fondasi yang memiliki fungsi untuk
memikul beban bangunan di atasnya.
Pondasi adalah struktur bagian paling bawah dari
suatu konstruksi (gedung, jembatan, jalan raya, tanggul,
menara, terowongan, dinding penahan tanah, dan lain-lain)
yang berfungsi menyalurkan beban vertical diatasnya
(kolom) maupun beban horizontal ke tanah (Pamungkas dan
Harianti, 2013:1).
Sebuah gedung tinggi harus memiliki pondasi yang
kuat jika ingin berdiri untuk waktu yang lama. Untuk
membuat pondasi, kita biasanya menggali parit di tanah,
menggali lebih dalam sampai kita sampai di lapisan tanah
yang lebih padat daripada lapisan tanah yang digunakan
untuk menanam tanaman.
Pondasi harus diperhitungkan untuk dapat
menjamin kestabilan Bangunan terhadap berat sendiri,
beban - beban bangunan, gaya-gaya luar seperti: tekanan

6
angin, gempa bumi, dan lain-lain.
Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu
diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai
keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu
memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai
dengan jadwal kerjanya. Hal-hal berikut perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan tipe pondasi:
a. Keadaan tanah pondasi.
b. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (upper
structure).
c. Keadaan daerah sekitar lokasi.
d. Waktu dan biaya pekerjaan.
e. Kokoh, kaku dan kuat.

2.2.2 Fungsi dan Kegunaan Pondasi


Pondasi dalam bangunan merupakan salah satu hal
yang paling penting. Hal ini dikarenakan pondasi merupakan
hal yang pertama yang harus ada sebelum elemen lain
terbentuk. Ketahanan bangunan juga tergantung pada
pondasinya karena salah satu fungsinya adalah untuk
meneruskan beban dari struktur atas menuju ke bagian
bawah (tanah). Pondasi dari suatu bangunan khususnya
pada bangunan gedung adalah suatu konstruksi dari bagian
bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan
tanah atas bagian bangunan yang terletak di bawah
permukaan tanah berfungsi meneruskan beban atau gaya di
atasnya dan termasuk berat pondasi ke tanah dibawahnya.
Tanah tempat konstruksi pondasi diletakkan harus
cukup kuat. yang di dasarkan atas kekuatan tanah atau
daya dukung tanah. Letak tanah kuat untuk konstruksi
pondasi pada masing-masing tempat, tidak sama. Pada
tanah yang baik dapat dipasang konstruksi pondasi dangkal
kedalaman tanah yang kuat antara 70 100 cm dibawah
permukaan tanah. Akan tetapi pada tanah lunak harus
dipasang konstruksi pondasi dalam, dengan kedalaman 20
m atau lebih dari permukaan tanah keadaan ini tergantung
pada jenis susunan tanah setempat.

2.1.3 Klasifikasi dan Tipe Pondasi


a. Klasifikasi Pondasi
Tipe Pondasi dapat digolongkan berdasarkan
dimana beban itu ditopang oleh tanah yang
menghasilkan:
 Pondasi dangkal
Pondasi dangkal merupakan pondasi dengan
kedalaman maksimum 3 meter. Pondasi dangkal
digunakan untuk bangunan yang tidak terlalu tinggi
serta mempunyai keadaan tanah yang keras untuk
menahan beban bangunan yang akan ditopangnya.
Selain itu penggunaan pondasi dangkal juga
dipengaruhi oleh keadaan struktur tanah, tanah yang
lembek serta tanah yang mempunyai daya dukung
yang rendah tidak cocok untuk jenis pondasi dangkal
 Pondasi dalam
Pondasi dalam merupakan struktur bawah suatu
konstruksi yang berfungsi untuk meneruskan beban
konstruksi ke lapisan tanah keras yang berada jauh
dari permukaan tanah. Suatu pondasi dapat
dikategorikan sebagai pondasi dalam apabila
perbandingan antara kedalaman dengan lebar
pondasilebih dari sepuluh (Df/B >10).
b. Macam-macam Tipe Pondasi
1) Pondasi Tapak (Pad Foundation)
Pondasi tapak merupakan pondasi yang berdiri
sendiri untuk menahan beban yang disalurkan oleh
kolom. Bentuk dari pondasi tapak sendiri yaitu
berbentuk persegi atau berbentuk bulat (rectangular).
Pondasi ini mempunyai lebar serta ketebalan yang
beragam tergantung dari beban yang ditransferkan
dari struktur atas. Fungsi dari pondasi tapak sebagai
pondasi yang dangkal dapat berubah jika beban yang
didukungnya melebihi daya dukung yang biasa
digunakan pada pondasi ini. Bahan untuk membuat
pondasi ini yaitu berupa beton bertulang. Kelebihan
dari pondasi ini yaitu bisa didesain dengan kapasitas
daya dukung yang lebih besar agar bangunan yang
akan dibuat bisa lebih tinggi.

