Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

CARA MERAWAT JENAZAH ATAU TAJHIZUL MAYYIT LENGKAP

Tajhizul mayit artinya merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal.
Hukum tajhiz adalah fardlu kifayah bagi setiap orang mukallaf yang mengetahui atau
menyangka atas kematian seseorang.
STATUS MAYIT YANG AKAN DIRAWAT
Adapun status mayit yanga akan dirawat diperinci sebagai berikut;
1. Muslim Ghoiru Syahid Wa Ghoiru Siqti. Yaitu mayit muslim dewasa serta bukan mati
syahid. Kewajiban yang harus dilakukan terhadap mayit ini adalah :
1) Memandikan
2) Mengkafani
3) Menshalati
4) Memakamkan
2. Mayit Muslim Al Syahid (Syahid Dunia Dan Akhirat). Yaitu mayit yang mati waktu
perang dengan non muslim (orang kafir). Hal-hal yang harus dilakukan kaum
muslimin terhadap mayit seperti ini adalah :
a) Mengkafani dengan pakaian perangnya. Bila tidak cukup maka ditambah dengan
kain kafan lain sehingga bisa menutupi seluruh badannya
b) Memakamkan. Untuk mayit syahid dunia akhirat ini haram di sholati dan
dimandikan meski ia menanggung hadast besar.
3. Mayit Al-Muslim As-Siqtu (Bayi Prematur). Yaitu bayi atau janin yang lahir sebelum
mencapai usia 6 bulan. Dalam kitab-kitab salafi menangani bayi ini diperinci sebagai
berikut, Lahir dalam keadaan hidup, yang bisa diketahui dengan jeritan, gerakan atau
yang lainnya.Kewajiban terhadap bayi ini adalah sama seperti mayit muslim dewasa
yaitu: memandikan, mengkafani, menyolati, dan menguburkan. Lahir dalam bentuk
bayi sempurna, (sudah berusia 4 bulan), namun tidak diketahui tanda-tanda
kehidupan. Kewajiban terhadap bayi ini adalah : memandikan, mengkafani dan
menguburkan. Adapun hukum mensholatinya tidak diperbolehkan. Belum berbentuk
manusia (belum berusia 4 bulan). Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun,
namun disunahkan membungkusnya dengan kain dan memakamkannya[1].

Keterangan : Bayi yang lahir mencapai usia 6 bulan, maka menurut pendapat yang
kuat, harus ditahjiz seperti orang dewasa meski tidak ada tanda-tanda kehidupan.[2]
4. Kafir Dzimmi[3]. Yaitu kafir yang tidak memusuhi orang islam. Kewajiban yang harus
dilakukan hanya ada dua macam yaitu;
a) Mengkafani
b) Memandikan. Hukum memandikannya boleh (jawaz), namun haram untuk
disholati.
_______________________________________
[1] At-tarmasy juz III hal 453-461
[2] Hasyiyatul jamal juz 2 hal 191 / I’anatut tholibin juz 2 hal;123
[3] At-tarmasi juz 3 hal. 453-461
MEMANDIKAN MAYIT
Adapun batas minimal memandikan mayit adalah :
1. Menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayyit
2. Mengguyurkan air secara merata ke seluruh tubuh mayit termasuk juga farjinya tsayyib
(kemaluan wanita yang sudah tidak perawan) yang tampak ketika duduk atau bagian
dalam alat kelamin laki-laki yang belum dikhitan (kulup)[1]
Keterangan: Kusus mengenai anak laki-laki yang belum dikhitan (berkelopak kulit) jika air
tidak bisa sampai kebawahnya maka hukumnya diperinci sebagai berikut :
1) Jika di bawah kelopak kulitnya suci, maka sebagai ganti membasuh adalah di
tayammumi
2) Jika dibawah kelopak kulitnya najis yang tidak bisa dihilangkan kecuali dipotong. Maka
haram memotongnya. Mengenai penanganan laki-laki ini terjadi perbedaan pendapat
dikalangan ulama’ : Menurut imam romli : cukup dikafani dan dikubur tanpa disholati.
