Professional Documents
Culture Documents
19289-Article Text-58845-2-10-20180315
19289-Article Text-58845-2-10-20180315
ABSTRACT
Characteristics and transport variability of the Indonesian Throughflow (ITF) in the western Flores
Sea (FS) and its coherency with the South Java Coastal Current (SJCC) fluctuation are investigated
using validated ocean general circulation model output (2008-2014) from the INDESO configuration.
The results show that near-surface circulation in the study area is characterized by two distinct
regimes: strong southwestward ITF flow and quasi-transient anti-cyclonic eddies. Vertical dimension
of ITF crossing 7.5°S is about 112 km width, 250 m depth, and high velocity core at thermocline >0.3
m/s. Transport volume estimates along this latitude is -4.95 Sv (southward). Bifurcation of ITF flow
appears north offshore Lombok Island where -2.92 Sv flowing into Lombok Strait and the rest flowing
eastward into FS. Meanwhile, vertical dimension of SJCC crossing 114°E is about 89 km width, 120 m
depth, and high velocity core at sub-surface >0.35 m/s. Mean transport of SJCC is +2.65 Sv.
Coherency between Flores ITF and SJCC transport variability on intra-seasonal scales is significantly
high, e.g., on 30 day period (coher=0.92) and phase-lags of 0.6-day with SJCC leading to Flores ITF.
This result confirmed previous studies, related to intrusion of coastally trapped Kelvin waves into
Flores Sea via Lombok Strait.
Keywords: indonesian throughflow, western flores sea, south java coastal current
ABSTRAK
Karakteristik dan variabilitas transpor Arlindo di Laut Flores (Arlindo Flores, AF) dan koherensinya
dengan fluktuasi transpor dari Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ) dikaji menggunakan keluaran model
sirkulasi umum laut INDESO yang telah divalidasi (2008-2014). Hasil penelitian menunjukkan pola
sirkulasi dekat permukaan dicirikan oleh dua wilayah unik: wilayah sumbu arus kuat AF yang
memotong wilayah studi ke arah baratdaya menuju Selat Lombok (SL), dan quasi-transient pusaran
arus (eddies) anti-siklonik di utara Laut Bali. Dimensi menegak AF di garis lintang 7,5 °S adalah
lebar 112 km, kedalaman 0-250 m dan inti velositas tinggi (>0,3 m/s) di kedalaman termoklin. Rerata
volume transpor di lintang ini adalah -4,95 (ke arah selatan). Bifurkasi AF terjadi di utara lepas pantai
Pulau Lombok dimana sebagian AF (-2,92 Sv) mengalir ke Selat Lombok dan sisanya berlanjut ke
timur Laut Flores. Di garis bujur 114 °E Selatan Jawa, dimensi menegak APSJ adalah lebar 89 km,
kedalaman 0-120 m, dan velositas tinggi (>0,35 m/s) di kedalaman permukaan. Rerata volume
transpor APSJ sekitar +2,65 Sv (ke arah timur). Koherensi antara fluktuasi transpor AF dan APSJ
pada skala intra-musiman tercatat tinggi, misalnya pada periode 30 harian, koherensinya 0,92 dengan
beda-fase 0,6 hari dimana fluktuasi transpor APSJ mendahului terhadap AF. Hal ini diduga terkait
dengan intrusi coastally trapped gelombang Kelvin ke Flores via Selat Lombok.
Kata kunci: arus lintas indonesia (Arlindo), laut flores bagian barat, arus pantai selatan jawa
sisi Samudera Hindia via Selat Lombok Selat Lombok dan sisanya diteruskan ke Laut
akibat dari kedatangan gelombang Kelvin Flores dan Laut Banda (Murray dan Arief,
yang terperangkap pantai (Wyrtki, 1961; 1988). Massa air Pasifik Selatan masuk
Murray dan Arief, 1988; Syamsudin et al., melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku
2004; Sprintall et al., 2005; Atmadipoera et menuju Laut Seram, kemudian dilanjutkan ke
al., 2009). Wilayah ini diduga mempunyai Laut Banda. Di Laut Banda, terjadi per-
karakteristik arus yang sangat unik dan temuan antara massa air Pasifik Utara dan
menarik untuk dikaji dan dipahami secara Pasifik Selatan sebelum keluar melalui
detail. Lintasan Timor dan Selat Ombai (Atmadi-
Arlindo adalah sistem arus termoklin poera et al., 2009).
