Tugas LItigasi Kenegaraan by MUHAMMAD FALIH ABDI NUGROHO 205190275 FH UNTAR

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 4

1.

Hal yang perlu di perhatikan dalam sengketa kewenangan Lembaga negara


Sengketa adalah perbedaan kepentingan antar individu atau lembaga pada objek yang
sama yang dimanifestasikan dalam hubungan-hubungan di antara mereka.[1] Jika
dikaitkan dengan hubungan antar lembaga negara, sengketa kewenangan lembaga negara
dapat terjadi apabila terdapat perselisihan yang berkaitan dengan pelaksanaan
kewenangan antara dua atau lebih lembaga negara.[2] Apabila terjadi sengketa
kewenangan lembaga negara, maka diperlukan suatu lembaga negara yang memiliki
kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan terkait sengketa kewenangan lembaga
negara.
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.[3] Dasar
kewenangan Mahkamah Konstitusi terdapat dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang
berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi
adalah memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Sebelum dibentuknya
Mahkamah Konstitusi, hukum ketatanegaraan Indonesia belum mengatur mengenai
mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara.[4] Oleh karena itu,
Mahkamah Konstitusi dibentuk dengan tujuan untuk memutus sengketa kewenangan
lembaga negara.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa sengketa kewenangan
lembaga negara yang diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 memiliki 2 (dua) unsur,
yaitu adanya kewenangan konstitusional yang ditentukan dalam UUD 1945 dan
timbulnya sengketa dalam pelaksanaan kewenangan konstitusional tersebut sebagai
akibat perbedaan penafsiran tentang kewenangan yang terdapat pada kedua lembaga
negara yang terkait.[5] Penjelasan tersebut mensyaratkan bahwa lembaga negara yang
bersengketa harus terbukti memiliki kewenangan yang diatur dalam UUD 1945. Menurut
Ni’matul Huda yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara, perbedaan penafsiran yang
dimaksud Jimly Asshiddiqie dapat terjadi karena adanya tumpang tindih kewenangan
antara lembaga negara, adanya kewenangan satu lembaga negara yang diabaikan oleh
lembaga negara lainnya, dan adanya kewenangan satu lembaga negara yang dijalankan
oleh lembaga negara lainnya.[6]
Mahkamah Konstitusi memiliki kriteria terkait lembaga negara yang dapat bersengketa di
Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/SKLN-
IV/2006, lembaga negara yang dapat bersengketa di Mahkamah Konstitusi harus
memenuhi 2 (dua) syarat. Syarat pertama yaitu mengenai subjectum litis, yaitu lembaga
negara yang menjadi pemohon harus disebutkan, baik secara eksplisit maupun implisit
dalam UUD 1945. Syarat kedua adalah mengenai objectum litis, yaitu kewenangan
lembaga negara yang menjadi pemohon harus merupakan kewenangan yang diberikan
oleh UUD 1945. [7] Berdasarkan putusan tersebut, dapat diketahui bahwa selain terdapat
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, terdapat juga lembaga
negara yang kewenangannya bukan dari UUD 1945. Berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 005/PUU-I/2003 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 32 Tahun
2002 tentang Penyiaran, Mahkamah Konstitusi telah mengakui keberadaan lembaga
negara yang kewenangannya bukan diberikan oleh Undang-Undang Dasar melainkan
oleh peraturan perundang-undangan lainnya, dalam hal ini Komisi Penyiaran Indonesia.
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
08/PMK/2006, lembaga negara yang dapat menjadi pemohon atau termohon di
Mahkamah Konstitusi adalahDewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Pemerintah Daerah, atau lembaga negara lainnya yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945.[8]
Suatu lembaga negara dalam menjalankan kewenangannya dapat bersengketa dengan
lembaga negara lainnya. Apabila terjadi sengketa kewenangan lembaga negara, maka
yang berhak memutus sengketa tersebut adalah Mahkamah Konstitusi berdasarkan
ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Meskipun demikian, tidak semua lembaga
negara dapat mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara ke
Mahkamah Konstitusi. Lembaga negara yang dapat mengajukan permohonan sengketa
kewenangan lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi hanyalah lembaga negara yang
namanya disebutkan di dalam UUD 1945 dan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945.
Dasar Hukum:
▪ Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).
▪ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5226).
▪ Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 08/PMK/2006.

2. Apa yang di maksid dengan subjectum litis dan objectum litis


subjectum litis adalah lembaga negara yang menjadi pemohon harus disebutkan, baik
secara eksplisit maupun implisit dalam UUD 1945.
objectum litis, yaitu kewenangan lembaga negara yang menjadi pemohon harus
merupakan kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945

3. Lembaga negara apa sajakah yang bisa bersengketa di MK dalam sengketa kewenangan

• Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


• Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
• Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
• Presiden;
• Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
• Pemerintahan Daerah (Pemda)
• Lembaga negara lain yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
4. Sebutkan putusan – putusan MK dalam ranah sengketa kewenangan Lembaga negara
Mahkamah Konstitusi (MK”) mempunyai empat kewenangan serta satu kewajiban yang
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”). Adapun kewenangan
MK dalam memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara tercantum dalam Pasal
24C ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
Kewenangan MK dalam memutus sengketa antar lembaga negara hanya berlaku terhadap
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Kewenangan tersebut
diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (“UU MK”) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (“UU 8/2011”) kemudian diubah lagi dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (“Perpu
1/2013”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang yang berbunyi sebagai berikut :

• Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir


yang putusannya bersifat final untuk:
• menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
• memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
• memutus pembubaran partai politik; dan
• memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

You might also like