Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 11

Nama :Azriel Akbar Revanza Wijayanto

NIM :

1. Otonomi daerah merupakan suatu cara bagi pemerintah pusat untuk membagikan
kewenangannya kepada daerah karena banyaknya isu yang ada pada pemerintahan
sentral. Hal tersebut diatur oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah pada Era Reformasi. Otononi daerah sejatinya adalah sebuah
desentrasi dari pemerintah pusat untuk meningkatkan efisiensi administrasi dan
pemerataan pembangunan.

Dalam faktor-fakror yang mendorong keberhasilan pemerintahan daerah tentu


bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah saja, tetapi juga berhubungan
dengan masyarakat yang ada di daerah. Oleh karenanya, faktor-faktor yang
mendukung keberhasilan tersebut bertumpu pada penyelenggara pemerintahan
daerah juga lapisan masyarakat daerah tersebut.

Hal ini dijelaskan oleh Yosed Riwu Kaho bahwa ada beberapa faktor yang dapat
membuat penyelenggaraan otonomi daerah sukses. Hal tersebut yaitu faktor
manusia sebagai pelaksana dari kebijakan otonomi daerah, faktor keuangan daerah,
faktor sarana dan prasarana, serta faktor organisasi dan managemen. Faktor tersebut
saling berhubungan satu sama lain dan jika kurang dalam satu faktor maka
penyelenggaraan otonomi daerah tidak akan berjalan maksimal.
a. Faktor manusia sebagi pekasana otonomi daerah
Manusia sebagai pelaksana tentu memiliki andil yang tinggi. Dinilai dari
pelaksana dan tatanannya, hal ini merliputi seluruh badan tubuh dari
peyelenggara otonomi daerah, dimulai dari jajaran kepala desa hingga jajaran
pemerintahan daerah. Keaktifan dan dari penyelenggaraan otonomi daerah
tersebut juga harus dibarengi dengan peran aktif dari masyarakat pemerintah
daerah tersebut. Integritas serta moral dan etika politik tentu harus selalu dijaga
oleh anggota eksektutif dan legislatif pemerintah daerah. Dengan hal ini maka
perbuatan dari setap jajaran anggota pemerintahan daerah akan membentuk citra
serta kegiatan politik di dalam masyarakat daerah. Jajaran pemerintah daerah
juga harus selalu ingat bahwa kepercayaan masyarakat setempat dapat dengan
mudah luntur jika perbuatan dari pemerintah pusat tidak mencapai hasil yang
diharapkan.
b. Fakto keungan daerah
Faktor ini merupakan faktor yang bertumpu pada konsep bawha segala urusan
dan aktivitas pasti memerlukan uang untuk menjalankannya.Maka hal ini
memerlukan suatu prinsip dan konsep tentang tata cara mengelola keuangan
tersebut. Dalam penyelenggaran otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut
untuk berpikir kritis dalam mengelola hal-hal yang merupakan potensi dari
daerah. Hal tersebut mencakup sumber daya alam, pariwisata, wirausaha, serta
hal-hal lain yang dapat meingkatkan ekonomi serta pendapatan daerah. Segala
hal tersebut diberikan saran dan prasarana oleh pemerintah daerah dalam
pengembanganya. Jika pemerintah daerah mampu untuk melakukan hal tersebut
maka hal ini juga akan membantu menyejahterakan masyarakt daerah .
c. Faktor alat dan peralatan
Faktor ini diperukan dikarenakan dalam pembangunan dan penyelenggaraan alat
dan perlatan dapat meningkatkan kinerja sera egektifitas dari penyelenggaraan
daerah. Era digitalisasi juga tentu menuntut masyarakat daerah untuk
mengembangkan infrastruktur dari daerah tersebut agar memenuhi standar
kelayakan yang ada dan tidak tertinggal dari daerah lain. Hal ini dapat berupa
