Professional Documents
Culture Documents
Bab II (Revisi)
Bab II (Revisi)
DASAR TEORI
2.1 Umum
2.2.1 Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008:414) menyatakan bahwa pondasi merupakan dasar
bangunan yang kuat dan biasanya terletak di bawah
permukaan tanah tempat bangunan didirikan.
Secara garis besar, struktur bangunan dibagi
menjadi 2 bagian utama, yaitu struktur bangunan di dalam
tanah dan struktur bangunan di atas tanah. Struktur
bangunan di dalam tanah sering disebut struktur atas,
sedangkan struktur bawah dari suatu bangunan biasa
disebut sebagai pondasi/fondasi yang memiliki fungsi untuk
memikul beban bangunan di atasnya.
Pondasi adalah struktur bagian paling bawah dari
suatu konstruksi (gedung, jembatan, jalan raya, tanggul,
menara, terowongan, dinding penahan tanah, dan lain-lain)
yang berfungsi menyalurkan beban vertical diatasnya
(kolom) maupun beban horizontal ke tanah (Pamungkas dan
Harianti, 2013:1).
Sebuah gedung tinggi harus memiliki pondasi yang
kuat jika ingin berdiri untuk waktu yang lama. Untuk
membuat pondasi, kita biasanya menggali parit di tanah,
menggali lebih dalam sampai kita sampai di lapisan tanah
yang lebih padat daripada lapisan tanah yang digunakan
untuk menanam tanaman.
Pondasi harus diperhitungkan untuk dapat
menjamin kestabilan Bangunan terhadap berat sendiri,
beban - beban bangunan, gaya-gaya luar seperti: tekanan
6
angin, gempa bumi, dan lain-lain.
Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu
diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai
keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu
memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai
dengan jadwal kerjanya. Hal-hal berikut perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan tipe pondasi:
a. Keadaan tanah pondasi.
b. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (upper
structure).
c. Keadaan daerah sekitar lokasi.
d. Waktu dan biaya pekerjaan.
e. Kokoh, kaku dan kuat.
Sumber:
http://ilmu konstruksitekniksipil.blogspot.com/2016/01/macam-
i
macampondasi.html
3) Pondasi Rakit
Pondasi tipe rakit dapat dipakai pada tanah
dengan kapasitas dukung rendah atau jika jarak
kolom atau beban lain sangat dekat dalam kedua
arah sehinggan seluruh telapak bersentuhan satu
sama lain. Pondasi rakit sangat bermanfaat untuk
mengurangi perbedaan penurunan dalam berbagai
tanah.
Gambar 2. 3 Pondasi Rakit
7) Pondasi Piers
Pondasi ini meneruskan beban yang berat dari
struktur atas ke tanah dengan cara melakukan
penggalian pada tanah selanjutnya pondasi piers
dipasang kedalam lubang galian galian tersebut.
Pondasi piers mempunyai satu keuntungan dimana
pondasi ini lebih murah dibandingkan dengan
menggunakan pondasi menerus, namun tidak hanya
itu pondasi ini juga memilik kekurangan dimana jika
lempengan pondasi mengalami kekurangan ukuran
maka kekuatan dari pondasi ini menjadi tidak normal.
Pondasi piers menggunakan beton jadi atau beton
bertulang precast.
dimana:
K = modulus tanah (k1/1,5)
k1 = modulus reaksi subgrade Terzaghi
E = modulus elastis tiang
I = momen inersia tiang
d = lebar atau diameter tiang
Nilai-nilai k1 yang disarankan oleh Tezaghi
(1955), ditunjukkan dalam tabel di bawah ini.
Sumber :
https://sci-geoteknik.blogspot.com/2012/05/efisiensi-
kelompok-tiang-pancang.html
Untuk menentukan jumlah tiang yang akan
dipasang didasarkan beban yang bekerja pada
fondasi dan kapasitas dukung ijin tiang, maka
rumus yang dipakai adalah sebagai berikut ini.
P
N=
Qa
Dengan:
P = Beban yang berkerja
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang tunggal
a. Jarak Tiang (S)
Jarak antar tiang pancang didalam
kelompok tiang sangat mempengruhi
perhitungan kapasitas dukung dari
kelompok tiang tersebut. Untuk bekerja
sebagai kelompok tiang, jarak antar tiang yang
dipakai adalah menurut peraturan – peraturan
bangunan pada daerah masing–masing.
Menurut K. Basah Suryolelono (1994),
pada prinsipnya jarak tiang (S) makin rapat,
ukuran pile cap makin kecil dan secara tidak
langsung biaya lebih murah. Tetapi bila fondasi
memikul beban momen maka jarak tiang perlu
diperbesar yang berarti menambah atau
memperbesar tahanan momen. Jarak tiang
biasanya dipakai bila:
1. Ujung tiang tidak mencapai tanah keras
maka jarak tiang minimum ≥ 2 kali
diameter tiang atau 2 kali diagonal
tampang tiang.