yang mengalir dari Samudera Pasifik menuju Laut Flores bagian barat juga di-
Samudera Hindia melalui berbagai selat, sub- pengaruhi oleh adanya perambatan coastally
basin, dan laut di perairan dalam Laut trapped gelombang Kelvin, yang berasal dari
Indonesia, dan sebagai cabang utama arus Ekuator Samudera Hindia. Gelombang
dari sirkulasi termohalin global yang mem- ekuator ini dibangkitkan oleh angin baratan
bawa massa air hangat dan lebih asin dari yang kuat (westerly winds bursts) di Ekuator
Pasifik (Gordon 1986). Adanya perbedaan Samudera Hindia Tengah pada musim
tinggi paras laut antar samudera, dimana transisi (Mei dan Oktober), yang meng-
paras laut Pasifik lebih tinggi dari pada gerakkan arus kuat ekuator (Equatorial Jet)
Hindia merupakan salah satu penggerak ke arah timur (Wyrtki, 1973). Gelombang
Arlindo. Perbedaan tinggi paras laut ini Kelvin Ekuator tersebut berubah menjadi
bervariasi secara musiman (Wyrtki, 1961), coastally trapped Kelvin waves dan bergerak
dimana dalam periode Musim Baratlaut menyusuri Barat Sumatera-Selatan Jawa,
(Oktober–Maret), tinggi paras laut mencapai kemudian sebagian masuk melalui Selat
minimum (kurang dari 10 cm), sedangkan Lombok sebelum memasuki Selat Makassar
dalam Musim Tenggara (Mei–September) (Sprintall et al., 2000). Dalam skala-waktu
tinggi paras laut maksimum sekitar 28 cm. intra-musiman (35-90 hari), gelombang
Perbedaan tinggi paras laut ini mengakibat- Kelvin yang menjalar di sepanjang Selatan
kan volume angkutan (transport) Arlindo Jawa, Bali, Lombok, dan Paparan Sunda
mencapai maksimum dalam periode Musim Kecil muncul pada bulan April–Mei atau
Tenggara, dan minimum dalam Musim November - Desember (Syamsudin et al.
Baratlaut (Hautala et al., 2001; Gordon dan 2004). Intrusi ke arah utara dari gelombang
Susanto, 2003; Gordon et al., 2010; Sprintall Kelvin di Selat Lombok berdampak terhadap
et al., 2009). pelemahan volume transpor Arlindo
Arlindo memasuki perairan Indonesia Lombok. Selain itu juga Gelombang Kelvin
melalui dua gerbang masukan (inflow gate) dapat membalikkan arah arus pada lapisan
yaitu pintasan barat melalui Laut Sulawesi kedalaman tertentu (Sprintall et al., 2000).
dan pintasan timur melalui Laut Halmahera Beberapa kajian dinamika arus
dan Laut Maluku, dimana komponen pe- sebelumnya difokuskan di Selat Lombok dan
nyusun massa air Arlindo terdiri dari massa di Selatan Jawa - sisi Samudera Hindia,
air dari Pasifik Utara dan Pasifik Selatan tetapi belum ada kajian spesifik mengenai
(Wyrtki, 1961; Gordon and Fine, 1996; dinamika dan variabilitas Arlindo Flores di
Atmadipoera et al., 2009). Massa air Pasifik bagian utara Selat Lombok dan kaitannya
Utara dibawa oleh Arus Mindanao yang dengan APJS di Selatan Jawa. Tujuan ma-
memasuki Indonesia melalui Laut Sulawesi kalah ini adalah untuk mengkaji karakteristik
menuju Selat Makassar, kemudian di Laut dan pola sirkulasi laut Arlindo Flores, serta
Flores bagian barat sekitar 20% massa air variabilitas transpor Arlindo Flores di bagian
keluar menuju Samudera Hindia melalui barat Laut Flores dan koherensinya dengan
538 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
fluktuasi transpor Arus Pantai Selatan Jawa 1). Data deret-waktu keluaran model
(APSJ) di Selatan Jawa - sisi Samudera INDESO yang digunakan dalam penelitian
Hindia. Kajian secara detil mengenai karak- ini dari bulan Januari 2008 sampai Desember
teristik dan variabilitas Arlindo Flores masih 2014 (7 tahun).
sedikit, sehingga hasil penelitian ini diharap-
kan dapat memberikan pemahaman yang 2.2. Bahan dan Data Penelitian
lebih baik mengenai Arlindo Flores serta Sumber data deret-waktu untuk pe-
kaitannya dengan sistem APSJ di Selatan nelitian ini diperoleh dari hasil simulasi
Jawa. model sirkulasi umum laut dengan konfi-
gurasi Infrastructure Development for Space
II. METODE PENELITIAN Oceanography (INDESO), yang dilakukan
oleh CLS/Mercator-Océan Toulouse Prancis,
2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian sebagai program andalan dari Kementerian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Konfi-
September 2016 sampai Februari 2017 di gurasi dan validasi model INDESO telah
Laboratorium Oseanografi Fisika, Depar- dideskripsikan secara detail oleh Tranchant et
temen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) al. (2015). Keluaran model INDESO berupa
FPIK IPB. Wilayah studi difokuskan di rataan harian data arus (komponen zonal u
bagian barat Laut Flores (termasuk Laut dan meridional v), suhu, salinitas, dan tinggi
Bali) dengan batasan wilayah 6.0°LS – muka laut dengan rentang data deret-waktu 7
9.5°LS dan 112.5°BT – 117.5°BT (Gambar tahun (1 Januari 2008- 31 Desember 2014).
Gambar 1. Wilayah Studi di bagian barat Laut Flores (termasuk Laut Bali), dan sebagian
Selatan Jawa-Sumbawa. Garis A-B merupakan transek untuk perhitungan volume
transpor Arlindo Flores di lintang 7.5°LS. Garis C-D untuk perhitungan transpor
Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ) di bujur 114°BT. Sampling box (garis putus-
putus, kotak hitam) untuk validasi data deret-waktu tinggi muka laut (SSH) model
dan altimetri satelit.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 539
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
Di dalam studi ini, untuk keperluan validasi permukaan (0 m), dan v adalah komponen
model digunakan data anomali tinggi muka arus meridional (m/detik). Hal yang sama
laut dari hasil observasi satelit altimetri dan juga untuk menghitung volume transpor
citra suhu permukaan laut, yang diperoleh APJS di Selatan Jawa, dimana QuC-D (unit
dari Archiving Validation and Interpretation Sv) adalah besarnya volume transpor APJS
of Satellite Oceanographic (AVISO) (unit Sv), C (8.5°LS) dan D (9.5°LS) adalah
Toulouse Prancis, serta data observasi arus batas garis transek lintang (meter), z (380 m)
dari hasil ekspedisi kelautan INDOMIX batas bawah kedalaman integrasi dan u
2010. adalah komponen arus zonal (m/detik).
