Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 38

KONSEP DASAR PENYAKI

A. PENGERTIAN

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis. Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur yang sering
ditemukan pada orang tua terutama wanita usia 60 tahun ke atas disertai tulang yang
osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak-anak jarang ditemukan. Fraktur ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden tersering
pada usia 11-12 tahun.
Lebih dari 1/3 klien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union terutama pada
fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering terjadi pada fraktur dengan lokasi lebih ke
proksimal. Ini disebabkan oleh vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yangb
tidak adekuat , dan lokasi fraktur adalah intra artikular. Fraktur intertrokanter femur. Pada
beberapa keadaan, trauma mengenai daerah tulang femur. Fraktur daerah trokanter adalah semua
fraktur yang terjadi antara trokanter mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstrartikular dan
sering terjadi pada orang tua di atas usia 60 tahun . Fraktur trokanter terjadi bila klien jatuh dan
mengalami trauma yang bersifat memuntir. Keretakan tulang terjadi antara trokanter mayor dan
minor tempat fragmen proksimal cenderung bergeser secara varus. Fraktur dapat bersifat
kominutif terutama pada korteks bagian postero-medial.
Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada setiap usia dan biasanya akibat trauma yang
hebat. Fraktur suprakondilar femur. Secara anatomis, daerah suprakondilar adalah daerah antar
batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Trauma yang
mengenai daerah femur terjadi karena adanya tekanan varus dan valgus disertai kekuatan aksial
dan putaran sehingga dapat menyebabkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran pada fraktur terjadi
karena tarikan otot. Oleh karenan itu padaterapi konservatif, lutut harus difleksi untuk
menghilangkan tarikan otot.
Secarara klinis, biasanya ditemukan adanya riwayat trauma yang disertai pembengkakan
dan deformitas pada daerah suprakondilar. Pada pemerikasaan mungkin ditemukan adanya
krepitasi.

1|Fraktur Femur
B. KLASIFIKASI

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:

A. Berdasarkan sifat fraktur.


1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.

2|Fraktur Femur
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu
dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna
D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan
Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

3|Fraktur Femur
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
 Melalui kepala femur (capital fraktur)
 Hanya di bawah kepala femur
 Melalui leher dari femur

2. Fraktur Ekstrakapsuler;
 Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih
kecil /pada daerah intertrokhanter.
 Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.

B. ETIOLOGI

Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan perbandingan laki-laki
dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1, dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur
decade kedua dan ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas yang tinggi. Pada
analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur terbuka terjadi pada ekstremitas bawah,
terutama daerah tibia dan femur tengah.
Kecelakaan jatuh merupakan kekawatiran utama pada lansia. Kecelakaan jatuh memicu
penarikan diri dari kegiatan rutin, kehilangan, kemandirian dan kekhawatiran dapat terulang lagi.
Rawat inap di rumah sakit atau penempatan di panti jompo untuk rehabilitasi terkadang
dibutuhkan. Frekuensi kecelakaan jatuh meningkat seiring peningkatan usia dan kejadiannya
bervariasi menurut situasi kehidupan lansia. Peneliti mengirakan bahwa setiap tahunnya sekitar
30-40% lansia yang hidup mandiri di rumahnya akan mengalami kecelakaan jatuh. ( Flaherty et
al.,2003).
Komplikasi akibat kecelakaan jatuh merupakan penyebab utama kematian lansia. Pada
tahun 2004, hamper 15.000 individu usia 65 tahun ke atas meninggal akibat cedera yang
berhubungan dengan kecelakaan jatuh; dan hamper 85% kematian pada kecelakaan jatuh terjadi
pada individu berusia 75% tahun ke atas. (CDC, 2006). Pada tahun 2003, lebih dari 1,8 juta
individu berusia 65 tahun keatas ditangani di unit gawat darurat akibat cedera jatuh, dan lebih

4|Fraktur Femur
dari 421.000 dirawat di rumah sakit. Kecelakaan jatuh lebih sering dan lebih berat pada lansia
yang berusia diatas 85 tahun.