Gambar 2. 1 Pondasi Tapak

Sumber:
http://ilmu konstruksitekniksipil.blogspot.com/2016/01/macam-
i

macampondasi.html

2) Pondasi Jalur/Pondasi Memanjang (strip foundation)


Pondasi jalur merupakan pondasi yang digunakan
untuk menahan beban dari dinding serta beban dari
kolom. Pondasi ini dipasang disepanjang dinding
bangunan agar beban yang di turunkan dari
bangunan atas dapat disebarkan keseluruh pondasi.
Pada umumnya pondasi ini digunakan untuk kolom
praktis serta pondasi dinding. Bahan untuk
pemasangan pondasi ini yaitu berupa beton tanpa
tulangan, serta bisa juga menggunakan pasangan
batu kali dan pasangan batu bata. Pondasi ini
dibangun di sepanjang dinding serta kolom yang
akan di topang oleh pondasi jalur.

Gambar 2. 2 Pondasi Jalur

3) Pondasi Rakit
Pondasi tipe rakit dapat dipakai pada tanah
dengan kapasitas dukung rendah atau jika jarak
kolom atau beban lain sangat dekat dalam kedua
arah sehinggan seluruh telapak bersentuhan satu
sama lain. Pondasi rakit sangat bermanfaat untuk
mengurangi perbedaan penurunan dalam berbagai
tanah.
Gambar 2. 3 Pondasi Rakit

4) Pondasi Sumuran (Cyclop)


Pondasi sumuran pada dasarnya sama dengan
pondasi bored pile hanya saja penggunaan pondasi
ini hanya pada kedalaman maksimal 2 meter dengan
lebar pondasi sekitar 60 cm – 80 cm. Pondasi ini
kemudian dicor dengan mencampuri sedikit batu kali
dan sedikit pembesian di atasnya. Selain itu pondasi
ini memiliki kekurangan antara lain penggunaan
adukan beton yang banyak serta harus
menggunakan sloof dengan ukuran yang besar.
Dengan itu pondasi ini kurang diminati oleh sebagian
orang. Pondasi ini hanya bisa dipakai diatas
permukaan tanah yang labil, seperti; tanah bekas
timbunan sampah serta lokasi tanah yang berlumpur.
Pondasi ini diberi sedikit pembesian diatasnya
dengan tujuan dapat mengikat antar pondasi dengan
sloof.
Gambar 2. 4 Pondasi Sumuran

5) Pondasi Bore Pile


Pondasi bored pile adalah suatu pondasi yang
dipasang dengan cara mengebor tanah dengan
diameter tertentu hingga mencapai kedalaman yang
sudah ditentukan, kemudian tulangan baja yang
telah dirakit dimasukkan ke dalam lubang bor
tersebut dan dilanjutkan dengan pengisian agregat
material beton ke dalam lubang. Bored pile
digunakan apabila lokasi pekerjaan memiliki sifat
tanah yang kokoh/stabil sehingga mempunyai daya
dukung besar dengan kedalaman kurang lebih 15
meter. Bored pile ini sangat cocok dipakai apabila
keadaan di sekitar lokasi sudah banyak berdiri
bangunan-bangunan.

Gambar 2. 5 Pondasi Bored Pile


6) Pondasi Tiang Pancang
Pada umumnya pondasi tiang pancang sama
dengan pondasi bored pile, namun yang
membedakannya yaitu bahan dasarnya. Jika
pondasi bored pile menggunakan beton yang sudah
jadi (readymix) dan dilakukan pengecoran di lokasi,
sedangkan untuk tiang pancang menggunakan beton
yang sudah jadi (precast). Dengan menggunakan
beton yang sudah jadi maka tiang pancang hanya
perlu menancapkan ke tanah dengan menggunakan
alat pemancang. Bahan yang digunakan untuk tiang
pancang yaitu: beton bertulang, baja dan kayu.
Namun untuk diameter tiang pancang terbatas,
biasanya tiang pancang menggunakan diameter
yang maksimal yaitu 40 x 40 cm.

Gambar 2. 6 Pondasi Tiang Pancang

7) Pondasi Piers
Pondasi ini meneruskan beban yang berat dari
struktur atas ke tanah dengan cara melakukan
penggalian pada tanah selanjutnya pondasi piers
dipasang kedalam lubang galian galian tersebut.
Pondasi piers mempunyai satu keuntungan dimana
pondasi ini lebih murah dibandingkan dengan
menggunakan pondasi menerus, namun tidak hanya
itu pondasi ini juga memilik kekurangan dimana jika
lempengan pondasi mengalami kekurangan ukuran
maka kekuatan dari pondasi ini menjadi tidak normal.
Pondasi piers menggunakan beton jadi atau beton
bertulang precast.