Menurut imam ibnu hajar : ditayammumi kemudian disholati dan dikubur. Pendapat
ibnu hajar ini mendapat dukungan dari syeikh al fadani, sebab mengubur mayit dengan
tanpa disholati menandakan kurang adanya penghormatan.[2] Sedangkan cara
mentayammumi mayit yang praktis sebagai berikut :
a) Kedua tangan orang yang tayammum diletakkan pada debu
b) Tangan kanannya diusapkan pada wajah mayit, seraya niat :

‫نويت التميم عن حتت القلفة هذاامليت هلل‬


c) Tangan kiri diusapkan pada tangan kanan mayit. Tangan kanan diletakkan pada debu
lagi untuk diusapkan pada tangan kiri mayit.
Cara memandikan yang lebih sempurna, sebagai berikut :
1. Tempat memandikan sepi, tertutup dan tidak ada orang masuk kecuali orang yang
bertugas.
2. Ditaburi wewangian, semisal dengan membakar dupa, yang berguna untuk
mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit, selain juga karena ada ulama yang
berpendapat supaya malaikat turun memberikan rahmatnya ( Mahfudz At-Tarmasi
Juz 3 hal. 399-402)
3. Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan
atau dipangku oleh tiga atau empat orang. Hal ini dilakukan guna mencegah mayit
supaya tidak terkena percikan air
4. Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota tubuhnya, jika tidak
memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup auratnya saja yang ditutup
yaitu antara pusar sampai lutut.
5. Orang yang memandikan wajib memakai alas tangan ketika menyentuh auratnya
(antara pusar sampai lutut). Dan sunah beralas tangan ketika menyentuh bagian
tubuh selain aurat.
6. Perut mayit diurut dengan tangan kiri secara perlahan oleh orang yang memandikan
secara berulang-ulang agar kotoran yang ada di perut mayit dapat keluar.
7. Membersihkan dua lobang kemaluan dengan menggunakan tangan kiri yang wajib
dibungkus dengan kain.
8. Membersihkan gigi mayit dan kedua lubang hidungnya dengan jari telunjuk tangan
kiri yang beralaskan kain basah dan jika terkena kotoran maka harus disucikan
terlebih dahulu.
9. Mewudhukan mayyit persis seperti wudlunya orang yang hidup, baik rukun
maupun sunnahnya, niatnya mewudlukan mayyit adalah :
‫نويت الوضوء لهذا امليت‬
“Saya niat mewudlukan pada mayit ini”
10. Membasuh mayyit mulai kepala hingga telapak kaki dengan air sabun, sampo atau
daun bidara dengan cara :
1) Mengguyurkan air ke kepala mayyit
2) Mengguyur sebelah kanan bagian depan anggota tubuh mayit dimulai dari leher
sampai telapak kaki mayit
3) Mengguyur sebelah kanan bagian belakang anggota tubuh mayit dengan agak
memiringkan posisinya, mulai leher sampai kaki. Kemudian sebelah kiri juga
dimulai dari bagian leher sampai kaki.
Keterangan : Untuk basuhan nomer 8 ini, belum dihitung basuhan yang wajib dalam
memandikan mayit, sebab air yang digunakan bukan air yang thohir muthohir. Mengguyur
seluruh tubuh mayit mulai kepala sampai kaki dengan air yang murni (tidak tercampur
dengan sabun atau daun widara) untuk membilas sisa-sisa daun bidara, sabun atau sesuatu
yang ada pada tubuh mayit, dengan posisi mayit dimiringkan.
