Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.

uk
Provided by Ibrahimy Online Journals (IAI Ibrahimy - Institut Agama Islam)

DOI: 10.35316/istidlal.v3i2.159 Istidlal Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019

Efektivitas Pengelolaan Zakat Melalui Dana Alokasi Khusus dalam APBN

A. Muhyiddin Khotib
muhyiddin.mu67@gmail.com
Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo

Abstract: Many thinkers and Muslim scholars who continuously strive to make
zakat as the main alternative in overcoming social inequality in the economic
field. This effort starts from the reformulation of thought to its application
stage. Prof. Dr. Yusuf al-Qardhawi (born 1926) who has gassed the concept of
zakat through his two books Fiqh al-Zakat and Musykilatu al-Faqri wa kaifa
‘alajaha al-Islam. His two works are concrete proof that zakat has a strategic
position in overcoming poverty. In my opinion, one of the problems which has
not completed at the concept level is that the position of zakat is equated with
prayer, fasting, and pilgrimage as fiqh of worship. This results in positioning
zakat on privacy matters so that the state feels limited in intervening in the
management of zakat because it feels uneasy and there is fear of criticism of
people who do not want the state to take care of one's privacy when practicing
their worship. The reasons that motivated the writer to study zakat in a
dissertation entitled "Reconstruction of Zakat on Prayer to Mu'amalah in the
perspective of Maqashid al-Shari'ah. The conclusion is that zakat is mu'amalah
jurisprudence which has the dimension of worship and it doesn’t have a social
dimension.
Keywords: zakat management, special allocation funds, APBN

Abstrak: Banyak pemikir dan cendekiawan Muslim yang terus berupaya


menjadikan zakat sebagai alternatif utama dalam mengatasi kesenjangan sosial
di bidang ekonomi. Upaya ini dimulai dari reformulasi pemikiran hingga tahap
penerapannya. Yusuf al-Qardhawi (lahir 1926) yang telah menggerogoti konsep
zakat melalui dua bukunya Fiqh al-Zakat dan Musykilatu al-Faqri wa kaifa
‘alajaha al-Islam. Kedua karyanya adalah bukti nyata bahwa zakat memiliki
posisi strategis dalam mengatasi kemiskinan. Menurut saya, salah satu masalah
yang belum selesai di tingkat konsep adalah bahwa posisi zakat disamakan
dengan doa, puasa, dan ziarah sebagai fiqh ibadah. Hal ini menghasilkan
penempatan zakat pada masalah privasi sehingga negara merasa terbatas
dalam campur tangan dalam pengelolaan zakat karena merasa tidak nyaman
dan ada ketakutan akan kritik terhadap orang-orang yang tidak ingin negara
menjaga privasi seseorang ketika menjalankan ibadah mereka. Alasan yang
memotivasi penulis untuk mempelajari zakat dalam disertasi berjudul
"Rekonstruksi Zakat tentang Sholat kepada Mu'amalah dalam perspektif
Maqashid al-Shari'ah. Kesimpulannya adalah bahwa zakat adalah
jurisprudensi mu'amalah yang memiliki dimensi ibadah dan tidak memiliki
dimensi sosial.
Kata kunci: pengelolaan zakat, dana alokasi khusus, APBN

165
Khotib – Efektivitas Pengelolaan Zakat Melalui Dana Alokasi Khusus Dalam APBN

………………………….………………………………………………………………………………...

Pendahuluan sangat mudah goyah dan akan menjadi


pemicu terhadap isu politik yang akan
Diyakini bahwa perintah memungut melahirkan ketidakstabilan dan kekacauan
harta orang-orang kaya (tu’khadzu min (mafsadah-fawdhă). Keadilan di bidang
aghniyăihim waturoddu ilă fuqarăihim) ekonomi ini merupakan kata kunci terhadap
ditujukan kepada nabi Muhammad Saw. lestari atau tidaknya suatu negara tersebut,
sebagai kepala negara (QS. Al-Dzariyat: 19). tidak terkecuali negara non-muslim
Kemudian setelah beliau wafat, tugas itu sekalipun. Ibnu Taimiyyah berkata:
diteruskan oleh khulafǎ’ al-rǎsyidĭn, bahkan
khalifah Abu Bakar al-Șiddĭq bersama para ‫ ﻭﻻ ﻳﻘﻴﻢ‬،‫ﺇﻥ ﷲ ﻳﻘﻴﻢ ﺍﻟﺪﻭﻟﺔ ﺍﻟﻌﺎﺩﻟﺔ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻛﺎﻓﺮﺓ‬
sahabat di awal pemerintahannya pernah ‫ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﺗﺪﻭﻡ ﻣﻊ‬:‫ ﻭﻳﻘﺎﻝ‬.‫ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﺔ ﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﻣﺴﻠﻤﺔ‬
memerangi para pembangkang yang enggan ‫ﺍﻟﻌﺪﻝ ﻭﺍﻟﻜﻔﺮ ﻭﻻ ﺗﺪﻭﻡ ﻣﻊ ﺍﻟﻈﻠﻢ ﻭﺍﻹﺳﻼﻡ‬
membayar zakat (Al-Baghdady, 1994: Juz
XVI: 114) dan kemudian dilanjutkan oleh “Allah SWT akan menegakkan negara
para kepala negara berikutnya. Atas dasar yang adil sekalipun kafir dan tidak
inilah secara formal zakat menjadi salah satu menegakkan negara yang zalim
sumber/pendapatan keuangan negara. Oleh sekalipun Islam dan juga dikatakan
karena itu, zakat tidak hanya masuk pada dunia akan eksis dengan tegaknya
ranah fikih muamalah dalam konteks keadilan dan kekafiran dan dunia
ekonomi akan tetapi sudah masuk pada akan hancur dengan merebahnya
ranah kebijakan publik yang menjadi tugas kezaliman dan Islam sekalipun
dan wewenang pemerintah. Sehingga (Taymiyah, t.t.: 94).”
seorang imam atau kepala negara memiliki
hak dan wewenang untuk menetapkan jenis Oleh karena itu meminimalisir
harta apa saja yang wajib dizakati dan kesenjangan sosial harus menjadi prioritas
besaran prosentasenya yang harus dalam pembangunan suatu negara. Dalam
dibayarkan. rangka pencapaian sesuatu yang niscaya ini,
Dari aspek maqǎşid al-shari’ah zakat maka setiap pemberian sanksi hukum,
memiliki aspek tahqĭqu al-‘adălah al- dalam setiap kasus seperti pembayaran
ijtimǎ’iyyah fi al-iqtiȿăd baina al-năs sanksi kaffarăt yang bersifat mãliyah
(menciptakan keadilan sosial ekonomi di (mengeluarkan harta benda) senantiasa
antara umat manusia). Hal ini tidak akan dikaitkan dengan pemerdekaan budak,
bisa tercapai secara sempurna tanpa adanya memberi santunan kepada fakir miskin dan
campur tangan pemerintah (Al-Qardhawi, orang-orang lemah yang bertujuan
1985: 106). Keadilan ini dapat dicapai meminimalisir terjadinya kesenjangan sosial
apabila kesenjangan sosial di bidang tersebut.
ekonomi bisa diatasi dengan baik. Allah Swt. Yusuf Al-Qardhawi menulis zakat
sebagai pencipta manusia yang tidak pernah dalam bentuk risalah tersendiri. Menurut
puas dalam pencapaian pendapatannya di pengamatan penulis, beliau menulis seperti
bidang ekonomi (Kementerian Agama RI, itu agar lebih fokus pada persoalan zakat.
2012: 287) sangat paham bahwa kesenjangan Sementara penulisan fikih secara lebih
sosial merupakan sumber masalah yang komplit di beberapa kutub al-turãth jarang
sangat sensitif dalam kehidupan sekali didapatkan penulisan zakat dalam
masyarakat. Sistem apapun yang dianut oleh rumpun mu’ămalah. Penulisan ini telah
suatu negara akan tetapi kesenjangan memberi asumsi bahwa zakat disejajarkan
ekonominya sangat tajam maka negara itu dengan salat, puasa dan haji yang ada pada

166
DOI: 10.35316/istidlal.v3i2.159 Istidlal Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019

ruang privasi. Dari pengamatan penulis, Al- (rahmatan lil al-‘ãlamîn). Setelah melihat
Qardhawi menulis zakat diposisikan pada sumber-sumber ekonomi potensial umat di
bagian dari sumber kekayaan negara, yang waktu itu, maka Rasulullah Saw. melalui
memiliki makna bahwa zakat tidak berdiri ijtihadnya menentukan beberapa harta wajib
sendiri sebagai ibadah, akan tetapi memiliki zakat dan sekaligus batasan niȿab
dimensi sosial politik yang terkait dengan minimalnya (miqdarnya). Misalnya dalam
penguatan eksistensi negara sebagai media zakat pertanian beliau bersabda Laisa fĭ mă
untuk memperkuat dan menjaga agama dûna khamsati ausuqin șadaqah, harta yang
(hirăsatu al-dĭn). tidak mencapai 5 ausuq (7,5 kw) tidak wajib
Kemudian apabila dilihat dari aspek zakat.
historisnya zakat baru diwajibkan pada Jika dibandingkan dengan
tahun kedua hijrah (663 M) sebelum pemerintahan saat ini posisi hadis-hadis
diwajibkannya puasa (Al-Hajawy, t.t.: juz II, zakat tersebut mirip dengan keputusan
210) atau empat belas tahun setelah Nabi presiden yang secara teknis menjelaskan
Muhammad Ibnu Abdillah diangkat sebagai petunjuk pelaksanaan ajaran zakat. Akan
Rasulullah Saw.,dan pada saat beliau sudah tetapi, posisi hadis di sini tidak berarti
ada di Madinah dan memiliki kedaulatan membatasi keumumam arti Al-Qur’an yang
sendiri dalam membangun masyarakat. tidak merinci, harta apa saja yang menjadi
Secara redaksional, dalam Al-Qur’an objek zakat seperti yang dipahami selama
perintah zakat selalu disandingkan dengan ini. Al-Qur’an secara lebih rinci hanya
perintah melaksanakan salat, Ibnu Abidin menentukan siapa saja yang menerima
dari mazhab Hanafiyah mencatat bahwa zakat. Penjelasan hadis tentang harta wajib
terdapat 82 kali dalam Al-Qur’an salat selalu zakat lebih bersifat pada al-bayăn al-hǎly al-
disandingkan dengan zakat (Abidin, 2003). wăqi’ĭ (menjelaskan Al-Qur’ân sesuai realita
Akan tetapi tahun dan tempat kondisi lokal) atau yang sesuai dengan
diwajibkannya kedua ajaran ini berbeda, kondisi ekonomi umat waktu itu, bukan
salat diwajibkan tahun ke 11 dari kenabian membatasi bahwa harta wajib zakat hanya
di periode Mekkah sementara zakat baru pada apa yang ada dalam hadis. Demikian
diwajibkan dua tahun kemudian di periode juga soal ketetapan miqdar-nya lebih
Madinah. Pilihan waktu ini tentu tidak disesuaikan dengan kondisi di waktu itu.
terlepas dari kondisi sebagian umat Islam Hal ini akan berkembang dan lebih dinamis
yang waktu itu secara ekonomi sudah kuat apabila zakat diposisikan sebagai fiqh
sementara di antara mereka juga masih mu’ămalah.
banyak yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
Perbedaan tempat dan waktu ini Zakat Sebagai Sumber Pendapatan Negara
memberi makna bahwa zakat hadir sebagai
pilar kekuatan negara dari segi finansial dan Secara politis Rasulullah Saw. dengan
ekonomi. Keberadaannya tidak lepas dari para sahabatnya dan penduduk Madinah
posisi Nabi Muhammad Saw. sebagai kepala sudah memiliki kedaulatan politik yang
negara. Pengorganisasian zakat dalam suatu belum pernah ada ketika periode Mekkah.
negara adalah sebagai suatu keniscayaan Berangkat dari sinilah bisa dikatakan bahwa
untuk menunjang keberhasilan dakwah kewajiban zakat sebagai konsekuensi dari
Islam terutama dalam memberi pengayoman terbentuknya suatu negara, di mana ajaran
kepada kaum lemah. Pengayoman di sini Islam tidak akan sempurna dan tidak bisa
merupakan bagian dari bentuk kasih sayang dilaksanakan tanpa kehadiran suatu negara.
yang menjadi predikat Rasulullah Saw. Di saat yang sama zakat masuk sebagai

167
Khotib – Efektivitas Pengelolaan Zakat Melalui Dana Alokasi Khusus Dalam APBN

bagian utama dari mașãdir amwãli al-dawlah didistribusikan kepada beberapa orang yang
(sumber pendapatan negara) (Al-Mubarak, berhak menerimannya (Al-Mubărak, t.t.:
1985: 141). Hal ini dapat dilihat dari posisi 141-142). Secara praktis, negara memiliki
Rasulullah Saw. sebagai kepala negara yang tanggung jawab untuk ikut serta dalam
secara politis dituntut menciptakan dan mengelola segala bentuk transaksi dalam
membuat kebijakan ekonomi yang kuat dan harta zakat yang tujuan utamanya adalah
berpihak pada yang lemah. Hal ini tidak untuk menciptakan kesejahteraan sosial (Al-
jauh berbeda dengan penarikan upeti dalam Qardlăwi, 1985: 80-82). Dengan demikian,
negara feodal (kerajaan) dan mirip dengan maka zakat masuk dalam kategori al-takăful
pajak dalam negara modern. Jika negara al-ijtimă‘ĭ (solidaritas sosial) yang di
feodal menjadikan upeti sebagai dalamnya pasti terjadi proses dengan cara
persembahan pada raja dan dalam negara mu‘ămalah antara muzakkĭ, ‘ămil, dan
modern pajak banyak dikuasai oleh mustahiqq.
kelompok pengusaha, maka dalam Islam
secara tegas zakat diperuntukkan kaum
dhu’afă’. Zakat Harus dipertanggungjawabkan
Terkait dengan zakat sebagai sumber Kepada Publik
keuangan pendapatan negara, para ahli fikih
telah membagi sumber baitu al-măl Perintah memungut zakat
(keuangan negara) kepada empat bagian, dialamatkan kepada Rasulullah Saw.
pertama: baitu al-măl al-ganăim yaitu khusus Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-
pendapatan dari peperangan kemudian Taubah [9] ayat 103:
dianggarkan (tașarruf) untuk memperkuat
daerah perbatasan dan orang-orang fakir َ ‫ﻄ ِ ّﻬ ُﺮ ُﻫ ْﻢ َﻭﺗُﺰَ ِ ّﻛﻴ ِﻬ ْﻢ ِﺑ َﻬﺎ َﻭ‬
‫ﺻ ِّﻞ‬ َ ‫ُﺧ ْﺬ ﻣِ ْﻦ ﺃَ ْﻣ َﻮﺍﻟ ِِﻬ ْﻢ‬
َ ُ ‫ﺻﺪَ َﻗﺔً ﺗ‬
dari kalangan kaum muslimin. Kedua, ‫>ُ َﺳﻤِ ﻴ ٌﻊ َﻋﻠِﻴ ٌﻢ‬ ‫ﺻ َﻼﺗَﻚَ َﺳ َﻜ ٌﻦ َﻟ ُﻬ ْﻢ َﻭ ﱠ‬ َ ‫َﻋ َﻠﻴ ِْﻬ ْﻢ ﺇِ ﱠﻥ‬
sumber pendapatan dari jizyah, fai’, kharăj
dan di-tașarruf-kan untuk penguatan “Ambillah zakat dari harta mereka
perbatasan negara dan orang-orang fakir guna membersihkan dan mensucikan
dari kalangan non-muslim. Ketiga, baitu măl mereka, dan berdoalah untuk mereka.
al-zakăt disalurkam sesuai mașarif al-zakat Sesungguhnya doamu itu
yang delapan. Dan keempat, baitu al-măl al- (menumbuhkan) ketenteraman jiwa
khăș dan harta-harta yang tidak bertuan, di- bagi mereka. Allah Maha Mendengar,
tașarruf-kan untuk kebutuhan para fakir Maha Mengetahui (Sanusi & Syaikhu,
miskin sebagai penopang saat tidak 2014: 203).”
cukupnya harta zakat (Majallah Majma’ Al-
Buhuth Al-Islamy, 2010). Di sisi lain, mereka yang diwajibkan
Antara kewajiban zakat dan bayar zakat adalah orang-orang yang telah
terbentuknya negara Madinah memiliki memiliki kekayaan seperti tergambar dalam
hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan. hadis berikut.
Negara sebagai suatu institusi memiliki ‫ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺍﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭﺗﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ‬
fungsi menciptakan keadilan di bidang
ekonomi, khususnya kepada seluruh warga “Zakat dipungut dari kalangan
negaranya (Al-Mubărak, t.t.: 136-140). mereka yang kaya dan diserahkan
Sebagai konsekuensi dari inilah maka zakat kepada mereka yang fakir-miskin.”
dicanangkan sebagai salah satu sumber
pendapatan negara yang diwajibkan kepada Kemudian, untuk soal tașarruf -nya,
orang-orang yang memiliki kekayaan dalam zakat didistribusikan kepada beberapa
batas tertentu dan oleh negara orang yang telah dijelaskan dalam QS. Al-

168
DOI: 10.35316/istidlal.v3i2.159 Istidlal Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019

Taubah [9] ayat 60. Penyaluran zakat ini Indonesia sebagai negara dengan
harus dilaksanakan dengan cara yang penduduk mayoritas muslim, masih
transparan dan akuntabel. Para ulama memiliki sumber pendapatan negara yang
mengatakan bahwa pembayaran zakat yang selama ini terabaikan. Sumber pendapatan
notabene sebagai kewajiban dianjurkan untuk tersebut adalah zakat. Zakat dipungut dari
ditampakkan, berbeda dengan sedekah orang kaya (mampu menunaikan zakat) dan
sunah (Al-Mahallĭ & Al-Suyutĭ, t.t.: 60). selanjutnya didistribusikan kepada orang
Sebagaimana tergambar dalam firman Allah miskin (dhu’afă’). Seperti halnya pajak, zakat
Swt. di QS. Al-Baqarah [2] ayat 271. juga diperoleh dari iuran masyarakat.
Namun, antara pajak dan zakat terdapat
‫ِﻲ َﻭﺇِ ْﻥ ﺗ ُ ْﺨﻔُﻮﻫَﺎ َﻭﺗُﺆْ ﺗُﻮﻫَﺎ‬ َ ‫ﺕ َﻓﻨِﻌِ ﱠﻤﺎ ﻫ‬ ‫ﺇِ ْﻥ ﺗ ُ ْﺒﺪُﻭﺍ ﺍﻟ ﱠ‬
ِ ‫ﺼﺪَ َﻗﺎ‬ perbedaan yang signifikan. Sampai detik ini
ُ> َ ‫ْﺍﻟﻔُ َﻘ َﺮﺍ َء َﻓ ُﻬ َﻮ َﺧﻴ ٌْﺮ َﻟ ُﻜ ْﻢ َﻭﻳُ َﻜﻔّ ُِﺮ َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻣِ ْﻦ‬
‫ﺳ ِّﻴﺌَﺎ ِﺗ ُﻜ ْﻢ َﻭ ﱠ‬ ada penilaian bahwa zakat memiliki nilai
ٌ ‫ِﺑ َﻤﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥَ ﺧَ ِﺒ‬
‫ﻴﺮ‬ ibadah dan pajak bersifat duniawi, zakat
lebih difahami sebagai kewajiban beragam
“Jika kamu menampakkan sedekah- dan pajak difahami sebagai kewajiban
sedekahmu, maka itu baik. Dan jika bernegara. Teori ini sebenarnya hanya
kamu menyembunyikannya dan bertumpu pada tataran verbal dan tidak
memberikannya kepada orang-orang menyentuh substansial. Jika dilihat dari
fakir, maka itu lebih baik bagimu dan bagaimana proses zakat diwajibkan,
Allah akan menghapus sebagian sebenarnya zakat merupakan kewajiban
kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah warga negara dan dikelola oleh pemerintah.
Maha Teliti terhadap apa yang kamu Diwajibannya zakat oleh Tuhan memiliki arti
kerjakan (Sanusi & Syaikhu, 2014: bahwa Islam memiliki dimensi sosial yang
46).” tinggi bukan hanya sebatas pada keyakinan
pada Tuhan semata.
Dalam konteks saat ini, semua Zakat dapat dipandang dari dua sisi
kekayaan yang dipungut dari masyarakat yang berbeda. Pertama, zakat dipandang
oleh negara harus dipertanggungjawabkan sebagai amal ibadah yang tidak dapat
kepada publik melalui instansi yang telah diabaikan oleh setiap orang Islam. Bahkan,
ditentukan, seperti BPK (Badan Pemeriksa zakat merupakan salah satu dari pilar Islam.
Keuangan) dan akuntan publik. Terkait Dengan demikian, seorang muslim yang
dengan zakat, dalam Undang-Undang Zakat melalaikannya dianggap tidak sempurna
Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 29 dijelaskan keimanannya. Kekuatan perintah zakat
bahwa zakat harus dilaporkan secara berkala adalah sama kuatnya dengan perintah salat,
kepada pemerintah. UU Zakat harus puasa, dan haji. Dengan demikian,
dilaksanakan secara konsekuen dan maraknya umat Islam dalam berzakat
bertanggungjawab. Terhadap Undang- seharusnya sama dengan maraknya umat
Undang apapun yang diterbitkan oleh Islam menunaikan ibadah salat dan haji.
negara wajib dilaksanakan apabila di Akan tetapi secara substansi, zakat berbeda
dalamnya mengandung kemaslahatan dengan tiga kewajiban yang bersifat private
umum (Al-Nawawi, t.t.: 112). tersebut. Zakat lebih bersifat kewajiban
ibadah sosial yang harus diintervensi oleh
negara, tanpa keterlibatan negara zakat
Mengelola Zakat Dalam APBN tidak akan bisa dilaksanakan secara
sempurna. Oleh karena itu penulis melihat
Membangun Paradigma bahwa zakat bukan kewajiban ber-Islam
dalam konteks ke-Tuhan-an saja, akan tetapi

169
Khotib – Efektivitas Pengelolaan Zakat Melalui Dana Alokasi Khusus Dalam APBN

lebih menonjol ber-Islam dalam konteks al-islăm. Bertolak dari inilah maka sangat
sosial. Di sinilah pintu masuk pemerintah logis jika zakat dipisah dari ibadah yang
untuk mengelola zakat secara penuh. direpresentasikan oleh salat, kemudian
Pemakaian term ‘Rukun Islam’ yang secara substansi diposisikan pada ranah
menempatkan zakat pada urutan ketiga mu’ămalah.
setelah shahădatain dan salat sebenarnya Zakat bukanlah kewajiban yang
tidak sesuai dengan definisi rukun itu bersifat privat atau personalitas seorang
sendiri. Bahwa antara keimanan dan manusia kepada Tuhannya, namun zakat
keislaman terdapat perbedaan yang sangat bersifat publik dan harus
prinsipil sehingga sangat tepat apabila di dipertanggungjawabkan kepada publik.
dalam iman ada rukunnya. Iman adalah Bahkan, zakat yang merupakan kewajiban
pekerjaan hati yang harus menjadi harus ditampakkan pelaksanaannya sehinga
keyakinan yang sejajar dan searah. Orang tidak sama seperti sedekah sunah yang
yang beriman kepada Allah Swt. namun mana lebih utama disembunyikan. Inilah
menafikan pada yang lain; beriman kepada tafsir dari QS. Al-Baqarah [2] ayat 271.
Allah dan rasul-Nya tetapi tidak beriman Karena itu,‘ ămil yang diangkat secara sah
kepada yang lainnya, maka dipastikan oleh pemerintah sangat urgen posisinya
imannya gugur dan yang bersangkutan dalam pemungutan dan pendistribusian
tidak bisa disebut mukmin. Sama halnya zakat. Amil memiliki peran yang sangat
dengan rukun salat di mana satu saja dari penting agar di masyarakat tidak ada pungli
beberapa rukunnya gugur maka salatnya dan penipuan yang sangat rawan dalam
tidak sah sekalipun yang dilaksanakan aktifitas publik yang terkait dengan
secara sempurna. Dalam bahasa yang finansial. Kekayaan zakat harus
berbeda dikatakan bahwa iman kepada dipertanggungjawabkan kepada publik,
Allah adalah juz’un min al-ĭmăn, iman apalagi zakat dipandang sebagai bagian dari
kepada Rasulullah Saw. adalah juz’un min al- sumber pendapatan resmi negara. Negara
ĭmăn, percaya kepada kitab-kitab Allah dapat menghimpun harta zakat secara
adalah juz’un min al-ĭmăn, dan seterusnya. paksa, bahkan para pembangkang zakat
Hal ini sesuai dengan definisi rukun yaitu; boleh diperangi.
mă yatawaqqafu ‘alaihi sihhatu al-shai’ wa huwa
juz’un minhu. Berbeda keadannya dengan
term ‘Rukun Islam’ yang semuanya bersifat Kehadiran Regulasi
praktis dan tidak ada saling ketergantungan
antara satu dengan lainnya. Orang yang Penulis melihat bahwa Lahirnya
tidak salat karena nakal bukan karena tidak Undang-Undang Republik Indonesia
meyakini terhadap kewajibannya masih Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
tetap dikatakan muslim, demikian pula Zakat belum sepenuhnya memenuhi
orang yang tidak puasa dan haji tidak harapan yang sebenarnya. Ada beberapa
sampai menggugurkan keislamannya. Oleh kelemahan yang belum memenui tuntutan
karena itu, apabila dikembalikan kepada ideal, diantaranya:
definisi rukun itu sendiri, maka sejatinya a. Pengelolaan Zakat masih ditangani oleh
tidak ada Rukun Islam. Justru bilamana Kementrian Agama. Hal ini mungkin
dikembalikan kepada redaksi hadisnya yang karena dilihat zakat sebagai kewajiban
menyatakan bahwa Islam dibangun atas beragama semata bukan dilihat sebagai
lima dasar (buniya al-islăm ‘ală khamsin). kewajiban warga negara. Padahal
Zakat adalah satu di antara dasar-dasar apabila dilihat secara cermat zakat
bangunan Islam (al-zakătu mabniyyun min diwajibkan setelah berdirinya negara
mabăni al-islăm), bukan ruknun min al-arkăni Madinah yang penduduknya tidak

170
DOI: 10.35316/istidlal.v3i2.159 Istidlal Volume 3, Nomor 2, Oktober 2019

hanya orang Islam, zakat diwajibkan Anggaran Pendapatan dan Belanja


sebagai bagian dari sumber pendapatan Negara (APBN) untuk pusat adalah rencana
negara dan dikelola oleh negara. Oleh keuangan tahunan pemerintahan negara
karena itu zakat mestinya dikelolah oleh Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Kementrian Keuaangan, dan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
distribusinya dilaksnakan oleh sistematis dan terperinci yang memuat
kementrian yang membidangi sosial rencana penerimaan dan pengeluaran
dan yang memiliki data para mustahik negara selama satu tahun anggaran (1
zakat. Januari - 31 Desember). Pendapatan APBN
b. Menetapakan lembaga BAZNAS selama ini terdiri dari:
sebagai lembaga pengelola zakat, baik a. Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh)
pengelolaan pendapatannya maupun Migas dan Non-migas (pasal 21, 22, 23,
belanjanya. Penetapan lembaga 25,29, dan 26).
BAZNAS ini memberi kesan seakan- b. Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai
akan zakat bukan pendapatan keuangan (PPN);
negara. BAZNAS seharusnya menjadi c. Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan
bagian dari kementrian keuangan untuk (PBB); dan.
pusat dan bagian dari dinas pendapatan d. Pendapatan Cukai atas tembakau dan
daerah untuk di provinsi dan alkohol.
kabupaten. Dalam penyalurannya Dana zakat masuk pada jenis pajak
BAZNAS harus menjadi kepanjangan pertambahan nilai, dan atau bisa dibuat
tangan dari Kementrian Sosial sebagai pendapatan mandiri. Kemandiriannya
pengelola data kaum dhu’afă’ untuk di memiliki arti pengelolaannya bersifat
pusat dan kepanjangan dari Dinas khusus dan hanya didistribusikan untuk
Kesejahteraan Sosial jika di provinsi pemberdayaan masyarakat dengan taraf
atau kabupaten. ekonomi lemah, baik secara konsumtif
c. Belum adanya sanksi yang tegas dari maupun produktif. Pertanggungjawabannya
negara bagi para mangkir zakat. Tidak juga dilaksanakan secara khusus.
pernah terjadi dalam sejarah Akan tetapi sampai saat ini dari
pemerintahan Islam adanya perang beberapa komunitas masih merasa
terhadap masyarakat muslim yang tidak keberatan untuk memasukkan dana zakat
salat, tidak puasa dan tidak haji. Yang pada APBN dengan berbagai alasan. Dari
ada ialah memerangi para kalangan para ulama mungkin keberatan
pembangkang yang tidak mau karena melihat zakat sebagai ibadah dan
membayar zakat sebagaimana bahkan merupakan salah satu rukun Islam.
dilaksnakan oleh Khalifah Abu Bakar al- Keberatan ini sebenarnya kurang berdasar
Shiddiq. Oleh karena itu agar zakat lebih karena pada hakikatnya zakat adalah
efektif, negara harus hadir dengan tegas merupakan bagian dari fikih muamalah
memberikan sanksi terhadap para yang memiliki dimensi ibadah, hal ini bisa
pembangkang yang enggan membayar dilihat dari sudut pandang filosofis,
zakat. Hal ini bisa terjadi apabila zakat sosiologis, historis dan yuridis (Khotib, 2019:
lebih difahami pada ranah sosial bukan 288-299).
ranah agama. Dengan memposisikan zakat pada
muamalah maka zakat sejajar dengan
Menggagas Zakat Masuk APBN beberapa fikih muamalah lainnya seperti
jual beli, gadai, perbankan, obligasi, asuransi
dan yang lainnya.

171
Khotib – Efektivitas Pengelolaan Zakat Melalui Dana Alokasi Khusus Dalam APBN

Keberatan memasukkan zakat pada Al-Bașri, A. B. M. B. M. H. (1994). Al-Hawi fi


APBN juga muncul dari kalangan pakar Al-Fiqh Al-Syafi’I. Bairut: Dar Kutub
ekonomi dan para politisi yang notabene al-Ilmiyyah.
kelompok sekuler. Mereka beralasaan bahwa Al-Ghazali, A. H. (t.t.). Ihya’ ‘Ulumiddin.
negara tidak hanya milik satu golongan Bairut: Darul Ma’rifah.
umat Islam saja, dan zakat dilihat dari sisi Al-Hajawy, M. (t.t,). Al-Iqnă’ fi Halli AlFăzhi
formalitasnya dan tidak dilihat dari aspek Abi Shujă’. Surabaya: Al-Hidayah.
substansinya. Seharusnya mereka Al-Nawawi, M. I. U. (t.t.), Nihăyatu al-Zain.
mengenyampingkan aspek formalitas ini Beirut: Dăr al-Fikr.
apabila benar-bernar memiliki kemauan Al-Mahallĭ, J. A., & Al-Suyuti, J. A. (t.t.).
yang besar untuk menciptakan kesejahteraan Tafsĭru al-Jalălain. Kairo: Dăr al-
rakyat. Penulis berpandangan bahwa apabila Hadĭth.
karena bahasa zakat dirasa sangat berat Al-Qardhawi, Y. (1985). Musykilatu Al-Faqri
untuk memasukkan zakat pada APBN, maka wa Kaifa ‘Alajaha Al-Islăm. Bairut:
para pakar bahasa bisa mencarikan kata lain Muassasatu Al-Risălah.
yang bisa diterima oleh semua kalangan, Kementerian Agama RI. (2012). Mushaf Al
yang paling penting bagaimana target dari Qur’an Al Razzaq. Bandung: Mikraj
ajaran zakat ini benar-benar terealisir secara Khazanah Ilmu.
nyata. Khotib, A. M. (2019). Rekonstruksi Fikih Zakat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun dari Ibadah Menuju Mu’amalah dalam
2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 Pespektif Maqasid al-Shari’ah. Disertasi
hendaknya direvisi total dan harus memuat Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel
satu poin bahwa zakat dikelola oleh Sanusi, M., Syaikhu, A., & Tim Kreatif.
Kementrian Keuangan dan secara resmi (2014). Al Majĭd: al Quran Terjemah dan
masuk pada pendapatan negara, dan adanya Tajwid Warna. Jakarta: Beras.
sanksi tegas pada para mangkir zakat. Taymiyah, I. (t.t.). Al-Hisbah fi Al-Islăm wa
Apabila zakat benar-benar masuk Wazhifatu Al-Hukumah Al-Islămiyyah.
pada APBN maka peruntukannya dapat Bairut: Dăr al-Kutub Al-‘Ilmiyyah.
digunakan untuk pendidikan, kesehatan, https://www.hidayatullah.com/spesial/raga
pemberdayaan ekonomi rakyat lemah, m/read/2014/11/15/33214/piagam-
rehabilitasi kawasan yang terkena bencana madinah-konstitusi-tertulis-pertama-
alam, menanggung beban hutang penduduk di-dunia-1.html
miskin yang dililit hutang karena
mempertahankan hidupnya, biaya para
pengungsi bencana alam dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Abidin, M. A. I. U. (2003). Raddu Al-Muhtăr


‘ala Al-Durri Al-Mukhtăr. Riyadh: Dar
‘Alam Al-Kutub.
Al-Mubarak, M. (1985). Nizăm Al-Islăm; Al-
Iqtișăd Mabădi’ wa Qawă’id ‘Ămmah.
Bairut: Dar Al-Fikr.

172

You might also like