Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA

ANGGOTA SATPAMWAL DENMA MABES TNI

Tjitjik Hamidah
Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia YAI
Jalan Diponegoro 74, Jakarta 10310
Email: tjitjikhamidah@gmail.com

Hendri Gamal
Fakultas Psikologi
Universitas Tama Jagakarsa
Jalan Letjen T.B.Simatupang No. 157 Jakarta Selatan

Abstrak
Banyaknya tugas yang harus ditangani oleh prajurit Pengawal Bawah Perintah Satpamwal
Denma TNI menimbulkan tekanan kerja yang berlebihan sehingga berdampak pada
menurunnya psychological well-being. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara religiusitas dengan psychological well-being pada prajurit Satpamwal Denma Mabes
TNI. Responden berjumlah 45 prajurit, menggunakan incidental sampling dan pengambilan
data menggunakan skala religiusitas (Glock & Stark, 1996) dan skala psychological well-
being (Ryff & Keyes, 1995) dengan model likert. Setelah diujicobakan, terdapat 41 item yang
valid dari 45 item skala religiusitas dan 33 item valid dari 40 item skala psychological well-
being. Hasil analisis data menggunakan metode bivariate correlation, disimpulkan ada
hubungan yang signifikan dengan arah positif antara religiusitas dengan psychological well-
being.

Kata kunci : Religiusitas, psychological well-being, prajurit Satpamwal

Abstract

A lot of workload that must be handled by the Satpamwal Command Guard Denma TNI have
caused excessive work pressure and have an impact on psychological well-being. This study
aims to determine the relationship between religiosity and psychological well-being on the
soldiers of the Satpamwal Denma TNI Headquarters. By using incidental sampling, 45
respondents were obtained. Data retrieval uses the scale of religiosity (Glock & Stark, 1996)
and the scale of psychological well-being (Ryff & Keyes, 1995) with likert models. After
being tested, there were 41 valid items from 45 items of religiosity scale and 33 valid items
from 40 items on the scale of psychological well-being. The results of data analysis using the
bivariate correlation method, concluded that there was a significant relationship with the
positive direction between religiosity and psychological well-being.