Keterangan : Basuhan ini juga tidak bisa dihukumi basuhan yang wajib sebab air tersebut
(meski air murni) namun akhirnya akan berubah (thahir goiru muthohir) sebab terkena
bekas sabun, sampo, daun bidara yang berada pada tubuh mayit. Mengguyur seluruh tubuh
mayit yang ketiga kalinya dengan memakai air yang dicampur sedikit kapur barus, yang
tidak sampai merubah kemutlakan air atau bisa dengan cara diguyur dengan air bersih
murni (tanpa kapur barus) sampai rata keseluruh tubuh mayit, lalu tubuh mayit diperciki
dengan air kapur barus
Keterangan : Basuhan ini merupakan basuhan yang wajib dalam memandikan mayit. Pada
saat basuhan terakhir ini disunahkan untuk membaca niat :
‫نويت الغسل الستباحة الصالة عليه نويت الغسل عن هذه امليت‬
“Saya niat memandikan mayyyit ini / saya niat memandikan untuk memperbolehkan
menyolatinya”
Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal dengan perlahan (jika rambutnya acak
acakan) memakai sisir yang longgar agar tidak ada rambut yang rontok. Jika ada rambut
yang rontok maka harus diambil dan dikembalikan, namun kesunnahannya dibungkus
dengan kain kafan kemudian dikebumikan bersama mayit. Hal ini jika mughtasil (orang
yang memandikan) menghendaki membasuh sebanyak tiga kali, apabila menghendaki yang
lebih sempurna lagi maka mayit bisa dimandikan dengan 5/7 basuhan.
Untuk lima kalli basuhan maka dengan urutan sebagai berikut :
1. Air sabun/daun widara
2. Air pembilas (muzilah)
3. Basuhan ke 3, 4 dan 5 memakai air bersih yang dicampur sedikit kapur barus atau
sejenisnya. Untuk 7 kali basuhan maka dengan urutan sebagai berikut :
1) Air sabun/daun widara
2) Air pembilas (muzilah)
3) Air sabun/daun widara
4) Air pembilas (muzilah)
5) Basuhan ke 5,6 dan 7 air bersih yang dicampur sedikit kapur barus dan sejenisnya
Tambahan : Paling sempurna memandikan mayit adalah Sembilan basuhan, berbeda
dengan pendapat al-muksyi yang mengatakan bahwa tujuh basuhan adalah batas maksimal
kesempurnaan memandikan mayit, lebih dari itu hukumnya makruh karena termasuk
Isrof(berlebihan). Haram menelungkupkan mayit pada saat memandikan sebab hal tersebut
menandakan penghinaan kepada mayit.
SYARAT ORANG YANG MEMANDIKAN
Harus sejenis atau ada hubungan mahrom atau ada ikatan suami istri, atau mayit
adalah seorang anak kecil yang belum menimbulkan potensi syahwat. Jika tidak di
temukan, maka mayit cukup ditayammumi dengan ditutupi semua anggota badannya
selain anggota tayammum. Dan orang yang menayammumi harus beralas tangan (Ibrahim
al-Bajuri Juz 1 hal. 246). Memiliki keahlian dalam memandikan mayit. Orang yang
memandikan dan orang yang membantunya harus memiliki sifat amanah (dapat di
percaya), dalam artian : seandainya dia memberitahukan suatu kondisi menggembirakan
yang nampak dari mayit, maka beritanya dapat dipercayai kebenarannya. Sebaliknya, jika
melihat hal-hal yang tidak menggembirakan, maka ia mampu untuk merahasiakannya
(Ibrahim al-Bajuri juz 1 hal. 246)
PERINGATAN : Harom melihat aurotnya mayit, kecuali untuk kesempurnaan
memandikan, seperti untuk memastikan bahwa air yang digunakan sudah merata atau
untuk menghilangkan kotoran yang dapat mencegah sampainya air pada kulit mayit.
Disunahkan pula memakai air dingin, karena lebih menguatkan daya tahan tubuh mayit.
