ID None

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 164

Muqorobin

KONSEP PENDIDIKAN BERKELUARGA DALAM KITAB


‘UQUDULLIJAIN RELEVANSINYA DENGAN
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA

Muqorobin
Instansi

Abstract
This study is an attempt to know (1) biography of the author of the book
'Uqudullijain. (2) the attitude of Nawawi in the book 'Uqudullijain. (3)
Relevancy of the concept of family in the book 'Uqudullijain with Islamic
education in Indonesia. This study use induction and deductive method to
analyze the data. The research findings indicate that family education in the
book "Uqudullijain offered Nawawi have relevance in his day, is not
relevant when applied to contemporary and necessary to adjust in order to
remain relevant. While the answer to the above question is in accordance
with the results of the study are as follows: (1) Nawawi’s thought is said to
be very traditionalist, it is influenced by the time she concocted since 114
years ago, so the method used and culture the current was very supportive of
Nawawi to pour the thought that is traditionalist. (2) Nawawi’s attitude look
too superiorized to male and curb the rights and degrading women, but there
is little his opinion that respects women. He was also seen in interpreting a
verse of the Koran textually different from the contextual contemporary
interpreters. (3) the book 'Uqudullijain was relevant at the time of
authorship, but because times are kept so the advance then it is possible a
content of the book is irrelevant, so that should do reshuffle and adjustment,
in order to keep abreast of the Age and the demands of human needs.

Keywords: married education, ‘Uqudullijain, Nawawi

Pendahuluan
Rumah tangga merupakan markas atau pusat dimana denyut
pergaulan hidup menggetar, dia merupakan susunan yang hidup
mengekalkan keturunan. Sebenarnya rumah tangga adalah alam pergaulan
manusia yang sudah diperkecil. Bukanlah di rumah tangga itu lahir dan
tumbuh pula apa yang disebut kekuasaan, agama, pendidikan, hukum dan
perusahaan. Keluarga adalah jamaah yang bulat, teratur dan sempurna

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 163


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

(Leter, 1985: 2). Berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia


sebagai makhluk sosial. Dalam sebuah keluarga, minimal terdiri atas
seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau
anak-anak Keluarga muslim atau rumah tangga muslim adalah bagian utama
dalam kehidupan kaum muslim. Karena keluarga memiliki peran terbesar
dalam mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan pilar utama dan
perisai penyelamat bagi
negara.
Keluarga merupakan pondasi awal dari bangunan masyarakat dan
bangsa. Oleh karena itu, keselamatan dan kemurnian rumah tangga adalah
faktor penentu bagi keselamatan dan kemurnian masyarakat, serta sebagai
penentu kekuatan, kekokohan, dan keselamatan dari bangunan negara. Jadi,
intinya bahwa apabila bangunan sebuah rumah tangga hancur maka sebagai
konsekuensinya masyarakat serta negara bisa juga akan turut hancur. Maka,
sudah seharusnya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang
pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus
mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohiriyah dan
batiniyah di dalam rumah tangga tersebut agar terbentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah. Di dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa
suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimpin keluarganya. Seperti
yang tertuang dalam QS. An-nisa‟: 34:
‫علَ ٰى بَ ْعض‬ َ ‫ض ُه ْم‬
َ ‫َّللاُ بَ ْع‬
َّ َّ َ‫سآءِ بِ َما ف‬
‫ض َل‬ َ ِِّ‫علَى الن‬ َ َ‫الر َجا ُل قَ ّٰو ُمون‬ ِّ ِ
‫ب بِ َما‬ ْ ِّ ٰ
ِ ‫ص ِلحٰ تُ قنِتتٌ حٰ فِظتٌ ِللغَ ْي‬ ٰ ٰ َ
ّٰ ‫وا مِ ْن أ ْم ٰو ِل ِه ْم ۚ فَال‬ ۟ ُ‫َوبِ َما ٓ أَنفَق‬
‫ظوُ َُّن َوا ُْ ُج ُروُ َُّن فِى‬ ُ ‫ُوََ ُ َُّن فَ ِع‬ ُ ُ‫َّللاُ ۚ َوالّٰتِى تَََافُونَ ن‬ َّ َ ‫َح ِف‬
‫ظ‬
ۗ ‫سبِيَل‬‫ا‬ َ َّ
‫عل ْي ِهن‬َ َ ۟ ُ َ َ َ ُ َ َ ْ َ
‫اجعِ َواض ِْربُوُُن ۖ فإِن أط ْعنَك ْم فَل ت ْبغوا‬ َّ َ ‫ْال َم‬
ِ ‫ض‬
﴾٤٣:‫يرا ﴿النساء‬ ‫ع ِليًّا َكبِ ا‬ َ َ‫َّللاَ َكان‬ َّ ‫إِ َّن‬
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara

164 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah


memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian
jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha besar.”

Dan juga yang terdapat dalam QS. An-nisa‟: 24:


‫علَ ْي ُك ْم ۚ َوأُحِ َّل‬ َ ِ َّ
‫َّللا‬ ‫ب‬َ ‫َت أَيْمٰ نُ ُك ْم ۖ ِك ٰت‬ ْ ‫سآءِ إِ ََّّل َما َملَك‬ َ ْ‫َو ْال ُمح‬
َ ِِّ‫ص ٰنتُ مِ نَ الن‬
‫غي َْر ُمسٰ فِحِ ينَ ۚ فَ َما‬ َ َ‫صنِين‬ َ ۟ َ ٰ
ِ ْ‫لَ ُكم َّما َو َرا ٓ َء ذ ِل ُك ْم أن ت َ ْبتَغُوا بِأ ْم ٰو ِل ُكم ُّمح‬
‫علَ ْي ُك ْم فِي َما‬
َ ‫ُجنَا َح‬ ‫ضةا ۚ َو ََّل‬ َ ‫ورُ َُّن فَ ِري‬ َ ‫ا ْست َْمت َ ْعتُم بِهِۦ مِ ْن ُه َّن فَـَٔاتُوُ َُّن أ ُ ُج‬
﴾٤٣:‫َحكِي اما ﴿النساء‬ ‫علِي اما‬َ َ‫َّللا َكان‬ َ َّ ‫ض ِة ۚ ِإ َّن‬ َ ‫ْالف َِري‬ ‫ض ْيتُم ِبهِۦ مِ ۢن بَ ْع ِد‬ َ ‫ت َٰر‬

“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami,


kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan
hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi
kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan
hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri
yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu
yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
bijaksana.”

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa
(Leter, 1985: 11).
Didalam Alqur‟an tujuan perkawinan dijelaskan sebagai berikut,
sesuai dengan firman Allah SWT QS. Ar-rum: 21:
‫ََلَقَ لَ ُكم ِ ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم أ َ َْ ٰو اجا ِلِّت َ ْسكُنُ ٓو ۟ا إِلَ ْي َها‬ ‫َومِ ْن َء ٰايتِ ِهۦٓ أ َ ْن‬
ِّ
َ‫َل َء ٰايت ِلقَ ْوم يَتَفَ َّك ُرون‬ ٰ
َ‫َو َجعَ َل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدة ا َو َرحْ َمةا ۚ ِإ َّن فِى ذلِك‬
﴾٤٢:‫﴿الروم‬

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 165


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Keluarga adalah amanat ilahi yang harus dipelihara dan dibina


dengan baik sebagai tiang kehidupan masyarakat dan bangsa dalam
menyiapkan generasi penerus, karena itu agama Islam sangat
menitikberatkan kepada mutu (kualitas) suatu keluarga, sehingga dengan
demikian akan terbentuk rumah tangga yang utuh, kuat, berbadan sehat dan
berpikir jernih, mampu menghadapi tantangan kehidupan (Leter, 1985: 45).
Untuk itu sebagai umat Islam hendaknya kita kembali ke tradisi Rasulullah
SAW dalam hal membina rumah tangga, seperti yang tertuang dalam kitab
Uqudullijain yaitu kitab karangan Syekh Muhammad Nawawi. Di dalam
kitab tersebut di termuat tata cara berkeluarga yang baik sesuai ajaran
Rasullulah. Dalam penelitian ini penulis ingin menunjukkan
bagaimananakah etika yang baik dalam kehidupan berkeluarga sesuai kitab
„Uqudullijain. Penulis berharap penelitian ini bisa menjadi acuan dalam
membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah sesuai dengan
ajaran Rasulluah. Dan penulis berharap semoga kehidupan rumah tangga
muslim bisa berjalan sesuai normanorma agama. Jadi, untuk tujuan ini
penulis tertarik memberi judul penelitian “KONSEP PENDIDIKAN
BERKELUARGA DALAM KITAB ‘UQUDULLIJAIN KARYA
SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI RELEVANSINYA DENGAN
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.

Permasalahan
1. Bagaimana biografi pengarang kitab „Uqudullijain ?

166 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

2. Bagaimana sikap Syaikh Nawawi dalam kitab „Uqudullijain ?


3. Bagaimana relevansi konsep berkeluarga dalam kitab „Uqudullijain
dengan pendidikan Islam di Indonesia ?

Tinjauan Pustaka
A. Riwayat Hidup Syeikh Muhammad Nawawi
1. Masa Kecil
Syekh Muhammad Nawawi, lahir di Banten, pada tahun 1230
H/1813 M. Nama aslinya adalah Muhammad Nawawi Bin Umar Bin Arabi.
Ia disebut juga Nawawi Al-Bantani. Di kalangan keluarganya, Syekh
Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan Abdul Mu‟ti. Ayahnya bernama
KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan penghulu di Tanara Banten.
Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya,
Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin
(Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah (Depag, 1992:
422). Syekh Nawawi terkenal sebagai salah seorang ulama besar di kalangan
umat Islam internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa
julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya,
seperti Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih.
Dalam kehidupan sehari-hari ia tampil dengan sangat sederhana.
Sejak kecil Syekh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang
tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan
ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15
tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana
selama 3 tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang Syekh yang
bertempat tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh
Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga pernah belajar di
Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al- Hanbali.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 167


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

Sekitar tahun 1248 H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat


kelahirannya ia membina pesantren peninggalan orang tuanya. Karena
situasi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3
tahun berada di Tanara dan menuruskan belajarnya di sana. Sejak
keberangkatannya yang kedua kalinya ini Syekh Nawawi tidak pernah
kembali ke Indonesia. Beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya. Beliau
meninggal pada tanggal 25 Syawal 1314 H atau tahun 1897 M. Beliau wafat
dalam usianya yang ke-84 tahun di tempat kediamannya yang terakhir yaitu
kampung Syiib Ali Makkah (Depag, 1992: 423). Jenazahnya dikuburkan di
pekuburan Ma‟la, Makkah, berdekatan dengan kuburan Ibnu Hajar dan Siti
Asma Binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau wafat pada saat sedang menyusun
sebuah tulisan yang menguraikan Minhaj Ath-Thalibin-nya Iman Yahya bin
Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jama‟ah bin Hujam An-Nawawi
(Hasan, 1987: 39).
Menurut catatan sejarah di Makkah ia berupaya mendalami ilmuilmu
agama dari para gurunya, seperti Syekh Muhammad Khatib Sambas, Syekh
Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh Abdul Hamid
Dagastani. Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuninya selama
lebih kurang 30 tahun, Syekh Nawawi setiap hari mengajar di Masjidil
Haram. Murid-muridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang
berasal dari Indonesia, seperti KH. Khalil (Bangkalan, Madura), KH.
Asy‟ari (Jombang, Jawa Timur). Ada pula yang berasal dari Malaysia,
seperti KH. Dawud (Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara
mendalam kepada murid-muridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang.
Di samping membina pengajian, melalui murid-muridnya, Syekh Nawawi
memantau perkembangan politik di tanah air dan menyumbangkan ide-ide
dan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Di Makkah ia
aktif membina suatu perkumpulan yang disebut Koloni Jawa, yang

168 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

menghimpun masyarakat Indonesia yang berada di sana. Aktivitas koloni


Jawa ini mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari pemerintahan
kolonial Belanda. Syekh Nawawi memliki beberapa pandangan dan
pendirian yang khas. Diantaranya, dalam menghadapi pemerintahan
kolonial, ia tidak agresif atau reaksioner. Namun demikian ia sangat anti
bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka
mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya
dengan jiwa keagamaan dan semangat untuk menegakkan kebenaran.
Adapun terhadap orang kafir yang tidak menjajah, ia membolehkan umat
Islam berhubungan dengan mereka untuk tujuan kebaikan dunia. Ia
memandang bahwa semua manusia adalah saudara, sekalipun dengan orang
kafir. Ia juga menganggap bahwa pembaharuan dalam pemahaman agama
perlu dilakukan untuk terus menggali hakikat kebenaran. Dalam menghadapi
tantangan zaman, ia memandang umat Islam perlu menguasai berbagai
bidang keterampilan atau keahlian ia memahami “Perbedaan Umat adalah
Rahmat” dalam konteks keragaman kemampuan dan persaingan untuk
kemajuan umat Islam. Dalam bidang syariat, ia mendasarkan pandangannya
pada Al-Qur‟an, Hadist, Ijmak, dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar
syari‟at yang dipakai oleh Iman Syafi‟i. Mengenai Ijtihad dan Taklid, ia
berpendapat bahwa yang termasuk Mujtadhid (ahli ijtihad) mutlak ialah
Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali. Bagi mereka
haram bertaklid, sedangkan orangorang selain mereka, baik sebagai
mujtahid Fi-Al Mazhab, Mujtahid Al- Mufti, maupun orang-orang awam/
masyarakat biasa, wajib taklid kepada salah satu mazhab dari mujtahid
mutlak (Aziz, 1994: 23).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 169


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

2. Perjalanan Hidup dan Gelarnya


Syeikh Nawawi memiliki kelebihan yang sangat hebat dalam dunia
keulamaan melalui karya-karya tulisnya, maka kemudian ia diberi gelar
Imam Nawawi kedua (Nawawi ats-Tsani). Orang pertama memberi gelar ini
adalah Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Gelar ini
akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama asal dari
Banten ini. Sekian banyak ulama dunia Islam sejak sesudah Imam Nawawi
pertama, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu (wafat 676 Hijrah/1277
Masehi) hingga saat ini, belum pernah ada orang lain yang mendapat gelaran
Imam Nawawi kedua, kecuali Syeikh Nawawi yang kelahiran Banten (Imam
Nawawi al-Bantani).
Meskipun demikian masyhurnya nama Nawawi al-Bantani, namun
beliau adalah sosok pribadi yang sangat tawadhu‟. Terbukti kemudian,
meskipun Syeikh Nawawi al-Bantani diakui alim dalam semua bidang ilmu
keIslaman, namun dalam dunia tarekat para sufi, tidak pernah diketahui
Beliau pernah membaiat seorang murid pun untuk menjadi pengikut
thariqah. Hal ini dikarenakan, Syeikh Ahmad Khathib Sambas (Kalimantan),
guru Thariqah Syeikh Nawawi al-Bantani, tidak melantiknya sebagai
seorang mursyid Thariqat Qadiriyah- Naqsyabandiyah. Sedangkan yang
dilantik ialah Syeikh Abdul Karim al- Bantani, sepupu Syeikh Nawawi al-
Bantani, yang sama-sama menerima thariqat itu dari Syeikh Ahmad Khathib
Sambas. Tidak diketahui secara pasti penyebab Nawawi al-Bantani tidak
dibaiat sebagai Mursyid. Syeikh Nawawi al-Bantani sangat mematuhi
peraturan, sehingga Beliau tidak pernah melantik seorang pun di antara para
muridnya, walaupun sangat banyak di antara mereka yang menginginkan
untuk menjalankan amalanamalan thariqah. Berkat kepakarannya, beliau
mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang diberikan oleh
Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan.

170 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa al-


Fahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat
mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa
sebagaia al-Sayyid al-„Ulama al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang
dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi
Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak
Kitab Kuning Indonesia (http://www.assafi-alfurqon.cocc/2010/10/biografi-
syaikh-nawawi-tanaraal. html).

B. Riwayat Pendidikan Syaikh Muhammad Nawawi


Syaikh Nawawi hidup di kalangan ulama dan pada masa kanakkanak
beliau belajar ilmu agama bersama saudara-saudaranya dari ayahnya sendiri.
Ilmu-ilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan tentang bahasa, fiqih dan
tafsir. Dari pengetahuan dasarnya itu, mendorong beliau untuk meneruskan
pelajarannya ke bebeapa pesantren di Pulau Jawa. Pendidikan Syaikh
Nawawi sebenarnya di latar belakangi oleh minat dan semangat dari Imam
Syafi‟i yaitu imam besar yang wafat pada tahun 204 H. Beliau mempunyai
makalah yang tertulis sebagaimana pertanyaan di bawah ini: “Tidak layak
bagi orang-orang yang berakal dan berilmu. Untuk mencari ilmu
tinggalkanlah negerimu, dan berkenanlah, engkau pasti akan menemukan
pengganti orang-orang yang kamu cintai, bersusah payahlah karena
sesungguhnya ketinggian derajat dan kehidupan bisa dicapai dengan
kesusahan payahan” (Hasan, 1987: 40).
Pemikiran di atas nampaknya memacu Nawawi untuk selalu
mengembara meninggalkan tanah airnya dan mendalami berbagai macam
ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama Islam. Nawawi manjadi terkenal di
Indonesia karena beliau pandai menerangkan kata-kata bahasa arab yang
artinya tidak jelas dan sulit. Sebagaimana yang tertulis dalam syair

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 171


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

keagamaan. Kemasyhuran beliau karena karyanya yang banyak beredar di


Negera Arab. Namun sebagian besar faham beliau berpijak pada Madzhab
Syafi‟iyah. Di Kairo misalnya beliau terkenal dengan tafsirannya, sehingga
beliau dijuluki dengan sebutan Sayyid „ulama Hijaz. Secara kronologis,
pendidikan Nawawi dari berbagai sumber tidak dijelaskan secara rinci.
Hanya saja ada sebagian sumber mengatakan bahwa cara berguru beliau
berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Guruguru beliau yang
terkenal adalah Sayyid Ahmad Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati dan
Ahmad Zaini Dahlan. Ketiganya ini guru beliau yang berada di Makkah.
Sedangkan di Madinah beliau belajar pada Muhammad Khatib Al Hambali.
Dan selanjutnya beliau melanjutkan pelajarannya pada ulamaulama besar di
Mesir dan Syam (Syiria) (Hasan, 1987: 41).

Metode Penelitian
Melalui riset perpustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis
yang telah dipublikasikan atau belum (Arikunto, 1980: 10). Adapun sumber
data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Sumber
Data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset
yaitu Kitab „Uqudullijain (Dhahara, 1980: 60). Sumber Data Sekunder yaitu
sumber data yang mengandung dan melengkapi sumbersumber data primer,
adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau
karya ilmiah lain yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis
teliti, seperti diantaranya kitab Qurrata A‟yun, Qurratul „Uyun beserta
terjemahan dan karya-karya ilmiah lainnya.

Pembahasan
A. Tinjauan Pendidikan Islam
1. Definisi Pendidikan Islam

172 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

Menurut kamus bahasa Arab, lafadz at-Tarbiyah berasal dari tiga


kata: Pertama: raba yarbu yang berarti: bertambah dan tumbuh. Kedua:
rabiya yarba yang berarti: menjadi besar. Ketiga: rabba yarubbu yang
berarti: memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan
memelihara (Abdurrahman, 1996: 30-31).
2. Hakikat pendidikan
Hakekat pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
memimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak
didik baik dalam bentuk pendidikan formil dan non-formil. Jadi dengan kata
lain, pendidikan pada hakikatnya adalah ikhtiar manusia untuk membantu
dan mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang sampai kepada titik
maksimal yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan
(Arifin, 1977: 12).
3. Hubungan antara Islam dengan Pendidikan
Islam adalah syari‟at Allah yang diturunkan kepada umat manusia
agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan syari‟at ini
menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga dia pantas untuk memikul
amanat dan menjalankan khilafah. Pendidikan yang dimaksud adalah
pendidikan Islam. Syari‟at Isalm hanya dapat dilaksanakan dengan
mendidik diri, generasi dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada
Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam
menjadi kewajiban orang tua dan guru di samping menjadi amanat yang
harus dipikul oleh satu generasi untuk disampaikan kepada generasi
berikutnya dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak.
Barang siapa menghianati amanat ini, menyimpang dari tujuannya,
menyalahtafsirkannya, atau mengubah kandungannya, maka nerakalah
baginya (Abdurrahman, 1996: 37-38).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 173


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

B. Analisis Konsep Pendidikan Berumah Tangga menurut Syaikh


Nawawi dalam Kitab ‘Uqudullijain
Analisis di sini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai koreksi atau
pemberontakan terhadap siapapun. Kehadirannya didasari pada kontek
zaman bahwa kebenaran pada suatu pemikiran akan diperoleh jika
senantiasa dihadapkan dengan realitas kehidupan sosial khususnya di
Indonesia. Kita tidak akan tahu apakah kebenaran tersebut dapat diterapkan
untuk rentang waktu lama dan mampu menjawab persoalan-persoalan yang
muncul. Analisis
yang pertama dimulai dari bagian pertama yang telah disebutkan
dalam bab tiga yaitu tentang kedudukan seorang istri dimata suami.
Menurut Syaikh Nawawi kedudukan seorang istri dimata suami itu
sedikit lebih rendah, dengan alasan karena kaum laki-laki sebagai pemimpin
bagi kaum wanita. Maksudnya, bahwa kaum laki-laki harus menguasai dan
mengurus keperluan istri termasuk mendidik budi pekerti mereka. Allah
melebihkan kaum laki-laki atas kaum wanita karena tanggung jawab laki-
laki (suami) memberikan harta kepada kaum wanita (istri) dalam
pernikahan, seperti maskawin dan nafkah. Syaikh Nawawi mendasarkan hal
itu dengan firman Alloh dalam QS. Al- Baqarah: 228:
Artinya: “Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”

Pendapat Nawawi tersebut dapat di analisis dengan pendapat para


ulama Indonesia sekarang bahwa wanita dalam Islam mendapat tempat yang
mulia, tidak seperti dituduhkan oleh sementara sebagian masyarakat, bahwa
Islam tidak menempatkan wanita sebagai subordinat dalam tatanan
kehidupan masyarakat. Kedudukan mulai kaum wanita itu ditegaskan dalam
banyak hadis, di antaranya:

174 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

Artinya: Surga berada di bawah telapak kaki ibu

Dari kutipan sebuah hadis di atas terbukti bahwa seorang ibu


ternyata juga mempunyai tanggung jawab besar terhadap keluarganya,
dimulai dari mengurus rumah tangga, melayani suami, mengandung seorang
anak, melahirkan seorang anak yang itu membutuhkan tenaga besar bahkan
sampai nyawa taruhannya, menyusui, mendidik, dan membesarkan anaknya.
Sementara suami hanya mencari nafkah saja, bahkan di zaman sekarang
tidak sedikit wanita yang rela mengucurkan keringatnya untuk bekerja demi
keluarganya, sampai-sampai banyak wanita yang rela bekerja ke luar negeri
semata-mata ingin anak-anaknya sekolah dan tercukupi kebutuhan
keluarganya sehari-hari, karena hasil pencarian nafkah suami kurang
mencukupi, bahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari saja kurang cukup.
Islam memberikan hak yang sama dengan laki-laki untuk meberikan
pengabdian yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini
ditegaskan firman Allah dalam QS. Ali Imran: 195:
‫ع َم َل عٰ مِ ل ِ ِّمنكُم ِ ِّمن ذَكَر أ َ ْو أُنث َ ٰى‬ َ ‫ضي ُع‬ ِ ُ ‫َّل أ‬ ٓ َ ‫اب لَ ُه ْم َربُّ ُه ْم أَنِِّى‬ َ ‫فَا ْست َ َج‬
۟ ُ ۟ ُ ۟
‫ض ُكم ِ ِّم ۢن بَ ْعض ۖ فَالَّذِينَ َُا َج ُروا َوأ َْ ِر ُجوا مِ ن د ِٰي ِر ُِ ْم َوأوذُوا فِى‬ ُ ‫ۖ بَ ْع‬
‫َجنّٰت تَجْ ِرى مِ ن‬ ‫س ِيِّـَٔا ِت ِه ْم َو ََل ُ ْدَِ لَنَّ ُه ْم‬َ ‫ع ْن ُه ْم‬
َ ‫وا ََل ُ َك ِفِّ َر َّن‬۟ ُ‫وا َوقُ ِتل‬۟ ُ‫س ِبيلِى َو ٰقتَل‬ َ
‫ب ﴿آل‬ َّ
ِ ‫ُح ْسنُ الث َوا‬ ‫َّللاُ عِن َدهُۥ‬َّ ‫َّللا ۗ َو‬ ِ َّ ‫ْاَل َ ْنهٰ ُر ث َواباا ِ ِّمن عِن ِد‬
ْ َ ‫تَحْ تِ َها‬
﴾٢٩١:‫عمران‬
Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya
(dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain.

Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan


perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki
dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 175


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya (Djamaluddin, 2004:
624- 625).
Dari ayat dan hadis di atas adalah sebuah realita pengakuan Islam
terhadap hak-hak waita secara umum dan anugrah kemuliaan dari Allah
SWT. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah
mendasari penyadaran intregatif tentang wanita tidak berbeda dalam
beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataanya prinsip-prinsip Islam
tentang wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup
mata bahwa masih banyak
manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang dianugrahkan
Allah SWT. Kepada wanita (Djamaluddin, 2004: 626). Dari situlah tampak
jelas bahwa kedudukan wanita tiada bedanya, suami istri sama-sama
mempunyai tanggung jawab besar dalam rumah tangga sesuai penuturan
ayat Al-Quran dan hadis di atas, tapi sayangnya Syaikh Nawawi tetap
menggunakan dalil QS. Al-Baqarah ayat 228, yang memposisikan istri lebih
rendah dari suami.
Pembahasan selanjutnya mengenai pendapat Syaikh Nawawi tentang
ketaatan istri terhadap suami yang mengibaratkan seperti ketaatan seorang
anak terhadap orang tuanya yang telah disebutkan dalam bab tiga. Suami
merupakan penjaga, penanggung jawab, pemimpin, dan pendidik kaum
perempuan tentu mendapatkan hak untuk ditaati segala perintahnya kecuali
kemaksiatan, Padahal pendapat yang bercorak demikian pada dasarnya
berhubungan dengan situasi sosio-kultural waktu Nawawi mengarang kitab
„Uqudullijain sangat merendahkan kedudukan kaum perempuan. Dalam hal
ini Nawawi mengambil dalil dari firman Allah SWT. QS. An-Nisa‟: 34:
ٓ ‫بَ ْعض َو ِب َما‬ ‫علَ ٰى‬َ ‫ض ُه ْم‬
َ ‫َّللاُ بَ ْع‬
َّ َّ َ‫سآءِ ِب َما ف‬
‫ض َل‬ َ ِّ‫علَى ال ِن‬
َ َ‫الر َجا ُل قَ ّٰو ُمون‬
ِّ ِ
ۚ ُ‫َّللا‬َّ َ ‫َح ِف‬
‫ظ‬ ‫ب بِ َما‬ ْ ِّ ٰ ٰ ٰ
ِ ‫ص ِلحٰ تُ قنِتتٌ حٰ فِظتٌ ِللغَ ْي‬ ّٰ ‫وا مِ ْن أ َ ْم ٰو ِل ِه ْم ۚ فَال‬ ۟ ُ‫أَنفَق‬
ۖ ‫َواض ِْربُوُ َُّن‬ ‫اج ِع‬ِ ‫ض‬ َ ‫ْال َم‬ ُ ‫ُوََ ُ َُّن فَ ِع‬
‫ظوُ َُّن َوا ُْ ُج ُروُ َُّن فِى‬ ُ ُ‫َوالّٰتِى تَََافُونَ ن‬

176 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

‫َك ِب ا‬
‫يرا‬ ‫ع ِليًّا‬
َ َ‫َكان‬ ‫َّللا‬
َ َّ ‫ِإ َّن‬ ۗ ‫س ِب ا‬
‫يَل‬ َ ‫علَ ْي ِه َّن‬
َ ۟ ُ‫ت َ ْبغ‬
‫وا‬ ‫فَ ََل‬ َ َ ‫فَإ ِ ْن أ‬
‫ط ْعنَ ُك ْم‬
﴾٤٣:‫﴿النساء‬

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,


oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki)
Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah
memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar”.