Keywords: Religiosity, psychological well-being, Satpamwal soldiers

IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019 139


PENGANTAR Pengawalan) yang dibina langsung oleh
Komandan Satuan Pengamanan dan
Negara Indonesia terdiri dari Pengawalan (Dansatpamwal) Detasemen
berbagai pulau yang sangat luas sehingga Markas (Denma) Markas Besar Tentara
harus terus dipelihara agar keutuhan Nasional Indonesia (Mabes TNI).
Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
terjaga. Oleh karenannya diperlukan TNI Dengan banyaknya tugas yang
yang bertugas melindungi segenap bangsa harus dipikul oleh Personel Prajurit
dan seluruh tumpah darah Indonesia dari Pengawal BP (Bawah Perintah)
ancaman dan ganguan keutuhan bangsa Satpamwal Denma Mabes TNI, maka
dan negara. Selain pengamanan Negara, dimungkinkan timbulnya beban kerja yang
TNI juga memiliki tugas operasi militer berlebihan baik terkait dengan jam kerja,
perang, yaitu untuk mengatasi gerakan jumlah individu yang harus dilayani (rotasi
separatis bersenjata, mengatasi penugasan), tanggung jawab yang harus
pemberontakan bersenjata, mengatasi aksi dipikul, pekerjaan rutin dan pekerjaan
terorisme, mengamankan wilayah yang sifatnya mendadak/darurat, serta
perbatasan, mengamankan objek vital pekerjaan administrasi lainnya yang
nasional yang bersifat strategis, melampaui kapasitas dan kemampuan
melaksanakan tugas perdamaian dunia individu. Di samping itu, beban kerja yang
sesuai dengan kebijakan politik luar berlebihan dapat mencakup segi kuantitatif
negeri; mengamankan presiden dan wakil yang berupa jumlah pekerjaan dan beban
presiden beserta keluarganya, kerja kualitatif yaitu tingkat kesulitan
memberdayakan wilayah pertahanan dan pekerjaan tersebut yang harus ditangani.
kekuatan pendukungnya secara dini sesuai
dengan sistem pertahanan semesta, Dengan beban kerja yang
membantu tugas pemerintahan di daerah, berlebihan, para personel berpotensi
membantu Kepolisian Negara Republik merasakan ketegangan emosional saat
Indonesia dalam rangka tugas keamanan bertugas. Hal ini dapat mengarahkan
dan ketertiban masyarakat yang diatur perilakunya cenderung menarik diri secara
dalam undang-undang; membantu psikologis dan menghindari diri untuk
mengamankan tamu negara setingkat terlibat dengan pekerjaan, klien/pengguna
kepala negara dan perwakilan pemerintah layanan (Maslach, 1982). Kondisi
asing yang sedang berada di Indonesia; demikian bisa menyebabkan gangguan
membantu penanggulangan akibat bencana secara fisik, ketidakbahagiaan dalam
alam, pengungsian, dan pemberian bekerja dan dipastikan akan menghambat
bantuan kemanusiaan, membantu tercapainya prestasi kerja yang optimal.
pencarian dan pertolongan dalam Emma White (2010) yang
kecelakaan; serta membantu pemerintah mengutip pendapat Robertson dan Flint –
dalam pengamanan pelayaran dan Taylor menyebutkan bahwa psychological
penerbangan terhadap pembajakan, well-being di tempat kerja merupakan
perompak. keadaan psikologis positif yang terdiri dari
Sebagai ujung tombak dalam afeksi dan tujuan. Menurut definisi ini,
pengamanan dan pengawalan, para psychological well-being dapat dibagi
personel Prajurit Pengawal BP (Bawah menjadi dua komponen, hedonic dan
Perintah) Satpamwal Denma Mabes TNI eudaimonic. Komponen hedonic mengacu
adalah pasukan yang berasal dari tiga pada pengalaman positif dan emosi,
angkatan; Darat, Laut dan Udara. Para sedangkan komponen eudaimonic
personil ini ditempatkan di barak-barak mengacu pada sejumlah perasaan
Satpamwal (Satuan Pengamanan dan bertujuan yang diperlukan bagi
psychological well-being jangka panjang

