Professional Documents
Culture Documents
2735-Article Text-8242-1-10-20210411
2735-Article Text-8242-1-10-20210411
Azirah
azirahzira.az@gmail.com
IAIN Langsa
ABSTRACT
Beginner voters have different characteristics with older people in general.
Beginner voters tend to be critical, self-contained, independent and are not
satisfied with the establishment, pro-change and so on. The characteristics
condusive to building a community of intelligent voters in the general election
voters have rational consideration in determining his choice. For example,
because the integrity of the political party leaders nominated, track record or
work programs are offered. Because it has not had experience in presidential
elections, beginner voters need to know and understand the various matters
related to the election is held, what are the stages of the election, anyone who is
eligible to participate in the elections, how the procedures for exercising the right
to vote in elections and so on. The beginner voters expexted that still can maintain
their political participation, so that when the quota rights of beginner voters can
be run by continuing to participate at this stage then democracy will be able to
bring the era of Indonesian democracy at this stage of the better later on, of course
it would be better anyway when beginner voters can choose intelligently based
sciences that have been obtained and supported with good ethics is also based on
conscience and integrity in the absence of negative things from those who play
with a sense of cheating.
ABSTRAK
Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua
pada umumnya. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen serta
tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya. Karakteristrik itu
cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni
pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya.
Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record
86
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih
dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal
yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa
saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana
tata cara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. Pemilih pemula
diharapkan tetap dapat mempertahankan partisipasi politiknya, sehingga ketika
kuota hak pemilih pemula ini dapat dijalankan dengan terus berpartisipasi pada
pentas demokrasi maka ini akan dapat membawa era demokrasi Indonesia pada
tahap yang lebih baik nantinya, tentunya hal itu akan lebih baik pula ketika
pemilih pemula dapat memilih dengan cerdas berdasarkan ilmu-ilmu yang telah
didapatkan serta didukung dengan etika yang baik pula berdasarkan hati nurani
dan integritas tanpa adanya hal-hal negatif dari pihak-pihak yang bermain
dengan rasa kecurangan.
1
Abu Nashr Muhammad Al-Iman,
Membongkar Dosa-dosa Pemilu, Prisma Media,
Jakarta, 2004, hlm. 29.
87
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
2 4
Prof. H. Rozali Abdullah, S.H. Mewujudkan Yusdianto, Identifikasi Potensi Pelanggaran
Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), PT. Raja Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) dan Mekanisme
Grafindo Persada, Jakarta, 2009, h. 168. PenyelesaiiannyaI. Jurnal Konstitusi Vol II nomor 2,
3
Ibid November 2010, h. 44.
88
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
5 8
Arifin Rahman, Sistem Politik Indonesia
Dalam Perspektif Struktural Fungsional, SIC, Surabaya, 9
Samuel P. Huntington dan John Nelson,
2002, h. 128. Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta,
6
Ibid, h. 129. Jakarta, 1994, h. 1.
7
Prof. Miriam Budiardjo, Demokrasi Di
Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila,
PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994, Jakarta, h. 184.
89
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
kehidupan politik, antara lain dengan jalan dukungan dari kelompok ini secara tidak
memilih pemimpin Negara dan, secara langsung membawa dampak pencitraan
langsung atau tidak langsung, yang sangat berarti. Setidaknya untuk
memengaruhi kebijakan pemerintah pengamanan proses regenerasi kader
(public policy). Kegiatan ini mencakup politik kedepan, meskipun membutuhkan
tindakan seperti memberikan suara dalam biaya yang tidak sedikit. Ketiadaan
pemilihan umum, mengadakan hubungan dukungan dari kalangan ini akan terasa
(contacting) atau lobbying dengan pejabat cukup merugikan bagi target-target suara
pemerintah atau anggota parlemen, pemilu yang telah ditetapkan tiap-tiap
menjadi anggota partai atau salah satu parpol.