Pendapat Nawawi tersebut dapat kita cermati dengan pendapat


beberapa Ulama bahwa dalam menafsirkan ayat Qowwamuna berbeda
dengan penafsiran Nawawi, antara lain:
1. Menurut Fazlur Rohman, laki-laki adalah bertanggung jawab atas
perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas
sebagian yang lain karena mereka (laki-laki) memberi nafkah dari
sebagian hartanya, bukanlah hakiki melainkan fungsional, artinya jika
seorang istri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri dan memberikan
sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan
suaminya akan berkurang.
2. Aminah Wadud Muhsin yang sejalan dengan Fazlur Rahman
menyatakan bahwa, superioritas itu melekat pada setiap laki-laki
Qawwamuna atas perempuan, tidak dimaksudkan superior iru secara
otomatis melekat pada setiap laki-laki, sebab hal itu hanya terjadi secara
fungsional yaitu selama yang bersangkutan memenuhi kriteria Al-
Quran yaitu memiliki kelebihan dan memberikan nafkah. Ayat tersebut
tidak menyebut semua laki-laki otomatis lebih utama dari perempuan.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 177


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

3. Ashgar Ali Engineer berpendapat bahwa Qawwamuna disebutkan


sebagai pengakuan bahwa, dalam realitas sejarah kaum perempuan pada
masa itu sangat rendah dan pekerjaan domestik dianggap sebagai
kewajiban, sementara laki-laki menganggap dirinya unggul karena
kekuasaan dan kemampuan mencari dan memberikannya kepada
perempuan. Qawwamuna merupakan pernyataan kontekstual bukan
normatif. Seandainya Al-Quran menghendaki laki-laki sebagai
Qawwamuna, redaksinya akan menggunakan pernyataan normatif dan
pasti mengikat semua perempuan dan semua keadaan, tetapi Al-Quran
tidak menghendaki seperti itu.
Demikianlah di antara berbagai penafsir tekstual dan penafsir
kontemporer terhadap QS. An-Nisa‟: 34. Sehingga kalau dihadapkan
dengan realitas yang ada, maka terlihat sekarang posisi kaum laki-laki atas
perempuan bersifat relatif tergantung pada kualitas masing-masing individu.
Jadi ketaan istri terhadap suami bukan merupakan keharusan, tergantung
pada kenyataan dan kebutuhan yang ada dalam keluarga (Istibsyaroh, 2004:
109-110).
Bahasan selanjutnya mengenai pendapat Nawawi tentang kebebasan
wanita keluar dari rumahnya. Menurut pendapat Nawawi bahwa seorang
wanita itu dilarang keluar rumah tanpa seizin suaminya karena dihawatirkan
menimbulkan fitnah, bahkan solat wanitapun harus dirumah dengan alasan
menimbulkan fitnah. Nawawi mendasarkan pendapat ini dengan sebuah
hadis Nabi Muhammad SAW.
Artinya: “Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar dari rumahnya,
ia diawasi setan, dan wanita yang paling dekat kepada Allah adalah
apabila wania itu berada dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi, 1384,
juz. 2: 319).

178 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

Pendapat tersebut dapat kita teliti dengan realita zaman sekarang.


Dimana Sudah tidak jarang lagi di zaman sekarang wanita-wanita
menyibukkan diri di luar rumah entah itu bekerja, berlibur, berbelanja ke
tokotoko besar atau untuk mencari ilmu pendidikan umum dan agama di
pondok pesantren, madrasah, sekolah umum, maupun ditempat pengajian.
Perintah menuntut ilmu pengetahuan atau belajar tidak hanya kepada kaum
laki-laki, tetapi kepada kaum perempuan. Masing-masing berhak
memperoleh berbagai ilmu. Memperoleh ilmu pengetahuan merupakan
elemen esensial untuk peningkatan martabat perempuan sehingga ia dapat
menyempurnakan dirinya sendiri, kemudian dapat mengembangkan potensi
kemanusiaanya (Istibsyaroh, 2004: 81). Kepergian wanita untuk menuntut
ilmu. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim Hadis di
atas itu sahih, tanpa ada kata wamuslimatin. Tetapi meskipun kata muslimah
tidak disebutkan termasuk juga di dalamnya muslimah atau perempuan
Islam. Apabila menuntut ilmu itu wajib bagi laki-laki, maka wajib pula bagi
kaum perempuan, maksudnya ilmu-ilmu yang wajib diketahui oleh kaum
perempuan. Ilmu apa saja. Para Fuqoha mengatakan: Apabila ilmu itu wajib
diketahui oleh kaum perempuan, maka suami berkewajiban mengajarnya.
Kalau tidak dapat, maka istri berkewajiban mencari ilmu agama ke majlis-
majlis ta‟lim meskipun tanpa izin suaminya (Agus, 2001: 191-192).
Islam juga mengizinkan wanita keluar rumah, turut berjihad
dimedan perang memerangi musuh, merawat yang cedera, serta
memberikan, serta memberikan pelayanan makan dan minum. Imam
Bukhari dan Ahmad mengetengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari
Rabi‟ binti Mas‟ud yang mengatakan: “Kami turut berperang bersama
Rasulullah, memberikan minum dan membawa para korban yang cedera
menuju madinah.” (Iqbal, 2004: 111).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 179


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

Pekerjaan yang ada sekarang tidak semua terdapat pada masa Nabi.
Namun sebagian ulama menyimpulkan bahwa Islam membenarkan
perempuan aktif dalam berbagai kegitan atau secara mandiri atau bersama
orang lain selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat,
sopan serta dapat memelihara agamanya dan dapat pula menghilangkan
dampak negatif pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Atau
dengan perkataan lain, yaitu perempuan mempunyai hak untuk bekerja
selama ia membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila
tetap terpelihara. QS. An-Nisa: 32:
‫ِ ِّم َّما‬ ِ ‫لر َجا ِل ن‬
ٌ‫َصيب‬ ِّ ِ ِّ‫علَ ٰى بَ ْعض ۚ ِل‬ َ ‫ض ُك ْم‬
َ ‫َّللاُ بِهِۦ بَ ْع‬ َّ َّ َ‫َو ََّل تَت َ َمنَّ ْو ۟ا َما ف‬
‫ض َل‬
‫ض ِل ِهۦٓ ۗ ِإ َّن‬
ْ َ‫َّللا مِ ن ف‬ َ َّ ۟ ُ‫سبْنَ ۚ َوسْـل‬
‫وا‬ َ َ ‫ِ ِّم َّما ا ْكت‬ ِ ‫سآءِ ن‬
ٌ‫َصيب‬ َ ِّ‫ُوا ۖ َولِل ِن‬ ۟ ‫سب‬
َ َ ‫ا ْكت‬
َٔ
﴾٤٤:‫علِي اما ﴿النساء‬ َ ‫َىء‬ ُ
ْ ُ ‫َّللا َكانَ بِك ِِّل‬ َ َّ

Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang


dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari
sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian
dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun)
ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.

Al-Sya‟rawi menegaskan: Apabila seorang istri berkeinginan


mengangkat derajat kehidupan rumah tangganya, dibolehkan bekerja dengan
syarat pekerjaan yang diambil tidak melalaikan tugas domestik sebagai istri
dan ibu, dan juga pekerjaan ini tidak diklaim sebagai peran dominan bagi
seorang istri (Istibsyaroh, 2004: 161-164). Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa, Al-Sya‟rawi tidak melarang perempuan bekerja di luar
rumah. Tetapi tugas utama perempuan adalah pekerjaan di rumah, mendidik
anak, serta menjadi tempat berteduh suami di rumah.
Menurut penulis, pekerjaan di rumah tidak hanya tugas perempuan
atau istri, tetapi dijalankan bersama-sama antara istri istri dan suami.

180 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

Apalagi masalah mendidik anak, karena anak tidak hanya mengharapkan


uluran tangan dari ibu saja, juga dari bapak. Demikian juga ketenangan
dalam rumah tangga tercipta kalau suami-istri saling mengerti dan
memahami, bukan hanya dibebankan kepada istri. Jadi keluarnya istri untuk
memenuhi kebutuhan tidak ada larangan baik itu untuk mencari ilmu,
bekerja, ke masjid sekalipun itu waktu malam, karena berdasar hadis Nabi
Muhammad SAW.
Artinya: Janganlah kamu semua melarang perempuan keluar untuk
ke masjid di waktu malam hari (HR. Muslim, t.t, juz. 1:187).

Pembahasan berikutnya mengenai Syaikh Nawawi dalam kitabnya


menyuruh menjaga pandangan terhadap lawan jenis karena dari pandangan
dapat menimbulkan birahi sehingga terjadi fitnah karena anggota badan
wanita merupakan aurat. Nawawi mendasarkan hal itu dengan QS. Al-
Ahzab: 53:
َ
‫طعَام‬ ‫ى إِ ََّّلٓ أَن يُؤْ ذَنَ لَ ُك ْم إِلَ ٰى‬ ۟ ُ‫َءا َمن‬
‫وا‬ ِّ ِ ِ‫وا بُيُوتَ النَّب‬۟ ُ‫ََّل ت َ ْد َُل‬
َ‫ٰيٓأَيُّ َها الَّذِين‬
‫َو ٰلك ِْن إِذَا ُدعِيت ُ ْم فَا ْد َُلوا فَإِذَا طع ِْمت ُ ْم فَانتَُ ُِروا َو ََّل‬
۟ َ ۟ ُ
ُ‫غي َْر ٰنظِ ِرينَ إِن َٰٮه‬ َ
‫َّللاُ ََّل‬ َّ ‫ى فَيَ ْستَحْ ِىۦ مِ ن ُك ْم ۖ َو‬ َّ ِ‫ِإ َّن ٰذ ِل ُك ْم َكانَ يُؤْ ذِى النَّب‬
ۚ ‫ُم ْست َـْٔنِسِينَ ِل َحدِيث‬
ۚ ‫سأ َ ْلت ُ ُموُ َُّن َم ٰتعاا فَسْـَٔلُوُ َُّن مِ ن َو َرآءِ حِ َجاب‬
ِ ِّ ‫ْال َح‬
‫ق‬ َ‫يَ ْستَحْ ِىۦ مِ ن‬
َ ‫ۚ َو ِإذَا‬
ٓ َ ‫َّللا َو‬
‫َّل‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ۟ ُ َ ُ َ ْ َ ‫ٰذ ِل ُك ْم أ‬
ُ ‫َوقُلُوبِ ِه َّن ۚ َو َما َكانَ لك ْم أن تؤْ ذوا َر‬
ُ ُ‫ط َه ُر ِلقُلُوبِك ْم‬
‫عظِ ي اما‬ َ ِ َّ
‫َّللا‬ ۟
‫مِ ۢن بَ ْع ِد ِهۦٓ أَبَداا ۚ ِإ َّن ٰذ ِل ُك ْم َكانَ عِن َد‬
‫أَن ت َن ِك ُح ٓوا أ َْ ٰو َجه ُۥ‬
َ
﴾١٤:‫﴿اَلحَاب‬
Artinya: 53. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk
Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak
(makanannya)[1228], tetapi jika kamu diundang Maka masuklah
dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik
memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan
mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu
keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila
kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri
Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu
lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 181


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya


perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah..

Dan juga pada firman Allah QS. An-Nur: 30-31:


ۗ ‫لَ ُه ْم‬ ‫أ َ َْك َٰى‬ َ‫ٰذلِك‬ ۚ ‫فُ ُرو َج ُه ْم‬ ۟ ‫ظ‬
‫وا‬ ُ َ‫ُّوا مِ ْن أَبْصٰ ِر ُِ ْم َويَحْ ف‬ ۟ ‫قُل ِلِّ ْل ُمؤْ مِ نِينَ يَغُض‬
﴾٤۰:‫صنَعُونَ ﴿النور‬ ْ َ‫ير ِب َما ي‬ ٌ ۢ ‫ََ ِب‬ ‫َّللا‬
َ َّ ‫ِإ َّن‬
َّ‫َِينَت َ ُهن‬ َ َّ ُ ْ
َ‫ضضْنَ مِن أبْصٰ ِرُِن َويَحْ فَظنَ ف ُرو َج ُهن َوَّل يُ ْبدِين‬ َّ َ ْ ْ
ُ ‫ت يَغ‬ ٰ ْ ِّ
ِ ‫َوقُل ِلل ُمؤْ مِ ن‬
َ‫ُجيُوبِ ِه َّن ۖ َو ََّل يُ ْبدِين‬ ‫علَ ٰى‬
َ ْ
‫ظ َه َر مِ ْن َها ۖ َوليَض ِْربْنَ بِ َُ ُم ِرُ َِّن‬ َ ‫إِ ََّّل َما‬
ِ‫َِينَت َ ُه َّن ِإ ََّّل ِلبُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو َءابَآئِ ِه َّن أ َ ْو َءابَا ٓءِ بُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو أ َ ْبنَآئِ ِه َّن أ َ ْو أ َ ْبنَآء‬
‫سآئِ ِه َّن أ َ ْو‬ َ ِ‫بُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو إِ َْ ٰونِ ِه َّن أ َ ْو بَن ِٓى إِ َْ ٰونِ ِه َّن أ َ ْو بَن ِٓى أََ َٰوتِ ِه َّن أ َ ْو ن‬
ْ ِّ
‫الر َجا ِل أ َ ِو الطِ ف ِل‬ ِّ ِ َ‫اْل ْربَ ِة مِن‬ ِْ ‫غي ِْر أ ُ ۟ولِى‬ َ َ‫َت أَيْمٰ نُ ُه َّن أ َ ِو التّٰبِعِين‬ ْ ‫َما َملَك‬
‫سآءِ ۖ َو ََّل يَض ِْربْنَ بِأ َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َما‬ َ ِِّ‫ت الن‬ ِ ‫ع ْو ٰر‬ َ ‫علَ ٰى‬
َ ۟ ْ
‫الَّذِينَ لَ ْم يَظ َه ُروا‬
َ‫ْال ُمؤْ مِ نُونَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬ ‫َجمِ يعاا أَيُّ َه‬ ِ َّ
‫َّللا‬ ‫ي َُْفِينَ مِ ن َِينَ ِت ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى‬
﴾٤٢:‫﴿النور‬

Artinya: 30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:


"Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka,
atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.

Ketika kita mencermati Firman Allah: “Dan hendaknya mereka


menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Adalah menunjukkan tidak
disyariatkannya menutup wajah. Kata Al-Khimar, dalam bahasa berarti

182 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muqorobin

penutup rambut. Sedang kata Al-Juyub, berarti dada. Imam Muqatil


menafsirkan kata di atas Juyub berarti dada mereka. Ayat ini
mengisyaratkan, bahwa yang wajib ditutup adalah kepala, leher dan
perhiasan yang ada padanya, sebagaimana anting-anting dan kalung.
Seandainya wajah juga termasuk bagian yang harus ditutup, mustinya juga
disinyalirkan dalam Al- Quran (Iqbal, 2003: 162).
Dari penuturan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa wajah dan
telapak tangan wanita bukan merupakan aurat, itu berarti memandang wajah
tidak menjadi masalah. Setelah kita mengetahui etika berkeluarga yang
ditawarkan Syaikh Nawawi tentu kita dapat menyimpulkan dan bagaimana
bila diterapkan saat sekarang ini, penelitian ini sama sekali tidak
dimaksudkan sebagai koreksi terhadap pendapat siapapun. Kehadirannya
didasari pada pemahaman bahwa setiap pemikiran memiliki kebenaran
relatif sesuai dengan realitas konteks zamannya.
Kitab „Uqudullijain karya Syaikh Nawawi barang kali mempunyai
relevansi secara penuh pada zamannya. Namun seiring dengan
perkembangan zaman, kebenaran relatif yang memiliki relevansi pada
zamannya, harus dilakukan penyesuaian agar tidak ketinggalan zaman dan
tetap relevan, sehinga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kesimpulan
Setelah selesainya penelitian dan analisis ini penulis dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Pemikiran Syaikh Nawawi yang tertuang dalam kitab „Uqudullijain
dikatakan sangat tradisionalis, itu dipengaruhi oleh waktu beliau
mengarang sejak 114 tahun yang lalu, sehingga metode yang digunakan
serta kultur yang berlaku saat itu sangat mendukung Syaikh Nawawi
untuk menuangkan pikiranya yang bersifat tradisionalis.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 183


Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya
Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia

2. Sikap Syaikh Nawawi dalam kitabnya yang tertuang dalam deskripsi


pendidikan berkeluarga dalam kitab „Uqudullijain secara umum terlihat
terlalu mensuperiorkan laki-laki dan mengekang hak dan merendahkan
wanita, namun ada sedikit pendapat beliau yang menghargai wanita.
Beliau juga terlihat ada dalam menafsirkan sebuah ayat Al-Quran yang
secara tekstual berbeda dengan para penafsir kontemporer yang
kontekstual.
3. Bicara masalah relevansi maka suatu karya ilmiah apapun pasti
mempunyai relevansi pada zamannya masing-masing, tak bedanya kitab
„Uqudullijain ini mempunyai relevansi pada waktu dikarang, tetapi
karena zaman yang terus begitu majunya maka tidak menutup
kemungkinan suatu isi kitabpun sudah tidak relevan lagi secara umum,
sehinga harus dilakukan perombakan dan penyusaian, agar bisa
mengikuti perkembangan Zaman dan tuntutan kebutuhan manusia.

Daftar Pustaka

Al-Bukhori, Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail, Matan Masykul Al-


Bukhori, Syirkatun-Nur, Asia, T.t.
Ali, Mukti, Dkk, Ensklopedi Islam di Indonesia, Depag RI, Jakarta, 1988 M.
Al-Mahalli, Abu Iqbal, Mslimah Modern, LeKPIM Mitra Pustaka,
An-Nadwi, Fadlil Said, Terjemah ‘Iddhotun-Nsyiin, Al-Hidayah, Surabaya,
1421 H.
An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip Dan Metoda Pendidikan Islam
Dalam Keluarga, DiSekolah Dan Di Masyarakat, CV. Diponegoro,
Bandung, 1996 M.
__________ , Syarh “Uqudullijain Fi Bayani Huquqiz
Arifin, Huungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan
As’ad, Aly, Terjemah Fathul Mu’in, Menara Kudus, 1979 M.
At-Tirmidzi, Al-Imam Al-Hafidz Abi Isa Muhammad Bin Isa Bin Sauroh,
Sunan At-Tirmidzi, Thoha Putra, Semarang, 1384 H.
Az-Zahidiy, Moch Munawwir, Terjemah Risalatul Mu’awanah, PT. Mutiara
Ilmu, Surabaya, 2007 M.

184 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM


MENURUT MOHAMMAD NATSIR

Mahfur
Instansi

Abstract
The research objectives of this research are: (1) What is the concept
Mohammad Natsir of Islamic education?, (2) What are the cornerstone
concept of thought Mohammad Natsir in Islamic education?, (3) How
relevant is the idea Mohammad Natsir on the thinking of Islamic education
in Indonesia today?. To answer these questions, this study used literature
research. Because here is a literature review of research, the author examines
the concept of thought in Mohammad Natsir with the help of books in his
own writings as well as books written by others that tell about the Islamic
educational thought by Mohammad Natsir. The results showed that the
concept Mohammad Natsir of Islamic education that Education should be
able to bring man achieve his goal, which devote themselves to God, having
good character (akhlakul karimah) and got a decent living in the world.
While the foundation of Islamic education is to know God, to acknowledge
the ones of God and not to consider as an ally of Him. Relevance thought
Mohammad Natsir to education in Indonesia today, as evidenced by the
existence of public schools and Islamic school (madrasah), even schools
that combine general education and religious education, as well as
coordination among the schools with the holding of the National exam
together.

Keywords: Islamic education, concept, Mohammad Natsir

Pendahuluan
Banyak sekali buku-buku pendidikan yang menerangkan tentang
manfaat dan tujuan pendidikan. Diantaranya yang terdapat dalam tujuan
pendidikan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang bunyinya sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 185


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan


untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia, 2005: 94).
Jika kita melihat tentang tujuan pendidikan diatas, jika tugas
pendidikan selain mencerdaskan bangsa juga harus hidup mandiri. Dapat
kita ketahui, jika banyak lulusan dari perguruan tinggi yang masih
memenuhi daftar pengangguran di Indonesia berarti pendidikan di Indonesia
belum sesuai dengan apa yang dicita-citakan bangsa kita. Apalagi bila kita
lihat di banyak media masa saat ini yang meliput tentang para aksi
mahasiswa untuk menyerukan aspirasinya kepada pemerintahan terkesan
masih kurang sesuai dengan Tujuan Pedidikan Nasional yang berkaitan
dengan budi pekerti. Di tempat-tempat terjadinya demo sering terdapat
kejadian yang dapat meresahkan masyarakat, diantaranya seperti
pemblokiran jalan, membakar ban bekas yang mengakibatkan pencemaran,
dan mengganggu fasilitas umum.
Muhammad Natsir mengatakan, bahwa tak ada satu bangsa yang
terbelakang menjadi maju, melainkan sesudahnya mengadakan dan
mamperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka. Bangsa
Jepang, satu bangsa Timur yang sekarang jadi buah mulut orang seluruh
dunia lantaran majunya, masih akan terus tinggal dalam kegelapan sekiranya
mereka
tidak mengatur pendidikan bangsa mereka; kalau sekiranya mereka tidak
membukakan pintu negerinya yang selama ini tertutup rapat, untuk
orangorang pintar dan ahli ilmu negeri lain yang akan memberi didikan dan

186 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

ilmu pengetahuan kepada pemuda-pemuda mereka disamping mengirim


pemudapemuda mereka keluar negeri mencari ilmu.(M. Natsir, 1954:77).
Jika kita ingin membandingkan pendidikan di Indonesia dengan
pendidikan di Eropa agaknya kurang begitu sesuai, dikarenakan secara
setruktur wilayah sudah sangat berbeda. Jika di Eropa dan Negara-negara
yang lain dapat dengan mudah mengontrol dan memberi bantuan kepada
sekolah-sekolah sampai pelosok desa, karena tempatnya yang memang
mudah dilalui. Berbeda dengan wilayah di Indonesia yang antara pulau satu
dengan pulau yang lainnya sangat jauh, sehingga menyulitkan pemerintah
untuk mengontrol dan memberikan bantuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan sekolah-sekolah di Indonesia. Tapi jika melihat Negara Jepang
sebagai korban bom atom biasa keluar dari masalah yang mereka hadapi
mengapa bangsa Indonesia tidak.
Bila kita mulai melirik Pendidikan Islam bukan menjadi wacana
yang baru bagi kalangan pemikir, pendidik dan dunia pendidikan sendiri
bahwa pendidikan Islam merupakan salah satu jawaban atas ketidakteraturan
sistem pendidikan yang ada pada dekade terakhir ini. Hampir di seluruh
penjuru Indonesia mulai menerapkan system pendidikan Islam dalam proses
pembelajaran dan pengajaran mereka. Maka bukan hal yang tabu jika
orangorang non-Islam pun mulai melirik kekhasan dari pendidikan Islam.
Secara garis besar, pendidikan Islam memiliki ruang lingkup yang luas.
Disebutkan dalam beberapa poin, diantaranya adalah:
1. Setiap proses perubahan menuju ke arah kemajuan dan perkembangan
berdasarkan ruh ajaran Islam.
2. Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental,
perasaan (emosi), dan rohani (spiritual).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 187


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

3. Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan-ketakwaan, pikir-


dzikir, ilmiah-amaliah, material-spiritual, individual-sosial, dan dunia-
akhirat.
4. Realisasi dwi fungsi manusia, yaitu peribadatan sebagai hamba Allah
(‘Abdullah) untuk menghambakan diri semata-mata kepada Allah dan
fungsi kekhalifahan sebagai khalifah Allah (khalifatullah) yang diberi
tugas untuk menguasai, memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan
memakmurkan alam semesta (rahmatan lil ‘alamin) (M Rokib, 2009:
22).
Akan tetapi, realitas soasial yang dihadapi saat ini menempatkan
pendidikan Islam pada posisi yang dilematis. Seakan pendidikan Islam
masih terkungkung dalam hegemoni “determinisme-historis” dan “realisme-
praktis”. Di samping itu kejayaan di masa lampau serta kondisi sosial saat
ini pun makin membuat posisi pendidikan terombang-ambing, layaknya
masih mencari-cari jati diri yang mulai tergerus tuanya jaman. Seiring
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta gencarnya arus
modernisasi mengakibatkan pendidikan Islam yang mau tak mau
dihadapkan pada kondisi yang serba materialis, sekularis, pluralis serta
multikulturalis.
Selain pendidikan Islam terpuruk dalam kondisi yang dilematis
seperti itu, problematika dikotomi yang kerap di-floor-kan dalam diskursus-
diskursus pendidikan pun belum mendapatkan porsi jawaban yang
memuaskan. Secara jelas, baik normatif maupun konseptual, Islam tidak
memiliki ruang dikotomi ilmu. Dalam beberapa pembahasan, dikotomi ilmu
sebenarnya muncul dikarenakan beberapa hal, diantaranya: Perkembangan
pembidangan ilmu itu sendiri, historis perkembangan umat Islam ketika
mengalami kemunduran dan faktor internal kelermbagaan pendidikan Islam

188 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruanakibat


kompleksnya problematika kehidupan.
Diantara beberapa faktor tersebut tidak menjadi sebuah keniscayaan
ketika dari hal yang paling fundamental, pendidikan Islam melakuan
recheck, recorrect serta reform terhadap hal-hal yang sekiranya mulai
menjauh dari dasar dan tujuan adanya pendidikan Islam itu sendiri. Dasar
pendidikan Islam sebagai acuan pergerakan pendidikan Islam memiliki
posisi yang penting serta sakral. Dasar-dasar pendidikan Islam tersebut
berupa Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan Rasul, Sahabat serta sebagai
sumber yang edukatif dan As-Sunnah sebagai teladan pendidukan Islam.
Belajar pada sejarah bukan berarti silau akan kejayaan masa lalu. Belajar
suatu ilmu bukan berarti membatasi gerak ilmu itu sendiri. Maka dari itu,
perlu adanya analisis kritis dan komprehensif atas problem yang dihadapi
saat ini. Dengan belajar pada pengalaman dan ide-ide dari para tokoh
pemikir, pendidikan Islam harus mampu mengembalikan keunikannya
sebagaimana yang telah Rasulullah ajarkan. Konsep pendidikan Qur’ani pun
beberapa waktu terakhir mulai gencar dikembangkan dan terbukti membawa
nilai lebih bagi kemajuan dunia pendidikan Islam khususnya. Seruan iqro’
sebagaimana yang tersurat dengan jelas dalam Al-Qur’an bukan tanpa
maksud khusus dan krusial diturunkan oleh Allah sebagai wahyu yang
pertama. Budaya membaca apapun, baik itu berupa teks atau ayat kauniyah
sekalipun merupakan bahan ajar yang harus kita jadikan sebagai sebuah
sumber ilmu yang disediakan oleh Allah. Akan tetapi, kenyataan yang kita
hadapi saat ini adalah budaya membaca tersebut mulai luntur bahkan dicuri
oleh orang-orang non-Islam.
Maka perlu dan harus bagi kita saat ini, dimulai dari diri sendiri dan
dari yang terkecil untuk mengembalikan hasanah pendidikan Islam yang
berbasis Qur’an dan Sunnah guna memcetak generasi Ulul Albab yang

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 189


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

paripurna. Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata


“Islam” dari kata “pendidikan”, karena selain sebagai predikat, Islam juga
merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup komplek.
Karenanya, untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat
aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari
sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah Sesungguhnya
merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan
mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam sebagai
agama universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju
menuju kehidupan bahagia, yang pencapaiannya bergantung pada
pendidikan. Pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan
kehidupan manusia. (Musthofa Rahman, 2001:2).
Dalam bukunya Capita Selekta, Natsir mengatakan bahwa seringkali
pula kenyataan, ada yang mengganggap bahwa didikan Islam itu ialah
didikan Timur, dan didikan Barat ialah lawan dari didikan Islam. Boleh jadi,
ini reaksi terhadap didikan “kebaratan” yang ada dinegeri kita, yang
memang sebagian dari akibat-akibatnya tidak mungkin kita menyetujuinya
sebagai umat Islam. Akan tetapi coba kita berhenti sebentar dan bertanya :
“Apakah sudah boleh kita katakana bahwa Islam anti-Barat dan pro-Timur,
khususnya dalam pendidikan?. Muammad Natsir adalah salah seorang tokoh
yang dikenal sebagai birokrat, politisi, dan juga sebagai dai ternama.
Muhammad Natsir pernah menduduki jabatan sebagai wakil Rabithoh Alam
Islam, serta menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sejak tahun
1967 sampai wafatnya beliau tahun 1993. Dalam organisasi inilah beliau
mulai berkiprah dalam bidang pendidikan, polotik dan dakwah. Perjuangan
beliau dan kawan-kawannya adalah ingin menghidupkan dan
membangkitkan kembali ajaran Islam, khususnya di Indonesia dari
keterpurukan, sehingga tidak ketinggalan dalam peradaban. Diantara jalan

190 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

yang ditempuh Muhammad Natsir dan kawankawannya adalah dengan


mengajarkan pendidikan agama dan pendidikan umum tanpa memisahkan
keduanya.
Muhammad Natsir adalah tokoh yang sangat berpengaruh di
Indonesia, yang pernah menduduki dua jabatan penting, yaitu sebagai
menteri penerangan dalam Kabinet Syahrir dan perdana menteri pertama
pada masa pemerintahan Soekarno. Sebagai politisi, beliau juga pernah
menduduki jabatan puncak partai Islam terbesar, yaitu Masyumi, dan
menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. (Thohir Luth, 1999:9).
Melihat begitu luasnya cakupan pengalaman Muhammad Natsir dan beliau
adalah salah satu pemikir pendidikan Islam di Indonesia yang tidak
memilah-milah antara pendidikan Islam dan pendidikan umum. Beliau
beranggapan bahwa semua ilmu penting, karena pada hakikatnya semua
ilmu itu dari Allah, maka tak berlebihan jika penulis mengangkat Skripsi
dengan tema “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
MUHAMMAD NATSIR”. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam
dahaga kita akan wacana tentang pendidikan, khususnya pendidikan Islam.

