Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 59

ANALISIS KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL

TEMBAKAU PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN


GARUT

PROPOSAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Seminar Proposal
Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

AHMAD IRGI

NIM: 1188010010

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL

ANALISIS KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU

PADA PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

Disusun Oleh :

AHMAD IRGI

1188010010

Menyetujui,

Pembimbing,

Prof. Dr. Sahya Anggara., M.Si.


NIP. 196705151994031006

Mengetahui,

Dekan, Ketua Jurusan,

Prof. Ahmad Ali Nurdin, M.A., Ph.D. Khairul Umam, S.Ip., M.Ag.
NIP.197305271998031001 NIP.198611212009011002

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Peneliti panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, atas Rahmat

dan Karunia-Nya Peneliti masih diberi kesehatan dan kekuatan lahir batin sehingga

Peneliti dapat menyelesaikan Usulan Proposal dalam penelitian ini. Shalawat serta

salam senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta

keluarganya, sahabatnya, tabiin dan tabiat hingga akhir zaman yang telah membawa

umat manusia dari alam penuh gelap gulita menuju alam terang benderang yang

penuh akan keilmuan.

Peneliti mengucapkan terima kasih serta rasa hormat kepada Prof. Dr. Sahya

Anggara., M.Si selaku Dosen Pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan

dan juga dukungan dalam penyusunan proposal penelitian kepada Peneliti. Atas

karunia-Nya dan pengarahan dari Dosen Pembimbing, peneliti bisa menyelesaikan

Usulan Proposal yang berjudul; “Analisis Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut”.

Peneliti menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu peneliti terbuka dan mengahrapkan kritik dan saran sebagai bahan masukan

dan perbaikan karya tulis ilmiah berikutnya, serta dengan adanya proposal ini dapat

menambah wawasan bagi pembacanya.

Bandung, Juli 2022

Ahmad Irgi
Peneliti
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL........................................................................................................vi

DAFTAR ILUSTRASI..................................................................................................v

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah........................................................................................8

1.3 Rumusan Masalah...........................................................................................9

1.4 Tujuan Penelitian............................................................................................9

1.5 Manfaat Hasil Penelitian...............................................................................10

1.6 Kerangka Pemikiran......................................................................................11

BAB II KAJIAN PUSTAKA......................................................................................16

2.1 Deskripsi Konseptual....................................................................................16

2.1.1 Tinjauan Administrasi Administrasi Publik..........................................16

2.1.2 Tinjauan Kebijakan Publik....................................................................17

2.1.3 Tinjauan Analisis Kebijakan.................................................................21


2.1.4 Pendekatan Analisis Kebijakan Publik..................................................23

2.1.5 Model Analisis Kebijakan.....................................................................25

2.1.6 Proses Analisis.......................................................................................28

2.2 Penelitian Terdahulu.....................................................................................32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................38

3.1 Metode Penelitian.........................................................................................38

3.2 Jenis Data Penelitian.....................................................................................39

3.2.1 Jenis data primer....................................................................................40

3.2.2 Jenis data sekunder................................................................................40

3.3 Sumber Data Penelitian.................................................................................41

3.3.1 Sumber Data Primer..............................................................................41

3.3.2 Sumber Data Sekunder..........................................................................42

3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian...........................................................43

3.4.1 Observasi...............................................................................................43

3.4.2 Wawancara............................................................................................43

3.4.3 Studi Kepustakaan dan Dokumentasi....................................................44

3.4 Operasional Variabel....................................................................................45

3.5 Teknik Analisis Data.....................................................................................46


3.6 Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................47

3.6.1 Tempat Penelitian..................................................................................48

3.6.2 Waktu Penelitian....................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................50
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Penerimaan DBHCHT Provinsi Jawa Barat Tahun 2020-2022 ...............

Tabel 2.2 Tiga Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan ............................................

Tabel 2.1 Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu

Tabel 3.1 Sumber Data Primer

Tabel 3.2 Operasional Variabel

Tabel 3.3 Waktu Penelitian

iv
DAFTAR ILUSTRASI

Gambar 1.1 Model Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 2.1 Model Analisis

Gambar 2.2 Proses Analisis Kebijakan

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tembakau merupakan salah satu komoditas subsektor perkebunan

yang telah memberikan kontribusi nyata sebagai sumber pendapatan petani

dan penyedia lapangan kerja. Disamping itu, tembakau merupakan salah satu

jenis komoditas utama yang digunakan dalam industri rokok dimana dalam

konsumsinya merupakan penyumbang terbesar cukai dan menjadi salah satu

pendapatan negara terbesar.

Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang

tertentu yang mempunya sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai yang merupakan penerimaan

negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan dan keseimbangan.

Pungutan cukai merupakan komponen penerimaan negara yang mempunyai

ciri khusus serta memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan pungutan

pajak lainnya. Barang Kena Cukai (BKC) di Indonesia diantaranya adalah

Hasil Tembakau (HT), Etil Alkohol (EA), dan Minuman Mengandung Etil

Alkohol (MMEA). Barang Kena Cukai tersebut mempunyai karakteristik dan

sifat yang konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi,

penggunaannya dapat menyebabkan dampak negatif terhadap masyarakat atau

1
lingkungan hidup, penggunaannya perlu pembebanan pungutan negara untuk

keadilan dan keseimbangan.

Di Indonesia Cukai Hasil Tembakau (CHT) menjadi salah satu

pendapatan negara karena termasuk Barang Kena Cukai (BKC), oleh karena

itu pemerintah Indonesia membuat peraturan khusus untuk pemanfaatannya.

Peraturan tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995

dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Peubahan atas Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai (untuk selanjutnya disebut

singkat sebagai UU Cukai) serta beberapa Peraturan Menteri (PERMEN),

dalam Pasal 66 A ayat (1) UU Cukai disebutkan bahwa : “Penerimaan

negara dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada

provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen) yang

digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan

industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai,

dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal.” Pembagian dana cukai

hasil tembakau tersebut yang kemudian disebut sebagai Dana Bagi Hasil

Cukai Haisl Tembakau (DBH CHT). Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana

yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dari pendapatan negara

untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Sedangkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) adalah

2
bagian dari transfer ke daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai

atau provinsi penghasil tembakau.

Menurut ekonom Mc Cleary (1991), salah satu cara untuk mencapai

efisiensi dalam penggunaan anggaran pemerintah yaitu melalui earmarking,

yang merupakan kebijakan pemerintah untuk menggunakan anggaran dalam

program tertentu dimana sumber pendapatan dan pos pengeluarannya

ditentukan secara khusus. Dalam prakteknya, pelaksanaan earmarking telah

berkembang pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di

Indonesia, kebijakan earmarking mulai dilaksanakan pada tahun 2008 melalui

Dana Bagi Hasil Cukai (DBH CHT) yang ditetapkan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Oleh karena itu kebijakan tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 206/.07/2020 Tentang Penggunaan, Pemantauan dan

Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dalam Pasal 2 dijelaskan

bahwa : “DBH CHT digunakan untuk mendanai program peningkatan

kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial,

sosialisasi ketentuan bidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai

ilegal.” Pemerintah telah mengatur kegiatan untuk melakukan pengembangan

terhadap daerah penghasil tembakau dengan tujuan pemulihan ekonomi tiap

daerah, sesuai dengan PMK 206/07 Tahun 2020 Tentang Penggunaan,

3
Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Pasal 3

ayat (3) menjelaskan tentang kegiatan yang di danai oleh DBH CHT

diantaranya terbagi dalam tiga bidang yaitu 50% (lima puluh persen) untuk

bidang kesejahteraan sosial, 25% (dua puluh lima persen) untuk bidang

penegakan hukum dan 25% (dua puluh lima persen) untuk bidang kesehatan.

Dengan demikian, persentase alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

(DBH CHT) jelas dibagi dalam beberapa bidang yang bertujuan

menyesuaikan dengan kebutuhan.

