Perancangan Kota Sehat

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 44

MAKALAH KOTA SEHAT

TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS


MATAKULIAH KEPERAWATAN KOMUNITAS 1
Dosen Pembimbing : Ns. Gita Patonengan.,S.kep

DISUSUN OLEH

Nama : Suchi Fatika Mokodompit


Nim : 02010010041
Prodi : S1 Keperawatan
Semester : V (lima)

PRODI S1 KEPERAWATAN SEMESTER V


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA
KOTAMOBAGU

1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadiran Tuhan yang maha esa
karena atas berkat Rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “Kota Sehat” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulis makalah ini untuk memenuhi tugas pada bidang studi mata kuliah
“Keperawatan Komunitas I” selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pembaca sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan askep ini.
Dengan ini saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu, dan penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh mata kuliah
Keperawatan Komunitas I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan berbagai ilmu kepada kami.

Kotamobagu, 30 Oktober 2022


Penulis,

Suchi Fatika Mokodompit


Nim: 02010010041

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Tujuan Umum.......................................................................................6
C. Tujuan Khusu........................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORI..........................................................................7
A. Konsep Kota Sehat...............................................................................7
B. Konsep Keperawatan Komunitas.........................................................8
C. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas..............................................16
D. Evidence Based Practice Penanganan Hipertensi.................................24
BAB III RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT........................28
A. Asuhan Keperawatan............................................................................28
B. Plan Of Action (POA)..........................................................................33
C. Implementasi Kegiatan.........................................................................34
D. Evaluasi Dan Rencana Tindakan Lanjutan...........................................35
E. Evaluasi Sumatif...................................................................................36
BAB IV PENUTUP.........................................................................................40
A. Kesimpulan ..........................................................................................40
B. Saran.....................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................42

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah pada diastolik dan
diastolik secara hilang timbul atau menetap. Menurut Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatmentof High Blood Pressure
(2013) pengertian hipertensi merupakan tekanan yang lebih tinggi dari 140/90
mmHg. Hipertensi dapat terjadi secara esensial (primer atau idiopatik) yaitu
hipertensi yang tidak dapat diidentifikasi faktor penyebabnya. Adapun
hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
tertentu.
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan pola
makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan
seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif pada kesehatan.
Banyak penyakit akibat gaya hidup yang berhubungan erat dengan kebiasaan
hidup yang salah sedangkan untuk mencapai kondisi fisik dan psikis tetap
prima dibutuhkan serangkaian kebiasaan maupun gaya hidup yang sehat
(Dewi, 2009). Hipertensi memiliki beberapa faktor pemicu, ada yang tidak
dapat dikontrol diantaranya adalah riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur.
Faktor yang dapat dikontrol adalah seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik,
perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan
lemak jenuh (Brashers, 2004).
Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk
dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi. Upaya pencegahan terhadap pasien hipertensi bisa dilakukan
melalui mempertahankan berat badan, menurunkan kadar kolesterol,
mengurangi konsumsi garam, diet tinggi serat, mengkonsumsi buah-buahan
dan sayuran serta menjalankan hidup secara sehat (Ridwan, 2009).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, menunjukkan sekitar 972
juta orang atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan
perbandingan 50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung

4
meningkat tiap tahunnya (Ardiansyah, 2012). Menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia
sekitar 14% dengan kisaran 13,4-14,6%, sedangkan pada tahun 2008
meningkat menjadi 16-18% (Kementerian Kesehatan, 2010). Penyakit
Hipertensi Primer pada tahun 2014 di Kota Malang sebanyak 58.046
kasus. Adapun hasil pengukuran tekanan darah pada usia >18 tahun di
pelayanan kesehatan sebanyak 15.765 orang (35,92%) (Profil kesehatan kota
Malang, 2014).
Dusun Princi Desa Gadingkulon Kecamatan Dau RW III merupakan salah
satu wilayah di Kabupaten Malang yang terdiri atas RT 017 - 22. Wawancara
yang dilakukan kepada Kepala Desa Gadingkulon, ketua dusun Princi yang
sekaligus menjabat sebagai ketua RW (karena dalam dusun Princi hanya
ada RW III) perawat desa, serta para kader menyatakan bahwa penyakit
terbesar adalah Hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan hasil kuesioner yang
dilakukan pada 289 KK yang menunjukkan bahwa penyakit tertinggi yang
dialami adalah Hipertensi. Data kuesioner menunjukkan bahwa Hipertensi
sebanyak 14%.
Melihat dari data di atas, penting untuk melaksanakan pembinaan
kesehatan di wilayah tersebut untuk menurunkan tingkat kejadian Hipertensi
dengan cara yakni fokus pada pemberdayaan masyarakat dalam mengontrol
kesehatan dan pola hidup sehat. Tujuan dari melakukan kontrol tekanan
darah secara teratur merupakan suatu hal untuk mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sistolik dibawah rentang normal 140 mmHg
dan tekanan diastolik dalam batas normal dibawah 90 mmHg serta
mengontrol faktor-faktor risiko dari hipertensi (Ekarini, 2011).
Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan asuhan keperawatan
komunitas dan keluarga. Keperawatan komunitas dan keluarga merupakan
suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan promotif 
dan preventif tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat. Tindakan penatalaksanaan
tersebut merupakan suatu cara untuk mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas penyakit hipertensi, baik secara farmakologi maupun

5
nonfarmakologi, sehingga diharapkan adanya perubahan perilaku
masyarakat menjadi lebih baik.

B. Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada RW III RT 017-22
Dusun Princi, Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau dengan masalah kesehatan
Hipertensi melalui penerapan pola hidup sehat dalam pencegahan hipertensi
dengan pendekatan edukatif pada individu, keluarga, kelompok khusus
ataupun pada komunitas tertentu dalam rangka mewujudkan tercapainya
masyarakat RW III yang sehat.
C. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan asuhan keperawatan komunitas pada RW III
RT 017-22 Dusun Princi, Desa Gadingkulon, Kecamatan Dau, Kabupaten
Malang:
a. Mampu menerapkan cara berkomunikasi secara efektif dengan tokoh
masyarakat dan semua anggota masyarakat.
b. Mampu mengumpulkan dan menganalisa data kesehatan yang
ditemukan di masyarakat.
c. Mampu menetapkan diagnosis keperawatan komunitas.
d. Mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat.
e. Mampu memberikan promosi kesehatan kepada masyakat untuk
menurunkan tingkat kejadian dan resiko Hipertensi.
f. Mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan
sesuai dengan program yang disepakati.
g. Mampu mengevaluasi hasil dari implementasi keperawatan komunitas
yang telah dilakukan dan memberikan rencana tindak lanjut dari masalah
yang diatasi.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kota Sehat


Kabupaten/ Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/ kota yang
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui
terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang
terintegrasi yang disepakati masyarakat dari pemerintah daerah. Pendekatan
Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun
1980an sebagai strategi menyongsong Ottawa Charter, dimana ditekankan
kesehatan untuk semua yang dapat dicapai dan langgeng, jika semua aspek,
sosial, ekonorni, lingkungan dan budaya diperhatikan. Oleh karena itu konsep
kota sehat tidak hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan yang lebih
ditekankan kepada suatu pendekatan kondisi sehat dan problem sakit saja,
tetapi kepada aspek menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat,
baik jasmani maupun rohani.
Kota sehat melakukan pendekatan yang fokus pada inisiasi kesehatan
berbasis masyarakat melalui multisektoral dengan pendekatan setting area.
Gerakan kota sehat telah berkembang menjadi gerakan yang menolak
pendekatan "top-down" (rekayasa fisik dan solusi masalah sosial) tetapi
dengan perspektif “bottom-up” yang berbasis masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan masyarakat.
Upaya meningkatkan kesehatan merupakan tanggung jawab semua
sektor, masyarakat dan swasta. Peringkat kota sehat bisa ditetapkan
berdasarkan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM).
Terdapat 24 indikator yang masuk dalam IPKM. IPKM adalah indikator
komposit yang menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan yang
dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riskesdas (riset
kesehatan dasar), PSE (pendataan sosial ekonomi) dan survei podes (potensi
desa) (Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No.
34 tahun 2005).