pembaruan dan penggantian alat tersebut yang dilakukan secara berkala
sehingga tidak terjadi keusangan karena perkembangan dari teknologi sangat
cepat. Alat juga harus dilakukan pengecekan secara berkala. Hal ini untu
mencegah terjadinya kerusakan pada infrastrukur tersebut.
d. Faktor organisasi dan magemen
Faktor ini menuntu pada perwujudan organisasi yang baik serta sehat dengan
menerapkan konsep atau prinsip tertentu untuk mencapai lingkungan yang
mendukung tujuan dari penelenggaraan otonomi daerah. Berberapa konsep
tersebut yaitu, rumusan tujuan yang tegas, membagi pekerjaan, pelimpahan
kewenangan, koordinasi, pengendalian, serta integrasi yang baik dalam
pemerintahan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah juga merupakan manajer
daerah yang diharakan mampu mengorganisir jajaran anggotanya hingga mampi
dicapai tuuan penyelenggaran otonomi daerah yang maksimal.
2. Otonomi daerah adalah suatu tugas dan wewenang daerah untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan dan kepentingan masyarat dalam tata cara yang
tidak melimpang dari peraturan perundang-undang yang berlaku dari pusat.
Ditinjau dari UU No.32 tahun 2004 ada 3 sistem hubungan antara pemerintah
pusat dan daerah, yaitu:
A. Desentrasilai yakni pemebrian wewenang dari pusat kepada pemerintah
daerah dalam rangka melaksanakan dan mengatur penyelengaaraan
pemerintahaan salam sistem Negara Kesatuan Republic Indonesia.
B. Dekonsentrasi yakni pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada
gubernur sebagai bentuk wakil dari pemerintah.
C. Merupakan pembantu dari pemerintah pusat kepada daerah-daerah dalam
mewujudkan misi dari otonomi daerah. Tujuan dari otonomi daerah sendiri
adalah:
a. Meningkatkan sarana dan prasarana public.
b. Mengelola dan mengarut sumber daya daerah secara efektif dan
efisien.
c. Menyejahterakan serta membuat ruang bagi public sebagai
pemberian kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam
penmbangunan daerah.
Pemberlakuan dari Undang-Undang ini membuat setiap daerah memiliki
kesempatan dalam mengembagkan potensi dan membangun daerahnya. Dalam
realisasi pengembangan serta penyelenggarannya di Indonesia masih memiliki
banyak masalah. Kekuatan dan kewenangan dalam menentukan pembangunan
di daerah mengakibatkan akar permasalahan batu kepada tiap daerah. Beberapa
hambatan dari pengembangan otonomi daerah yaitu,
a. Adanya ekspolitasi Pendaoatan daerah.
Sebagai konsekuensi dari penyelenggaraan otonomi daerah membuat
alur pengelolaan keuangan menjadi lebih panjang. Dalam pengelolaan
daerah ini, daerah tidak hanya bertugas dalam mengembangan sumber
potensi pendapatan yang ada, namun juga mengalokasikan dana tersebut
kepada pengembangan daerah. Hal ini juga harus melihat kenyataan bahwa
daerah harus memiliki dana yang cukup dalam pengembangan daerah.
Dalam hal ini memang memiliki resiko bawaan bahwa daerah menggunakan
upaya maksimalisasi daripadi ootimalisas.
Dalam hal ini, banyak daerah yang masih mengembangkan hal
tersebut dengan menaikkan pajak serta retribusi baik kepada pihak swasta
maupun masyarakat. Hal ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah
daerah dalam mengembangkan sikap good government dan
entrepreneurship. Dalam jangka pangjang, hal tersebut kemungkinan akan
membawa masalah masalah baru daripada mendapatkan maanfat dalam
jangka pendek.
b. Konsep dari Desentralisasi masih ambigu
