Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 9 No. 2, Hlm.

537-556, Desember 2017


ISSN Cetak : 2087-9423 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
ISSN Elektronik : 2085-6695 DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v9i2.19289

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS ARLINDO FLORES DAN


KOHERENSINYA DENGAN ARUS PANTAI SELATAN JAWA

CHARACTERISTICS AND VARIABILITY OF THE FLORES ITF AND ITS


COHERENCE WITH THE SOUTH JAVA COASTAL CURRENT

Agus S. Atmadipoera* dan Paradita Hasanah


Laboratorium Oseanografi Fisika, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
*E-mail: atmadipoera_itk@ipb.ac.id

ABSTRACT
Characteristics and transport variability of the Indonesian Throughflow (ITF) in the western Flores
Sea (FS) and its coherency with the South Java Coastal Current (SJCC) fluctuation are investigated
using validated ocean general circulation model output (2008-2014) from the INDESO configuration.
The results show that near-surface circulation in the study area is characterized by two distinct
regimes: strong southwestward ITF flow and quasi-transient anti-cyclonic eddies. Vertical dimension
of ITF crossing 7.5°S is about 112 km width, 250 m depth, and high velocity core at thermocline >0.3
m/s. Transport volume estimates along this latitude is -4.95 Sv (southward). Bifurcation of ITF flow
appears north offshore Lombok Island where -2.92 Sv flowing into Lombok Strait and the rest flowing
eastward into FS. Meanwhile, vertical dimension of SJCC crossing 114°E is about 89 km width, 120 m
depth, and high velocity core at sub-surface >0.35 m/s. Mean transport of SJCC is +2.65 Sv.
Coherency between Flores ITF and SJCC transport variability on intra-seasonal scales is significantly
high, e.g., on 30 day period (coher=0.92) and phase-lags of 0.6-day with SJCC leading to Flores ITF.
This result confirmed previous studies, related to intrusion of coastally trapped Kelvin waves into
Flores Sea via Lombok Strait.

Keywords: indonesian throughflow, western flores sea, south java coastal current

ABSTRAK
Karakteristik dan variabilitas transpor Arlindo di Laut Flores (Arlindo Flores, AF) dan koherensinya
dengan fluktuasi transpor dari Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ) dikaji menggunakan keluaran model
sirkulasi umum laut INDESO yang telah divalidasi (2008-2014). Hasil penelitian menunjukkan pola
sirkulasi dekat permukaan dicirikan oleh dua wilayah unik: wilayah sumbu arus kuat AF yang
memotong wilayah studi ke arah baratdaya menuju Selat Lombok (SL), dan quasi-transient pusaran
arus (eddies) anti-siklonik di utara Laut Bali. Dimensi menegak AF di garis lintang 7,5 °S adalah
lebar 112 km, kedalaman 0-250 m dan inti velositas tinggi (>0,3 m/s) di kedalaman termoklin. Rerata
volume transpor di lintang ini adalah -4,95 (ke arah selatan). Bifurkasi AF terjadi di utara lepas pantai
Pulau Lombok dimana sebagian AF (-2,92 Sv) mengalir ke Selat Lombok dan sisanya berlanjut ke
timur Laut Flores. Di garis bujur 114 °E Selatan Jawa, dimensi menegak APSJ adalah lebar 89 km,
kedalaman 0-120 m, dan velositas tinggi (>0,35 m/s) di kedalaman permukaan. Rerata volume
transpor APSJ sekitar +2,65 Sv (ke arah timur). Koherensi antara fluktuasi transpor AF dan APSJ
pada skala intra-musiman tercatat tinggi, misalnya pada periode 30 harian, koherensinya 0,92 dengan
beda-fase 0,6 hari dimana fluktuasi transpor APSJ mendahului terhadap AF. Hal ini diduga terkait
dengan intrusi coastally trapped gelombang Kelvin ke Flores via Selat Lombok.

Kata kunci: arus lintas indonesia (Arlindo), laut flores bagian barat, arus pantai selatan jawa

I. PENDAHULUAN arus utama yang berasal dari Arus Lintas


Indonesia (Arlindo) Makassar, Arus Muson
Laut Flores bagian barat (termasuk Jawa yang berbalik arah dua kali dalam
Laut Bali) merupakan wilayah persimpangan setahun, serta intrusi arus dari Selatan Jawa -

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB


@ ISOI dan HAPPI 537
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

sisi Samudera Hindia via Selat Lombok Selat Lombok dan sisanya diteruskan ke Laut
akibat dari kedatangan gelombang Kelvin Flores dan Laut Banda (Murray dan Arief,
yang terperangkap pantai (Wyrtki, 1961; 1988). Massa air Pasifik Selatan masuk
Murray dan Arief, 1988; Syamsudin et al., melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
2004; Sprintall et al., 2005; Atmadipoera et menuju Laut Seram, kemudian dilanjutkan ke
al., 2009). Wilayah ini diduga mempunyai Laut Banda. Di Laut Banda, terjadi per-
karakteristik arus yang sangat unik dan temuan antara massa air Pasifik Utara dan
menarik untuk dikaji dan dipahami secara Pasifik Selatan sebelum keluar melalui
detail. Lintasan Timor dan Selat Ombai (Atmadi-
Arlindo adalah sistem arus termoklin poera et al., 2009).
yang mengalir dari Samudera Pasifik menuju Laut Flores bagian barat juga di-
Samudera Hindia melalui berbagai selat, sub- pengaruhi oleh adanya perambatan coastally
basin, dan laut di perairan dalam Laut trapped gelombang Kelvin, yang berasal dari
Indonesia, dan sebagai cabang utama arus Ekuator Samudera Hindia. Gelombang
dari sirkulasi termohalin global yang mem- ekuator ini dibangkitkan oleh angin baratan
bawa massa air hangat dan lebih asin dari yang kuat (westerly winds bursts) di Ekuator
Pasifik (Gordon 1986). Adanya perbedaan Samudera Hindia Tengah pada musim
tinggi paras laut antar samudera, dimana transisi (Mei dan Oktober), yang meng-
paras laut Pasifik lebih tinggi dari pada gerakkan arus kuat ekuator (Equatorial Jet)
Hindia merupakan salah satu penggerak ke arah timur (Wyrtki, 1973). Gelombang
Arlindo. Perbedaan tinggi paras laut ini Kelvin Ekuator tersebut berubah menjadi
bervariasi secara musiman (Wyrtki, 1961), coastally trapped Kelvin waves dan bergerak
dimana dalam periode Musim Baratlaut menyusuri Barat Sumatera-Selatan Jawa,
(Oktober–Maret), tinggi paras laut mencapai kemudian sebagian masuk melalui Selat
minimum (kurang dari 10 cm), sedangkan Lombok sebelum memasuki Selat Makassar
dalam Musim Tenggara (Mei–September) (Sprintall et al., 2000). Dalam skala-waktu
tinggi paras laut maksimum sekitar 28 cm. intra-musiman (35-90 hari), gelombang
Perbedaan tinggi paras laut ini mengakibat- Kelvin yang menjalar di sepanjang Selatan
kan volume angkutan (transport) Arlindo Jawa, Bali, Lombok, dan Paparan Sunda
mencapai maksimum dalam periode Musim Kecil muncul pada bulan April–Mei atau
Tenggara, dan minimum dalam Musim November - Desember (Syamsudin et al.
Baratlaut (Hautala et al., 2001; Gordon dan 2004). Intrusi ke arah utara dari gelombang
Susanto, 2003; Gordon et al., 2010; Sprintall Kelvin di Selat Lombok berdampak terhadap
et al., 2009). pelemahan volume transpor Arlindo
Arlindo memasuki perairan Indonesia Lombok. Selain itu juga Gelombang Kelvin
melalui dua gerbang masukan (inflow gate) dapat membalikkan arah arus pada lapisan
yaitu pintasan barat melalui Laut Sulawesi kedalaman tertentu (Sprintall et al., 2000).
dan pintasan timur melalui Laut Halmahera Beberapa kajian dinamika arus
dan Laut Maluku, dimana komponen pe- sebelumnya difokuskan di Selat Lombok dan
nyusun massa air Arlindo terdiri dari massa di Selatan Jawa - sisi Samudera Hindia,
air dari Pasifik Utara dan Pasifik Selatan tetapi belum ada kajian spesifik mengenai
(Wyrtki, 1961; Gordon and Fine, 1996; dinamika dan variabilitas Arlindo Flores di
Atmadipoera et al., 2009). Massa air Pasifik bagian utara Selat Lombok dan kaitannya
Utara dibawa oleh Arus Mindanao yang dengan APJS di Selatan Jawa. Tujuan ma-
memasuki Indonesia melalui Laut Sulawesi kalah ini adalah untuk mengkaji karakteristik
menuju Selat Makassar, kemudian di Laut dan pola sirkulasi laut Arlindo Flores, serta
Flores bagian barat sekitar 20% massa air variabilitas transpor Arlindo Flores di bagian
keluar menuju Samudera Hindia melalui barat Laut Flores dan koherensinya dengan