Metode analisis CWT dilakukan
2.3. Pengolahan dan Analisis Data terhadap data untuk menguji variasi power di
Pola sirkulasi dan variabilitas arus di dalam data deret-waktu (Torrence dan
wilayah studi dikaji dengan menerapkan Compo, 1998). Data deret-waktu direntang-
analisis data deret-waktu (time-series kan dalam ruang waktu-frekuensi, yang
analysis), yaitu menghitung nilai rataan memungkinkan penentuan periodisitas do-
(mean) arus komponen zonal dan meridional minan dari variabilitas dan variasinya dalam
(2008-2014), analisis transformasi wavelet waktu (Torrence dan Compo, 1998; Emery
sinambung (continuous wavelet transform, dan Thomson, 2014). Dalam makalah ini,
CWT), dan analisis cross Power Spectral analisis CWT diterapkan pada data deret-
Density (cross-PSD) dengan mengacu ke- waktu volume transpor Arlindo dan APJS,
pada Emery dan Thomson (2014) serta serta merekonstruksi fluktuasi transpor pada
Bendat and Piersol (2010). Rataan kecepatan skala intra-seasonal dengan melakukan band-
arus bertujuan untuk menganalisis pola pass filter deret-waktu transpor dengan cut-
sirkulasi umum di wilayah studi dalam off periode 20-90 hari (fluktuasi 20-90 harian
bentuk spasial. Metode klimatologi diguna- dikategorikan secara konvensi sebagai fluk-
kan untuk menganalisis siklus tahunan dari tuasi intra-seasonal). Penggunaan analisis
variabel arus dan suhu. Estimasi volume CWT untuk menganalisis periodisitas yang
transpor massa air Arlindo Flores (Qv) yang signifikan pada selang kepercayaan 95%.
melewati transek garis A-B pada lintang Metode CWT yang digunakan merupakan
7.5°LS di Laut Flores, atau transpor APJS hasil modifikasi dari Torrence dan Compo
(Qu) pada transek garis C-D pada bujur (1998) oleh Mélice et al. (2001). Wavelet
114°BT di Selatan Jawa dihitung dengan diperoleh dari fungsi tunggal 𝜓 oleh translasi
mengintegralkan kecepatan arus komponen dan dilatasi (pers. 3), dimana a > 0
zonal (u) atau meridional (v) terhadap merupakan parameter dilatasi dan b para-
panjang transek dan kedalaman, yang meter translasi waktu :
mengikuti metode dari Emery dan Thomson
(2014) : 1 𝑡−𝑏
𝜓𝑎,𝑏 (𝑡) = 𝜓( )................................(3)
𝑎 𝑎
𝐵 0
𝑄𝑣𝐴−𝐵 = ∫𝐴 ∫𝑧 𝑣 𝑑𝑥 𝑑𝑧 ............................ (1)
Penelitian ini dipilih wavelet Morlet, yang
𝐷 0 merupakan fungsi gelombang kosinus
𝑄𝑢𝐶−𝐷 = ∫𝐶 ∫𝑧 𝑢 𝑑𝑦 𝑑𝑧 ........................... (2) kompleks dimodulasi oleh fungsi Gaussian
(pers. 4) dengan 𝑖 = [− 11/2 ] :
dimana di Laut Flores, QvA-B (unit Sv) adalah
besarnya volume transpor Arlindo yang 2 /2
𝜓(𝑡) = 𝜋1/4 𝑒 −𝑡 𝑒 𝑖𝜔0 𝑡 ........................(4)
memotong garis A-B; A (112.5°BT) dan B
(117.5°BT) adalah batas garis transek bujur 2 1/2
(meter); z (380 m) adalah batas bawah Keterangan 𝜔0 = 𝜋 [𝑙𝑛 2] dipilih cukup
integrasi kecepatan sampai kedalaman lebar untuk meyakinkan bahwa 𝜓(𝑡)
540 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
memenuhi kondisi yang diperbolehkan, yang fase negatif menunjukkan bahwa fluktuasi
secara praktis sebanding dengan pers. 5 variabel 1 tertinggal (lagged) terhadap
berikut : variabel 2 (Emery and Thomson 2014.
Energi kospektrum (𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )) di-
∞
∫−∞ 𝜓(𝑡) 𝑑𝑡 = 0 ....................................... (5) hitung dari dua pasang komponen Fourier
dari data deret-waktu 𝑥𝑡 dan 𝑦𝑡 yang diukur
Membalikan (inverting) skala wavelet dalam setiap selang waktu ∆𝑡 dengan
Morlet, continuous wavelet transform (CWT) menggunakan rumus (Bendat dan Piersol,
menjadi analisis frekuensi-waktu dimana 2010):
parameter dilatasi a berhubungan dengan 2∆𝑡
periode dan parameter translasi b ber- 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = |𝑋(𝑓𝑘 ) ∗ 𝑌(𝑓𝑘 )| ...................(6)
𝑇
hubungan dengan waktu. Di dalam (Pers. 3)
normalisasi 1/𝑎 dipilih, bukan seperti biasa Keterangan: X(fk) adalah komponen Fourier
1/𝑎1/2 . Pilihan ini, komponen-komponen dari xt, Y(fk) adalah komponen Fourier dari
CWT dapat dibandingkan secara langsung yt, dan T merupakan periode data.