2. Ujung tiang mencapai tanah keras, maka
jarak tiang minimum ≥ diameter tiang
ditambah 30 cm atau panjang diagonal
tiang ditambah 30 cm.
b. Susunan Tiang
Susunan tiang sangat berpengaruh
terhadap luas denah pile cap, yang secara
tidak langsung tergantung dari jarak tiang. Bila
jarak tiang kurang teratur atau terlalu lebar,
maka luas denah pile cap akan bertambah
besar dan berakibat volume beton menjadi
bertambah besar sehingga biaya konstruksi
membengkak.
c. Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Tanah Pasir
Pada fondasi tiang pancang, tahanan
gesek maupun tahanan ujung dengan s ≥ 3d,
maka kapasitas dukung kelompok tiang
diambil sama besarnya dengan jumlah
kapasitas dukung tiang tunggal (Eg = 1).
Dengan memakai rumus berikut :
Dengan:
Qg = Beban maksimum kelompok tiang
n = Jumlah tiang dalam kelompok
Qa = Kapasitas dukung ijin tiang
Eg = Efisiensi kelompok tiang
d. Kapasitas Dukung Kelompok Tiang Pada
Tanah Lempung
Kapasitas dukung kelompok tiang
pada tanah lempung dihitung dengan
menggunakan rumus berikut, (Sumber: Braja
M Das).
1. Jumlah total kapasitas kelompok tiang
∑Qu = m.n. (Qp + Qs)
= m.n. (9.Ap.Cu+∑p . ∆L.α. Cu)
Dengan :
Qu = Kapasitas ultimit tiang
m = Jumlah baris
n = Jumlah tiang
Qp = Kapasitas dukung ujung tiang
Qs = Kapsitas dukung selimut
Ap = luas penampang ujungtiang (m2)
Cu = kohesi tanah
p = keliling tiang
a = konstanta
∆L = Panjang segment tiang
2. Kapasitas berdasarkan blok (Lg, Bg, LD)
∑Qu = Lg.Bg.Nc’.Cu+∑2.(Lg+Bg).Cu.∆L
Dengan:
Lg = Panjang blok
Bg = Lebar blok
LD = Tinggi blok
∆L = Panjang segment tiang
Dari kedua rumus tersebut, nilai
terkecil yang dipakai. Kelompok tiang dalam
tanah lempung yang bekerja sebagai blok
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2. 10 Kelompok Tiang Dalam Tanah Lempung
Sumber :
Ebook_Teknik_Pondasi_2_Edisi_Ke-
4_Hary C
2.3.4 Efisiensi Tiang Kelompok
Pondasi tiang pancang umumnya dipasang secara
berkelompok. Yang dimaksud berkelompok adalah
sekumpulan tiang yang dipasang secara relatif berdekatan
dan biasanya diikat menjadi satu dibagian atasnya dengan
menggunakan pile cap. Menurut Coduto (1983), efisiensi
tiang bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Jumlah, panjang, diameter, susunan dan jarak tiang.
2. Model transfer beban (tahanan gesek terhadap tahanan
dukung ujung).
3. Prosedur pelaksanaan pemasangan tiang.
4. Urutan pemasangan tiang
5. Macam tanah.
6. Waktu setelah pemasangan.
7. Interaksi antara pelat penutup tiang (pile cap) dengan
tanah.
8. Arah dari beban yang bekerja.
Persamaan untuk menghitung efisien kelompok
tiang adalah sebagai berikut:
1. Conversi – Labarre
Dengan:
Eg = Efisiensi kelompok tiang
Θ = arc tg d/s, dalam derajat
m = Jumlah baris tiang
n = Jumlah tiang dalam satu baris
d = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang
Sumber :
https://sci-geoteknik.blogspot.com/2012/05/efisiensi-
kelompok-tiang-pancang.html
2. Los Angeles Group – Action Formula
Dengan:
m = Jumlah baris tiang (gambar 3.12)
n = Jumlah tiang dalam satu baris
d = Diameter tiang
s = Jarak pusat ke pusat tiang
2.3.5 Gesek Dinding Negatif
Bila sebuah tiang berada di dalam tanah timbunan
yang cukup tebal dan ditempatkan di atas lapisan
tanahyang kompresibel, maka tanah akan cenderung
bergerak ke bawah. Akibat beban timbunan terjadi
peningkatan tekanan air pori sehingga tanah tersebut
mengalami konsolidasi dan penurunan yang cukup besar.
Jika penurunan tanah di sekitar tiang tiang lebih besar
daripada penurunan tiang, maka akan timbul geseran antara
selimut tiang dengan tanah ke arah bawah yang
menyebabkan tiang pancang tertarik ke bawah. Cara geser
ke bawah ini dikenal sebagai gesekan negatif (negatif skin
friction) atau downdrag. Mekanisme tersebut dapat
dijelaskan urut-urutannya pada Gambar dibawah urut dari
kiri ke kanan.