Permasalahan
Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa Konsep Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam ?
2. Apa landasan konsep Pemikiran Mohammad Natsir dalam
Pendidikan Islam?
3. Bagaimana Relevansi Pemikiran Mohammad Natsir terhadap
Pendidikan Islam di Indonesia saat ini?

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 191


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

Tinjauan Pustaka
A. Silsilah Mohammad Natsir
Muhammad Natsir lahir di Jembatan Berukir, Alahan Panjang,
Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada hari Jumat’ 17 Jumadil Akhir 1326
Hijriah, bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Ibunya bernama Khadijah,
sedang ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Saripado, seorang pegawai
rendah yang pernah menjadi juru tlis pada kantor kontroler di Maninjau dan
sipir penjara di Sulawesi selatan (Ajib Rosyidi, 1990: 150 Mohammad
Natsir dilahirkan di Kampung Jembatan, Baukia, Alahan, Alahan Panjang.
Minangkabau, pada tanggal 17 Juli 1908. Kampung Jembatan terletak di
balik Gunung Talang olok Profinsi Sumatra Barat. Mohammad Natsir
adalah putra ketiga Idris Sutan Sari Pado dan Khadijah. Ayahnya adalah
seorang pegawai bawahan, yakni sebagai juru tulis kontrolir di masa
pemerintahan Hindia Belanda. ( Badiatul Roziqin (dkk), 2009: 221) Ketika
pindah ke Bekeru, dia diajak oleh mamaknya Ibrahim pindah kepadang.
Mamaknya yang biasa dikenal dengan makcik Ibrahim adalah bekerja
sebagai buruh harian disebuah pabrik kopi yang hanya memperoleh upah
beberapa puluh sen sehari. Sehari-hari mereka hidup sangat sederhana,
bahkan dalam urusan makanan hanya ketika hari raya saja atau
peristiwaperistiwa penting saja. Sehingga dapat dikatakan bila sejak kecil
Natsir sudah belajar hidup sederhana.
Pada tanggal 20 Oktober 1934, M. Natsir melangsungkan
pernikahannya dengan Putri Nur Nahar, guru Taman Kanak-kanak
Pendidikan Islam. Pernikahan dilaksanakan dengan sederhana saja. Tamu-
tamu makan di langgar yang terletak di depan rumah tempat pernikahan
dilangsungkan. Pergaulan selama dua tahun sesama pengasuh Pendidikan
Islam, menambah perkenalan sebelumnya tatkala keduanya sama-sama aktif
di JIB, telah mengeratkan kedua insan yang sama-sama tulus mengabdikan

192 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

hidupnya bagi kemajuan umat Islam(Ajib Rosyidi, 1990: 177) Natsir wafat
pada tanggal 6 Februari 1993, bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1413
H, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 85 tahun.
Berita wafatnya menjadi berita utama diberbagai media cetak dan
elektronik. Berbagai komentar muncul, baik dari kalangan kawan
seperjuangan maupun lawan politiknya. Ada yang bersifat pro terhadap
kepemimpinannya dan ada pula yang bersifat kontra. Mantan Perdana
Menteri Jepang yang diwakili oleh Nakadjima, menyampaikan bela
sungkawa atas kepergian M. Natsir dengan ungkapan, “Berita wafatnya M.
Natsir terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hirosima(Thohir Luth,
1999: 28).

B. Riwayat Pendidikan Mohammad Natsir


Natsir perama kali masuk ke Sekolah Kelas II di Maninjau, yaitu
Sekolah Rakyat yang memakai bahasa pengantar bahasa Melayu. Disitu
Natsir duduk sampai kelas dua. Kemudian ketika ayahnya pindah ke Bekeru,
dia diajak oleh mamaknya Ibrahim pindah ke Padang, agar dapat masuk ke
HIS. Natsir gembira sekali menerima tawaran itu. Dia pun akan
meninggalkan Sekolah Rakyat untuk masuk HIS. Tetapi apa hendak dikata,
HIS Padang menolaknya sebagai murid. Menurut Natsir sendiri, karena
ayahnya hanya pegawai kecil yang gajinya tak sampai F. 70 sebulan,
padahal untuk diterima di HIS mestilah anak pegawai negeri yang gajinya
minimum F.70, atau anak saudagar yang kaya raya. Untunglah pada waktu
itu di Padang sudah berdiri HIS Abadiyah, sebuah usaha swasta yang
menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak negeri. Natsir diterima disitu
sebagai murid. Natsir sekolah di HIS Adabiyah hanya lima bulan saja.
Ayahnya yang telah pindah kerja ke Alahan Pajang, mengajak Natsir untuk
pindah karena telah dibuka HIS pemerintah di Solok.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 193


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

Karena jauhnya jarak Solok dan tempat Natsir sekolah, maka Natsir
dititipkan di rumah Pak Haji Musa, memiliki anak yang sekolah di HIS kelas
satu, sedang Natsir langsung masuk ke kelas dua, karena lowongan yang ada
cuma kelas dua. Akan tetapi Natsir diberi kesempatan untuk mencoba di
kelas dua selama beberapa hari. Ternyata Natsir berhasil, sehingga diterima
di sekolah tersebut secara resmi.
Setelah menamatkan HIS di Padang, Natsir remaja meneruskan
pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang
pada tahun 1923. Karena prestasinya, Natsir remaja dapat sekolah MULO
gratis. Ia mendapatkan beasiswa dari pemerintahan Belanda. (Badiatul
Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 2009: 222). Di
MULO, Natsir mulai berkenalan dengan organisasi kepemudaan, seperti
Jong Sumatra (Pemuda Sumatra), Jong Islamieteten Bond(Perserikatan
Pemuda Islam. Beliau melanjutkan studinya di AMS (Algemeene Midel
School) di Bandung. Natsir remaja mengambil jurusan Sastra Barat Klasik.
Pendidikannya di AMS juga dibiyayai oleh Pemerintahan Belanda. Saat
study di AMS, Natsir remaja berkanalan dengan ustadz A. Hasan, Tokoh
PERSIS (Persatuan Islam) garis keras, yang membimbing dirinya
melakukan studi tentang Islam. Dengan ustadz ini ia mengelola majalah
“Pembela Islam” sampai tahun 1932. Pendidikan AMS diselesaikan pada
tahun 1930 saat usianya 22 tahun. (Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin
Junaidi dan Abdul Munif, 2009: 222).
Meskipun Natsir melanjutkan pendidikannya di sekolah Belanda,
yaitu dari A.M.S. Bandung. Tetapi dalam hidupnya sehari-hari, hidup secara
orang santrilah yang banyak tertonjol. Kalau berbicara di hadapan umum,
tidak bersifat agitatif, menggeledek dan mengguntur. Tetapi dengarkanlah
ucapannya dengan tenang, kian lama kian mendalam dan tidak akan
membosankan. Karena semua berisi dan terarah (Ajib Rosyidi, 1990: 194).

194 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

Diawali dari sejak beliau menamatkan sekolahnya di HIS, Natsir


melanjutkan sekolahnya MULO di Padang dan AMS di Bandung dengan
mengambil jurusan sastra Barat dengan mengandalkan beasiswa. Sehingga
bisa dikatakan bahwa Natsir adalah seorang anak yang cerdas. Selain beliau
mengikuti sekolah formal, beliau juga mengikuti kursus guru diploma
selama setahun, yaitu pada tahun 1931-1932. Karena prestasinya yang
gemilang, beliau juga pernah mendapatkan tawaran beasiswa dari
pemerintah Belanda untuk melanjutkan sekolahnya ke Fakultas hokum
Hukum Jakarta, Fakultasa Ekonomi Rotterdam Belanda, namun Natsir
remaja menolaknya. Natsir remaja lebih tertarik untuk terjun di dunia
Pendidikan dan melakukan pembenahan serta pembelaan kepada kaum yang
tertindas (Badiyatul Roziqin. dkk, 2009: 222).

C. Sumbangan Mohammad Natsir Dalam Dunia Pendidikan


Beliau ikut serta dalam menyiapkan Sekolah Tinggi Islam di Zaman
Jepang, yang kemudian sekolah tersebut pada saat ini menjadi Universitas
Islam Indonesia (UII) yang terletak di Yogyakarta. Dalam makalahnya Dr.
Fadhullah Jamil mengatakan bahwa diantara sumbangan Mohammad Natsir
dalam dunia Pendidikan adalah ide pendidikan yang bersifat integral, yaitu
dengan berdirinya Universitas Islam Antar Bangsa di Kuala Lumpur
Malaysia (Abibullah Djaini, 1996: 108). Pada masa-masa belanda
Mohammad Natsir jika kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah
belanda seperti HIS, MULO, AMS tidak memberikan kesempatan kepda
pelajar Muslim untuk memperdalam pengetahuannya dalam soal agama,
bahkan malah memperdangkalnya. Bahakan dalam ilmu modernpun Natsir
menganggap belum begitu benar. Maka harus ada bentuk sekolah yang
mengajarkan ilmu-ilmu modern, tetapi juga mengajarkan agama Islam
kepada para pelajar supaya ketika terjun kedalam masyarakat mereka

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 195


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

menjadi muslim yang tahu harga diri dan kukuh tegak dalam menghadapi
tantangan di dunia modern dan tidak hanya menjadi korban bangsa asing.
Natsir mengomentari pendidikan di Taman Siswa yang didirikan
oleh Ki Hadjar Dewantara, cabangnya yang ada di Bandung, yang
menanamkan rasa cinta tanah air dan bangsa, tetapi dia mendapat kesan
paham ajarannya terlalu bersifat Jawa. Mereka terlalu memuja-muja dan
membesar-besarkan kebudayaan Jawa, yang tidak pula dikaitkan dengan
agama Islam, kendati raja-raja Jawa digelari Sultan, tetapi lebih banyak
dihubungkan dengan ke- Hinduan. Hubungannya yang mesra terhadap
“Kaum Kebangsaan” menyebabkan sering juga timbulnya sikap yang
merendahkan dan menyinggung perasaan orang Islam. Di sekolah itu ajaran
Islam memang tidak diajarkan, melainkan ada didikan budi pekerti yang
bersumber kepada etika Jawa dan ke-Hinduan (Ajib Rosyidi, 1990: 159-
160)

D. Landasan Pendidikan Islam


1. Tauhid Sebagai Dasar Pendidikan Islam
Semua umat manusia wajib bersyukur kepada Allah yang telah
memberikan nikmat yang paling berharga, yaitu kenikmatan yang
membedakan antara orang-orang Islam dengan orang-orang yang yang tidak
memiliki agama alias Ateis dan agama-agama lain selain Islam. Yaitu
hidayah yang telah diberikan Allah kepada kita semua, yang semoga sampai
kita keninggal dunia tetap dalam keadaan Islam, yang akhir dari ucapan kita
adalah dua kalimah syahadat amin. Tidak akan selesai ketika akan
mengajarkan tauhid kepada anak perfikiran tentang takdir seseorang, dengan
dalih bahwa ajarannya tentang tauhid kepada anaknya jika nantinya Allah
akan mentaqdirkan anak tersebut mati dalam keadaan kafir. Meskipun tidak
diajari Tauhid, jika Allah berkehendak lain dan member hidayah kepada

196 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

anak tersebut dan mencabut nyawanya dalam keadaan telah mengucapkan


dua kalimah syahadat, maka anak itu juga akan masuk surga insyaAllah.
Demikianlah perkiraan kepada Allah bagi orang-orang yang hanya belajar
agama secara parsial.
Sangat berbeda sekali dengan ajaran Allah dalam alquran melalui
hikmah yang dicontohkan oleh Allah melalui Luqman, yang memerintahkan
kita untuk mendidik yang anak pertama kali adalah agar anak tersebut
jangan sekali-kali menyekutukan Allah. Nabi Muhammad SAW telah
menerangkan bahwa ketika anak dilahirkan kedalm dunia, orangtuanyalah
yang akan menjadikan mereka agama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Maka
sangatlah penting bagi para orangtua untuk sejak dini dalam mengajarkan
anaknya tentang tauhid dan hal-hal yang dapat mengeluarkan anak tersebut
darinya yaitu berbuat syirik atau menyekutukan Allah, yang bentuknya
sangat banyak dan bermacam-macam.
Mengenalkan Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempercayai dan
menyerahkan diri kepada Tuhan, tak dapat tidak harus menjadi dasar bagi
tiap-tiap pendidikan yang hendak diberikan kepada generasi yang kita latih,
jikalau kita sebagai guru ataupun sebagai ibu bapa, betul-betul cinta kepada
anak-anak yang telah dipetaruhkan Allah kepada kita itu (M Natsir, 1954:
142). Ketika membahas tentang tauhid, Natsir sering kali mencontohkan
kepada kepada kita tentang seorang yang bernama Paul Ehrenfest. Dia
adalah seorang terpelajar, seorang intelektual, berasal dari keluarga yang
baik, dan beliau adalah seorang yang terkenal dengan budi pekertinya yang
baik, karena tidak pernah terdengan melakukan pekerjaan yang tercela.
Kenapa sekarang ia melakukan suatu berbuatan yang lebih buas dan ganas
sifatnya dari perbuatan seorang penjahat, membunuh anak sendiri, dan
setelah itu membunuh dirinya sendiri?.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 197


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

Dari suatu surat yang ditinggalkan untuk teman sejawatnya yang


paling rapat, yakni Prof. Kohnstamm itu nyatalah, bahwa perbuatan yang
menewaskan dua jiwa itu bukan suatu pekerjaan terburu nafsu, melainkan
suatu perbuatan yang difikir lama, berasal dari suatu perjuangan ruhani yang
telah mendalam, yang tak dapat diselesaikan dengan lautan ilmu yang ada
padanya itu(M Natsir, 1954: 140). Pidato beliau pada rapat Persatuan Islam
di Bogor, 17 juni 1934, dengan judul “Idiologi Didikan Islam” maupun
tulisan beliau di Pedoman Masyarakat tiga tahun kemudian (1937). Dengan
judul “Tauhid Sebagai Dasar Didikan” dengan jelas dan gambling sekali
menggariskan ideologi pendidikan ummat Islam yang harus bertitik tolak
dari dan berorientasi kepada kata Tauhid, yang bersimpul dalam dua
kalimah syahadah itu (Abibullah Djaini, 1996: 100).
Pentingnya tauhid sebagai dasar pendidikan ini menurut Natsir
barhubungan erat dengan akhlak yang mulia. Tauhid dapat terlihat
manifestasinya pada kepribadian yang mulia seperti yang dirumuskan dalam
tujuan pendidikan. Yaitu pribadi yang memiliki keikhlasan, kejujuran,
keberanian, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas atau kewajiban
yang diyakini kebenarannya(Abudin Nata, 2005:86). Selain itu juga Natsir
mengisahkan tentang kisah Ismail yang rela disembelih oleh bapaknya
sendiri kalau memang itu adalah perintah Allah. Sehinnga Allah
menurunkan kamping untuk disembelih menggantikan Ismail. Yang sering
dilakukan umat Islam ketika hari raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya.
Pak Natsir menyarankan kepada kita bahwa landasan pendidikan bagi umat
Islam sebagai butir dari berbagai butir dalam sistem pendidikan, adalah
Tauhid. Keyakinan akan keesaan Allahakan menempa ketangguhan pribadi
seseorang dalam melaksanakan tugas kemanusiaannya sebagai hamba Allah.
Maupun yang beribadah kepada-Nya sebagai makhluk sosial, yang mampu
melaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan

198 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

masyarakat. Tauhid pada hakikatnya adalah landasan seluruh aspek


kehidupan manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT
(Abibullah Djaini, 1996: 89). Hubungan manusia dan sesama makhluk dapat
diadakan kapan saja waktunya. Akan tetapi hubungan dengan Ilahi tidaklah
boleh dinantinantikan setelahnya besar atau berumur lanjut. Maka
berbahagialah seorang anak apabila ia mempunyai seorang bapa yang tahu
menanamkan tauhid dalam sanubarinya sedari kecilnya. Akan terpelihara ia
dari malapetaka, karena senantiasa ada hubungan kepada khalik yang
menjadikannya, serta mengutamakan mu’amalah dengan sesame makhluk.
Itulah dua syarat yang tak dapat tidak harus dipakai supaya mendapat
keselamatan dan kebahagiaan hidup, lahir dan batin(M Natsir, 1954: 143).
2. Pendidikan Akhlak
Akhlak adalah sikap yang terpuji yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Kemudian ia memerintahkan kepada murid-muridnya untuk berakhlak
baik. Ucapan yang baik, senyuman, dan raut muka yang berseri dapat
menghilangkan jarak yang membatasi antara seorang guru dengan muridnya.
Sikap kasih dan saying, serta kelapangan hati seorang pendidik akan dapat
menangani kebodohan seorang murid(Muhammad Syafii Antoni, 2009:
201). Sering kali kebanyakan orang meremehkan akan pentingnya
pendidikan akhlak, mereka beranggapan bahwa pendidikan akhlak Cuma
berputar pada kesopanan saja. Padahal jika kita telusuri sangat banyak sekali
cabang-cabang yang terdapat dalam pendidikan akhlak. Bahkan saking
pentingnya rasulullah diutus kedunia tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia.
Dalam agama islam pendidikan akhlak mengajarkan tentang bekerja
dengan giat, rajin, optimis, toleransi, tidak boleh curang dan sebagainya.
Jadi bias disimpilkan jika seseorang memiliki akhlak yang baik maka anak
juga memiliki kecerdasan yang baik pula Pernah diadakan penelitian pada

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 199


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

salah satu pendidikan dasar di Negara liberal, tentang pendidikan yang


diperoleh anak-anak didik di Negara tersebut. Salah satu yang sangat
mengesankan tentang sistem pendidikan disana adalah, guru-guru lebih
memperhatikan dan mengutamakan anak didik mereka pandai dalam
mengantre ketika menyebrang daripada pandai dalam pelajaran matematika
atau pelajaran goegrafi. Salah sat dari para guru mengatakan bahwa
mengajari anak untuk dapat mengantre dengan baik lebih sulit dibandingkan
mengajari anak untuk pandai dalam pelajaran matematika maupun geografi,
untuk mengajari anak belajar mengantre bias memerlukan waktu sampai
lima belas tahunan, akan tetapi anak dapat pandai dalam matematika
ataupun geografi Cuma dengan belajar beberapa bulan saja.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
Research).Penelitian ini dilakukan dengan bertumpu pada data kepustakaan
tanpa diikuti dengan uji empirik. Jadi, studi pustaka disini adalah studi teks
yang seluruh substansinya diolah secara filosofis dan teoritis.(Noeng
Muhajir, 1996: 158-159). Karena penelitian disini sifatnya adalah kajian
pustaka atau literer, maka penulis dalam mengkaji Konsep Pemikiran
Mohammad Natsir dengan bantuan buku-buku, yang kami ambil dari tulisan
beliau dan juga tulisan orang lain yang menceritakan tentang kehidupan
maupun pemikiran Mohammad Natsir.

Pembahasan
A. Peran dan Fungsi Pendidikan Islam
Jika natsir mengatakan bahwa Pendidikan harus berperan sebagai
sarana untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang dikenakan
sasaran pendidikan tersebut dalam mencapai pertumbuhan dan

200 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna. Begitu halnya dengan


Hasan langgulung yang mengartikan pendididikan dari sisi fungsi, yaitu:
Pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat bagi
berlangsungnya pendidikan sebagai satu upaya penting pewarisan
kebudayaan yang dilakukan oleh generasitua kepada generasi muda agar
kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sisi kepentingan individu,
pendidikan diartikan sebagai upaya pengembangan potensipotensi
tersembunyi yang dimiliki manusia (Tedi Priatna, 2004: 26).
Sebagaimana istilah yang sering dipakai dalam “pendidikan” adalah
“tarbiyyah”. Fakultas ilmu pendidikan di perguruan tinggi Islam disebut
Fakultas tarbiyah. Konsep tarbiyyah merupakan salah satu konsep
pendidikan Islam yang penting. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari bahasa
Arab yang diambil dari kata kerja (fi’il) berikut:
1. Rabba-yarubbu yang berarti tumbuh, bertambah berkembang.
2. Arba-yarba yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih
dewasa.
3. Rabba-yurabbi yang berarti mengatur, mengatur mengurus dan
mendidik.
Dengan demikian, konsep tarbiyyah merupakan proses mendidik
manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang
lebih sempurna. Ia tidak hanya dilihat sebagai proses mendidik saja tetapi
meliputi proses mengurus dan mengatur supaya kehidupan berjalan dengan
lancer. Termasuk dalam konsep ini tarbiyyah dalam bentuk fisik, spiritual,
material dan intelektual (Muhammad Syafi’I Antonio, 2009: 192).
Pendidikan pastinya tidak hanya menjadikan anak didik pandai dalam
keilmuan saja, tetapi hbungan dengan masyarakat juga harus bagus. Dapat
menaati norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sekitarnya, selain
juga harus mencerminkan dan mengamalkan sifat-sifat yang baik, karena

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 201


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

pendidikan tidak menjadikan anak didik jadi kurang baik akan tetapi agar
anak didik menjadi lebih baik dalam segala hal. Karena Pendidikan Islam
maka yang pasti fungsinya agar manusia dapat mencapai tujuannya yaitu
menghambakan diri kepada Allah sepenuhnya.

B. Tujuan Pendidikan Islam


Dalam pendidikan Islam, dari sejak zaman nabi samapai sekarang
dan yang akan datang akan masih sama tujuan pendidikan secara umum
yaitu untuk dapat menghambakan diri kepada Allah, alias menjadi muslim
yang sejadi. Natsir juga menambahkan bahwa tujuan pendidikan juga agar
peserta didik dapat memenuhi kebutuhan dunia dan kebutuhan rohani.
Secara ideal tujuan pendidikan memiliki orientasi yang mengharminikan
tiga hal sekaligus, yaitu teknis, humanistis, dan induktif. Tujuan teknis
artinya pendidikan diorientasikan kepada kemahiran dan keahlian. Tujuan
humanistik adalah sikap disiplin, penundukan kepada tuntunan-tuntunan
objektif bagaimana mengolah partisipasi dan integrasi didalam pergaulan
sosial, dan pemanfaatan secara maksimal semua potensi manusia secara
individual dan social. Sedangkan tujuan induktif adalah bagaimana
membangun system pendidikan Islam yang ada diharapkan tidak hanya
“melek” teknologi dan informasi, tetapi juga dengan kesadaran religious
(Imam Tholkhah, 2004:4).

C. Landasan Pendidikan Islam


Mohammad Natsir memberikan contoh dalam bukunya Capita
Selecta dalam sub judul “Kehilangan Tempat Bergantung”, yakni tokoh
ilmuan Prof. Paul Ehrenfest (guru besar ilmu fisika) yang meninggal dunia
dengan bunuh diri. Dia menyakini bahwa “tidak ada yang lain pokok dan
tujuan hidup yang sebenarnya selain dari wetenschap tidak ada yang lebih

202 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

baik dari wetenschap. Tidak ada yang tersembunyi di balik weteschap.