Kecuali di saat cuaca dingin maka disunahkan memakai air hangat
________________________________________
[1] At-turmusi juz 3 hal; 399-402
[2] Nihayah zain hal. 151 / kasifatus saja hal;101
TATA CARA PEMAKAMAN
Mengubur jenazah di pekuburan lebih utama daripada di tempat khusus. Dalam
membawa jenazah ke pekuburan disunnahkan menaruh posisi kepala di arah depan
walaupun bukan arah kiblat.[1]. Sedangkan lubang kubur, minimal harus memenuhi
beberapa persyaratan diantaranya:
1. Bisa menutupi dari bau busuknya mayit dan bisa melindungi mayit dari binatang buas
(tidak bisa digali dan dimakan binatang buas)
2. Berupa galian, tidak cukup jika berupa bangunan di atas tanah sekalipun bisa
melindungi dari binatang buas. Sedangkan yang paling utama yaitu membuat galian
yang luas dan dalam setinggi orang normal berdiri dengan mengangkat tangannya ke
atas atau sekitar 4 ½ dzira’ atau 2,25 M Galian ini bisa berbentuk dua macam yaitu :
Lahd, yaitu melubangi bagian bawah dari lubang kubur pada sisi arah kiblat setelah
menggali sedalam 2,25 M. Ini lebih utama (afdol) di daerah dengan struktur tanah yang
keras. Syaq, yaitu membuat galian di tengah-tengah lubang kubur seperti galian sungai.
Ini lebih utama(afdol) di daerah dengan struktur tanah yang gembur dan lunak. Tata
cara penguburan mayit yang paling sempurna dan sesuai dengan kesunahan adalah
sebagai berikut :
1) Meletakkan jenazah sebelum dimasukkan ke liang kubur di posisi kaki kubur (sebelah
selatan liang lahat).
2) Mengangkat jenazah, lalu diturunkan ke liang kubur dengan posisi kaki terlebih
dahulu.
3) Dikubur tanpa memakai alas, bantal atau peti. Hukum menggunakan ini semua
makruh kecuali dalam keadaan darurat seperti ketika lahatnya berair.
4) Orang yang masuk ke dalam liang lahat disunnahkan ganjil, afdolnya tiga orang.
5) Menutup liang kubur dengan kain ketika prosesi pemakaman supaya tidak terlihat
aurat mayit jika terbuka.
6) Mayit diletakkan berbaring miring dan sisi tubuh bagian kanan (lempeng kanan)
menempel di tanah, makruh bila menggunakan sisi tubuh bagian kiri. Adapun
menghadapkan ke kiblat hukumnya wajib.
7) Sunnah bagi yang menguburkan mengucapkan :
‫“ بسم هللا َوعَىَل مِةَّل ِ َر ُسولِ ِ‬
‫هللا صىل هللا عليه وآهل وسمل“‬
‫‪8) Melepas ikatan kafan mayit pada kepala mayit dan membuka kafan yang‬‬
‫‪menutupi pipi mayit lalu menempelkannya ke tanah.‬‬
‫‪9) Meletakkan bantalan dari tanah (biasanya berbentuk bulat) pada bagian belakang‬‬
‫‪tubuh mayit seperti belakang kepala dan punggung, kemudian menekuk sedikit‬‬
‫‪bagian tubuh mayit ke arah depan supaya tidak mudah untuk terbalik atau‬‬
‫‪menjadi terlentang.‬‬
‫‪10)Adzan dan iqomah dengan lirih, lalu menutup liang dengan papan sebelum‬‬
‫‪ditutup dengan tanah dengan menaikkan sedikit urukan tanah setinggi jengkal.‬‬
‫‪11)Setelah proses penguburan selesai, berdiam sebentar untuk dibacakan talqin serta‬‬
‫‪memperbanyak istighfar bagi mayit.‬‬