7
Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan
sehat untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan
beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati
masyarakat dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan Kota Sehat adalah
berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat, melalui pemberdayaan
masyarakat, dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum adalah
wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi.
Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan
pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga
dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk
dihuni oleh warganya.
Indikator Tatanan Kota Sehat dikelompokkan berdasarkan, kawasan
dan permasalahan khusus, yang terdiri dari:
1. kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum.
2. kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
3. kawasan pertambangan sehat,
4. kawasan hutan sehat,
5. kawasan industri dan perkantoran sehat,
6. kawasan pariwisata sehat,
7. ketahanan pangan dan gizi,
8. kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, dan
9. kehidupan sosial yang sehat.
Tatanan dan permasalahan khusus tersebut dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi spesifik daerah. Setiap Kabupaten/Kota Sehat
yang memenuhi kriteria yang ditetapkan diberikan penghargaan Swasti Saba.
Perhargaan tersebut dapat diklasifikasikan atas 3 kategori, yaitu :
1. Penghargaan Padapa untuk taraf pemantapan sekurang-kurangnya 2
tatanan.
2. Penghargaan Wiwerda untuk taraf pembinaan memilih 3 sampai 4 tatanan.
3. Penghargaan Wistara untuk taraf pengembangan memilih 5 tatanan.

B. Konsep Keperawatan Komunitas

8
Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan keperawatan
profesional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spritual) dan
difokuskan pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat
kesehatan melalui upaya promotif, preventif, tanpa menhabaikan kuratif dan
rehabilitatif dengan melibatkan komunitas sebagai mitra dalam
menyelesaikan masalah (Hithcock, Scubert dan Thomas, 1999; Allender dan
Spradley, 2001, Stanhope dan Lancaster, 2016). Komunitas adalah komponen
penting dari pengalaman manusia sebagai bagian dari pengalaman yang
saling terkait dengan keluarga, rumah, serta berbagai ragam budaya dan
agama (Ervin, 2002).
Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik keperawatan
dan praktik kesehatan masyarakat, diaplikasikan dalam peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan masyarakat (populasi),menggunakan ilmu yang
berasal dari keperawatan, sosial, dan kesehatan masyarakat (Stanhope dan
Lancaster, 2016). Lingkup praktik keperawatan komunitas adalah generalis
dan spesialis. Praktik keperawatan generalis bertujuan memberikan asuhan
keperawatan komunitas dasar (basic community) dengan sasaran individu,
keluarga, dan kelompok untuk beberapa aspek keterampilan dasar (beginning
skill). Sedangkan praktik keperawatan spesialis bertujuan memberikan asuhan
keperawatan komunitas lanjut (advanced nursing comunnity) dengan sasaran
kelompok (agregat) dan masyarakat serta masalah individu dan dan keluarga
yang kompleks.

1. Tujuan Keperawatan Komunitas


Menurut Wallace dalam Allender (2014), tujuan keperawatan
komunitas adalah mempertahankan sistem klien dalam keadaan stabil
melalui upaya prevensi primer, sekunder, dan tersier. Berikut penjelasan
mengenai upaya prevensi :
a. Prevensi Primer
Prevensi primer ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang sehat. Bentuk tindakan keperawatan
yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan dan perlindungan

9
spesifik agar terhindar dari masalah/penyakit. Contohnya adalah
promosi kesehatan tentang perilaku hidup bersih dan sehat, pemberian
vaksin, serta memberikan imunisasi pada balita.
b. Prevensi Sekunder
Prevensi sekunder ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang berisiko mengalami masalah
kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya
penemuan penyakit sejak awal (skrining kesehatan), pelayanan/asuhan
keperawatan mencakup identifikasi masyarakat atau kelompok yang
berisiko mengalami masalah kesehatan, pemeriksaan kesehatan
berkala, melakukan penanggulangan masalah kesehatan secara tepat
dan cepat, serta melakukan rujukan terhadap masyarakat yang
memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Prevensi Tersier
Prevensi tersier ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat pada masa pemulihan setelah mengalami
masalah kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah
upaya rehabilitasi pasca perawatan di fasilitas tatanan pelayanan
kesehatan lain untuk mencegah ketidakmampuan, ketidak berdayaan
atau kecacatan lebih lanjut.
2. Strategi Intervensi
Strategi intervensi dalam keperawatan komunitas dibuat agar
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, adapun strategi yang dapat
diterapkan diantaranya:
a. Proses Kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan
komunitas yang di lakukan dengan melibatkan peran serta aktif
masyarakat (melalui pembentukan peer atau social support
berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat). Perawat komunitas
dapat membentuk kelompok baru atau bekerja sama dengan kelompok
yang telah ada (Stanhope dan Lancaster, 2016). Sebagai suatu
intervensi, kelompok bisa menjadi cost efficient treatment dengan

10
hasil terapeutik yang positif. Proses kelompok ini dilakukan dengan
membentuk kelompok dari-oleh-untuk masyarakat yang
memperhatikan kesehatan di wilayahnya sehingga dapat secara
mandiri mengatasi masalah yang muncul di masyarakat. (Snyder dan
Lindquist, 2009).
Berikut beberapa pengaruh positif strategi intervensi dengan
proses kelompok (Yalom, 1983; dalam Hitchcock, Schubert dan
Thomas, 1999) diantaranya:
1) Membangun harapan ketika anggota kelompok menyadari bahwa
ada orang lain yang telah menghadapi atau berhasil menyelesaikan
masalah yang sama.
2) Universalitas, dengan menyadari bahwa dirinya tidak sendiri
menghadapi masalah yang sama.
3) Berbagi informasi;
4) Altruisme dan saling membantu;
5) Pengembangan teknik sosialisasi;
6) Perilaku imitatif dari pemimpin kelompok;
b. Promosi Kesehatan
Bentuk promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya
promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi
dan meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat
(Stanhope dan Lancaster, 2016). Pendidikan kesehatan umumnya
bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketidak
mampuan dan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat
diseminasi informasi bertujuan mengubah sikap, keyakinan dan
perilaku masyarakat melalui pemeberian informasi serta
memunculkan kesadaran bahwa suatu masalah yang timbul dapat
diatasi.
2) Modifikasi gaya hidup (Life Style Modification)

11
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memodifikasi
gaya hidup diantaranya perubahan situasi, tersedianya
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan dan
meneruskan perubahan, hasil yang akan diperoleh dari perilaku
baru, serta adanya dukungan fisik dan sosial untuk merubah
perilaku. Modifikasi gaya hidup dapat membantu klien untuk
bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan membuat perubahan
perilaku yang sesuai untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
3) Penataan lingkungan (Environmental Restructuring)
Lingkungan yang ditata mencakup lingkungan fisik, sosial dan
ekonomi misalnya mengatur kenyamanan dan keamanan fisik,
menghindarkan terjadi pencemaran air minum, menciptakan
keterpaduan kelompok, dan menetapkan penyediaan koperasi.
Kegiatan ini mencakup kegiatan penyediaan atau penataan faktor
pendukung untuk mengoptimalkan kualitas lingkungan dan
peningkatan perilaku.
4) Pengkajian dan penilaian
Mendorong seseorang agar mengurangi faktor resiko dan
mengadopsi gaya hidup sehat. Contohnya mengadakan lomba atau
kompetisi penampilan sesuai indikator sehat
c. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan atau empowerment adalah suatu kegiatan
keperawatan komunitas dengan melibatkan masyarakat secara aktif
untuk menyelesaikan masalah yang ada di komunitas, masyarakat
sebagai subjek dalam menyelesaikan masalah (Stanhope dan
Lancaster, 2016). Perawat dapat menggunakan strategi pemberdayaan
untuk membantu masyarakat mengembangkan keterampilan dalam
menyelesaikan masalah, menciptakan jejaring, negoisasi, lobbying,
dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan kesehatan (Nies dan
McEwen, 2015).
Terdapat lima area pemberdayaan yaitu interpersonal
(personal empowerment), intragroup (small group development),