 Mekanisme fraktur.
Fraktur terjadi karena jatuh pada daerah trokanter, baik karena kecelakaan lalu lintas
maupun jatuh dari tempat yang terlalu tinggi, seperti terpeleset di dalam kamar mandi ketika
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.
Kapsul femur mendapat aliran darah dari tiga sumber sebagai berikut.
1. Pembuluh darah intramedular di dalam leher femur.
2. Pembuluh darah servikal asenden dalam retinakulum kapsul sendi.
3. Pembuluh darah dari ligamen yang berputar.
Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan pembuluh darah retinakulum
selalu mengalami robekan apabila terjadi pergeseran fragmen. Fraktur transervikal adalah
fraktur yang bersifat intrakapsuler dan mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam
penyembuhan karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta hambatan
dari cairan sinovial.

 Mekanisme trauma.
Trauma yang terjadi menyebabkan fraktur spiral apabila klien jatuh dengan posisi kaki
melekat erat pada dasar sambil terjadi putaran yang diteruskan pada femur. Fraktur yang bersifat
transversal dan oblik terjadi karena trauma langsung dan trauma angulasi. Fraktur diafisis
femurdapat bersifat tertuitup atau terbuka, simpel, kominutif, atau segmental.
Pada umumnya klien adalah remaja sampai dewasa muda. Pada usia tersebutr klien lebih
suka kebut-kebutan dengan kendaraan bermotor. Klien mengalami pembengkakan dan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekan tungkai. Klien mungkin
datang dalam keadaan syok. Dengan pemeriksaan radiologi, perawat dapat menentukan lokasi
dan jenis fraktur.

C. PATOFISIOLOGI

5|Fraktur Femur
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et
al, 1993)

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur


1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

b. Biologi penyembuhan tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk
tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel
tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma


Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai

6|Fraktur Femur
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman


tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang
pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

7|Fraktur Femur
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya. (Black, J.M, et al, 1993 dan Apley,
A.Graham,1993)

c. Komplikasi fraktur

1) Komplikasi Awal
A. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

B. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan embebatan yang terlalu kuat.

C. Fat Embolism Syndrom


Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

D. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke

8|Fraktur Femur
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

E. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.

F. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


A. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

B. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.

C. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993)

Faktor Predisposisi

9|Fraktur Femur
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi,
rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami
cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
Gangguan penglihatan, kondisi kardiovaskuler seperti hipertensi, kondisi yang
mengganggu mobilitas seperti atritis,dan kelemahan otot. Perubahan fungsi kandung kemih
seperti inkontinensia, gangguan kognitif dan bahaya lingkungan. Bahaya lingkungan dapat hal
berikut:
 Pencahayaan yang kurang
 Lantai licin atau basah
 Kondisi tangga yang buruk
 Sepatu atau sol sepatu yang licin
 Alat rumah tangga yang dapat menyebabkan jatuh seperti karpet, kaki kursi dan
kabel listrik.

D. KLASIFIKASI

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:

A. Berdasarkan sifat fraktur.


1. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak

10 | F r a k t u r F e m u r
sekitarnya.
Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.


1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.

11 | F r a k t u r F e m u r
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang


1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius,
Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan
Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

E. TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilaangnya fungsi, deformitas, pemendekan


ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

12 | F r a k t u r F e m u r
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur; juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan tulang.
c. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple
atau cedera hati.

13 | F r a k t u r F e m u r
Terapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan
kekuatan.
a. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
reduksi fraktur diantaranya:
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan
logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi fraktur.
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,atau pun fiksasi eksterna.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Latihan
isometric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan aliran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur yaitu:
a. Mempercepat penyembuhan fraktur
 Imobilisasi fragmen tulang
 Kontak fragmen tulang maksimal

14 | F r a k t u r F e m u r
 Asupan darah yang memadai
 Nutrisi yang baik
 Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
 Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D

b. Menghambat penyembuhan tulang


 Trauma lokal ekstensif
 Kehilangan tulang
 Imobilisasi tidak memadai
 Rongga atau adanya jaringan diantara fragmen tulang
 Infeksi
 Keganasan lokal
 Nekrosis avaskuler
 Usia (pada lansia sembuh lebih lama)

F. PEMERIKSAAN FISIK

Kaji adanya riwayat jatuh dari ketinggian disertai nyeri pada daerah panggul terutama
pada daerah inguinal depan. Ada nyeri dan pemendekan anggota gerak bawah dalam posisi rotasi
lateral. Pengkajian. Anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna dan memendek serta
ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan radiologi, kita dapat mengetahui jenis fraktur dan klasifikasinya
serta menentukan jenis pengobatan dan prognosisnya. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
fraktur yang terjadi di bawah trokanter minor. Garis fraktur dapat bersifat transversal, oblik, atau
spiral, dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam posisi fleksi, sedangkan fragmen
distal dalam posisi aduksi dan bergeser ke proksimal.