‫‪REFRENSI :‬‬
‫حوايش الرشواين – (ج ‪ / 3‬ص ‪.[1] )130‬‬
‫قوهل‪( :‬إىل تنكيس رأس امليت) يؤخذ منه أن السنة يف وضع رأس امليت يف حال السري أن يك‪ŠŠ‬ون إىل هجة الطري‪ŠŠ‬ق س‪ŠŠ‬واء‬
‫القبةل وغريها كام قاهل السيد معر برصي‬
‫التقريرات السديدة ص‪387‬‬
‫رابعا ‪:‬دفن امليت‬
‫‪ :‬أحاكم ادلفن ثالث‬
‫السقط اذلي مل يظهر فيه مبدأ خلق آديم ‪1.‬‬ ‫‪ .‬واجب للمسمل والاكفر اذليم غري ِّ‬
‫للسقط اذلي مل يظهر فيه مبدأ خلق آديم ‪2.‬‬ ‫‪ .‬مندوب ‪ّ :‬‬
‫‪ .‬مباح ‪ :‬للاكفر احلريب‪ ،‬إال إذا تأ ّذى الناس براحئته‪ ،‬فيجب ‪3.‬‬
‫‪ .‬أقل ادلفن ( الواجب ) ‪ :‬حفرة تكمت راحئته وحترسه من السباع حىت ال تنبشه وتألكه‪ ،‬وال يكفي البنأ مع إماكن احلفر‬
‫‪ :‬كيفيات ادلفن ‪ :‬هل كيفيتان‪ ،‬حلد َ‬
‫وش ّق‬
‫وبسطة ‪ ” :‬أربعة‬ ‫اللحد ‪ :‬هو أن حيفر ما يسع امليت يف أسفل جانب القرب من هجة القبةل بعد أن حيفر – بعمق – قدر قامة ْ‬
‫‪.‬أذرع ونصف “‪ ،‬ويه أفضل من الشق إن صلبت األرض اكملدينة املنورة‬
‫الشق ‪ :‬هو أن حيفر يف وسط القرب اكلهنر‪ ،‬ويكون أفضل إذا اكنت األرض َرخْوة مككة املكرمة‬
TALQIN MAYIT
Telah umum dalam masyarakat kita, selesai jenazah dimakamkan salah seorang dari
pihak keluarga mayit duduk disamping makam lalu mulai melafadzkan bacaan talqin[i]
bagi mayit. Namun dewasa ini, ada satu kelompok yang mengklaim dirinya paling
mengikuti al-Qur’an dan sunnah dengan pemahaman para sahabat dan tabi’in menyatakan
bahwa talqin mayit adalah bid’ah karena tidak memiliki landasan dalam syari’at serta tidak
bermanfaat bagi si mayit. Permasalahan semacam ini telah menjadi polemik dalam
masyarakat, benarkah talqin mayit tidak memiliki landasan syari’at padahal telah dilakukan
oleh para ulama’ pendahulu kita ?.
Oleh karena itu, kami akan membahas tentang dalil-dalil yang menjadi landasan
talqin mayit agar bisa memberikan kejelasan pada masyarakat. Dasar hukum talqin mayit
Salah satu dasar hukum mengenai talqin adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, imam Abi Dawud, dan imam An Nasai :
‫لقنوا مواتمك ال إهل إال هللا‬
“Talqinilah orang-orang mati kalian dengan Laa ilaaha illalloh “
Memang mayoritas ulama mengatakan bahwa yang dimaksud lafadz ‫ مواتمك‬dalam
hadits di atas orang-orang yang hampir mati bukan orang-orang yang telah mati, sehingga
hadits tersebut menggunakan arti majas (arti kiasan) bukan arti aslinya.
Akan tetapi, tidak salah juga jika kita artikan lafadz tersebut dengan arti aslinya
yaitu orang yang telah mati. karena menurut kaidah bahasa arab, untuk mengarahkan
suatu lafadz kepada makna majasnya diperlukan adanya qorinah (indikasi) baik berupa
kata atau keadaan yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perkataan tersebut
adalah makna majasnya bukan makna aslinya. Sebagai contoh jika kita katakan “talqinillah
mayit kalian sebelum matinya” maka kata-kata “sebelum matinya” merupakan qorinah
yang mengindikasikan bahwa yang dimaksud dengan kata mayit dalam kalimat ini bukan
makna aslinya (yaitu orang yang telah mati) tapi makna majasnya (orang yang hampir
mati).