538 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

fluktuasi transpor Arus Pantai Selatan Jawa 1). Data deret-waktu keluaran model
(APSJ) di Selatan Jawa - sisi Samudera INDESO yang digunakan dalam penelitian
Hindia. Kajian secara detil mengenai karak- ini dari bulan Januari 2008 sampai Desember
teristik dan variabilitas Arlindo Flores masih 2014 (7 tahun).
sedikit, sehingga hasil penelitian ini diharap-
kan dapat memberikan pemahaman yang 2.2. Bahan dan Data Penelitian
lebih baik mengenai Arlindo Flores serta Sumber data deret-waktu untuk pe-
kaitannya dengan sistem APSJ di Selatan nelitian ini diperoleh dari hasil simulasi
Jawa. model sirkulasi umum laut dengan konfi-
gurasi Infrastructure Development for Space
II. METODE PENELITIAN Oceanography (INDESO), yang dilakukan
oleh CLS/Mercator-Océan Toulouse Prancis,
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian sebagai program andalan dari Kementerian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Konfi-
September 2016 sampai Februari 2017 di gurasi dan validasi model INDESO telah
Laboratorium Oseanografi Fisika, Depar- dideskripsikan secara detail oleh Tranchant et
temen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) al. (2015). Keluaran model INDESO berupa
FPIK IPB. Wilayah studi difokuskan di rataan harian data arus (komponen zonal u
bagian barat Laut Flores (termasuk Laut dan meridional v), suhu, salinitas, dan tinggi
Bali) dengan batasan wilayah 6.0°LS – muka laut dengan rentang data deret-waktu 7
9.5°LS dan 112.5°BT – 117.5°BT (Gambar tahun (1 Januari 2008- 31 Desember 2014).

Gambar 1. Wilayah Studi di bagian barat Laut Flores (termasuk Laut Bali), dan sebagian
Selatan Jawa-Sumbawa. Garis A-B merupakan transek untuk perhitungan volume
transpor Arlindo Flores di lintang 7.5°LS. Garis C-D untuk perhitungan transpor
Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ) di bujur 114°BT. Sampling box (garis putus-
putus, kotak hitam) untuk validasi data deret-waktu tinggi muka laut (SSH) model
dan altimetri satelit.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 539
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

Di dalam studi ini, untuk keperluan validasi permukaan (0 m), dan v adalah komponen
model digunakan data anomali tinggi muka arus meridional (m/detik). Hal yang sama
laut dari hasil observasi satelit altimetri dan juga untuk menghitung volume transpor
citra suhu permukaan laut, yang diperoleh APJS di Selatan Jawa, dimana QuC-D (unit
dari Archiving Validation and Interpretation Sv) adalah besarnya volume transpor APJS
of Satellite Oceanographic (AVISO) (unit Sv), C (8.5°LS) dan D (9.5°LS) adalah
Toulouse Prancis, serta data observasi arus batas garis transek lintang (meter), z (380 m)
dari hasil ekspedisi kelautan INDOMIX batas bawah kedalaman integrasi dan u
2010. adalah komponen arus zonal (m/detik).
Metode analisis CWT dilakukan
2.3. Pengolahan dan Analisis Data terhadap data untuk menguji variasi power di
Pola sirkulasi dan variabilitas arus di dalam data deret-waktu (Torrence dan
wilayah studi dikaji dengan menerapkan Compo, 1998). Data deret-waktu direntang-
analisis data deret-waktu (time-series kan dalam ruang waktu-frekuensi, yang
analysis), yaitu menghitung nilai rataan memungkinkan penentuan periodisitas do-
(mean) arus komponen zonal dan meridional minan dari variabilitas dan variasinya dalam
(2008-2014), analisis transformasi wavelet waktu (Torrence dan Compo, 1998; Emery
sinambung (continuous wavelet transform, dan Thomson, 2014). Dalam makalah ini,
CWT), dan analisis cross Power Spectral analisis CWT diterapkan pada data deret-
Density (cross-PSD) dengan mengacu ke- waktu volume transpor Arlindo dan APJS,
pada Emery dan Thomson (2014) serta serta merekonstruksi fluktuasi transpor pada
Bendat and Piersol (2010). Rataan kecepatan skala intra-seasonal dengan melakukan band-
arus bertujuan untuk menganalisis pola pass filter deret-waktu transpor dengan cut-
sirkulasi umum di wilayah studi dalam off periode 20-90 hari (fluktuasi 20-90 harian
bentuk spasial. Metode klimatologi diguna- dikategorikan secara konvensi sebagai fluk-
kan untuk menganalisis siklus tahunan dari tuasi intra-seasonal). Penggunaan analisis
variabel arus dan suhu. Estimasi volume CWT untuk menganalisis periodisitas yang
transpor massa air Arlindo Flores (Qv) yang signifikan pada selang kepercayaan 95%.
melewati transek garis A-B pada lintang Metode CWT yang digunakan merupakan
7.5°LS di Laut Flores, atau transpor APJS hasil modifikasi dari Torrence dan Compo
(Qu) pada transek garis C-D pada bujur (1998) oleh Mélice et al. (2001). Wavelet
114°BT di Selatan Jawa dihitung dengan diperoleh dari fungsi tunggal 𝜓 oleh translasi
mengintegralkan kecepatan arus komponen dan dilatasi (pers. 3), dimana a > 0
zonal (u) atau meridional (v) terhadap merupakan parameter dilatasi dan b para-
panjang transek dan kedalaman, yang meter translasi waktu :
mengikuti metode dari Emery dan Thomson
(2014) : 1 𝑡−𝑏
𝜓𝑎,𝑏 (𝑡) = 𝜓( )................................(3)
𝑎 𝑎
𝐵 0
𝑄𝑣𝐴−𝐵 = ∫𝐴 ∫𝑧 𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑧 ............................ (1)
Penelitian ini dipilih wavelet Morlet, yang
𝐷 0 merupakan fungsi gelombang kosinus
𝑄𝑢𝐶−𝐷 = ∫𝐶 ∫𝑧 𝑢 𝑑𝑦 𝑑𝑧 ........................... (2) kompleks dimodulasi oleh fungsi Gaussian
(pers. 4) dengan 𝑖 = [− 11/2 ] :
dimana di Laut Flores, QvA-B (unit Sv) adalah
besarnya volume transpor Arlindo yang 2 /2
𝜓(𝑡) = 𝜋1/4 𝑒 −𝑡 𝑒 𝑖𝜔0 𝑡 ........................(4)
memotong garis A-B; A (112.5°BT) dan B
(117.5°BT) adalah batas garis transek bujur 2 1/2
(meter); z (380 m) adalah batas bawah Keterangan 𝜔0 = 𝜋 [𝑙𝑛 2] dipilih cukup
integrasi kecepatan sampai kedalaman lebar untuk meyakinkan bahwa 𝜓(𝑡)

540 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

memenuhi kondisi yang diperbolehkan, yang fase negatif menunjukkan bahwa fluktuasi
secara praktis sebanding dengan pers. 5 variabel 1 tertinggal (lagged) terhadap
berikut : variabel 2 (Emery and Thomson 2014.
Energi kospektrum (𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )) di-