Gambar 2. 7 Pondasi Piers

2.1.4 Pertimbangan dalam Pemilihan Tipe Pondasi


Faktor-faktor dalam Pemilihan Tipe Pondasi dapat
dilihat dari berbagai aspek,mulai dari faktor jenis
tanah,bangunan yang akan dibuat dan faktor-faktor lain
yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Fungsi bangunan, dimana bangunan penting akan dibuat
dengan keamanan lebih terjamin daripada yang kurang
penting.
2. Beban yang harus dipikul.
3. Keadaan tanah dasar.
4. Biaya pembuatan pondasi ddibandingkan dengan biaya
pembuatan bangunannya.
5. Jenis-jenis keadaan tanah dasar yang mempengaruhi tipe
pondasi.
2.2.2.2 Kekakuan Tiang Selama Pembebanan
Untuk menentukan besar tahanan ultimit
tiang yang mendukung beban lateral, perlu
diketahui factor kekakuan tiang, R dan T. Faktor ini
dipengaruhi oleh kekakuan tiang (EI) dan
kompresibilitas tanah (modulus tanah), K. Jika
tanah berupa lempung kaku OC, Faktor kekakuan
untuk modulus tanah konstan
(R) dinyatakan:

dimana:
K = modulus tanah (k1/1,5)
k1 = modulus reaksi subgrade Terzaghi
E = modulus elastis tiang
I = momen inersia tiang
d = lebar atau diameter tiang
Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Tezaghi
(1955), ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 Hubungan nilai k1 Terzaghi

Tabel 2.2 Faktor Kekauan


2.2.2.3 Pengaruh Pekerjaan Pemasangan Pondasi
Dalam
Dalam pekerjaan pemasangan pondasi
dalam terdapat permasalahan umum yang biasa
dihadapi seperti sebagai berikut:
a. Permasalahan Non-Teknis
Permasalahan non-teknis adalah
permasalahan yang terjadi karena pengaruh
pelaksanaan pemancangan dan bukan pada
pekerjaan pemancangan yang sedang
dilakukan
 pengaruh getaran pemancangan pada
bangunan atau struktur eksisting di sekitar
pelaksanaan pemancangan
 pengaruh kebisingan pekerjaan
pemancangan pada lingkungan sekitar
 pengaruh polusi akibat pemakaian alat
pancang yang mengeluarkan asap (misal :
diesel hammer)
Untuk kendala yang mengakibatkan
permasalahan di atas, pemilihan jenis pondasi,
studi lokasi pekerjaan dan analisa dampak
lingkungan (AMDAL) perlu dilakukan sebelum
memutuskan penggunaan desain pondasi
tiang pancang dan jenis alat pancang yang
digunakan.
Untuk permasalahan terhadap
bangunan dan struktur eksisting, perlu
dilakukan evaluasi atas jenis struktur, material
finishing dan kapabilitasnya dalam menahan
getaran pemancangan yang timbul.
b. Permasalahan Teknis
1. Retak atau pecahnya kepala tiang pada
saat proses pemancangan. Kemungkinan
penyebabnya adalah:
 Energi pemancangan yang melebihi
kemampuan tiang pancang, yang
mengakibatkan tegangan yang tinggi
pada bagian kepala tiang: jika hal ini
yang terjadi, tambahkan bantalan
untuk mengurangi energi
pemancangan yang diterima kepala
tiang. Jika tidak terjadi tegangan yang
tinggi atau berlebih, kemungkinan
penyebabnya perlu diperiksa:
 Tumbukan palu (hammer) yang tidak
sentris terhadap sumbu tiang pancang
(hammer-pile alignment problem): jika
hal ini yang terjadi, perbaiki kinerja
pemancangan dengan memperhatikan
tumbukan palu se-sentris mungkin
dengan sumbu tiang pancang
 Mutu tuang pancang yang kurang baik:
jika hal ini yang terjadi, perbaiki mutu
tiang pancang yang digunakan atau
gunakan tiang pancang dari supplier
yang lebih baik
2. Retak horizontal/melingkar pada tiang
pancang pada saat proses pemancangan
a. Retak horizontal tidak penuh pada
pemancangan easy driving
b. Retak horizontal penuh pada
pemancangan easy driving
c. Retak horizontal penuh pada
pemancangan hard driving
3. Total jumlah pukulan (blow count) yang
sangat kecil, di bawah perkiraan awal
4. Jumlah pukulan yang melebihi kapasitas
tiang pancang sebelum tercapai
kedalaman yang diperkirakan
5. Tiang pancang masuk jauh lebih dalam
dari perkiraan yang diberikan oleh
konsultan penyelidikan tanah.
6. Tiang pancang melenceng dari alignment
vertikal yang ditetapkan, pada saat proses
pemancangan.
7. Tiang pancang bergeser dari titik awal
pemancangan pada saat proses
pemancangan.
8. Terdo rongnya tiang pancang yang
dipancang sebelumnya.
9. Terangkatnya tiang pancang yang
dipancang sebelumnya.