12
intergroup (komunitas), interorganizational (coalition building), dan
political action (Labonte, 1994; Stanhope dan Lancaster, 2016).
Tahapan proses pemberdayaan masyarakat meliputi :
1) Tahap persiapan (Engagement)
Pada tahap engagement dilakukan persiapan awal atau enrty point
proses pemberdayaan yang meliputi persiapan sumber daya
manusia, sarana serta lingkungan. Persiapan yang dilakukan
meliputi: a) persiapan tenaga pemberdayaan; tahap ini ditujukan
untuk menyamakan persepsi dan pengetahuan antar anggota
terutama jika tenaga petugas memiliki latar belakang pendidikan
yang berbeda-beda. b) persiapan lapangan; pada tahapan ini
perawat melakukan pengkajian kelayakan pada daerah yang akan
dijadikan sasaran baik secara formal maupun informal. Selain itu,
pada tahap ini, perijinan juga dilakukan. Akses relasi dengan
tokoh informal juga penting untuk dilakukan agar terjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat.
2) Tahap pengkajian (Assesment)
Pengkajian dapat dilakukan terhadap individu (tokoh masyarakat)
atau kelompok-kelompok masyarakat dengan menggunakan
metode focus group discussion, curah pendapat atau nominal
group proces. Perawat komunitas melakukan identifikasi masalah
mengenai kebutuhan masyarakat. Masyarakat mulai di libatkan
secara aktif agar permasalahan yang dirasakan masyarakat benar-
benar berasal dari masyarakat sendiri. Setelah mendapatkan
permasalahan, perawat memfasilitasi masyarakat dalam
menyusun prioritas masalah akan ditindaklanjuti.
3) Tahap perencanaan kegiatan (Designing)
Perawat komunitas melakukan proses penyusunan perencanaan
program pemberdayaan masyarakat pada tahap designing.
Perencanaan program dilakukan aktif bersama partisipasi
masyarakat. Masyarakat tidak hanya dituntut untuk mengetahui
permasalahan dan kebutuhannya namun juga bekerja sama

13
dengan perawat untuk menyusun penanganan yang tepat dan
sesuai. Diskusi dilakukan perwakilan masyarakat dan perawat
mengenai alternatif program dan tujuan yang ingin dicapai yang
dapat dilakukan oleh masyarakat dalam proses pemberdayaan.
Perawat bertugas sebagai fasilitator yang membantu masyarakat
berdiskusi bersama mengenai rencana program dan
menuangkannya dalam bentuk tertulis seperti penyusunan
proposal.
4) Tahap Implementasi (pelaksanaan program)
Tahap implementasi merupakan tahap pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat. Proses implementasi yang baik harus
dilandasi kerja sama yang baik antara perawat dan masyarakat
maupun antar masrakat. Hal ini ditujukan agar proses pelaksanaan
sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
5) Tahap evaluasi
Evaluasi dilakukan sebagai proses pengawasan dari masyarakat
dan perawat terhadap program yang sedang dijalnkan. Pada tahap
evaluasi, warga harus dilibatkan agar terbentuk pengawasan
secara internal dan dalam rangka memandirikan masyarakat
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Evaluasi
diharapkan dapat memberikan umpan balik yang berguna bagi
perbaikan program.
6) Tahap terminasi (Disengagement)
Pada tahap terakhir ini terjadi pemutusan hubungan secara formal
dengan komunitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat telah
mampu secara mandiri atau telah mencapai waktu yang
ditetapkan sebelumnya. Proses terminasi tidak serta merta
dilakukan secara mendadak namun harus bertahap. Sehingga jika
perawat belum menyelesaikan dengan baik maka kontak dengan
masyarakat tetap dilakukan namun tidak secara rutin dan akhirnya
perlahan-lahan dikurangi kontrak dengan komunitas sasaran.
d. Kemitraan (Partnership)

14
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif
antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan
program. Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing
dilakukan untuk saling menguntungkan ( Stanhope & Lancaster,
2014). Partnership adalah intervensi keperawatan komunitas dalam
bentuk kerjasama dengan pihak terkait untuk membina, mengawasi,
dan mencegah permasalahan komunitas.
Pihak yang dapat dilibatkan dalam partnership adalah
pemerintah (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kelurahan),
Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM dan pihak swasta. Bentuk
kegiatan tersebut dapat berupa kerjasama program dan dukungan dari
pihak yang diajak kerjasama. Program dapat berasal dari pihak yang
diajak kerjasama atau perawat.
Aktivias kemitraan dapat membantu perawat dalam mengubah
komunitas risiko tinggi ke dalam realitas komunitas yang berarti. Jenis
dari kemitraan meliputi :
1) Kerjasama dengan konsumen (Consumery Advocacy)
Consumery advocacy merupakan bentuk partnership yang terjadi
jika melihat kebijakan sumber pelayanan kesehatan prioritas
tertinggi ditujukan untuk kebutuhan klien. Consumery advocacy
juga diartikan sebagai upaya pemecahan masalah lebih lanjut jika
penyelesaian konflik tidak konsisten dengan keinginan klien.
Perawat diharapkan melakukan advokasi jika kebutuhan kelompok
berisiko tidak tersedia di dalam program atau didalam sistem
pelayanan kesehatan. Perawat dapat melakukan tindakan untuk
meningkatkan penyediaan dana, penyediaan waktu dari profesi
lain. Keterlibatan klien dalam proses advokasi sangat pening.
2) Multidisiplin kolaborasi sangat efektif untuk mengidentifikasi dan
mengkaji resiko kesehatan di masyarakat yaitu:
a) Mengkaji kebutuhan kesehatan komunitas
b) Menentukan populasi yang beresiko sakit, cacat, kematian.
c) Merencanakan program dan mengalokasikan sumber

15
d) Mengidentifikasi isu-isu penelitian.
3) Membangun jejaring (Networking) :
a) Mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan mulai dari waktu (when), alasan (why) dan cara
(how). Menurunkan resiko kesehatan di masyarakat dan dapat
memfasilitasi perawat untuk masuk ke masyarakat dan
mengembangkan kerjasama komunitas.
b) Meningkatkan dan mempertahankan hubungan kerjasama
dengan profesi lain dan memfasilitasi terjadinya tipe kerjasama
perawat dengan klien maupun kerjasama dengan multidisiplin.

C. Proses Asuhan Keperawatan Komunitas


Pelaksanaan keperawatan komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang
tercakup dalam proses keperawatan komunitas dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses keperawatan komunitas
secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien yang dimulai dengan
pembuatan kontrak /partnership dan meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi (Widyanto, 2014).
A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti/Core
a. Sejarah (History)
Sub variabel model keperawatan yang perlu dikaji didalam
komponen sejarah komunitas meliputi pertanyaan terkait sejarah desa,
kondisi wilayah, Seluruh jenis data yang diperoleh dalam variabel
sejarah adalah data primer yang didapatkan melalui ketua RW dan
keluarga.
b. Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas terdiri atas jumlah
penduduk, jumlah penduduk yang menderita hipertensi dan vital statistik
terkait angka kematian, insiden hipertensi serta prevalensi hipertensi
yang terdapat di Dusun Princi.Seluruh jenis data yang diperolah dalam
variabel ini adalah data sekunder melalui metode literature review yang