satu dengan lainnya dan wavelet Morlet
dapat diinterpretasikan sebagai filter linear Selanjutnya menentukan fungsi
band-pass dari pembobot 1/a yang berpusat 2 (𝑓 ))
koherensi (𝛾 𝑥𝑦 𝑘 dihitung menggunakan
sekitar 𝜔 = 𝜔0 /𝑎. Hal ini memungkinkan persama-an (Bendat dan Piersol 2010):
untuk mengekstraksi komponen-komponen
lokal yang berbeda dari signal, seperti nilai 2
2 |𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )|
lokal, amplitude dan fase untuk setiap titik 𝛾 𝑥𝑦
(𝑓𝑘 ) = ...............................(7)
𝑆𝑥 (𝑓𝑘 )𝑆𝑦 (𝑓𝑘 )
dari (b, a) ruang frekuensi-waktu (Mélice et
al., 2001). Keterangan: 𝑆𝑥 (𝑓𝑘 ) adalah densitas energi
Analisis cross-PSD (cross-Power 𝑋(𝑓𝑘 ) dan 𝑆𝑦 (𝑓𝑘 ) = densitas energi 𝑌(𝑓𝑘 ).
Spectral Density) digunakan untuk meng-
Nilai beda fase (𝜃𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )) dihitung meng-
analisis hubungan fluktuasi dua variabel
gunakan persamaan (Bendat dan Piersol,
deret-waktu pada frekuensi yang sama, yaitu
2010):
deret-waktu transpor Arlindo Flores dan
transpor APJS. Pada penelitian ini, analisis 𝑄𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )
cross-PSD digunakan untuk mengamati 𝜃𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = 𝑡𝑎𝑛−1 [ 𝐶 ] .........................(8)
𝑥𝑦 (𝑓𝑘 )
korelasi antara fluktuasi volume transpor
Arlindo di Laut Flores dengan fluktuasi
Keterangan: 𝑄𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = nilai imajiner dari
transpor APJS di Selatan Jawa pada periode
intra-musiman (20-90 hari). Keluaran dari 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) dan 𝐶𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ) = nilai nyata dari
analisis cross-PSD terdiri dari energi cospek- 𝐺𝑥𝑦 (𝑓𝑘 ).
trum, koherensi, dan beda fase.
Kospektrum energi menunjukkan Analisis cross-PSD deret-waktu
besarnya energi fluktuasi pada frekuensi transpor Arlindo Flores dan transpor APJS,
yang sama antara kedua data deret-waktu. parameter komputasi yang diterapkan adalah
Koherensi menunjukkan nilai korelasi kedua sebagai berikut: panjang data (N) dengan
data deret-waktu pada frekuensi yang sama, sampling interval harian dari 1 Januari 2008 -
dan deda fase antara 2 data deret-waktu 31 Desember 2014) adalah 2557, panjang
menunjukkan perbedaan selang waktu antara segmen (segment-length) cuplikan data
kedua variabel. Beda fase positif menunjuk- adalah 512, dihitung batas bawah dan atas
kan bahwa fluktuasi variabel 1 mendahului dari selang kepercayaan 95%, dan digunakan
(lead) terhadap variabel 2, sedangkan beda jenis window Bartlett.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 541
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
2.4. Validasi Data Model dengan Data gunakan arus hasil pengukuran INDOMIX
Observasi Juli 2010. Pada ekspedisi tersebut kapal riset
Sebelum keluaran model INDESO yang dilengkapi shipboard acoustic Doppler
digunakan untuk analisis deret-waktu lebih current profiler (SADCP) melintasi Selat
lanjut, maka langkah pertama dalam analisis Lombok dari arah selatan dan memotong
data adalah memvalidasi deret-waktu keluar- Laut Bali ke arah baratlaut (Gambar 3).
an model INDESO dengan data observasi Vektor arus model berupa resultante arus
satelit dan lapangan. Tujuannya adalah untuk zonal dan meridional diplotkan sesuai dengan
menguji tingkat akurasi dan realiabilitas hasil pengukuran dari ekspedisi INDOMIX
keluaran model terhadap data hasil observasi. tanggal 18 Juli 2010. Vektor arus pada level
Uji korelasi variabel tinggi muka laut kedalaman 30 m dari model INDESO (panah
keluaran model INDESO dilakukan dengan merah) polanya terlihat sangat mirip dengan
data tinggi muka laut dari satelit altimetri, vektor arus hasil pengukuran INDOMIX
serta arus model INDESO divalidasi dengan (panah hitam). Arus di Laut Bali bergerak ke
data pengukuran arus dari hasil ekspedisi arah timurlaut dan barat daya yang meng-
INDOMIX Juli 2010 yang melintasi Selat indikasikan suatu pusaran arus (eddy), serta
Lombok dan Laut Bali. arus kuat (jet) di Selat Lombok bergerak ke
Data deret-waktu tinggi paras laut selatan sebagai representasi Arlindo Lombok.