Sedangkan dalam hadits tersebut tidak diketemukan Qorinah untuk mengarahkan
lafadz ‫ مواتمك‬kepada makna majasnya, maka sah saja jika kita mengartikannya dengan makna
aslinya yaitu orang-orang yang telah mati bukan makna majasnya. Pendapat inilah yang
dipilih oleh sebagian ulama seperti Imam Ath Thobary, Ibnul Humam, Asy Syaukany, dan
Ulama lainya.
Selain hadits di atas, masih ada hadits lain yang menunjukkan kesunahan
mentalqini mayit setelah dikuburkan, yaitu :

،‫ َة‬Š َ ‫الن بن فُالن‬ َ ُ‫ اَي ف‬:‫ل‬Šْ Š‫ مُث َّ ِل َي ُق‬،‫ فَلْ َي ُق ْم َأ َحدُ مُك ْ عَىَل َرْأ ِس قَرْب ِ ِه‬،‫ فَ َس َّويْمُت ِ الرُّت َ َاب عَىَل قَرْب ِ ِه‬، ْ ‫ات َأ َح ٌد ِم ْن خ َْوا ِنمُك‬ َ ‫َذا َم‬
ُ Š‫ه ي َ ُق‬Šَُّ ‫ فَ ن‬،‫الن بن فُالن َ َة‬ ُ ‫ مُث َّ ي َ ُق‬،‫ فَ ن َّ ُه ي َْس َت ِوي قَا ِعدً ا‬،‫الن بن فُالن َ َة‬ ُ ‫ مُث َّ ي َ ُق‬،‫يب‬ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
:‫ول‬Š َ ُ‫ اَي ف‬:‫ول‬ َ ُ‫ اَي ف‬:‫ول‬ ُ ِ ‫ه ي َْس َم ُع ُه َوال جُي‬Šَُّ ‫فَ ن‬
‫ َوَأ َّن‬، ُ ‫هَا َد َة َأ ْن ال هَل َ الِإ اهَّلل‬Š‫ ِه ِم َن ادلُّ نْ َيا َش‬Š‫ر ْج َت عَلَ ْي‬Šََ ‫ا خ‬Š‫ ْاذ ُك ْرِإ َم‬:‫ فَلْ َي ُق ْل‬،‫ون‬ ‫ِإ‬
َ ‫ َولَ ِك ْن ال ت َ ْش ُع ُر‬، ُ ‫َأ ْر ِشدْ اَن َرمِح َ َك اهَّلل‬
‫ِإ ِإ‬
‫را‬Šً Š‫ َّن ُم ْن َك‬Š َ‫ ف‬،‫ا‬ŠŠ‫ َواِب لْ ُق ْرآ ِن َما ًم‬،‫ َو ِب ُم َح َّم ٍد ن َ ِبيًّا‬،‫ا‬ŠŠً‫ال ِم ِدين‬Š ‫ َواِب ْس‬، ‫يت اِب هَّلل ِ َراًّب‬ َ Š ‫ َوَأن ََّك َر ِض‬،ُ ‫وهُل‬Š ‫دُ ُه َو َر ُس‬ŠŠ‫ُم َح َّمدً ا َع ْب‬
‫ِإ‬
‫ ُه‬Š‫ون اهَّلل ُِإ َحجِ ي َج‬Š ‫ِإل‬ ُ ‫ َوي َ ُق‬،‫َونَ ِك ًريا يَْأخ ُُذ َوا ِح ٌد ِمهْن ُ ْما ِب َي ِد َصا ِح ِب ِه‬
ُ Š‫ فَ َي ُك‬،ُ‫ه‬Š‫دْ لُقِّ َن ُح َّج َت‬ŠŠَ‫دَ َم ْن ق‬ŠŠ‫ ان َْط ِل ْق بنا َما ن َ ْق ُعدُ ِع ْن‬:‫ول‬
‫ رواه‬.‫و َاء‬Šَّ Š‫الن بن َح‬ َ ُ‫ اَي ف‬،‫و َاء‬Šَّ Š‫”فَ َين ْ ُس ُب ُه ىَل َح‬:‫ا َل‬ŠŠَ‫ ِر ْف ُأ َّمهُ؟ ق‬Š‫ ْن ل َ ْم ي َ ْع‬Šَ‫ ف‬، ِ ‫و َل اهَّلل‬Š‫ اَي َر ُس‬:‫ ٌل‬Š‫ا َل َر ُج‬ŠŠ‫ فَ َق‬،”‫ُدوهَن ُ َما‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫الطرباين‬
“Jika salah satu diantara kalian mati, maka ratakanlah tanah pada kuburnya (kuburkanlah).