Wetenschap di atas segalanya. Akan tetapi, sesungguhnya masih ada
kebutuhan rohani yang tidak dapat dipuaskan dengan wetenschap itu.
Semakin memperdalam ilmu, semakin hilang rasanya tempat berpijak. Apa
yang kemaren masih benar, sekarang sudah tidak benar. Apa yang betul
sekarang, besuk sudah tidak betul lagi. Demikian wetenschap, rohaninya
dahaga kepada suatu tempat berpegang yang teguh, sesuatu yang absolute,
yang mutlak tempat menyangkutkan sauh bila ditimpa gelombang
kehidupan, tempat bernaung yang teduh apabila dating pancaroba rohani (M.
Natsir, 1954: 140). Mengenal Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempercayai
dan menyerahkan diri kepada Tuhan, tidak harus menjadi dasar bagi setiap
pendidikan yang hendak diberikan kepada generasi berikutnya.
Meninggalkan dasar ini berarti melakukan suatu kelainan yang amat besar,
yang tidak kurang besar bahayanya dari pada berkhianat terhadap anak yang
dididik, walaupun sudah sempurna perhiasannya serta sudah lengkap ilmu
pengetahuan untuk membekali hidunya, semua itu tidak ada artinya apabila
ketinggalan memberikan dasar ke-Tuhanan (M. Natsir, 1954:.
Mohammad Natsir mengibaratkan tauhid sebagai sebilah pisau
yang bermata dua. Pada satu sisi, ia mengesakan ke-Esa-an Allah sebagai
satu satunya dzat yang diper-Tuhan (Allah) oleh manusia, dan terjadi titik
tolak dari seorang muslim dalam memandang hidupnya sebagai sesuatu
yang berawal dari Tuhan dan kembali lagi kepada Tuhan, serta pemahaman
bahwa manusia itu adalah hamba-hamba-Nya yang menjalani kehidupan
yang sementara di dunia ini, maka tauhid membawa implikasi-implikasi
besar dalam kehidupan manusia. Dengan mengarahkan hidup hanya kepada
Tuhan yang transenden, maka manusia secara individu telah menjalani
proses pembebasan dari belenggu hawa nafsu, menumbuhkan asas-asas etika
kehidupan yang kukuh dan memerdekakan manusia dari perhambaan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 203


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

sesame mahluk. Menurut Mohammad Natsir, sisi pertama dari tauhid adalah
memperkokoh kesadaran batin manusia, menumbuhkan spiritualitas yang
mendalam dan juga menjadi basis etika pribadi. Sedangkan sisi kedua dari
tauhid adalah beriswikan penekanan kepada kesatuan yang universal umat
manusia sebagai umat yang satu, berdasarkan persamaan, keadilan, kasih
saying, toleransi dan kesabaran. Jadi dalam konteks kemanusian tauhid
menegaskan prinsip humanism universal yang tanpa batas, serta sumber atau
rujukan dalam penyajian materi pendidikan kepada anggota keluarga yaitu
ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Segaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an, Hadist dan dalam
kehidupan Rasululloh Saw, setidaknya ada lima sikap dasar dalam dimensi
iman, yaitu pertama, menyakini; kedua, mengikrarkan dengan lisan; ketiga,
yang berfikrah Islami; keempat, apa yang dipikirkan secara islami; kelima,
iman juga berdimensi dakwah (amar ma’ruf nahi munkar). Apa yang
dipikirkan secara islami harus diamalkan secara benar-benar dengan
berakhlak islami. Karena belum beriman seseorang jika belum teruji dalam
kenyataan (empirik) dan berhasil dalam menghadapi ujian, cobaan dan
tantangan dengan tidak tergeser keyakinannya, fitrahnya, sikapnya dan
amalnya. Karena keimanan merupakan pengondisian dalam pengamalan
empirik di tengah-tengah kehidupan sosial. Bahkan dapat dikatakan bahwa
iman dan amal shaleh adalah ikatan yang tidak dapat di pisahkan satu sama
lainnya. Karena keduanya menjadi barometer jatuh bangunnya kemanusian
dan peradaban. Amar ma’ruf nahi munkar adalah berjuang untuk
merealisasikan ajaran islam menjadi tata kehidupan yang adil dalam Ridha-
Nya.
Dari kelima dimensi iman di atas, maka jelaslah bahwa tauhid
menyatukan aktivitas manusia sehari-hari dalam ketundukannya kepada
Allah SWT. Sedangkan pengalaman empirik-rasional-intuitif, terikat pada

204 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

ke-Esa-an Allah SWT, atau dengan kata lain bersatunya iman, ilmu dan
amal shaleh sebagai system kehidupan dalam diri seseorang muslim yang
tidak terpisahkan. Munculnya dikotomi antara pendidikan agama dan
pendidikan umum, tidak saja menggoyahkan integritas konsepsi pendidikan
islam, tetapi juga memperluhatkan wajah pendidikan yang terkotak-kotak.
Diakui atau tidak dampak social dikotomi pendidikan tersebut dapat
dijadikan tingkat pengetahuan masyarakat terbelah dan tidak utuh, yang
padanya dapat terjadi penilaian yang berbeda terhadap pendidikan sesuai
dengan nilai yang mereka pandang ideal dan sempurna.
Natsir juga membicarakan tentang sekuler, yang memisahkan
antara dunia dan agama. Yang mana sekuler telah mengglobal dan
mencengram dunia islam, puncak keberhasi;an sekularisme barat adalah
runtuhnya khilafah di Turki tahun 1924, Kemal Attaturk meruntuhkan
khilafah Islam di Turki dan mengubah menjadi Turki yang sekuler. Namun
saat ini barat harus kembali berhadapan dengan proyek kebangkitan Islam
yang mulai berhembus diseluruh penjuru dunia. Anis Matta menyebutkan
indikatornya sebagai berikut :
1. Hanya empat tahun setelah runtuhnya khilafah islam tepatnya tahun
1928 berdirilah gerakan yang saat ini menjadi gerakan Islam terbesar
dan tersebar di seluruh Negara dunia, yaitu Ikhwanul Muslimin di
Mesir, beberapa tokohnya yaitu Hasan Al Banna, Sayyid Qutb, Yusuf
Al Qardhawi, Muhammad Qutb, Mustafa Assyibai dan lain-lain, telah
menjadi ikon perlawanan.
2. Gerakan islamisasi kampus yang terjadi hampir diseluruh dunia islam
menjadi agent of change bagi masa depan Islam. Kampus-kampus yang
sebelumnya menjadi pusat-pusat sekularisme berubah menjadi agent
perubahan.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 205


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

3. Suksesnya kudeta putih di Sudan tahun 1987, walaupun bukan hanya


khilafah namun sudan memproklamirkan diri sebagai Negara Islam.
4. Jihad di Afganistan selama empat belas tahun, berujung bukan hanya
merdekanya Afganistan tetapi runtuhnya Uni Soviet, dengan implikasi
global, merdekanya Negara muslim pecahan Uni Soviet. Sementara
pendukung kekuatan sosialisme dan komunisme di Negara Islam ikut
berantakan.
5. Proses demokrasi yang merebak telah membuka kanal-kanal politik
bagi gerakan Islam, yang dalam tempo singkat menjelma menjadi
partai-partai Islam. Ada Partai Refah yang sekarang AKP di Turki,
Partai Islam di Yaman, Partai Jemaat Islam di Pakistan, Front Islam di
Yordania, Hamas di Palestina dan PKS di Indonesia (Anis Matta, 2006:
66).
Dengan dasar keimanan tersebut diharapkan terjalin hubungan baik
yang harmonis dengan pencipta (habl min Allah). Adapun amal al-shilikhat
mengacu kepada upaya menjalin hubungan yang harmonis antara sesama
manusia (habl min al-Nas) . pola hubungn pertama lazim dinamakan dengan
ibadah mahdhoh (khusus), sedangkan pola kedua dinamakan sebagai ibadah
dalam pengertian umum (‘am)(Jalaludin, 2001: 44).

D. Pengembangan Pendidikan Islam


1. Pendidikan yang integral
Natsir mengatakan bahwa, selain dalam sekolah-sekolah Islam
mengajarkan peserta didiknya tentang pelajaran agama Islam juga penting
bagi mereka untuk mendapat pengajaran tentang pengetahuan umum,
sebagai bekal untuk mereka di dunia. M. Natsir menekankan bahwa
pendidikan juga harus biasa melahirkan lulusan yang melepaskan
ketergantungan, selanjutnya dapat dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.

206 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

Tidak ada salahnya jika seorang agama harus diintregasikan dengan


berbagai bidang kehidupan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Salah
satu cara yang dilakukan Mohammad Natsir dalam mengintegralisasikan
pendidikan adalah dengan membangun pendidikan islam (pendis) yang
integratif, yaitu menggabungkan antara pendidikan agama dan pendidikan
umum sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara keduanya. Yang sampai
sekarang telah banyak ditiru sekolah-sekolah islam yang selain mengajarkan
pendidikan agama juga mengajarkan pendidikan umum. Sistem pendidikan
di Barat yang bersemangat efficiency, supaya dapat kemenangan hidup,
sebab seorang muslim tidak dibolehkan melupakan nasibnya di dunia.
System Timur yang memberikan pendidikan secara terpisah dari gelombang
pergaulan dan perjuangan manusia biasa, hanya meluhurkan dan
menyucikan kebatilan tidak akan diterima sebab bagi seorang yang muslim
jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, bukan dua barang yang bertentangan
yang harus dipisahkan, melainkan dua barang yang saling melengkapi dan
lebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang (M. Natsir, 1954:
84-85).
Sistem pendidikan ini juga dilakukan di Pondok Pesantren
Tebuireng yang memadukan antara sistem pesantren dan sistem madrasah
merupakan sistem yang sangat bermanfaat dan masih relevan dengan
kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. Pondok pesantren Tebuireng
selain mendidik para siswa/santri untuk menjadi orang yang kuat Islamnya,
juga mendidik agar mereka memiliki pengetahuan keduniawiaan sebagai
bekal untuk memperolah profesi dalam sistem kehidupan modern, sehingga
mereka benar-benar tidak gagap yakni siap pakai (Ridlwan Nasir, 2005: 4-
5).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 207


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

2. Mencerdaskan akal
Salah satu dari tiang-tiang ajaran junjungan kita Muhammad Saw.
Yang penting ialah : menghargai akal manusia dan melindunginya daripada
tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan orang atas nikmat Tuhan yang
tak ternilai itu. Junjungan kita meletakkan akal pada tempat yang terhormat,
menjadikan akal itu sebagai salah satu alat untuk mengetahui Tuhan.
Bertebaran di dalam Al-Qur’an beberapa pertanyaan-pertanyaan untuk
memikat perhatian menyuruh mempergunakan pikiran, mendorong manusia
supaya menjalankan akalnya : “Kenapa mereka tidak berfikir ? Kenapa
mereka tidak Ingat? Kenapa mereka tidak mempergnakan akal?”. Dan
demikianlah seterusnya (M Natsir, 1988; 1-2).
Manusia memiliki potensi akal, dengan potensi akal manusia dapat
mencari kebenaran, walaupun akal bukan satu-satunya sumber kebenaran.
Kebenaran itu dapat dicapai melalui pendekatan ilmiah dan filosofis. Dan
untuk memandunya diperlukan wahyu yang sebelumnya telah diimani
kebenarannya. Agama Islam amat mencela orang yang tidak menggunakan
akalnya, orang yang terikat pkirannya dengan kepercayaan-kepercayaan dan
fahamfaham manusia yang tidak berdasar yang benar, mereka yang tidak
mau memeriksa, apakah kepercayaan dan faham-faham yang disuruh orang
terima itu betul dan berdasar kepada kebenaran, atau tidak. Tegasnya,
Agama Islam melarang kita bertaklid buta kapada faham dan I’tikad yang
tak berdasar kepada wahyu Ilahi yang nyata, menurut faham-faham lama
(pikiran-pikiran tradisional) yang turun temurun dengan tidak mengetahui
dan memeriksa terlebih dahulu, apakah faham itu berguna dan berfaidah dan
suci, atau tidak (M. Natsir, 1947: 5).
3. Koordinasi Perguruan-perguruan Islam
Natsir menekankan koordinasi antar perguruan-perguruan Islam
disini dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, koordinasi dilakukan antara

208 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Mahfur

sekolahsekolah yang sederajad supaya siswa yang dengan terpaksa pindah


sekolah dapat langsung menyesuaikan dengan kelas barunya yang materinya
sama dengan sekolah yang telah ia tinggalkan. Kedua, koordinasi yang
dilakukan oleh perguruan tingkat bawah kepada perguruan tingkat atasnya
dan seterusnya sampai perguruan tinggi. Dimaksudkan supaya materi yang
diajarkan disekolah bawah dapat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
perguruan tingkat atasnya yang akan dimasuki peserta didik tingkat
bawahnya ketika lulus. Fungsi Bahasa Asing. Dengan adanya ujian Nasional
yang dilakukan oleh pemerintah, menunjukkan bahwa di Indonesia sekarang
telah melaksanakan apa yang disebut dengan koordinasi perguruan-
perguruan yang tidak hanya Islam saja, tapi pendidikan pada umumnya.
4. Sifat yang harus dimiliki guru
Natsir menekankan bahwaseorang guru terlebih dahulu harus
memiliki niat yang bagus dalam mendidik anaknya, yaitu dengan niat tidak
menjadikan sekolah sebagai tempat untuk mencari uang semata, akan tetapi
berniat dengan tulus ikhlas dalam mendidik siswa. Jika semua guru berniat
hanya mencari penghdupan dengan berprofesi sebagai guru, maka sekolah-
sekolah yang belum maju akan kesulitan dalam mencerdaskan anak-anak
didik, dikarenakan hanya guru-guru yang terpaksa jadi guru saja yang mau
mengajar di sekolah tersebut.
5. Fungsi bahasa Asing
Kita semua tahu bahwa kebanyakan mata pelajaran yang kita
ketahui, seperti Biologi. Fisika, mate-matika, teknologi informatika dan lain
sebagainya adalah kebanyakan dari hasil karya tidak hanya dari orang
Indonesia saja akan tetap kebanyakan malah dari bangsa lain, yang sudah
diterjemahkan kedalam bahasa kita yaitu bahasa Indonesia. Coba jika orang-
orang di Indonesia tidak ada yang dapat bahasa asing tentulah Indonesia
tidak akan maju seperti bangsa lain, karena kebanyakan ilmu pengetahuan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 209


Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir

dating dari barat dan eropa. Pentingnya bahasa asing sampai sekarang untuk
memudahkan orangorang Indonesia yang akan menggali ilmu dari Negara-
negara di dunia yang mungkin dan pastinya ilmu itu akan semakin
bertambah dan berkembang.

Kesimpulan
Dari uraian banyak tentang “Konsep Pendidikan Islam Menurut
Mohammad Natsir”, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pendidikan harus dapat membawa manusia mencapai tujuan
hidupnya, yaitu menghambakan diri kepada Allah, berakhlakul
karimah dan mendapat kehidupan yang layak di dunia.
2. Landasan pendidikan Islam adalah mengenal Tuhan, mentauhidkan
Tuhan dan tidak menyekutukan sedikitpun Allah kepada siapapun.
Selain itu akhlakul karimah juga dijadikan sebagai landasan
pendidikan Islam.
3. Relevansi Pemikiran Mohammad Natsir terhadap pendidikan di
Indonesia sekarang ini, dengan bukti adalah telah adanya sekolah-
sekolah dan perguruan tinggi Islam yang telah mengintegrasikan
antara pendidikan agama dan pendidikan umum, juga telah adanya
koordinasi dari sekolah-sekolah dengan adanya ujian secara bersam,
baik itu Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah.

Daftar Pustaka
Achmadi, 1992, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, Yogyakarta: Aditya
Media.
Antoni, Muhammad Syafii. 2009, Muhammad Saw The Super Leader Super
Manager, Jakarta: ProLM dan Tazkia Publishing.
Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 101 Jejak
Tokoh Islam, e-Nusantara, Yogyakarta, 2009, Hlm.221
Bakker, Anton. 1990, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius

210 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK PRIBADI


ANAK YANG SHALIHAH

Ulin Nadlifah Ummul Khoir


Instansi

Abstract
Noble character is a reflection of one's personality, in addition to the
superior morality will be able to bring someone to the high dignity. Lately, a
good manner is costly and hard to find. The lack of understanding of moral
values contained in the Qur'an and Hadith will further aggravate the
condition of a person's personality, even life seemed to feel less meaningful.
To form a noble personal, moral cultivation against children should be
encouraged from an early age, since its formation will be easier than after
the child's adulthood. Al Akhlaq Lil Banat book discusses some manners to
apply in life, good family environment, school or community. It will create
private-mannered accordance with the guidance of the Qur'an. It is a kind of
literature review. To obtain representative data in the discussion, it is used
library research to find, collect, read, and analyze the books with no
relevance to the research problem. The relevant references then is compiled,
analyzed, so as obtained as conclusion. To achieve success in the
educational process, the material in the book Al Akhlaq Lil Banat can be
used as a reference in order to achieve educational success. The material
presented in this book is not only refers to the relationship between man and
God (transcendental), but also on the relationship between humans
(anthropocentric), such as morality to parents, relatives, neighbors, peers and
also to the adab or ordinances, such manners visit, walking, traveling, and
so forth.

Keywords: Islamic education concept, Al Akhlaq Lil Banat, shalihah


personality

Pendahuluan
Sesungguhnya anak adalah amanah Allah yang perlu kita syukuri,
“Jika amanah itu disia-siakan, maka tunggulah saat kehancuran” (Jamal
Abdurrahman, Terj. Ardianingsih, 2003: v). Pengertian anak bukan sekedar
yang terlahir dari tulang sulbi kita atau anak cucu keturunan kita saja, namun

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 211


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

termasuk juga anak seluruh orang muslim di manapun mereka berada, atau
berasal dari bangsa manapun kesemuanya adalah termasuk generasi umat,
yang menjadi tumpuan harapan kita, untuk dapat mengembalikan kesatuan
umat seutuhnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Mukminun
:52)
ِ ُ‫َربُّ ُك ْم فَاتَّق‬
﴾١٤:‫ون ﴿المؤمنون‬ ‫َوأَن َ۠ا‬ ‫ٰوحِ َدة ا‬ ‫ُٰ ِذ ِهۦٓ أ ُ َّمت ُ ُك ْم أ ُ َّمةا‬ ‫َو ِإ َّن‬
Artinya: ” Dan sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama
kamu semua, agama yang satu”(www.al qur’an_word.com)

Anak laki-laki adalah sumber dari kepayahan yang dirasakan oleh


para orang tua, sedangkan anak perempuan adalah sosok manusia yang
paling lemah, dan rentan menimbulkan fitnah (Ahmad Shodiqin, 2005: vii).
Ada pula yang menyebutkan perempuan adalah kaum hawa, yaitu sejenis
makhluk dari jenis manusia yang halus kulitnya, lemah tulangnya, lembut
suaranya dan agak berlainan bentuk dan susunan tubuhnya dari kaum laki-
laki. Dari perbedaan bentuk dan kondisi yang dimiliki antara laki-laki dan
perempuan tersebut, Allah bermaksud untuk membedakan pola hidup dan
cara hidup antar laki-laki dan perempuan karena dari perbedaan tersebut
terkandung hikmah yang sangat besar bagi manusia dimana manusia tidak
mampu menyangkalnya. Namun dalam nilai ibadah kepada Allah, antara
laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan karena Allah
menciptakan jin dan manusia untuk menyembah Allah, sebagaimana firman
Allah SWT: Q.S al-Zariyat 56
ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬
﴾١٥:‫ُون ﴿الذاريات‬ ِ ْ ‫ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل‬ ُ‫ََلَ ْقت‬ ‫َو َما‬
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (www.al qur’an_word.com)

Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia laki-laki dan


perempuan dalam konteks ibadah dihadapan Allah adalah sama. Anak
perempuanlah yang membuat para ayah mencucurkan keringat dalam

212 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

mendidiknya, bahkan harus bersikap lemah lembut dalam mendidik, akan


tetapi setelah menginjak dewasa, diri mereka mengalami perubahan drastis.
Perubahan tersebut bukanlah dari dirinya atau dari wataknya yang buruk
akan tetapi akibat pengaruh dari perubahan lingkungan yang kita hidup di
tengahnya. Apalagi di era modern sekarang ini sosok perempuan dalam
lingkungan kehidupan manusia di berbagai segi sudah begitu tampak dalam
berbagai tatanan kehidupan. Wanita sudah mulai tampil mendampingi
bahkan menyamai atau melebihi kaum laki-laki. Begitu banyak
penyalahgunaan kelebihan yang dimiliki wanita menjadikan sebagai satu
sarana untuk mencapai satu tujuan yang semu. Kehadiran wanita dalam
kancah kehidupan modern telah memberi gambaran yang semakin
berantakan dalam pandangan Islam.
Gaya hidup dan penampilan wanita seakan sudah sangat mirip
dengan laki-laki, bahkan terkadang kita sulit untuk membedakan antara laki-
laki dan perempuan, mereka seolah sudah lupa akan hakikatnya sebagai
kaum hawa dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah begitu
bebas, seolah batas muhrim dan bukan tidak menjadi penghalang bagi
hubungan mereka. Juga penanaman konsep akhlaq sejak dini dipandang
penting dan perlu, sebagaimana Rosulullah bersabda yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dari Ibnu Abbas R.A yang berbunyi:
Artyinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah budi pekerti yang
luhur”.(H.R. Ibnu Majah).
Ketika seorang gadis bergaul dengan sesamanya di dalam sebuah
lingkungan, Allah-lah yang lebih mengetahui tata cara mendidiknya.
Terkadang ia terpana melihat suatu perilaku yang dilakukan oleh temannya
padahal perilaku tersebut jauh dari nilai-nilai yang benar, oleh karena itu
kita wajib berhati-hati dalam masalah ini. Sebagaimana kita wajib
menanamkan nilai-nilai yang benar pada diri putri-putri kita. Maka akidah

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 213


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

Islam yang luruslah yang membentuk mereka menjadi sosok perempuan-


perempuan yang shalikhah yang berakhlaq mulia. Pendidikan Islam
bukanlah untuk membentuk sosok pribadi lain di luar kepribadian manusia,
tetapi pendidikan Islam justru membantu manusia untuk menemukan jati
dirinya sebagai manusia muslim yang beriman dan bertaqwa. Oleh karena
itu program utama dan perjuangan pokok dari suatu usaha pendidikan adalah
pembinaan yang baik, yang harus ditanamkan sejak dini kepada anak,
bahkan kepada seluruh lapisan masyarakat sekalipun di tingkat bawah,
sebab akhlaq suatu bangsa itulah yang akan menentukan tegak dan
runtuhnya suatu bangsa. Jadi tepat apa yang dikatakan sang penyair besar
Ahmad Syauqi Bey dalam kitab yang ditulis oleh Umar bin Ahmad Baradja,
yaitu sebagai berikut: “Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa)
terletak pada akhlaqnya selagi mereka berakhlaq/berbudi perangai utama,
jika pada mereka telah hilang akhlaqnya, maka jatuhlah umat (bangsa)
ini”. (Umar Al Baradja, 1987:12).
Syair tersebut menunjukkan bahwa akhlaq dapat dijadikan tolak
ukur tinggi rendahnya suatu bangsa. Seseorang akan dinilai bukan karena
jumlah materinya yang melimpah, ketampanan wajahnya dan bukan pula
karena jabatannya yang tinggi. Allah SWT akan menilai hamba-Nya
berdasarkan tingkat ketakwaan dan amal (akhlaq baik) yang dilakukannya.
Seseorang yang memiliki akhlaq mulia akan dihormati masyarakat
akibatnya setiap orang di sekitarnya merasa tenteram dengan keberadaannya
dan orang tersebut menjadi mulia di lingkungannya. Rendahnya akhlaq di
dalam masyarakat, generasi bangsa dan di tubuh pejabat akan membawa
kehancuran bangsa ini. Untuk menyelamatkan bangsa, seluruh rakyat dari
lapisan yang paling bawah sampai lapisan yang paling atas harus
dikembalikan kepada akhlaq. Caranya dengan membiasakan anak dengan
akhlaq yang baik pada usia dini agar tercipta kebiasaan yang bagus pada

214 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

generasi, dan agar generasi penerus memiliki kepribadian yang sempurna


dan dapat menghadapi tantangan hidup di zaman sekarang. Keterkaitan
antara akhlak dan pendidikan sangatlah erat sekali, pendidikan merupakan
pengetahuan yang terserap oleh peserta didik sedangkan akhlak merupakan
pengaruh dari pendidikan itu sendiri. Namun tidak jarang masyarakat
mendidik anak-anak khususnya usia sekolah dasar memaksakan
kehendaknya tanpa mempertimbangkan dampak dari pemaksaan pendidikan
itu sendiri. Padahal memberikan pemahaman dan keyakinan akan
pentingnya akhlak bagi anak membutuhkan suatu metode penyampaian agar
anak atau peserta didik menganggap itu merupakan suatu kebutuhan dan
bukan sesuatu yang tidak manfaat. Sehingga proses internalisasi dapat
berjalan dengan baik, lebih penting adalah anak mampu menerima konsep
akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan keseharian.
Perlu materi dan metode yang tepat dan mudah digunakan oleh orang tua,
masyarakat dan khususnya warga pendidikan.
Jadi jelaslah bahwa betapa pentingnya pembinaan akhlaq pada anak
terutama anak perempuan demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan
hidup, baik dunia maupun akhirat. Kitab Al Akhlaq Lil Banat merupakan
sebuah kitab pegangan yang digunakan oleh beberapa lembaga pendidikan
islam di Indonesia, kitab tersebut sangatlah urgen dalam proses pembinaan
akhlaq. Jika kitab ini dijadikan panduan pada semua lembaga pendidikan
islam di Indonesia, maka akan lahirlah generasi Islam yang yang berkualitas
yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam Melihat fenomena di atas, maka
penulis tertarik untuk lebih mendalami lagi dalam mengkaji tentang
“KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK PRIBADI
ANAK YANG SHALIHAH (Menurut Umar Bin Ahmad Baradja dalam
Kitab Al Akhlaq Lil Banat)

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 215


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

Permasalahan
Sehubungan dengan judul dan uraian dalam latar belakang
permasalahan di atas, maka ada beberapa rumusan permasalahan, antara
lain:
1. Bagaimana konsep akhlaq menurut Umar bin Ahmad Baradja dalam
kitab Al Akhlaq Lil Banat?
2. Apakah relevansi pemikiran Umar bin Ahmad Baradja dalam kitab
Al Akhlaq Lil Banat dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia?

Tinjauan Pustaka
A. Riwayat Hidup Umar Bin Ahmad Baradja
Umar bin Ahmad Baradja merupakan seorang ulama besar. Beliau
lahir di kampung Ampel Magfur kota Surabaya pada tanggal 10 Jumadil
Akhir 1331 H, yang bertepatan dengan 17 Mei 1913 M. Sejak dari waktu
kecil beliau diasuh dan dididik oleh kakeknya dari pihak ibu, kakek beliau
bernama Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja, yang merupakan seorang
ulama ahli ilmu dan fiqih. Silsilah nasab beliau yang berasal dan berpusat di
kota Saiwoon Hadromaut di Negeri Yaman, nama nenek moyang beliau
yang ke-18 yang bernama Syaikh Sa’ad, yang dijuluki (laqob) Abi Roja’
(yang selalu berharap), maka silsilah keturunan tersebut bertemu kepada
Nabi Muhammad SAW yang ke-5 yang bernama Kilab bin Murroh. Umar
bin Ahmad Baradja wafat dalam usia 77 tahun, pada hari Sabtu malam Ahad
tepatnya pada tanggal 16 Robiul Tsani 1414 H atau 3 November 1990 M
pada pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya. Jenazah beliau
dimakamkan keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad sekitar jam setengah 4.
Jenazah beliau disholatkan di Masjid Agung Sunan Ampel dan diimami oleh
putranya sendiri yang menjadi khalifah (penggantinya) yaitu Al Ustadz
Ahmad bin Umar Baradja. Jenazah beliau dimakamkan di Pemakaman Islam

216 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

Pegirian Surabaya. Prosesi pemakaman dihadiri oleh ribuan orang (Al


Kisah, 2007: 85-89).