dari tahun 2008 – 2014 hasil simulasi model Beberapa lokasi, besaran ampli-tude
INDESO dan data altimetri satelit (Gambar vektor arus dari model INDESO terlihat
2) menunjukkan korelasi yang tinggi, dengan sedikit melemah dibandingkan dengan hasil
koefisien korelasi sebesar 0.85. Hasil uji observasi seperti di sebelah selatan Pulau
korelasi ini berarti tingkat keeratan antara Lombok dan di sebelah utara Pulau Bali. Hal
keluaran model dengan data satelit adalah ini diduga karena perbedaan resolusi data
tinggi. Plot tinggi paras laut hasil INDESO dimana model INDESO merupakan rataan
(hitam) dan hasil satelit (merah) menunjuk- dari resolusi spasial 9 km x 9 km, tetapi data
kan pola fluktuasi yang sama. Tinggi paras observasi arus INDOMIX merupakan rataan
laut hasil dari model dan satelit menunjukkan 1 km. Dari 2 validasi data keluaran model
pola fluktuasi dominan dengan periode INDESO dengan data observasi, dapat
tahunan (annual). Tinggi paras laut mak- dikatakan bahwa keluaran model INDESO
simum terjadi pada Musim Baratlaut hingga dapat mereproduksi cukup bagus fluktuasi
musim peralihan I, sedangkan tinggi paras tinggi muka laut dan pola spasial vektor arus,
laut minimum terjadi pada Musim Tenggara sehingga kualitas hasil simulasi model
hingga musim peralihan II. INDESO dapat digunakan untuk analisis
Arus pada level kedalaman 30 meter lanjutan dalam studi ini.
dari model INDESO juga divalidasi meng-
Gambar 2. Deret-waktu anomali tinggi paras laut 2008-2014 dari model INDESO (hitam) dan
data satelit altimetri (merah) yang diekstraksi kotak Gambar 1. Nilai koefisien
korelasi adalah 0,85.
542 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 543
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
544 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
hingga mencapai besaran kecepatan arus 0,5 Musim peralihan II (Sep - Nov),
m/s yang secara kontinu bergerak keluar kecepatan arus utama Arlindo Flores meng-
melalui Selat Lombok dan sebagian berbelok alami pelemahan (Gambar 5b). Hal ini
menuju Laut Flores bagian timur (Gambar disebabkan berbaliknya arah angin Muson
5b). Arus utama Arlindo yang mengalir Tenggara menjadi angin Baratlaut, sehingga
dalam Musim Tenggara menunjukkan vektor transpor Ekman menuju ke arah utara
arus yang lebih kuat jika dibandingkan (Wyrtki, 1961). pusaran arus di Laut Bali
dengan arus dalam Musim Baratlaut. Hal ini masih terlihat hingga musim peralihan II
berimplikasi bahwa volume transpor Arlindo berakhir. Distribusi suhu perairan mulai
lebih besar dalam Musim Tenggara (Jun-Sep) menghangat akibat adanya masukan massa
dibandingkan dengan transpor dalam Musim air hangat dari Laut Jawa ke Laut Bali
Baratlaut (Des-Feb), yang sesuai dengan dengan kisaran suhu sebesar 26,5-29,5°C
penelitian sebelumnya (Gordon dan Susanto, (Gambar 5b).
2003; Sprintall et al., 2009).
Gambar 5a. Siklus tahunan sirkulasi laut dari rataan bulanan 2008-2014, ditunjukkan oleh
vektor arus dan suhu air laut di level kedalaman 25 m dari bulan Desember
sampai bulan Mei.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 545
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
Gambar 5b. Seperti pada Gambar 5a, tapi untuk bulan Juni hingga bulan November.
3.3. Karakteristik Struktur Menegak tidak langsung digerakkan oleh angin lokal
Arlindo Flores dan Arus Pantai tetapi oleh penggerak dari wilayah lain
Selatan Jawa (remote forcing). Variasi musiman profil arus
Profil menegak dan variasi musiman zonal di Selatan Jawa tercatat adanya
arus komponen zonal APJS di Selatan Jawa, lonjakan besaran kecepatan arus zonal positif
serta arus komponen meridional (utara- permukaan mencapai 0,6 m/s (ke arah timur)
selatan) Arlindo Flores di Laut Flores disaji- dalam periode Musim Baratlaut. Hal ini
kan pada Gambar 6. Rerata profil arus zonal sebagai representasi Arus Pantai Selatan
di Selatan Jawa ditandai dengan kecepatan ke Jawa yang terbentuk secara maksimal dalam
arah timur yang semakin meningkat dari Musim Baratlaut. Pada musim peralihan I
permukaan ke kedalaman sub-permukaan (30 hingga musim peralihan II, komponen arus
m), kemudian menurun kembali besaran zonal mengalami penguatan kecepatan hing-
kecepatannya mendekati nilai 0 di kedalaman ga mencapai maksimal pada kedalaman 30
120 m (Gambar 6a). Profil arus dengan meter ke arah timur dan selanjutnya menurun
kecepatan maksimum di kedalaman sub- hingga kedalaman 130 meter kemudian
permukaan dan relatif lemah di permukaan relatif lemah dengan kecepatan arus hampir
menunjukkan bahwa sistem arus tersebut mendekati nol hingga lapisan dalam. Pe-
546 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
nguatan komponen arus zonal dari APJS Struktur menegak dari Arlindo Flores
dalam periode musim peralihan berkaitan dapat diamati secara detil dari cross-section
dengan kehadiran gelombang Kelvin ter- rerata komponen arus meridional (2008-
perangkap pantai (Sprintall et al., 2000). 2014) di garis lintang 7,5°LS, yang me-
Profil rerata komponen arus me- motong dari titik A sampai B (Gambar 7).
ridional Arlindo Flores (garis hitam) tercatat Rerata arus komponen meridional dicirikan
meningkat dari permukaan ke kedalaman oleh besaran arus yang kuat ke arah selatan
sekitar 70 m, kemudian besaran kecepatan- (>0,3 m/s) di dalam gumbar (core) Arlindo
nya relatif konstan 0,2 m/s ke arah selatan Flores di sebelah timur dari bujur 116,6°BT
sampai kedalaman sekitar 160 m (Gambar dan kedalaman sekitar 50 m - 100 m.