15 | F r a k t u r F e m u r
2. X.Ray
3. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5. CCT kalau banyak kerusakan otot.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

 Terapi konservatif

Pemasangan traksi dan gips panggul merupakan alternatif penatalaksanaan pada klien
usia muda. Reduksi terbuka dan fiksasi internal merupakan pengobatan pilihan dengan
mempergunakan plate dasn screw.
Fraktur diafisis femur. Salah satu trauma yang sering terjadi pada daerah femur adalah
fraktur diafisis femur. Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada setiap usia dan biasanya karena
trauma hebat, misalnya kecelakaan lalau lintas atau jatuh dari ketinggian . femur diliputi oleh
otot yang kuat. Otot ini merupakan proteksi untuk tulang femur. Akan tetapi, otot ini dapat juga
berakibat buruk karena dapatmenarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula
mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan
perdarahan masif. Hal ini harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok.
Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk
mengurangi spasme otot. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi terutama adalah fraktur yang bersifat kominutif dan segmental. Traksi ini
menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis.
Penatalaksanaan klien fraktur suprakondilar adalah sebagai berikut:

 Terapi konservatif. Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast-bracing, dan spika panggul.

16 | F r a k t u r F e m u r
 Macam-Macam Traksi

1. Traksi Panggul

Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

2. Traksi Ekstension (Buck’s Extention)

Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk
immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

3. Traksi Cervikal

Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa
dipasang dengan halter kepala.

4. Traksi Russell’s

Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi
nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.

Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal
pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

5. Traksi khusus untuk anak-anak

Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen,
dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah
ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai
tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.

 Terapi Operatif
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada klien fraktur leher femur, baik orang
dewasa muda maupun orang tua karena perlu dilakukan reduksi untuk hasil yang akurat dan
stabil. Orang tua yang mengalami frakltur femur perlu dimobilisasi dengan cepat untuk
mencegah komplikasi.

17 | F r a k t u r F e m u r
Jenis operasi yang biasa dilakukan pada klien fraktur femur adalah sebagai berikut :
 Pemasangan pin
 Pemasangan plate dan screw
 Artroplasti dilakukan pada klien usia diatas 55 tahun yang berupa aksisi artroplasti
Herniartroplasti
Terapi operatif dengan pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan
distal femur, mempergunakan K-nail, AO-nail, atau jenis-jenis lain, baiki dengan operasi tertutup
maupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama adalah fraktur diafisis, fiksasi eksternal
terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif, infected pseudoarthrosis, atau fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Penatalaksanaan klien fraktur suprakondilar adalah sebagai berikut :

 Terapi operatif. Terapi ini dilakukan pada fraktur terbuka atau fraktur yang mengalami
pergeseran dan tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phroc dare screw dengan berbagai macam tipe yang tersedia.

18 | F r a k t u r F e m u r
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama dengan manifestasi klinis fraktur umum
tulang panjang, seperti nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremtas bawah
karena kontraksi otot yang melekt di atas dan di bawah tempat fraktur, krepitasi, pembengkakan
dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma dan perdarahan pada fraktur. Tanda-tanda
tersebut baru terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

1. Anamnesis
 Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang
hebat. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai rasa nyeri klien,
perawat dapat menggunakan PQRST.
 Provoking Incident : hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah
trauma pada bagian paha.
 Quality of pain : klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
 Region, Radiation, Relief : nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapat reda dengan imobilisasi atau
istirahat.
 Severity (scale) of pain : secara subjektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada rentang skala pengukuran 0-4.
 Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.

 Riwayat penyakit sekarang. Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan


patah tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah

19 | F r a k t u r F e m u r
pernah ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan,
perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.

 Riwayat penyakit dahulu. Penyakit-penyakit tertentu seperti penyakit tulang dan


penyakit paget menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki snagat berisiko
mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang.