140 IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019


yang terdiri atas pengalaman positif dan penelitian menjelaskan bahwa sebagai
emosi (Boniwell & Henry, 2007 dalam konsekuensinya, personil/pegawai dengan
Emma White, 2010). psychological well-being yang baik akan
mampu memanfaatkan sumber daya fisik,
Pemikiran tentang pentingnya intelektual, dan sosial dengan lebih baik.
psychological well-being ditempat kerja Sedangkan pada tingkat organisasi,
telah berkembang selama dua atau tiga psychological well-being di tempat kerja
dekade akhir-akhir ini, di mana telah dapat di pergunakan untuk memprediksi
mengalami pergeseran dari pembahasan retensi pegawai, keuntungan organisasi,
sumber-sumber tekanan fisik menjadi kesetiaan pelanggan, kecelakaan kerja dan
tekanan psikologis dalam pekerjaan. penurunan tingkat cuti sakit pada
Dalam banyak hal, tekanan di tempat kerja personil/pegawai.
sebenarnya sehat secara
psikologis.Tekanan tersebut memberikan Pembahasan tentang
individu kesempatan untuk mengalami psychological well-being di atas
perasaan tertantang dan berprestasi yang merupakan salah satu pendekatan baru
keduanya penting bagi psychological well- dalam bidang organisasi yaitu Positive
being. Namun, ketika tekanan menjadi Organizational Behavior (POB) yang
terlalu banyak atau sulit untuk diatasi, berorientasi kepada studi dan penerapan
psychological well-being akan mengalami kekuatan sumber daya manusia dan
penurunan (Chiara Amati et. Al, 2010). kapasitas psikologis positif yang dapat
diukur, dikembangkan, dan efektif agar
Meningkatkan psychological dapat dikelola untuk peningkatan kinerja
well-being di tempat kerja membawa (Luthans, 2005). POB didasarkan pada
manfaat, baik untuk personil sebagai pendekatan Psikologis Positif. Menurut
individu dan organisasi secara Seligman dan Csikszentmihalyi (2000)
keseluruhan. Bagi para personil, ilmu psikologi seharusnya lebih berfokus
psychological wel-being merupakan aspek pada human strengthts dan optimal
inti dari seluruh kesejahteraan dan functioning daripada terhadap ill-
berkaitan erat terhadap kesehatan fisik, health.Tujuan dari Psikologi Positif adalah
umur panjang dan kebahagiaan. Bagi untuk mengubah fokus psikologi dari
organisasi, psychological well-being hanya berkisar tentang memperbaiki hal
memberikan outcomes terhadap organisasi yang buruk, tetapi juga lebih berfokus
berupa rendahnya tingkat absensi para pada membangun kualitas-kualitas positif
pegawai dan peningkatan prestasi kerja manusia.
(Chiara Amati et. al, 2010).
Ryff (1989) merumuskan
Sejalan dengan pernyataan di konsepsi psychological well-being dari
atas, beberapa penelitian membuktikan perspektif positive psychological
bahwa psychological well-being pada functioning, life span development dan
tingkat individu dapat meningkatkan positive mental health. Berdasarkan teori-
kemampuan atensi, proses berfikir dan teori tersebut, Ryff mendefinisikan
kemampuan bertindak, kemampuan psychological well-being sebagai
memecahkan masalah serta berhubungan kombinasi dari dimensi-dimensi yang
dengan orang lain dengan cara yang lebih mencakup kesejahteraan yang luas, terdiri
baik serta dapat memperkecil peluang dari penilaian positif terhadap diri sendiri
terjadinya salah menafsirkan situasi dan terhadap kehidupan masa lalunya
ambigu sebagai hal yang mengancam (self-acceptance), suatu rasa untuk terus
(Robertson & Flint – Taylor; Fredrickson bertumbuh dan berkembang sebagai
& Joiner, Cartwright & Cooper, Slitz & individu (personal growth), keyakinan
Diener dalam Emma White, 2010). Hasil bahwa hidupnya memiliki tujuan dan

IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019 141


bermakna (purpose in life), memiliki hidup pribadi, keluarga, sekolah,
hubungan yang berkualitas dengan orang masyarakat dan hubungan dengan Tuhan,
lain (positive relations with others), bahkan dengan alam semesta dan makhluk
memiliki kapasitas untuk mengatur hidup yang memberikan kebahagiaan dan
hidupnya dan dunia sekitarnya dengan ketentraman batin dalam hidup ini.
efektif (environmental mastery) serta
memiliki otonomi (autonomy). (Ryff & Dalam memahami, mengamati
Keyes, 1995). dan menganalisa tentang kondisi
religiusitas yang akan diteliti, maka
Dari beberapa teori di atas, maka diambil 5 dimensi religiusitas (keagamaan)
dapat disimpulkan bahwa psychological Glock dan Stark (Ancok, 2005),
well-being tidak hanya berbicara tentang diantaranya : dimensi keyakinan
pencapaian kepuasan hidup dan (ideoligis) dimana individu yang religious
kebahagiaan, tetapi lebih dari itu, berpegang teguh pada pandangan teologis
psychological well-being menyangkut pula tertentu; dimensi praktik agama
tentang kebermaknaan, flourishing, self- (ritualistic) sebagai bentuk perilaku
actualization, tujuan hidup dan pemujaan sebagai komitmen terhadap
kebermanfaatan untuk orang lain. Individu agama yang dianutnya; dimensi
yang berada dalam psychological well- pengalaman (experiences) dimensi ini
being, selain merasa bahagia dengan berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
hidupnya juga memiliki tujuan hidup yang perasaan, persepsi, dan sensasi yang
jelas, mampu mengaktualisasi diri, dialami seseorang terhadap agamanya;
memiliki makna dalam hidupnya dan dimensi pengetahuan agama (intellectual)
kehidupannya bermanfaat untuk orang yang mengacu pada dasar-dasar
lain. keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan
tradisi-tradisi; dimensi pengalaman
Topik psychological well-being (consequence) yaitu sejauh mana implikasi
menarik minat para peneliti untuk
ajaran agama mempengaruhi perilakunya.
mengkajinya lebih mendalam.Tidak dapat
dipungkiri well-being merupaka isu krusial Dalam penelitian Ellison dan
dalam kehidupan masyarakat, dan Levin yang berjudul “The Religion-Health
organisasi.Well-being tidak terbentuk Connection: Evidence, Theory and Future
dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi Direction” menyebutkan adanya korelasi
oleh banyak hal dimana salah satunya positif antara religiusitas dan
adalah religiusitas.Fungsi religiusitas bagi psychological well-being (Ellison & Levin,
manusia memiliki kaitan erat dengan 1998). Kemudian, Ellison (dalam Levin,
fungsi agama. Zakiah Darajat (1994) 2010) menemukan adannya kaitan antara
mengemukakan tiga fungsi religiusitas keterlibatan religius (religious
bagi manusia, yaitu sebagai bimbingan involvement) dengan well-being.
dalam hidup, penolong dalam menghadapi
kesukaran, dan menentramkan batin. Dari permasalahan diatas, maka
Jalaludin (1995) juga memberikan penulis berkeinginan untuk meneliti
pengertian religiusitas sebagai manifestasi hubungan antara religiusitas dengan
seberapa jauh penganut agama meyakini, psychological well-being pada anggota
memahami, menghayati, dan Satpamwal Denma Mabes TNI, yang
mengamalkan ajaran agama yang memiliki tugas pengamanan yang cukup
dianutnya dalam kehidupan sehari-hari berat. Dengan memiliki religiusitas yang
dalam seluruh aspek kehidupan. Dengan tinggi, diharapkan dapat membimbing
kata lain agama memberikan bimbingan perilakunya sesuai dengan orientasi nilai-
hidup dari yang sekecil-kecilnya sampai nilai agama yang diyakininya sehingga
pada yang sebesar-besarnya, mulai dari