6b). Variasi musiman dari profil kecepatan Ukuran Arlindo Flores di lintang 7,5°LS ini
arus Arlindo sangat berfluktuatif, dimana adalah lebar sekitar 112 km, ketebalan arus
dalam Musim Baratlaut, di lapisan per- dari permukaan laut sampai kedalaman
mukaan hingga kedalaman 10 meter ke- sekitar 250 m, dimana terjadi intensifikasi di
cepatan arus melemah yaitu sekitar 0,05 m/s, tepi barat Kepulauan Sailus Pangkajene atau
kemudian mengalami kenaikan kecepatan di sekitar garis bujur 117°BT (Gambar 7).
hingga 0,3 m/s pada kedalaman 50 meter dan Luasan penampang menegak Arlindo
selanjutnya mengalami penurunan seiring Flores bervariasi secara musiman, dimana
bertambahnya kedalaman. Musim Tenggara, ukurannya menjadi lebih luas dengan besaran
kecepatan arus meridional di lapisan per- arus meridional yang lebih kuat dalam
mukaan hingga kedalaman 10 meter sekitar Musim Tenggara dibandingkan dengan luas-
0,3 m/s, kemudian semakin menurun hingga an Arlindo dalam Musim Baratlaut. Periode
kedalaman 50 meter, selanjutnya semakin Musim Baratlaut, besaran komponen arus
meningkat hingga mencapai maksimum pada meridional mencapai 0,26 m/s pada lapisan
kedalaman 130 meter dengan kecepatan permukaan dan semakin melemah hingga
sekitar 0,3 m/s. kecepatannya mencapai 0,02 m/s pada
kedalaman 220 meter. Musim Tenggara,
kecepatan arus di lapisan permukaan men-
capai 0,3 m/s dan semakin berkurang seiring
bertambahnya kedalaman hingga kecepatan-
nya mencapai 0,04 m/s pada kedalaman 220
meter, sehingga luasan penampang Arlindo
Flores dalam Musim Baratlaut adalah 29x106
km2, sedangkan dalam Musim Tenggara
sekitar 39x106 km2 atau 1,3 lebih luas
dibandingkan dalam Musim Baratlaut. Ber-
dasarkan perhitungan integrasi komponen
arus meridional antar garis A-B dan antara
permukaan sampai kedalaman 380 m,
diperoleh rerata volume transpor Arlindo
Flores (QvA-B) sekitar -4,95 (±1,11) Sv (1
Sverdrup (Sv) = 106 m3/detik). Sumbu utama
Arlindo Flores ini bercabang di sisi utara
Pulau Lombok/Sumbawa, dimana satu
Gambar 6. Profil menegak rerata dan variasi
cabang mengalir ke Samudera Hindia via
musiman dari (a) komponen arus
Selat Lombok, dan satu cabang berlanjut ke
zonal APJS di Selatan Jawa, dan
timur menyusuri sisi selatan laut Flores.
(b) komponen arus meridional
Hasil perhitungan volume transpor yang
Arlindo Flores.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 547
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
masuk Selat Lombok diperoleh nilai rerata Penampang melintang komponen arus
volume transpor Arlindo Lombok sekitar - zonal dari Arus Pantai Selatan Jawa (APSJ)
2,92 (±0,94) Sv, sehingga selisih kedua rerata antara titik C dan D (Gambar 8), ditandai
transpor tersebut yang berlanjut ke timur oleh lapisan gumbar (core) APJS yang
menyusuri selatan Laut Flores adalah sekitar melebar dari pantai ke arah lintang 9.3 °LS
2 Sv. Hasil estimasi transpor Arlindo dan dari permukaan sampai kedalaman
Lombok dari model INDESO ini cukup dekat sekitar 120 m dan besaran maksimal kecepat-
hasilnya dengan estimasi pengukuran lapang an ke arah timur sekitar 0.35 m/s di
antara -2,045 (Musim Barat laut) dan -3,87 kedalaman 50 m. Sistem APJS merupakan
Sv (Musim Tenggara) (Sprintall et al., 2009). sistem arus yang terbentuk di Ekuator
Selain struktur menegak Arlindo Samudera Hindia bagian timur, kemudian
Flores, rona yang unik dari penampang mengalir menyusuri pantai sepanjang Barat
komponen arus meridional di garis lintang Sumatera - Selatan Jawa - dan Selatan
7.5 °LS adalah terbentuknya arus meridional Kepulauan Sunda Kecil antara selatan Bali
ke arah utara (positif) dan ke arah selatan sampai Wetar di Selat Ombai (Sprintall et al.,
(negatif) di garis bujur 114,5 - 116 °BT pada 2009). Di bawah kedalaman 150 terdapat
kedalaman antara permukaan dan 50 m batas atas arus lainnya, yang dikenal dengan
(Gambar 7). Dari uraian sub-bab sebelum- South Java Coastal Under Current (SJCUC)
nya (Gambar 4), pola arus meridional yang dimana gumbar SJCUC berada di kedalaman
mengarah ke selatan dan utara tersebut sekitar 450 m (Iskandar et al., 2006).