2.2.3 Daya Dukung Batas Pondasi Tiang


2.2.3.1 Tiang Tunggal
Daya dukung batas tiang dapat
diberikan dalam sebuah rumus sederhana
sebagai jumlah daya dukung titik ditambah
dengan tahanan gesek total (gesekan kulit)
yang diturunkan dari muka- antara tanah-tiang,
atau:
Qu = Qp + Qs
Dimana:
Qu = daya dukung batas
Qp = daya dukung titik (ujung)
Qs = tahanan gesek kulit

Gambar 2. 8 Notasi Daya Dukung Tiang Tunggal

Sumber : Modul 5 Daya Dukung Tiang Tunggal


(https://123dok.com/document/qok7ve0y-modul-daya-
dukung-tiang-tunggal.html)
Sejumlah studi telah dipublikasikan
berkenaan dengan menentukan nilai Qp dan
Qs. Publikasi lengkap yang meliputi
penyelidikan yang paling akhir diberikan oleh
Meyerhof (1976), dan Coyle dan Castello
(1981). Publikasi ini menyediakan wawasan
mengenai masalah dalam penentuan daya
dukung batas. Pada daya dukung pondasi titik
(ujung), secara umum dapat dinyatakan
sebagai berikut :
qu = cN*c + qN*q + ¥BN*¥
2.2.3.2 Tiang Kelompok
Pondasi tiang pancang umumnya
dipasang secara berkelompok. Yang dimaksud
berkelompok adalah sekumpulan tiang yang
dipasang secara relatif berdekatan dan biasanya
diikat menjadi satu dibagian atasnya dengan
menggunakan pile cap. Untuk menghitung nilai
kapasitas dukung kelompok tiang, ada bebarapa
hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu
jumlah tiang dalam satu kelompok, jarak tiang,
susunan tiang dan efisiensi kelompok tiang.
Kelompok tiang dapat dilihat pada Gambar berikut
ini .

Gambar 2. 9 Kelompok tiang

Sumber :
https://sci-geoteknik.blogspot.com/2012/05/efisiensi-
kelompok-tiang-pancang.html
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan
dipasang didasarkan beban yang bekerja pada
fondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka
rumus yang dipakai adalah sebagai berikut ini.
P
N=
Qa
Dengan:
P = Beban yang berkerja
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal
a. Jarak Tiang (S)
Jarak antar tiang pancang didalam
kelompok tiang sangat mempengruhi
perhitungan kapasitas dukung dari
kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja
sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang
dipakai adalah menurut peraturan – peraturan
bangunan pada daerah masing–masing.
Menurut K. Basah Suryolelono (1994),
pada prinsipnya jarak tiang (S) makin rapat,
ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak
langsung biaya lebih murah. Tetapi bila fondasi
memikul beban momen maka jarak tiang perlu
diperbesar yang berarti menambah atau
memperbesar tahanan momen. Jarak tiang
biasanya dipakai bila:
1. Ujung tiang tidak mencapai tanah keras
maka jarak tiang minimum ≥ 2 kali
diameter tiang atau 2 kali diagonal
tampang tiang.
2. Ujung tiang mencapai tanah keras, maka
jarak tiang minimum ≥ diameter tiang
ditambah 30 cm atau panjang diagonal
tiang ditambah 30 cm.
b. Susunan Tiang
Susunan tiang sangat berpengaruh
terhadap luas denah pile cap, yang secara
tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila
jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar,
maka luas denah pile cap akan bertambah
besar dan berakibat volume beton menjadi
bertambah besar sehingga biaya konstruksi
membengkak.
c. Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Tanah Pasir
Pada fondasi tiang pancang, tahanan
gesek maupun tahanan ujung dengan s ≥ 3d,
maka kapasitas dukung kelompok tiang
diambil sama besarnya dengan jumlah
kapasitas dukung tiang tunggal (Eg = 1).
Dengan memakai rumus berikut :

Sedangkan pada fondasi tiang


pancang, tahanan gesek dengan s < 3d maka
faktor efisiensi ikut menentukan.