B. Riwayat Intelektual Umar bin Ahmad Baradja


Umar bin Ahmad Baradja muda menuntut ilmu agama dan bahasa
arab dengan tekun, sehingga menguasai dan memahaminya. Pelbagai ilmu
agama dan bahasa Arab yang beliau dapatkan dari para ulama, asatidz
ataupun masyayikh baik melalui pertemuan langsung atau tidak langsung
(melalui surat), pada masa itu tradisi belajar melalui surat masih banyak
yang menggunakannya. Realitas di masyarakat, para alim ulama dan orang-
orang saleh telah menyaksikan ketakwaan dan kedudukan beliau sebagai
ulama yang ‘amil (ulama yang mengamalkan ilmunya). Dalam lingkungan
pedagogis beliau adalah salah satu alumni yang berhasil sukses. Beliau juga
mengenyam pendidikan di Madrasah Al Khairiyah di kampung Ampel
Madrasah, Surabaya. Yang didirikan dan dibina oleh Al Habib Al Imam
Muhamad bin Ahmadi Al Mahdlar pada tahun 1895, sebuah sekolah yang
berdasarkan Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah dan bermazdhabkan Syafi’i.
Guru-guru beliau yang berada di Indonesia diantaranya:
1. Al Ustadz Abd Kadir bin Ahmad Bilfagih (Malang)
2. Al Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud (Lawang)
3. Al Habib Abd Kadir bin Hadi Assegaf (Surabaya)
4. Al Habib Muhammad bin Achmad Assegaf (Surabaya)
5. Al Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo)
6. Al Habib Achmad bin Alwi Aldjufri (Pekalongan)
7. Al Habib Ali bin Husein bin Syahab (Gresik)
8. Al Habib Zein bin Abdullah Alkaff (Gresik)
9. Al Habib Achmad bin Ghalib Alhamid (Surabaya)
10. Al Habib Alwi bin Muhammad Al Muhdhar (Bondowoso)

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 217


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

11. Al Habib Abdullah bin Hasan Maulahela (Malang)


12. Al Habib Hamid bin Muhammad As Sery (Malang)
13. Syeikh Robaah Hussanah Al Kholili - Palestina, yang bertugas
mengajar di Indonesia
14. Syeikh Muhammad Mursidi - Mesir, yang bertugas mengajar di
Indonesia

Guru-guru beliau yang berada di luar Negeri, diantaranya:


1. Al Habib Alwi bin Abbas Al Maliki (Mekah)
2. As Sayyid Muhammad Amin Al Quthbi (Mekah)
3. Asy Syeikh Muhammad Seif Nur (Mekah)
4. As Syeikh Hasan Muhammad Al Masyssyaath (Mekah)
5. Al Habib Alwi bin Salim Alkaff (Mekah)
6. Asy Syeikh Muhammad Said Al Hadrawi Al Makky (Mekah)
7. Al Habib Muhammad bin Hadi Assegaf (Seiwoon-Hadramaut- Yaman)
8. Al Habib Abdullah bin Ahmad Al hadlar (‘Innat-Hadramau-Yaman)
9. Al Habib Hadi bin Ahmad Alhadlar (‘Innat-Hadramaut-Yaman)
10. Al Habib Abdullah bin Thahir Alhaddad (Geidon-Hadramaut-Yaman)
11. Al Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri (Tarim-Hadramaut-Yaman)
12. Al Habib Hasan bin Ismail bin Syeikhbubakar (‘Innat-Hadramaut-
Yaman)
13. Al Habib Ali bin Zein Al Hadi (Tarim-Hadramaut-Yaman)
14. Al Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab (Tarim-Hadramaut-Yaman)
15. AlHabib Abdullah binHamid Assegaf (Seiwoon-Hadramaut-Yaman)
16. Al Habib Muhammad bin Abdullah AlHaddar (Al Baidhaa-Yaman)
17. Al Habb Ali bin Zain Bilfagih (Abu Dhabi-Emirat Arab)
18. As syeikh Muhammad Bakhith Al Muthi’i (Mesir)
19. Sayyidi Muhammad Al Fatih Al Kattani (Fass-Maroko)

218 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

20. Sayyidi Muhammad Al Muntashir Al Kattani (Marakisy-Maroko)


21. Al Habib Alwi bin Thohir Al Haddad (Johor-Malasia)
22. Syeikh Abdul ‘Alim Ash-shidiqi (India)
23. Syeih Hasannain Muhammad Makhluf (Mesir)
24. Al Habib Abdul Kadir Bin Ahmad Assegaf (Jeddah-Saudi Arabia).
Ilmu-ilmu yang beliau kuasai diantaranya adalah bahasa Arab dan
sastra, ilmu tafsir dan hadis, ilmu fiqih dan tasawuf, ilmu sirrah dan tarikh
dan beliau juga sedikit menguasai bahasa Belanda dan Inggris. Berangkat
dari berbagai ilmu yang dikuasai, beliau juga pandai dalam menulis karya
tulis.
C. Latar Sosial Kultural dan Kiprah Dakwah
1. Kultur Sosial Umar bin Ahmad Baradja
Dalam lingkungan masyarakat Umar bin Ahmad Baradja merupakan
sosok pribadi yang sosialis. Salah satu gerakan sosial yang dilakukan oleh
beliau adalah mencarikan dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin dan
yatim piatu, khususnya para santri beliau agar mereka lebih konsentrasi
dalam menimba ilmu. Dalam membentuk keturunan yang baik dan shalih,
beliau bekerjasama dengan Al Habib Idrus bin Umar Alaydrus,
menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pemuda muslim yang baik
menurut pandangan beliau sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya.
Salah satu karya monumentalnya adalah membangun masjid Al Khoir
Danakarya I Surabaya pada tahun 1971 bersama K.H. Adnan Chamim,
setelah mendapat petunjuk dari Al Habib Sholih bin Muhsin Alhamid
(Tanggul) dan Al Habib Zain bin Abdullah Alkaf (Gresik). Masjid ini
sekarang digunakan untuk berbagai aktivitas yang berkaitan dengan dakwah
masyarakat Surabaya.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 219


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

2. Kiprah Dakwah
Sebagai awal karirnya beliau mengamalkan ilmunya dengan
mengabdi di Madrasah Al Khairiyah Surabaya pada tahun 1935 sampai
1945, beliau berhasil mencetak beberapa ulama/asatidz yang telah menyebar
ke berbagai pelosok tanah air. Murid beliau yang mengabdi dan
mengamalkan ilmu yang diperoleh dari Umar bin Ahmad Baradja di
antaranya; Almarhum Al Ustadz Ahmad bin Hasan Assegaf, Almarhum Al
Habib Umar bin Idrus Al masyhur, Almarhum Al Ustadz Ahmad bin Ali
Bebgei, Al Habib Idrus bin Hud Assegaf, Al Habib Hasan bin Hasim Al
Habsyi, Al Habib Hasan bin abdul Kadir Assegaf, Al Ustadz Ahmad Dzaki
Ghufron dan Al Ustadz Ja’far bin Agil Assegaf.
Setelah beliau mengabdi di Madrasah Al Khairiyah Bondowoso,
beliau lalu pindah mengajar di madrasah Al Arabiyyah Al Islamiyyah
Gresik setelah itu pada tahun 1951–1957 beliau memperluas serta
membangun lahan baru bersama dengan Al Habib Zein bin Abdullah Alkaff,
sehingga wujudlah Gedung Yayasan Badan Wakaf yang diberi nama
Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim. Selain mengajar di lembaga
pondok beliau juga mengajar di rumah pribadinya, di waktu pagi hari dan
sore hari, juga majlis taklim/pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya
tempat dan banyaknya murid, maka beliau berusaha mengembangkan
pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas nama
beliau Al Ustadz Ahmad Baradja, Hal ini sebagai wujud nyata dari hasil
pendidikan dan pengalaman yang telah beliau dapat selama 50 tahun, dan
berjalan sampai sekarang ini di bawah asuhan putranya yaitu Al Ustadz
Ahmad bin Umar Baradja.
3. Kepribadian
Penampilan Umar bin Ahmad Baradja sangat bersahaja, juga dihiasi
sifat -sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal

220 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

perbuatan duniawi dan ukhrawi. Beliau juga menjabarkan akhlak ahlul bait,
keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad
SAW. Beliau tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu,
amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat
tinggi. Dalam beribadah, beliau selalu istiqamah baik sholat fardhu maupun
sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir
tidak pernah dia tinggalkan walaupan dalam bepergian. Kehidupannya
beliau usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama.
Cintanya kepada keluarga Nabi Muhammad SAW dan dzuriyah atau
keturunannya sangat kental tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak
didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna.
Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abu Bakar
Gresik, catatan Habib Abdul Kadir bin Hussein Assegaf, penerbit Putra
Riyadi tahun 2003 halaman 93, disebutkan, “… kami (rombongan Habib
Alwi Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syeikh Umar bin Ahmad Baradja (di
Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur di kamar
khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan fatihah”
(Al Kisah, 2007: 85-89). Sifat wara’nya sangat tinggi. Perkara yang
meragukan dan subhat beliau tinggalkan, sebagaimana meninggalkan
perkara-perkara yang haram. Beliau juga selalu berusaha berpenampilan
sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat membela Islam) dan iri dalam
beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat
wanita, dia sangat keras dan tak kenal kompromi. Dalam membina anak
didiknya, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan beliau tolak keras.
Juga bercampurnya murid

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 221


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

D. Konsep Akhlaq Dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat


Kitab Al Akhlaq Lil Banat terdiri dari tiga jilid, selebihnya akan
kami paparkan kandungan dari kitab tersebut agar dapat kita pahami dengan
lebih mudah. Pada juz satu secara garis besar berisi bagaimana cara
membentuk akhlaq yang baik, contoh perilaku akhlaq yang baik, perilaku
yang dilarang oleh agama dan contoh perilaku yang dilarang agama.
Memperkenalkan Allah pada anak, memperkenalkan Nabi dan Malaikat
Allah dalam artian bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta ini
untuk kita manfaatkan, sebagai sarana menyembah dan bertakwa kepada
Allah. Menerangkan tentang taat terhadap perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-larangan Allah, menerangkan tentang akhlaq kepada orang
tua, bagaimana akhlaq kepada guru, bagaimana sikap kita terhadap orang
yang lebih muda dan lebih tua, dan bagaimana sopan santun kita ketika kita
bertetangga, berteman. Pada bagian akhir juz pertama diterangkan sopan
santun murid ketika dia menerima pelajaran dari guru dan diakhri dengan
nasihat yang ditujukan untuk umum (masyarakat). Pada juz dua secara garis
besar menerangkan tentang hakikinya Al- Khalik, menerangkan tentang
adab taat terhadap segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-
larangan Allah, memberikan panduan kepada anak agar anak selalu
mencontoh apa yang telah Nabi Muhammad SAW. Lakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai anak yang telah dibesarkan oleh orang tua
sudah selayaknya kita mencintai kedua orang tua yang telah melahirkan,
membesarkan serta merawat kita tanpa mengenal lelah, menggambarkan
tamsil-tamsil tentang orang yang senantiasa berbuat kebaikan, dan akan
mendapatkan apa yang dia inginkan, adab kepada saudara laki-laki dan
perempuan untuk saling hormat menghormati dan kasih sayang antar
sesama, kesederhanaan yang menjadi kunci kebahagiaan di dunia dan

222 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

akhirat, menerangkan bagaimana cara kita bertetangga yang baik, kewajiban


kita terhadap teman-teman kita menjadi penutup pada juz dua ini.
Pada juz tiga secara garis besar menerangkan tentang bagaimana
sebaiknya kalau kita sedang berjalan, duduk, berbicara, makan, bertamu
dengan sesama muslim, menengok orang yang sedang sakit, adab ketika
takziyah, adab ketika kita ditimpa sebuah musibah, dan diakhiri dengan adab
ketika kita akan pergi serta adab meminta sesuatu kepada Allah. Intinya
pada bab tiga ini merupakan keterangan yang menerangkan tentang
hubungan antara manusia dengan manusia atau ibadah ghairu mahdloh.
1. Akhlaq terhadap Allah SWT
Telah kita ketahui bahwa Allah telah memberikan kepada kita
berbagai nikmat dan anugrah yang sangat besar, maka kita wajib bersyukur
atas nikmat tersebut yaitu dengan berakhlaq terhadap Allah SWT dengan
cara:
a. Mengabdi atau beribadah hanya kepada Allah SWT
b. Menyayangkan atau mamuliakan Allah SWT
c. Melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
d. Mencintai Allah SWT melebihi kecintaanya kepada bapak, ibu dan diri
kita sendiri
e. Berusaha dan berdoa memohon kepada Allah SWT agar selamanya
diberi petunjuk jalan yang benar dan memohon keselamatan juga
memohon agar Allah SWT menjadikan anak-anak perempuan yang baik
dan beruntung dunia dan akhirat
f. Bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah SWT Apabila kita
bersyukur atas nikmat-Nya dengan melakukan perintah-Nya, maka
Allah akan mencintai kita dengan menjadikan manusia lain juga
mencintai kita, menjaga dari bahaya dan penyakit, dan juga akan
memberikan segala sesuatu yang kita inginkan. Allah juga akan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 223


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

menambahi nikmat-Nya kepada kita, seperti firman Allah SWT Qur’an


Surat Ibrahim ayat 7
َ َ‫ل‬
‫ُدِي ٌد‬ ‫عذَا ِبى‬
َ ‫ِإ َّن‬ ‫َكف َْرت ُ ْم‬ َ‫َو ِإ ْذ ت َأَذَّن‬
‫َولَئِن‬ ۖ ‫ََل َ َِي َدنَّ ُك ْم‬ ‫ُك َْرت ُ ْم‬
َ ‫لَئِن‬ ‫َربُّ ُك ْم‬
﴾٧:‫﴿ابراُيم‬
Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka
Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (www.al qur’an_word.com)

Dengan semua itu maka hidup kita akan beruntung dan bahagia
dunia dan akhirat.
g. Mencintai Malaikat-Malaikat Allah, para Rasul dan Nabi Allah, dan
orang-orang shalih dari hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya
Allah SWT juga mencintai mereka. (Umar Baradja, 1987 : 5-6)

2. Akhlaq terhadap Rasulullah SAW


Jika kita mencintai Allah SWT maka kitapun harus mencintai Rasul
Allah yaitu dengan taat kepada Rasulullah SAW juga merupakan bagian
ketaatan kepada Allah SWT, seperti firman Allah Qur’an Surat Ali Imran 31
‫ذُنُوبَ ُك ْم‬ ‫لَ ُك ْم‬
‫َّللاَ فَاتَّبِعُونِى‬ َ‫قُ ْل إِن ُكنت ُ ْم تُحِ بُّون‬
‫َويَ ْغف ِْر‬
َّ ُ‫َّللا‬
َّ ‫يُحْ بِ ْب ُك ُم‬
﴾٤٢:‫ور َّرحِ ي ٌم ﴿آل عمران‬ ٌ ُ‫غف‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ۗ َو‬
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(www.alqur’an_word.com)

Maka lakukanlah nasihat-nasihat Nabi yang manunjukan kepada


kebaikan dan menjauhkan kejelekan. Karena nasihat tersebut akan
mendatangkan kebahagiaan. Cinta kepada Nabi Muhammad SAW. tidak
cukup sekedar dilahirkan dalam bentuk pengakuan kata-kata, melainkan
harus dibuktikan dalam bentuk yang nyata antara lain dengan :

224 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

a. Mengamalkan dan mematuhi agama Islam yang diajarkannya, baik


yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadis.
b. Berjuang menegakkan, mengembangkan dan membela ajaranajarannya,
termasuk pula menjaga kemurniannya dari bid’ah dan kufarat.
c. Memuliakan Nabi Muhammad SAW. dan memperbanyak shalawat
kepadanya.
d. Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabatnya.
e. Mengikuti nasehat-nasehatnya dan mengamalkannya dalam kehidupan.
Selain kita diwajibkan untuk memuliakan Allah SWT kita juga
diwajibkan untuk memuliakan Rasulullah SAW melebihi cinta kita kepada
dua orang tua dan dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW
yang mengajarkan agama Islam dan karena Rasulullah kita mengetahui
Tuhan kita, juga bisa membedakan antara halal dan haram. (Umar Baradja,
1987 : 9)

Metode Penelitian
Dalam penulisan metode skripsi ini, penulis mengunakan beberapa
metode penelitian, baik untuk memperoleh data maupun untuk menganalisis
data-data yang ada, antara lain dengan Library Research. Yaitu salah satu
research atau penelitian kepustakaan (Hadi, 1991: 9). Dalam penyusunan
skripsi ini menggunakan jenis studi kepustakaan atau library research.
Dalam arti bahwa bahan-bahan atau data-data penulisan skripsi ini diperoleh
dari penelitian buku-buku dan literatur-literatur yang berkenaan dengan
topik yang sedang dibahas. Maka sumber data yang dipakai dalam
penyusunan skripsi ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
1. Sumber data primer

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 225


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset.


(Tahzidulum Dharaha,1989: 60). Dalam penelitian ini sebagai sumber
primernya adalah kitab Al Akhlaq Lil Banat.
2. Sumber data sekunder
Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data
primer. Adapun sumber data sekunder dalam penyusunan skripsi ini adalah
buku-buku lain yang menjadi referensi, yang isinya dapat membantu dalam
penyusunan skripsi ini.

Pembahasan
A. Signifikansi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al
Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia
Seorang anak tak ubahnya benih kecil yang membutuhkan
perawatan secara ekstra, mulai dari air, suhu, udara dan sinar matahari
sehingga benih itu menjadi tumbuh besar dan berkekuatan, begitu pula
seorang anak pada fase pertamanya juga membutuhkan perhatian,
pengawasan dan arahan secara simultan sampai pada akhirnya mereka
tumbuh besar menjadi kebiasaanya semenjak kecil dengan izin Allah.
Mereka kelak menjadi orang yang cinta dengan kebaikan setelah dewasa.
Namun manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan tanpa ada
perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh besar menjadi
orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena itu hendaknya
mereka perlu dididik dengan manhaj Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an
dan yang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW, dan hendaknya
mereka diberi perhatian secara khusus dalam masalah pendidikan sejak
tumbuhnya jari-jemari mereka pada masa perkembangannya sampai dewasa.
Meski dilihat pada perkembangan selanjutnya pendidikan Islam telah
mengalami proses dinamika pemikiran yang sangat luas, unsur pendidikan

226 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

moral pun tak luput dari kajian pembahasan para pemikir pendidikan Islam.
Pendidikan moral sendiri kemudian menjadi semacam unsur permanen
dalam sistem pendidikan Islam, setidaknya dalam penetapan kurikulum
maupun pemantapan visi dan misi kependidikannya. Harun Nasution
berpendapat, pendidikan moral merupakan titik tekan yang sangat signifikan
dalam pendidikan Islam, karena ia merupakan salah satu inti dari ajaran
agama Islam itu sendiri, selain juga pendidikan ke-teologis-an dan keibadah-
an. (Nasution, Harun, 1998:87)
Hal terpenting yang menjadi sorotan para pakar pendidikan Islam
saat ini adalah tentang fenomena gejala dekadensi moral masyarakat, baik
orang dewasa maupun anak-anak pelajar, seperti penyelewengan, penipuan,
perampokan penindasan, saling menjegal dan saling merugikan dan masih
banyak perbuatan tercela lainnya. Maka Pendidikan Islam mempunyai tugas
pokok, tugas tersebut adalah membantu dan membina individu agar
bertakwa dan berakhlaqul karimah, bermanfaat bagi keluarga dan
masyarakat. Sebagaimana pengertian Pendidikan Islam yang dikemukakan
oleh D. Marimba yaitu bimbingan atau pimpinan sadar oleh pendidikan
terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama (Insan kamil) (D. Marimba, 1989: 19).
Agar proses pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan
maka pendidikan, pengajaran dan metodenya harus diambil dari aturan dan
nilainilai agama Islam. Demikian juga, kita harus mempersiapkan seorang
pengajar mukmin yang memiliki nilai-nilai tersebut, sehingga dia dapat
menjadi pemandu program Pendidikan Islam yang sukses, dapat
menciptakan generasi muda yang berpotensi dan mempunyai kepribadian
yang Islami. Untuk mencapai itu semua, maka materi yang ada dalam kitab
Al Akhlaq Lil Banat sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam
upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Materi yang disajikan dalam kitab

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 227


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

ini tidak hanya mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah
(hablumminallah), melainkan juga pada hubungan antara manusia satu
dengan manusia lain (hablumminannas), seperti akhlaq terhadap orang tua,
kerabat, tetangga, sesama teman dan juga sampai pada adab-adab berjalan,
bepergian, dan lain sebagainya, telah penulis deskripsikan pada bab
sebelumnya.
Metode yang di pakai oleh Umar bin Ahmad Baradja dalam kitab Al
Akhlaq Lil Banat antara lain: melalui teladan, nasehat, cerita atau hikayat,
kebiasaan, melalui syair, dan melalui dalil naqli. Misalnya saja pendidikan
melalui teladan. Keteladanan yang baik merupakan suatu keharusan dalam
pendidikan, karena bagaimana mungkin seorang anak akan memiliki
antusiasme untuk menjalankan sholat sedangkan dia melihat orang tuanya
adalah orang yang tidak memperhatikan sholat. Bagaimana mungkin dia
akan meninggalkan lagu-lagu dan lawakan, sedangkan dia melihat ibunya
senantiasa memperdengarkannya. Itulah dunia anak adalah dunia meniru, ia
akan meniru apa saja yang dapat ditangkap oleh indranya. Kebutuhan-
kebutuhan akan figur teladan selalu ada pada manusia karena karakter
manusia sebenarnya adalah senang untuk meniru. Hal ini bersumber dari
kondisi mental seseorang, yang senantiasa dirinya berada dalam perasaan
orang lain, sehingga dirinya meniru, ada kecenderungan anak akan meniru
perilaku orang dewasa. Dan bawahan akan meniru atasannya. Untuk itu
hendaklah kita mengedepankan keteladanan yang baik bagi anak-anak.
Untuk itu pemilihan metode yang tepat akan sangat penting
diterapkan dalam Pendidikan Islam guna mewujudkan tujuan pendidikan
terciptanya insan kamil yang berkepribadian shalih-shalihah. Dalam proses
pembentukan kepribadian anak, diperlukan strategi dan metode yang tepat.
Dan keberadaan kitab ini sangatlah signifikan dalam upaya pencapaian
terbentuknya generasi muda yang sesuai dengan tujuan umat islam. Tujuan

228 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi
tujuan itu merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorang yang
berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Kata Hasan Langgulung:
“Berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas dari pembahasan tentang
tujuan hidup manusia. Oleh karena itu pendidikan hanyalah suatu alat yang
digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai
individu atau masyarakat. (Hasan Langgulung, 1995: 55).
Tujuan pendidikan tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan
pendidikan yang ada dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat walaupun dalam
penyampaiannya berbeda. Tujuan dalam Al Akhlaq Lil Banat upaya
pembentukan kepribadian individu dan kepribadian sosial yang baik, seperti
contohnya akhlaq minum,makan dan tidur akan mumbentuk kepribadian
individu yang baek, sedang kepribadian sosial dengan menanamkan akhlaq
terhadap orang tua, guru, saudara, tetangga, dan terhadap teman, sehingga
kitab Al Akhlaq Lil Banat sangatlah signifikan dipakai dalam proses
pendidikan di Indonesia.

B. Relevansi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al


Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia
Penanaman akhlaq menjadi prioritas utama, karena harapan terbesar
bertumpu pada anak, dimana mereka adalah penerus perjuangan, pewaris
dan pembawa nama orang tua dan keluarga, berkibar di langit dan semerbak
harum mewangi, ataukah anak yang akan mencoreng muka orang tua dan
keluarga oleh karena kebejatan akhlaq yang dimiliki. Anak merupakan
amanat belahan hati yang suci, mutiara paling berharga yang masih netral
dan belum terbentuk, oleh karena itu dia siap dibentuk dan dibawa
kemanapun dia akan dibawa. Seperti yang telah ada dalam kitab Al Akhlaq
Lil Banat bahwa jika seorang anak dibiasakan dan diajari hal-hal yang baik,

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 229


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang yang
bahagia di dunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya, jika dibiasakan dan
diajari hal-hal yang buruk, diabaikan layaknya binatang tentu dia akan
menderita dan rusak, untuk itu membimbing dan menanamkan akhlaq yang
terpuji kepada anak merupakan cara pendidikan akhlaq yang berhasil,
dengan kata lain yaitu: “Adab bisa berguna selagi anak dalam kedinian dan
tiada lagi berguna baginya setelah itu, ibarat ranting kecil akan lurus jika
diluruskan, tiada lagi lurus jika ia menjadi batang yang kaku”.
Pendidikan akhlaq untuk generasi sekarang ini juga dihadapkan pada
persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni persoalan reformasi dan
globalisasi menuju masyarakat Indonesia baru. Tantangan yang dihadapi
sekarang adalah bagaimana upaya untuk membangun paradigma baru
Pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang didukung dengan sistem
kurikulum atau materi pendidikan, manajemen dan organisasi, metode
pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia yang berkualitas,
bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat global yang
begitu cepat, sehingga produk Pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia
modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara
kompetitif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern, global dan
informasi. Perubahan yang perlu dilakukan Pendidikan Islam, yaitu:
1. Membangun sistem Pendidikan Islam yang mampu mengembangkan
sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu mengantisipasi
kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global menuju
masyarakat Indonesia baru yang dilandasi dengan nilai-nilai ilahiyah,
kemanusiaan (insaniyah), dan masyarakat, serta budaya.
2. Menata manajemen Pendidikan Islam dengan berorientasi pada
manajemen berbasis sekolah agar mampu menyerap aspirasi

230 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

masyarakat, dapat mendayagunakan potensi masyarakat dalam


rangka,penyelenggaraan Pendidikan Islam yang berkualitas.
3. Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan Pendidikan Islam secara
berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat
menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat. Namun dalam hal
ini, kitab Al Akhlaq Lil Banat kurang efesien jika dipakai dalam proses
pendidikan akhlaq anak, karena adanya kemjuan teknologi zaman,
sehingga dalam hal ini diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk
penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi. Proses pendidikan
akhlaq adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang
pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik,
sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah.
Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue
dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Pendidikan akhlaq pada
hakekat keberadaannya sangatlah urgen di Indonesia, pendidikan yang
bertujuan membentuk pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan
seluruh potensi manusia baik dari segi rohaniah atau jasmaniah,
menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah,
sesama dan juga semesta alam. Agar peserta didik dapat mencapai tujuan
Pendidikan Islam tersebut, maka eksistensi lembaga pendidikan di Indonesia
harus menyusun rancangan program pendidikan yang dijabarkan dalam
kurikulum yang berorientasi pada:
1. Tercapainya hubungan transenden antara manusia dengan sang khaliq
sesuai dengan fitrah manusia sebagai abdullah
2. Tercapainya hubungan antroposentris antara sesama manusia dan antara
manusia dengan makhluk lain, sesuai dengan fungsi manusia sebagai
khalifah (pemimpin) di muka bumi.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 231


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

Relevansi kitab Al Akhlaq Lil Banat terhadap Pendidikan Islam di


Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi
kitab, metode yang dipakai dan tujuan pendidikan dalam kitab ini sangatlah
cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia,
terutama yang telah dipakai oleh lembaga pendidikan non formal. Sehingga
akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan
Pendidikan Islam. Dalam kitab ini Umar Bin Ahmad Baradja banyak
menjelaskan akhlaq mahmudah, seperti contoh penanaman rasa malu, hal ini
akan terwujud apabila kita menjaga pandangan dari sesuatu yang tidak halal,
menghargai setiap orang yang memiliki keutamaan dan menghargai orang-
orang yang patut dihargai menurtu derajat mereka, seperti orang tua, guru,
serta orangorang yang lebih tua. Kitab ini juga menjelaskan akhlaq
mazmumah, akhlaq tercela yang harus ditinggalkan, seperti contoh
menghindari sifat dusta, karena jika sifat dusta ini telah merajalela di
masyarakat, maka tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan dan
kedamaian dalam kehidupan bersama. Maka dari itu kitab ini sangat urgen
dalam proses penanaman akhlaq anak dalam rangka pembentukan pribadi
anak yang shalih dan shalihah. Karena jika bumi ini diwariskan kepada
generasi–generasi yang tidak bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah
exploitasi alam, kemaksiatan dan kemungkaran. Hal ini akan dapat
membawa malapetaka dan nestapa di muka bumi.