 Riwayat penyakit keluarga. Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah


tulang paha adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa ketururnan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.

 Riwayat psikososialspiritual. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang


dideritanya, peran klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun
masyarakat

Dalam tahap pengkajian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi kesehatan
dalam proses keperawatan klien fraktur femur.
 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Klien fraktur akan merasa takut terjadi
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi
kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol, yang dapat mengganggu
keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.

 Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul pada klien fraktur
adalahtimbul ketakutan akan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa

20 | F r a k t u r F e m u r
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).

 Pola sensori dan kognitif. Daya raba klien fraktur terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.

 Pola penanggulangan stress. Pada klien fraktur timbul rasa cemas akan keadaan
dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yangditempuh klien dapat tidak efektif.

 Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah
dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini, dapat
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general) atau
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal).

 Keadaan umum. Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu
dicatat adalah kesadaran klien : (apatis, sopor, koma,gelisah, kompos mentis yang
bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis,
ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut), tanda-tanda vital
tidak normal karena ada gangguan local, baik fungsi maupun bentuk.
 B1 (Breathing). Pada pemeriksaan system pernapasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks,
didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak
ditemukan suara napas tambahan.

 B2 (Blood). Inspeksi :tidak ada iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus
teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.

21 | F r a k t u r F e m u r
 B3 (Brain).

a) Tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis.


b) Kepala : tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala.
c) Leher : tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflex
menelan ada.
d) Wajah : wajah terlihat menahan sakit, dan bagian wajah lain tidak terlihat
mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wajah simetris, tidak ada lesi dan
edema.
e) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjuntiva tidak anemis (pada klien
dengan patah tulang tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Klien fraktur
terbuka dengan banyaknya perdarahan yang keluar biasanya mengalami
konjungtiva anemis.
f) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i) Pemeeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilandan
tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan.

j) Pemeriksaan saraf kranial :

1) Saraf I. pada klien fraktur femur, fungsi saraf I tidak ada kelainan. Fungsi
penciuman tidak ada masalah.
2) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi
normal.
3) Saraf III, IV, VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata
dan pupil isokor.

22 | F r a k t u r F e m u r
4) Saraf V. Klien fraktur femur umumnya tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan reflex kornea tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukannya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokledomastoedius dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.

- Pemeriksaan reflex. Biasanya tidak didapatkan refleks-refleks patologis.


- Pemeriksaan sensorik. Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu, timbul nyeri akibat fraktur.

 B4 ( Bladder ). Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan


karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Biasanya klein fraktur femur tidak
mengalami kelainan pada sistem ini.
 B5 ( Bowel ). Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidak teraba. Perkusi :
suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik usus
normal 20 kali /menit. Inguinal-genitalia-anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe, dan tidak ada kesulitan BAB.
 Pola nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari- hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klein
dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium dan
protein. Nyeri pada fraktur menyebabkan klien kadang mual- muntah sehingga
pemenuhan nutrisi menjadi berkurang.
 Pola eliminasi. Untuk kasus fraktur femur , klien tidak mengalami gangguan pola
eliminasi. Meskipun demikian, perawat perlu mengkaji frekwensi, konsistensi, serta

23 | F r a k t u r F e m u r
warna dan bau feses pada pola eliminasi alvi. Selain itu, perawat perlu mengkaji
frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah pada pola eliminasi urine. Pada kedua
pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.