Hendaklah salah satu dari kalian berdiri di pinggir kuburnya dan hendaklah berkata :
“wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang
yang mati, pent)” sebab dia bisa mendengarnya tapi tidak bisa menjawabnya. Kemudian
berkata lagi : “wahai fulan (sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan
ibu orang yang mati, pent)” sebab dia akan duduk. Kemudian berkata lagi : “wahai fulan
(sebutkan nama orang yang mati, pent) anak fulanah (sebutkan ibu orang yang mati,
pent)” sebab dia akan berkata : “berilah kami petunjuk –semoga Allah merahmatimu-“ dan
kalian tidak akan merasakannya. Kemudian hendaklah berkata : “ sebutlah sesuatu yang
kamu bawa keluar dari dunia, yaitu persaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah SWT,
Muhammad hamba dan utusan Nya, dan sesungguhnya kamu ridlo Allah menjadi
Tuhanmu, Muhammad menjadi Nabimu, dan Al Quran menjadi imammu”, sebab
Mungkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata : “mari kita pergi. Kita tidak
akan duduk (menanyakan) di sisi orang yang telah ditalqini (dituntun) hujjahnya
(jawabannya), maka Allah menjadi hajiij (yang mengalahkan dengan menampakkan hujjah)
baginya bukan Mungkar dan Nakir”. Kemudian seorang sahabat laki-laki bertanya : wahai
Rasulullah ! Jika dia tidak tahu ibu si mayit ?Maka Rasulullah menjawab : nisbatkan kepada
Hawa, wahai fulan bin Hawa”(H.R. Thabrani) (2).
Berdasarkan hadits ini ulama Syafi`iyah, sebagian besar ulama Hanbaliyah, dan
sebagian ulama Hanafiyah serta Malikiyah menyatakan bahwa mentalqini mayit adalah
mustahab (sunah)(3).
Hadits ini memang termasuk hadist yang dhaif (lemah), akan tetapi ulama sepakat
bahwa hadits dhaif masih bisa dijadikan pegangan untuk menjelaskan mengenai fadloilul
a`mal dan anjuran untuk beramal, selama tidak bertentangan dengan hadits yang lebih
kuat (hadits shohih dan hadits hasan lidzatih) dan juga tidak termasuk hadits yang matruk
(ditinggalkan)(4). Jadi tidak mengapa kita mengamalkannya. Selain itu, hadist ini juga
diperkuat oleh hadist-hadits shohih seperti :
ُ ‫ ْاس َت ْغ ِف ُروا ؛ َأِل ِخيمُك ْ َو ْاسَألُوا هَل‬: ‫ول اهَّلل ِ َصىَّل اهَّلل ُ عَلَ ْي ِه َو َسمَّل َ إ َذا فَ َر َغ ِم ْن َدفْ ِن الْ َم ِّي ِت َوقَ َف عَلَ ْي ِه َوقَا َل‬ُ ‫اَك َن َر ُس‬
. ُ ‫ َوحَص َّ َح ُه الْ َحامِك‬، ‫ َر َوا ُه َأبُو د َُاود‬. ‫ فَ ن َّ ُه اآْل َن ي ُْسَأ ُل‬، ‫ِيت‬ َ ‫التَّثْب‬
‫ِإ‬
“Apabila Rasulullah SAW selesai menguburkan mayit, beliau berdiri di dekat kuburan dan
berkata : mintalah kalian ampunan untuk saudara kalian dan mintalah untuknya keteguhan
(dalam menjawab pertanyaan Mungkar dan Nakir) karena sesungguhnya dia sekarang
sedang ditanya” (H.R. Abu Daud dan dishahihkan oleh Hakim)(5).