∫−∞ 𝜓(𝑡) 𝑑𝑡 = 0 ....................................... (5) hitung dari dua pasang komponen Fourier
dari data deret-waktu 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 yang diukur
Membalikan (inverting) skala wavelet dalam setiap selang waktu ∆𝑡 dengan
Morlet, continuous wavelet transform (CWT) menggunakan rumus (Bendat dan Piersol,
menjadi analisis frekuensi-waktu dimana 2010):
parameter dilatasi a berhubungan dengan 2∆𝑡
periode dan parameter translasi b ber- 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = |𝑋(𝑓𝑘 ) ∗ 𝑌(𝑓𝑘 )| ...................(6)
𝑇
hubungan dengan waktu. Di dalam (Pers. 3)
normalisasi 1/𝑎 dipilih, bukan seperti biasa Keterangan: X(fk) adalah komponen Fourier
1/𝑎1/2 . Pilihan ini, komponen-komponen dari xt, Y(fk) adalah komponen Fourier dari
CWT dapat dibandingkan secara langsung yt, dan T merupakan periode data.
satu dengan lainnya dan wavelet Morlet
dapat diinterpretasikan sebagai filter linear Selanjutnya menentukan fungsi
band-pass dari pembobot 1/a yang berpusat 2 (𝑓 ))
koherensi (𝛾 𝑥𝑦 𝑘 dihitung menggunakan
sekitar 𝜔 = 𝜔0 /𝑎. Hal ini memungkinkan persama-an (Bendat dan Piersol 2010):
untuk mengekstraksi komponen-komponen
lokal yang berbeda dari signal, seperti nilai 2
2 |𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )|
lokal, amplitude dan fase untuk setiap titik 𝛾 𝑥𝑦
(𝑓𝑘 ) = ...............................(7)
𝑆𝑥 (𝑓𝑘 )𝑆𝑦 (𝑓𝑘 )
dari (b, a) ruang frekuensi-waktu (Mélice et
al., 2001). Keterangan: 𝑆𝑥 (𝑓𝑘 ) adalah densitas energi
Analisis cross-PSD (cross-Power 𝑋(𝑓𝑘 ) dan 𝑆𝑦 (𝑓𝑘 ) = densitas energi 𝑌(𝑓𝑘 ).
Spectral Density) digunakan untuk meng-
Nilai beda fase (𝜃𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )) dihitung meng-
analisis hubungan fluktuasi dua variabel
gunakan persamaan (Bendat dan Piersol,
deret-waktu pada frekuensi yang sama, yaitu
2010):
deret-waktu transpor Arlindo Flores dan
transpor APJS. Pada penelitian ini, analisis 𝑄𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )
cross-PSD digunakan untuk mengamati 𝜃𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = 𝑡𝑎𝑛−1 [ 𝐶 ] .........................(8)
𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )
korelasi antara fluktuasi volume transpor
Arlindo di Laut Flores dengan fluktuasi
Keterangan: 𝑄𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = nilai imajiner dari
transpor APJS di Selatan Jawa pada periode
intra-musiman (20-90 hari). Keluaran dari 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) dan 𝐶𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = nilai nyata dari
analisis cross-PSD terdiri dari energi cospek- 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ).
trum, koherensi, dan beda fase.
Kospektrum energi menunjukkan Analisis cross-PSD deret-waktu
besarnya energi fluktuasi pada frekuensi transpor Arlindo Flores dan transpor APJS,
yang sama antara kedua data deret-waktu. parameter komputasi yang diterapkan adalah
Koherensi menunjukkan nilai korelasi kedua sebagai berikut: panjang data (N) dengan
data deret-waktu pada frekuensi yang sama, sampling interval harian dari 1 Januari 2008 -
dan deda fase antara 2 data deret-waktu 31 Desember 2014) adalah 2557, panjang
menunjukkan perbedaan selang waktu antara segmen (segment-length) cuplikan data
kedua variabel. Beda fase positif menunjuk- adalah 512, dihitung batas bawah dan atas
kan bahwa fluktuasi variabel 1 mendahului dari selang kepercayaan 95%, dan digunakan
(lead) terhadap variabel 2, sedangkan beda jenis window Bartlett.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 541
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

2.4. Validasi Data Model dengan Data gunakan arus hasil pengukuran INDOMIX
Observasi Juli 2010. Pada ekspedisi tersebut kapal riset
Sebelum keluaran model INDESO yang dilengkapi shipboard acoustic Doppler
digunakan untuk analisis deret-waktu lebih current profiler (SADCP) melintasi Selat
lanjut, maka langkah pertama dalam analisis Lombok dari arah selatan dan memotong
data adalah memvalidasi deret-waktu keluar- Laut Bali ke arah baratlaut (Gambar 3).
an model INDESO dengan data observasi Vektor arus model berupa resultante arus
satelit dan lapangan. Tujuannya adalah untuk zonal dan meridional diplotkan sesuai dengan
menguji tingkat akurasi dan realiabilitas hasil pengukuran dari ekspedisi INDOMIX
keluaran model terhadap data hasil observasi. tanggal 18 Juli 2010. Vektor arus pada level
Uji korelasi variabel tinggi muka laut kedalaman 30 m dari model INDESO (panah
keluaran model INDESO dilakukan dengan merah) polanya terlihat sangat mirip dengan
data tinggi muka laut dari satelit altimetri, vektor arus hasil pengukuran INDOMIX
serta arus model INDESO divalidasi dengan (panah hitam). Arus di Laut Bali bergerak ke
data pengukuran arus dari hasil ekspedisi arah timurlaut dan barat daya yang meng-
INDOMIX Juli 2010 yang melintasi Selat indikasikan suatu pusaran arus (eddy), serta
Lombok dan Laut Bali. arus kuat (jet) di Selat Lombok bergerak ke
Data deret-waktu tinggi paras laut selatan sebagai representasi Arlindo Lombok.
dari tahun 2008 – 2014 hasil simulasi model Beberapa lokasi, besaran ampli-tude
INDESO dan data altimetri satelit (Gambar vektor arus dari model INDESO terlihat
2) menunjukkan korelasi yang tinggi, dengan sedikit melemah dibandingkan dengan hasil
koefisien korelasi sebesar 0.85. Hasil uji observasi seperti di sebelah selatan Pulau
korelasi ini berarti tingkat keeratan antara Lombok dan di sebelah utara Pulau Bali. Hal
keluaran model dengan data satelit adalah ini diduga karena perbedaan resolusi data
tinggi. Plot tinggi paras laut hasil INDESO dimana model INDESO merupakan rataan
(hitam) dan hasil satelit (merah) menunjuk- dari resolusi spasial 9 km x 9 km, tetapi data
kan pola fluktuasi yang sama. Tinggi paras observasi arus INDOMIX merupakan rataan
laut hasil dari model dan satelit menunjukkan 1 km. Dari 2 validasi data keluaran model
pola fluktuasi dominan dengan periode INDESO dengan data observasi, dapat
tahunan (annual). Tinggi paras laut mak- dikatakan bahwa keluaran model INDESO
simum terjadi pada Musim Baratlaut hingga dapat mereproduksi cukup bagus fluktuasi
musim peralihan I, sedangkan tinggi paras tinggi muka laut dan pola spasial vektor arus,
laut minimum terjadi pada Musim Tenggara sehingga kualitas hasil simulasi model
hingga musim peralihan II. INDESO dapat digunakan untuk analisis
Arus pada level kedalaman 30 meter lanjutan dalam studi ini.
dari model INDESO juga divalidasi meng-

Gambar 2. Deret-waktu anomali tinggi paras laut 2008-2014 dari model INDESO (hitam) dan
data satelit altimetri (merah) yang diekstraksi kotak Gambar 1. Nilai koefisien
korelasi adalah 0,85.

542 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

Bali dan Kangean, dimana diameter eddy


sekitar 100 km (Gambar 4). Suhu di wilayah
cincin eddy di Laut Bali relatif lebih hangat
sekitar 28,5°C. Sebagai acuan perbandingan,
sebaran suhu di wilayah Selatan Jawa-Bali
mencapai minimum s-kitar 25°C yang
berasosiasi dengan siklus upwelling musiman
yang berlangsung dalam periode Musim
Tenggara (Susanto et al., 2000; Kuswardani
et al., 2015).
Di Laut Flores bagian barat, rerata
aliran utama Arlindo Flores dan Arus
Monsun Jawa adalah ke arah selatan dengan
Gambar 3. Tumpang-susun vektor arus pada besaran kecepatan arus Arlindo sekitar 0.5
bulan Juli 2010 di level kedalam- m/s dan sebagian keluar menuju Samudera
an 30 m dari observasi shipboard Hindia melalui Selat Lombok, serta sebagian
ADCP INDOMIX (panah hitam), berbelok menuju Laut Flores bagian timur.
dengan vektor arus keluaran Sekitar 20% massa air dari Arlindo Flores
model INDESO (panah merah). yang bersumber dari Arlindo Makassar
keluar melalui Selat Lombok dan selebihnya
III. HASIL DAN PEMBAHASAN diteruskan ke Laut Flores dan Laut Banda
(Murray dan Arief, 1988).
3.1. Karakteristik dan Pola Sirkulasi di Gaya penggerak utama aliran Arlindo
Laut Flores Bagian Barat pada lapisan 0-200 meter adalah karena ada-
Pola sirkulasi laut di bagian barat nya perbedaan tekanan permukaan laut yang
Laut Flores dicirikan oleh 2 wilayah arus kuat antara Samudera Pasifik dan Samudera
yang khas: wilayah sumbu utama arus Hindia, sehingga aliran arus sepanjang tahun
Arlindo dengan vektor arus yang kuat ke arah mengalir ke selatan (Gordon et al., 1994).
baratdaya dan selatan. Wilayah sumbu Selain itu, arus dari Laut Jawa yang me-
Arlindo ini berada di sebelah timur dari garis masuki perairan Bali ikut keluar melalui
bujur 115.5°BT atau ke arah timur dari Selat Selat Lombok dengan besaran kecepatan arus
Lombok. Orientasi sumbu Arlindo adalah sekitar 0.25 m/s. Arus dari Laut Jawa yang
timurlaut-baratdaya yang sebagian arusnya memasuki perairan Laut Bali mengalami
mengarah ke Selat Lombok menjadi Arlindo perputaran arus yang berlawanan arah jarum
Lombok, namun sebagian lagi bercabang ke jam. Hal ini diduga karena pengaruh
arah timur, yang berlanjut menyusuri Laut topografi pulau yaitu eksistensi dari Pulau
Flores bagian selatan (Gambar 4). Lebar Bali dan Pulau Kangean (lihat Gambar 1)
sumbu Arlindo Flores di kedalaman 25 m serta adanya interaksi aliran arus yaitu
adalah lebih dari 120 km. Arlindo Flores bertemu dengan arus kuat Arlindo (Gambar
membawa massa air dengan suhu yang relatif 4).
dingin. Distribusi suhu di kedalaman 25 m di
bagian barat Laut Flores menunjukkan 3.2. Siklus Tahunan Sirkulasi Laut
kisaran suhu antara 28°C-29°C, tetapi di Siklus tahunan sirkulasi laut di
sepanjang sumbu arus Arlindo distribusi suhu wilayah studi dalam periode Musim Baratlaut
berkisar 27,8°C-28,5°C (Gambar 4). (Des-Feb) dicirikan oleh vektor arus ke arah
Wilayah pusaran arus yang berputar timur yang membawa massa air relatif hangat
berlawanan arah jarum jam (anti-cyclonic dari Laut Jawa pada kisaran suhu 28,9-30°C,
eddy) yang berada di Laut Bali antara Pulau sedangkan suhu di Lau Flores bagian barat