 B6 ( Bone ). Adanya fraktur pada femur akan menggangu secara lokal, baik
fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
 Look. Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu di sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Perhatikan adanya pembengkakan
yang tidak biasa ( abnormal ) dan deformitas. Perhatikan adanya sindrom
kompartemen pada bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi fraktur terbuka,
perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai
kerusakan integritas kulit. Fraktur oblik, spiral, atau bergeser mengakibatkan
pemendekan batang femur. Ada tana-tanda cedera dan kemungkinan keterlibatan
berkas neurovaskuler ( saraf dan pembuluh darah ) paha, seperti bengkak atau
edema. Pengkajian neuromuskular awal sangat penting untuk membedakan antara
trauma akibat cedera dan komplikasi akibat penanganan. Selain itu, didapatkan
ketidakmampuan menggerakkan tungkai dan penurunan kekuatan otot tungkai
dalam melakukan pergerakan.
Pada keadaan tertentu, klien fraktur femur sering mengalami sindrom kompartemen
pada fase awal setelah patah tulang. Perawat perlu mengkaji apakah adanya
pembengkakan pada tungaki atas dapat mengganggu sirkulasi darah ke bagian
bawahnya. Terjebaknya otot, saraf, lemak dan pembuluh darah dalam sindrom
kompartemen memerlukan perghatian perawat secara khusus agar organ di bawah
paha tidak mengalami penurunan suplai darah atau nekrosis. Tanda khas sindrom
kompartemen pada fraktur femur adalah perfusi yang tidak baik pada bagian
distal, seperti jari-jari kaki, tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya
keluhan nyeri pada tungkai, dan timbulnya bula yang banyak menyelimuti bagian
bawah fraktur femur.
 Feel. Kaji adanya nyeri tekan ( tenderness ) dan krepitasi pada daerah paha.
 Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan
menggerakan ekstremitas, kemudian perawat mencatat apakah ada keluhan nyeri

24 | F r a k t u r F e m u r
pada pergerakan. Pencatatan rentang gerak ini perlu dilakukan agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan
ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik nol ( posisi netral ), atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak
( mobilitas ) atau tidak. Gerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan adanya gangguan/keterbatasan gerak
tungkai, ketidakmampuan menggerakan kaki, dan penurunan kekuatan otot
ekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan.
 Pola aktivitas. Karena timbul rasa nyeri , gerak menjadi terbatas. Semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak bantuan dari
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan berisiko terjadinya fraktur.
 Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur merasakan nyeri dan geraknya
terbatas sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu,
dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Masalah keperawatan utama pada fraktur femur, baik fraktur terbuka maupun tertutup adalah
sebagai berikut.
1. Nyeri b/d pergerakan fragmen tulang, konfensasi saraf, cedera neuromuskular, trauma
jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
2. Hambatan mobilitas fisik b/d diskontinuitas jaringan tulang, nyeri sekunder akibat
pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan traksi.
3. Kerusakan integritas kulit b/d adanya luka post operasi.
4. Defisit keperawatan diri b/d kelemahan neuromuskular dan penurunan kekuatan paha.
5. Ansietas b/d krisis situasional, akan menjalani oprasi, status ekonomi, dan perubahan
fungsi peran.
6. Resiko tinggi trauma b/d kerusakan mobilitas fisik dan pemasangan traksi.
7. Risiko tinggi infeksi b/d adanya port de entree luka oprasi pada paha.

25 | F r a k t u r F e m u r
C. RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan disusun sesuai dengan tingkat toleransi individu, karena setiap
individu memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap tindakan keperawatan yang diberikan.

Dx 1 :
Nyeri akut yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, konfensasi saraf, cedera
neuromuskular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan perawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …..X…. diharapkan :
- Nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil :
- Ds : Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri.
- Do : Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-10 atau teratasi.
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji nyeri dengan skala 0-4 1. Nyeri merupakan respons subjektif
2. Atur posisi imobilisasi pada paha yang dapat dikaji dengan menggunakan
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi skala nyeri. Klien melaporkan nyeri
faktor pencetus biasanya di atas tingkat cedera.
4. Jelaskan dan bantu klien terkait 2. Imobilisasi yang adekuat dapat
dengan tindakan pereda nyeri mengurangi pergerakan fragmen tulang
nonfarmakologi dan noninvasif yang menjadi unsur utama penyebab
5. Ajarkan relaksasi : teknik-teknik nyeri pada daerah paha
mengurangi ketegangan otot rangka 3. Nyeri di pengaruhi oleh kecemasan,
yang dapat mengurangi itensitas nyeri. ketegangan, suhu, distensi kandung
Tingkatkan relaksasi masase. kemih, dan berbaring lama.
6. Ajarkan metode distraksi selama nyeri 4. Pendekatan dengan menggunakan
akut relaksasi dan nonfarmakologi lainnya