16
didapatkan melalui data RW dan data perawat desa. riwayat
hipertensi serta lama menderita hipertensi pada penduduk Dusun Princi.
Pertanyaan tersebut dapat membantu dalam penegakan masalah
dalam masyarakat. Menurut Kemenkes RI (2017),karakteristik penduduk
berupa jenis kelamin dan usia merupakan faktor resiko terjadinya
hipertensi. Prevalensi terjadinya hipertensi pada wanita dan pria sama,
dimana wanita yang belum mengalami menopause akan dilindungi oleh
hormone estrogen yang mampu melindungi pembuluh darah, hormone
tersebut mampu meningkatkan HDL dalam darah sehingga dapat
mencegah proses aterosklerosis. Namun pada usia>45 tahun hormone
tersebut akan semakin menurun sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya hipertensi. Sedangkat pada laki-laki usia>30 tahun berhubungan
dengan stress, dimana stress mampu meningkatkan hormone adrenalin
yang mamapu meningkatkan pompa jantung sehingga tekanan darah
meningkat. Riwayat hipertensi dalam keluarga juga mampu meningkatkan
resiko terjadinya hipertensi. Secara genetic berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potassium terhadap sodium individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
daripada orang yang tidak mempunyai keluarga hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi essensial dengan riwayat hipertensi
dalam keluarga. Dengan adanya rekapan jumlah penduduk maupun vital
statistic yang menderita hipertensi serta angka kematian yang berkaitan
dengan penyakit tersebut merupan sebuah data pendukung untuk
mengambil masalah tersebut untuk ditangani dalam meningkatkan angka
kesehatan masyarakat
c. Suku Budaya
Bagian dari komponen variabel suku budaya adalah budaya, sosial
dan perilaku penduduk. Pertanyaan yang mewakili masing-masing sub
variabel ditanyakan kepada ketua RW dan keluarga melalui pedoman
wawancara dan kuisioner. Pedoman wawancara ketua RW meliputi
pertanyaan terkait ada atau tidaknya perkumpulan masyarakat serta

17
bagaimana kebiasaan masyarakat untuk menyelesaikan masalah,
sedangkan kuisioner yang diberikan kepada keluarga mengenai perilaku
keseharian yang meliputi jenis makanan dan minuman apa yang sering
dikonsumsi, aktivitas fisik apa saja yang sering dilakukan dan berapa
lama aktivitas fisik dilakukan.
Menurut WHO (2015), menyatakan bahwa konsumsi garam
(sodium) > 100mmol / sekitar 2,4 gram sodium/6 gram garam per hari
dapat menyebabkan konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Meningkatnya cairan ekstraseluler menyebabkan volume darah
meningkat sehingga dapat memunculkan hipertensi.Konsumsi makanan
berlemak seperti gorengan/ santan berlebih dapat menyebabkan
penumpukan lemak terutama LDL, penumpukan LDL yang lama dan
mengendap dalam darah dapat menyebabkan aterosklerosis. Aktivitas fisik
teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan
darah dan melatih otot jantung yang menyebabkan keelastisan meningkan,
sehingga lebih terbiasa untuk mendapatkan beban yang lebih berat.
d. Nilai dan Keyakinan
Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai, keyakinan,
dan praktik keagamaan yang mengakar pada tradisi dan secara kontinu
berkembang serta tetap eksis karena memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semua kelompok etnik mempunyai nilai dan keyakinan yang berinteraksi
dengan sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan warganya. Data
dalam komponen ini dapat diperoleh melalui kuisioner yang diberikan
kepada keluarga. Pertanyaan yang terdapat didalamnya meliputi
bagaimana persepsi warga tentang keharusan rutin kontrol hipertensi,
keyakinan warga terkait perilaku yang mempengaruhi gejala hipertensi
dan keyakinan yang dianut.
Pertanyaan mengenai persepsi menganai pentingnya control rutin
sangat berpengaruh pada keinginan dan kepercayaan masyarakat dalam
mengontrol hipertensi.Dimana apabila masyarakat memiliki keyakinan
atau kebiasaan yang berkaitan dengan manajemen hipertensi seperti
dengan memakan mentimun atau rebusan daun seledri mampu untuk

18
menurunkan tekanan darah, maka adapun sebagian masyarakat yang
lebih mengutamakan pengobatan tradisional tersebut daripada harus
memeriksakan ke pelayanan kesehatan. Pemeriksaan tekanan darah
seharusnya rutin dilakukan bagi penderita hipertensi, hal tersebut memiliki
manfaat untuk memastikan tekanan darah dan menetapkan terapi yang
sesuai dengan keluhan yang dialami. Hal ini dapat mengurangi terjadinya
komplikasi akibat hipertensi seperti, stroke, gagal ginjal, retinopati dan
lain sebagainya dimana akan membutuhkan pengawasan yang lebih ketat
2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh
terhadap Kesehatan masyarakat. Lingkungan yang bersih dan sehat
membuat penderita hipertensi menjadi lebih nyaman berada di rumah
ataupun di lingkungan sekitarnya. Untuk meningkatkan derajat
Kesehatan masyarakat perlu ditingkatkan juga kebersihan lingkungan
sekitar dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Data
subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah kondisi geografis, kondisi
hunian, kesehatan lingkungan dan fasilitas umum di Dusun Princi. Data
terebut dapat diperoleh melalui winshield survey dan kuisioner keluarga.
b. Pelayanan Kesehatan dan Sosial
Pelayanan Kesehatan dan sosial tersedia untuk melakukan deteksi
dini gangguan atau merawat dan memantau apabila gangguan sudah
terjadi. Hal yang perlu dikaji dalam komponen pelayanan kesehatan dan
sosial adalah ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah sekitar, jarak
faskes dengan rumah, statistik kunjungan masyarakat ke layanan
kesehatan, jam buka layanan kesehatan, nakes yang tersedia untuk
memberikan layanan, layanan yang disediakan, ketersediaan pelayanan
sosial, jenis pelayanan sosial serta kepemilikan asuransi kesehatan.
Tersedianya pelayanan kesehatan memberikan kemudahan
penderita hipertensi untuk mengontrol tekanan darah, mendapat
pengobatan secara optimal dan dapat berkonsultasi mengenai hipertensi.

19
Jika terjadi kekambuhan gejala, penderita hpertensi dapat langsung
mengunjungi pelayanan kesahatan yang ada di desa.
c. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan dapat efektif.Hal hal yang perlu dikaji adalah jenis
pekerjaan warga sekitar, jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan,
ketersediaan lapangan kerja dan ada atau tidaknya industryyang terdapat di
komunitas. Jenis pekerjaan yang berat atau membutuhkan pemikiran yang
berat dapat menyebabkan sterss sehingga tekanan darah menjadi
meningkat. Tinggi rendahnya tingkat sosial ekonomi mempengaruhi
penderita hipertensi dalam melakukan pengobatan, sehingga pengobatan
yang dijalankan beragam dan adanya bantuan asuransi kesehatan dapat
membantu penderita hipertensi dalam pembiayaan pengobatannya.
d. Keamanan dan Transportasi
Tersedianya transportasi dan kondisi jalan dalam desa akan
mempengaruhi mobilitas warga untuk menuju layanan kesehatan. Dari
uraian tersebut, didapatkan bahwa perlunya untuk melakukan pengkajian
terkait jenis kendaraan yang dimiliki keluarga atau komunitas serta
bagaiamana kondisi jalan di Dusun Princi.
e. Politik dan pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk
menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat yang perlu dikaji
adalah bagaimana struktur pemerintahan dusun, ada atau tidaknya proker
pemerintahan terkait kesehatan dan kesejahteraan warga serta ada atau
tidaknya pengawasan puskesmas.Kepala desa atau kepala dusun
dapat berkolaborasi dengan puskesmas setempat untuk mengadakan
POSBINDU PTM, memberikan pelatihan kepada kader untuk membantu
penderita hipertensi mengontrol penyakitnya dan memberikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat desa terutama penderita hipertensi.