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 543
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

yang berkelok menuju ke Laut Flores dengan


massa air yang masuk melalui Selat Lombok
dari Samudera Hindia, sedangkan pada bulan
Februari resirkulasi arus sudah menghilang
dan kecepatan arus utama dari Laut Jawa dan
Selat Makassar semakin tinggi (Gambar 5a).
Musim peralihan I (Maret, April,
Mei), distribusi suhu hangat di Laut Bali
mengalami perluasan dan peningkatan nilai
suhu yang berkisar dari 29,2-30°C. Tetapi
suhu pada jalur arus utama Arlindo relatif
dingin berkisar dari 28-28,6°C. Pada bulan
Gambar 4. Rerata vektor arus di level April dan Mei, di tengah Laut Bali bagian
kedalaman 25 m yang ditumpang- utara terlihat adanya cincin suhu yang lebih
susunkan dengan suhu air laut hangat dibandingkan sekitarnya. Kecepatan
dari hasil simulasi model arus utama dari Arlindo Flores semakin ting-
INDESO (2008–2014). Pola sir- gi menuju bagian selatan Laut Flores dan
kulasi laut dicirikan oleh dua sebagian keluar menuju Samudera Hindia
wilayah arus yang khas: Arlindo melalui Selat Lombok. Pada musim peralihan
Flores (panah biru) yang ber- ini, kecepatan arus Arlindo semakin kuat
cabang menjadi Arlindo Lombok sedangkan Arus Muson dari Laut Jawa me-
dan sebagian cabang arus meng- ngalami pelemahan. Hal ini disebabkan
alir ke timur, dan pusaran arus karena arah tiupan angin Muson berganti dari
anti-siklonik di Belahan Bumi baratlaut menjadi tenggara (Wyrtki 1961).
Selatan (BBS) (panah merah). Periode Musim Tenggara (Juni, Juli,
Agustus) distribusi suhu juga mengalami pe-
cenderung lebih rendah yaitu sekitar 28-29°C nurunan. Kisaran suhu pada jalur arus utama
(Gambar 5a). Hal ini disebabkan pada Musim Arlindo berkisar dari 26,5 – 27,4°C, sedang-
Baratlaut, massa air di Laut Jawa berasal dari kan di Laut Bali kisaran suhu antara 27,5-
Laut Cina Selatan melewati Selat Karimata 28,3°C (Gambar 5b). Nilai suhu terendah
mempunyai suhu yang tinggi (Qu dan Lukas berada di wilayah Selatan Jawa dengan
2003; Qu et al. 2004). Massa air utama rentang suhu dari 25-26°C. Studi sebelumnya
bergerak dari Laut Jawa dan Selat Makassar (misalnya Wyrtki, 1961; Susanto et al., 2001;
menuju ke Laut Flores bagian timur dan Purba, 2007) pada Musim Tenggara wilayah
sebagian keluar melalui Selat Lombok. Selatan Jawa merupakan wilayah upwelling
Bulan Januari, massa air dari Laut yang menyebabkan suhu di Selatan Jawa
Jawa mengalami kelokan dari Laut Bali menjadi sangat rendah. Pada Musim Teng-
hingga ke Laut Flores bagian timur (Gambar gara juga mulai terbentuk pusaran arus be-
5a). Selain itu juga arus dari Laut Jawa yang rlawanan arah jarum jam (anti-cyclonic eddy)
memasuki Laut Bali mengalami resirkulasi di Laut Bali, dimana cincin suhu memiliki
akibat eksistensi dari pulau Bali. Resirkulasi inti yang lebih hangat dibandingkan sekitar-
arus di Laut Bali ini berputar searah jarum nya. Menurut Stewart (2002) pusaran arus
jam di BBS (cyclonic eddy), ditunjukkan yang berputar berlawan arah jarum jam di
dengan panah hijau tua). Selain di Laut Bali, Belahan Bumi Selatan berimplikasi dengan
resirkulasi arus searah jarum jam juga massa air di cincin pusaran yang lebih hangat
terbentuk di sebelah utara Selat Lombok. dibandingkan sekeliling luarnya.
Resirkulasi arus ini diduga terbentuk akibat Kekuatan arus dari Arlindo Flores
adanya pertemuan massa air dari Laut Jawa pada Musim Tenggara semakin intensif,

544 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

hingga mencapai besaran kecepatan arus 0,5 Musim peralihan II (Sep - Nov),
m/s yang secara kontinu bergerak keluar kecepatan arus utama Arlindo Flores meng-
melalui Selat Lombok dan sebagian berbelok alami pelemahan (Gambar 5b). Hal ini
menuju Laut Flores bagian timur (Gambar disebabkan berbaliknya arah angin Muson
5b). Arus utama Arlindo yang mengalir Tenggara menjadi angin Baratlaut, sehingga
dalam Musim Tenggara menunjukkan vektor transpor Ekman menuju ke arah utara
arus yang lebih kuat jika dibandingkan (Wyrtki, 1961). pusaran arus di Laut Bali
dengan arus dalam Musim Baratlaut. Hal ini masih terlihat hingga musim peralihan II
berimplikasi bahwa volume transpor Arlindo berakhir. Distribusi suhu perairan mulai
lebih besar dalam Musim Tenggara (Jun-Sep) menghangat akibat adanya masukan massa
dibandingkan dengan transpor dalam Musim air hangat dari Laut Jawa ke Laut Bali
Baratlaut (Des-Feb), yang sesuai dengan dengan kisaran suhu sebesar 26,5-29,5°C
penelitian sebelumnya (Gordon dan Susanto, (Gambar 5b).
2003; Sprintall et al., 2009).

Gambar 5a. Siklus tahunan sirkulasi laut dari rataan bulanan 2008-2014, ditunjukkan oleh
vektor arus dan suhu air laut di level kedalaman 25 m dari bulan Desember
sampai bulan Mei.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 545
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

Gambar 5b. Seperti pada Gambar 5a, tapi untuk bulan Juni hingga bulan November.

3.3. Karakteristik Struktur Menegak tidak langsung digerakkan oleh angin lokal
Arlindo Flores dan Arus Pantai tetapi oleh penggerak dari wilayah lain
Selatan Jawa (remote forcing). Variasi musiman profil arus
Profil menegak dan variasi musiman zonal di Selatan Jawa tercatat adanya
arus komponen zonal APJS di Selatan Jawa, lonjakan besaran kecepatan arus zonal positif
serta arus komponen meridional (utara- permukaan mencapai 0,6 m/s (ke arah timur)
selatan) Arlindo Flores di Laut Flores disaji- dalam periode Musim Baratlaut. Hal ini
kan pada Gambar 6. Rerata profil arus zonal sebagai representasi Arus Pantai Selatan
di Selatan Jawa ditandai dengan kecepatan ke Jawa yang terbentuk secara maksimal dalam
arah timur yang semakin meningkat dari Musim Baratlaut. Pada musim peralihan I
permukaan ke kedalaman sub-permukaan (30 hingga musim peralihan II, komponen arus
m), kemudian menurun kembali besaran zonal mengalami penguatan kecepatan hing-
kecepatannya mendekati nilai 0 di kedalaman ga mencapai maksimal pada kedalaman 30
120 m (Gambar 6a). Profil arus dengan meter ke arah timur dan selanjutnya menurun
kecepatan maksimum di kedalaman sub- hingga kedalaman 130 meter kemudian
permukaan dan relatif lemah di permukaan relatif lemah dengan kecepatan arus hampir
menunjukkan bahwa sistem arus tersebut mendekati nol hingga lapisan dalam. Pe-