Desentralisasi merupakan sebuah sistem penyelenggaraan pemerintahan
yang didasari oleh hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Desentralisasi tidak hanya merupakan peningkatan efisiensi, tetapi
juga merupakan suatu alat dalam memeberikan pendidikan politik bagi
pemerintah daerah. Sistem penyelenggaran pemerintahan ini diatur melalui
UU No. 32 Tahun 2004Tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No 33
Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang
singkatna menyebutkan bahwa hampir semua bidang telah diserahkan
kepada otonomi daerah, kecuali hukum, pertahanaan, dan moneter.
Namun dalam realisasinya, masyarakat daerah belum memiliki
sumber daya manusia yang cukup untuk memenuhi hal tersebut. Walaupun
sudah cukup, kebanyakan mental dan kebudayaan dari zaman orba masih
terlihat di dalam beberapa daerah seperti senioritas dan politik uang. Ini
membuat tata Kelola dari pemerintahan daerah masih memiliki banyak
masalah dan belum memenuhi integritas dan struktrunya dalam birokrasi.
c. Munculnya konflik dalam daerah.
Pemberian kewenangan dalam otonomi daerah membuat daerah memiliki
wewenang dalam memilih dan melantik kepala daerah tanpa intervensi dari
pusat. Kebijakan ini selain memiliki manfaat juga terdapat kekurangan yaitu
membangun semangat primordialisme dari masyarakt daerah. Hal ini
menimbulkan isu-isu rasial dari daerah seperti putra daerah dan munculnya
organisasi-organisasi yang ingin keluar dari Indonesia.
d. Korupsi di daerah.
Pemeberian tata kelola keuangan dan wewenang kepada daerah tentu juga
menimbulkan polemik baru yang tidak berhenti-hentinya. Korupsi
merupakan peninggalan kebudayaan masa orba yang hingga kini masih ada.
Pemberian dari wewenang tentang menimbulkan potensi dari korupsi yang
ada. Dapat juga dilihat dari kenyataan bahwa kebanyaakan pejabat daerah
adalah pejabat yang sangat makmur dari segi kekayaan.
3. Dalam pengembangan dan penyelenggaran pemerintahan daerah, hambatan serta
tantangan selalu menjadi alasan tidak terciptanya penyelenggaraan pemerintahan
yang kondusif. Pemerintahan dan implementasi otonomi daerah yang baik bukan
berarti menjadikan hambatan-hambatan yang ada sirna.Beberapa hal yang dapat
ditanggapi dalam mengurangi terciptanya hambatan dalam otonomi daerh yaitu,
a. Dengan mengembangkan dan mengimplementasikan efisiensi anggaran serta
mengembangkan revitalisasi daerah.
1. Efisiensi anggaran adalah suatu keharusan dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah. Dalam hal ini daerah dapat dengan membuat rencana
anggaran belanja daerah sesuai dengan kemampuan daerah serta dengan
menguari dikeluarkannya anggaran pada sarana dan prasaran yang tidak
vital dalam pengembangan dan pembangunan daerah. Efisiensi ini dapat
dilakukan secara bertahap dengan mengecilkan resiko dari konsekuansi yang
ada.
2. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 18 tahun 2010 tentang
Pedoman Revitalisasi Kawasan, revitalisasi adalah upaya untuk
meningkatkan nilai lahan melalui pembangunan kembali dalam suatu
kawasan yang dapat meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya. Jadi
revitalisasi daerah adalah sebuah upaya dari daerah untuk meningkatkan
nilai dari beberapa sector di daerah. Hal ini dapat dilakukan dengan menilik
atau melihat kembali potensi dan kemungkinan berkembangnya sektor
tersebut menurut ahli di bidangnya.
b. Mengembangkan sumber daya manusia yang berintegritas
Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam realisasnya bukan hanya suatu
pengatur daerah, tetapi juga merupakan wajah serta tolak ukur pembangunan
daerah. Sumber daya manusia yang baik akan menimbulkan integritas serta tata
kelola pemerintahan daerah yang baik pula. Dalam hal ini perlu diterapkannya
seleksi dalam pemilihan pejabat otonomi daerah.
c. Pemberian Kolong Aduan.
Segala konflik rasial dan agama merupakan bukti hambatan dalam penciptaan
otonomi daerah. Polemi tersebut ada dikarenakan dinamika masyarakat yang
semakin berubah membuat terciptanya kesenjangan serta timbul kembalinya
ideologi-ideologi yang bertentangan denga Pancasila. Sebagai masyarakat yang
berbudaya dan majemuk, masyarakat harus diberikan pemahaman tentang
toleransi dalam hal tersebut. Hal pertama yang paling penting adalah
memberikan kolong aduan-aduan tentang konflik tentang sesuatu. Kolong
tersebut dapat dirahasiakan dan segala konflik dapat diselesaikan dengan diskusi
dan musyawarah bersama terhadap pemegang konflik jika memungkinkan.
d. Masyarakat daerah sebagai pengawas dari pemerintah otnomi daerah.
Sebagai rakyat yang menduduki populasi dari dareah tersebut, rakyat memiliki
kewajiban dalam mengawasi jalannya pemerintah daerah. Dalam
pengawasannya ini, rakyat dapat melakukan berbagai hal yang dapat dilakukan
dalam upaya terciptanya pemenrintahan yang baik. Hal yang dapat rakyat
lakukan adalah:
a. Melaporkan adanya sesuatu yang janggal kepada pihak atau lembaga
berwajib.
Pelaporan adalah suatu hal yang dapat masyarakat lakukan jika menyadari
ada kejanggalan terhadap pemerintah daerah. Kolong-kolong pelaporan dari
lembaga berwajib seperti KPK selalu terbuka bagi masyarakat jika ingin
mengadukan masalah korupsi yang dilakukan oleh pejabat otonomi daerah
dengan memberikan bukti-bukti yang ada.
b. Melakukan pertemuan dan musyawarah dengan penyelenggara otonomi
daerah.
Musyawarah adalah yang paling mudah dapat dilakukan mayarakat sebagai
partisipasinya dalam membangun daerah. Melalui hal ini masyarakat dapat
menyuarakan suaranya kepada pemerintah daerah jika ada kebijakan dari
pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan masyarakat daerah tersebut.
Pemerintah daerah juga memperhatikan bahwa tidak semua suara adalah
baik karena mungkin juga terdapat konflik kepentingan maupun golongan
yang tidak sejalan dengan proses berjalannya pemerintahan. Dalam
pertemuan masyarakat juga dapat menyampaikan aspirasi serta
keinginannya dalam implementasi otonomi daerah. Tokoh masyarakat dan
representasi dari setiap bagian daerah dapat ikut andil dalam hal tersebut.
4. Good governance adalah sebuah konsep penyelenggaraan manajemen pembangunan
yang solid dan bertanggung jawab. Dalam prosesnya hal tersebut harus sejalan
dengan prinsp efisiensi, demokrasi, dan transparan dalam menjalankan fungsi-funsi
yang ada. Intinya good governance menitikberatkan pada proses mencapai suatu
keputusan yang pelaksaannya dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Hal ini
dapat diraih dengan consensus untuk meraih tujuan bersama dari pemerintah, warga
nega, serta sektor swasta.
Good governance memiliki beberapa prinsip dalam pelaksanaanya. Dapat dikatakan
good governance merupakan yang dapat menjadi tolak ukur dari dari kinerja
pemerintah. Kurangnya dalam satu aspek maka mengakibatkan tanda bahwa ada
masalah terhadap pemerintahan. Beberapa aspek yang harus dilihat adalah,