C. Implikasi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al


Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia
Kitab Al Akhlaq Lil Banat ini telah digunakan di beberapa lembaga
pendidikan non formal, seperti di Madrasah Banat dan di beberapa pondok
pesantren terutama di jawa, khususnya di pondok pesantren banat Al
Badriyah Mranggen, Pondok Pesantren Banat Kudus, Madrasah Diniyah

232 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

Islahiyyah Mranggen dan pondok pesantren putri Bustanu ‘Usyaqil Qur’an


Bener. Bahkan kitab ini telah dimasukkan dalam kurikulum, karena kitab ini
tidak hanya berisi tentang pendidikan akhlak yang mengarah pada hubungan
dengan Sang Pencipta namun juga hubungan terhadap Orang Tua, Guru,
saudara, tetangga, dan teman, serta menjelaskan tata cara bertamu yang baik
dan makan minum yang baik. Adapun ha-hal positif yang diperoleh oleh
peserta didik atau santri yang mempelajari dan mengindahkan kitab ini
diantaranya adalah perubahan sikap terhadap orang-orang disekitarnya,
perubahan perilaku dalam bertindak atau melakukan aktifitas. Dengan
mempunyai akhlaq terpuji dan menjauhkannya dari perilaku yang buruk,
sehingga setiap peserta didik atau santri dapat hidup dengan aman dan
tentram. Akhlaq terpuji tersebut diantaranya terciptanya kerja sama dan
solidaritas yang baik, mempererat tali silaturahmi, bertamu dan berkunjung
dengan baik dan sopan, berbicara dengan sopan, saling memuliakan dan
saling menghormati, serta menjauhi perilaku buruk atau tercela seperti
mengunjing, mengumpat, menfitnah, dan mengambil hak temannya.
Dalam penanaman akhlaq terpuji tersebut perlu adanya loyallitas
terhadap dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadis, serta
sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
Ada juga dari sebagian peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan
tidak menyadari akan urgennya pendidikan akhlaq, hal tersebut akan
menimbulkan dekadensi moral pada generasi Islam, yaitu diantaranya
merebaknya peserta didik atau santri yang mengambil uang temannya,
menfitnah temannya, menggunjing, membuat kegaduhan, berburuk sangka
dan berdusta baik kepada guru ataupun temannya.
Maka dalam rangka penerapan kitab akhlaq ini kepada peserta didik
atau santri, selain harus menekankan sifat loyalitas, konsisten dalam
berakhlaq terpuji, seorang guru (ustadz dan ustadzah) dan pengurus juga

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 233


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

harus memberikan keteladanan yang tepat serta harus kita tunjukkan tentang
bagaimana kita harus bersikap, bagaimana kita harus menghormati dan
seterusnya. Kalau kita ingin dihormati oleh orang lain, tentulah harus kita
awali dari kita sendiri untuk berbuat baik kepada sesama dan berbakti
kepada kedua orang tua kita. Maka dengan mengawalinya demikian, niscaya
orang lain pun akan menghormati kita dan anak-anak pun berbakti kepada
kita. Jadi pembelajaran kitab akhlaq ini tidak hanya dalam kelas saja, yaitu
dengan metode ceramah namun juga perlu diterapkan metode keteladanan,
nasehat dan kebiasaan.
Maka dengan usaha pembiasaan pada diri secara dini dan konsisten,
lebih bisa diharapkan akhlaqul karimah akan benar-benar tumbuh pada diri
anak sehingga apa yang diharapkan oleh kita akan terwujud yakni harapan
yang nantinya mempunyai sebuah keluarga yaitu keluarga yang dipimpin
oleh seorang kepala keluarga yang shalih didampingi oleh seorang istri yang
shalihah dan dihiasi pula putra-putri yang shalih dan shalihah.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis
dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut:
1. Materi akhlaq dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat meliputi hubungan
transedental antara menusia dengan Sang Khalik, sesuai penciptaan
manusia sebagai Abdullah, dan hubungan antroposentris antar sesama
manusia, sesuai dengan fungsinya sebagai kholifah fil ard. Dalam
mensukseskan proses pendidikan akhlaq untuk membentuk pribadi anak
perlu penerapan metode, diantaranya melalui teladan, nasehat, kisah
atau cerita, kebiasaan, menggunakan dalil naqli, dan menggunakan
syair. Metode-metode tersebut sangat efektif dan lazim untuk
diterapkan dalam proses pendidikan akhlaq di indonesia.

234 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Ulin Nadlifah Ummul Khoir

2. Dalam membentuk pribadi anak yang shalih-shalihah, peran keluarga


dan masyarakat sangatlah berpengaruh dalam kemampuan serta
kesiapan orang tua dan lingkungan masyarakat dalam mengantarkannya
menjadi insan shalih-shalihah. Dengan mengacu pada sebuah kurikulum
untuk berlanjutnya proses pendidikan akhlak anak dalam upaya
pembentukan pribadi anak yang shalihah. Maka Kitab Al Akhlaq Lil
Banat terhadap Pendidikan akhlaq anak di Indonesia sangatlah
berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi kitab, metode yang
dipakai dan tujuan pendidikan dalam kitab ini sangatlah cocok untuk
dipakai oleh lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Sehingga
akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan
tujuan Pendidikan Islam

Daftar Pustaka
Abdurrahman, Jamal. 2003. Atfal Al Muslim, Kaifa Rabaahum Al Nabiy Al
Amin?, terjemah oleh Jujuk Najibah Ardianingsih, Pendidikan Ala
Kanjeng Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Al Barry, M. Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka.

Al Habaib.Blog Spot.com.

Al Kisah. 2007.NO.07/V11/26 Maret-8 April.

Baradja, Umar. 1987. Al Akhlaq Lil Banat, Surabaya: CV. Ahmad Nabhan,
Jilid I, II & III.

D. Marimba, Ahmad. 1989. Pengantar Pendidikan Islam. Bandung: Al


Ma’rifat Rosda Karya.

Depdikbud. 1990. Kamus BBI. Jakarta: Balai Pustaka.

Fajar, A. Malik. 1999. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Dunia,


Cet I.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 235


Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah

Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, Jilid


1.

Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan, Suatu Analiasa


Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra.

Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional, Bandung: Mizan.

Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana


Ilmu.

_______ . 2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan


Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitain. Jakarta: Galia Indonesia.

Razak, Nasrudin. Dinul Islam. Bandung: Al Ma’arif.

Sulaiman, M. Subhi. Fannu Tarbiyah Al Banat, terjemah oleh Akhmad


Sodiqin, Lc, Sholihah Kiat Mendidik Anak Perempuan dalam Islam.
Semarang: Pustaka Adnan.

Toha, Chabib. 1996. Kapital Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.

www.alquran_word@yahoo.com

Zaini, Syahminan. 1996. Penyakit Rohani, Pengobatannya. Jakarta:


Kalam Mulia

236 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK


DALAM BUKU “TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK”
KARYA AHMAD RIFA’I RIF’AN

Muhammad Solehan
Instansi

Abstract
This study has the formulation of the problem as follows: How is biography
Ahmad Rifa'I Rif'an? How are the values of moral education in the book of
Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk? How is the application of moral education
methodology in the book? How to implement the values of moral education
in the book? This research use literature study which examines in depth
about the book. Source of data come from primary data and secondary data.
To analyze the existing data, the author organize, select and sort to find
patterns and synthesize then conclude. The method of analysis use inductive
and deductive. The findings show that Ahmad Rifa'I Rif'an born in
Lamongan 3 Oktiber 1987. He is a young writer and businessman Marsua
Media Owner. Patterns of thought in his book include personal
development, motivation, religion and business. The concept of moral
education in the book of Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk is a balance in the
vertical relationship (Hablumminallah) as a servant of God and the
horizontal relationship (hablumminannas) as individual beings and social
beings to achieve the degree of piety. Implementation in moral education in
schools include: a) Implementation of materials: In connection with the
development dimension in the vertical and horizontal dimensions. Besides,
the implementation of direct practice of the student in daily life. b)
Implementation methods: as method above moral education. c)
Implementation of interest: the highest goal (taqwa), general purpose (to
achieve self-realization), and special purpose (vision and mission of the
school).

Keywords: values, moral education, Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk

Pendahuluan
Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu
keprihatinan para pejabat negara. Hal itu juga menjadi keprihatinan para
pemerhati pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam.
Globalisasi kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 237


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

kemerosotan akhlak tersebut. Memang, kemajuan filsafat, sains, dan


teknologi telah menghasilkan kebudayaan yang semakin maju pula. Proses
itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin
mengglobal itu, ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral.
Kemerosotan akhlak agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat.
Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak itu lebih
nyata terlihat (Tafsir, 2002: 1).
Menurut pakar pendidikan, selama ini pendidikan belum berhasil
membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia. Bahkan banyak
yang menyebut pendidikan kita gagal karena banyak muridnya piawai dalam
menjawab soal ujian akan tetapi mentalnya lemah dan moralnya rendah.
Benar bahwa sejak kecil anak-anak diajarkan tentang kejujuran, keberanian,
kerja keras, kebersihan dll. Namun nilai-nilai kebaikan tersebut hanya
diajarkan di mulut dan semata-mata untuk dihafal, karena diduga akan
keluar dalam lembar soal ujian. Sementara praktik nilai-nilai tersebut dalam
dunia nyata kurang diperhatikan (Syarbini, 2013: 5).
Dekadensi moral, kenakalan remaja, pergaulan bebas (freesex),
penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran, meningkatnya tindak
kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai permasalahan sosial
berakibat pada pergeseran tata nilai dan norma di masyarakat.
Menununjukkan bahwasanya bangsa ini telah sampai pada titik nadhir krisis
akhlak yang sangat membahayakan bagi masa depan negara. Membutuhkan
penyelamatan generasi dengan terus mengupayakan melalui pembentukan
akhlak.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwasanya pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

238 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Rachman, 2003: 6).
Langkah pemerintah memang strategis, alasannya iman dan takwa
yang kuat yang akan mampu mengendalikan diri seseorang sehingga
sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Berdasarkan
inilah orang tua mempercayakan seratus persen pendidikan agama bagi
anaknya ke sekolah. Dengan cara itu mereka mengira bahwa anak-anak
mereka akan menjadi orang yang beriman dan bertakwa (Tafsir, 2002: 4).
Padahal semua itu belumlah cukup, karena di sekolah hanyalah bersifat
penyampaian pengetahuan, yaitu pengajaran (kognitif) saja. membutuhkan
penanaman karakter melalui kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan dalam
lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Pendidikan akhlak (yang bersumber dari agama) yang seharusnya
memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan dekadensi moral seperti
kehilangan gigi taringnya, tak berdaya dan kurang memberikan kontribusi
yang cukup untuk mengatasinya atau paling tidak menetralisir keadaan. Itu
semua disebabkan kurang adanya keseimbangan dalam penanaman akhlak
yang baik dari lingkungan keluarga, pergaulan (Sekolah, kantor), dan
masyarakat.
Amin Rais (1998: 103) berpendapat bahwasanya banyak orang
beragama menjadikan agamanya sebagai topeng belaka. Banyak orang
beragama yang menjadikan agamanya sebagai rutinisme belaka yang kosong
melompong dari jiwa keagamaanya. Demikianlah yang terjadi jika agama
hanya menjadi sekedar pengisi kepala atau pengetahuan tanpa ada
pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Begitu
banyak contoh yang dapat kita amati, bahwasanya kebanyakan agama hanya
penghias kehidupan belaka, padahal ia adalah sentral yang seharusnya

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 239


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

melekat disetiap aktifitas hidup manusia. Ketika adzan berkumandang,


masih begitu banyak yang sibuk dengan segala aktifitasnya, masih begitu
sibuk dengan pekerjaannya, tugas menumpuknya, sosial medianya, tanpa
bersegera untuk memenuhi panggilan Allah tersebut. Karakter seperti inilah
yang menjadi salah satu gambaran bahwasanya agama belum bisa menjadi
ruh bagi setiap aktifitas manusia. Penanaman akhlak dalam beragama
tentulah dibentuk melalui pembiasaan. Dan pendidikan akhlak dimulai dari
lingkungan yang terkecil, yaitu keluarga.
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan
bimbingan dari orang tua atau anggota keluarga lainya. Didalam keluarga
inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang
masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh
dari pendidiknya (Zuhairini, 1995: 177).
Selain dari lingkungan keluarga, yakni lingkungan pergaulan dan
masyarakat secara umum. Lingkungan pergaulan yakni meliputi teman
bermain, lingkungan kerja sementara lingkungan masyarakat adalah
lingkungan dimana seseorang tinggal dalam lingkungan sosial, terjadi
interaksi dan adaptasi terhadap masyarakat. Ketiga komponen tersebut diatas
tentunya harus disemangati melalui nilai-nilai agama. Karena pada
hakikatnya hidup ini memiliki satu tujuan, yakni beribadah kepada Allah
SWT. Jadi ada dua dimensi yang harus seimbang dalam pendidikan akhlak,
yakni hablum-minallah, yaitu berkaitan dengan keimanan, menyemangati
setiap aktifitas dengan nilai agama. Dan hablum-minannas, yaitu bentuk dari
upaya penjagaan keimanan, melalui pendidikan akhlak sesama manusia.
Diantaranya dalam lingkungan keluarga, lingkungan bergaul (sekolah/kerja/
lainya), dan masyarakat.

240 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa’i Rif’an,
merupakan buku yang menjelaskan tentang konsep pendidikan akhlak
sesuai pada ajaran Islam. Penulis harapkan mampu memberikan gambaran
mengenai pendidikan akhlak yang ideal, yang mampu memberikan solusi
praktis sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi permasalahan
sosial yang terjadi saat ini.
Berangkat dari latar belakang di atas, penulis berusaha menelaah
konsep pendidikan akhlak yang telah lalu dikomparasikan dengan konsep
pendidikan kontemporer agar dapat memberikan sumbangan pemikiran
terbaru. Dengan harapan mampu menjawab permasalahan kekinian terkait
dekadensi moral berikut beberapa hal yang melingkupinya. Karenanya
penulis tertarik untuk mengangkat sebuah fokus pembahasan mengenai
pendidikan akhlak dengan judul ”NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM BUKU TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK KARYA
AHMAD RIFA’I RIF’AN”

Permasalahan
1. Bagaimana biografi Ahmad Rifa’i Rif’an?
2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami
Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa’i Rif’an?
3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku
Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah

Tinjauan Pustaka
A. Nilai
Bank (1996: 62) berpendapat bahwasanya nilai adalah suatu tipe
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan yang
dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan , atau

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 241


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak
pantas dikerjakan. Menurut Sidi Gazalba (1996: 62) nilai adalah sesuatu
yang bersifat abstrak, namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak
hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,
melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau tidak
disenangi. Sementara menurut Thoha nilai adalah esensi yang melekat pada
sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Kebermaknaan esensi
tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan
pemaknaan manusia sendiri (Thoha, 1996: 62).

B. Pendidikan Akhlak
Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 1). Pendidikan merupakan
proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua
kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai
suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-
nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Rokib, 2009: 15)
Sementara kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq, berakar dari
kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq
(Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khaliq (penciptaan). Dari
persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Pencipta)

242 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku
seseorang terhadap orang lain dan lingkunganya baru mengandung nilai
akhlak yang hakiki jika tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada
kehendak khaliq (Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, namun juga dengan alam
semesta sekalipun. (Assegaf, 2014: 42)
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara
hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu
membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian (Drajat, 1995: 10). Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui
pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan
sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh
melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120).
Nilai pendidikan akhlak adalah suatu esensi yang terkandung dalam
sebuah proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan perilaku sesuai
dengan kehendak Sang Khaliq (Pencipta) ataupun norma agama sehingga
menjadi seimbang antara Hablum-minallah (Hubungan Vertikal) dan
hablum minan-nas (Hubungan Horisontal). Pendidikan akhlak disini terbatas
pada pendidikan akhlak dalam agama Islam.

C. Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk


Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah sebuah buku
inspirasional yang termasuk buku non fiksi. Membahas tentang
pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Buku yang sudah
mendapat kategori National Best Seller ini adalah salah satu karya penulis
muda berbakat, yaitu Ahmad Rifa’i Rif’an. Di dalam buku ini dari segi
isinya menggunakan metode mauidzah atau pemberian nasehat dan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 243


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

pengalaman penulis serta memberikan arahan-arahan kepada generasi muda


khususnya, dan semua kalangan pada umumnya.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library
research), karena objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah buku.
Data-data yang terkait dengan analisis pembahasan penelitian berkaitan
dengan biografi, latar belakang pendidikan penulis, dan berbagai hal yang
mungkin berpengaruh pada kondisi penulis, baik secara langsung atau tidak
langsung. Penelitian Pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang
dilakukan degan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka berupa
buku-buku, ensklopedi, jurnal, majalah, dan sumber pustaka lainya yang
relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber datanya
(Hadi, 1990: 9).

Pembahasan
A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam
Mengkaji pendidikan akhlak, maka tidak akan terlepas dari
pendidikan Islam sebagai landasan perencanaan dan pelaksanaannya.
Karena pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan Islam itu
sendiri. Adapun dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah
yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari
akidah dan pancaran darinya. Oleh karena itu, jika sesorang berakidah
dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik, dan lurus. Begitu
pula sebaliknya, jika akidahnya salah dan melenceng, maka akhlaknya pun
akan tidak benar (Mahmud, 2004: 84).

244 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui


bahwa dalam kehidupan, manusia akan menghadapi hal baik dan hal buruk.
Untuk menghadapi hal yang serba kontra tersebut Islam telah menetapkan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup di
dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan kebaikan di dunia
dan akhirat (Mahmud, 2004: 121).
Akhlak bersangkut paut dengan gejala jiwa sehingga dapat
menimbulkan perilaku. Bilamana perilaku yang timbul ini adalah baik, maka
dikatakan akhlak yang baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang timbul
adalah buruk, maka dikatakan akhlak yang buruk. Bedanya dengan moral,
ukuran baik dan buruk dalam akhlak mengikuti ketentuan agama, sedangkan
moral berdasarkan budaya masyarakat dan akal pikiran manusia. Misal, di
Amerika minuman keras awalnya dipandang sebagai perbuatan yang tercela
dan dilarang hukum, akan tetapi setelah budaya masyarakat mengalami
perubahan dan bergesernya pola pikir, kini minuman keras diterima sebagai
gaya hidup. Ini yang dimaksud dengan moralitas manusia yang berasal dari
budaya masyarakat dan akal fikiran. Sedangkan akhlak mendasarkan diri
pada ketentuan Allah. Maka minuman keras tadi tetap merupakan perbuatan
dan gaya hidup yang tidak sesuai menurut Islam dan tetap diperintahkan
untuk ditinggalkan, meskipun budaya manusia dan pola pikirnya mengalami
perubahan (Assegaf, 2014: 43-44). Bisa disimpulkan bahwasanya yang
menjadikan perbedaan keduanya terletak pada sumber yang dijadikan
patokan. Moral bersumber pada kebiasaan dan pendapat akal fikiran
sementara akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk
adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Karena dengan dihadapkanya manusia pada sifat baik-buruk, sebagai
makhluk istimewa yang memiliki potensi yang dikaruniakan Allah sudah
seharusnya manusia mengoptimalkannya, disanalah manusia memiliki

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 245


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

kebebasan serta tanggung jawab atas segala apa yang dilakukan sebagai
bentuk konsekuensinya.
Islam sebagai petunjuk dari Allah mengandung implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi
pribadi yang sempurna melalui tahapan-tahapan sesuai ajarannya. Sehingga
manusia bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Adapun tujuan agama Islam diturunkan di bumi adalah menjadi
rahmat bagi alam semesta. Dan tentu membutuhkan suatu wadah untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Diantaranya adalah melalui pendidikan.
Melalui pendidikan Islam maka manusia akan diarahkan untuk
mengembangkan fitrah yang Allah karuniakan sesuai dengan ajaran Islam.
Adapun dimensi pengembangan manusia agar dapat mencapainya adalah
sebagai berikut:

1. Manusia sebagai makhluk individu


Manusia sebagai makhluk individu bukan berarti manusia hanya
berorientasi pada diri sendiri saja, akan tetapi dengan segenap kelebihan
yang telah diberikan Allah kepadanya, ia dapat memaksimalkan fungsi
tersebut. Karena salah satu bentuk syukur kepada-Nya adalah dengan
memaksimalkan potensi yang telah diberikanNya untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya.
Agar manusia mampu memaksimalkan potensi dirinya, maka Allah
telah memberikan bekal yang cukup berupa fisik, akal (pikiran), dan hati
yang sehat. Karena itulah Allah meninggikan derajatnya melebihi makhluk
ciptaanNya di muka bumi. Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra’: 70
َّ
ِ ‫الط ِي ِّٰب‬
‫ت‬ ‫ْالبَ ِ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َرََ ْق ٰن ُهم‬
َ‫ِ ِّمن‬ ‫َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَن ِٓى َءا َد َم َو َح َم ْل ٰن ُه ْم فِى‬
﴾٧۰:‫ضيَل ﴿اْلسراء‬ ‫ا‬ ِ ‫ََلَ ْقنَا ت َ ْف‬ ‫علَ ٰى َكثِير ِ ِّم َّم ْن‬
َ ‫َوفَض َّْل ٰن ُه ْم‬
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami
angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki

246 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan


yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan
(Q.S Al-Isra’: 70)

Sebagai makhluk yang telah diberikan keistimewaan oleh Allah


berupa akal pikiran dan hati, maka akan ada konsekuensi yang harus
ditanggung oleh manusia. Allah Swt berfirman dalam Q.S Al-Isra’: 15:
‫َو ََّل‬ ۚ ‫علَ ْي َها‬
َ ‫ض ُّل‬ ِ َ‫ض َّل فَإِنَّ َما ي‬ َ ‫َّم ِن ا ُْت َ َد ٰى فَإِنَّ َما يَ ْهتَدِى ِلنَ ْف ِسهِۦ ۖ َو َمن‬
‫سوَّلا‬ ُ ‫َر‬ َ‫ث‬ َّ
َ‫َحت ٰى نَ ْبع‬ ِّ
َ‫ُكنَّا ُمعَ ِذبِين‬ ‫ت ََِ ُر َو ِاَ َرة ٌ ِو َْ َر أ ُ َْ َر ٰى ۗ َو َما‬
﴾٢١:‫﴿اْلسراء‬
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri;
dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum
Kami mengutus seorang rasul (Q.S Al-Isra’: 15)

2. Manusia sebagai makhluk sosial


Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu tidak
mungkin hidup layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat manusia
lainya (Achmadi, 2005: 58). Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat
dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang
mereka inginkan kecuali mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik
dan benar. Interaksi antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika
dalam masyarakat itu terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga
mereka dapat saling memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat
(Mahmud, 2004: 96). Dalam Q.S Al-Hujurat: 13 disebutkan,
ۚ ‫ارفُ ٓو ۟ا‬
َ َ‫ُعُوباا َوقَبَآئِ َل ِلتَع‬
ُ ‫ََلَ ْق ٰن ُكم ِ ِّمن ذَكَر َوأُنث َ ٰى َو َجعَ ْل ٰن ُك ْم‬ ُ َّ‫ٰيٓأَيُّ َها الن‬
‫اس إِنَّا‬
﴾٢٤:‫ير ﴿الحجرات‬ ٌ ‫ََ ِب‬ ‫علِي ٌم‬
َ ‫َّللا‬
َ َّ ‫َّللا أَتْقَ ٰٮكُ ْم ۚ ِإ َّن‬
ِ َّ ‫ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عِن َد‬
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal...(Q.S
Al-Hujurat: 13)

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 247


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

Saling kenal mengenal adalah bentuk sifat interaksi antar manusia


karena saling membutuhkan satu sama lain. Islam memandang manusia
sebagai makhluk individu dan masyarakat berdasarkan prinsip kesatuan dan
persatuan umat. Adapun peranan individu dalam masyarakat menurut
pandangan Islam adalah terletak pada tanggung jawabnya dalam mencipta
tatanan kehidupan bersama yang harmonis dalam rangka memajukan
kehidupan yang sejahtera dalam naungan dan ampunan Ilahi (Achmadi,
2005: 59).

3. Manusia sebagai hamba Allah


Dalam berhadapan dengan Allah, seorang muslim menempati
kedudukan sebagai hamba Allah (abdullah), sehingga tampaklah kepatuhan
serta kecintaan pengabdiannya yang luar biasa, sebagaimana dia tunduk dan
menumpahkan harapannya dalam kegiatan berdoa, shalat, atau tata cara
ibadah yang lainya. Dengan demikian ada keterkaitan yang mutlak antara
hamba dan Allah, sebuah keterikatan yang melahirkan komitmen atau kita
sebut dengan dimensi aqidah (Tasmara, 2002: 208). Sebagaimana tujuan
utama penciptaan manusia yang dijelaskan dalam Q.S Adz-Zariyat: 56
ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬
﴾١٥:‫ُون ﴿الذاريات‬ ِ ْ ‫ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل‬ ُ‫ََلَ ْقت‬ ‫َو َما‬
Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-Zariyat: 56).

Merujuk kepada status manusia, maka tanggung jawabnya selaku


hamba Allah dititikberatkan pada upaya bagaimana ia dapat
mengimplementasikan diri seutuhnya sebagai seorang pengabdi Allah yang
patuh dan setia dengan penuh keikhlasan (Jalaludin, 2003: 56).
Dalam posisi manusia sebagai abdi Allah yang mesti
menghambakan diri sepenuhnya kepada-Nya dengan cara melaksanakan
perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, itulah kewajiban asasi

248 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

manusia. Sebab hidup beragama dengan ketundukan dan kepatuhan kepada


Allah merupakan fitrah manusia. (Kosim, 2012: 14).
‫ََّل‬ ۚ ‫علَ ْي َها‬
َ ‫اس‬ َ َ‫َّللا الَّتِى ف‬
َ َّ‫ط َر الن‬ ِ َّ ْ ‫ۚ ف‬
َ‫فَأَقِ ْم َوجْ َهك‬
َ‫ِط َرت‬ ‫َحنِيفاا‬ ‫ِّين‬
ِ ‫لِل ِد‬
َ َ
َ‫اس َّل يَ ْعل ُمون‬ َّ َ ْ َ َّ ٰ َ ْ
ِ ‫ال ِدِّينُ القيِِّ ُم َولكِن أكث َر الن‬
‫ق‬ ٰ
ِ ‫ت َ ْبدِي َل ِلَ َْل‬ ِ َّ
َ‫َّللا ۚ ذلِك‬
﴾٤۰:‫﴿الروم‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
(Q.S Ar-Ruum: 30)

Berbekal potensi keagamaan berupa dorongan untuk mengabdi


kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi.
Dalam pandangan antropolog dorongan ini dimanifestasika dalam bentuk
percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in supernatural being)
(Jalaludin, 2003: 35).
Ketiga dimensi pengembangan diatas menjelaskan bahwasanya kita
harus sadar bahwa manusia sebagai makhluk individu (pribadi), sebagai
makhluk sosial, dan sebagai hamba Allah. Manusia membangun keselarasan
itu semua dengan akhlaqul karimah. Menyeimbangkan antara hubungan
vertikal sebagai hamba Allah dan hubungan horisontal sebagai individu dan
masyarakat (sosial).

B. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Buku Tuhan, Maaf Kami


Sedang Sibuk di Sekolah
1. Implementasi Materi Pendidikan Akhlak di Sekolah
Sebagaimana pendidikan akhlak perspektif Islam yang membahas
tentang kedudukan manusia, penerapan materi pendidikan akhlak dalam
buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk pun juga membahasnya meliputi:
pertama pendidikan akhlak secara vertikal dimana manusia berada dalam

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 249


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

posisi sebagai ‘abdullah (hamba Allah), kedua pendidikan akhlak secara


horisontal dimana manusia berada dalam posisi sebagai individu sekaligus
makhluk sosial masyarakat.

a. Akhlak dalam Hubungan Vertikal


Jalur komunikasi yang bersifat vertikal yaitu jalur komunikasi
manusia dengan Tuhan (Tatangaparsa, 1980: 18). Begitu juga dengan
pendidikan akhlak, hubungan manusia dengan Allah selaku sang khalik.
Pada dasarnya akhlak manusia kepada tuhannya adalah beriman dan
beribadah atau mengabdi kepada-Nya dengan tulus ikhlas. Sebagaimana
disebutkan tadi bahwasanya dasar dari pendidikan akhlak adalah aqidah
yang benar. Maka dari hubungan vertikal inilah peserta didik ditanamkan
pendidikan akhlak yang mulia. Berikut adalah bentuk akhlak manusia selaku
hamba Allah:

1) Beriman dan Ber-Islam secara Kaffah (Menyeluruh)


Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru
penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama. Andaikan
syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak kita yang masih bermain
di playgroup atau taman kanak-kanak bisa mengucapkanya dengan fasih.
Andaikan ber-Islam hanya dibutuhkan persaksian lisan, burung beo-pun
bisa, bisa punya kesempatan jadi muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah,
menyeluruh. Jika syahadat telah kita ucap, perilaku sehari-hari layaklah
untuk segera kita benahi (Rif’an, 2015: 39).

2) Mengabdi kepada Allah


Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka,
tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat

250 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami memang berharap syurga, tapi


kami hampir tidak ada waktu untuk mencari bekal menuju syurga-Mu. ...
Kita seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk beribadah dan
berkomunikasi dengan Allah saja kita harus menyempatkannya. Kita seolah
pelit, bahkan untuk akhirat kita justru menyedekahkan harta yang tersisih.
Tak sadar dihadapan Tuhan seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk,
padahal seluruh waktu, seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita
persembahkan dalam pengabdian kepada-Nya (Rif’an, 2015: 3-4)

3) Menjadikan shalat sebagai kebutuhan


Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang yang
shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja ia dengan begitu
beringasnya menggelembungkan dana ini itu agar bisa di tilap. Wajar jika
kita masih dengan mudah melihat orang yang shalat lima waktunya lancar
tapi masih saja berani mengurangi timbangan. Orang yang rajin shalat lima
waktu tapi masih suka menipu konsumen. Karena kita selama ini tidak
menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup. Kita hanya menjadikan shalat
sebagai kewajiban yang memaksa (Rif’an, 2015: 254-255)

4) Melatih berihsan dengan puasa


Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu perlu
sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa merupakan ibadah yang
paling ampuh dan efektif untuk melatih kejujuran. Berbeda dengan sifat
ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah,
karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak , hanyalah orang
yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita bisa saja makan dan minum
seenaknya ditempat sunyi yang tidak terlihat seorang pun. Namun kita tidak
melakukannya, karena dalam diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 251


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

yang Maha Melihat. Puasa melatih manusia untuk senantiasa menyadari


kehadiran Tuhan dalam setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih
untuk menyadari bahwa segala aktifitas yang kita lakukan selalu diawasi
oleh Allah (Rif’an, 2015: 237).

5) Bersandar kepada Allah dengan berdoa


Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan
kita dalam mengatasi segala persoalan hidup tanpa pertolongan Allah. Doa
adalah bentuk kerendahhatian seorang hamba yang lemah terhadap kekuatan
Tuhannya. Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah mewanti-wanti,
“Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah Allah kepada-
Nya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah murka, apalah artinya hidup kita
didunia ini. Semua hanya menjadi bencana. Semua hanya kesengsaraan
(Rif’an, 2015: 64).

6) Taubat
Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan,
”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari hidupku?” Biasanya yang
pertama kali keluar dari lisanya adalah anjuran untuk bertaubat kepada
Allah. Karena ia tahu bahwa dengan bertaubat terhadap dosa-dosa, maka tak
ada yang namanya masalah. Masalah adalah ketika kita berbuat dosa dan tak
kunjung mentaubatinya (Rif’an, 2015: 52)

7) Bersyukur
Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita.
Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan supaya Allah
berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya, jawabanya adalah dengan
bersyukur....Selama ini kebiasaan kita adalah bersyukur setelah nikmat itu

252 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

hadir. Kita dengan mudah mengucap hamdalah setelah rezeki datang


menghampiri. Padahal syukur adalah metode mengundang nikmat. Jika
selama ini urutan yang kita anut adalah “Berdoa kepada Tuhan-> Doa kita
dikabulkan -> Baru bersyukur” Mulai sekarang, mari logikanya kita balik,
“Bersyukur terlebih dahulu -> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun
dikabulkan.” (Rif’an, 2015: 71-72).

8) Uzlah
Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah
dengan definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia, dan ramai
bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita boleh jadi melakukan
aktifitas sehari-hari seperti biasa, melakukan pekerjaan kantor di ruang
kerja, berkomunikasi dengan rekan bisnis, berhadapan dengan klien menatap
layar komputer, tapi hati kita tak pernah lepas dari mengingat Allah.
Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu oleh aktivitas kita sehari-
hari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi jiwa kita senantiasa ramai
bersama Allah. Semua masalah kita tumpahkan kepada-Nya. Masalah
sebesar apapun tetap kalah oleh kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259-
261).

9) Khusnudhon kepada Allah


Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa
seseorang, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah sedang membenci
orang tersebut. Mungkin Allah ingin menyaksikan hamba yang dicintainya
itu menyungkur sujud di sepertiga malam terakhir untuk mengadukan
permasalahn hidupnya (Rif’an, 2015: 202).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 253


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

b. Akhlak Dalam Hubungan Horisontal


Jalur komunikasi yang bersifat horisontal adalah jalur komunikasi
manusia dengan alam sekitar, terutama sesama manusia itu sendiri. Bersifat
horisontal sebagaimana posisi manusia sebagai makhluk individu sekaligus
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Berikut akhlak dalam
hubungan horisontal.

1) Akhlak terhadap diri sendiri


a) Menjaga keimanan
Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat
naik atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat sekali
beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah dilaksanakan
dengan gairah yang tinggi. Sementara saat iman sedang rendah, kita makin
bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan yang wajib, apalagi
yang sunnah. Hubungan timbal balik itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan
hanya: ketika iman kita naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi
berlaku juga sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka iman meningkat
(Rif’an, 2015: 29-30)

b) Jujur
“Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana bisa
memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya dilihat dari kejujuran
dalam meraihnya.” (Rif’an, 2015: 206).

c) Memperbanyak mengingat mati


Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia kita
berakhir. Namun terkadang kita lupa bahwa Allah menjadikan usia kita
sebagai misteri justru agar kita bisa mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa

254 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

mati kapan saja. betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa
datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang mengerjakan dan
pekerjaan yang sia-sia dalam hidup (Rif’an, 2015: 332).

d) Memanfaatkan waktu sebaik mungkin


Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak pernah
memberi kalimat tanya dengan kata awal ‘berapa’. Kalimat tanyanya adalah
‘Untuk apa’. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari bersama
mengingat dan merenung, sejenak saja. kira-kira lebih banyak mana kita
mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru
berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan memperberat dosa? ...
Masa tak pernah menunggu, usia tak pernah menanti. Ia akan tetap berjalan.
Tahun akan tetap berganti. Dan satu yang pasti, usia kita adalah amanah
yang tidak gratis. Ia merupakan modal yang diberikan oleh sang pencipta
untuk kita. Tak ada jeda istirahat bagi seorang muslim di dunia ini. Karena
jeda istirahatnya adalah saat ia menginjakkan telapak kakinya di pelataran
syurga (Rif’an, 2015: 244- 245)

e) Tidak meremehkan orang lain


Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan profesi
itu halal, insya Allah memiliki potensi yang sama untuk menggapai
kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa sombong maupun rendah diri
dengan profesi yang kita tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya,
hormat atau hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang ditekuninya.
Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat pengabdiannya kepada
Tuhannya (Rif’an, 2015: 320).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 255


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

f) Menjauhi ghosab
Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang dirasa
sebagai hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada teman akrab yang sudah
lama saling pinjam, saling pakai, saling bagi, saling minta, dan saling-kasih
barang-barang yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab menghadirkan
sebuah rasa yang menganggap, milikku adalah milikmu, milikmu adalah
milikku. Keakraban itu kemudian menimbulkan satu kalimat, “Ah, pinjem
bentar gak papa lah. Pasti temenku nggak akan marah kalo barangnya ku
pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian merasuk dalam diri menjadi karakter
yang susah dihilangkan. Sikap tak meminta izin saat meminjam hak milik
orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap wajar (Rif’an, 2015:
266).

g) Menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menghindari zina


Islam mensyari’atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang diiringi
niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada
Allah, dan diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan
kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi, seperti
mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau sekedar pelarian
‘patah hati’. Allah tak pernah membolehkan pacaran. Mengapa? Karena
cinta yang tak diiringi tanggungjawab adalah sebuah kepengecutan sikap
dan hanya berakhir dengan sesal. Tak sedikit kita jumpai banyak kasus free
sex maupun pelecehan seksual. Itu karena nafsu berupa ketertarikan
terhadap lawan jenis yang merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan
baik. Akibatnya? Tentu kerugian yang didapat. Nama baik tercemar, hidup
tak dihormati lagi dalam masyarakat. Islam tak menghendaki itu. Ajaran
nikah melindungi kita dari kehinaan hidup ( Rif’an, 2015: 133-134).

256 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

2) Akhlak terhadap tetangga


a) Menjaga kerukunan dalam bertetangga
Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita yang
membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah rumah. Rasulullah
menegaskan empat puluh rumah di kanan, kiri, depan, dan belakang rumah
kita, mereka itulah para tetangga kita. Konsekuensinya tentu saja ada hak-
hak dan kewajiban terhadap semua tetangga kita itu. ... Mengunjungi ketika
sakit, menghantar jenazah ketika wafat, membantu masalah finansial,
merahasiakan aibnya, mengucapkan selamat kepada tetangga yang
berbahagia, datangi saat duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak
mudah salah faham, dan saling berbagi makanan (Rif’an, 2015: 178).

b) Peduli kepada anak yatim


Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda sempat
berbuka bersama, memberi santunan, bahkan mengajak beberapa anak yatim
untuk tinggal dirumah anda , jangan pernah sedikitpun merasa bahwa anda
adalah penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa apapun kepada
mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak yatim, karena sungguh,
dihadapan Allah merekalah yang menjadi penolong hebat bagi kita. Ketika
anda memberi makan kepada mereka, bukan berarti anda telah menolong
mereka. Anda memberi makan kepada mereka itu berarti anda telah
menyelamatkan diri anda sendiri dihadapan Allah. Ketika anda ditimpa
masalah, merekalah yang akan menolong anda dengan doa-doa mereka yang
makbul (Rif’an, 2015: 185).

3) Akhlak terhadap keluarga


a) Akhlak terhadap pasangan
(1) Menjaga kesetiaan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 257


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab dan
komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah engikat yang lebih kuat
ketimbang cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga jika keluarga
dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa diatur), ia rentan
pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat jalinan
kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen dan tanggung jawab adalah
jawabannya. ... Peliharalah kesetiaan. Ketika ada bersitan jahat yang
menyita perhatian anda, segeralah ber-istighfar, berwudhu dan ingatlah, di
rumah anda ada pasangan yang selalu tersenyum menyambut kehadiran
anda. Yang selalu berdoa tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih
mengabdi. Yang rela bersama anda selama hidup. Dialah istri anda. Dialah
suami anda (Rif’an, 2015: 127-128).

(2) Menghindari perselingkuhan


Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan adalah kantor.
Frekuensi pertemuan yang intens dan kedekatan sering kali menumbuhkan
‘hubungan terlarang’ ini. Begitu banyak pasangan yang sudah menikah
dengan mudah mencederai kesetiaan dan menghancurkan hubungannya
karena terjebak dengan sebuah perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat
selalu bahwa perselingkuhan adalah cara telak untuk menurunkan harga diri
anda. Terkait kesuksesan karier, ada lelucon klasik. Di sebelah lelaki
sukses, ada seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah
istrinya. Di sebelah laki-laki yang gagal. Juga ada seorang wanita yang
mendampingi, tapi wanita itu bkan istrinya.” (Rif’an, 2015: 170-172).

(3) Akhlak wanita karir


Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak bekerja diluar
dengan alasan khawatir pada terabaikannya tugas anda sebagai istri bagi

258 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

suami serta ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai ibu rumah
tangga tak kalah mulia dari usaha mencari nafkah. Namun bagi anda yang
telah memilih hidup dalam karier, yakinlah bahwa Islam tak pernah
menempatkan perempuan pada derajat rendah kehidupan. Islam tak meminta
perempuan untuk mengunci diri dalam bilik kecil rumahnya. Silahkan
meniti profesi, asalkan profesi yang dipilih tidak menganjurkan pada
pelanggaran etika dan naluri sebagai wanita (ibu dan istri). Namun ada
aturan yang harus dipegang erat agar kaum wanita tetap berada ditempat
tehormat. Pertama, patuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya, misalnya
perihal pakaian. Semoga tidak ada lagi perempuan muslim membeber
auratnya dengan alasan, “Maklumlah, tuntutan profesi!” (Rif’an, 2015: 167).

b) Akhlak orang tua terhadap anak


(1) Peran Ayah
Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa
pamrih. Keluarga kita bukan hanya berharap tercukupi kebutuhan
ekonominya semata, tapi kasih sayang dan perhatian jauh lebih dibutuhkan
oleh mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur
waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan ada waktu
bercanda bersama anak istri. Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki
sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, kapan
ada waktu shalat berjamaah, menyimak iqra’, memeriksa hafalan, serta
menemani belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif’an, 2015: 138).

(2) Peran Ibu


Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Peran ibu
sangatlah vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibundalah yang pertama
kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 259


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

sosok pertama yang dipercaya dan didengar ucapanya oleh anak. ... Untuk
anda wahai para ibu. Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang
rajin shalat jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita memiliki anak yang
pandai membaca Al-Qur’an jika anda menyentuh Al-Qur’an pun tak pernah.
Jangan pernah berharap memiliki buah hati yang hobi membaca, jika anda
tak pernah meneladankan itu sejak dini kepada mereka (Rif’an, 2015: 144).

(3) Mengutamakan pendidikan keimanan kepada Anak


Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya.
Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan
mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab
hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai
tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan
menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
‫سو ِل‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫َم َع‬ ُ‫ات َّ ََ ْذت‬ َّ
‫ٰيلَ ْيتَنِى‬
‫الظا ِل ُم‬ ‫يَقُو ُل‬
‫ض‬ ‫يَ َد ْي ِه‬
ُّ َ‫َويَ ْو َم يَع‬ ‫علَ ٰى‬
َ
﴾٤٧:‫يَل ﴿الفرقان‬ ‫س ِب ا‬َ
“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27).

Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman
telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan
pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif’an, 2015:
153).

c) Akhlak anak terhadap orang tua


Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan kedua orang
tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh itu adalah sebuah jalan pintas
bagi anda menuju pelataran syurga. Jangan pernah berpikir orang tualah

260 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

yang butuh anda. Karena sesungguhnya andalah yang butuh mereka (Rif’an,
2015: 156).
Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang makin
cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada orang tuanya. Dunia baru
membawa nuansa persaingan yang sedemikian tajam sehingga mengabaikan
segala yang tak membantu, atau dirasa merepotkan perjalanan karier dalam
hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan Malin Kundang abad ke-21. ...
Begitu banyak yang telah membuktikan bahwa kedua orang tua sangatlah
mempengaruhi kesuksesan manusia. Bukan hanya sukses akhirat, tetapi juga
terkait erat dengan sukses dunia. Jika anda masih memiliki orang tua,
hormati, kasihi, dan cintai mereka. Merekalah manusia keramat di dunia
yang dikaruniakan Allah kepada anda. Muliakan dia dalam sisa hidupnya.
Jangan harap anda akan sukses dan bahagia dunia akhirat saat mereka anda
telantarkan dan anda durhakai (Rif’an, 2015: 158).

4) Akhlak terhadap masyarakat luas


a) Berjihad sesuai bidang/ kemampuan
Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilang-
nya harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad harus membuahkan
terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab,
melebarnya senyum, serta terhapusnya air mata. Memberantas kebodohan
dan kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya daripada
mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan ilmunya,
karyawan berjihad dengan kejujuran dan profesionalismenya, guru berjihad
dengan metode pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, penulis
berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya, ulama berjihad dengan
ilmunya, dan pengusaha tentu dengan inovasi dan dengan kejujurannya
(Rif’an, 2015: 197).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 261


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

b) Cinta sedekah
Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang kita anut
adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini mari balik urutanya
menjadi: Sedekah -> Meminta -> Dapat rezeki. Insya Allah kesuksesan
hidup semakin cepat tergapai (Rif’an, 2015: 308).

c) Bermanfaat bagi sesama


Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar dalam setiap
hembusan nafas kita senantiasa menjadi rahmat bagi sekitar kita.
Kedatangan kita membawa kebaikan dan senantiasa membuat orang lain
tersenyum, dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak meninggalkan
luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah orang-orang yang akan memperoleh
ganjaran berupa kesuksesan sejati dari Allah (Rif’an, 2015: 94).

d) Ikhlas mengabdi
Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan prinsip
pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh uang. Seorang pengabdi
bukannya tak minat terhadap kenaikan pangkat. Seorang pengabdi bukannya
orang yang tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang pengabdi tetaplah
manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta, takhta, serta popularitas.
Tetapi ada satu hal yang membedakan seorang pengabdi dengan yang
bukan. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bagian
dari kontribusinya kepada manusia lain. Seorang pengabdi mampu
memaknai pekerjaanya sebagai bentuk pengabdianya kepada Penciptanya.
Hingga ia tak punya banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat
serta popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai pekerjaanya, karena
jikapun tak diperolehnya uang, jikapun ia tak memperoleh popularitas, ia tak
merasa rugi sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa pekerjaannya

262 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala yang akan dinikmatinya kelak
(Rif’an, 2015: 299-300)

c. Keseimbangan antara Akhlak Secara Vertikal dan Horisontal


Inti dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pribadi yang
bertakwa kepada Allah Swt. Hubungan vertikal merupakan prima causa
hubungan-hubungan yang lain. Artinya, hubungan inilah yang seyogyanya
diutamakan dan secara tertib diatur tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga
hubungan dengan Allah (vertikal), manusia akan terkendali tidak berbuat
kejahatan dalam hubungan horisontalnya (Ali, 2008: 367).
Jadi, indikator hubungan vertikalnya baik, maka hubungan
horisontalnya pun baik. Hubungan vertikal atau akidah adalah pondasi awal
yang menjadi pengarah dalam hubungan dengan yang lainya. Karena
hubungan vertikal yang baik tentu manusia akan melaksanakan perintah-
perintah Allah dan menjauhi laranganya, termasuk menjalin hubungan yang
baik secara horisontal.

2. Implementasi Metode Pendidikan Akhlak di Sekolah


Pendidikan akhlak yang mulia merupakan inti dari ajaran Islam.
Fazlur Rahman berpendapat bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak yang
bertumpu pada keimanan kepada Allah (hablum minallah) dan keadilan
sosial (hablum minannas) (Nata, 2007: 216). Akhlak mulia tidaklah
terbentuk dengan sendirinya. Ada proses yang seharusnya dimiliki dan
dialami oleh anak didik, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor. Tahap kognisi
melalui transfer ilmu agama sebanyak-banyaknya kepada anak didik. Tahap
afeksi melalui internalisasi nilai-nilai agama. Dan psikomotor melalui
penekanan kemampuan untuk menumbuhkan motivasi dalam diri sendiri,
sehingga dapat menggerakkan, menjalankan dan mentaati nila-nilai dasar

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 263


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

agama (Muhaimin, 2003: 312). Dengan demikian pendidikan akhlak tidak


sekedar terkonsentrasi teoritis yang bersifat kognitif semata, melainkan juga
ditindaklanjuti dengan tahapan kedua (afektif) dan ketiga (psikomotor).
Untuk membangun nilai akhlak yang mulia maka perlu didukung
melalui proses pendidikan akhlak dalam keluarga, sekolah/pergaulan, dan
lingkungan pendukungnya. Adapun implementasi metode pembinaan yang
dapat dilakukan oleh pelaksana pendidikan, diantaranya sebagai berikut:

a. Implementasi Metode Pembiasaan


Kunci awal pembentukan akhlak adalah pembiasaan. Dari
pembiasaan, maka peserta didik terus melakukan pengulangan perilaku
hingga menjadi kebiasaan. Apabila pembiasaan akhlak terpuji ditanamkan,
maka baik pula akhlak seseorang, begitu pula sebaliknya. Jika pembiasaan
akhlak tercela yang ditanamkan, maka buruk pula akhlak seseorang.
Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat
memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh
melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani,
2009:120).
Membentuk akhlak yang baik membutuhkan proses, begitu pula
dalam menghilangkan perilaku yang buruk, yaitu dengan membuat
kebiasaan baik yang baru. Kebiasaan tidak akan langsung tertanam
melainkan melalui proses. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an,
bahwasanya pengharaman khamr melalui beberapa tahap yaitu: menjelaskan
bahwa khamr lebih banyak madharat dibandingkan manfaatnya, melarang
orang yang mabuk untuk mendekati shalat sampai ia sadar, dan barulah
pengharaman khamr secara total.
Sebagai pendidik hendaknya senantiasa menciptakan kebiasaan-
kebiasaan yang baik kepada peserta didik meskipun hal yang sepele. Karena

264 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

penanaman karakter dimulai dari pembiasaan sedini mungkin. Semakin dini


peserta didik dilatih pembiasaan baik, semakin tertanam kuat kebiasaan baik
tersebut sampai ia dewasa. Sebagaimana dicontohkan dalam buku Tuhan,
Maaf Kami Sedang Sibuk,
Hari ini, sebelum beranjak tidur di malam, sejenak tanyakan pada
diri: Andaikan ini tidur terakhirku, sudah siapkah aku menghadap tuhan
dengan diri saat ini? Andaikan ini hari terakhirku, dosa apa yang sangat
ingin aku mintakan ampun pada-Nya? Andaikan ini hari terakhirku, amalan
apa yang aku yakin sanggup menyelamatkanku di alam Barzakh? Andaikan
ini hari terakhirku, karakter apa dalam diriku yang membuat Tuhan
mencurahkan rahmat-Nya padaku? Mari pejamkan mata sejenak,
merenungkannya dalam-dalam. Lalu beristirahatlah. Semoga esok Tuhan
masih berkenan memberi kita tambahan umur untuk memperbaiki diri
(Rif’an, 2015: 15)
Pembiasaan diatas dapat dilakukan untuk menguatkan karakter
untuk selalu berintrospeksi diri setiap hari. Dalam dunia sekolah penerapan
pembiasaan akhlak baik kepada siswa dapat dilakukan dengan cara
pembiasaan berjabat tangan kepada guru disertai 3 S (Senyum, Sapa,
Salam). Selain itu untuk membina kebiasaan peserta didik dirumah
dilakukan dengan penggunaan mutaba’ah harian. Yaitu pengawasan
terhadap program yang telah direncanakan. Contohnya: sholat berjamaah,
membaca Al-Qur’an, membantu orang tua, menolong orang lain, dan
perilaku lain yang bersifat praktik.

b. Implementasi Metode Keteladanan


Metode keteladanan merupakan suatu metode memberi contoh
keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik
fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar (Arief, 2002:

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 265


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

120). Disadari ataupun tidak, peserta didik seringkali memperhatikan setiap


tingkah laku orang disekitarnya untuk kemudian dijadikan sebagai model/
sumber pendidikan dan menginternalisasi ke dalam dirinya. Metode ini
merupakan metode efektif dan salah satu faktor penentu keberhasilan
pendidikan akhlak, oleh karena itu sebagai pendidik hendaknya benar-benar
menjadi model/ contoh yang baik bagi peserta didik sesuai tujuan dari
pendidikan akhlak.
Sebagaimana firman-Nya:
‫َّللا‬
َ َّ ۟ ‫سنَةٌ ِلِّ َمن َكانَ يَ ْر ُج‬
‫وا‬ َ ‫َح‬ ٌ ‫َّللا أُس َْوة‬
ِ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َر‬
﴾٤٢:‫ِيرا ﴿اَلحَاب‬ ‫ا‬ ‫ث‬‫ك‬َ ‫َّللا‬
َ َّ ْٰ
‫اَّلَِ َر َوذَك ََر‬ ‫َو ْاليَ ْو َم‬
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-
Ahzab: 21)

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan hambanya


untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan dalam membentuk
Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari
kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia (An Nahlawi,
1995: 263). Maka dalam menentukan nilai-nilai akhlak yang hendak dicapai
hendaknya guru menjadikan Rasulullah Saw sebagai cerminan dalam
kehidupan pribadi.
Dalam dunia pendidikan terutama di sekolah, para pendidik
termasuk kepala sekolah, dan segenap elemen yang terlibat didalamnya
memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suasana lingkungan
pendidikan yang kondusif dan mendukung untuk proses pendidikan. Sebagai
figur yang menjadi model, harus bisa sepenuhnya memberikan teladan yang
baik, seperti: tidak merokok di lingkungan sekolah, berpenampilan rapi,
menjaga lisan dari perkataan negatif, membuang sampah pada tempatnya,
dll. Apabila disekolahan dikelilingi figur keteladanan yang baik, maka akan

266 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

mempengaruhi siswa dalam berprilaku. Karena peserta didik lebih banyak


melihat apa yang dilakukan para pendidik daripada apa yang diucapkanya.
Jadi metode keteladanan dalam proses pendidikan akhlak merupakan
instrumen penting demi tercapainya tujuan pendidikan akhlak.

c. Implementasi Metode Pemberian Nasehat


Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan oleh
guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam hal pembelajaran agama
atau akhlak dengan cara memberikan nasihat atau ceramah secara langsung
(oral). Allah Swt memperintahkan apabila seorang hendak memberikan
pengajaran melalui ceramah dilakukan dengan cara yang baik pula.
Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125:
‫سنَ ِة ۖۖ َوجٰ د ِْل ُهم بِالَّتِى‬
َ ‫ْال َح‬ َ ‫سبِي ِل َربِِّكَ بِ ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬
‫ظ ِة‬ َ ‫ا ْدعُ إِلَ ٰى‬
‫س ِبي ِل ِهۦ ۖۖ َوُ َُو‬ َ ‫ن‬‫ع‬َ َّ
‫ل‬ ‫ض‬
َ ‫ن‬‫م‬ ‫ب‬
َِ ُ ‫م‬َ ‫ل‬ ‫ع‬
ْ َ ‫أ‬ ‫ُو‬
َ ُ َ‫َّك‬ ‫ب‬‫ر‬َ ‫ن‬َّ ‫إ‬
ِ ۚ
ۖ ُ‫ن‬ َ َ ‫ِى أ‬
‫س‬ ْ‫ح‬ َ ُ
ْ
﴾٢٤١:‫أ َ ْعلَ ُم بِال ُم ْهتدِينَ ﴿النحل‬
َ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl:
125)