546 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

nguatan komponen arus zonal dari APJS Struktur menegak dari Arlindo Flores
dalam periode musim peralihan berkaitan dapat diamati secara detil dari cross-section
dengan kehadiran gelombang Kelvin ter- rerata komponen arus meridional (2008-
perangkap pantai (Sprintall et al., 2000). 2014) di garis lintang 7,5°LS, yang me-
Profil rerata komponen arus me- motong dari titik A sampai B (Gambar 7).
ridional Arlindo Flores (garis hitam) tercatat Rerata arus komponen meridional dicirikan
meningkat dari permukaan ke kedalaman oleh besaran arus yang kuat ke arah selatan
sekitar 70 m, kemudian besaran kecepatan- (>0,3 m/s) di dalam gumbar (core) Arlindo
nya relatif konstan 0,2 m/s ke arah selatan Flores di sebelah timur dari bujur 116,6°BT
sampai kedalaman sekitar 160 m (Gambar dan kedalaman sekitar 50 m - 100 m.
6b). Variasi musiman dari profil kecepatan Ukuran Arlindo Flores di lintang 7,5°LS ini
arus Arlindo sangat berfluktuatif, dimana adalah lebar sekitar 112 km, ketebalan arus
dalam Musim Baratlaut, di lapisan per- dari permukaan laut sampai kedalaman
mukaan hingga kedalaman 10 meter ke- sekitar 250 m, dimana terjadi intensifikasi di
cepatan arus melemah yaitu sekitar 0,05 m/s, tepi barat Kepulauan Sailus Pangkajene atau
kemudian mengalami kenaikan kecepatan di sekitar garis bujur 117°BT (Gambar 7).
hingga 0,3 m/s pada kedalaman 50 meter dan Luasan penampang menegak Arlindo
selanjutnya mengalami penurunan seiring Flores bervariasi secara musiman, dimana
bertambahnya kedalaman. Musim Tenggara, ukurannya menjadi lebih luas dengan besaran
kecepatan arus meridional di lapisan per- arus meridional yang lebih kuat dalam
mukaan hingga kedalaman 10 meter sekitar Musim Tenggara dibandingkan dengan luas-
0,3 m/s, kemudian semakin menurun hingga an Arlindo dalam Musim Baratlaut. Periode
kedalaman 50 meter, selanjutnya semakin Musim Baratlaut, besaran komponen arus
meningkat hingga mencapai maksimum pada meridional mencapai 0,26 m/s pada lapisan
kedalaman 130 meter dengan kecepatan permukaan dan semakin melemah hingga
sekitar 0,3 m/s. kecepatannya mencapai 0,02 m/s pada
kedalaman 220 meter. Musim Tenggara,
kecepatan arus di lapisan permukaan men-
capai 0,3 m/s dan semakin berkurang seiring
bertambahnya kedalaman hingga kecepatan-
nya mencapai 0,04 m/s pada kedalaman 220
meter, sehingga luasan penampang Arlindo
Flores dalam Musim Baratlaut adalah 29x106
km2, sedangkan dalam Musim Tenggara
sekitar 39x106 km2 atau 1,3 lebih luas
dibandingkan dalam Musim Baratlaut. Ber-
dasarkan perhitungan integrasi komponen
arus meridional antar garis A-B dan antara
permukaan sampai kedalaman 380 m,
diperoleh rerata volume transpor Arlindo
Flores (QvA-B) sekitar -4,95 (±1,11) Sv (1
Sverdrup (Sv) = 106 m3/detik). Sumbu utama
Arlindo Flores ini bercabang di sisi utara
Pulau Lombok/Sumbawa, dimana satu
Gambar 6. Profil menegak rerata dan variasi
cabang mengalir ke Samudera Hindia via
musiman dari (a) komponen arus
Selat Lombok, dan satu cabang berlanjut ke
zonal APJS di Selatan Jawa, dan
timur menyusuri sisi selatan laut Flores.
(b) komponen arus meridional
Hasil perhitungan volume transpor yang
Arlindo Flores.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 547
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

masuk Selat Lombok diperoleh nilai rerata Penampang melintang komponen arus
volume transpor Arlindo Lombok sekitar - zonal dari Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ)
2,92 (±0,94) Sv, sehingga selisih kedua rerata antara titik C dan D (Gambar 8), ditandai
transpor tersebut yang berlanjut ke timur oleh lapisan gumbar (core) APJS yang
menyusuri selatan Laut Flores adalah sekitar melebar dari pantai ke arah lintang 9.3 °LS
2 Sv. Hasil estimasi transpor Arlindo dan dari permukaan sampai kedalaman
Lombok dari model INDESO ini cukup dekat sekitar 120 m dan besaran maksimal kecepat-
hasilnya dengan estimasi pengukuran lapang an ke arah timur sekitar 0.35 m/s di
antara -2,045 (Musim Barat laut) dan -3,87 kedalaman 50 m. Sistem APJS merupakan
Sv (Musim Tenggara) (Sprintall et al., 2009). sistem arus yang terbentuk di Ekuator
Selain struktur menegak Arlindo Samudera Hindia bagian timur, kemudian
Flores, rona yang unik dari penampang mengalir menyusuri pantai sepanjang Barat
komponen arus meridional di garis lintang Sumatera - Selatan Jawa - dan Selatan
7.5 °LS adalah terbentuknya arus meridional Kepulauan Sunda Kecil antara selatan Bali
ke arah utara (positif) dan ke arah selatan sampai Wetar di Selat Ombai (Sprintall et al.,
(negatif) di garis bujur 114,5 - 116 °BT pada 2009). Di bawah kedalaman 150 terdapat
kedalaman antara permukaan dan 50 m batas atas arus lainnya, yang dikenal dengan
(Gambar 7). Dari uraian sub-bab sebelum- South Java Coastal Under Current (SJCUC)
nya (Gambar 4), pola arus meridional yang dimana gumbar SJCUC berada di kedalaman
mengarah ke selatan dan utara tersebut sekitar 450 m (Iskandar et al., 2006).
merupakan bagian dari pusaran arus (eddy) Dinamika dari APJS diduga mempengaruhi
yang berputar berlawanan arah jarum jam. Arlindo Lombok dengan adanya instrusi arus
Pusaran arus anti-cyclonic di BBS ini diduga ke arah utara di Selat Lombok.
terbentuk sebagai respon terhadap shear kuat
Arlindo Flores ke arah selatan di tepi
batasnya, sehingga terdapat arus-umpan ke
arah utara. Perlu kajian lebih spesifik untuk
mengungkapkan keberadaan eddy di Laut
Bali ini.

Gambar 8. Penampang melintang komponen


Gambar 7. Penampang menegak komponen arus zonal rerata 2008-2014
arus meridional rerata 2008-2014 untuk Arus Pantai Selatan Jawa
untuk Arlindo Flores dari keluar- (APJS) dari keluaran model
an model INDESO pada lintang INDESO di bujur 114°E (garis
7,5°S (garis A-B) di Laut Flores. C-D) Selatan Jawa.