20
f. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting
dalam menerima informasi terutama terkait dengan hipertensi. Sarana
komunikasi apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan kesehatan (misalnya: televisi,
radio, koran, atau leaflet yang diberikan kepada komunitas). Dalam
subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah penggunaan alat
komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran, surat, dll), ketersediaan
papan informasi di daerah sekitar, ada atau tidaknya pelaksanaan
penyuluhan hipertensi sebelumnya, media yang digunakan dalam
penyuluhan, tempat dilaksanakannya penyuluhan dan berapa kali sudah
terpapar penyuluhan. Sarana komunikasi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan pengetahuan mengenai hipertensi. Penderita hipertensi
hanya perlu telepon pelayanan Kesehatan atau petugas kesehatan untuk
berkonsultasi mengenai penyakitnya. Ketersediaan papan informasi
tentang hipertensi di daerah sekitar dapat meningkatkan pengetahuan
masyarakat khususnya penderita hipertensi.
g. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian
karena untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar tentang
penyakit hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau
tingkat pengetahuan yaitu statistiktingkat pendidikan masyarakat, jenis
pendidikan masing masing anggota keluarga dan ketersediaan fasilitas
kesehatan di masing masing sekolah.Tinggi rendahnya pendidikan dapat
mempengaruhi penerimaan informasi yang diberikan oleh petugas
kesehatan, sehingga informasi yang didapat bervariasi tergantung tingkat
pendidikan masyarakat atau penderita hipertensi.
h. Rekreasi
Hal hal yang perlu dikaji dalam subsistem rekreasi adalah
ketersediaan fasilitas rekreasi yang ada di komunitas, kualitas sarana
rekreasi, keterjangkauan tempat rekreasi oleh warga dan siapa saja yang
berkunjung.Data tersebut diperoleh dari hasil winshield survey dan

21
kuisioner keluarga. Rekreasi atau kegiatan bersantai dapat menurunkan
stress. Diketahui stress sendiri merupakan salah satu penyebab hipertensi,
karena pikiran yang terlalu tegang dan banyak masalah menyebabkan
tekanan darah tinggi, sehingga rekreasi diperlukan bagi penderita
hipertensi untuk menenangkan pikiran terkait penyakitnya ataupun
masalah yang dihadapi dan mencegah kekambuhan.
B. Analisa Dan Diagnosa Keperawatan Komunitas
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian
dianalisaseberapa besar stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat
reaksi yang timbul dalam masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam
pembuatan diagnosa atau masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari
masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat
aktual, ancaman dan potensial.Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
berdasarkan pengkajian komunitas di Dusun Princi adalah defisiensi kesehatan
komunitas, hal tersebut berhubungan dengan kurangnya persebaran atau
minimnya akses warga untuk memperoleh informasi terkait kesehatan. Disamping
itu, diagnosa lain yang mungkin muncul pada komunitas adalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan yang berkaitan dengan masih banyaknya warga yang
mengkonsumsi makanan atau minuman yang seharusnya dihindari oleh penderita
hipertensi, kurangnya kesadaran warga untuk melakukan kontrol hipertensi dan
masih banyaknya warga yang tidak memiliki asuransi kesehatan.
C. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder,
tersier yang cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai
dengan diagnosa yang telah ditetapkan. Proses didalam tahap perencanaan ini
meliputi penyusunan, pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai
dengan prioritas (penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran,
menetapkan strategi intervensi dan rencana evaluasi.
D. Implementasi (Pelaksanaan)
Menurut Widyanto (2014).Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada
tiga tingkat pencegahan yaitu:

22
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi
dan diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada
kegiatan kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu
penyakit. Contoh pencegahan primer yang dapat dilakukan misalnya
kegiatan penyuluhan kesehatan terkait penyakit yang meliputi faktor
resiko, penyebab, tanda gejala dan proses terjadinya suatu penyakit.
Contoh lain pencegahan primer yang dapat dilakukan yaitu dengan
pelatihan kader kesehatan dan pengusulan pengadaan posyandu PTM.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat
terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya
masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa
dini dan inervensi yang tepat untuk menghambat proses penyakit atau
kelainan sehingga memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan.
Misalnya mengkaji dan memberi intervensi berupa pemeriksaan kesehatan
keluarga maupun komunitas serta penyuluhan kesehatan terkait
manajemen pegobatan, tatalaksana dan diet yang dianjurkan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada
pengembalian individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari
ketidakmampuan keluarga. Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya
kecacatan atau ketidakmampuan yang menetap bertujuan untuk
mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat proses
penyakit.Contoh pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah senam
hipertensi, penyuluhan kesehatan terkait pencegahan komplikasi serta
konseling.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses perbandingan antara status kesehatan klien
dengan hasil yang diharapkan.Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari

23
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil indakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. (Mubarak, dkk, 2011)

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:


S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasioleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respo subjektif dan objektif
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis. (Suprajitno dalam
Wardani, 2013)
Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Evaluasi Berjalan (Sumatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisan format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalahyang dialami oleh
keluarga. Format yang dipakai adalah format SOAP
2. Evaluasi Akhir (Formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan
yang lagi dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya, mungkin
semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau Kembali, agar
didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.
Instrument yang dapat digunakan untuk mengevaluasi secara formatif
adalah lemvar pre dan post lest.
D. Evidence Based Practice Penanganan Hipertensi
Penanganan penyakit hipertensi dilakukan berdasarkan evidence based
berikut ini:
A. Senam Hipertensi

24
Cara pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari penyakit
hipertensi dengan semboyan SEHAT yaitu seimbangkan gizi, enyahkan rokok,
hindari stress, awasi tekanan darah dan teratur berolahraga. Teratur
berolahraga dapat dilakukan dengan cara latihan fisik yang sesuai diantaranya
berjalan-jalan, bersepeda, berenang, melakukan pekerjaan rumah dan
senam hipertensi (Maryam dkk,2008).
Senam hipertensi merupakan olah raga yang salah satunya bertujuan untuk
meningkatkan aliran darah dan pasokan oksigen kedalam otot-otot dan
rangka yang aktif khususnya terhadap otot jantung. Mahardani (2010)
mengatakan dengan senam atau berolah raga kebutuhan oksigen dalam sel
akan meningkat untuk proses pembentukan energi dan terjadi peningkatan
denyut jantung, sehingga curah jantung dan isi sekuncup bertambah. Setelah
berisitirahat pembuluh darah akan berdilatasi atau meregang,dan aliran darah
akan turun sementara waktu, sekitar 30-120 menit kemudian akan kembali
pada tekanan darah sebelum senam. Jika melakukan olahraga secara rutin
dan terus menerus, maka penurunan tekanan darah akan berlangsung lebih
lama dan pembuluh darah akan lebih elastis. Mekanisnme penurunan tekanan
darah setelah berolah sehingga dengan melebarnya pembuluh darah tekanan
darah akan turun.
Senam hipertensi juga bermanfaat dalam meningkatkan daya tahan jantung
dan paru-paru serta membakar lemak yang berlebihan ditubuh karena aktifitas
gerak untuk menguatkan dan membentuk otot dan beberapa bagian tubuh
lainya seperti pinggang, paha, pinggul, perut dan lain lain serta meningkatkan
kelenturan, keseimbangan koordinasi, kelincahan, daya tahan dan sanggup
melakukan kegiatan- kegiatan dan olahraga lainnya. Gerakan yang terkandung
dalam senam hipertensi adalah gerakan yang sangat efektif, efisien, dan logis,
sehingga senam dapat langsung membuka, membersihkan, dan mengaktifkan
sistem-sistem tubuh (Wratsongko, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2015) didapatkan bahwa tekanan
darah sebelum dilakukan senam hipertensi diperoleh nilai rata-rata sebesar
158/96 mmHg (hipertensi ringan) dan tekanan darah setelah dilakukan senam
hipertensi diperoleh nilai rata-rata sebesar 146,88/88,75 mmHg (hipertensi

25
ringan). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
senam hipertensi terhadap penurunan tekanan darah.