a. Partisipasi masyarakat
Hal ini diatur oleh Pasal 96 Dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang signkatnya menyatakan
bahwa masyarakat berhak memerilkan masukan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Hal ini diharapkan agar pembentukan
peraturan perundang-undangan benar-benar mendengar aspirasi dari rakyat.
b. Supremasi hukum
Dalam hal ini hukum harus benar-benar ditegakkan dengan menegakkan rule
of law ,yakni supremasi hukum, kepastian hukum, hukum responsive,
konsisten dan non-diskriminatif, serta independesi peradilan dari berbagai
intervensi.
c. Transparansi yakni sistem keterbukaan bahwa semua kebijakan atau
tindakan pemerintah diberikan detailnya kepadda masyarakat. Hal ini untuk
membangun kepercayaan masyarakat serta sebagai wahana bagi masyarakat
untuk mengawasi pemerintahan.
d. Menyediakan Tempat bagi Dunia Usah
Dalam hal ini pemerintah memberikan kesmepatan bagi para pengusaha
untuk berkontribusi pada masyarakat luas dengan melakukan pedoman bagi
pengusaha.
e. Orentasi Konsensus
Memfokuskan pada setiap kepetusan digunakan berdasarkan proses
musyawarah dengan partisipasi masyarakat.
f. Kesetaraan
Dalam hal ini proses pelayanan serta informasi harus diberikan sama kepada
seluruh lapisan masyarakat dan tidak memandang strata.
g. Efektifitas dan efisien.
Yakni pemerintahan harus bertumpu pada proses kenyataan bahwa
kebijakan yang diputuskan benar-benar dibutuhkan masyarakat.
h. Akuntabilitas
Yakni sebuah proses pertanggungjawaban kinerja pejabat terhadap
masyarakat pada proses yang telah diterapkan transparasi dan lainnya.
i. Visi Strategis
Yakni prinsip dimana pemerintahan harus memiliki pandanga strategis
dalam menghadapi masa mendatang.
Dalam hal ini mahasiswa sebagai partisipasinya dalam upaya pengabdian serta
kontribusi dalam masyarakat juga memiliki peran dalam mengembangkan sistem
good governance yang baik. Beberapa peran dalam mahasiswa yaitu,
 Sebagai agent of change
Dalam hal ini mahasiswa sebagai kaum intetelektual menjadi katalis atau
pemicu terjadinya perubahan dalam masyarakat di bidang sosial dll untuk
mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Hal ini sesuai yang diamanatkan
dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
Bahwa mahasiswa juga termasuk golongan yang dapat menyampaikan
aspirasinya. Aspirasi
 Sebagai sosial kontrol
Dalam hal ini mahasiswa mengamati krisis atau realitas yang terjadi pada
masyarakat dalam rangka mengawasi tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah. Dalam penyelengaraan negara yang demokrasi, mahasiswa juga
ikut andil dalam mengatasi masalah yang ada. Masalah sosial yang semakin
banyak dewasan ini juga menuntut mahasiswa dalam menyikapinya, mulai
hari kesamarataan hukum yang masih kurang, rancangan undang-undang
yang hanya mementingkan beberapa golongan, hingga penuntutan perbaikan
pelayanan masyarakat.
 Sebagai iron stock
Dalam hal ini mahasiswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan serrta
perlaku yang baik kelak akan menjadi pemimpin bangsa. Diharapkan
mahasiswa tersebut dapat menjaga integritas serta berperan aktif dalam
menjaga proses pemerintahan yang baik kelak.

Referensi:

MKDU4111

Fahri, M. (2022). FAKTOR PENDUKUNG KEBERHASILAN PENYELENGGARAAN OTONOMI


DAERAH. Jurnal Ilmu Pemerintahan Unbara, 1(1), 19-25.

Nasution, A. H. (2016). Otonomi Daerah: Masalah dan Penyelesaiannya di Indonesia. Jurnal


Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan), 4(2), 206-215.

Seta, S. T. (2020). Hak Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan. Jurnal Legislasi Indonesia, 17(2), 154-166.

Istichomaharani, I. S., & Habibah, S. S. (2016). Mewujudkan peran mahasiswa sebagai


agent of change, social control, dan iron stock. In Prosiding Seminar Nasioanal dan Call
For Paper ke (Vol. 2, pp. 1-6).
Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bagian Prorokol dan Komunikasi Pimpinan, Diakses
melalui: https://prokomsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-prinsip-
dan-penerapan-good-governance-di-indonesia-99

You might also like