548 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

Analisis koherensi dari fluktuasi Di wilayah Selatan Jawa, deret-waktu


transpor APJS dengan transpor Arlindo volume transpor APJS menunjukkan fluk-
Flores akan dibahas pada sub-bab 3.4. Esti- tuasi dengan rentang amplitude yang tinggi
masi rerata volume transpor APJS dari hasil antara -10 Sv (ke arah barat) sampai +15 Sv
perhitungan integrasi komponen arus zonal (ke arah timur), dengan rerata sekitar 2,65 Sv
pada garis lintang C-D dan kedalaman 0 dan nilai simpangan bakunya sekitar 5,16 Sv
sampai 380 m, diperoleh nilai sekitar 2,65 (Gambar 9b). Secara visual, fluktuasi tran-
(±5,16) Sv. Nilai simpangan baku dari spor APJS didominasi oleh fluktuasi dalam
transpor APJS sangat tinggi, yang berarti periode intra-musiman. Hal ini berbeda
terjadi fluktuasi transpor sekitar 5 Sv dalam dengan pola fluktuasi transpor Arlindo Flores
rentang musim yang berbeda. yang didominasi periode musiman (Gambar
9a). Fluktuasi tahunan yang dominan dari
3.4. Variabilitas Transpor Arlindo transpor di Arlindo Flores menunjukkan
Flores dan Arus Pantai Selatan kontribusi penting dari Ekman transport yang
Jawa dibangkitkan oleh angin Muson. Kontribusi
Data deret-waktu volume transpor transpor Ekman ini menyebabkan terjadi
Arlindo Flores dari Januari 2008 sampai penguatan Arlindo Flores dalam periode
Desember 2014 menunjukkan kisaran fluk- musim Timur karena arah transpor menuju
tuasi transpor dalam rentang antara -6,5 Sv ke Samudera Hindia (selatan), sebaliknya,
sampai -2 Sv, dengan nilai reratanya sekitar - dalam periode musim Barat arah transpor
4,95 Sv dan simpangan baku sekitar 1,11 Sv Ekman ke utara yang dapat mereduksi
(Gambar 9a). Secara konsisten, deret-waktu transpor Arlindo Flores (Susanto et al., 2007;
transpor Arlindo Flores menunjukkan tanda Sprintall et al., 2009). Di sisi Selatan Jawa,
negatif, yang berarti arah transpor selalu ke pola fluktuasi transpor APSJ terkait erat
selatan. Transpor Arlindo maksimum ke arah dengan fluktuasi angin skala intra-seasonal
selatan (6,5 Sv) terjadi dalam periode Musim sebagai remote forcing dari barat Sumatera
Tenggara, sebaliknya transpor Arlindo meng- dan Ekuator Samudera Hindia yang mem-
alami pelemahan menjadi sekitar -2 Sv (ke bangkitkan coastally trapped Kelvin waves
arah selatan) dalam periode Musim Baratlaut. (Iskandar et al., 2006);, serta wilayah
Pelemahan transpor Arlindo ini diduga dinamis pusaran arus (eddies)yang berasal
terjadi sebagai respon dari laut terhadap dari keluaran Arlindo (throughflow eddies)
transpor Ekman di dekat permukaan yang (Nof et al., 2002; Feng and Wijffels, 2002).
mengarah ke utara, serta adanya intrusi atau Analisis deret-waktu dengan metode
pembalikan arus ke arah utara dari ke- continuous wavelet transform (CWT) untuk
datangan gelombang Kelvin yang masuk via data transpor Arlindo Flores dan APJS
Selat Lombok (Sprintall et al., 2009). (2008-2014) yang disajikan pada Gambar 9
Gelombang Kelvin yang masuk melalui Selat di atas, menunjukkan 3 periodisitas utama,
Lombok dapat membalikkan arah arus ke yaitu variabilitas transpor dalam skala-waktu
utara atau melemahkan transpor Arlindo intra-seasonal 20-90 hari (biasanya disebut
(Sprintall et al., 2009). Secara visual fluk- ISV), variabilitas skala-waktu semi-annual
tuasi transpor Arlindo Flores menunjukkan 180 hari (disebut SAV) dan variabilitas
periode fundamental tahunan. Hal ini berarti skala-waktu annual 360 hari (disebut AV)
variasi tahunan transpor menjadi dominan di (Gambar 10). Di wilayah Arlindo Flores
wilayah ini. Selain itu, fluktuasi yang kuat (Gambar 10a) hasil analisis CWT menunjuk-
kedua dari transpor Arlindo terjadi dalam kan variabilitas transpor di wilayah ini di-
periode beberapa bulan yang muncul di dominasi oleh fluktuasi pada skala-waktu AV
akhir/awal tahun (Gambar 9a). atau tahunan yang membentang dari awal
deret-waktu 2008 sampai 2014, dimana

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 549
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

variasi nilai koefisien wavelet terhadap 2000). Deret-waktu volume transpor Arlindo
waktu relatif kecil. Periodisitas kedua ter- Flores dikalkulasi dari integrasi arus
besar dari fluktuasi transpor Arlindo Flores kedalaman 380 m sampai permukaan, maka
terjadi pada skala-waktu SAV, dimana pada pelemahan transpor ini hanya mencapai
3 tahun terakhir (2012-2014) nilai koefisien transpor minimum sekitar 2 Sv, tetapi arah
CWT lebih tegas dibandingkan dengan tahun transpor masih ke arah selatan. Namun,
sebelumnya (Gambar 10a), yang diduga deret-waktu komponen arus meridional dekat
terkait dengan variasi transport skala antar- permukaan mengalami pembalikan arah ke
tahunan. Variabilitas transpor Arlindo Flores utara pada waktu munculnya signal
dalam skala ISV dicirikan oleh nilai koe- gelombang Kelvin (tidak ditampilkan).
fisien CWT yang tinggi tapi sporadik terjadi Analisis deret-waktu dengan metode
di awal tahun, seperti pada Jan-Feb 2008, continuous wavelet transform (CWT) untuk
2010, 2011, 2012, dan 2013, dimana nilai data transpor Arlindo Flores dan APJS
koefisien CWT yang tertinggi terjadi pada (2008-2014) yang disajikan pada Gambar 9
awal tahun 2008 dan 2012. Nilai koefisien di atas, menunjukkan 3 periodisitas utama,
CWT yang tinggi dan sporadik di awal tahun yaitu variabilitas transpor dalam skala-waktu
ini berasosiasi dengan puncak pelemahan intra-seasonal 20-90 hari (biasanya disebut
transpor Arlindo yang terjadi di awal tahun ISV), variabilitas skala-waktu semi-annual
(lihat Gambar 9a). Menurut Sprintall et al. 180 hari (disebut SAV) dan variabilitas
(2009), pembalikan arah arus ke utara di skala-waktu annual 360 hari (disebut AV)
Selat Lombok sering terjadi di akhir tahun (Gambar 10). Di wilayah Arlindo Flores
dan awal tahun, yang terkait dengan intrusi (Gambar 10a) hasil analisis CWT menunjuk-
kedatangan gelombang Kelvin dari Samudera kan variabilitas transpor di wilayah ini
Hindia, dimana gelombang Kelvin ekuator didominasi oleh fluktuasi pada skala-waktu
yang terbentuk dalam musim peralihan di AV atau tahunan yang membentang dari
wilayah ekuator Samudera Hindia memerlu- awal deret-waktu 2008 sampai 2014, dimana
kan waktu perambatan beberapa bulan untuk variasi nilai koefisien wavelet terhadap
tiba di sekitar Selat Lombok (Sprintall et al, waktu relatif kecil.

Gambar 9. Data deret-waktu volume transpor 2008-2014 (garis hitam) dengan smoothing
bulanan (garis merah) untuk (a) Arlindo di Laut Flores (transek A-B), dan (b) Arus
Pantai Selatan Jawa (APJS) di Selatan Jawa (transek C-D). (Catatan: 1 Sverdrup,
Sv = 106 m3/s; tanda negatif menunjukkan arah transpor Arlindo (APJS) ke selatan
(barat).

550 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

Periodisitas kedua terbesar dari baik transisi 1 (Maret-Mei) maupun transisi


fluktuasi transpor Arlindo Flores terjadi pada 2 (September-November). Nilai koefisien
skala-waktu SAV, dimana pada 3 tahun CWT yang paling kuat dan panjang muncul
terakhir (2012-2014) nilai koefisien CWT dalam rentang waktu dari Juli 2011 sampai
lebih tegas dibandingkan dengan tahun Juli 2012. Fluktuasi transpor APJS dalam
sebelumnya (Gambar 10a), yang diduga skala ISV yang sering muncul dalam periode
terkait dengan variasi transport skala antar- transisi yang terungkap dalam kajian ini,
tahunan. Variabilitas transpor Arlindo Flores adalah cukup konsisten dengan kajian
dalam skala ISV dicirikan oleh nilai sebelumnya mengenai variabilitas arus di
koefisien CWT yang tinggi tapi sporadik kawasan Selatan Jawa (misalnya Iskandar et
terjadi di awal tahun, seperti pada Jan-Feb al., 2005; Sprintall et al., 2009). Variabilitas
2008, 2010, 2011, 2012, dan 2013, dimana transpor APJS dalam skala ISV di Selatan
nilai koefisien CWT yang tertinggi terjadi Jawa dibangkitkan oleh remote forcing
pada awal tahun 2008 dan 2012. Nilai gelombang Kelvin ekuator Samudera Hindia
koefisien CWT yang tinggi dan sporadik di yang merambat di sepanjang Barat Sumatera
awal tahun ini berasosiasi dengan puncak - Selatan Jawa, dimana intrusi gelombang
pelemahan transpor Arlindo yang terjadi di Kelvin ke Selat Lombok ini dapat mem-
awal tahun (lihat Gambar 9a). Menurut pengaruhi Arlindo Lombok dalam skala ISV
Sprintall et al. (2009), pembalikan arah arus (Arief dan Murray 1996; Qiu et al. 1999;
ke utara di Selat Lombok sering terjadi di Pujiana et al., 2013).
akhir tahun dan awal tahun, yang terkait Variabilitas transpor Arlindo Flores
dengan intrusi kedatangan gelombang Kelvin dan transpor APJS dari hasil analisis CWT
dari Samudera Hindia, dimana gelombang (Gambar 10) dicuplik pada skala ISV dengan
Kelvin ekuator yang terbentuk dalam musim metode band-pass filter (periode cut-off 20-
peralihan di wilayah ekuator Samudera 120 hari) untuk mengamati secara detail
Hindia memerlukan waktu perambatan be- kedua fluktuasi transpor dalam skala ISV
berapa bulan untuk tiba di sekitar Selat tersebut, serta mengidentifikasi perbedaan
Lombok (Sprintall et al, 2000). Karena deret- fasenya (Gambar 11). Amplitude fluktuasi
waktu volume transpor Arlindo Flores transpor APJS umumnya lebih tinggi di-
dikalkulasi dari integrasi arus kedalaman 380 bandingkan dengan transpor Arlindo, kecuali
m sampai permukaan, maka pelemahan di awal tahun 2008, 2011, 2012 dan 2013
transpor ini hanya mencapai transpor yang mana amplitudenya hampir sama
minimum sekitar 2 Sv, tetapi arah transpor (Gambar 11). Lebih jauh, secara visual ter-
masih ke arah selatan. Namun, deret-waktu lihat bahwa fluktuasi transpor APJS (grafik
komponen arus meridional dekat permukaan merah) menunjukkan fase signal yang men-
mengalami pembalikan arah ke utara pada dahului dari transpor Arlindo Flores (grafik
waktu munculnya signal gelombang Kelvin biru). Misalnya, pada bulan Januari 2011,
(tidak ditampilkan). Jan-Apr 2012, dan Jan-April 2014 fase signal
Variabilitas transpor APJS ternyata transpor APJS (merah) mendahului transpor
didominasi oleh fluktuasi pada skala-waktu Arlindo Flores. Perbedaan fase ini me-
ISV (20-90 hari), dan variabilitas skala- nunjukkan bahwa fluktuasi transpor Arlindo
waktu SAV dan AV muncul sebagai skala- Flores pada skala ISV tertinggal oleh
waktu kedua (Gambar 10b). Hal ini kontras fluktuasi APJS berasal dari Selatan Jawa.
dengan pola variabilitas Arlindo Flores, Parambatan signal arus dari Selatan
dimana periodisitas skala-waktu AV yang Jawa yang masuk ke Laut Flores via Selat
dominan (Gambar 10a). Nilai koefisien CWT Lombok mekanismenya dapat dijelaskan
yang tinggi pada periodisitas ISV di Selatan melalui propagasi gelombang Kelvin, seperti
Jawa sering muncul di dalam periode transisi, telah diungkap oleh beberapa peneliti