Juga hadits yang diriwayatkan Imam Muslim r.a :

، ‫ز ٌور‬Šُ Š‫ر َج‬Šُ Š‫ا تُ ْن َح‬ŠŠ‫دْ َر َم‬ŠŠَ‫ فَأ ِقميُوا َح ْو َل قَرْب ِ ي ق‬، ‫ َذا َدفَ ْن ُت ُمويِن‬: ‫ قَا َل‬، – ‫وعن معرو بن العاص – ريض هللا عنه‬
‫ِإ‬
‫ رواه مسمل‬. ‫ َوأ ْعمَل َ َما َذا ُأ َر ِاج ُع ِب ِه ُر ُس َل َريِّب‬، ْ ‫َوي ُ َق َّس ُم لَح ُمهَا َحىَّت َأ ْس َتأ ِن َس ِبمُك‬
Diriwayatkan dari `Amr bin Al `Ash, beliau berkata : Apabila kalian menguburkanku,
maka hendaklah kalian menetap di sekeliling kuburanku seukuran disembelihnya unta dan
dibagi dagingnya sampai aku merasa terhibur dengan kalian dan saya mengetahui apa yang
akan saya jawab apabila ditanya Mungkar dan Nakir(6).
Semua hadits ini menunjukkan bahwa talqin mayit memiliki dasar yang kuat. Juga
menunjukkan bahwa mayit bisa mendengar apa yang dikatakan pentalqin dan merasa
terhibur dengannya. Salah satu ayat yang mendukung hadits di atas adalah firman Allah
SWT :
]55/‫َو َذكِّ ْر فَ َّن ا ِّذل ْك َرى تَ ْن َف ُع الْ ُمْؤ ِم ِن َني [اذلارايت‬
‫ِإ‬
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi
orang-orang yang beriman. “
Ayat ini memerintah kita untuk memberi peringatan secara mutlak tanpa
mengkhususkan orang yang masih hidup. Karena mayit bisa mendengar perkataan
pentalqin, maka talqin bisa juga dikatakan peringatan bagi mayit, sebab salah satu
tujuannya adalah mengingatkan mayit kepada Allah agar bisa menjawab pertanyaan
malaikat kubur dan memang mayit di dalam kuburnya sangat membutuhkan peringatan
tersebut (7). Jadi ucapan pentalqin bukanlah ucapan sia-sia karena semua bentuk
peringatan pasti bermanfaat bagi orang-orang mukmin. Wallohu a’lam.
Referensi :
(1)219 / 6( – ‫(رشح النووي عىل حصيح مسمل‬
(2)286 ‫ ص‬/ 7 ‫(املعجم الكبري للطرباين – (ج‬
167 ‫ ص‬1 ‫املقاصد احلسنة للسخاوي ج‬
(3)162 ‫ ص‬1 ‫األذاكر ج‬
2‫ ج‬2‫اجلوهرة النرية ص‬
226 ‫ ص‬5 ‫فتاوى ابن جحر الهيمثي ج‬
447 ‫ ص‬1 ‫مغين احملتاج إىل معرفة معاين ألفاظ املهناج ج‬
155 ‫ ص‬/ 3 ‫(سبل السالم – (ج‬
(4)225 ‫ ص‬6 ‫أضواء البيان ج‬
226 ‫ ص‬5 ‫اجملموع رشح املهذب ج‬
(5))151 ‫ ص‬/ 3 ‫سبل السالم – (ج‬
(6))477 ‫ ص‬/ 1 ‫رايض الصاحلني – (ج‬
‫التاج واإللكيل خملترص خليل ج ‪ 3‬ص ‪(7)3‬‬
‫لسان العرب‬
‫‪.‬تفسري تنوير األذهان ص ‪ 125‬ج ‪3‬‬
‫أنوار املساكل رشح معدة الساكل ص ‪135‬‬

You might also like