Dengan:
Qg = Beban maksimum kelompok tiang
n = Jumlah tiang dalam kelompok
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang
Eg = Efisiensi kelompok tiang
d. Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Pada
Tanah Lempung
Kapasitas dukung kelompok tiang
pada tanah lempung dihitung dengan
menggunakan rumus berikut, (Sumber: Braja
M Das).
1. Jumlah total kapasitas kelompok tiang
∑Qu = m.n. (Qp + Qs)
= m.n. (9.Ap.Cu+∑p . ∆L.α. Cu)
Dengan :
Qu = Kapasitas ultimit tiang
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang
Qp = Kapasitas dukung ujung tiang
Qs = Kapsitas dukung selimut
Ap = luas penampang ujungtiang (m2)
Cu = kohesi tanah
p = keliling tiang
a = konstanta
∆L = Panjang segment tiang
2. Kapasitas berdasarkan blok (Lg, Bg, LD)
∑Qu = Lg.Bg.Nc’.Cu+∑2.(Lg+Bg).Cu.∆L
Dengan:
Lg = Panjang blok
Bg = Lebar blok
LD = Tinggi blok
∆L = Panjang segment tiang
Dari kedua rumus tersebut, nilai
terkecil yang dipakai. Kelompok tiang dalam
tanah lempung yang bekerja sebagai blok
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. 10 Kelompok Tiang Dalam Tanah Lempung

Sumber :
Ebook_Teknik_Pondasi_2_Edisi_Ke-
4_Hary C
2.3.4 Efisiensi Tiang Kelompok
Pondasi tiang pancang umumnya dipasang secara
berkelompok. Yang dimaksud berkelompok adalah
sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan
dan biasanya diikat menjadi satu dibagian atasnya dengan
menggunakan pile cap. Menurut Coduto (1983), efisiensi
tiang bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.
2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan
dukung ujung).
3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
4. Urutan pemasangan tiang
5. Macam tanah.
6. Waktu setelah pemasangan.
7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan
tanah.
8. Arah dari beban yang bekerja.
Persamaan untuk menghitung efisien kelompok
tiang adalah sebagai berikut:
1. Conversi – Labarre

Dengan:
Eg = Efisiensi kelompok tiang
Θ = arc tg d/s, dalam derajat
m = Jumlah baris tiang
n = Jumlah tiang dalam satu baris
d = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang

Gambar 2. 11 Baris Kelompok Tiang

Sumber :
https://sci-geoteknik.blogspot.com/2012/05/efisiensi-
kelompok-tiang-pancang.html
2. Los Angeles Group – Action Formula

Dengan:
m = Jumlah baris tiang (gambar 3.12)
n = Jumlah tiang dalam satu baris
d = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang
2.3.5 Gesek Dinding Negatif
Bila sebuah tiang berada di dalam tanah timbunan
yang cukup tebal dan ditempatkan di atas lapisan
tanahyang kompresibel, maka tanah akan cenderung
bergerak ke bawah. Akibat beban timbunan terjadi
peningkatan tekanan air pori sehingga tanah tersebut
mengalami konsolidasi dan penurunan yang cukup besar.
Jika penurunan tanah di sekitar tiang tiang lebih besar
daripada penurunan tiang, maka akan timbul geseran antara
selimut tiang dengan tanah ke arah bawah yang
menyebabkan tiang pancang tertarik ke bawah. Cara geser
ke bawah ini dikenal sebagai gesekan negatif (negatif skin
friction) atau downdrag. Mekanisme tersebut dapat
dijelaskan urut-urutannya pada Gambar dibawah urut dari
kiri ke kanan.

Gambar 2. 12 Mekanisme terjadinya negatif skhin friction dari kiri ke kanan


(Masyhur Irsyam, 2006)

Sumber :
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210200032/6472Rifqi-
_jurnal_pondasi.pdf

Perilaku ini juga terjadi pada daerah endapan


lumpur atau lempung akibat terganggunya tanah pada saat
pemancangan tiang. Peningkatan tekanan air pori pada saat
pemancangan menimbulkan settlement konsolidasi pada
saat tekanan air pori ekses terdisipasi yang mengakibatkan
gesekan negatif. Akibat utama yang ditimbulkan oleh
gesekan negatif adalah penambahan beban aksial pada
tiang dan pengurangan tegangan efektif pada ujung tiang
yang disertai pengurangan kapasitas daya dukung ultimit.
Penambahan beban aksial pada tiang dapat
mengakibatkan pertambahan penurunan tiang yang
disebabkan oleh pemendekan aksial tiang pancang di
bawah titiuk netral. Yang dimaksud dengan titik netral
adalah elevasi pada tiang dimana tidak terjadi geseran
antara selimut tiang dengan tanah atau suatu titik batas
dimana terjadi perubahan menjadi gesekan negatif seperti
yang terlihat pada Gambar 3.12 Titik netral terletak
dielevasi dimana jumlah antara beban mati yang bekerja
pada tiang (Qd) + negafif skin friction (Qn) = daya dukung
ujung (Qt) + positif skin friction (Rs). Sedangkan Prakash
dan Sharma (1990) menentukan bahwa titik netral terlatak
pada kedalaman 0.75 ketebalan lapisan tanah yang
kompressible dari permukaan tanah