B. Diet Hipertensi dan Konsumsi Semangka untuk Terapi Penurunan


Tekanan Darah
Hipertensi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Vitahealth,2006). Penderita hipertensi dapat dicegah dan diobati dengan
cara terapi medis secara farmakologis dan non farmakologis. Terapi non
farmakologis yang dapat diberikan pada penderita hipertensi adalah
terapi nutrisi dilakukan dengan manajemen diet hipertensi.Intervensi
nutrisi seperti Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) sebagai
bagian dari program modifikasi gaya hidup direkomendasikan sebagai
intervensi utama dalam pedoman pengobatan hipertensi untuk
meningkatkan hasil klinis.Fokus pada diet ini adalah untuk mengurangi
asupan garam dimana asupan yang disarankan per hari adalah kurang dari
1500 mg. Beberapa contoh makanan yang dapat dikonsumsi pada diet ini
seperti buah-buahan, sayuran, gandum, daging tanpa lemak dan makanan
olahan susu rendah lemak.
Menurut Houston, Harper & PharmD (2008), konsumsi diet tinggi
buah-buahan dan sayuran serta pengurangan asupan natrium dan
peningkatan asupan kalium dalam makanan dapat mengurangi kejadian
hipertensi. Sumber utama kaliumsalah satunya terdapat pada buah-
buahan.Buah semangka merupakan salah satu buah yang mengandung
kalium cukup tinggi, air dan serat.Kandungan mineral dari semangka
yaitu kalium, magnesium, kalsium dan fosfor yang cukup tinggi.Buah
semangka mudah diperoleh dan harga terjangkau untuk semua kalangan
masyarakat maka dapat dianjurkan pada penderita hipertensi dengan
mengkonsumsi buah semangka sebagai alternatif untuk menurunkan
tekanan darah.

26
Kandungan kalium pada semangka mampu menurunkan efek natrium
sehingga tekanan darah menurun, menjaga kekentalan dan menstabilkan
darah.Kalium berfungsi sebagai natriuretik dan diuretik akibat tingginya
kandungan air dalam semangka yang dapat menyebabkan
peningkatan pengeluaran natrium dan cairan dengan membawa hasil
metabolisme tubuh sehingga natrium dapat dikeluarkan melalui urin
(Manurung & Wibowo, 2016).Pada Pesan Umum Gizi Seimbang (PUGS)
dianjurkan untuk mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Secara umum
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan konsumsi sayuran dan
buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400gram perorang perhari yang
terdiri dari 250gram sayur dan 150gram buah sedangkan orang Indonesia
400-600gram perorang perhari bagi remaja dan orang dewasa (Depkes RI,
2014).
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Manno, Soputri &
Simbolon, (2016) menunjukan bahwa terdapat penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik sebesar 17 mmHg dan 13,2 mmHg setelah
mengkonsumsi semangka sebanyak 250 gram selama hari. Penelitian
tersebut juga sejalan dengan Batin, Tina & Saptaputra, (2017) yang
menjelaskan bahwa ada penurunan tekanan darah setelah diberikan
intervensi secara signifikan (p=0,000) yaitu penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 4,67 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5,93
mmHg.

27
BAB III
RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT

A. ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PASIEN DENGAN


HIPERTENSI
1. Hasil Pengkajian
1) Gambar wilayah binaan keterangan:
a. Jalan kecamatan
b. Sungai berantas
c. Batas desa
d. Kantor kecamatan
e. Hotel
f. Perkebunan jeruk
g. Ternak sapi perah
h. Penangkaran hewan
i. Kampung adat
j. Candi badut
2) Batas administrative
3) Sejarah
a. Sejarah terbentuknya wilayah

28
4) Survei Demografi
a. Jenis kelamin
b. Usia
5) Value/survei
a. Agama
b. Keyakinan terkait control hipertensi
6) Karakteristik penduduk/survei
a. Riwayat hipertensi/ anggota keluarga yang hipertensi
b. Hasil tekanan darah
c. Pengontrolan tekanan darah
d. Penyebab hipertensi yang diderita
e. Lama menderita hipertensi
f. Hipertensi saat kehamilan
g. Jenis makanan yang sering dikonsumsi
h. Jenis minuman yang sering dikonsumsi
7) Suku dan budaya
a. Observasi/winshleld survei
b. Wawancara
8) Vital statistic
a. Literatul review
2. SUB system pengkajian
a. Lingkungan fisik/survei
 jenis jamban
 Sumber air
 Pengolahan sampah
b. Pelayanan Kesehatan dan social
 Winsheld survey
 Wawancara key informan
 Asuransi Kesehatan
 Pelayanan Kesehatan
c. Ekonomi
 Surevei jenis pekerjaan

29
d. Keamanan dan transportasi
 Survei kendaraanyang dimiliki untuk berpergian
e. Politik dan pemerintah
 Literatur review
- Kepala desa
- Sekertaris desa (kepla urusan tata usaha dan umum, kepala
urusan keluarga, kepala urusan perencanaan)
- Kepala seksi pemerintahan
- Kepala seksi kesejahteraan
- Kepala seksi pelayanan
- Kepala dusun

f. Komunikasi
 Survei media komunikasi keluarga
g. Pendidikan
 Survei tingkat Pendidikan akhir
 Survei pengetahuan tentang germas
 Survei tentang pengetahuan hipertensi
 Fasilitas Pendidikan
h. Rekreasi
 Keterjangkauan tempan rekreasi
3. Analisa Data dan Prioritas/Analisa Indikator
 Kategori
- Karakteristik penduduk
 Data
- Riwayat penyakit hipertensiyang diderita oleh warga
- Sebanyak 50% penderita hipertensi berada di hipertensi
stage 1 yaitu 140-159/90-99mmHg
- Sebanyak 41% penderita hanya mengontrol tekanan
darahnya sebanyak 1 tahun sekali

30
- Sebanyak 62,6% menderita hipertensi yg diakibatkan dari
konsumsi makanan yg tidak sehat seperti jeroan, ikan asin,
santan, gorengan dan kopi.
- Sebanyak 60% menyatakan sering mengonsumsi kopi
 Indicator
- Penyakit Hipertensi Primer pada tahun 2014 di Kota
Malang sebanyak 58.046 kasus. Adapun hasil pengukuran
tekanan darah pada usia >18 tahun di pelayanan kesehatan
sebanyak 15.765 orang (35,92%) (Profil kesehatan
Kota Malang, 2014)
- Dari 50 juta populasi hipertensi, yang melakukan kontrol
rutin hanya sekitar 27%, mereka rutin kontrol 1 bulan
sekali dan sekitar 13% tidak mengetahui jika mereka
menderita hipertensi
- Menurut Depkes RI (2017) penderita hipertensi dilarang
memakan makanan yang tinggi garam, jeroan, semua
kacang kacangan, sayuran dan uah yang diawetkan,
margarin dan mentega.
- Menurut Depkes RI (2017) penderita hipertensi dilarang
sering mengkonsumsi minuman berupa teh dan kopi
 Kesimpulan
- Masalah aktual
 Kategori
- Vital statistic
 Data
- Hasil literature review menunjukkan bahwa hipertensi
merupakan penyakit terbanyak nomer 4 yang diderita oleh
warga Desa Gadingkulon tahun 2018, yaitu sebanyak 40
orang
 Indicator
- Penyakit Hipertensi Primer pada tahun 2014 di Kota
Malang

31
sebanyak 58.046 kasus. Adapun hasil pengukuran tekanan
darah pada usia >18 tahun di pelayanan kesehatan sebanyak
15.765 orang (35,92%) (Profil kesehatan Kota Malang,
2014)
 Kategori
- Pelayanan Kesehatan dan social
 Data
- Dari total 933 warga RW 003 hanya sebanyak 252 warga
(27%) yang memiliki asuransi jaminan kesehatan.
- Meskipun banyak yang menderita hipertensi dan myalgia,
tidak terdapat Posyandu untuk penyakit tidak menular
(PTM) di Dusun Princi.