gerakan sosial dengan direct actionnya, Pemilih pemula yang terdiri atas
dan sebagainya.10 pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan
Dalam hal ini, partisipasi politik rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen
oleh pemilih pemula sangatlah penting yang memang unik, sering kali
karena sebanyak 20 % dari seluruh memunculkan kejutan dan tentu
pemilih adalah pemilih pemula, dengan menjanjikan secara kuantitas. Disebut
demikian jumlah pemilih pemula unik,sebab perilaku pemilih pemula
sangatlah besar, sehingga hak warga dengan antusiasme tinggi, relatif lebih
negara dalam menggunakan hak pilihnya rasional, haus akan perubahan dan tipis
janganlah sampai tidak berarti akibat dari akan kadar polusi pragmatisme. Pemilih
kesalahan-kesalahan yang tidak pemula memiliki antusiasme yang tinggi
diharapkan, misalnya jangan sampai sementara keputusan pilihan yang belum
sudah memiliki hak pilih tidak dapat bulat, sebenarnya menempatkan pemilih
menggunakan hak pilihnya karena tidak pemula sebagai swing vooters yang
terdaftar atau juga masih banyak sesungguhnya. Pilihan politik mereka
kesalahan dalam menggunakan hak belum dipengaruhi motivasi ideologis
pilihnya, dll. Siapapun itu yang bisa tertentu dan lebih didorong oleh konteks
merebut perhatian kalangan akan dapat dinamika lingkungan politik lokal.
merasakan keuntungannya. Lahirnya Pemilih pemula mudah dipengaruhi
10
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, h.
367
90
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
11 12
http://digilib.sunanampel. Jimly Assiddiqie, Perkembangan dan
ac.id/files/disk1/191/jiptiain--miraatunni-9509-5-bab2.pdf, Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
diakses pada tanggal 14 Oktober 2019, pukul 16.20 h. 5
WIB.
91
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
digunakan dalam menyusun tulisan ini belum punya pengalaman memilih dalam
diperoleh dari penelitian kepustakaan pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui
(library research). Peneliti menggunakan dan memahami berbagai hal yang terkait
pendekatan metode empiris (Yuridis dengan pemilu. Misalnya untuk apa
Sosiologis) dalam penelitian dimana pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan
metode penelitan ini banyak digunakan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta
pada penelitian yang bertujuan untuk dalam pemilu, bagaimana tata cara
menjelaskan suatu kejadian. menggunakan hak pilih dalam pemilu dan
sebagainya. Pertanyaan itu penting
HASIL DAN PEMBAHASAN diajukan agar Pemilih Pemula menjadi
pemilih yang baru pertama kali memilih Pemilih pemula yang berperan
penting menentukan arah perubahan
karena usia mereka baru memasuki usia
kemajuan Indonesia memiliki potensi
pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Secara
akan berhasil memenangkan Pemilu yang
psikologis, Pemilih pemula memiliki
akan berlangsung. Dengan jumlah
karakteristik yang berbeda dengan orang-
perkiraan pemilih pemula yang besar
orang tua pada umumnya. Pemilih pemula
maka jelas akan berpotensi memenangkan
cenderung kritis, mandiri, independen,
Pemilu, sehingga sayang rasanya jika
anti status quo atau tidak puas dengan
suara dari pemilih pemula ini diabaikan
kemapanan, pro perubahan dan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan
sebagainya. Karakteristrik itu cukup
dalam Pemilu dan sepatutnya harus
kondusif untuk membangun komunitas
mampu untuk dirangkul agar pemilih
pemilih cerdas dalam pemilu yakni
pemula aktif dalam partisipasi politik yang
pemilih yang memiliki pertimbangan
dalam hal ini berpartisipasi memilih dan
rasional dalam menentukan pilihannya.
tidak golput mengingat ini merupakan
Misalnya karena integritas tokoh yang
suatu peluang untuk mencapai
dicalonkan partai politik, track record atau
kemenangan dalam pemilu ketika suara
program kerja yang ditawarkan. Karena
13
http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/0 program-yang-belum-merata/id/, diakses 14 Oktober 2019
2/pemilih-pemula- pemilu-2014-potensi-besar-sosialisasi- pada pukul 19.00 WIB
92
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
14 15
http://ksp.go.id/partisipasi-pemilih-dalam- https://www.voaindonesia.com/a/potensi-
pemilu/, diakses 14 Oktober 2019 pada pukul 19.30 WIB golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14 Oktober 2019
pada pukul 20.00 WIB
93
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
Kumolo bisa dilakukan hanya dalam mereka tak bisa memilih. Jadi, meskipun
waktu satu jam jika seluruh persyaratan pemilih pemula sudah masuk dalam
terpenuhi bisa dianggap melanggar DPT, jika tidak mempunyai e-KTP atau
aturan dan sangat riskan dilakukan. Suket, tidak dapat menyalurkan hak
Apalagi di hari libur karena dipastikan pilihnya.
seluruh rakyat Indonesia yang Disamping itu terdapat pula
memenuhi syarat pemilih tengah masalah lainnya di antaranya pertama,
berkonsentrasi untuk mengikuti Pemilu pemilih pemula rawan dipolitisasi dan
2019. Ketiga, dalam UU No. 7 tahun dijadikan komoditas politik untuk
2017 tentang Pemilu diatur mengenai mendongkrak popularitas dan
Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) atau elektabilitas kontestan Pemilu, baik
pemilih yang telah terdaftar dalam DPT Pilpres maupun Pileg. Kedua, pemilih
di suatu TPS yang karena keadaan pemula rawan didekati, dipersuasi,
tertentu Pemilih tidak dapat dipengaruhi, dimobilisasi, dan
menggunakan haknya untuk memilih di sebagainya untuk bersedia mengikuti
TPS tempat yang bersangkutan terdaftar kampanye yang dilaksanakan. Padalah
dan memberikan suara di TPS lain. sebelum ini, para kontestan Pemilu
Syaratnya, harus menunjukkan e-KTP tersebut tidak jelas kepeduliannya
atau Surat Keterangan (Suket) dan terhadap pemilih pemula. Ketiga,
salinan bukti telah terdaftar sebagai pemilih pemula masih banyak mengidap
Pemilih dalam DPT di TPS asal dengan penyakit labilitas dan emosionalitas.
menggunakan formulir Model A.A.1- Dalam kontek Pemilu, mereka berada
KPU (PKPU No. 11 tahun 2018, Pasal dalam pusaran antara antusiasme politik
37 ayat 1). Selain itu, pada Pasal 348 UU dengan apatisme politik. Pada satu sisi
No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu sangat bersemangat dan ingin
mengatur bahwa pada Pemilu 2019, mengetahui seputar Pemilu, khususnya
untuk pertama kalinya, kepemilikan melalui media sosial. Namun, belum
KTP elektronik (KTP-E) menjadi syarat tentu antusiasisme tersebut simetris
sah bagi warga negara untuk dapat dengan realitas perilaku politiknya.
menggunakan hak pilih. Tanpa KTP-E, Bahkan tidak sedikit kalangan pemilih
94
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
pemula, termasuk mahasiswa, lebih yang harus 'dicoblos' oleh pemilih cukup
memilih tidak menyalurkan hak pilihnya banyak, yakni: (1) untuk Capres dan
alias Golput. Dengan kata lain Cawapres, (2) anggota DPR, (3) anggota
antusiasisme politik kalangan muda, DPD, (4) anggota DPRD Provinsi dan
khususnya pemilih pemula di politik (5) untuk anggota DPRD
lebih merefleksikan suatu fenomena Kabupaten/Kota (di Jakarta tidak ada
romantisme politik atau sensate DPRD Kabupaten/Kota). Bukan tidak
democracy. Keempat, pemilih pemula mungkin, pemilih pemula tidak
sering menjadi sasaran empuk politik mengetahui sah dan tidak sahnya
transaksional, atau politik uang. Politik pencoblosan surat suara.
uang dalam konteks pemilih pemula bisa Selain masalah diatas, terdapat
berangkat atas inisiatif dari partai juga faktor- faktor yang mempengaruhi
politik, tim kampanye, dan para calo keikutsertaan pemilih pemula dalam
politik (political broker). Tetapi, bisa menentukan pilihan politiknya.
juga berasal dari inisiatif pemilih pemula Contohnya karakteristik sosial dan
itu sendiri. Jangan lupa, di antara pengelompokan sosial yang mempunyai
pemilih pemula juga sudah mengenal pengaruh-pengaruh yang cukup signifikan
politik uang serta sumber-sumber dari dalam menentukan perilaku pemilih
politik uang tersebut. Hanya saja politik seseorang. Karakteristik sosial seperti
recehan atau eceran. Bukan dalam wilayah, jenis kelamin, umur dan
sebagainya merupakan bagian-bagian dan
jumlah besar, glosiran, partaian, atau
faktor-faktor penting dalam menentukan
kardusan. Kelima, pemilih pemula
pilihan politik. Singkat kata,
belum berpengalaman dalam mengikuti
pengelompokan sosial seperti umur, jenis
kegiatan Pemilu, khususnya pemberian
kelamin, agama dan semacamnya
suara di Tempat Pemungutan Suara
dianggap mempunyai peranan yang cukup
(TPS). Kegiatan ini gampang-gambang
menentukan dalam membentuk
susah. Terlebih pada Pemilu Serentak
pengelompokan seseorang. Hal ini
2019 di mana surat suara (ballot paper)
merupakan sesuatu yang sangat vital
95
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
16 17https://www.voaindonesia.com/a/potensi-
Samuel Huntington, Partisipasi Politik di
golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14 Oktober 2019
Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, h. 13
pada pukul 20.00 WIB
96
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
18 20
Jimly Asshiddiqie, Menegakkan Etika Jimly Asshidiqie, Peradilan Etik Dan Etika
Penyelenggara Pemilu, Raja grafindo, Jakarta, 2013, h. 22, Konstitusi, Sinar Grafika, Jakata Timur , 2014 h. 278-281
dan 29-30 21
https://www.kompasiana.com/mahfudm
19
Ibid. d_info, diakses 17 Oktober 2019 pada pukul 13.35 WIB
97
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
98
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdullah, Rozali, 2009, Mewujudkan Pemilu yang Lebih Berkualitas (Pemilu Legislatif), PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Al-Iman, Abu Nashr Muhammad, 2004, Membongkar Dosa-dosa Pemilu, Prisma Media,
Jakarta.
Asshidiqie, Jimly, 2014, Peradilan Etik Dan Etika Konstitusi, Sinar Grafika, Jakata Timur.
Asshiddiqie, Jimly, 2013, Menegakkan Etika Penyelenggara Pemilu, Raja grafindo, Jakarta
Assiddiqie, Jimly, 2010, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara, Sinar Grafika,
Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 2008, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 1994, Demokrasi Di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Huntington, Samuel, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta.
Nelson, John dan Samuel P. Huntington, 1994, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
Rineka Cipta, Jakarta.
Rahman, Arifin, 2002, Sistem Politik Indonesia Dalam Perspektif Struktural Fungsional, SIC,
Surabaya.
Yusdianto, November 2010, Identifikasi Potensi Pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah
(Pemilukada) dan Mekanisme PenyelesaiiannyaI, Jurnal Konstitusi Vol II nomor 2,
Jakarta.
99
Politica: Vol. 6, No. 2, 2019 Juli – Desember 2019
B. ARTIKEL
Eko Sulistyo, Partisipasi Pemilih dalam Pemilu, 05 Maret 2019, diperoleh dari
http://ksp.go.id/partisipasi-pemilih-dalam-pemilu/, diakses 14 Oktober 2019 pada
pukul 19.30 WIB
Mahfud, MD, Pentingnya Para Pemilih Pemula dalam Pemilu, 24 Juni 2015, diperoleh dari
https://www.kompasiana.com/mahfudmd_info/ diakses 17 Oktober 2019 pada pukul
13.35 WIB
Miko Elfisha, Pemilih Pemula dan Muda Tentukan Arah Bangsa, 16 April 2019 diperoleh dari
http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-pemilu-2014-potensi-
besar-sosialisasi-program-yang-belum-merata/id/, diakses 14 Oktober 2019 pada pukul
19.00 WIB
Sasmito Madrim, Potensi Golput Milenial Capai 40 Persen , 4 April 2019 diperoleh dari
https://www.voaindonesia.com/a/potensi-golput-milenial-capai-40-persen, diakses 14
Oktober 2019 pada pukul 20.00 WIB
http://digilib.sunanampel.ac.id/files/disk1/191/jiptiain--miraatunni-9509-5-bab2.pdf,diakses
pada tanggal 14 Oktober 2019, pukul 16.20 WIB.
100