Gambar 2.22 Letak dan penentuan titik netral (Goudrealt & Fellenius
1994)
Sumber :
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210200032/6472Rifqi-
_jurnal_pondasi.pdf
2.3.6 Pembebanan Tiang
a. Beban Vertikal Sentris
Beban ini merupakan beban (V) per satuan
panjang yang bekerja melalui pusat berat kelompok
tiang (O), sehingga beban (V) akan diteruskan ke tanah
dasar fondasi melalui pile cap dan tiang – tiang tersebut
secara terbagi rata. Bila jumlah tiang yang mendukung
fondasi tersebut (n) maka setiap tiang akan menerima
beban sebesar :

dapat dilihat pada Gambar berikut :

Gambar 2.23 Gaya-gaya yang bekerja pada pondasi

Sumber: Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga, 2011

Gambar 2.24 Tegangan yang timbul akibat Momen

Sumber: Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga, 2011

Pada Gambar 2.24, nilai P1 adalah gaya tekan jika tanda (+) dan gaya tarik jika tanda (-).
Apabila momen terjadi dalam dua arah, untuk beban yang bekerja pada fondasi group
berupa gaya aksial dan momen-momen yang terjadi pada titik berat, maka beban yang
diterima masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya sama rata kepada
setiap tiang yang sebanding dengan jaraknya, dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

Keterangan:

Qi adalah beban tiap tiang ke-i

Mx adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (di bidang sejajar sumbu y)

yi adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)

My adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (di bidang sejajar sumbu x)

xi adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)

Gambar 2.25 Beban Terpusat dan Momen-Momen

Sumber: Rekayasa Fondasi, 2008

Fondasi tiang harus direncanakan terhadap hal-hal sebagai berikut:

1. Kapasitas lateral tiang harus mencukupi dalam menerima beban lateral yang
bekerja,
2. Lendutan lateral tidak boleh menyebabkan keruntuhan pada struktur,
3. Penurunan vertikal (dan perbedaan penurunan) tidak boleh menyebabkan
keruntuhan pada struktur,
4. Kapasitas aksial tiang harus mencukupi dalam menerima beban rencana yang
bekerja.

Pembahasan detail mengenai perencanaan fondasi tiang terdapat pada Volume 3

2.3.7 Penurunan Pondasi Tiang


1. Tanah Pasir
Beberapa metode dari penelitian dapat
digunakan untuk menghitung penurunan fondasi
kelompok tiang antara lain, yaitu:
a. Metode Vesic (1977)

Dengan:
S = Penurunan fondasi tiang tunggal
Sg = Penurunan fondasi kelompok tiang
Bg = Lebar kelompok tiang
d = Diameter tiang tungal
b. Metode Meyerhoff (1976)
1. Berdasarkan N – SPT

Dengan :
Q = Tekanan pada dasar fondasi
Bg = Lebar kelompok tiang
N = Harga rata – rata N – SPT pada
kedalaman ± Bg dibawah ujung
fondasi tiang
2. Berdasarkan CPT
Dengan:
q = Tekanan pada dasar fondasi
Bg = Lebar kelompok tiang
Qc = Nilai konus pada rata – rata
kedalaman Bg
2. Tanah Lempung
Penurunan fondasi yang terletak pada tanah
lempung dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:
penurunan segera (immediate settlement), penurunan
konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi sekunder.
Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen
tersebut dan dinyatakan dalam rumus berikut:
S = Si + Sc + Ss
Dengan:
S = Penurunan total
Si = Penurunan segera
Sc = Penurunan konsolidasi primer
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder
a. Penurunan segera
Penurunan segera adalah penurunan yang
dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan
dan terjadi pada volume konstan. Menurur Janbu,
Bjerrum dan Kjaemsli (1956) dirumuskan sebagai
berikut:

Dengan:
Si = Penurunan segera
q = Tekanan netto fondasi (P/A)
B = Lebar tiang pancang kelompok
E = Modulus elastis
µi = Faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan
tebal terbatasH
µo = Faktor koreksi untuk kedalaman fondasi Df
b. Penurunan Konsolidasi Primer
Penurunan konsolidasi primer adalah
penurunan yang terjadi sebagai hasil dari
pengurangan volume tanah akibat aliran air
meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh
pengurangan kelebihan tekanan air pori. Rumus
yang dipakai untuk menghitung penurunan
konsolidasi primer yaitu sebagai berikut:

Dengan:
∆e = Perubahan angka pori
eo = Angka pori awal
e1 = Angka pori saat berakhirnya konsolidasi
H = Tebal lapisan tanah yang ditinjau.
c. Penurunan Konsolidasi Sekunder
Penurunan konsolidasi sekunder adalah
penurunan yang tergantung dari waktu, namun
berlangsung pada waktu setelah konsolidasi primer
selesai yang tegangan efektif akibat bebannya telah
konstan. Besar penurunannya merupakan fungsi
waktu (t) dan kemiringan kurva indeks pemampatan
sekunder (Cα). Rumus kemiringan Cα adalah
sebagai berikut:
Maka penurunan konsolidasi sekunder
dapat dihitung dengan menggunakan rumus

berikut:
Dengan:
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder
H = Tebal benda uji awal atau tebal lapisan
lempung
ep = Angka pori saat akhir konsolidasi primer
t2 = t1 + ∆t
t1 = Saat waktu setelah konsolidasi primer

berhenti

2.3.8 Perancangan Pondasi Tiang


a. Penyelidikan Tanah
Penyelidikan tanah di lapangan dibutuhkan
untuk data perancangan pondasi bangunan.
Penyelidikan tanah dapat dilakukan dengan cara
menggali lubang uji (test pit), pengeboran dan uji
langsung di lapangan (in-situ test).
Dari hasil penyelidikan tanah, sifat teknis tanah
dipelajari dan dijadikan pertimbangan dalam
menganalisis daya dukung dan penurunan tanah.
Penyelidikan tanah biasanya dilakukan berdasarkan
besarnya beban bangunan, tingkat keamanan yang
diinginkan, kondisi lapisan tanah, dan biaya yang
tersedia. Tujuan dilakukan penyelidikan tanah adalah:
1. Untuk mendapatkan informasi mengenai lapisan
tanah dan batuan di lokasi pembangunan,
sehingga dapat diketahui lapisan tanah keras
yang dapat dijadikan lapisan pendukung untuk
pondasi.
2. Untuk mendapatkan informasi mengenai
kedalaman Muka Air Tanah (MAT). Pada
bangunan yang mempunyai lantai basement
diperlukan informasi mengenai tinggi Muka Air
Tanah (MAT), agar dapat ditentukan besarnya
tekanan pada basement baik tekanan pada
dinding basement maupun besarnya gaya angkat
(uplift). Selain itu juga penyelidikan tanah
diperlukan untuk pertimbangan metode konstruksi
dan sistem dewatering lokasi.
3. Untuk mendapatkan informasi sifat-sifat fisis dan
sifat-sifat mekanis tanah/batuan. Sifat-sifat fisis
tanah adalah karakteristik dari suatu material yang
diperoleh secara alami dan digunakan untuk
klasifikasi tanah. Sifat-sifat mekanis tanah adalah
respon material terhadap pembebanan dan
digunakan untuk memperkirakan kemampuan
tanah mendukung beban yang direncanakan dan
deformasi pada tanah.
4. Menentukan parameter tanah untuk analisis.
Parameter tanah dapat digunakan untuk analisis
pondasi atau untuk simulasi proses konstruksi.
Dalam hal tertentu, perancangan pondasi dapat
dilakukan dengan menggunakan korelasi
langsung berdasarkan hasil uji lapangan,
khususnya SPT (Standard Penetration Test) dan
CPT (Cone Penetration Test).
Penyelidikan tanah biasanya terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1. Penggalian lubang uji atau pengeboran
2. Pengambilan contoh tanah
3. Pengujian contoh tanah
Jarak pengambilan contoh tanah yang
dilakukan bergantung pada tingkat ketelitian yang
dikehendaki, biasanya pengambilan contoh tanah
dilakukan pada jarak kedalaman 0,75 – 2 m. Sebelum
dilakukan pengambilan contoh tanah perlu dilakukan
penentuan jumlah, jarak dan kedalaman titik bor.
 Jumlah titik bor
Jumlah titik bor ditentukan oleh kondisi
tanah, apabila kondisi tanah cukup homogen
jumlah titik bor yang diperlukan untuk
menggambarkan potongan melintang lebih sedikit
dibandingkan jika kondisi tanah tidak homogen.
 Jarak titik bor
Jarak antara titik bor untuk pekerjaan
pondasi didasarkan jenis struktur bangunan yang
direncanakan. Pedoman penentuan jarak titik bor
adalah s sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pedoman Penentuan Jarak Titik Bor
Jenis Struktur Jarak Titik Bor
Gedung Tinggi 15 – 45
Bangunan industri 30 – 90
 Kedalaman titik bor
Pemboran harus dilakukan hingga
kedalaman lapisan tanah cukup keras (nilai N SPT
berkisar antara 30-50), tetapi bila di bawah lapisan
tanah keras terdapat tanah kompresibel
pengeboran harus dilakukan kembali (kecuali
lapisan tersebut tidak mengakibatkan penurunan
yang berlebihan).
Bila terdapat rencana penggalian, maka