 Indicator
- Jumlah peserta BPJS di kota Malang pada tahun 2017
di semester satu pertengahan sebanyak 1.834.972 orang
dari 3.819.927 penduduk (Republika, 2017).
- Total peserta BPJS Kesehatan sebanyak 1.057 juta jiwa
(70%) dari < 4 juta penduduk (Malang kota, 2015).
- Posbindu PTM merupakan salah satu upaya kesehatan
masyarakat untuk menindaklanjuti secara dini faktor resiko
yang ditemukan terkait PTM, sehingga dalam suatu desa
harus memiliki setidaknya satu Posbindu
PTM (Kemenkes, 2012)
 Kesimpulan
- Actual
 Kategori
- Komunikasi
 Data
- Menurut Ketua Dusun Princi, terdapat papan informasi

32
yang diletakkan di Balai Dusun, namun hanya memuat
pengumuman
- pengumuman untuk warga saja, dan tidak ada poster atau
leaflet terkait informasi kesehatan yang dapat diakses oleh
warga.
 Indicator
- Papan informasi merupakan media untuk membangun
proses konsultasi publik sehingga transparansi, partisipasi,
dan desentralisasi dapat dilaksanakan. Pemasangan papan
informasi biasanya di kantor desa atau tempat lain yang
dianggap strategis agar mudah diketahui dan dibaca oleh
masyarakat. Biasanya papan informasi berisi program desa
yang akan dilaksanakan, masalah aktual yang relevan
dengan program dan kehidupan masyarakat (kesehatan,
penddikan, dll.) (kotaku.pu.go.id)
 Masalah
- Actual
 Kategori
- Pendidikan
 Data
- Sebanyak 564 warga (60%) tamat SD/ sederajat.
 Indicator
- Menurut UU nomor 20 tahun 2003 pasal 6 tentang sistem
pendidikan nasional dijelaskan bahwa setiap warga negara
yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
 Kesimpilan
- Actual
4. Diagnose keperawatan
a. Ketidak efektifan manajemen Kesehatan
b. Defisiensi Kesehatan komunitas

5. Intervensi
a. Ketidak efektifan manajemen Kesehatan
Intervensi :
- Pengetahuan Penderita hipertensi maupun masyarakat
umum mengenai penyakit hipertensi

33
- Manajemen pencegahan resiko maupun komplikasi
hipertensi meningkat
b. Definisi Kesehatan komunitas
Intervensi :
- Diharapkan masyarakat mampu membuat dan menjalankan
program pengendalian penyakit tidak menular (PTM)
dimana berkolaborasi dengan lintas sector lainnya serta
meningkatkan status Kesehatan komunitas dengan
pemberdayaan kader dan Pendidikan Kesehatan.
B. PLAN OF ACTION (POA)
1. Intervensi
 Penyuluhan Kesehatan
Topik: - Definisi hipertensi
- Faktor penyebab dan factor resiko hipertensi
- Tanda dan gejala hipertensi
- Manajemen pengobatan farmakologi dan
Non-farmakologi hipertensi
- Komplikasi hipertensi
- Pengobatan hipertensi
 Tujuan umum
Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 7 minggu:
- Pengetahuan penderita hipertensi maupun masyarakat
umum mengenai penyakit hipertensi
- Manajemen pencegahan resiko maupun komplikasi
hipertensi meningkat
 Sasaran
- Keluarga
 Bentuk kegiatan
- Edukasi dan tanya jawab
 Waktu dan tempat
- Minggu ke-4 profesi (22 juli-28 juli 2019)
 Media
- Leaflet
C. IMPLEMENTASI KEGIATAN
 Nama Kegiatan

34
- Penyuluhan Kesehatan
 Hari tanggal pelaksanaan
- Pelaksanaan 1 : kamis, 25 juli 2019 jam 16.30 di RW 003)
 Implementasi
- Penyuluhan 1:
a. Berkoordinasi dengan perangkat desa dan kader tentang
waktu pelaksanaan penyuluhan hipertensi (di MMRW
1)
b. Mengkaji pengetahuan warga terkait hipertensi dengan
melakukan pre test
c. Membagikan leaflet tentang hipertensi
d. Memberikan penyuluhan tentang:
- Definisi hipertensi
- Faktor resiko hipertensi
- Tanda dan gejala hipertensi
- Penatalaksanaan hipertensi
- Pencegahan hipertensi
e. Melakukan post lest untuk mengevaluasi keberhasilan
penyuluhan
 Respon Klien
- Warga tampak sangat antusias
- Warga aktif bertanya dengan menanyakan sebanyak 4
pertanyaan
- Peserta memperhatikan dan mendengarkan penyuluhan
dengan baik meskipun ada Sebagian kecil peserta yang
mengikuti kegiatan penyuluhan dari luar ruangan
- Hasil pre test penyuluhan di dapatkan sebesar 74%
- Hasil post test penyuluhan di dapatkan sebesar 97%
- Kehadiran warga sebanyak 60 warga
D. EVALUASI DAN RENCANA TINDAKAN LANJUTAN
1. Efaluasi Formatif
 Nama kegiatan

35
- Pelatihan kader
 Tanggal dan waktu
- Sabtu 27 juli 2019 pukul: 15.00 WIB
 Evaluasi
- S:
Peserta mengatakan paham dengan materi yang
disampaikan pemateri
- O:
- peserta terlatih antusias dan aktif bertanya tentang
materi yg diberikan
- hasil pre test didapatkan sebesar 45%
- hasil post test penyuluhan didapatkan sebesar 93%
- peserta dapat melakukan pengukuran hipertensi
dengan jumlah 60%
- kehadiran warga sebanyak 12 orang dari 20 (60%)
- A:
- Masalah teratasi
- P:
- Hentikan hipertensi
E. EVALUASI SUMATIF
Pada diagnosis Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan mempunyai 3
outcome yang masing-masing terbagi dalam preventif primer, sekunder, dan
tersier. Sedangkan pada diagnosis ke-2 Defisiensi Kesehatan Komunitas juga
memiliki 3 outcome yang juga terbagi dalam preventif primer, sekunder, dan
tersier. Dalam tiap outcome terdapat beberapa indikator yang dapat dilihat dari
tabel di bawah ini:
Diagnosa 1 : Ketidak Efektifan Manajemen Kesehatan
Ketidak efektifan Preventif Primer
manajemen 1. Memahami terkait konsep Kognitif: Tercapai
kesehatan hipertensi (Definisi, factor, Post-test
penyebab,tanda dan gejala, 97%
manajemen, komplikasi

36
Dan pencegahan) serta
manajememnfarmakologis
dan non-farmakologis
 Kognitif: 80%
2. Peningkatan dari pre ke post 100% Tercapai
20%
Kognitif :
- pre: 74%
- post: 97%
Selisih post dan pre =
97%-74% = 23%
TOTAL PREVENTIF PRIMER 95.5% Tercapai
Perventif sekunder
Warga komunitas setuju untuk
Berpartisipasi dalam
pemeriksaan
Tekanan darah (80%) 100% Tercapai
Warga komunitas mengikuti
pemeriksaan tekanan darah
untuk memonitoring Kesehatan Tidak
(60%)
41% Tercapai
Masyarakat mengikuti konseling
manajemen hipertensi (60%) 41% Tercapai
TORAL PREVENTIF SEKUNDER 61% Tidak
Tercapai
Preventif Tersier
Melaporkan gejala yg dialami 100% Tercapai
dan melaoprkan obat habis
kepada tenaga Kesehatan (60%)
Melakukan aktovitas fisik senam
anti hipertensi
70% Tercapai

37
 Psikomotor ( kehadiran
60%)
TOTAL PREVENTIF TERSIE 85% Tercapai

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, didapatkan hasil rata-rata preventif  primer
adalah 98,5% dengan target sebesar 90%, maka dapat disimpulkan bahwa
indikator preventif primer tercapai. Rata-rata preventif sekunder  didapatkan
sebesar 61% dengan target sebesar 67%, maka dapat disimpulkan bahwa indikator
preventif sekunder belum memenuhi target atau tidak tercapai. Pada rata-rata
preventif tersier didapatkan sebesar 85% dengan target sebesar  60%, sehingga
dapat disimpulkan preventif tersier tercapai. Kesimpulan yang didapatkan bahwa
diagnosis pertama, Ketidakefektifan manajemen kesehatan, tercapai sebagian.
Diagnosa 2 : Defisiensi Kesehatan Komunitas
Defisiensi Preventif primer
Kesehatan Pengusulan posyandu PTM 100% Tercapai
komunitas - afektif :
Masyarakat
setuju untuk membentuk posyandu
PTM di dusun perinci (80%)
- Psikomotor:
Pembuatan proposal pengusulan
posyandu PTM (100%)
TOTAL PREVENTIF PRIMER 100% Tercapai
Preventif Sekunder
1. memahami terkait prosedur Kognitif Tercapai
pengukkuran tekanan darah Post-test
- kognitif 80% 93%
2. peningkatan pre ke post (20%) 100% Tercapai
- pre test: 45%
- popst test : 93%