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 551
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

Gambar 10. Hasil analisis Continuous Wavelet Transform (CWT) dari (a) deret-waktu
volume transpor Arlindo di Laut Flores, dan (b) deret-waktu volume transpor
APJS di Selatan Jawa. Garis putih putus-putus menunjukkan skala-waktu
variabilitas: Intra-Seasonal Variability ISV (20-90 harian), Semi-Annual
Variability SAV (180 harian), dan Annual Variability AV (360 harian).

Gambar 11. Deret-waktu anomali volume transpor dari hasil penapisan lolos-pita (band-pass
filter) 20-120 hari cut-off dari transpor Arlindo di Laut Flores (biru), dan volume
transpor APJS di Selatan Jawa (merah).

sebelumnya (Sprintall et al., 2001; Syam- (westerly winds bursts) dalam periode musim
sudin et al., 2004; Pujiana et al., 2013). Transisi 1 (Maret-Mei) dan musim Transisi 2
Angin zonal di tengah ekuator Samudera (September-November). Hal ini membang-
Hindia (70-90 °BT) besaran kecepatannya kitkan arus ekuator yang kuat (equatorial
terjadi lonjakan yang drastis ke arah timur Jet) ke arah timur (Wyrtki 1973). Akibat

552 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

hembusan angin yang kuat ini, terbentuk (Gambar 12a, ditandai pita abu-abu vertikal)
gelombang Kelvin ekuator, yang selanjutnya dapat menunjukkan korelasi dari kedua
menjadi gelombang Kelvin terperangkap fluktuasi deret-waktu tersebut, yang dikenal
pantai (coastally trapped Kelvin waves) yang dengan koherensi (Gambar 12b) dan beda
merambat di sepanjang Barat Sumatera, fase (mendahului atau tertinggal) dari satu
Selatan Jawa - Bali hingga Ombai, dan variabel deret-waktu terhadap deret-waktu
sebagian dapat lolos masuk ke Makassar via lainnya (Gambar 12c). Pada skala tahunan
Selat Lombok (misalnya Sprintall et al., dan semi-tahunan, nilai koherensi tercatat
2010). Gelombang Kelvin skala ISV mem- masing-masing sekitar 0,55 dan 0,76 dengan
punyai kisaran periode dari 35 – 90 hari dan beda fase sebesar 34,4 hari dan 10,1 hari,
muncul pada bulan November/Desember dan dimana signal arus APJS mendahului dari
Maret – Mei (Syamsudin et al., 2004). pada di Arlindo Flores. Terdapat nilai
koherensi yang tinggi (0.89) yang terjadi
3.5. Koherensi Transpor Arlindo Flores pada periode 114 harian. Skala waktu
dan Transpor Arus Pantai Selatan variabilitas sekitar 4 bulanan ini di luar dari
Jawa skala waktu intra-musiman yang lazim
Hasil analisis cross-PSD dengan pan- didefinikan dari 20 sampai 90 harian. Untuk
jang penggalan data deret-waktu (segment sementara, periodesitas 114 harian dikelom-
length) 1024, antara dua variabel deret-waktu pokkan ke dalam skala-waktu intra-musiman
transpor Arlindo Flores dengan transpor (Tabel 1).
APJS disajikan pada Gambar 12. Konsisten Koherensi yang tinggi dengan
dengan hasil analisis CWT (Gambar 10), significant level >0,5 pada skala-waktu ISV
puncak-puncak energi spektral dari fluktuasi 20-90 hari terjadi pada beberapa periode,
APSJ dan Arlindo Flores berada pada yaitu 23, 26, 30, 37, 43, dan 60 hari (Gambar
periode tahunan, semi-tahunan dan rentang 12bb, dan Tabel 1). Nilai koherensi yang
intra-seasonal (Gambar 12a). Nilai amplitudo paling tinggi (0.92) terjadi pada periode 30
energi spektra dari deret waktu APJS (merah) hari, dengan beda fase (+0.6 hari). Hal ini
jauh lebih kuat dibandingkan dengan energi berarti fluktuasi signal APJS pada periode 30
amplitudo Arlindo Flores (biru), yang men- harian muncul terlebih dahulu di transek C-D
cerminkan fluktuasi transpor APJS lebih di sisi Selatan Jawa dan 0,6 hari kemudian
dinamis dibandingkan dengan transpor propagasi signal tersebut muncul di transek
Arlindo Flores. Seperti analisis CWT se- A-B Arlindo Flores.
belumnya, puncak energi pada periode Nilai koherensi pada skala-waktu
tahunan (diekspresikan dengan nilai periode intra-musiman umumnya >0,7 dengan beda
341 harian) di ITF Flores tercatat jauh lebih fase berkisar antara 0,3 sampai 5,2 hari,
kuat dibandingkan APJS, tetapi untuk dimana signal di APJS mendahului dari pada
periode semi-tahunan fluktuasi kedua varia- signal di Arlindo Flores (Tabel 1). Propagasi
bel menunjukkan puncak spektral energi signal APJS pada skala intra-musiman dari
yang kuat. Rentang skala periode intra- transek C-D yang merambat masuk ke
musiman (20-90 harian) puncak energi wilayah Arlindo Flores di transek A-B
spektral di APJS terjadi pada periode sekitar membutuhkan waktu antara 0,3 hari sampai
60 harian. Puncak energi spektral untuk 5.2 hari. Hal ini mengindikasikan adanya
model arus zonal dari APJS juga ditemukan intrusi arus yang mengalir dari Selatan Jawa
di perairan Selatan Jawa (Iskandar et al., sisi Samudera Hindia menuju Laut Flores
2006). bagian barat melalui Selat Lombok yang
Beberapa puncak energi spektra yang terkait dengan kedatangan Gelombang
muncul di kedua deret-waktu (APJS dan Kelvin pada selang intra-musiman (ISV).
Arlindo Flores) pada periode tertentu

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 553
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

Gambar 12. (a) Energi spektra dari deret-waktu transpor APSJ (merah) dan Arlindo Flores
(biru), (b) nilai koherensi dan (c) beda fase antara kedua deret-waktu tersebut.

Tabel 1. Koherensi dan fase antara variabilitas transpor APSJ dengan Arlindo Flores pada
skala-waktu tahunan, semi-tahunan, dan intra-musiman.