26 | F r a k t u r F e m u r
7. Berikan kesempatan waktu istirahat efektif dalam mengurangi nyeri
bila terasa nyeri dan berikan posisi 5. Teknik ini akan melancarkan peredaran
yang nyaman, misalnya waktu tidur, darah sehingga kebutuhan O2 pada
belakang tubuh klien dipasang bantal jaringan terpenuhi dan nyeri berkurang
kecil 6. Mengalihkan perhatian klien terhadap
8. Tingkatkan pengetahuan tentang nyeri ke hal-hal yang menyenangkan
sebab-sebab nyeri dan hubungan 7. Istirahat merelaksasi semua jaringan
dengan beberapa lama nyeri akan sehingga akan meningkatkan
berlangsung kenyamanan
9. Observasi tingkat nyeri dan respons 8. Pengetahua tentang sebab-sebab nyeri
motorik klien 30 menit setelah membantu mengurangi nyeri. Hal ini
pemberian obat analgesik untuk dapat membantu meningkatkan
mengkaji efektivitasnya dan 1-2 jam kepatuahan klien terhadap rencana
setelah tindakan perawatan selama 1-2 terapeutik
hari. 9. Dengan pengkajian yang optimal,
perawat akan mendapatkan data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat

Kolaborasi Kolaborasi
10. Pemberian analgesik 10. Analgesik memblok lintasan nyeri
11. Pemasangan traksi kulit atau traksi sehingga nyeri akan berkurang
tulang 11. Traksi yang efektif akan memberikan
12. Operasi untuk pemasangan fiksasi dampak pada penurunan pergeseran
internal fragmen tulang dan memberikan posisi
yang baik untuk penyatuan tulang
12. Fiksasi internal dapat membantu
imobilisasi fraktur femur sehingga
pergerakan fragmen berkurang.

27 | F r a k t u r F e m u r
Dx 2 :
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas jaringan tulang, nyeri
sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan pemasangan trasi
Tujuan perawatan : Setelah dilakukan tindakan selam ………X…….. diharapkan klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak mengalami kontraktur sendi,
kekuatan otot bertambah, dan klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji mobilitas yang ada dan 1. Mengetahui tingakat kemampuan klien
observasi adanya peningkatan dalam melakukan aktivitas
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi 2. Imobilisasi yang adekuat dapat
motorik mengurangi pergerakan fragmen tulang
2. Atur posisi imobilisasi pada paha yang menjadi unsur utama penyebab
3. Ajarkan klien melakukan latihan nyeri pada paha
gerak aktif pada ekstremitas yang 3. Gerakan aktif memberikan massa, tonus,
tidak sakit dan kekuatan otot, serta memperbaiki
4. Bantu klien melakukan latihan ROM fungsi jantung dan pernapasan
dan perawatan diri sesuai toleransi 4. Untuk mempertahankan fleksibilitas
sendi sesuai kemampuan

Kolaborasi Kolaborasi
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi 5. Kemampuan mobilisasi ekstermitas
untuk latihan fisik klien dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapi

28 | F r a k t u r F e m u r
Dx 3 :
Kerusakan integritas kulit b/d adanya luka post operasi.

Tujuan perawatan : Setelah dilakukan tindakan selam ………X…….. diharapkan kerusakan


integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Tidak ditemukannya adanya keloid.

Intervensi Rasional
 Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi  Area ini meningkat risikonya untuk
dan pruritus kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih
intensif.
 Gunakan krim kulit/ minyak sesuai yang  Untuk meliarkan kulit dan menurunkan gatal
direkomendasikan oleh dokter

 Diskusikan pentingnya perubahan posisi  Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit


yang sering, perlu untuk dengan mencegah tekanan lama pada
mempertahankan aktifitas jaringan hemoroid

Dx 4 :
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular dan penurunan
kekuatan paha
Tujuan perawatan: Setelah dilakukan tindakan selama …….X….. perawatan diri klien dapat

29 | F r a k t u r F e m u r
terpenuhi
Kreteria hasil:
- Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu
melakukan aktifitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan , dan
mengidintifikasi individu/masyarakat yang dapat membantu
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan dan tingkat 1. Membantu dalam mangantisipasi dan
penurunan dallam skala0-4 untuk merencanakan pertemuan untuk
melakukanaktifitas hidup sehari-hari kebutuhan individu

2. Hindari apa yang tidak dapat di 2. Hal ini dilakukan untuk mencegah
lakukan klien dan bantu bila perlu frustasi dan menjaga harga diri klien