kedalaman pemboran di lokasi tersebut sekurangnya
1,5 - 2 kali kedalaman galian. Batas atas dilakukan
bila kondisi tanah lembek. Hal ini adalah untuk
memungkinkan analisis kestabilan lereng galian dan
mengevaluasi kemungkinan penyembulan (heaving).
Bila didapati lapisan aquifer, maka pemboran mungkin
dapat lebih dalam lagi. Bila kaki pondasi tiang
diharapkan masuk ke dalam batuan, maka
pengeboran dilakukan sekurangnya 3 m ke dalam
lapis batuan tersebut.
Untuk struktur yang berat seperti bangunan
tinggi, satu titik bor perlu dilakukan hingga mencapai
batuan dasar bila kondisi memungkinkan. Tabel 2.5
adalah kedalaman minimum pemboran yang perlu
dilakukan menurut Sowers (1979).
Tabel 2.5 Kedalaman Miniumum Pemboran
Jenis Struktur Kedalaman Titik Bor (m)
Sempit dan 3.S0.7
Ringan
Luas dan Berat 6.S0.7
Keterangan: S adalah banyaknya lantai pada gedung tinggi
Pengambilan contoh tanah dilakukan dengan
cara menekan tabung contoh tanah secara hati-hati
(terutama untuk tanah tidak terganggu) yang dipasang
pada ujung bawah batang bor. Pada waktu
pengeboran dilakukan, contoh tanah dapat diperiksa
dengan cara menarik pipa bor. Jika pada tahap ini
ditemui perubahan jenis tanah, maka kedalaman
perubahan jenis tanah perlu dicatat. Pada lapisan-
lapisan yang dianggap penting untuk diketahui
karakteristik tanahnya perlu dilakukan pengambilan
contoh tanah secara kontinu.
Apabila pengeboran dilakukan pada lapisan
batuan pengambilan contoh tanah dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bor putar (rotary drill).
Teknik pengeboran dalam umumnya dipakai untuk
penyelidikan tanah bagi kepentingan perancangan
pondasi dalam. Dengan pengeboran, contoh tanah
dan batuan dapat diambil dan diuji di laboratorium
untuk klasifikasi dan pengujian sifat fisis maupun sifat
mekanisnya.
b. Menentukan Profil dan Karakteristik Teknis Tanah
Dalam perancangan pondasi tiang yang pertama
kali dilakukan adalah menentukan lapisan tanah,
menggambarkan profil kadar air dan batas – batas
Atterberg, menentukan kuat geser undrained dari Uji
Triaksial UU atau Uji Geser Baling (vaneshear), dan
menggambarkan hasil uji lapangan (in-situ test) dan
menetapkan Muka Air Tanah (MAT) di lokasi proyek.
Penggambaran potongan penampang perlu
dilakukan apabila terdapat beberapa pengeboran dan
uji sondir. Penggambaran penampangan melintang
melalui beberapa titik bor dilakukan agar dapat
digunakan untuk mengevaluasi kondisi tanah dalam
arah potongan tersebut.
Gambaran profil tanah dapat menjadi
pertimbangan dalam merancang pondasi, misalnya:
bila tidak terdapat lapisan tanah keras maka tiang
dapat dirancang sebagai tiang tahanan gesek.
c. Penentuan Jenis dan Dimensi Pondasi Tiang
Faktor yang menjadi bahan pertimbangan
untuk menentukan jenis dan dimensi pondasi tiang
adalah:
1. Daya dukung vertikal, tarik, dan lateral
2. Ketersediaan peralatan
3. Pengalaman konstruksi di lokasi proyek
4. Pertimbangan lingkungan (suara, getaran,
jalan akses, dan lain - lain)
5. Ekonomi (biaya)
d. Perancangan Pondasi Tiang
Salah satu langkah dalam merancang pondasi
tiang adalah menentukan daya dukung ujung tiang,
daya dukung gesekan selimut, daya dukung tarik,
daya dukung lateral.
Masalah yang cukup kritis pada perancangan
adalah menentukan parameter tanah yang tepat.
Dalam banyak hal, meskipun metode analisis untuk
daya dukung tiang cukup banyak dan dapat
memberikan jawaban yang bervariasi, tetapi
kesalahan yang terjadi akibat kekeliruan parameter
tanah adalah lebih fatal (Peck 1988).
e. Penentuan Komposisi Tiang
Pengelompokan tiang dapat dilakukan
berdasarkan beban yang bekerja di struktur atas.
Apabila beban yang bekerja di struktur atas relatif
kecil, kemungkinan beban dapat dipikul oleh pondasi
tiang tunggal. Sedangkan jika beban yang bekerja di
struktur atas relatif besar, maka pondasi tiang yang
digunakan harus disatukan dengan sebuah kepala
tiang (pile cap).
f. Pengaruh Konstruksi pada Bangunan Di Sekitar Proyek
Perlu dilakukan evaluasi perubahan daya
dukung pondasi dari bangunan di sekitar proyek,
misalnya akibat galian pondasi yang dapat
menimbulkan perubahan tegangan vertikal, gerakan
lateral, dan perubahan Muka air tanah.

You might also like