Sumber :
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210200032/6472Rifqi-
_jurnal_pondasi.pdf
Gambar 2.22 Letak dan penentuan titik netral (Goudrealt & Fellenius
1994)
Sumber :
http://research.unissula.ac.id/file/publikasi/210200032/6472Rifqi-
_jurnal_pondasi.pdf
2.3.6 Pembebanan Tiang
a. Beban Vertikal Sentris
Beban ini merupakan beban (V) per satuan
panjang yang bekerja melalui pusat berat kelompok
tiang (O), sehingga beban (V) akan diteruskan ke tanah
dasar fondasi melalui pile cap dan tiang – tiang tersebut
secara terbagi rata. Bila jumlah tiang yang mendukung
fondasi tersebut (n) maka setiap tiang akan menerima
beban sebesar :
Sumber: Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga, 2011
Sumber: Manual Perencanaan Fondasi Pada Jembatan – Ditjen Bina Marga, 2011
Pada Gambar 2.24, nilai P1 adalah gaya tekan jika tanda (+) dan gaya tarik jika tanda (-).
Apabila momen terjadi dalam dua arah, untuk beban yang bekerja pada fondasi group
berupa gaya aksial dan momen-momen yang terjadi pada titik berat, maka beban yang
diterima masing-masing tiang dapat ditentukan dengan membaginya sama rata kepada
setiap tiang yang sebanding dengan jaraknya, dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Keterangan:
Mx adalah momen yang bekerja memutar sumbu x (di bidang sejajar sumbu y)
yi adalah koordinat y tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)
My adalah momen yang bekerja memutar sumbu y (di bidang sejajar sumbu x)
xi adalah koordinat x tiang ke-i terhadap titik berat group (dapat bernilai + atau –)
1. Kapasitas lateral tiang harus mencukupi dalam menerima beban lateral yang
bekerja,
2. Lendutan lateral tidak boleh menyebabkan keruntuhan pada struktur,
3. Penurunan vertikal (dan perbedaan penurunan) tidak boleh menyebabkan
keruntuhan pada struktur,
4. Kapasitas aksial tiang harus mencukupi dalam menerima beban rencana yang
bekerja.
Dengan:
S = Penurunan fondasi tiang tunggal
Sg = Penurunan fondasi kelompok tiang
Bg = Lebar kelompok tiang
d = Diameter tiang tungal
b. Metode Meyerhoff (1976)
1. Berdasarkan N – SPT
Dengan :
Q = Tekanan pada dasar fondasi
Bg = Lebar kelompok tiang
N = Harga rata – rata N – SPT pada
kedalaman ± Bg dibawah ujung
fondasi tiang
2. Berdasarkan CPT
Dengan:
q = Tekanan pada dasar fondasi
Bg = Lebar kelompok tiang
Qc = Nilai konus pada rata – rata
kedalaman Bg
2. Tanah Lempung
Penurunan fondasi yang terletak pada tanah
lempung dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu:
penurunan segera (immediate settlement), penurunan
konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi sekunder.
Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen
tersebut dan dinyatakan dalam rumus berikut:
S = Si + Sc + Ss
Dengan:
S = Penurunan total
Si = Penurunan segera
Sc = Penurunan konsolidasi primer
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder
a. Penurunan segera
Penurunan segera adalah penurunan yang
dihasilkan oleh distorsi massa tanah yang tertekan
dan terjadi pada volume konstan. Menurur Janbu,
Bjerrum dan Kjaemsli (1956) dirumuskan sebagai
berikut:
Dengan:
Si = Penurunan segera
q = Tekanan netto fondasi (P/A)
B = Lebar tiang pancang kelompok
E = Modulus elastis
µi = Faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan
tebal terbatasH
µo = Faktor koreksi untuk kedalaman fondasi Df
b. Penurunan Konsolidasi Primer
Penurunan konsolidasi primer adalah
penurunan yang terjadi sebagai hasil dari
pengurangan volume tanah akibat aliran air
meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh
pengurangan kelebihan tekanan air pori. Rumus
yang dipakai untuk menghitung penurunan
konsolidasi primer yaitu sebagai berikut:
Dengan:
∆e = Perubahan angka pori
eo = Angka pori awal
e1 = Angka pori saat berakhirnya konsolidasi
H = Tebal lapisan tanah yang ditinjau.
c. Penurunan Konsolidasi Sekunder
Penurunan konsolidasi sekunder adalah
penurunan yang tergantung dari waktu, namun
berlangsung pada waktu setelah konsolidasi primer
selesai yang tegangan efektif akibat bebannya telah
konstan. Besar penurunannya merupakan fungsi
waktu (t) dan kemiringan kurva indeks pemampatan
sekunder (Cα). Rumus kemiringan Cα adalah
sebagai berikut:
Maka penurunan konsolidasi sekunder
dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
Dengan:
Ss = Penurunan konsolidasi sekunder
H = Tebal benda uji awal atau tebal lapisan
lempung
ep = Angka pori saat akhir konsolidasi primer
t2 = t1 + ∆t
t1 = Saat waktu setelah konsolidasi primer
berhenti