Selisih post-pre tes

38
93% - 45% = 48%
3. peningkatan kemampuan /skil 80% Tercapai
kakder dalam pengukuran tekanan
darah
- Target skil (60%)
4. kader hadir mengikuti pelatihan 60% Tercapai
pengukuran tekanan darah (60%)
TOTAL PRIVENTIF SEKUNDER 83.25 % Tercapai

Preventif tersier
1. Memahami terkait komlikasi Kognitif : Tercapai
Dan pencegahan hipertensi Post-test
 Kognitif: 80% 97%
2. Peningkatan dari pre ke post 100% Tercapai
20%
Kognitif:
- pre: 69%
- post: 97%
Selisih post dan pre=
97% - 69% = 28%

TOTAL PREVENTIF TERSIER 98.5% Tercapai

Berdasarkan hasil pada tabel di atas, didapatkan hasil rata-rata preventif  primer
adalah 100% dengan target sebesar 90%, maka dapat disimpulkan bahwa
indikator preventif primer tercapai. Rata-rata preventif sekunder didapatkan
sebesar 83,25% dengan target sebesar 75%, maka dapat disimpulkan bahwa
indikator preventif tercapai. Pada rata-rata preventif tersier didapatkan sebesar 
98,5% dengan target sebesar 90%, sehingga dapat disimpulkan preventif tersier 
tercapai Kesimpulan yang didapatkan bahwa diagnosis kedua yaitu Defisiensi
Kesehatan Komunitas, tercapai.

39
BAB IV
PENUTUP

Pada bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan di RW 003
Dusun Princi Desa Gading Kulon Kecamatan Dau, Malang yang dilaksanakan
pada 1 Juli 2019 sampai 18 Agustus 2019, sebagai berikut:

A. Kesimpulan
1. Pada diagnosis Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan pengelolaan Hipertensi
disimpulkan sudah teratasi sebagian. Hal ini dibuktikan dengan ketercapaian
semua preventif kecuali preventif sekunder (preventif primer 98,5%, preventif
sekunder 61%, preventif tersier 85%)
2. Pada diagnosis Defisiensi Kesehatan Komunita disimpulkan sudah teratasi.
Ketercapaian diagnosis dapat dilihat berdasarkan ketercapaian semua preventif
(preventif primer 100%, preventif sekunder 83,25%, preventif tersier 98,5%).

40
B. Saran
1. Untuk Puskesmas
Sebaiknya diadakan kegiatan rutin penyuluhan kesehatan tentang
hipertensi sebagai upaya pencegahan primer sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan serta kesadaran warga akan pentingnya menjaga kesehatan dan
merubah gaya hidup. Selain itu perlu adanya deteksi dini kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mengurangi perilaku beresiko hipertensi
pada warga, sehingga dapat menjadi salah satu upaya preventif sekunder terhadap
kejadian hipertensi yang disebabkan oleh perilaku beresiko yang dilakukan warga.
Puskesmas perlu mengadakan program untuk pemberdayaan masyarakat
dengan mengikutsertakan peran aktif kader untuk mendeteksi dini kesehatan
warga dan meneruskan terkait kegiatan yang telah dilakukan yaitu senam
hipertensi dan penyuluhan kesehatan. Sehingga kader dapat ikut berperan
langsung dan membantu mensukseskan program dari puskesmas. Salah satu
kegiatan yang bisa dilakukan adalah secara rutin cek tekanan darah untuk
memantau perubahan tekanan darah sehingga jika warga mengalami peningkatan
tekanan darah dapat segera mendapat tindakan lebih lanjut.
2. Untuk Perangkat Desa dan Kader Desa
Untuk Perangkat desa sebaiknya berkerja sama dengan tenaga kesehatan
atau kader desa dalam memfasilitasi pemberian penyuluhan kesehatan tentang
hipertensi pada kegiatan warga. Sehingga dengan diadakannya penyuluhan
pengetahuan tentang hipertensi dan kesadaran warga untuk merubah perilaku
hidup bersih dan sehat meningkat.
Perlunya kader kesehatan untuk melanjutkan kegiatan penyuluhan
kesehatan tentang hipertensi yang dilakukan bersama dengan anggota keluarga
atau secara door to door agar pengetahuan meningkat di semua anggota keluarga.
3. Untuk Mahasiswa
• Perlunya metode dan media penyuluhan yang variatif dalam memberikan
informasi kesehatan tentang hipertensi.
• Lebih ditingkatkan lagi mengenai koordinasi dari setiap program- program
yang akan dilakukan di desa.

41
• Perlunya pelatihan kader kesehatan untuk melanjutkan kegiatan penyuluhan
kesehatan tentang hipertensi dan pemeriksaan Kesehatan secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Mc Farlane. 2000. Community As Partner Theory And Practice In
Nursing. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Batin, W. O. S., Tina, L., & Saptaputra, S. K. (2017), Pengaruh Pemberian Jus
Mentimun + Pepaya + Semangka Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Sistolik dan Diastolik Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Liya Kabupaten Wakatobi Tahun 2017, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat, Volume 2 nomor 6 tahun 2017, Kabupaten Wakatobi. Hal. 8
Clark. 1999. Nursing In The Community Dimensionsof Community Health
Nursing. Stamford: Appleton & Lange
Depkes, RI. (2014), Pedoman Umum Gizi Seimbang, Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. hal.13-14
Friedman, Marilyn. M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
Praktek Edisi 5. EGC. Jakarta

42
Houston, M. C., Harper, K. J., & PharmD . (2008), Potassium, Magnesium, and
Calcium: Their Role in Both the Cause and Treatment of Hypertension, The
Journal Of Clinical Hypertension, Volume 10 nomor 7 tahun 2008, Hal. 7
Mahardani, N.M.A.F., 2010, Pengaruh Senam Jantung Sehat terhadap Penurunan
Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di klub Jantung Sehat Klinik
Kardiovaskuler Rumah Sakit Hospital Cinere tahun 2010.
Manno, F. A., Soputri, N., & Simbolon, I. (2016), Efektivitas Buah Semangka
Merah (Citrullus Vulgaris Schard) Terhadap Tekanan Darah, Jurnal
Skolastik Keperawatan, Volume 2 nomor 2 tahun 2016, Bandung. Hal.184.
Manurung, W. P., & Wibowo, A. (2016), Pengaruh Konsumsi Semangka
(Citrullus vulgaris) untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita
Hipertensi, Majority, Volume 5 nomor 5 tahun 2016, Lampung. Hal.105
Mubarak W.I. 2006. Buku Ajar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta :CV Sagung
Seto.
Noorfatmah Siti. 2012. Kepatuhan Pasien yang Menderita Penyakit Kronis
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Rineka
Cipta. Jakarta
Palmer, Anna dan Williams, Bryan. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga.
Jakarta
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular,
edisi pertama. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Jakarta.
Vitahealth. (2006) Hipertensi, Jakarta : Gramedia Pustaka Umum. hal.8-12.
Wahyudi I., 2010. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga.
Yogyakarta: Nuha Medika
Wahyuni, S., 2015, Pengaruh Senam Hipertensi Terhadap Tekanan Darah Lansia
di Posyandu Lansia Desa Krandegan Kabupaten Wonogiri, Skripsi, Program
Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta, Surakarta.
WHO. 2002. Education For Health: Manual Of Health Care. Penerjemah: Ida
Bagus Tjitsara. ITB. Bandung

43
Widyanto, F.C. 2014. Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Nuha Medika

44

You might also like