Di dalam PMK tersebut dari Pasal 5 hingga Pasal 10 menjelaskan

tentang banyak sekali kegiatan salah satunya yang termasuk dalam bidang

kesejahteraan masyarakat sesuai dengan pasal 3 ayat (3) tadi dijelaskan bahwa

persentase bidang ini sebesar 50%, yang bertujuan untuk melakukan

pemberdayaan kepada kelompok buruh tani tembakau dan buruh pabrik

rokok. Persentase 50% ini 35% dialokasikan untuk Bantuan Langsung Tunai

(BLT) dan 15% untuk peningkatan kualitas bahan baku dan peningkatan

keterampilan kerja, sisa persentase 50% nya lagi dialokasikan untuk bidang

Penegakan Hukum dan Bidang Kesehatan.

Sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 92

Tahun 2020 Tentang Perhitungan Pagu Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau Tahun Anggaran 2021. Pasal 3 ayat (3) menjelaskan hasil

perhitungan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang

selanjutnya akan dibagi kepada daerah-daerah sesuai dengan mekanisme,

4
yakni untuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 30% (tiga puluh persen);

untuk Pemerintah Kabupaten/Kota daerah penghasil sebesar 40% (empat

puluh persen); untuk Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya sebesar 30% (tiga

puluh persen). Tabel 1.1 menjelaskan pendapatan daerah di Provinsi Jawa

Barat yang berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun anggaran 2020-

2022.

Tabel 1.1 Penerimaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Provinsi
Jaea Barat Tahun 2020-2022
NO Daerah 2020 2021 2022
1 Provinsi Jawa Barat 123.921.364 120.497.746 131.716.456
2 Kabupaten Bandung 15.202.000 16.032.113 13.139.074
3 Kabupaten Bekasi 4.771.310 4.695.881 5.212.699
4 Kabupaten Bogor 4 .769.602 4.654.808 5.160.440
5 Kabupaten Ciamis 5.016.329 4.820.193 5.075.179
6 Kabupaten Cianjur 5.125.650 4.938.025 5.275.932
7 Kabupaten Cirebon 5.548.773 5.359.927 6.005.776
8 Kabupaten Garut 30.155.812 24.647.865 22.350.882
9 Kabupaten Indramayu 4.766.410 4.635.045 5.066.271
10 Kabupaten Karawang 100.058.457 96.946.954 105.300.330
11 Kabupaten Kuningan 6 .566 .115 5.895.451 5.710.872
12 Kabupaten Majalengka 11.471.096 12.363.880 31.954.629
13 Kabupaten Purwakarta 4 .766 .2 06 4.634.529 5.066.017
14 Kabupaten Subang 4.895.678 4.772.221 5.098.931
15 Kabupaten Sukabumi 4.766.206 4.634.529 5.067.661
16 Kabupaten Sumedang 22.697.719 24.575.211 19.460.991
17 Kabupaten Tasikmalaya 4.972 .201 4.825.797 5.175.175
18 Kota Bandung 4.871.612 4.970.620 5.472.550
19 Kota Bekasi 4.768.051 4.634.529 5.155.323
20 Kota Bogor 4.776.471 4.649.360 5.071.390

5
21 Kota Cirebon 4.766.206 4.665.784 5.096.995
22 Kota Depok 4.766.575 4.642.031 5.108.036
23 Kota Sukabumi 4 .766.671 4.635.482 5.068.500
24 Kota Cimahi 4.801.826 4.750.226 5.070.957
25 Kota Tasikmalaya 4.789.513 4.750.226 5.169.046
26 Kota Banjar 4.767.672 4.640.705 5.076.819
27 Kota Bandung Barat 5.589.394 5.577.023 5.730.993

28 Kota Pangandaran 4.936.296 4.913.493 5.196.917


Total Provinsi Jawa Barat 413.071.215 401.659.159 439.054.841
Total Indonesia 3.462.912.000 3.475.618.000 3 .870.600.000
Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut
Provinsi/Kabupaten/Kota

Tabel 1.1 menunjukan penerimaan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) di Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu

antara tahun 2020-2022, jumlah terbesar ada pada tahun 2022 sebesar Rp.

439.054.841 M. Jika dibandingkan dengan nilai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) secara nasional, total penerimaan untuk Jawa Barat

tiap tahun sebesar 29,9% dari total penerimaan nasional dan persentase yang

diterima untuk Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri tiap tahunnya sebesar

11,6% dari total penerimaan Provinsi Jawa Barat. Dari persentasi tersebut

dapat dilihat bahwa pada setiap tahun nilainya cenderung meningkat . Hal ini

menunjukkan adanya peran yang besar daerah di Jawa Barat dalam

menyumbang cukai secara nasional.

Meskipun kebijakan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) telah diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan

(PMK) dan Peraturan Gubernur (Pergub) sedemikian rupa yang diperbaharui

6
setiap tahun, beberapa daerah masih kesulitan dalam pengalokasiannya.

Seperti salah satu daerah di Jawa Barat yaitu Kabupaten Garut dimana

Kabupaten/Kota lain di Jawa Barat telah melakukan pengalokasian Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) Tahun 2022, sedangkan Kabupaten

Garut sendiri belum melakukannya. Hal ini dikarenakan penjelasan dalam

aturan tersebut masih bersifat umum, sehingga penggunaan Dana Bagi Hasil

Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) cukup bervariasi di berbagai daerah.

Faktanya penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH

CHT) ini tidak lepas dari penafsiran masing-masing daerah terhadap

ketentuan penggunaannya. Oleh karena itu, beberapa daerah di Jawa Barat

telah membuat Peraturan Bupati Tentang Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) dengan tujuan sebagai acuan dalam pengalokasian

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) pada masing-masing

daerah. Daerah penerima seringkali mengalami kesulitan dari banyaknya

besaran dana bagi hasil yang diterima, ketentuan alokasi yang umum, dan

sanksi yang berat sehingga berpengaruh pada serapan anggaran.

Dari beberapa uraian pengetahuan tentang cukai terutama Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) diatas masih menjadi suatu istilah

dan kata yang asing di kalangan masyarakat secara umum bahkan bagi para

petani tembakau sendiri yang setiap harinya energi, materi dan pikiran sudah

difokuskan untuk menanam dan budidaya tanaman tembakau. Cukai Hasil

Tembakau merupakan hak bagi daerah penghasil dan seharusnya hak tersebut

7
bisa tersalurkan kepada mereka para penyumbang Cukai Hasil Tembakau baik

itu petani tembakau, tengkulak, penjual keranjang, buruh pabrik rokok,buruh

angkutan dan masih banyak lagi pihak yang terlibat didalamnya.

Penulis tertarik untuk meneliti tentang alokasi Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) khususnya di Kabupaten Garut dikarenakan

Kabupaten Garut sendiri merupakan salah satu daerah penerima alokasi dana

terbesar dilihat dari segi sebagai daerah penghasil tembakaunya, sesuai

dengan Peraturan Menteri Keuangan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

(DBH CHT). Berdasarkan uraian diatas, penulis termotivasi meneliti tentang

“Analisis Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Pada

Pemerintah Daerah Kabupaten Garut”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,

peneliti membuat identifikasi masalah penelitian terkait sebagai berikut :

1. Tidak ada kebijakan yang spesifik mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) di Kabupaten Garut (Perbup).

2. Perbedaan data yang di update oleh lembaga Dinas Sosial Pemerintah

Kabupaten Garut dengan Lembaga Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat

untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) di Kabupaten Garut.

3. Serapan anggaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Kabupaten

Garut masih terbilang rendah.

8
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka

peneliti membuat rumusan masalah sebagai sebagai berikut:

1. Bagaimana fakta atau kejadian (Empiris) dari kebijakan Pemerintah

Kabupaten Garut dalam Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT)?