142 IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019


akan mendapatkan ketenangan dalam psikologi. Skala psikologi berisi
mencapai tujuan hidup dan akan pernyataan yang tidak langsung
merasakan kesejahteraan psikologis mengungkap atribut yang hendak diukur
(PWB). melainkan mengungkap indikator perilaku
dari atribut yang bersangkutan serta
METODE PENELITIAN disusun dan disebarkan untuk
mendapatkan informasi atau keterangan
Pendekatan penelitian yang dari sumber data yaitu subyek penelitian
digunakan dalam penelitian ini adalah (Saefuddin Azwar, 2013).
pendekatan kuantitatif. Menurut Sutrisno
Hadi (2010) penelitian kuantitatif Adapun skala yang digunakan
merupakan metode untuk menguji teori- dalam penelitian ini menggunakan skala
teori tertentu dengan cara meneliti religiusitas disusun peneliti berdasarkan
hubungan antar variabel. Metode konsep teori religiusitas yang
penelitian yang digunakan dalam dikemukakan oleh Glock dan Stark
penelitian ini adalah metode korelasional (1996). Skala religiusitas terdiri atas lima
sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk dimensi yang digunakan sebagai landasan
mengetahui hubungan antara religiusitas yaitu : dimensi ideologis, dimensi
dengan psychological well-being pada ritualistik, dimensi eksperensial, dimensi
personel BP (Bawah Perintah) yang intelekual, dan dimensi konsekuensial.
berdinas di Satpamwal Denma Mabes TNI Skala religiusitas disusun dengan metode
Cilangkap, Jakarta Timur. Skala likert dengan lima kategori untuk
melihat kecenderungan pendapat dari
Populasi dalam penelitian ini subyek dimana subjek harus memilih salah
adalah Anggota Satpamwal Denma Mabes satu dari jumlah jawaban yang telah
TNI merupakan Prajurit BP (Bawah disediakan, meliputi : sangat sesuai,
Perintah) yang berdinas aktif di Mabes sesuai, netral, tidak sesuai, sangat tidak
TNI Cilangkap yang berjumlah sekitar 240 sesuai (dengan nilai yang dibeikan
orang yang terdiri dari personil yang 5,4,3,2,1).
berpangkat Tamtama dan Bintara.
Mengingat banyaknya tugas para personil Tingkat psychological well-being
ini, maka peneliti hanya mendapatkan diukur dengan mengadaptasi skala Ryff’s
sampel penelitian ini sebanyak 45 orang, Psychological Well-Being Scale yang
dengan menggunakan teknik sampel didasarkan pada enam dimensi
accidental sampling yaitu pengambilan psychological well-being (Ryff, 1989; Ryff
sampel secara aksidental (accidental) & Keyes, 1995). Ke-enam dimensi
dengan mengambil kasus atau responden tersebut adalah self-acceptance, positive
yang kebetulan ada atau tersedia di suatu relatons with others, autonomy,
tempat sesuai dengan konteks penelitian environmental mastery, purpose in life,dan
(Sutrisno Hadi, 2000). Dengan teknik personal growth. Pernyataan dalam skala
accidental sampling ini, peneliti ini disusun dalam dua jenis, yaitu
mengambil responden pada saat itu juga di favorable dan unfavorable. Adapun item
Kesatuan Satpamwal Denma Mabes TNI. yang disusun sebanyak 46 item yang
Pengambilan data dilakukan pada saat terdiri dari 23 item favorable dan 23 item
jam-jam kerja yang telah diatur oleh pihak unfavorable.
satuan, hal ini agar peneliti tidak
mengganggu berjalannya waktu bekerja Metode analisis data yang
para prajurit Satpamwal. digunakan dalam penelitian ini
menggunakan bivariate correlation yaitu
Metode pengumpulan data yang untuk mengetahui hubungan dan
digunakan dalam penelitian adalah skala

IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019 143


membuktikan hipotesis adanya hubungan ada hubungan dengan arah positif antara
antara religiusitas dengan psychological religiusitas dengan psychological well-
well-being. being, Artinya semakin tinggi religiusitas
semakin tinggi psychological well-being.
HASIL PENELITIAN
DISKUSI
Peneliti melakukan pengujian
statistik deskriptif dengan dua karakteristik Pemikiran tentang pentingnya
responden meliputi : pangkat Tamtama psychological well-being di tempat kerja
dan Bintara. Dari jumlah reponden yang telah berkembang selama dua atau tiga
diikutkan dalam penelitian, didapat dekade akhir-akhir ini, di mana telah
responden yang berpangkat Tamtama mengalami pergeseran dari pembahasan
adalah sebanyak 25 orang (62,5%), yang sumber-sumber tekanan fisik menjadi
berpangkat Bintara adalah sebanyak 15 tekanan psikologis dalam pekerjaan.
orang (37,5%) Dalam banyak hal, tekanan di tempat kerja
adalah sehat secara psikologis.Tekanan
Hasil uji reliabilitas terhadap tersebut memberikan kesempatan untuk
instrumen penelitian skala psychological mengalami perasaan tertantang dan
well-bein, diperoleh reliabilitas sebesar berprestasi, yang keduanya penting bagi
0,749. Berdasarkan kaidah Guliford, maka psychological well-being. Namun, ketika
skala Psychological Well-being dinyatakan tekanan menjadi terlalu banyak atau sulit
cukup reliabel (<0,9). Hasil ini dapat untuk diatasi, Psychological well-being
disimpulkan bahwa alat ukur telah akan mengalami penurunan (Chiara Amati
memenuhi syarat reliabilitas, artinya setiap et. al, 2010).
item dari skala psychological well-being
sudah konsisten dengan item lainnya Individu yang mempunyai
dalam mengukur psychological well-being psychological well-being yang positif
sehingga layak digunakan dalam adalah individu yang mempunyai
penelitian. Sedangkan reliabilitas penerimaan diri yang positif yang sesuai
Instrumen skala religiusitas diperoleh dengan kemampuan yang mereka miliki,
reliabilitas sebesar 0,925. Berdasarkan misalnya perasaan bangga terhadap
kaidah Guilford, maka skala religiusitas prestasi kerja yang dicapainya. Sebaliknya,
dinyatakan sangat reliable (>0,9). Hasil ini individu akan tetap menerima ketika
didapat disimpulkan bahwa alat ukur telah kinerjanya menurun yang disebabkan oleh
memenuhi syarat reliabilitasnya, artinya banyak hal dan menerima segala
setiap item dari skala religiusitas sudah kekurangan yang ada pada diri mereka.
konsisten dengan item lainnya dalam
mengukur religiusitas sehingga layak Hubungan antara religiusitas
digunakan dalam penelitian. dengan psychological well-being bisa
dipahami karena dengan beban kerja yang
Analisis data penelitian ini padat dan penuh tekanan akan berpotensi
bertujuan untuk mengetahui ada atau menimbulkan perasaan tidak nyaman,
tidaknya hubungan antara religiusitas gelisah dan tidak bahagia. Oleh karena itu,
dengan psychological well-being di untuk menciptakan perasaan bahagia dan
kalangan anggota Satpamwal Denma sejahtera (psychological well-being) ini,
Mabes TNI Jakarta Timur. Dari hasil dibutuhkan pemahaman tentang
analisis data menggunakan metode religiusitas terkait dengan agama yang
bivariat correlation dengan bantuan SPSS diyakininya sehingga bisa menimbulkan
versi 16.00 for windows, diperoleh r = rasa nyaman, bahagia dan ketentraman
0.337 dengan p < 0.05 (0.024) maka Ho lahir dan batin. Sebaliknya individu yang
ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian mencari kebahagiaan tetapi tidak