3. Ajak klien untuk berpikir positif 3. Klien memerlukan empati. Perawat harus
terhadap kelemahan yang mampu mengetahui perawatan yang
dimilikinya. Barikan klien motivasi konsisten dalam menangani klien
dan izinkan klien melakukan tugas, intervensi trsebut dapat meningkatkan
dan berikan umpan balik positif atas harga diri, memandirikan klien, dan
usahanya menganjurkan klien untuk terus mencoba

4. Rencanakan tindakan untuk 4. Klien akan mudah mengambil peralatan


mengurangi pergerakan pada sisi yang di perlukan karena lebih dekat
paha yang sakit, seperti tempatkan dengan lengan yang sehat
makanan dan peralatan dekat dengan
pasien

5. Identifikasi kebiasaan BAB. 5. Meningkatkan latihan dapat membantu


Anjurkan minum dan meningkatkan mencegah konstipasi
latihan

30 | F r a k t u r F e m u r
Dx 5 :
Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, akan menjalani oprasi, status ekonomi,
dan perubahan fungsi peran
Tujuan perawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …….X…… ansietas hilang
atau berkurang
Kreteria hasil:
- Klien mengenal perasaannya,dapat menidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhi dan menyatakan ansietas berkurang/hilang

Intervensi Rasional
1. Kaji tanda verbal dan non verbal 1. Reaksi verbal/nonverbal dapat
ansietas, dampingi klien dan lakukan menunjukkan rasa agitasi, marah, dan
tindakan bila klien menunjukkan gelisah
perilaku merusak

2. Hindari konfrontasi 2. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa


marah menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan

3. Mulai lakukan tindakan untuk 3. Mengurangi rangsangan eksternal tidak


mengurangi ansietas beri lingkungan perlu
yang tenang dan suasana penuh
istirahat.
4. Tingkatkan kontrol sensasi klien 4. Kontrol sensasi klien (dalam mengurangi
ketakutan) dengan memberikan
informasi tentang keadaan klien,
menekankan penghargaan terhadap
sumber-sumber koping (pertahanan diri)
yang positif membantu latihan relaksasi
dan teknik-teknik pengalihan, serta
31 | F r a k t u r F e m u r
memberikan umpan balik yang positif

5. Orientasi tahap-tahap prosedur oprasi


5. Orientasikan klien terhadap tahap- dapat mengurangi ansietas
tahap prosedur oprasi dan aktivitas
yang di harapkan
6. Dapat menghilangkan ketegangan
6. Beri kesempatan klien untuk terhadap kekhawatiran yang tidak di
mengungkapkan ansietasnya ekspresikan

7. Memberi waktu untuk mengekspresikan


7. Berikan privasi pada klien dan orang perasaan , menghilangkan ansietas dan
terdekatnya perilaku adaptasi adanya keluarga dan
teman-teman yang di pilih klien untuk
melakukan aktivitas dengan pengalihan
perhatian (mis; membaca) akan
mengurangi perasaan terisolasi

Dx 6 :
Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik dan pemasangan
traksi
Tujuan perawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam ……..X……. resiko tidak
terjadi
Kreteria hasil:
- Klien mampu berpartisipasi dalam pencegahan trauma. Traksi dapat efektif di
laksanakan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pertahankan imobilisasi pada daerah 1. Meminimalkan rangsang nyeri akibat
paha gesekan antara fragmen tulang dengan

32 | F r a k t u r F e m u r
jaringan lunak di sekitarnya

2. Bila terpasang bebat, sokong fraktur 2. Mencegah perubahan posisi dengan tetap
dengan bantal atau gulungan selimut mempertahankan kenyamanan dan
untuk mempertahankan posisi yang keamanan
netral

3. Pantau keadaan traksi 3. Kontraindikasi harus di pertahankan agar


traksi tetap efektif. Umunya berat badan
klieen dan pengaturan posisi tempat tidur
mampu memberikan kontraksi

4. Kesinambungan traksi 4. Traksi harus berkesinambungan agar


reduksi dan imobilisasi fraktur efektif

5. Tali traksi tulang 5. Traksi skelet tidak boleh terputus karena


akan memudahkan trauma pada tulang

6. Posisi anatomis paha klien 6. Pemberat tidak boleh di ambil, kecuali


bila dimaksudkan intermiten. Setiap
faktor yang dapat mengurangi tarikan
atau mengubah garis resultan tarikan
harus di hilangkan. Pemberat harus
tergantung bebas dan tidak boleh terletak
pada tempat tidur. Tubuh klien harus
dalam keadaan sejajar dengan pusat
tempat tidur ketika traksi di pasang

7. Tali tidak boleh macet 7. Simpul pada tali atau katrol tidak boleh

33 | F r a k t u r F e m u r
menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.

Kolaborasi Kolaborasi

8. Kolaborasi pemberian obat anti 8. Antibiotik bersifat


biotik bakterisida/bakteriostatik untuk
membunuh/menghambat perkembangan
kuman

9. Evaluasi tanda dan gejala perluasan 9. Menilai perkembangan masalah klien


cedera jaringan (peradangan
lokal/sistemik, seperti peningkatan
nyeri edema, demam

Dx 7 :
Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan adanya port de entree luka oprasi pada paha
Tujuan perawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X….. infeksi tidak
terjadi selama perawatan
Kriteria hasil :
- Klien mengenal faktor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan/mengurangi faktor
resiko infeksi dan menunjukkan/mendemonstrasikan teknik-teknik untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji dan pantau luka oprasi setiap 1. Mendeteksi secara dini gejala-gejala
oprasi inflamasi yang mungkin timbul sekunder
akibat adanya luka pasca oprasi

2. Lakukan perawatan luka secara steril 2. Teknik perawatan luka secara steril dapat
mengurangi kotaminasi kuman

34 | F r a k t u r F e m u r
3. Pantau dan batasi kunjungan 3. Mengurangi resiko kontak infeksi dari
orang lain

4. Bantu perawatan diri dan 4. Menunjukkan kemampuaan secara


keterbatasan aktivitas sesuai umum, kekuatan otot, dan merangsang
toleransi.bantu program latihan pengembalian sistem imun

Kolaborasi
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi 5. Satu atau beberapa agens diberikan yang
bergantung pada sifat patogen dan
infeksi yang terjadi

Dx 8 :
Risiko tinggi disfungsi neuromuskuler perifer berhubungan dengan cedera vaskuler

Tujuan perawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam diharapkan
Risiko tinggi disfungsi neuromuskuler perifer baik
Kriteria hasil :
a. Akral hangat,
b. Tidak pucat dan syanosis,
c. Bisa bergerak secara aktif
d. CRT < 2 dtk

Intervensi Rasional
1. Dorong klien untuk secara rutin 1. Meningkatkan sirkulasi darah
melakukan latihan menggerakkan dan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera. 2. Mencegah stasis vena dan
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat sebagai petunjuk perlunya penyesuaian
tekanan bebat/spalk yang terlalu keketatan bebat/spalk.

35 | F r a k t u r F e m u r
ketat. 3. Meningkatkan drainase vena
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas dan menurunkan edema kecuali pada
yang cedera kecuali ada adanya keadaan hambatan aliran arteri
kontraindikasi adanya sindroma yang menyebabkan penurunan perfusi.
kompartemen. 4. Mungkin diberikan sebagai
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) upaya profilaktik untuk menurunkan
bila diperlukan. trombus vena.Mengevaluasi
Pantau kualitas nadi perifer, aliran perkembangan masalah klien dan
kapiler, warna kulit dan kehangatan perlunya intervensi
kulit distal cedera, bandingkan
dengan sisi yang normal.

D. IMPLEMENTASI

Implementasi disesuaikan dengan intervensi

E. EVALUASI

Hasil yang diharapakan terjadi setelah mendapat intervensi keperawatan pada pasien
fraktur femur, meliputi hal-hal berikut :
1. Nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
2. Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
3. Perawatan diri klien dapat terpenuhi.
4. Ansietas hilang atau berkurang.
5. Resiko trauma tidak terjadi.
6. Resiko infeksi tidak terjadi.

36 | F r a k t u r F e m u r
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer,dkk.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3 jilid 1. Jakarta: Penerbit Media
Esculapius FKUI..

37 | F r a k t u r F e m u r
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kindersley, Dorling. 2005. Pertolongan Pertama Untuk Anak. Jakarta : Gramedia.

Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, Jakarta.: ed.3.EGC,

Muttaqin,Arif. 2011.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

38 | F r a k t u r F e m u r

You might also like