2. Bagaimana nilai atau manfaat (Evaluatif) dari kebijakan Dana Bagi Hasil

Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) pada bidang kesejahteraan

masyarakat di Kabupaten Garut?

3. Bagaimana proses pelaksanaan (Normatif) kebijakan Dana Bagi Hasil

Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) di Pemerintah Kabupaten Garut?

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui fakta atau kejadian (Empiris) dari kebijakan

Pemerintah Kabupaten Garut dalam Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT)?

2. Untuk mengetahui nilai atau manfaat (Evaluatif) dari kebijakan Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) pada bidang kesejahteraan

masyarakat di Kabupaten Garut?

9
3. Untuk mengetahui proses pelaksanaan (Normatif) kebijakan Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) di Pemerintah Kabupaten

Garut?

1.5 Manfaat Hasil Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka peneliti dapat menuliskan

kegunaan penellitian, adapun kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua

jenis yaitu :

1. Kegunaan Ilmiah

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, sebagai berikut ini:

a. Bagi Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

kajian ilmu pengetahuan tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) sesuai dengan peraturan yang berlaku.

b. Bagi Institusi Pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan

penelitian menyangkut masalah pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT).

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, sebagai berikut:

10
a. Bagi Masyarakat, diharapkan dapat memberikan wawasan dan informasi

tentang bagaimana pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

(DBH CHT) di Pemerintah Kabupaten Garut.

b. Bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dapat menjadi masukan atau saran

bagi pihak-pihak yang terkait dengan pengalokasian Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) di Pemerintah Kabupaten Garut agar

penggunaannya dapat terserap maksimal sehingga mampu mendorong

pembangunan daerah.

1.6 Kerangka Pemikiran

Penelitian yang berjudul Analisis Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut ini

merupakan kajian yang termasuk ke dalam Ilmu Administrasi Publik, dengan

isi pembahasan mengenai analisis kebijakan pemerintah dalam pengelolaan

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT).

Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan, yaitu PMK 206/07 Tahun

2020 Tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

rangka pelasanaan desentralisasi. Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) dapat memberi harapan besar terhadap pemerintah

daerah dalam pelaksanaan pembangunan secara lebih luas serta mampu

berinovasi dalam pelaksanaan pembangunannya.

11
Menurut Thomas R. Dye dikutip Anggara (2014:35), mengatakan

bahwa

“Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan
oleh pemerintah, alasan suatu kebijakan harus dilakukan dan manfaat bagi
kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan
tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan tidak
menimbulkan kerugian, di sinilah pemerintah harus bijaksana dalam
menetapkan suatu kebijakan”.

Untuk mengatasi masalah publik yang terjadi terkait Kebijakan Dana

Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dan diharapkan agar

pemerintah bisa menyelesaikan masalah lalu yang ada, perlu adanya suatu

riset atau kajian yang dilakukan untuk menganalisis dan mendeskripsikan

kebijakan yang berlaku untuk dapat mencapai tujuan serta tepat sasaran dalam

proses pelaksanaannya.

Menurut E.S Quade dikutip Abdoellah & Rusfiana (2016:76),

mengatakan bahwa

“Analisis kebijakan adalah “In aboard sense, polcy analysis is a form of


applied research carried out to acquire deeper understanding of
sosiotechnical issues an to bring about better solutions” (dalam arti luas ,
analisis kebijakan adalah suatu bentuk riset terapan yang dilakukan untuk
memperoleh pengertian tentang masalah-masalah sosioteknis yang lebih
dalam dan untuk menghasilkan pemecahan-pemecahan yang lebih baik).

Dalam pandangan lain dijelaskan oleh Dunn bahwa tujuan analasisis

kebijakan adalah menyediakan para pengambil keputusan suatu informasi

yang dapat digunakan untuk menguji pertimbangan-pertimbangan yang

mendasari setiap pemecahan masalah-masalah praktis. (Dunn, 1998:7).

12
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa analisis kebijakan menjadi suatu

riset atau kajian yang bisa dijadikan sarana umtuk melakukan proses

menganalisis serta mendeskripsikan masalah yang terjadi dalam suatu

kebijakan yang ada. Analisis kebijakan bisa menjadi suatu pilihan dalam

proses pengambilan keputusan melalui berbagai pertimbangan berdasarkan

informasi data atau fakta yang terjadi dilapangan.

Kebijakan Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembaka (DBH

CHT) di Kabupaten Garut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 206/PMK.07/2020 Tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembaku, kemudian turunannya adalah

Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 92 Tahun 2020 Perhitungan Pagu

Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau di Provinsi Jawa Barat.

Dengan adanya peraturan tersebut, maka daerah-daerah penerima alokasi

DBH CHT khususnya Kabupaten Garut wajib melaksanakan peraturan

tersebut sesuai dengan karakteristik, kondisi, potensi yang ada di Kabupaten

Garut, dimana terkadang peraturan yang ada tidak sesuai dengan kondisi yang

ada di daerah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya Pemerintah Daerah untuk

mengatasi permasalahan terkait dengan kebijakan tersebut agar sesuai dengan

kebutuhan maupun dengan peraturan yang berlaku.

Penelitian ini merujuk pada teori William N. Dunn bahwa analisis

kebijakan dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut

(Anggara, 2012 : 512) :

13
1. Pendekatan Empiris (Designatif / bercirikan mengindikasikan atau

menunjukan)

Pendekatan emprisi merupakan pendekatan yang menggambarkan

sebab akibat atau fakta yang terjadi dari kebijakan yang lalu dan

menggambarkan hasil yang diperoleh dari kebijakan tersebut.

2. Pendekatan Evaluatif (Evaluatif)

Pendekatan evaluatif merupakan pendekatan yang menjelaskan

tentang makna dan nilai dari kebijakan pada masa lalu.

3. Pendekatan Normatif (Mendukung, membantu)

Pendekatan normatif merupakan pendekatan yang mendukung atau

memberikan rekomendasi kebijakan di masa mendatang berdasar bentuk-

bentuk tindakan yang mungkin dapat menjadi pemecah masalah.

Berdasarkan kerangka berfikir diatas analisis kebijakan harus

menggunakan beberapa pendekatan untuk dijadikan bahan sebagai

pertimbangan atas sesuatu yang telah atau akan terjadi. Dengan demikina

peneliti mencoba menggambarkan skema kerangka pemikiran sebagai

berikut :

14
Gambar 1.1

Model Kerangka Pemikiran Penelitian


Analisis Kebijakan Dana Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau (DBH CHT) Pada
Pemerintah Di Kabupaten Garut

Teori Analisis Kebijakan :


1. Pendekatan Empiris
2. Pendekatan Evaluatif
3. Pendekatan Normatif
Sumber : (William N. Dunn, 2003:97)

Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)

Manfaat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)

15
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Konseptual

2.1.1 Tinjauan Administrasi Administrasi Publik

Administrasi merupakan suatu fungsi yang terjadi di dalam suatu

organisasi lembaga pemerintah atau kelompok. Herbert A. Simon (1993:3)

mendefinisikan administrasi sebagai kegiatan-kegiatan kelompok kerjasama

untuk mencapai teujuan-tujuan bersama. Dalam pengertian lain menurut

Harbani Pasolong (2014:3) mendefinisikan administrasi adalah pekerjaan

terencana yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bekerja sama untuk

mencapai tujuan atas dasar efektif, efisien dan rasional. (Pasolong, 2014:2-3)

Kemudian pengertian publik pada dasarnya berasal dari bahasa inggris

“public” yang berarti umum, rakyat umum, orang banyak dan rakyat.

Menurut H. Frederickson (1997:46) dikutip Pasolong (2014:6-7), menjelaskan

“Konsep public dalam lima perspektif, yaitu : (1) publik sebagai kelompok
kepentingan, (2) publik sebagai pemilih yang rasional, (3) publik sebagai
perwakilan kepentingan masyarakat, (4) publik sebagai konsumen, (5) publik
sebagai warga negara”.

Sedangkan menurut Syafei’i dkk. (1999:18) dikutip Pasolong

(2014:6), mengatakan

“Publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir,


perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-
nilai norma yang mereka miliki”.

16
Selanjutnya, dari tinjauan administrasi dan tinjauan publik diatas maka

definisi dari administrasi publik itu sendiri menurut Marshall E. Dimock,

Gladys O. Dimock dan Louis W. Koening (1960) dikutip Pasolong (2014:7),

mengatakan bahwa

“Administrasi publik adalah kegiatan pemerintah di dalam melaksanakan


kekuasaan politiknya”.

Pendapat lain menurut John M. Pfiffner dan Robert V. Presthus

(1960:4) dikutip Pasolong (2014:7), mengatakan bahwa

“Admiistrasi publik adalah (1) meliputi implementasi kebijakan pemerintah


yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik, (2) Koordinasi
usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijakan
pemerintah, (3) suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan
kebijakan-kebijakan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik
yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha
sejumlah orang”.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas diatas peneliti mencoba

mendefinisikan administrasi publik sebagai tata kelola yang dilakukan suatu

kelompok atas dasar berbagai macam kepentingan yang ada. Jika dilihat dari

pendapat John M. Pfiffner dan Robert V. Presthus yang lebih menekankan

pada suatu rencana atau konsep pada tata kelola administrasi itu sendiri maka

seharusnya peran pelaksana menjadi sangat penting akan terciptanya

administrasi yang baik.

2.1.2 Tinjauan Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik sampai saat ini masih banyak terjadi silang

pendapat karena perbedaan masalah dan kebutuhan yang berbeda diantara

17
masyarakat. Oleh karena itu Solichin Abdul Wahab (2008:40-50) memberikan

pedoman untuk meahami itstilah kebijakan :

1. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan;

2. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari

administrasi;

3. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan;

4. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan;

5. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai;

6. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit

maupun implisit;

7. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang

waktu;

8. Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar-organisasi

dan yang bersifat intra organisasi;

9. Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci

lembaga-lembaga pemerintah; dan

10. Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

(Taufiqurokhman, 2014:3)

Menurut James E. Anderson dikutip Islamy (2009: 17). mengatakan

bahwa :

“Kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of


actors in dealing with a problem or matter of concern”(Serangkaian tindakan

18
yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu)”.

Menurut Thomas R. Dye (1992), “Public Policy is whatever the

government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apa pun

pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu).

Menurut Dye, jika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan,

maka pasti ada tujuannya karena kebijakan publik adalah suatu “tindakan”

pemerintah. Jika pemerintah memilih untuk tidak melakukan suatu tindakan,

juga menjadi sebagai kebijakan publik yang ada tujuannya. (Anggara,

(2014:35)

Menurut Carl J. Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7)

mengatakan

“Kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang,


kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu di mana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan
terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai
tujuan tertentu”. (Taufiqurokhman, 2014:2)

Pendapat lain menurut Islamy (1997:20) dikutip Anggara (2012:501)

mengemukakan bahwa

“Kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang ditetapkan dan


dilaksanakan atau tidak dilaknsanakan oleh penerintah dengan berorientasi
pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat”.

Selanjutnya Ceiden (Thoha, 1997:71) merumuskan ruang lingkup

kebijakan publik, yaitu, sebagai berikut :

1. Adanya partisispasi masyarakat (public participationi);

19
2. Adanya kerangka kerja kebijakan (polcy framework);

3. Adanya strategi-strategi kebijakan (polcy strategies);

4. Adanya kejelasan tentang kepentingan masyarakat (public interest);

5. Adanya pelembagaan lebih lanjut dari kemampuan kebijakan publik

6. Adanya isi kebijakan dna evaluasinya. (Anggara, 2012:511).

James E. Anderson sebagaimana dikutip Suharno (2010: 24-25),

menyampaikan ada beberapa kategori kebijakan publik, yaitu sebagai berikut:

a). Kebijakan substantif dan kebijakan prosedural

Kebijakan substantif yaitu kebijakan yang terkait dengan apa yang

akan dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan kebijakan prosedural yaitu

bagaimana kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan.

b).Kebijakan distributif dan kebijakan regulatori versus kebijakan

redistributif.

Kebijakan distributif berkaitan dengan distribusi pelayanan pada

individu atau masyarakat. Kebijakan regulatori merupakan suatu pembatasan

atau pelarangan terhadap tindakan individu atau kelompok masyarakat.

Sedangkan, kebijakan redistributif merupakan kebijakan yang mengatur

alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau hak-hak diantara berbagai

kelompok dalam masyarakat.

c). Kebijakan materal dan kebijakan simbolik

20
Kebijakan materal adalah kebijakan yang memberikan keuntungan

sumber daya komplet pada kelompok sasaran. Sedangkan, kebijakan simbolis

adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran.

d). Kebijakan yang barhubungan dengan barang umum (public goods) dan

barang privat (privat goods).

Kebijakan public goods merupakan kebijakan yang mengatur

pemberian barang atau pelayanan publik. Sedangkan, kebijakan privat goods

merupakan kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau pelayanan untuk

pasar bebas.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

kebijakan publik merupakan segala tindakan dan usaha yang dilakukan

pemerintah atau tidak dilakukan oleh pemerintah atas dasar tujuan yang ingin

dicapai. Kebijakan publik dapat dipengaruhi baik oleh aktor maupun faktor

yang ada diluar pemerintah itu sendiri. Kebijakan publik mesti dijadikan

sebagai pedoman atau aturan yang dipegang oleh pejabat publik dalam proses

pelaksanaannya secara konsisten dan terus berulang sehingga bisa lebih

memungkinkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

2.1.3 Tinjauan Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan menjadi langkah atau usaha dalam rangka

memecahkan suatu masala-masalah yang terjadi di publik. E. S. Quade dikutip

Nugroho (2006:57), mengatakan bahawa asal mula anaslisis kebijakan

disebabkan oleh banyaknya kebijakan yang tidak memuaskan. Karena

21
banyaknya kebijakan yang tidak memecahkan masalah, sehingga malah

menciptakan masalah yang baru.

William N. Dunn (2003:29), mengatakan bahwa

“Analisis kebijakan adalah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan


berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan
memindahkan informasi relevan dengan kebijakan, sehingga dapat
dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kebijakan” (Pasolong, 2014:41).

Menurut Walter William (1971:13), mengatakan bahwa

“Analisis merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk


dipakaidalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang
dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan
kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan
kebijakan, secara konseptual tidak termasuk mengumpulkan informasi”
(Dunn, 1999:118).

Kemudian pendapat lain menurut Solihin Abdul Wahab (1998),

mendefinisikan analisis kebijakan sebagai berikut :

“Analisis kebijakan adalah sebuah telaah kritis terhadap isu kebijakan


tertentu, dilakukan oleh analis dan para pihak dipengaruhi kebijakan
menggunakan ragam pendekatan metode untuk menghasilkan nasihat atau
rekomendasi kebijakan guna membantu pembuat kebijakan dan para pihak
yang akan dipengaruhi kebijakan dalam mencari solusi yang tepat atas
masalah-masalah kebijakan yang relevan” (Rusfiana dkk, 2016:77) .

Berdasarakan definisi tersebut maka analisis kebijakan publik berusaha

menemukan dua kepentingan, yaitu kepentingan antara pembuat kebijakan

dan kepentingan kelompok individu yang dipengaruhi oleh kebijakan tersebut.

Menurut Starling (1979), analisis kebijakan tersebut akan mencakup :

1. Konflik antar kebijakan (conflict among policies);

2. Konsistensi internal (Internal consistencies);

22
3. Dampak terhadap masyarakat dan lingkungannya (Impact on society and

its environmant)

4. Konsekuensi politik (political consecquences)

5. Masalah pelaksanaan administrasi (problem of administrative

implementation)

6. Aspek kelembagaan organisasi (institusional and organizational aspect)

7. Masalah koordniasi (Iproblem of coordination)

8. Penentuan prioritas relatif (the determination of relative priorities)

9. Tabel waktu untuk tindakan dalam pemerograman (time tables for action

in programing); dan

10. Persyaratan evaluasi dan tinjauan umum (evaluation an overview

requirements). (Abdoellah, 2016:77-78)

Berdasarkan pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ruang

lingkup analisis kebijakan publik sangatlah luas dan beragam, terjadinya

tumpang tindih antara kebijakan dapat menyebabkan kesulitan kesulitan

dalam pelaksanaan kebijakan publik itu sendiri.

2.1.4 Pendekatan Analisis Kebijakan Publik

Menurut William N. Dunn (1981), analisis kebijakan diambil dari

berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif,

evaluatif dan perskriptif. Menurutnya (Dunn 1981) bahwa analsisis kebijakan

diharapkan dapat menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk

akal mengenai tiga macam pertanyaan: (1) Nilai (value) yang pencapaiannya

23
menjadi tolak ukur utama dalam melihat apakah masalah sudah teratasi, (2)

fakta (fact) yang keberadaanya berfungsi untuk membatasi dan meningkatkan

pencapaian nilai-nilai, dan (3) tindakan (actions) yang penerapannya

menghasilkan pencapaian nilai. Untuk menghasilkan informasi serta argumen

yang relevan terkait tiga pertanyaan tersebut diatas, seorang analis dapat

menggunakan satu atau lebih pendekatan analis, yaitu pendekatan empiris,

evaluatif dan normatif.

Pendekatan empiris ditekankan terutama pada penjelasan sebab akibat

dari suatu kebijakan publik, pertanyaannya bersifat faktual (apakah sesuatu itu

ada?) dan informasi yang didapatkan bersifat menjelaskan kepada publik.

Pendekatan valuatif ditekankan pada penentuan bobot nilai beberapa

kebijakan, pertanyannya berkaitan dengan nilai (berapa nilainya?) dan tipe

informasinya bersifat deskriptif

. Pendekatan normatif menekankan pada rekomendasi serangkaian

tindakan yang akan datang dan dapat menyelesaikan masalah publik,

pertanyaannya berkenaan dengan tindakan (apa yang harus dilakuakan?) tipe

informasi yang didapatkan bersifat perskriptif.

Berikut adalah ilustrasi tabel dari ketiga pendekatan tersebut.

Tabel 2.1
Tiga Pendekatan Dalam Analisis Kebijakan
PENDEKATAN PERTANYAAN TIPE INFORMASI
Adakah dan akankah
Empiris Deskriptif dan prediktif
ada (fakta)

24
Evaluatif Apa manfaatnya (nilai) Valuatif
Apakah yang harus
Normatif Preskriptif
diperbuat (aksii)

Dari proses penggunaan pendekatan analisis kebijakan tersebut diatas,

tujuan dari analisis kebijakan adalah menyediakan kepada para pengambil

keputusan suatu informasi yang dapat digunakan untuk menguji

pertimbangan-pertimbangan yang mendasari setiap pemecahan masalah-

masalah praktis. (Dunn, 1998:7)

2.1.5 Model Analisis Kebijakan

Pada dasarnya analisis kebijakan adalah kegiatan yang bersifat

persfektif dan deskriptif. Oleh karena itu, sebagai kegiataan yang memeiliki

sifat persfektif analsisis kebijakan semestinya mampu untuk memecahkan

permasalahan sosial yang ada. Keudian juga sebagai kegiatan yang bersifat

deskriptif, analisis kebijakan hanaya dimaksudkan untuk menggambarkan

keadaan masalah, letak masalah, ukuran jumlah keparahan masalah, penyebab

terjadinya masalah dan dampak atau akibat masalah terhadap lingkungan

masyarakat. (Wahab, 1997:3)

Menurut William N. Dunn (1998) ada tiga model analalisis dan

konseskuensi kebijakan yaitu :

1. Analisis kebijakan prospektif (prospective polcy analysis)

25
Analisis ini berbentuk dalam produksi informasi atau pengkajiannya

itu dilakukan sebelum suatu aksi kebijakan dimulai (ex-ante, artinya apa yang

akan terjadi dan apa yang harus dilakukan). Dengan mengutip Allen Schick

(1977:262) Dunn mengatakan bahwa analisis kebijakan prospektif sering

menimbulkan jurang pemisah besar antara pemecahan masalah dan upaya

untuk memecahkannya, oleh karena itu seringkali kita memiliki solusi yang

banyak daripada aksi atau langkah yang dilakukan secara tepat.

2. Analisis kebijakan retrospektif (retrospective polcy analysis)

Proses produksi dan transformasi informasi yang dilakukan setelah

aksi dari kebijakan merupakan ciri dari analisis retrospektif (ex-post, apa yang

terjadi dan perbedaan apa yang dibuat). Analisis ini berupaya untuk menilai

ulang atau mengevaluasi dari apa yang terjadi setelah atau yang sedang

dilakukan sebelumnya dalam aksi kebijakan yang terjadi.

3. Analisis kebijakan terintegrasi (integrated polcy analysis)

Proses dari analisis ini dilakukan dengan cara mengkombinasikan

sebelum dan sesudah dari aksi kebijakan. Pada dasarnya model ini

mengkaitkan antara model prospektif (ex-ante) dan model retrospektif (ex-

post) sehingga diharapkan bisa menghasilkan suatu pemecahan masalah yang

tepat dan memuaskan.

Berikut diagram yang menggambarkan dari model analaisis kebijakan

tersebut:

26
Gambar 2.1 Model analisis

Sebelum Implementasi Sesudah


kebijakan

Konsekuensi-konsekuensi kebijakan

Model propektif Model terintegrasi Model retrospektif

(Sumber : Suharto, 2008:86)

Di dalam enelitian ini akan menggunakan model analisis kebijakan

rertospektif, karena dalam pengkajian masalahnya dilakukan setelah aksi

kebijakan dilakukan (ex-post). Dari model analasis retrospektif yang

digunakan dalam penelitian ini akan memunculkan tiga tipe kelompok analis,

yaitu :

1. Analis yang berorientasi pada disiplin (dicipline oriented analysts)

Kelompok ini pada prinsipnya berupaya dalam mengembangkan dan

menguji teori dan penjelasan sebab akibat dari suatu kebijakan. Pada

kelompok analis ini tidak mengidentifikasikan tujuan dan sasaran yang

jelas dari aktor pembuat kebijakan serta tidak melakukan perubahan

terhadap variabel kebijakan dan kondisinya.

2. Analis yang berorientasi pada masalah (problem oriented analysts)

27
Kelompok analis ini berupaya untuk menjelaskan sebab akibat dari

kebijakan dan program publik, melainkan memberi perhatian terhadap

pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Perhatian analis kelompok

ini yaitu fokus pada variabel-variabel kebijakan, identifikasi tujuan dan

sasaran kebijakan yang bertujuan memberikan landasan monitoring dan

hasil kebijakan yang spesifik.

3. Analis kebijakan yang terintegrasi (Iintegrated polcy analysts)

Analis kelompok ini berupaya untuk mengtintegrasikan produksi dan

transformasi informasi baik sesudah (ex-post) maupun sebelum (iex-ante)

kebijakan dijalankan. Pada dasarnya analis kelompok ini diharuskan untuk

bisa mengaitkan antara penelitian model prospektif dan penelisitan model

retrospektif (Dunn, 119:121).

2.1.6 Proses Analisis

Dalam proses analisis yang dilakukan analis tergantung pada masalah

dan hubungan dari objek penelitiannya. Rangkuti (1997:14) dikutip Sahya

Anggara (2012:514) mengatakan bahwa :

“Dalam proses analisis yang penting adalah memahami seluruh informasi


yang terdapat pada suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isue
yang terjadi, dan memutuskan tindaka yang harus segera dilakukan untuk
memecahkan masalah. Memecahkan masalah publik mensyaratkan adanya
proses perumusan dan penetapan kebijakan karena masalah politik tidak bisa
diatasi secara perseorangan”.

28
Menurut William N. Dunn ada lima prosedur yang bisa digunakan

dalam melakukan analisis kebijakan dan prosedur-prosedur tersebut memiliki

nama-nama khusus, yaitu :

“Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-


kondisi yang menimbulkan masalah. Peramalan (prediksi) menyediakan
informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan
alternatif , termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi (preskripsi)
menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relative dari
konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah. Pemantauan
(deskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah”. (Dunn,2000 : 21).

Penjelasan tersebut merupakan lima prosedur dalam proses analisis

kebijakan menurut Dunn, tetapi dalam menganalisis ada tiga model yang bisa

digunakan yaitu prospektif, retrospektif dan terintegrasi. Setelah

melaksanakan lima prosedur tersebut penelitian ini sebagaimana telah

dijelaskan diatas menggunakan models analisis retrospektif. Berikut ini

adalah diagram dari lima prosedur analisis tersebut :

29
Gambar 2.2 Proses Analisis Kebijakan
Retrospektif (ex-post): apa yang Prospektif (ex-ante): apa yang
terjadi dan perbedaan apa yang akan terjadi dan apa yang harus
dibuat dilakukan

Kriteria Kebijakan

Evlauasi Perumusan Peramalan


masalah

Penemuan Masalah :
Masalah apa yang
terjadi

Hasil Masalah Kebijakan Masa Depan


Kebijakan Kebijakan

Pemecahan Masalah :
Apa solusinya ?

Perumusan
masalah
Pemantauan Rekomendasi

Aksi Kebijakan

(Sumber : William N. Dunn, 2000:119)

Gambar diagram diatas menjelaskan bahwa setiap model analisis

mempunyai prosedur yang berbeda. Pada penelitian ini yang menggunakan

model retrospektif akan memakai dua prosedur tersebut yaitu pemantauan

(monitoring) dan evaluasi (evaluation). Berikut penjelasan mengenai prosedur

analisis dengan menggunakan model retrospektif.

30
1. Pemantauan (monitoring)

Pemantauan menurut William N. Dunn mengatakan bahwa :

“Pemantauan (monitoring) merupakan prosedur analisis kebijakan yang


digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari
kebijakan publik. Karena memungkinkan analis mendeskripsikan hubungan
antara operasi program kebijakan dan hasilnya, maka pemantauan merupakan
sumber informasi utama tentang implementasi”. (Dunn, 2000:509).

Dari penjelasan tersebut bisa dikatakan bahwa pemantauan yang

dilakukan oleh analis dapat menghasilkan informasi mengenai sebab akibat

dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dari pemantauan seorang analis

dapat menemukan hubungan antara pelaksanaan yang dilakukan dengan hasil

yang diperoleh terhadap sasaran yang telah diatur dalam kebijakan yang telah

dibuat pemerintah.

2. Evaluasi

Evaluasi dapat membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan

tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan

yang benar-benar dihasilkan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan

mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga menyumbang

pada klarifikasi serta kritik terhadap nilai yang mendasari kebijakan. (Dunn,

2000:28-29)

Dari penjelasan tersebut diatas evaluasi dapat menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang bersifat evaluatif seperti apa makna dari suatu kebijakan. Hal

tersebut melibatkan informasi mengenai makna kebijakan masa lalu dan masa

yang akan datang.

31
2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti melakukan penelitian ini dengan melihat penelitian terdahulu

yang dijadikan kajian empirisnya. Adapun penelitin terdahulunya adalah

sebagi berikut:

Pertama, penelitian mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

pernah dilakukan salah satunya oleh Willy Irmawan (2018), dengan judul

“Analisis Penyerapan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun 2015 di

Kabupaten Kudus”. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Pemerintah Kabupaten Kudus dalam pengelolaan dan penggunaan

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) berkaitan dengan

pelaksanaan otonomi daerah serta kendala dalam penyerapan anggaran tahun

2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pelaksanaan otonomi daerah di

Kabupaten Kudus dalam hal pengelolaan dan penggunaan Dana Bagi Hasil

Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tahun anggaran 2015 telah berjalan

dengan baik dengan adanya Peraturan Bupati Kudus No. 32 Tahun

2013 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau di Kabupaten Kudus. Namun dalam pelaksanaannya

terasa belum sempurna karena adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor

20/PMK.07/2009 dan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana

Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan

Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang membatasi ruang

32
gerak pengelolaan dan penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

(DBH CHT), sehingga berdampak terhadap rendahnya penyerapan

anggaran (Irmawan, 2018).

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Faisal Khoirul Anam dengan

judul “Dampak Penerima Manfaat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Untuk Peningkatan Kualitas Bahan Baku di Kabupaten Temanggung”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara langsung dmpak serta faktor-

faktor pendukung dan penghambat dari program Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau (DBH CHT) dalam peningkatan kualitas bahan baku. Metode yang

penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil

penelitiannya dijelaskan bahwa dengan adanya program Dana Bagi Hasil

Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) berdampak pada internal yaitu menjadi

back up bagi pemerintah dalam program yang belum di cover atau terlaksana

oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) seperti peningkatan

kualitas bahan baku, namun terdapat juga dampak eksternal yaitu bagi pihak

penerima bisa merasakan hal yang positif dari peningkatan kualitas bahan

baku, namun masih dibutuhkan penekanan terhadap program jangka panjang

seperti pemduidayaan benih, pendampingan sampai ke tahap management nya

dan bisnisnya (Anam, 2020).

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Febry Wulandari dengan judul

penelitian “Efektivitas Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Dalam Bidang Kesehatan di Kota Surakarta Tahun 2018”. Penelitian ini

33
bertujuan untuk mengetahui mekanisme pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai

Hasil Tembakau (DBH CHT) dalam bidang kesehatan dan berjalan efektiv

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode penelitian yang

digunakan metode penelitian hukum normatif atau biasa disebut sebagai

penelitian hukum doktrinal, yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan

melakukan penelitian yang menggunakan bahan hukum primer maupun

sekunder. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemanfaatan Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) dalam bidang kesehatan sudah

sesuai dengan petunjuk teknis yaitu PMK 222/PMK.07/2017 dari mulai awal

penyusunan sampai pelaporan, namun masih ada beberapa standar operating

procedur (sop) yang tidak dilaksanakan dengan pertimbangan agar lebih

efektiv dan efisien (Wulandari, 2018).

Keempat,penelitian yang dilaksanakan oleh Atid Rosit dengan judul

penelitian “Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Temabakau di Kabupaten

Temanggung” yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggunaan

alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Temabakau di Kabupaten Temanggung

dan apakah terjadi penyimpangan dan lebih menekankan pada evaluasi

program yang dilaksanakan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian kombinasi yang mengkombinasikan atau menggabungkan antara

metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif untuk digunakan

secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data

yang komprehensif untuk menjawab masalah penelitian. Hasil dari penelitian

34
ini membuktikan bahwa penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Temabakau (DBH CHT) di Kabupaten Temanggung dalam peningkatan

kualitas bahan baku sudah sesuai dengan aturan yang ada namun masih ada

beberapa program yang berjalan tidak sesuai peraturan PMK yaitu kegiatan

belanja hibah pembangunan jalan usaha tani, pemupukan berimbang pada

diversifikasi tanaman kopi dan lahan tembakau tidak sesuai dengan peraturan

tersebut karena tidak ada dalam peraturan bagian penggunaan peningkatan

kualitas bahan baku (Rosit, 2020).

Tabel 2.2

Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu

Perbedaan
NO Peneliti Persamaan Penelitian Penelitian
Terdahulu Sekarang

35
1 Willy Irmawan Membahas Membahas Membahas
skripsi mengenai mengenai mengenai
“Analisis Kebijakan Dana pelaksanaan analisis
Penyerapan Bagi Hasil Cuki otonomi daerah kebijakan
Dana Bagi Hasil Tembakau dalam hal pemerintah
Hasil Cukai (DBH CHT) pengelolaan dalam
Hasil dan pengelolaan dan
Tembakau penggunaan penggunaan
Tahun 2015 di Dana Bagi alokasi Dana
Kabupaten Hasil Cukai Bagi Hasil
Kudus” Hasil Cukai Hasil
Tembakau Tembakau
(DBH CHT) (DBH CHT)
2 Fasial Khoirul Membahas Membahas Membahas
Anam skripsi mengenai mengenai mengenai
“Dampak kebijakan Dana kebijakan Dana kebijakan Dana
Penerima Bagi Hasil Bagi Hasil Bagi Hasil
Manfaat Dana Cukai Hasil Cukai Hasil Cukai Hasil
Bagi Hasil Tembakau Tembakau Tembakau
Cukai Hasil (DBH CHT) (DBH CHT) (DBH CHT)
Tembakau dalam bidang dalam hal dalam hal
Untuk kesejahteraan program program
Peningkatan masyarakat peningkatan pembinaan
Kualitas Bahan kualitas bahan lingkungan
Baku di baku sosial
Kabupaten
Temanggung”
3 Febry Membahas Membahas Membahas

36
Wulandari mengenai mengenai mengenai
skripsi manfaat dari kebijakan Dana kebijakan Dana
“Efektivitas kebijakan Dana Bagi Hasil Bagi Hasil
Pemanfaatan Bagi Hasil Cukai Hasil Cukai Hasil
Dana Bagi Cukai Hasil Tembakau Tembakau
Hasil Cukai Tembakau (DBH CHT) (DBHC HT)
Hasil (DBH CHT) pada bidang pada bidang
Tembakau kesehatan kesejahteraan
Dalam Bidang masyarakat masyarakat
Kesehatan di
Kota Surakarta
Tahun 2018
4 Atid Rosit Membahas Membahas Membahas
skripsi mengenai mengenai mengenai
“Evaluasi kebijakan dalam kebijakan Dana kebijakan Dana
Dana Bagi penggunaan Bagi Hasil Bagi Hasil
Hasil Cukai alokasi Dana Cukai Hasil Cukai Hasil
Hasil Bagi Hasil Tembakau Tembakau
Temabakau di Cukai Hasil (DBH CHT) (DBH CHT)
Kabupaten Tembakau dalam hal dalam hal
Temanggung” (DBH CHT) program program
peningkatan pembinaan
kualitas bahan lingkungan
baku sosial

37
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu upaya untuk memperoleh tambahan

pengalaman tentang gejala-gelaja melalui: Pertama, mendefinisikan masalah

sebagai cara membentuk pengetahuan yang ada. Kedua, memperoleh

informasi penting berkenaan dengan masalah atau gejala itu. Ketiga, analisis

dan interpretasi data yang jelas dalam kaitan dengan masalah yang di

definisikan, dan keempat, melakukan komunikasi hasil upaya itu kepada

orang lain (Judistira K Gama, 2009:21).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif.

Metode penelitian kualitatif merupakan metode baru karena popularitasnya

belum lama, metode ini juga dinamakan postpositivistik karena berlandaskan

pada filsafat positifisme, serta sebagai metode artistic karena proses penelitian

lebih bersifat seni (kurang terpola), dan disebut metode interpretive karena

data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang di

temukan di lapangan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang

alamiah (natural setting), disebut juga metode etnographi, karena pada

awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang

antropologi budaya (Siyoto & Sodik, 2015:18).

38
Adapun untuk pendekatan metode penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif adalah pendekatan

yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-

kejadian secara sistematis dan akurat mengenai sifat-sifat populasi maupun

daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif tidak bermaksud untuk menguji

hipotesis, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel,

gejala, atau keadaan (Zuriah, 2007:47).

Oleh karena itu penelitian ini yang berjudul “Analisis Kebijakan Dana

Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Garut”

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan memakai pendekatan

deskriptif. Alasan dipilihnya metode penelitian ini oleh penulis dikarenakan

metode ini sesuai dengan masalah penelitian tentang “Penelitian akan dimulai

dari pengumpulan data dilapangan melalui wawancara dengan para

narasumber, menganalisa data yang diperoleh dan diakhiri dengan memberi

kesimpulan terhadap masalah yang ada, yang kemudian dibuat laporan

penelitiannya”.

3.2 Jenis Data Penelitian

Data untuk suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber.

Data bersumber dari dalam organisasi yang dinamakan sumber sumber data

internal. Sedangkan data yang didapatkan dari luar organisasi dinamakan

sumber data eksternal. Sumber data (eksternal) dibedakan atas sumber data

39
primer (Primary data) dan sumber data sekunder (Secondary data) (Silalahi,

2012:218).

3.2.1 Jenis data primer

Data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data, dan data sekunder adalah sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2015:225).

Sumber dat primer dari penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan pihak-

pihak terkait, kemudian hasil dari wawancara tersebut akan ditulis atau

direkam, agar data yang ada sesuai dengan data yang diperoleh dilapangan.

Berikut ini adalah tabel jenis data dan sumber data primer yang terkait dengan

penelitian ini :

3.2.2 Jenis data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari luar kata dan tindakan

atau data tersebut diperoleh dari sumber tertulis. Dilihat dari sumber data,

bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dibagi atas sumber buku,

jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Meleong.

2006:113).

Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja. Dengan

kata lain, informan diambil tidak secara acak, melainkan dipilih sendiri oleh

peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu. Teknik ini dipilih dengan alasan

menggunakan purposive sampling serta diharapkan kriteria sampel yang

40
diperoleh benar-benar sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Memilih

sampel berdasarkan purposive sampling tergantung kriteria apa yang

digunakan.

Peneliti memilih informan menurut kriteria tertentu yang telah

ditetapkan sesuai dengan topik penelitian. Informan yang dipilih adalah yang

dianggap kredibel untuk menjawab masalah penelitian. Adapun sumber data

penelitian ini beraasal dari:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan (Library Research) dalam penelitian ini

bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku, dokumen resmi,

publikasi, dan hasil penelitian terdahulu.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dalam penelitian ini dilakukan degan pihak yang

berkaitan dengan objek penelitian, yang dapat diperoleh langsung dilapangan

yang bertujuan untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah

penelitian. Penelitian lapangan dilakukan di Dinas Sosial Kabupaten Garut.

3.3 Sumber Data Penelitian

3.3.1 Sumber Data Primer

Tabel 3.1
Sumber Data Primer
N Sumber Data dan Informan Jenis Data

41
Publikasi Peraturan Gubernur
Jawa Barat Tentang Alokasi
Dana Bagi Hasil Cukai Hasil
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa
1 Tembakau Bagian Pemerintah
Barat
Provinsi Jawa Barat Dan
Pemerintah Kabupaten/Kota Di
Jawa Barat
Direktorat Jenderal Perkebunan Publikasi statistik perkebunan
2 Kementrian Pertanian Republik Indonesia tahun 2018-2020
Indonesia
Badan Pusat Statistik Kabupaten Publikasi Kabupaten Garut
3
Garut Dalam Angka
4 Pemerintah Kabupaten Garut Wawancara SKPD terkait

Publikasi Data Verifikasi


Penerima Bantuan Langsung
5 Dinas Sosial Kabupaten Garut Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil
Cukai Hasil Tembakau (DBH
CHT) di Kabupaten Garut

3.3.2 Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari sumber

informan lain diluar tindakan dan ucapan atau dikatakan sebagai data yang

tertulis. Sumber data sekunder penelitian ini adalah buku, dokumen-dokumen

yang dimiliki lembaga, buku, jurnal ilmiah dan literatur lain yang terkait

dengan penelitian.

42
3.4 Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Teknik pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan

digunakan peneliti dalam kegiatan pengumpulan data agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan mudah (Arief, Sutopo, & Adrianus, 2010:7). Metode

pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

3.4.1 Observasi

Manurut Nasution seperti dikutip dalam buku Sugiyono, observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan (Sugiyono, 2018:64). Para ilmuwan

hanya hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia

kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Observasi dilakukan untuk

memperoleh data secara langsung dari sumber primer. Khususnya untuk

melihat situasi yang terjadi secara langsung, suasana kehidupan dan perilaku-

perilaku subyek penelitian yang teramati lainnya. Selain itu, observasi juga

dilakukan agar informasi yang didapat juga jauh lebih akurat, karena memang

peneliti terjun langsung ke lapangan atau ke objek penelitiannya. Sebelum

melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi pada Biro Perekonomian

Sekretaris Daerah Kabupaten Garut untuk memastikan bahwa terdapat

masalah mengenai peggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH

CHT).

3.4.2 Wawancara

43
Wawancara Merupakan proses memperoleh penjelasan untuk

mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab, dapat dengan cara

bertatap muka ataupun tanpa tatap muka melalui media telekomunikasi.

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengumpulan data

melalui wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait dengan formulasi

Peraturan Menteri Kominfo tentang Registrasi Pelanggan Jasa

telekomunikasi. Hasil dari wawancara mendalam digunakan sebagai data

primer penelitian.

3.4.3 Studi Kepustakaan dan Dokumentasi

Studi kepustakaan pada penelitian ini yaitu dilakukan dengan

membaca buku, jurnal penelitian, dokumen-dokumen, undang-undang yang

berkaitan dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan untuk mencari teori-

teori dan penelitian terdahulu yang dapat mendukung dalam penelitian ini.

Studi dokumen, merupakan metode pengumpulan data yang tersimpan dalam

bahan yang berbentuk dokumentasi dengan membaca buku, jurnal, dokumen,

undang-undang, dokumen pemerintah, data pada website yang berkaitan

dengan penelitian. Dokumentasi, merupakan catatan-catatan peristiwa yang

dapat berupa tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini dokumentasi yang

didapat adalah berupa laporan realisasi DBHCHT tahun 2020-2022 di

44
Kabupaten Garut dan dokumentasi pada saat melakukan wawancara kepada

subyek penelitian.

3.4 Operasional Variabel

Tabel 3.2

Operasional Parameter

Teori Kajian Parameter

Teori Analisis 1. Tujuan alokasi Dana


KebijakanWilliam N. Bagi Hasil Cukai
Dunn (Dunn, 2003) Hasil Tembakau
(DBH CHT)
2. Penggunaan alokasi
Dana Bagi Hasil
1. Empiris (fakta)
Cukai Hasil
Tembakau (DBH
CHT) pada bidang
kesejahteraan
masyarakat oleh
pemerintah daerah
2. Evaluatif (nilai) 1. Pemerintah daerah
memperoleh Dana
Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau
(DBH CHT) untuk
memenuhi kebutuhan
dalam rangka
pelaksanaan
desentralisasi
2. Tepatnya sasaran
dalam realisasi
penggunaan Dana
Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau
(DBH CHT) pada

45
bidang kesejahteraan
masyarakat oleh
pemerintah daerah
1. Masalah verifikasi
data penerima Dana
Bagi Hasil Cukai
Hasil Tembakau
(DBH CHT) pada
bidang kesejahteraan
3. Normatif (aksi) masyarakat
2. Alokasi Dana Bagi
Hasil Cukai Hasil
Tembakau (DBH
CHT) pada bidang
kesejahteraan
masyarakat tidak
berjalan dengan baik

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mengorgansasikan dan

mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur,

mengurutkan, mengelompokan memberikan kode dan mengkategorikannya.

Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema

dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif (Siyoto &

Sodik, 2015:120).

46
Selanjutnya menurut Miles dan Huberman (1994), dikutip oleh Siyoto

dan Sodik (2015, 122:123) data yang diperoleh kemudian dapat dianalasis

melalui tahapan-tahapan berikut :

1. Reduksi data

Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan

membuang yang tidak perlu. Dengan kata lain proses reduksi data ini

dilakukan oleh peneliti secara terus menerus saat melakukan penelitian untuk

menghasilkan catatan-catatan inti dari data yang diperoleh dan hasil

penggalian data.

2. Penyajian data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan. Langkah ini dilakukan dengan

alasan data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif biasanya

berbentuk naratif, sehingga memerlukan penyederhanaan tanpa mengurangi

isisnya.

3. Kesimpulan atau verifikasi

Kesimpulan atau verifikasi adalah tahap akhir dalam proses analisis

data. Pada bagian ini peneliti akan mengutarakan kesimpulan dari data-data

yang diperoleh. Kegiatan ini dimkasudkan untuk mencari makna data yang

dikumpulkan dengan mencari hubungan, persamaan atau perbedaan.

3.6 Tempat dan Waktu Penelitian

47
3.6.1 Tempat Penelitian

Di dalam Penelitian ini peneliti melakukan di dua lokasi penelitian,

yang pertama yaitu di Kantor Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat terletak di

Jl. Raya Cibabat 331 Cimahi dan lokasi ke dua yaitu di Kantor Dinas Sosial

Kabupaten Garut yang terletak di Jl. Patriot No.14 Tarogong Kidul. Alasan

memeilih kedua lokasi tersebut sebagai tempat penelitian yaitu:

1. Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat merupakan dinas yang berhubungan

dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT)

2. Dinas Sosial Kabupaten Garut merupakan dinas yang bertanggung jawab

mengenai data kependudukan warga Garut, karena dalam alokasi Dana Bagi

Hasil Cukai Hasil Temabakau (DBH CHT) ini melibatkan inputasi dan

validasi NIK dan KK , oleh karena itu peneliti melakukan penelitian juga di

lokasi.

3.6.2 Waktu Penelitian

Tabel 3.3

Jadwal Penelitian

Langkah Juni Juli Agustus September


Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Studi Literatur

Pengajuan Judul

48
Observasi Awal

Bimbingan
Proposal
Pembuatan
Proposal Penelitian
Pendaftaran
Seminar Proposal

Seminar Proposal

49
DAFTAR PUSTAKA

Abdoellah, Y. Awan., Rusfiana, Yudi. (2016). Teori dan Analisis Kebijakan publik.

Bandung : Alfabeta.

Anggara, S. (2012). Ilmu Administrasi Negara. Bandung: CV Pustaka Setia.

Anggara, S. (2014). Kebijakan Publik. Bandung : CV Pustaka Setia.

Hardani, Auliya, N. H., Andriani, H., Fardan, R. A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., . . .

Istiqomah, R. R. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.

Yogyakarta: Pustaka Ilmu.

Judistira K Gama, ,. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Akademika.

Pasolong, H. (2014). Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta.

S. Kencana, Inu. (2003) Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta: PT

Bumi Aksara.

Taufiqurakhman,. (2014). Kebijakan Publik. Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Moestopo Beragama (Pers).

Dunn, W. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Copyright: Gajah Mada

University Press.

I. Willy. (2015) Analisis Penyerapan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Tahun

Anggaran 2015 Di Kabupaten Kudus. Indonesian Journal of Development

Economics.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia. (No.206 Tahun 2020).

Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil

Tembakau. Jakarta.

50
Peraturan Gubernur Jawa Barat. (No.92 Tahun 2020). Perhitungan Pagu Alokasi

Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Kepada Provinsi Kabupaten/Kota Di Jawa

Barat Tahun Anggaran 2021.

R, Atid. (2020). Evaluasi Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau

Kabupaten Temanggung. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

SSiyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi

Media Publishing.

Sugiyono. (2018). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

51

You might also like