144 IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019


beragama atau tidak mengikuti aturan- dan penolong dalam menghadapi
aturan beragama, maka akan mudah kesukaran, dengan religiusitas juga
terseret pada praktek-praktek yang berfungsi menentramkan batin. Bagi jiwa
merugikan orang lain, bahkan merugikan yang sedang gelisah, agama juga akan
Negara. memberi jalan dan siraman penenang hati.
Pada salah satu dimensi religiusitas
Hal ini sesuai dengan hasil (Konsekuensional) dijelaskan bahwa
penelitian Ellison dan Levin yang berjudul dimensi ini berkaitan dengan lingkungan
“The Religion-Health Connection: sekitar, seperti suka menolong,
Evidence, Theory and Future Direction” bekerjasama, berdarma, berlaku jujur, dan
menyebutkan adanya korelasi positif pemaaf. Dengan religiusitas yang tinggi
antara religiusitas dan psychological well- maka akan mempengaruhi tingkat
being (Ellison & Levin, 1998). Kemudian, kesejahteraan psikologisnya (PWB).
Ellison (dalam Levin, 2010) menemukan Dengan kata lain agama memberikan
adanya kaitan antara keterlibatan religious bimbingan hidup dari yang sekecil-
(religious involvement) dengan well-being. kecilnya sampai pada yang sebesar-
Religuisitas merupakan keyakinan atau besarnya, mulai dari hidup pribadi,
kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat keluarga, sekolah, masyarakat dan
yang mengatur alam semsesta ini serta hubungan dengan Tuhan, bahkan dengan
manifestasinya untuk meyakini, alam semsesta dan makhluk hidup yang
memahami menghayati, dan mengamalkan kebahagiaan dan ketentraman batin dalam
ajaran agama yang dianutnya dan hidup ini.
menjadikan ajaran agamannya sebagai
pembimbing perilaku sehingga Semakin individu memiliki
perilakunya selalu beriorentasi pada nilai- religiusitas, diharapkan individu merasa
nilai agama yang diyakininya. bahagia dan dapat menekan kecemasannya
ketika menghadapi masalah, sehingga
Dengan demikian apabila seorang dapat memotivasi diri untuk aktif serta
Anggota Satpamwal Denma Mabes TNI, mampu meningkatan kinerjanya. Dengan
yang memiliki tugas pengamanan yang demikian dapat dikatakan bahwa
cukup berat, memiliki religiusitas yang religiusitas memiliki hubungan yang
tinggi, diharapkan dapat membimbing signifikan dengan psychological well-
perilakunya sesuai dengan orientasi nilai- being pada anggota Satpamwal Denma
nilai agama yang diyakininya sehingga MABES TNI Cilangkap Jakarta Timur.
akan mendapatkan ketenangan dalam
mencapai tujuan hidup dan akan KESIMPULAN
merasakan kesejahteraan psikologis
(PWB). Dengan kata lain, individu yang Dari hasil penelitian maka dapat
benar-benar menjalankan agamanya, akan disimpulkan bahwa ada hubungan dengan
menganggap setiap kekecewaan yang arah positif antara religiusitas dengan
menimpanya tidak akan memukul jiwanya. psychological well-being pada anggota
Indivdu tidak akan putus asa, tetapi akan Satpamwal Denma di lingkungan TNI
menghadapinya dengan tenang dan dengan Cilangkap, Jakarta Timur. Artinya
cepat individu tersebut akan ingat kepada semakin tinggi religiusitas maka akan
Tuhan, dan menerima kekecewaan itu semakin tinggi pula psychological well-
dengan sabar dan tenang. being yang di milikinya. Hasil kategori
religiusitas dan psychological well-being
Menurut Zakiah Derajad (1994) tergolong sedang.
bahwa fungsi religiusitas diantaranya
selain merupakan bimbingan dalam hidup

IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019 145


SARAN development research worlwiode:
An introduction. Social Indicator
Setelah mengadakan penelitian Research, 77, 1-10.
dan menganalisis data hasil penelitian serta
menyimpulkan data-data yang diperoleh, Levin, J., (2010). Religion and Mental
maka penulis mengajukan beberapa saran Health: Theory and Research,
diantaranya berupa saran teoritis dan saran International Journal of Aplied
praktis. Secara metodologi, hasil penelitian Psychoanalytic Studies, 6.
ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti
berikutnya untuk melakukan penelitian Luthans, F., 2005, Perilaku Organisasi
dengan jumlah subyek yang lebih besar (terjemahan), Penerbit Andi,
atau dengan posisi/jabatan yang berbeda. Yogyakarta.
Perlu juga diteliti variabel lain selain
religiusitas yang berpengaruh terhadap Ryff, C.D. (1989). Happines is everything,
psychological well-being pada anggota or is it? Explorations on the
Satpamwal Denma Mabes TNI Cilangkap meaning of psychological
Jakarta Timur. Hasil kategori religiusitas wellbeing.Journal of Personality
dan psychological well-being tergolong and Social Psychology, 57.
sedang. Oleh karena itu disarankan untuk
Ryff, C.D., Keyes,.C.L.M., & Shomotkin,
meningkatkan religiusitas yaitu dengan
D. (2002).Optimizing Well-being:
cara lebih memahami, mempraktekkan dan
The empirical encounter of two
menjadikan agama dan keyakinan sebagai
traditions.Journal of Personaity
pedoman hidup yang akan menuntunnya
and Social Psychology 82,1007-
mencapai kesejahteraan dan kebahagian
1022.
psikologis.
Seligman, M.E.P. & Csikszentmihalyi.
(2000), “Positive Pychology, An
DAFTAR PUSTAKA Introduction” American
Psychologist, 55, 5-14
Ancok, Djamaludin dan Fuad Nashori
Suroso.(2005). Psikologi Islam Sutrisno Hadi. (2000), Metodologi
Solusi Islam atas Problem- Research I, Yogyakarta. PT. Andi
Problem Psikologi.Yogyakarta: Offset.
Pustaka Pelajar. Saifuddin Azwar. (2013). Penyusunan
Skala Psikologi. Yogyakarta:
Ellison, C.D. & Levin, J.S., (1998), The Pustaka Pelajar.
Religion-Health Connection:
Evidance, Theory and Future White, Emma. (2010), Helping To
Direction, Journal of Health and Promote Psychological Well-
Educational Behavior, 5, 702. Being At Work: The Role of
Work Engagement, Work Stress
Glock, C. & Stark, R. (1996). Religion and And Psychological Detachement
society in transition.Chicago : Using The Job Demands-
Rand Mc Nally Resources Model, The Plymouth
Student Scientist, 4, (2), 148.
Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Zakiah Derajad. (1994). Kesehatan mental.
Persada. Jakarta. Penerbit Gunung Agung
Keyes, C.L.M. (2006). Subjective
wellbeing in health and human .

146 IKRAITH-HUMANIORA Vol 3 No 2 Bulan JULI 2019

You might also like