No. Period (day) Skala-Waktu Coherency Phase (hari)


1 341 Tahunan 055 34,4
2 171 Semi-tahunan 0,76 10,1
3 114 0,89 5,2
Intra-musiman

4 60 0,71 1,9
5 43 0,79 0,6
6 37 0,77 0,6
7 30 0,92 0,6
8 26 0,75 0,3
9 23 0,84 0,6

IV. KESIMPULAN Selat Lombok, serta pusaran arus (eddy)


anti-siklonik di BBS di Laut Bali. Rerata
Pola sirkulasi di bagian barat Laut transpor Arlindo Flores kearah selatan di
Flores dicirikan oleh dua wilayah arus yang lintang 7,5°LS adalah -4,95 (±1,11) Sv,
unik, yakni sumbu arus kuat Arlindo Flores dengan variasi tahunan transpor mencapai
yang mengalir ke arah baratdaya menuju maksimum (6,5 Sv) di musim Tenggara dan

554 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah

melemah (2 Sv) di musim Baratlaut. Bifur- DAFTAR PUSTAKA


kasi (percabangan) Arlindo Flores ter-jadi di
utara lepas pantai Lombok, dimana satu Atmadipoera, A., R. Molcard, G. Madec, S.
cabang arus -2,92 (±0,94) Sv mengalir ke Wijffels, J. Sprintall, A. Koch-
arah Selat Lombok dan cabang lainnya Larrouy, I. Jaya, and A. Supangat.
berlanjut ke timur Laut Flores. Dimensi 2009. Characteristics and variability
Arlindo Flores di lintang ,5°LS memiliki of the indonesian throughflow water
lebar sumbu arus 112 km, kedalaman arus at the outflow straits. Deep-Sea Res.,
250 m, dan arus kuat >0,3 m/s ditemukan di 56:1942-1954.
kedalaman 50-100 m. Arief, D. and S.P. Murray. 1996. Low
Variabilitas transpor Arlindo Flores frequency fluctuations in the Indo-
didominasi oleh fluktuasi dengan periode nesian Throughflow through Lombok
fundamental tahunan dan berikutnya semi- Strait. J. Geophys Res., 101:12455-
tahunan, dan periode variabilitas intramusim- 12464.
an (ISV), sedangkan variabilitas transpor Bendat, J.S. dan A.G. Piersol. 2010. Random
Arus Pantai Selatan Jawa (APJS) didominasi data analysis and measurement pro-
oleh fluktuasi pada periode ISV, dan semi- cedures. 2nd ed. Wiley-Interscience
tahunan. Pada rentang skala-waktu ISV, Publication, John Wiley & Sons. New
ditemukan koherensi tinggi (>0,7) antara York. 640p.
fluktuasi transpor APJS dengan transpor Emery W.J. and R.E. Thomson. 2014. Data
Arlindo Flores yang terjadi pada rentang analysis methods in physical oceano-
periode 23 hari sampai 114 hari. Koherensi graphy. Third Edition. Elsevier,
tertinggi (0.92) terjadi pada periode 30 hari Wyman Street. MA USA. 729p.
dengan beda fase sekitar 0.6 hari dengan England, M.H. and F. Huang. 2005. On the
signal arus di APJS mendahului dari Arlindo interannual variability of the Indo-
Flores. Hal ini berarti terdapat propagasi nesian Throughflow and its linkage
signal arus dari APJS yang masuk ke wilayah with ENSO. J. Clim., 18:1435-1444.
Flores melalui Selat Lombok. Feng, M. and S. Wijfffels. 2002. Intra-
seasonal variability in the South
UCAPAN TERIMA KASIH Equatorial Current of the East Indian
Ocean. J. Phys. Oseanogr., 32:265-
Penulis mengucapkan terima kasih 277.
kepada berbagai pihak yang telah membantu Gordon A.L. 1986. Interocean exchange of
dan memfasilitasi penelitian ini. Secara thermocline water. J. Geophys. Res.,
khusus penulis sampaikan terima kasih 91:5037-5046.
kepada Pengelola program INDESO Kemen- Gordon, A.L., A.L. Ffield, and A.G. Ilahude.
terian kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, 1994. Termocline of Flores and
dan INDESO Project Office di CLS dan Banda Sea. J. Geophys. Res.,
Mercator-Océan Toulouse Prancis yang telah 99:18235-18242.
memberikan akses keluaran model sirkulasi Gordon, A.L. and R.A. Fine. 1996. Path-
NEMO dengan konfigurasi INDESO. Uca- ways of water between the Pacific
pan terima kasih dihaturkan kepada Kepala and Indian Oceans in the Indonesian
dan para Peneliti Badan Penelitian dan Seas. Nature., 379:146–149.
Observasi Laut (BPOL - KKP) di Bali, serta Gordon, A.L. and R.D. Susanto. 2003.
Reviewer yang telah memberikan masukan Throughflow whitin Makassar Strait.
yang berharga dalam penyempurnaan Geophys. Res. Lett., 26:3325-3328.
manuskrip. Hautala, S.L., J. Sprintall, J. Potemra, A.G.
Ilahude, J.C. Chong, W. Pandoe, and

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 555
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .

N. Bray. 2001. Velocity structure and in Pacific. J. Phys. Oceanogr., 33:5-


transport of the Indonesian Through- 18.
flow in the major strait restricting Qu, T., Y.Y. Kim, M. Yaremchuk, T.
flow into the Indian Ocean. J. Tozuka, A. Ishida, and T. Yamagata.
Geophys. Res., 106:19527-19546. 2004. Can Luzon Strait transport play
Ilahude, A.G. dan A. Nontji. 1999. Oseano- role in conveying the impact of
grafi Indonesia dan perubahan iklim ENSO to the South Cina Sea?. J.
global (El-Nino dan La-Nina). Jakarta Clim., 17:3644-3657.
(ID). LIPI. 13hlm. Sprintall, J., A.L. Gordon, R. Martugudde,
Iskandar, I., T. Tozuka, H. Sasaki, Y. and R.D. Susanto. 2000. A semi-
Masumoto, and T. Yamagata. 2006. annual Indian Ocean forced Kelvin
Intraseasonal variation of surface and wave observed in the Indonesian Seas
subsurface currents off Java as in May 1997. Geophys Res Lett.,
simulated in a high-resolution ocean 105:17217-17230.
general circulation model. J. Sprintall, J., S.E. Wijffels, R. Molcard, and I.
Geophys. Res. 111:1-15. Jaya. 2009. Direct estimation of the
Mélice, J.L., A. Coron, and A. Berger. 2001. Indonesian Throughflow entering the
Amplitude and frequency modulation Indian Ocean: 2004-2006. J. Geo-
of the Earth’s obliquity for the last phys. Res., 114:1-9.
millions years. J. Clim., 14:1043- Stewart, R.H. 2002. Introduction to Physical
1054. Oceanography. Dept. of Oceanogra-
Murray, S.P. and D. Arief. 1988. Through- phy Texas A and M University. Cal-
flow into the Indian Ocean through vestone (US). 344p.
Lombok Strait, January 1985–January Susanto, R.D., A.L. Gordon, and J. Sprintall.
1986. Nature, 333:444–447. 2007. Observation and proxies of the
Nof, D., T. Pichevib, and J. Sprintall. 2002. surface layer throughflow in Lombok
"Teddies" and the origin of the Strait. J. Geophys. Res., 112:1-11.
Leeuwin Current. J. Phys. Oceanogr., Syamsudin F., A. Kaneko, and D.B. Haidvo-
32:2571-2588. gel. 2004. Numerical and observa-
Pujiana, K., L. Gordon, and J. Sprintall. tional estimates of Indian Ocean
2013. Intraseasonal kelvin wave in Kelvin wave intrusion into Lombok
Makassar Strait. J. Geophys. Res., Strait. Geophys. Res. Lett., 31:1-4.
118:2023-2034. Tranchant, B., G. Reffray, E. Greiner, D.
Purba, M., I.N. Natih, dan A.S. Atmadipoera. Nugroho, A. Koch-Larrouy, and P.
1994. Keterkaitan sifat-sifat oseano- Gaspar. 2015. Evaluation of an
grafis dan sifat biologis sebagai operational ocean modal configura-
akibat proses upwelling di perairan tion at 1/12° spatial resolution for the
selatan Jawa. Fakultas Perikanan dan Indonesian seas. Oce. Phys. Geosci.
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Model. Dev. Disc., 8:6611-6668.
Bogor. 57hlm. Wyrtki, K. 1961. Physical oceanography of
Qiu, B., M. Mao, and Y. Kashino. 1999. the Southeast Asian Water. Naga
Intraseasonal variability in the Indo- Report., 2(1):1-195.
Pacific Throughflow and regions Wyrtki K. 1973. An equatorial jet in the
surrounding the Indonesian Seas. Am. Indian Ocean. Science. 1:262-264.
Meteorol. Soc., 29:1599-1618.
Qu, T. and R. Lukas. 2003. On the bifurca- Diterima : 19 April 2017
tion of the North Equatorial Current Direview : 10 Mei 2017
Disetujui : 30 November 2017

556 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt

You might also like