merupakan bagian dari pusaran arus (eddy) Dinamika dari APJS diduga mempengaruhi
yang berputar berlawanan arah jarum jam. Arlindo Lombok dengan adanya instrusi arus
Pusaran arus anti-cyclonic di BBS ini diduga ke arah utara di Selat Lombok.
terbentuk sebagai respon terhadap shear kuat
Arlindo Flores ke arah selatan di tepi
batasnya, sehingga terdapat arus-umpan ke
arah utara. Perlu kajian lebih spesifik untuk
mengungkapkan keberadaan eddy di Laut
Bali ini.
548 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 549
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
variasi nilai koefisien wavelet terhadap 2000). Deret-waktu volume transpor Arlindo
waktu relatif kecil. Periodisitas kedua ter- Flores dikalkulasi dari integrasi arus
besar dari fluktuasi transpor Arlindo Flores kedalaman 380 m sampai permukaan, maka
terjadi pada skala-waktu SAV, dimana pada pelemahan transpor ini hanya mencapai
3 tahun terakhir (2012-2014) nilai koefisien transpor minimum sekitar 2 Sv, tetapi arah
CWT lebih tegas dibandingkan dengan tahun transpor masih ke arah selatan. Namun,
sebelumnya (Gambar 10a), yang diduga deret-waktu komponen arus meridional dekat
terkait dengan variasi transport skala antar- permukaan mengalami pembalikan arah ke
tahunan. Variabilitas transpor Arlindo Flores utara pada waktu munculnya signal
dalam skala ISV dicirikan oleh nilai koe- gelombang Kelvin (tidak ditampilkan).
fisien CWT yang tinggi tapi sporadik terjadi Analisis deret-waktu dengan metode
di awal tahun, seperti pada Jan-Feb 2008, continuous wavelet transform (CWT) untuk
2010, 2011, 2012, dan 2013, dimana nilai data transpor Arlindo Flores dan APJS
koefisien CWT yang tertinggi terjadi pada (2008-2014) yang disajikan pada Gambar 9
awal tahun 2008 dan 2012. Nilai koefisien di atas, menunjukkan 3 periodisitas utama,
CWT yang tinggi dan sporadik di awal tahun yaitu variabilitas transpor dalam skala-waktu
ini berasosiasi dengan puncak pelemahan intra-seasonal 20-90 hari (biasanya disebut
transpor Arlindo yang terjadi di awal tahun ISV), variabilitas skala-waktu semi-annual
(lihat Gambar 9a). Menurut Sprintall et al. 180 hari (disebut SAV) dan variabilitas
(2009), pembalikan arah arus ke utara di skala-waktu annual 360 hari (disebut AV)
Selat Lombok sering terjadi di akhir tahun (Gambar 10). Di wilayah Arlindo Flores
dan awal tahun, yang terkait dengan intrusi (Gambar 10a) hasil analisis CWT menunjuk-
kedatangan gelombang Kelvin dari Samudera kan variabilitas transpor di wilayah ini
Hindia, dimana gelombang Kelvin ekuator didominasi oleh fluktuasi pada skala-waktu
yang terbentuk dalam musim peralihan di AV atau tahunan yang membentang dari
wilayah ekuator Samudera Hindia memerlu- awal deret-waktu 2008 sampai 2014, dimana
kan waktu perambatan beberapa bulan untuk variasi nilai koefisien wavelet terhadap
tiba di sekitar Selat Lombok (Sprintall et al, waktu relatif kecil.
Gambar 9. Data deret-waktu volume transpor 2008-2014 (garis hitam) dengan smoothing
bulanan (garis merah) untuk (a) Arlindo di Laut Flores (transek A-B), dan (b) Arus
Pantai Selatan Jawa (APJS) di Selatan Jawa (transek C-D). (Catatan: 1 Sverdrup,
Sv = 106 m3/s; tanda negatif menunjukkan arah transpor Arlindo (APJS) ke selatan
(barat).
550 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 551
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
Gambar 10. Hasil analisis Continuous Wavelet Transform (CWT) dari (a) deret-waktu
volume transpor Arlindo di Laut Flores, dan (b) deret-waktu volume transpor
APJS di Selatan Jawa. Garis putih putus-putus menunjukkan skala-waktu
variabilitas: Intra-Seasonal Variability ISV (20-90 harian), Semi-Annual
Variability SAV (180 harian), dan Annual Variability AV (360 harian).
