Infotainment in TV Pros Cons

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 6

Infotainment in tv

One of decision from national deliberation of Nahdlatul Ulama (NU) that held in
beginning of august is a fatwa about proscribing of infotainment program to be watch
for the Nahdliyyin (NU follower). This decision has pro’s and con’s in society, and
debating between NU and infotainment production house.

Now days, make gossip not only a habit, but it has been as an entertainment for most
people who using media as entertain sources. Through infotainment program that
broadcast by all of private TV station in Indonesia, we can do know much about artist
issues, internal conflict of their own family, even their privacy. Don’t you know that
infotainment program such as “Cek and Ricek” has become the highest rating of
broadcast? Don’t you know this program has been gave six inaugurations in annual
follow the programs those presented by private TV stations we can see infotainment
program have been presented from the morning until midnight. So, what’s the problem
with infotainment?

All of us know that the contain of infotainment not only broadcasting about the happy
news or the goodness of celebrities but it broadcasting about the badness of them also
such as their dispute in their family, affair, divorce, even about the “bedroom” problem
of them also. And further, the truth of it is not well guaranteed so sometime they feel
disturbed by infotainment journalist, even make their family dispute become worse
cause the issue that had been spreading by journalist.

So, if the infotainment programs have become a favorite programs not only for the adult
but for children also, I think it is not impossible in this country will create” gossip
Society” that always talking about the other’s problems and their badness,
unfortunately the gossip spreaders never realize their weaknesses. With this condition,
it is hard to create a strong togetherness to develop our country but in other hand it
only create conflict or dispute and erode togetherness among the society and further
will threat the unity of nation.

Presented at MAKES, August 17, 2006, Written by Hairil

Glossaries :

National deliberation : Musyawarah National

Erode : Mengikis

Unity of the Nation  : Persatuan Bangsa

Weaknesses    : Kelemahan, Kekurangan


Berita Selebritis Infotai nment Kurang Mendidik Punya
Efek Negatif/Buruk
Sat, 27/02/2010 - 12:13am — godam64

Di televisi Indonesia banyak kita jumpai acara-acara semacam berita tetapi hanya menguas
dunia selebritis lokal dan kadang internasional juga. Acara itu biasa kita kenal dengan
sebutan infotainment. Pada awalnya acara semacam ini hanya sedikit, namun lama kelamaan
menjadi trend dan akhirnya jadi menu wajib para stasiun tv nasional kita. Acara ini sangat
digemari oleh masyarakat di samping berita umum biasa dan berita kriminal.

Yang hebat dari acara ini adalah walaupun sudah dicap haram namun tetap ada di stasiun tv
swasta kesayangan kita. Masyarakat pun tetap setia jadi penonton walaupun tayangan acara
infotainment sudah diharamkan. Sesuatu yang enak-enak memang suka dilarang jika ada
dampak buruk yang tersembunyi di baliknya. Oleh karena marilah kita pelajari kenapa
sampai bisa demikian agar kita tidak menjadi korban acara infotainment.

Beberapa Efek/Dampak Buruk Dari Acara Infotainment Di Televisi Indonesia Pada


Masyarakat :

1. Menyebarkan Fitnah / Isu / Kabar Burung

Jika berita infotainment itu hanya menduga-duga dari suatu permasalahan yang belum jelas
faktanya maka bisa saja disebut sebagai fitnah. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan,
pencurian, perampokan, pengutilan, penipuan, dan lain-lain.

2. Mengganggu Orang Yang Sedang Diperbincangkan / Dibahas

Yang namanya masalah kita diomongin dan diungkit-ungkit orang lain (ghibah) normalnya
akan membuat kita tidak nyaman. Oleh sebab itu jika seseorang punya masalah atau kasus
sebaiknya kita biarkan dia dulu menyelesaikan segala masalahnya. Setelah semua beres
barulah minta izin langsung untuk meminta diliput. Selama ini wartawan main tayang saja
tanpa meminta doa restu yang diliput.

3. Menjerumuskan Masyarakat Pada Gaya/Pola Hidup Yang Salah

Berita yang datang dari kaum yang suka ditiru orang, kalau tidak benar maka jelas
berdampak tidak baik. Bahaya jika masyarakat meniru para artis yang identik/suka dugem,
suka gaya hidup mewah, suka pergaulan bebas, suka narkoba, suka nikah siri, dan
sebagainya. Seharusnya dijelaskan pole hidup yang salah adalah salah, tidak baik ya tidak
baik agar masyarakat tidak meriru yang jelek-jelek.

4. Contoh Buruk Bagi Anak-Anak

Menyambung dari point ketiga di atas kalau yang menonton adalah anak-anak maka akan
lebih dahsyat dampak negatif yang ditimbulkannya. Jika anak-anak terobsesi ingin jadi
selebriti bisa saja mereka akan meniru apa yang dilakukan selebrit i kesayangannya termasuk
yang jelek-jelek. Anak-anak dari kecil sudah diajarkan gosip, fitnah, gibah, gaya hidup
mewah, dll. Seharusnya acara infotainment ditayangkan larut malam ketika anak-anak sudah
tidur.

5. Menghabiskan Waktu Para Penonton

Pembahasan suatu masalah dari seorang selebritis biasanya dipaksa panjang durasinya
sehingga yang dibahas suka diulang-ulang atau ditambah-tambahkan. Belum lagi setiap acara
infotainmen juga membahas kasus yang sama secara bertele-tele. Maka lengkap sudah waktu
seseorang yang tersita untuk melihat permasalahan yang sama. Waktu pemirsa yang berharga
jadi suka tebuang karena penyampaian yang bertele-tele dan dilama-lamakan.

-----
Artikel ini hanyalah opini/pandangan belaka. Sekian terima kasih.

Infotainment Lebih Banyak Sisi Negatif

Posted by Redaksi on Agustus 4, 2010 · Leave a Comment 

Medan ( Berita ) :  Tayangan infotainment dewasa ini lebih banyak memberi pengaruh
negatif bagi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, ujar seorang psikolog. “Dengan
melihat kasus Ariel yang selama ini diberitakan, nampaknya infotainment lebih banyak sisi
negatif daripada manfaatnya,” ujar psikolog Rahmadi Hidayatin di Medan, Rabu [04/08] .

Sebagai sumber informasi mengenai seseorang yang terkenal, memang infotainment menjadi
tayangan yang banyak diminati masyarakat. Ia menjelaskan, tayangan infotainment masing-
masing memiliki sisi positif dan negatif bagi masyarakat luas, sehingga semua itu bergantung
pada informasi yang disampaikan.

Namun, melihat perkembangan infotainment dewasa ini, tampaknya tayangan-tayangan


infotainment tidak lagi memberi manfaat yang baik untuk masyarakat.

“Kita lihat saja kasus Ariel yang diekspos infotainment secara besar-besaran. Saya bertanya-
tanya, apakah mereka memikirkan dampaknya secara luas kepada masyarakat,” ujar Direktur
Pelaksana Perkumpulan Keluarga Berencana Provinsi Sumatera Utara itu. Ia menjelaskan,
berbagai pihak yang menayangkan infotainment harus bijak dalam merilis serta memilah
berita-berita yang bermanfaat bagi para penonton.

Selain itu, mereka juga hendaknya memikirkan dampak tayangan itu terhadap masyarakat
luas, khususnya bagi anak-anak dan remaja.

Ia mengaku mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan tayangan


infotainment yang mengulas masalah-masalah hubungan rumah tangga artis.

“Memang ketika kita masih berada di negara yang menganut norma-norma agama, maka
tayangan-tayangan infotainment yang lebih banyak menceritakan aib seseorang itu perlu
dilarang,” ujarnya.

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Medan Area, Irna Minauli mengatakan, tayangan-
tayangan infotainment kini memang perlu ditiadakan.
Menurut dia, dampak infotainment hanya cenderung membiasakan masyarakat untuk melihat
kesalahan-kesalahan orang lain, dibandingkan dengan mengintrospeksi diri. “Perilaku yang
senantiasa melihat kesalahan-kesalahan orang lain akan berdampak buruk bagi kepribadian
seseorang,” ujarnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara telah menyosialisasikan fatwa haram
terhadap infotainment yang tercantum surat Komisi Fatwa MUI Pusat Tahun 2010.

Dalam sosialisasi di Aula Tranparansi Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut di Medan,
Selasa (3/8), Ketua MUI Sumut Prof Dr Abdullah Syah mengatakan, penetapan fatwa haram
itu dilakukan setelah melalui berbagai kajian, khususnya mengenai manfaat dan kerusakan
bagi umat Islam.

Abdullah Syah menjelaskan, infotainment diharamkan karena lebih bertujuan membuka aib
orang lain dan tidak memberikan pendidikan atau manfaat apa pun bagi masyarakat. Dalam
Islam, membuka aib orang lain itu sangat dilarang, bahkan diumpamakan seperti memakan
daging mayat objek yang aibnya diumbar tersebut.

Ia mencontohkan pemberitaan tentang perceraian atau perselingkuhan selebritis yang tidak


layak diumbar karena selain menjelekkan pihak yang bersangkutan, juga memberikan efek
kurang baik kepada masyarakat.

Namun, fatwa haram itu tidak berlaku terhadap materi infotainment yang memberikan
pengaruh positif kepada masyarakat seperti perkawinan atau kegiatan sosial yang dilakukan
selebritis.  (ant )

Infotainment “Silet” diberhentikan sementara

Posted on | November 12, 2010 | 1 Comment

Silet dan Fenny Rose, sementara minggir sampai Merapi tenang kembali.

Sudah empat hari ini, program infotainment “Silet” yang biasa tayang di RCTI setiap pukul
11.00-11.30 WIB dihentikan penayangannya. Terkait pelanggaran berat yang dilakukannya,
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menjatuhkan sanksi administratif  berupa
penghentian sementara terhadap program “Silet” RCTI.
Tayangan “Silet” dianggap telah menimbulkan keresahan, kepanikan, ketakutan, trauma, dan
menambah penderitaan terhadap korban, keluarga dan masyarakat yang sedang mengalami
musibah bencana alam Gunung Merapi. Isi tayangan berupa informasi ramalan dengan narasi
dan gambar yang menyesatkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya terkait
musibah bencana alam Gunung Merapi.

Menurut ketentuan Undang-undang No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran)
Pasal 36 ayat  (5) huruf a. pelanggaran ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.
Tayangan tersebut juga telah melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI tahun 2009
Pasal 34 serta Standar Program Siaran (SPS) Pasal 55 dan Pasal 56 huruf d., dan huruf e.

Penghentian sementara program “Silet” RCTI dimulai tanggal 9 November 2010 sampai
dengan pemberitahuan pencabutan status siaga bencana Merapi oleh Pemerintah. Selain itu
juga, pihak RCTI juga wajib membuat permintaan maaf secara terbuka kepada publik atas
informasi yang telah tersiar pada tanggal 7 November 2010 melalui 1 (satu) surat kabar
nasional sebanyak 1 (satu) kali dan 2 (dua) surat kabar lokal sebanyak masing-masing 2 (dua)
kali paling lambat 13 November 2010.

RCTI juga wajib membuat permintaan maaf selama 7 (tujuh) hari berturut-turut sebanyak 3
kali sehari setelah tanggal surat dikeluarkan pada program program berita pagi, siang, dan
petang di RCTI dengan format yang telah ditentukan oleh KPI Pusat. Selain itu RCTI tidak
diperkenankan untuk membuat program sejenis dengan format yang sama. KPI Pusat
menyatakan akan terus melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sanksi ini.

Komisioner KPI Judhariksawan usai jadi pembicara di Seminar UKI. "Rasionalitas sanksi atas
Silet karena melukai perasaan masyarakat Yogya. Jadi, tunggu status Merapi kembali tenang."

RCTI juga wajib membuat permintaan maaf selama 7 (tujuh) hari berturut-turut sebanyak 3
kali sehari setelah tanggal surat dikeluarkan pada program program berita pagi, siang, dan
petang di RCTI dengan format yang telah ditentukan oleh KPI Pusat. Selain itu RCTI tidak
diperkenankan untuk membuat program sejenis dengan format yang sama. KPI Pusat
menyatakan akan terus melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan sanksi ini. Sanksi
diberikan oleh KPI setelah sebelumnya mendengarkan klarifikasi yang disampaikan oleh
pihak RCTI Senin (8/11) sore. Pihak RCTI yang diwakili oleh Direktur Programming Rudy
Ramawy belum menandatangani penyataan kesediaan melaksanakan sanksi KPI
“Program Silet berhenti sampai status Merapi kembali aman. Begitu status ‘siaga’ turun
menjadi ‘waspada’ maka sanksi itu berakhir,” kata Komisioner KPI, Judhariksawan, saat
menjadi pembicara Seminar ‘Hukum Penyiaran’ di Universitas Kristen Indonesia.

Menurut pakar hukum telekomunikasi dan informatika ini, sanksi untuk “Silet” tidak bisa
dijatuhkan berdasarkan jangka waktu 1 bulan, 2 bulan, atau 1 tahun, misalnya. “Karena
perasaan terluka akibat tayangan itu yang tahu adalah publik, bukan KPI atau pemerintah,”
kata Judhariksawan, doktor Ilmu Hukum yang mengajar di Universitas Hasanuddin ini.

Jojo Raharjo

Category: Kabar Media


Tags: KPI liputan bencana > RCTI > Silet

You might also like