Professional Documents
Culture Documents
Kreasi Tari Nusantara
Kreasi Tari Nusantara
Kreasi Tari Nusantara
Tari piring adalah tarian daerah yang berasal dari Minangkabau yang memiliki ciri khas
dimana penari membawa piring saat menari. Tarian ini biasanya terdiri dari 3 sampai 5 orang
dengan diiringi alunan alat musik tradisional Minangkabau, Bonang dan Saluang.
Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik, dicatat dalam sejarah
Indonesia sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
KH Hasyim Asy'ari lahir di Gedang, Kabupaten Jombang, pada 14 Februari 1871. Beliau
adalah putra ketiga dari 11 bersaudara, anak dari pasangan Kiai Asy'ari dan Nyai Halimah. KH
Hasyim Asy'ari merupakan campuran dua darah atau trah, yaitu darah biru (ningrat, priyayi,
keraton), dan darah putih (kalangan tokoh agama, kiai, santri).
Namanya tidak dapat dipisahkan dari riwayat Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak. Dari
silsilah keturunan ayahnya, nasab KH Hasyim Asy'ari bersambung kepada Maulana Ishak
hingga Imam Ja'tar Shadiq bin Muhammad Al-Bagir. Sedangkan dari jalur ibu, nasabnya
bersambung kepada pemimpin Kerajaan Majapahit, Raja Brawijaya VI, yang berputra Karebet
atau Jaka Tingkir.
KH Hasyim Asy'ari menikah tujuh kali dan semua istrinya adalah putri dari ulama. Salah satu
putranya, KH Abdul Wahid Hasyim adalah salah satu perumus Piagam Jakarta yang
kemudian menjadi Menteri Agama. Sementara cucunya, Abdurrahman Wahid atau yang
akrab disapa dengan Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketiga.
MASA PENDIDIKAN
Setelah itu, KH Hasyim Asy'ari menimba ilmu dari berbagai pesantren di Jawa dan
melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada 1892. Guru KH Hasyim Asy'ari di antaranya,
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Ahmad
Amin Al-Aththar, Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said Yamani, Syekh Rahmaullah, Syekh Sholeh
Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Husein Al-Habsyi,
Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Shata, dan Syekh Daghastani.
Perjuangan KH Hasyim Asy'ari untuk Islam dimulai ketika mendirikan Pondok Pesantren
Tebuireng pada 1899. Pesantren ini awalnya sangat kecil, hingga akhirnya berkembang dan
menjadi pesantren terbesar di Jawa pada awal abad ke-20. Kemudian pada 31 Januari 1926,
KH Hasyim Asy'ari dan beberapa ulama mendirikan Nahdatul Ulama (NU).
Berdirinya NU dilatarbelakangi oleh situasi dunia Islam kala itu yang sedang dilanda
pertentangan paham. NU hadir dengan pemikiran lebih moderat sehingga membuat
interaksi dan komunikasi dunia Islam menjadi lebih mudah.
Perjuangan KH Hasyim Asy'ari untuk Indonesia juga dimulai dengan mendirikan Pesantren
Tebuireng. Seperti diketahui, lokasi pesantren tersebut hanya berjarak 5 mil dari pabrik gula
Cukir, yang didirikan oleh pemerintah kolonial pada 1835.
Sementara pada masa pendudukan Jepang, beliau pernah ditangkap karena menolak
melakukan penghormatan ke arah Tokyo setiap pagi.
Perjuangan KH Hasyim Asy'ari untuk Indonesia berlanjut saat Belanda dengan membonceng
NICA kembali bermaksud menjajah nusantara. KH Hasyim Asy'ari bersama para ulama
mengeluarkan resolusi jihad yang berhasil memunculkan gerakan perlawanan terhadap
Belanda dan sekutu. Salah satunya pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945.
KH Hasyim Asy'ari wafat pada 21 Juli 1947, dan pada 1964 beliau ditetapkan sebagai
Pahlawan Pergerakan Nasional.