Gambar 11. Deret-waktu anomali volume transpor dari hasil penapisan lolos-pita (band-pass
filter) 20-120 hari cut-off dari transpor Arlindo di Laut Flores (biru), dan volume
transpor APJS di Selatan Jawa (merah).
sebelumnya (Sprintall et al., 2001; Syam- (westerly winds bursts) dalam periode musim
sudin et al., 2004; Pujiana et al., 2013). Transisi 1 (Maret-Mei) dan musim Transisi 2
Angin zonal di tengah ekuator Samudera (September-November). Hal ini membang-
Hindia (70-90 °BT) besaran kecepatannya kitkan arus ekuator yang kuat (equatorial
terjadi lonjakan yang drastis ke arah timur Jet) ke arah timur (Wyrtki 1973). Akibat
552 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
hembusan angin yang kuat ini, terbentuk (Gambar 12a, ditandai pita abu-abu vertikal)
gelombang Kelvin ekuator, yang selanjutnya dapat menunjukkan korelasi dari kedua
menjadi gelombang Kelvin terperangkap fluktuasi deret-waktu tersebut, yang dikenal
pantai (coastally trapped Kelvin waves) yang dengan koherensi (Gambar 12b) dan beda
merambat di sepanjang Barat Sumatera, fase (mendahului atau tertinggal) dari satu
Selatan Jawa - Bali hingga Ombai, dan variabel deret-waktu terhadap deret-waktu
sebagian dapat lolos masuk ke Makassar via lainnya (Gambar 12c). Pada skala tahunan
Selat Lombok (misalnya Sprintall et al., dan semi-tahunan, nilai koherensi tercatat
2010). Gelombang Kelvin skala ISV mem- masing-masing sekitar 0,55 dan 0,76 dengan
punyai kisaran periode dari 35 – 90 hari dan beda fase sebesar 34,4 hari dan 10,1 hari,
muncul pada bulan November/Desember dan dimana signal arus APJS mendahului dari
Maret – Mei (Syamsudin et al., 2004). pada di Arlindo Flores. Terdapat nilai
koherensi yang tinggi (0.89) yang terjadi
3.5. Koherensi Transpor Arlindo Flores pada periode 114 harian. Skala waktu
dan Transpor Arus Pantai Selatan variabilitas sekitar 4 bulanan ini di luar dari
Jawa skala waktu intra-musiman yang lazim
Hasil analisis cross-PSD dengan pan- didefinikan dari 20 sampai 90 harian. Untuk
jang penggalan data deret-waktu (segment sementara, periodesitas 114 harian dikelom-
length) 1024, antara dua variabel deret-waktu pokkan ke dalam skala-waktu intra-musiman
transpor Arlindo Flores dengan transpor (Tabel 1).
APJS disajikan pada Gambar 12. Konsisten Koherensi yang tinggi dengan
dengan hasil analisis CWT (Gambar 10), significant level >0,5 pada skala-waktu ISV
puncak-puncak energi spektral dari fluktuasi 20-90 hari terjadi pada beberapa periode,
APSJ dan Arlindo Flores berada pada yaitu 23, 26, 30, 37, 43, dan 60 hari (Gambar
periode tahunan, semi-tahunan dan rentang 12bb, dan Tabel 1). Nilai koherensi yang
intra-seasonal (Gambar 12a). Nilai amplitudo paling tinggi (0.92) terjadi pada periode 30
energi spektra dari deret waktu APJS (merah) hari, dengan beda fase (+0.6 hari). Hal ini
jauh lebih kuat dibandingkan dengan energi berarti fluktuasi signal APJS pada periode 30
amplitudo Arlindo Flores (biru), yang men- harian muncul terlebih dahulu di transek C-D
cerminkan fluktuasi transpor APJS lebih di sisi Selatan Jawa dan 0,6 hari kemudian
dinamis dibandingkan dengan transpor propagasi signal tersebut muncul di transek
Arlindo Flores. Seperti analisis CWT se- A-B Arlindo Flores.
belumnya, puncak energi pada periode Nilai koherensi pada skala-waktu
tahunan (diekspresikan dengan nilai periode intra-musiman umumnya >0,7 dengan beda
341 harian) di ITF Flores tercatat jauh lebih fase berkisar antara 0,3 sampai 5,2 hari,
kuat dibandingkan APJS, tetapi untuk dimana signal di APJS mendahului dari pada
periode semi-tahunan fluktuasi kedua varia- signal di Arlindo Flores (Tabel 1). Propagasi
bel menunjukkan puncak spektral energi signal APJS pada skala intra-musiman dari
yang kuat. Rentang skala periode intra- transek C-D yang merambat masuk ke
musiman (20-90 harian) puncak energi wilayah Arlindo Flores di transek A-B
spektral di APJS terjadi pada periode sekitar membutuhkan waktu antara 0,3 hari sampai
60 harian. Puncak energi spektral untuk 5.2 hari. Hal ini mengindikasikan adanya
model arus zonal dari APJS juga ditemukan intrusi arus yang mengalir dari Selatan Jawa
di perairan Selatan Jawa (Iskandar et al., sisi Samudera Hindia menuju Laut Flores
2006). bagian barat melalui Selat Lombok yang
Beberapa puncak energi spektra yang terkait dengan kedatangan Gelombang
muncul di kedua deret-waktu (APJS dan Kelvin pada selang intra-musiman (ISV).
Arlindo Flores) pada periode tertentu
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 553
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
Gambar 12. (a) Energi spektra dari deret-waktu transpor APSJ (merah) dan Arlindo Flores
(biru), (b) nilai koherensi dan (c) beda fase antara kedua deret-waktu tersebut.
Tabel 1. Koherensi dan fase antara variabilitas transpor APSJ dengan Arlindo Flores pada
skala-waktu tahunan, semi-tahunan, dan intra-musiman.
4 60 0,71 1,9
5 43 0,79 0,6
6 37 0,77 0,6
7 30 0,92 0,6
8 26 0,75 0,3
9 23 0,84 0,6
554 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt
Atmadipoera dan Paradita Hasanah
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 9, No. 2, Desember 2017 555
Karakteristik dan Variabilitas Arlindo Flores dan Koherensinya . . .
556 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt