Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

Politica: Vol. 6, No.

2, 2019 Juli – Desember 2019

PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PESTA DEMOKRASI

Azirah
azirahzira.az@gmail.com
IAIN Langsa

ABSTRACT
Beginner voters have different characteristics with older people in general.
Beginner voters tend to be critical, self-contained, independent and are not
satisfied with the establishment, pro-change and so on. The characteristics
condusive to building a community of intelligent voters in the general election
voters have rational consideration in determining his choice. For example,
because the integrity of the political party leaders nominated, track record or
work programs are offered. Because it has not had experience in presidential
elections, beginner voters need to know and understand the various matters
related to the election is held, what are the stages of the election, anyone who is
eligible to participate in the elections, how the procedures for exercising the right
to vote in elections and so on. The beginner voters expexted that still can maintain
their political participation, so that when the quota rights of beginner voters can
be run by continuing to participate at this stage then democracy will be able to
bring the era of Indonesian democracy at this stage of the better later on, of course
it would be better anyway when beginner voters can choose intelligently based
sciences that have been obtained and supported with good ethics is also based on
conscience and integrity in the absence of negative things from those who play
with a sense of cheating.

Keywords: political participation, beginner voters, general election.

ABSTRAK
Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua
pada umumnya. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen serta
tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya. Karakteristrik itu
cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni
pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya.
Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record

86
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih
dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal
yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa
saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana
tata cara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. Pemilih pemula
diharapkan tetap dapat mempertahankan partisipasi politiknya, sehingga ketika
kuota hak pemilih pemula ini dapat dijalankan dengan terus berpartisipasi pada
pentas demokrasi maka ini akan dapat membawa era demokrasi Indonesia pada
tahap yang lebih baik nantinya, tentunya hal itu akan lebih baik pula ketika
pemilih pemula dapat memilih dengan cerdas berdasarkan ilmu-ilmu yang telah
didapatkan serta didukung dengan etika yang baik pula berdasarkan hati nurani
dan integritas tanpa adanya hal-hal negatif dari pihak-pihak yang bermain
dengan rasa kecurangan.

Kata kunci : Partisipasi politik, pemilih pemula, pemilihan umum

PENDAHULUAN utama karena melalui penataan, sistem


Pesta demokrasi atau yang lebih & kualitas penyelenggaraan pemilu
kita kenal dengan Pemilihan Umum diharapkan dapat benar-benar
(pemilu) adalah memilih seorang mewujudkan pemerintahan yang
penguasa, pejabat atau lainnya dengan demokratis yang tentunya sesuai dengan
jalan menuliskan nama yang dipilih harapan bersama. Pemilu sangatlah
dalam secarik kertas atau dengan penting bagi sebuah negara,
memberikan suaranya dalam pemilihan.1 dikarenakan:
Pemilu dianggap hal yang penting 1. Pemilu merupakan sarana
karena merupakan bentuk paling riil dari perwujudan kedaulatan rakyat
demokrasi serta wujud paling konkret 2. Pemilu merupakan sarana bagi
keikutsertaan(partisipasi) rakyat dalam pemimpin politik untuk
penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, memperoleh legitimasi
sistem & penyelenggaraan pemilu
hampir selalu menjadi pusat perhatian

1
Abu Nashr Muhammad Al-Iman,
Membongkar Dosa-dosa Pemilu, Prisma Media,
Jakarta, 2004, hlm. 29.

87
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

3. Pemilu merupakan sarana bagi Pemilih dalam setiap pemilihan


rakyat untuk berpartisipasi dalam umum didaftarkan melalui pendataan
proses politik. yang dilakukan oleh petugas yang
4. Pemilu merupakan sarana untuk ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan
melakukan penggantian umum. Adapun syarat-syarat yang harus
pemimpin secara konstitusional. dimiliki untuk menjadikan seseorang
Dalam hal ini yang berhak dapat memilih adalah: 3
memilih adalah warga negara Indonesia 1. WNI yang berusia 17 tahun atau
yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.

lebih atau sudah/pernah kawin. Seorang 2. Tidak sedang terganggu

warga negara Indonesia yang telah jiwa/ingatannya

mempunyai hak memilih, baru bisa 3. Terdaftar sebagai pemilih.


4. Bukan anggota TNI/Polri
menggunakan haknya, apabila telah
(Purnawirawan / Sudah tidak lagi
terdaftar sebagai pemilih.2 Pemilih
menjadi anggota TNI /
pemula merupakan pemilih yang baru
Kepolisian).
pertama kali memilih karena usia
5. Tidak sedang dicabut hak pilihnya
mereka baru memasuki usia pemilih
6. Terdaftar di DPT.
yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan
7. Khusus untuk Pemilukada calon
mereka terhadap pemilu tidak berbeda
pemilih harus berdomisili
jauh dengan kelompok lainnya, yang
sekurang-kurangnya enam bulan
membedakan adalah soal antusiasme
didaerah yang bersangkutan. 4
dan preferensi. Preferensi politik dapat Pemilih pemula sangat memiliki
disimpulkan sebagai sisi seseorang andil yang besar dalam pemilu. Mereka
dimana dia memiliki kecenderungan dan sangat berperan sebagai pengawas
kesukaan terhadap suatu pelaksanaan partisipatif pada pemilu yang akan
aktivitas politik baik itu berupa pemilu, diselenggarakan. Partisipatif/ partisipasi
pengambilan keputusan, berperan aktif adalah penentuan sikap dan keterlibatan
dalam pemerintahan dan sebagainya.

2 4
Prof. H. Rozali Abdullah, S.H. Mewujudkan Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran
Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), PT. Raja Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dan Mekanisme
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h. 168. PenyelesaiiannyaI. Jurnal Konstitusi Vol II nomor 2,
3
Ibid November 2010, h. 44.

88
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

hasrat setiap individu dalam situasi dan melaksanakannya melalui kegiatan


kondisi organisasinya, sehingga pada bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan
akhirnya mendorong individu tersebut serta masa depan masyarakat itu dan untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan menentukan orang-orang yang akan
organisasi, serta ambil bagian dalam setiap memegang tampuk pimpinan.7 Herbert
pertanggungjawaban bersama.5 Istilah McClosky seorang tokoh masalah
partisipasi politik diterapkan kepada partisipasi berpendapat: “partisipasi
aktivitas orang dari semua tingkat sistem politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela
politik; pemilih (pemberi suara) dari warga masyarakat melalui mana
berpartisipasi dengan memberikan mereka mengambil bagian dalam proses
suaranya; menteri luar negeri pemilihan penguasa, dan secara langsung
berpartisipasi dalam menetapkan atau tidak langsung dalam proses
kebijaksanaan luar negeri. Kadang-kadang pembentukan kebijakan umum” (the
istilah tersebut lebih diterapkan pada term”political participation” will refer to
orientasi politik daripada aktivitas politik; those voluntary activities by which
warga Negara berpartisipasi dengan members of a society share in the selection
6
menaruh minat dalam politik. John Stuart of rulers and, directly or indirectly, in the
Mill dalam Miriam Budiardjo (1994) formation of public policy”).8
menyatakan bahwa partisipasi dalam Partisipasi politik yang meluas
kehidupan politik dapat menyebabkan merupakan ciri khas modernisasi politik.
pengembangan kapasitas pribadi Di dalam masyarakat tradisional,
“tertinggi dan serasi” dalam rangka pemerintahan dan politik biasanya hanya
menuju jalan kebebasan dan merupakan urusan satu golongan elit yang
pengembangan diri. Di negara-negara kecil.9 Sebagai definisi umum dapat
demokratis, pemikiran yang mendasari dikatakan bahwa partisipasi politik adalah
konsep partisipasi politik ialah bahwa kegiatan seseorang atau kelompok orang
kedaulatan ada di tangan rakyat yang untuk ikut serta secara aktif dalam

5 8
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia
Dalam Perspektif Struktural Fungsional, SIC, Surabaya, 9
Samuel P. Huntington dan John Nelson,
2002, h. 128. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta,
6
Ibid, h. 129. Jakarta, 1994, h. 1.
7
Prof. Miriam Budiardjo, Demokrasi Di
Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila,
PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994, Jakarta, h. 184.

89
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

kehidupan politik, antara lain dengan jalan dukungan dari kelompok ini secara tidak
memilih pemimpin Negara dan, secara langsung membawa dampak pencitraan
langsung atau tidak langsung, yang sangat berarti. Setidaknya untuk
memengaruhi kebijakan pemerintah pengamanan proses regenerasi kader
(public policy). Kegiatan ini mencakup politik kedepan, meskipun membutuhkan
tindakan seperti memberikan suara dalam biaya yang tidak sedikit. Ketiadaan
pemilihan umum, mengadakan hubungan dukungan dari kalangan ini akan terasa
(contacting) atau lobbying dengan pejabat cukup merugikan bagi target-target suara
pemerintah atau anggota parlemen, pemilu yang telah ditetapkan tiap-tiap
menjadi anggota partai atau salah satu parpol.
gerakan sosial dengan direct actionnya, Pemilih pemula yang terdiri atas
dan sebagainya.10 pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan
Dalam hal ini, partisipasi politik rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen
oleh pemilih pemula sangatlah penting yang memang unik, sering kali
karena sebanyak 20 % dari seluruh memunculkan kejutan dan tentu
pemilih adalah pemilih pemula, dengan menjanjikan secara kuantitas. Disebut
demikian jumlah pemilih pemula unik,sebab perilaku pemilih pemula
sangatlah besar, sehingga hak warga dengan antusiasme tinggi, relatif lebih
negara dalam menggunakan hak pilihnya rasional, haus akan perubahan dan tipis
janganlah sampai tidak berarti akibat dari akan kadar polusi pragmatisme. Pemilih
kesalahan-kesalahan yang tidak pemula memiliki antusiasme yang tinggi
diharapkan, misalnya jangan sampai sementara keputusan pilihan yang belum
sudah memiliki hak pilih tidak dapat bulat, sebenarnya menempatkan pemilih
menggunakan hak pilihnya karena tidak pemula sebagai swing vooters yang
terdaftar atau juga masih banyak sesungguhnya. Pilihan politik mereka
kesalahan dalam menggunakan hak belum dipengaruhi motivasi ideologis
pilihnya, dll. Siapapun itu yang bisa tertentu dan lebih didorong oleh konteks
merebut perhatian kalangan akan dapat dinamika lingkungan politik lokal.
merasakan keuntungannya. Lahirnya Pemilih pemula mudah dipengaruhi

10
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, h.
367

90
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

kepentingan-kepentingan tertentu, membuat iklan atau propaganda politik


terutama oleh orang terdekat seperti yang menarik para pemilih pemula.
anggota keluarga, mulai dari orang tua Mereka juga membentuk komunitas
hingga kerabat dan teman. Selain itu, kalangan muda dengan aneka kegiatan
media massa juga lkut berpengaruh yang menarik anak-anak muda, khususnya
terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini pemilih pemula. Tujuannya agar para
dapat berupa berita ditelevisi, spanduk, pemilih pemula tertarik dengan partai atau
brosur, poster, dan lain-lain. Pemilih kandidat tersebut dan memberikan
pemula khususnya remaja (berusia 17 suaranya dalam pemilu untuk mereka
tahun) mempunyai nilai kebudayaan yang sehingga mereka dapat mendulang suara
santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang signifikan dan meraih kemenangan.
yang informal dan mencari kesenangan, Oleh karena itu, partisipasi politik pemilih
oleh karena itu semua hal yang kurang pemula sangat memililki andil yang besar
menyenangkan akan dihindari. Disamping dalam pemilihan umum (pemilu) 12
mencari kesenangan, kelompok sebaya
adalah paling penting dalam kehidupan METODE
seorang remaja, sehingga bagi seorang Metode penelitian yang
remaja perlu mempunyai kelompok teman digunakan metode deskriptif analisis,
11
sendiri dalam pergaulan. yaitu suatu metode penelitian untuk
Dalam penghitungan suara memperoleh gambaran mengenai situasi
pemilu, satu suara saja sangat berarti dan keadaan dengan cara pemaparan
karena bisa mempengaruhi kemenangan data yang diperoleh sebagaimana
politik. Apalagi suara yang berjumlah adanya, yang kemudian melalui berbagai
jutaan sebagaimana halnya yang dimiliki
analisis disusun beberapa kesimpulan.
kalangan Pemilih pemula. Itu sebabnya,
Metode pendekatan yang digunakan
dalam setiap pemilu pemilih pemula
adalah yuridis normatif karena
menjadi “rebutan” berbagai kekuatan
menggunakan data sekunder sebagai
politik. Menjelang pemilu, partai politik
sumber utama. Adapun data yang
atau peserta pemilu lainnya, biasanya

11 12
http://digilib.sunanampel. Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan
ac.id/files/disk1/191/jiptiain--miraatunni-9509-5-bab2.pdf, Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
diakses pada tanggal 14 Oktober 2019, pukul 16.20 h. 5
WIB.

91
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

digunakan dalam menyusun tulisan ini belum punya pengalaman memilih dalam
diperoleh dari penelitian kepustakaan pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui
(library research). Peneliti menggunakan dan memahami berbagai hal yang terkait
pendekatan metode empiris (Yuridis dengan pemilu. Misalnya untuk apa
Sosiologis) dalam penelitian dimana pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan
metode penelitan ini banyak digunakan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta
pada penelitian yang bertujuan untuk dalam pemilu, bagaimana tata cara
menjelaskan suatu kejadian. menggunakan hak pilih dalam pemilu dan
sebagainya. Pertanyaan itu penting
HASIL DAN PEMBAHASAN diajukan agar Pemilih Pemula menjadi

Dari definisi yang diungkapkan pemilih cerdas dalam menentukan pilihan

di atas, bahwa pemilih pemula adalah politiknya di setiap pemilu.13

pemilih yang baru pertama kali memilih Pemilih pemula yang berperan
penting menentukan arah perubahan
karena usia mereka baru memasuki usia
kemajuan Indonesia memiliki potensi
pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Secara
akan berhasil memenangkan Pemilu yang
psikologis, Pemilih pemula memiliki
akan berlangsung. Dengan jumlah
karakteristik yang berbeda dengan orang-
perkiraan pemilih pemula yang besar
orang tua pada umumnya. Pemilih pemula
maka jelas akan berpotensi memenangkan
cenderung kritis, mandiri, independen,
Pemilu, sehingga sayang rasanya jika
anti status quo atau tidak puas dengan
suara dari pemilih pemula ini diabaikan
kemapanan, pro perubahan dan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan
sebagainya. Karakteristrik itu cukup
dalam Pemilu dan sepatutnya harus
kondusif untuk membangun komunitas
mampu untuk dirangkul agar pemilih
pemilih cerdas dalam pemilu yakni
pemula aktif dalam partisipasi politik yang
pemilih yang memiliki pertimbangan
dalam hal ini berpartisipasi memilih dan
rasional dalam menentukan pilihannya.
tidak golput mengingat ini merupakan
Misalnya karena integritas tokoh yang
suatu peluang untuk mencapai
dicalonkan partai politik, track record atau
kemenangan dalam pemilu ketika suara
program kerja yang ditawarkan. Karena

13
http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/0 program-yang-belum-merata/id/, diakses 14 Oktober 2019
2/pemilih-pemula- pemilu-2014-potensi-besar-sosialisasi- pada pukul 19.00 WIB

92
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

pemilih pemula dapat dirangkul oleh disebabkan oleh ketidakpedulian


otoritas politik. generasi milenial terhadap politik dan
Secara umum menurut riset kurangnya informasi waktu pencoblosan
International IDEA (2016), “Voters pilpres, dengan persentase masing-
Turnout Trends around the World”, tren masing 65,4 persen dan 25,3 persen.
partisipasi pemilih dalam pemilu secara Jumlah daftar pemilih tetap (DPT)
global mengalami penurunan signifikan pemilu serentak 2019 yang telah
sejak 1990-an. Jumlah pemilih global ditetapkan KPU sebanyak lebih dari 192
cukup stabil antara tahun 1940-an. Era juta orang. Dari jumlah tersebut, 100 juta
1980-an, menurun dari 78 persen di antaranya berumur 17 tahun hingga 39
menjadi 76 persen. Pada 1990-an turun tahun atau yang kerap disebut sebagai
sampai 70 persen, dan terus mengalami generasi milenial atau pemilih pemula.15
penurunan mencapai 66 persen periode Dewasa ini, banyak terdapat
2011-2015. Untuk Asia dan Amerika, sejumlah kendala yang terkait dengan
tren jumlah pemilih relatif stabil dari pemilih pemula yang di antaranya
waktu ke waktu, namun di kedua pertama, pemilih pemula yang pada 17
wilayah jumlah pemilih telah jauh di April 2019 berumur 17 tahun dan ingin
bawah rata-rata global.14 Selain itu mengikuti Pemilu masih banyak yang
berdasarkan Hasil survei organisasi belum melakukan perekaman dan
partisipasi pemilu, Jeune & Raccord pencetakan e-KTP, alias belum memiliki
(J&R) menyebut potensi golput atau e-KTP. Kedua, syarat perekaman,
tidak memilih di kalangan milenial pada penerbitan, dan pemberian e-KTP baru
pemilu presiden 2019 mencapai lebih bisa dilakukan pas di hari ketika
dari 40 persen. Survei itu melibatkan penduduk berusia 17 tahun. Sementara
1.200 responden di seluruh provinsi bila dilakukan perekaman dan
Indonesia pada 10-16 Maret 2019 penerbitan e-KTP tepat di hari
dengan margin of error kurang lebih 2,8 pemungutan suara pada 17 April 2019
persen. Tingginya angka golput tersebut meskipun dijanjikan Mendagri Tjahjo

14 15
http://ksp.go.id/partisipasi-pemilih-dalam- https://www.voaindonesia.com/a/potensi-
pemilu/, diakses 14 Oktober 2019 pada pukul 19.30 WIB golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14 Oktober 2019
pada pukul 20.00 WIB

93
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

Kumolo bisa dilakukan hanya dalam mereka tak bisa memilih. Jadi, meskipun
waktu satu jam jika seluruh persyaratan pemilih pemula sudah masuk dalam
terpenuhi bisa dianggap melanggar DPT, jika tidak mempunyai e-KTP atau
aturan dan sangat riskan dilakukan. Suket, tidak dapat menyalurkan hak
Apalagi di hari libur karena dipastikan pilihnya.
seluruh rakyat Indonesia yang Disamping itu terdapat pula
memenuhi syarat pemilih tengah masalah lainnya di antaranya pertama,
berkonsentrasi untuk mengikuti Pemilu pemilih pemula rawan dipolitisasi dan
2019. Ketiga, dalam UU No. 7 tahun dijadikan komoditas politik untuk
2017 tentang Pemilu diatur mengenai mendongkrak popularitas dan
Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau elektabilitas kontestan Pemilu, baik
pemilih yang telah terdaftar dalam DPT Pilpres maupun Pileg. Kedua, pemilih
di suatu TPS yang karena keadaan pemula rawan didekati, dipersuasi,
tertentu Pemilih tidak dapat dipengaruhi, dimobilisasi, dan
menggunakan haknya untuk memilih di sebagainya untuk bersedia mengikuti
TPS tempat yang bersangkutan terdaftar kampanye yang dilaksanakan. Padalah
dan memberikan suara di TPS lain. sebelum ini, para kontestan Pemilu
Syaratnya, harus menunjukkan e-KTP tersebut tidak jelas kepeduliannya
atau Surat Keterangan (Suket) dan terhadap pemilih pemula. Ketiga,
salinan bukti telah terdaftar sebagai pemilih pemula masih banyak mengidap
Pemilih dalam DPT di TPS asal dengan penyakit labilitas dan emosionalitas.
menggunakan formulir Model A.A.1- Dalam kontek Pemilu, mereka berada
KPU (PKPU No. 11 tahun 2018, Pasal dalam pusaran antara antusiasme politik
37 ayat 1). Selain itu, pada Pasal 348 UU dengan apatisme politik. Pada satu sisi
No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu sangat bersemangat dan ingin
mengatur bahwa pada Pemilu 2019, mengetahui seputar Pemilu, khususnya
untuk pertama kalinya, kepemilikan melalui media sosial. Namun, belum
KTP elektronik (KTP-E) menjadi syarat tentu antusiasisme tersebut simetris
sah bagi warga negara untuk dapat dengan realitas perilaku politiknya.
menggunakan hak pilih. Tanpa KTP-E, Bahkan tidak sedikit kalangan pemilih

94
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

pemula, termasuk mahasiswa, lebih yang harus 'dicoblos' oleh pemilih cukup
memilih tidak menyalurkan hak pilihnya banyak, yakni: (1) untuk Capres dan
alias Golput. Dengan kata lain Cawapres, (2) anggota DPR, (3) anggota
antusiasisme politik kalangan muda, DPD, (4) anggota DPRD Provinsi dan
khususnya pemilih pemula di politik (5) untuk anggota DPRD
lebih merefleksikan suatu fenomena Kabupaten/Kota (di Jakarta tidak ada
romantisme politik atau sensate DPRD Kabupaten/Kota). Bukan tidak
democracy. Keempat, pemilih pemula mungkin, pemilih pemula tidak
sering menjadi sasaran empuk politik mengetahui sah dan tidak sahnya
transaksional, atau politik uang. Politik pencoblosan surat suara.
uang dalam konteks pemilih pemula bisa Selain masalah diatas, terdapat
berangkat atas inisiatif dari partai juga faktor- faktor yang mempengaruhi
politik, tim kampanye, dan para calo keikutsertaan pemilih pemula dalam
politik (political broker). Tetapi, bisa menentukan pilihan politiknya.
juga berasal dari inisiatif pemilih pemula Contohnya karakteristik sosial dan
itu sendiri. Jangan lupa, di antara pengelompokan sosial yang mempunyai
pemilih pemula juga sudah mengenal pengaruh-pengaruh yang cukup signifikan
politik uang serta sumber-sumber dari dalam menentukan perilaku pemilih
politik uang tersebut. Hanya saja politik seseorang. Karakteristik sosial seperti

uang di kalangan pemilih pemula pekerjaan, pendidikan sampai

cenderung hanya dalam jumlah terbatas, karakteristik sosiologis seperti agama,

recehan atau eceran. Bukan dalam wilayah, jenis kelamin, umur dan
sebagainya merupakan bagian-bagian dan
jumlah besar, glosiran, partaian, atau
faktor-faktor penting dalam menentukan
kardusan. Kelima, pemilih pemula
pilihan politik. Singkat kata,
belum berpengalaman dalam mengikuti
pengelompokan sosial seperti umur, jenis
kegiatan Pemilu, khususnya pemberian
kelamin, agama dan semacamnya
suara di Tempat Pemungutan Suara
dianggap mempunyai peranan yang cukup
(TPS). Kegiatan ini gampang-gambang
menentukan dalam membentuk
susah. Terlebih pada Pemilu Serentak
pengelompokan seseorang. Hal ini
2019 di mana surat suara (ballot paper)
merupakan sesuatu yang sangat vital

95
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

dalam memahami perilaku politik Survei J&R juga


seseorang. Selain itu, faktor pendekatan mengungkapkan generasi milenial yang
psikologis juga memiliki pengaruh mengikuti isu politik lebih banyak di
terhadap pilahan politik seseorang. Pilihan perkotaan dibandingkan dengan desa
seseorang anak yang telah melalui tahap dengan perbandingan 40,35 persen dan
sosialisasi politik tidak jarang sama 27,5 persen. Dari sisi gender, milenial
dengan pilihan politik orang tuanya. laki-laki juga lebih banyak mengikuti isu
Pendekatan psikologis menekankan pada
politik dibandingkan perempuan dengan
tiga aspek psikologis sebagai kajian utama
persentase 35 persen berbanding 29
yaitu ikatan emosional pada suatu partai
persen. Sementara dari sisi pendidikan,
politik, orientasi terhadap isu-isu dan
milenial yang berpendidikan tinggi juga
orientasi kepada kandidat. Selain
lebih banyak mengikuti isu politik
pendekatan psikologis, terdapat
ketimbang milenial berpendidikan
pendekatan rasional. Pemilih pemula akan
rendah yakni 42,7 persen dan 29,8
memilih jika ia merasa ada timbal balik
persen.17
yang akan diterimanya. Ketika pemilih
Di era modern ini dunia
merasa tidak mendapatkan faedah dengan
mengalami kegoncangan nilai dan norma
memilih calon legislatif yang sedang
yang cukup kuat. Krisis moral dan etika
bertanding, ia tidak akan mengikuti dan
kehidupan berbangsa terutama krisis nilai
melakukan pilihan pada proses Pemilu.
pada aspek politik begitu terasa,
Hal ini juga sejalan dengan prinsip
contohnya saja peningkatan angka golput
ekonomi dan hitung ekonomi. Pendekatan
pada setiap penyelenggaraan pemilu.
ini juga mengandaikan bahwa calon
Selain itu, penyimpangan etika privat dan
legislatif akan melakukan berbagai
etika publik dalam bernegara mengalami
promosi dan kampanye yang bertujuan
peningkatan dan kekacauan norma
untuk menarik simpati dan keinginian
seakan-akan terus terjadi dalam praktik
masyarakat untuk memilih dirinya pada
pengelolaan negara sehingga dalam
pemilu.16
suasana globalisasi kita gamang

16 17https://www.voaindonesia.com/a/potensi-
Samuel Huntington, Partisipasi Politik di
golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14 Oktober 2019
Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, h. 13
pada pukul 20.00 WIB

96
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

menghadapinya, dengan sikap responsif.18 mereka kehilangan selera untuk terlibat


Tindakan politik yang senantiasa aktif dalam partisipasi politik.21
mendasarkan diri pada etika tentu akan
selalu menghasilkan kebaikan-kebaikan KESIMPULAN
bersama yang lebih besar dari pada UU No. 7 tahun 2017 tentang
sekedar tindakan politik yang hanya Pemilu memberikan jaminan bagi
mementingkan kepentingan sesaat. pemilih pemula yang pada saat pemilu
Karena etika pada hakikatnya memiliki
berlangsung genap berusia 17 tahun
landasan pemikiran kritis berkaitan
guna menyalurkan hak pilihnya pada
dengan ajaran-ajaran maupun pandangan-
pesta demokrasi. Secara kuantitatif,
pandangan tentang moral dalam konteks
jumlah pemilih pemula cukup besar dan
kehidupan sebagai umat manusia yang
berkontribusi signifikan bagi
memiliki potensi kebaikan. Memilih untuk
kemenangan Pasangan Calon Calon
golput sama saja dengan mengabaikan
Presiden dan Wakil Presiden pada
nilai-nilai etika dalam bernegara.19 Oleh
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
karena itu diharapkan kepada generasi
(Pilpres) maupun Pemilihan Anggota
milenial dan pemilih pemula untuk
DPR, DPD dan DPRD atau Pemilu
menerapkan nilai-nilai etika dengan ikut
Legislatif (Pileg). Namun demikian,
berperan aktif dan tidak golput dalam
dalam aktualisasi hak pilih mereka
pesta demokrasi. 20 Mereka jadi segmen
masih mengandung masalah dan bahkan
yang sangat strategis untuk dilibatkan
potensial yang menyebabkan pemilih
partisipasinya dalam memberikan
pemula kehilangan hak pilihnya.
kontribusi bagi Indonesia. Membangun
Masalah ini tidak boleh dibiarkan
persepsi bahwa politik yang baik dan
berlarut-larut dan dicarikan solusinya
sehat itu adalah hal penting menjadi
untuk menyelamatkan jutaan hak pilih
mendesak dilakukan. Jangan sampai
kelompok potensial ini pada Pemilu
para pemilih pemula ini terus terjebak
yang akan berlangsung. Selain masih
pada apatisme politik yang membuat

18 20
Jimly Asshiddiqie, Menegakkan Etika Jimly Asshidiqie, Peradilan Etik Dan Etika
Penyelenggara Pemilu, Raja grafindo, Jakarta, 2013, h. 22, Konstitusi, Sinar Grafika, Jakata Timur , 2014 h. 278-281
dan 29-30 21
https://www.kompasiana.com/mahfudm
19
Ibid. d_info, diakses 17 Oktober 2019 pada pukul 13.35 WIB

97
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

banyaknya kendala terkait dengan


administrasi, perlu juga dilakukan
gerakan nasional untuk mengurangi
potensi golput di kalangan milenial dan
pemilih pemula. Gerakan tersebut dapat
berupa sosialisasi kepada pemilih
pemula agar mengambil andil dalam
pesta demokrasi ini. Menyampaikan
segala informasi pemilu termasuk hari
H, kapan pencoblosan, bagaimana cara
nya, dimana tempatnya, serta segala hal
yang terkait dengan penyelenggaraan
pemilu. Gerakan ini dilakukan agar
demokrasi di Indonesia dapat menjadi
sehat, yang salah satu syaratnya yaitu
partisipasi aktif dari warga Negara
termasuk para pemilih pemula.

98
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU
Abdullah, Rozali, 2009, Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Al-Iman, Abu Nashr Muhammad, 2004, Membongkar Dosa-dosa Pemilu, Prisma Media,
Jakarta.
Asshidiqie, Jimly, 2014, Peradilan Etik Dan Etika Konstitusi, Sinar Grafika, Jakata Timur.
Asshiddiqie, Jimly, 2013, Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu, Raja grafindo, Jakarta
Assiddiqie, Jimly, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika,
Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 1994, Demokrasi Di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Huntington, Samuel, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.
Nelson, John dan Samuel P. Huntington, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
Rineka Cipta, Jakarta.
Rahman, Arifin, 2002, Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Struktural Fungsional, SIC,
Surabaya.
Yusdianto, November 2010, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah
(Pemilukada) dan Mekanisme PenyelesaiiannyaI, Jurnal Konstitusi Vol II nomor 2,
Jakarta.

99
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019

B. ARTIKEL
Eko Sulistyo, Partisipasi Pemilih dalam Pemilu, 05 Maret 2019, diperoleh dari
http://ksp.go.id/partisipasi-pemilih-dalam-pemilu/, diakses 14 Oktober 2019 pada
pukul 19.30 WIB
Mahfud, MD, Pentingnya Para Pemilih Pemula dalam Pemilu, 24 Juni 2015, diperoleh dari
https://www.kompasiana.com/mahfudmd_info/ diakses 17 Oktober 2019 pada pukul
13.35 WIB
Miko Elfisha, Pemilih Pemula dan Muda Tentukan Arah Bangsa, 16 April 2019 diperoleh dari
http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-pemilu-2014-potensi-
besar-sosialisasi-program-yang-belum-merata/id/, diakses 14 Oktober 2019 pada pukul
19.00 WIB
Sasmito Madrim, Potensi Golput Milenial Capai 40 Persen , 4 April 2019 diperoleh dari
https://www.voaindonesia.com/a/potensi-golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14
Oktober 2019 pada pukul 20.00 WIB
http://digilib.sunanampel.ac.id/files/disk1/191/jiptiain--miraatunni-9509-5-bab2.pdf,diakses
pada tanggal 14 Oktober 2019, pukul 16.20 WIB.

100

You might also like