Pada ayat di atas, Allah menyuruh manusia (dalam hal ini


pendidik/guru) untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik. Cara yang
baik dalam memberikan nasehat akan memberikan kesan positif bagi peserta
didik, sedangkan cara yang buruk dan kasar cenderung akan menimbulkan
sikap penolakan. Jika sudah terjadi penolakan maka nasihat yang
disampaikan tidak akan memberikan efek positif dan bahkan cenderung
sebaliknya.
Kelemahlembutan dalam menasehati (al-mau’izhah) seringkali dapat
meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan ia

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 267


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan ancaman


(Fadlullah, 1997: 49). Kelemahlembutan diiringi kalimat-kalimat positif
lebih menanamkan energi positif kepada orang yang dinasehati. Maka
seorang pendidik/guru harus berhati-hati dalam perkataan dalam
menyampaikan nasehat.
Selain itu, nasihat hendaknya juga memperhatikan obyek dan
kondisi, karena akan berpengaruh pada diterima tidaknya sebuah nasehat.
Tidak menggurui dalam memberikan nasehat, atau seolah memposisikan
sama antara si pemberi nasehat dengan orang yang dinasehati, disertai
bahasa yang menyejukkan cenderung lebih mengena dibandingkan
memposisikan diri lebih tinggi yang pada akhirnya menjadikan orang
enggan mendengarkan, terlebih nasehat disampaikan dengan bahasa yang
tidak difahami oleh orang yang dinasehati. Nasehat yang baik akan
menghasilkan kebaikan manakala dibarengi cara yang baik serta kerendahan
hati dari si pemberi nasehat.
Penerapan metode nasehat dalam dunia sekolah lebih kepada proses
belajar mengajar para pendidik. Penggunaan bahasa yang santun dilengkapi
dengan media pembelajaran baik audio maupun visual (gambar dan video)
akan lebih menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu,
peran lingkungan sekolah juga sangat mempengaruhi tersampaikannya
nasehat. Melalui poster kata-kata bijak dan juga kata-kata islami yang
memotivasi dimana setiap hari para peserta didik mampu melihatnya.

d. Implementasi Metode Kisah dan Cerita


Diantara metode pendidikan Nabi Saw lian ialah menuturkan kisah.
Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media dan sarana) untuk membantu
menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah (Al-
Maliki, 2002: 94). Penggunaan metode cerita dalam pendidikan akhlak

268 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

memiliki daya tarik yang sangat kuat pada perasaan. Sifat alamiyah manusia
untuk menyukai sebuah cerita membawa pengaruh besar terhadap perasaan.
Dan melalui perasan itulah, sebuah cerita mempengaruhi perilaku secara
temporer atau jika dilakukan secara terus menerus akan menempel kuat
sehingga membentuk sebuah karakter dalam dirinya. Cerita faktual yang
menampilkan suatu contoh kehidupan manusia secara riil akan memberikan
makna dan pengaruh lebih kuat yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku
pembacanya. Begitulah cerita-cerita yang ada dalam al-Qur’an berfungsi
mempengaruhi akhlak pembacanya (Nata, 1997: 97).
Bahkan dalam sebuah ayat dalam al-Qur’an menegaskan bahwa
salah satu sebab diturunkannya al-Qur’an adalah Allah ingin menceritakan
suatu hal untuk kemudian diambil hikmah (i’tibar) untuk diterapkan dalam
dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yusuf3:
‫ُٰذَا‬ ٓ ‫ص بِ َما ٓ أ َ ْو َح ْينَا‬
َ‫إِلَيْك‬ ِ ‫ص‬َ َ‫ْالق‬ َ‫سن‬َ ْ‫أَح‬ َ‫علَيْك‬
َ ‫ص‬ُّ ُ‫نَق‬ ُ‫نَحْ ن‬
﴾٤:‫ْال ٰغ ِفلِينَ ﴿يوسف‬ َ‫ُكنتَ مِ ن قَ ْب ِل ِهۦ لَمِ ن‬ ‫ْالقُ ْر َءانَ َو ِإن‬
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu
sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang
yang belum mengetahui. (Q.S. Yusuf: 3)

Untuk penanaman akhlak yang baik, metode cerita sangatlah efektif


karena lebih mudah dimengerti dengan adanya penokohan dan watak
dilengkapi alur. Namun yang harus diperhatikan selain dari metode ini
adalah isi cerita tersebut. Karena keberhasilan dalam mencapai tujuan
pembelajaran akhlak tidak hanya dipengaruhi metode, tetapi materi yang
disampaikan. Guru harus memilah dan memilih mana cerita yang
membangun karakter baik dan mana yang tidak. Sehingga mampu
memberikan manfaat bagi perkembangan akhlak peserta didik. Sebagaimana
ayat diatas, Al-Qur’an memberikan referensi kisah cerita yang baik untuk
pembentukan akhlak, seperti: Surah Ibrahim, surah Yusuf, surah

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 269


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

Muhammad, surah Luqman, surah Ali Imran dll. Bisa pula menukil cerita-
cerita inspiratif dari orang-orang besar yang sukses, bahkan pengalaman
berkesan dari pendidik itu sendiri, dikemas dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh siswa.

e. Implementasi Metode Perintah-Larangan dan Ganjaran-Hukuman


Perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan
cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar menjadi pribadi muslim
yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik berupa perintah wajib untuk
dilaksanakan atau wajib ditinggalkan, dengan menggunakan fi’lu al-amar
atau nahiy ataupun dengan menggunakan kalimat berita berupa kebaikan
dan keburukan.
Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17:
‫صبِ ْر‬
ْ ‫َوا‬ ‫ْال ُمنك َِر‬ ‫ع ِن‬
َ َ‫َوا ْنه‬ ِ‫َوأْ ُم ْر بِ ْال َم ْع ُروف‬ َ ‫صلَ ٰوة‬َّ ‫ى أَق ِِم ال‬ َّ َ‫ٰيبُن‬
﴾٢٧:‫ور ﴿لقمان‬ ِ ُ ‫م‬ ُ ْ
‫اَل‬ ‫م‬ِ َْ
َ ‫ع‬ ‫ن‬ْ ِ‫م‬ َ‫ِك‬ ‫ل‬ ٰ
‫ذ‬ َّ
‫ن‬ ‫إ‬
ِ ۖ
ۖ َ‫ك‬ َ ‫ب‬‫ا‬ ‫ص‬
َ َ ‫أ‬ ٓ ‫ا‬ ‫م‬
َ ‫ى‬ ٰ َ ‫عل‬
َ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S
Luqman: 17)

Penggunaan metode ini penting karena langsung tertuju pada tujuan


yang ingin dicapai pendidik/guru dan siswa serta merta dapat langsung
memahami apa yang hendak diajarkan. Namun metode ini harus
memperhatikan kesesuaian antara siswa dengan isi perintah, sesuai kapasitas
dan kemampuan siswa. Seorang guru hendaknya jangan terlalu sering
menggunakan satu metode ini saja karena siswa akan cenderung bersikap
acuh dan kurang memperhatikan. Dalam pelaksanaannya guru juga
memperhatikan kondisi yang ada, sehingga tidak terkesan bahwa mendidik
akhlak anak adalah hanya dengan memerintah dan melarang. Harus ada

270 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

kombinasi dengan metode yang lainnya. Salah satunya menyertainya dengan


ganjaran dan hukuman yang mendidik. Menyertakan ganjaran dan hukuman
untuk memberikan perhatian kepada anak didik tentang untung ruginya,
sehingga peserta didik mengetahui alasan dibalik perintah dan larangan.
Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang
menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi
murid. Sementara pemberian hukuman adalah alat pendidikan preventif dan
represif yang paling tidak menyenangkan, imbalan dari perbuatan yang tidak
baik (Arief, 2002: 131).
Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan hukuman
merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang dikemukakan oleh
Edward Thorndike, yang biasa disebut reward dan punishment (Sriyanti:
2011, 43). Pemberian reward (hadiah) adalah pemberian efek yang
menyenangkan, bertujuan agar peserta didik melakukan pengulangan
terhadap akhlak baik untuk memperkuat penanaman karakter yang baik
dalam pribadinya, sementara pemberian punishment adalah pemberian efek
tidak menyenangkan, bertujuan agar peserta didik meninggalkan/tidak
mengulangi akhlak buruk yang dilakukan sehingga memperkecil
kemungkinan perilaku negatif terulang lagi. Sebagai pendidik, agar peserta
didik lebih memperhatikan perintah dan larangan, sertakanlah reward untuk
menguatkan perbuatan baik dan punishment untuk mencegah perilaku yang
buruk.
Namun pemberian punishment memberikan efek yang ambigous,
karena peserta didik tidak jelas apa yang harus dilakukan untuk
memperbaikinya. Anak hanya tahu bahwasanya perilaku tersebut tidak boleh
diulang, namun tidak mengetahui perilaku apa yang harus dilakukan
(Sriyanti: 2011, 43). Maka sebagai pendidik/guru, untuk memperkuat
kepribadian yang baik pada anak didik dengan senantiasa menyertakan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 271


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

reward. Sedangkan punishment harus disertakan arahan yang jelas sebagai


bentuk pengalihan dari efek negatif, dengan memberikan kebiasaan baik
yang baru, yang tentu menguras kreatifitas pendidik dalam mencari solusi
tersebut.

f. Implementasi Metode Perumpamaan


Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan
pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil).
Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk lebih menggambarkan,
menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah tertentu dihati pendengar
(Al-Maliki, 2002: 115).
Dengan mencontohkan sebuah perumpamaan dalam memberikan
penjelasan awal di pembelajaran seperti apersepsi seorang guru akan lebih
memudahkan siswa mencerna materi yang disampaikan, juga bisa sebagai
pengantar pembelajaran. Karena perumpamaan juga memiliki tujuan
psikologis-edukatif. Adapun tujuan tersebut ialah: pertama, memudahkan
pemahaman mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang
sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan
aneka perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berfikir
secara valid dan analogis, dan keempat, mampu menciptakan motivasi yang
menggerakkan aspek emosi dan mental manusia (An-Nahlawi, 1995: 254-
259). Dalam pendidikan Islam, perumpamaan terdapat dalam Al-Qur’an dan
Hadits yang disebut perumpamaan Qur’ani dan Nabawi. Ahmad Rifa’i
Rif’an memberikan perumpamaan pentingnya pendidikan keimanan bagi
anak dalam keluarga,
Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya.
Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan
mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab

272 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai
tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan
menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
‫َم َع‬ ُ‫ات َّ ََ ْذت‬ ‫ٰيلَ ْيتَنِى‬
‫علَ ٰى‬
َ َّ
‫يَقُو ُل‬
‫الظا ِل ُم‬ ‫يَ َد ْي ِه‬
‫ض‬
ُّ َ‫يَع‬ ‫َويَ ْو َم‬
‫ا‬
﴾٤٧:‫سبِيَل ﴿الفرقان‬ َ ‫سو ِل‬
ُ ‫الر‬ َّ
“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama
Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27).

Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman
telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan
pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif’an, 2015:
153).
Dalam penerapannya di dunia pendidikan, metode ini digunakan
untuk menarik simpati peserta didik diawal pembelajaran, atau disebut
apersepsi. Dimana seorang guru mengajak siswa untuk menyatukan persepsi
mereka saat memasuki pelajaran di awal. Dengan memberikan kata kunci
diawal berupa perumpamaan, peserta didik akan terbantu dalam mendalami
materi yang akan disampaikan oleh pendidik.

3. Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak


Sebagaimana pendapat M. Athiyah Al-Abrashy yang menyatakan
bahwasanya pendidikan Islam sangat menaruh perhatian penuh untuk kedua
kehidupan (dunia-akhirat) sebagai tujuan diatara tujuan-tujuan umum yang
asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan
(Rosyadi, 2004: 161). Begitu pula dengan pendidikan akhlak yang
merupakan bagian dari pendidikan Islam. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Muhammad Qutb, bahwasanya tujuan utama pendidikan akhlak
adalah menjadikan manusia yang bertakwa, menyeimbangkan antara
hubungan secara vertikal dan horisontal serta keseimbangan dunia akhirat.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 273


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

Tujuan akhir dari dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi
sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan,
masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan (Arifin,
2011: 28). Jika dilihat dari pendekatan dimensi pengembangan manusia,
yang mencangkup manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan
sebagai hamba Allah (‘abdullah), maka tujuan pendidikan Islam (dalam hal
ini pendidikan akhlak) bisa diklasifikasikan beberapa tujuan berikut:

a. Tujuan Tertinggi/Terakhir
Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan karena sesuai
dengan konsep ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal.
Pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan tujuan hidup manusia sebagai
ciptaan Allah. Yaitu:
1) Menjadi hamba Allah yang bertakwa
2) Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil ‘ard yang mampu
memakmurkanya
3) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat
(Achmadi, 2005: 99).

b. Tujuan Umum
Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan ini
berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena
menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik,
sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang utuh.
Itulah yang disebut realisasi diri (self realization) (Achmadi, 2005: 98).
Tercapainya self realization sebagai muslim yang utuh ditandai dengan
semakin tampaknya aktualisasi diri dalam konteks dalam upaya
pendekatannya pada Tuhan (taqarrub ilallah), dimulai dari melakukan

274 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

ibadah mahdhah secara sadar tanpa tergantung orang lain, sampai


terkendalinya perilaku. Begitu kompleksnya proses realisasi diri, maka
pendidikan Islam harus bersinergi antara pendidikan keluarga, sekolah dan
masyarakat (Achmadi, 2005: 99). Tujuan inilah yang mengenalkan manusia
akan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri untuk menyeimbangkan
potensi yang diberikan Allah berupa kognitif (akal), afektif (hati nurani) dan
psikomotor (fisik). Dengan memaksimalkan potensi tersebut diharapkan
peserta didik terus berproses mengaktualisasikan diri untuk memahami
status kemakhlukanya dan hubungan sosial sebagai bentuk tanggung jawab
pribadi dalam kehidupan.

c. Tujuan Khusus
Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan tertinggi dan tujuan
umum pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak). Bersifat relatif
sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan sesuai tuntutan dan
kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi dan tujuan
umum. Pengkususan tersebut dapat didasarkan kultur atau cita-cita suatu
bangsa, minat dan bakat sesuai kemampuan peserta didik, serta tuntutan
situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu. (Achmadi, 2005: 103).

C. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak pada Anak


Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak sejak
dilahirkan sampai dewasa dan menikah. Secara kodrati orang tua dan anak
membangun hubungan timbal balik. Intensitas kebersamaan orang tua
dengan anak sejak kecil yang membangun timbal balik ini sehingga terjadi
hubungan pengaruh-mempengaruhi dan pergaulan antara keduanya. Itulah
mengapa anak mendapatkan tutur kata yang sopan ataupun sebaliknya,
perilaku terpuji ataupun sebaliknya dari sumber model perilaku, yaitu kedua

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 275


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

orang tuanya. Bahkan dalam ungkapan parenting mengatakan bahwa anak


merupakan perwujudan jujur dari sifat dan sikap orangtua, termasuk akhlak,
kepribadian, dan budi pekerti. Lingkungan keluargalah yang menjadi
lingkungan pertama pembentukan akhlakul karimah anak.
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak diaksanakan
secara paedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa
pergaulan dan hubungan yang disengaja atau tak sengaja, dan langsung atau
tidak langsung antara orang tua dengan anak. Dimana didalamnya terjalin
dan berjalan pengaruh berlangsung secara kontinyu antara keduanya.
Pengaruh itu berdasarkan ikatan darah yang bersifat rohaniah. Bahkan
pengaruh tidak disengaja tersebut lebih penting dan berperan dibandingkan
dengan pendidikan yang disengaja atau pendidikan yang diselenggarakan
menurut rencana tertentu (Yasin, 2008: 209). Islam memandang bahwa
orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam mengantarkan anak-
anaknya untuk bekal kehidupan kelak, baik kehidupan duniawi maupun
ukhrawi. Dalam keluarga, anak merupakan orang pertama yang masuk
sebagai peserta didik. Oleh karena itu dalam berinteraksi orang tua harus
bisa menampilkan pola perilaku yang positif, karena dapat menjadi stimulus
anak, terutama dalam etika berbicara (memberi pesan), bertingkah laku, dll.
Karena anak akan men-sugesti, me-imitasi dan mendemonstrasikan apa yang
biasa ia lihat, terlebih yang ia lihat itu datang menyadari dalam lingkungan
keluarga sendiri. Maka alternatifnya anak selalu diajak untuk menjalankan
ajaran agama dengan baik dan benar, yang dimulai dari kehidupan
interaksional dalam keluarga (Yasin, 2008: 220-221).
Sebagaimana metode yang telah diuraikan sebelumnya yaitu metode
pembiasaan, keteladanan, nasehat, perintah-larangan, kisah dan
perumpamaan tergantung dengan intensitas kebersamaan pendidik (orang
tua dan guru) dengan peserta didiknya. Semakin tinggi kebersamaannya

276 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

semakin besar pula kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan akhlak.


Orang tua dan guru harus memiliki tujuan dan komitmen yang sama untuk
memberikan pendidikan akhlak. Memberikan pengertian melalui nasehat
disertai perumpamaan untuk memperjelas, kemudian pendidik memberikan
keteladanan, mengajak anak untuk membiasakan akhlak terpuji, kemudian
metode perintah-larangan atau ganjaran-hukuman digunakan untuk menjaga
akhlak tersebut dimanapun berada, terutama di lingkungan keluarga maupun
sekolah.
Mengingat pengaruh yang sangat besar dan intensitas orang tua
bersama anak sangat tinggi, maka peranan orangtua dalam mengajarkan,
menanamkan, dan menjaga akhlak anak sangat dibutuhkan. Tanpa ada
dukungan penuh dari orangtua dan lingkungan di sekitarnya (terutama
lingkungan terkecil/ keluarga), tujuan pendidikan akhlak sulit tercapai.
Termasuk dari materi pendidikan akhlak dan metode yang digunakan.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis
lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Ahmad Rifa’i Rif’an yang biasa dipanggil dengan ‘Fai’ lahir di
Lamongan 3 Oktober 1987. Beliau adalah penulis muda yang banyak
menulis buku tentang motivasi Islam (spiritual), pengembangan diri dan
bisnis. Ia telah menulis puluhan buku sekaligus pengusaha yang
menjadi owner Marsua Media (Penerbit).

2. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang


Sibuk mengacu pada tujuan tertinggi dari pendidikan akhlak yaitu
takwa. Pendidikan akhlak diawali dengan penanaman akidah dalam
hubungan vertikal dimana manusia menjadi ‘abdullah (Hamba Allah),

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 277


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

untuk menuntun manusia dalam menjalankan perannya sebagai


makhluk individu dan sosial, yaitu hubungan horisontal sesuai dengan
ajaran Islam. Akhlak dalam hubungan horisontal merupakan
perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak
terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan
dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode
pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian nasihat, metode
kisah/cerita, metode perintah dan larangan/ ganjaran dan hukuman,
serta metode perumpamaan.

3. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf


Kami Sedang Sibuk terdiri atas 3 komponen pendidikan, meliputi:
Materi, Metode, dan Tujuan. Implementasi materinya yaitu isi materi
dalam pendidikan akhlak yang terdiri atas 2 dimensi pengembangan,
yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Selain itu adanya
penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan
sehari-hari. Implementasi metode pendidikan akhlak dalam lingkungan
sekolah diantaranya: a) Metode pembiasaan: melalui program-program
rutin dan pembiasaan dirumah berupa mutaba’ah harian siswa
(monitoring ibadah), b) metode keteladanan melalui pendidik (kepala
sekolah, guru, karyawan dll) sebagai figur otoritas memberikan contoh
langsung baik secara fisik (penampilan, kerapian) maupun sikap
(kedisiplinan, ramah dll), c) metode nasehat melalui peran pendidik
dalam pembelajaran kelas maupun lapangan, serta penciptaan suasana
sekolah melalui poster-poster dan gambar yang membangun. d)
Implementasi metode kisah di di sekolah adalah penyematan kisah-
kisah Qur’ani maupun Nabawi, maupun kisah-kisah inspiratif dalam
kelas maupun ketika forum bersama seperti upacara bendera. Pada

278 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Muhammad Solehan

Metode ganjaran-hukuman dan perintah larangan, guru/pendidik


diharapkan lebih mempersering ganjaran/ reward sebagai bentuk
penguatan dalam pengulangan sikap positif peserta didik, sementara
dalam pemberian hukuman/ punishment hendaknya pendidik
memberikan hukuman membangun, yang memberikan efek jera,
dimana hal tersebut memang menguras kreatifitas seorang guru.
Implementasi tujuan pendidikan akhlak terbagi menjadi tujuan tertinggi
(taqwa), tujuan umum (tercapainya self realization) dan tujuan khusus
(visi sekolah masing-masing). Pendidikan di lingkungan keluarga tak
kalah penting, karena intensitas kebersamaan orang tua dan anak yang
tinggi. Oleh karena itu orang tua harus mampu menjadi model akhlak
yang baik bagi anak.

Daftar Pustaka
Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ali, Muhammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grafindo


Persada

Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah. Jakarta:


Gema Insani

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.


Jakarta: Ciputat Press

Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis


berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara

Assegaf, Rahman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 279


Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku
“Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an

Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah.


Bandung: Ruhama

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah Dalam Al-


Qur’an. Jakarta: Lentera

Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.

Hafidz, Muh, dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan
Modernita

280 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER


DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK
MAHASISWA PGMI

Nur Hasanah
STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga

Abstract
The study are aimed to determine the students’ character education
of Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department, the
implementation also the factors inhibiting and supporting the
implementation of character education in the learning morals (akhlak) of
PGMI students. This study focuses on the implementation of students’
character education in Islamic Primary Teacher Education (PGMI)
department. The subjects of this research are the lecturers of moral (akhlak)
subject and the fourths semester students of Islamic Primary Teacher
Education (PGMI) department STAIN Salatiga. The data is collected by
observation, interviews, and documentation.
Research findings show that character education of Islamic Primary
Teacher Education (PGMI) department students have been in a good
condition. The only curiosity and care to environment indicators that still
less. The implementation strategy in this research is by example, parable,
habituation and advice or warning. While the inhibiting and supporting
factors are derived from the internal factors of individual students and
families as well as the contributing factors. While the external factors are
instructional methods and media as well as campus and community
environmental factors. Campus and community environmental factors
become the obstacle to implement the character education of Islamic
Primary Teacher Education (PGMI) department students.

Keywords: character education, akhlak, Islamic Primary Teacher Education


(PGMI)

Pendahuluan
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 281


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya


mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut maka pemerintah
melakukan terobosan dengan menekankan pelaksanaan pendidkan karakter
yang ditempuh melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, yang
dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik perguruan
tinggi umum maupun Islam.
Perguruan tinggi Islam khususnya merupakan lembaga pendidikan
yang mencetak generasi yang berkualitas yang diharapkan dapat memiliki
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual serta karakter yang baik. Hal
ini sebagaimana STAIN Salatiga dengan misinya mencetak mahasiswa
yang beriman, bertakwa , berbudi pekerti yang luhur dan berakhlakul
karimah memiliki karakter yang baik, terutama mahasiswa PGMI
(Pendidikan Guru Madrasah ibtidaiyah) yang mencetak calon guru MI yang
berkarakter baik dan benar.
Di PGMI pendidikan karakter dilaksanakan dengan pengembangan
nilai-nilai karakter pada matakuliah Akhlak diajarkan oleh dosen kepada
para mahasiswa. Karena pendidikan karakter ini sangat dibutuhkan oleh
mahasiswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral,
mahasiswa diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran
baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama Islam.
Dalam matakuliah akhlak memuat materi tentang sikap dan
perilaku yang baik dan benar baik kepada Allah maupun kepada sesama
manusia ( hablum minallah, hablum minannas ) , namun realitanya
mahasiswa belum bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik
di kampus, di rumah mapun di masyarakat, contoh ; masih adanya
mahasiswa yang tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan penjelasan
dosen ketika proses pembelajaran dikelas,tidak membuat tugas yang
diperintahkan dosen , mahasiswa kurang patuh menjalankan ibadah (sholat)

282 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

ketika waktu sholat tiba dan sebagainya.Bahkan Mahasiswa bersikap kurang


sopan , tidak punya tatakrama terhadap dosen, kurang bisa menghargai
orang lain. Dosen sudah banyak memberikan anjuran atau nasehat dalam
perkuliahan namun pada umumnya mahasiswa kurang respek untuk
menjalankan dengan penuh kesadaran. Bahkan mahasiswa tidak
memperdulikan terhadap nasehat dan teguran doesen.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter
dalam Pembelajaran Akhlak pada Mahasiswa PGMI STAIN Salatiga Tahun
2013.

Permasalahan
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana
pendidikan karakter mahasiswa PGMI STAIN Salatiga ?2)Bagaimana
pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak pada
mahasiswa PGMI STAIN Salatiga?3)Apa yang menjadi faktor penghambat
dan pendukung pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran
Akhlak pada mahasiswa PGMI STAIN Salatiga?

Tinjauan Pustaka
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Miftakhurrif’ah (2012) tentang pendidikan karakter di
Madrasah Ibtidaiyah Kota Salatiga yang kesimpulannya adalah 1)
pemahaman siswa terhadap konsep pendidikan karakter di MIN Gamol
Kecandran Salatiga dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak,
akhlaqul karimah atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas
yang lebih sedikit. Nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin,
tanggung jawab, jujur, dan kreatif. Nilai lain yang menonjol adalah nilai

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 283


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

cinta tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai prestasi. 2) Metode


pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan Kemendiknas yang
mengintegrasikan pendidikan karakter di semua mata pelajaran dengan
penilaiannya dimasukkan dalam raport sebagai nilai kepribadian. Strategi
penanaman pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan, keteladanan,
kedisiplinan, pengamatan hingga home visit yang dilakukan berkala. 3)
Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter datang dari dalam
sekolah adalah faktor guru yang muda dan bersemangat, contoh keteladanan
oleh kepala sekolah, dan murid yang siap merespon dengan bagus atas
tugas-tugas dari guru. Faktor pendukung dari luar adalah lengkapnya
dokumen yang telah diterbitkan, dan keberadaan komite dan wali yang
perhatian. Disisi lain, faktor penghambat dari dalam adalah daya kontrol
guru yang tidak maksimal mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya
agenda kerja yang harus diselesaikan, ketiadaan guru BK, dan perpustakaan
yang minimalis yang diikuti oleh ketiadaan pustakawan serta ketidak-aktifan
parenting club. Faktor penghambat dari luar adalah lingkungan dan
minimnya perhatian walimurid.
Tujuan pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan
menurut( masnur muslih, 2007 : 7) tujuan pendidikan karakter adalah
sebagai berikut :
1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;

284 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan


sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius;
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan;
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta
dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Sedangkan fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan dan Pengembangan Potensi
Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan
potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati
baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
2. Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan
warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran
keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut
berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia
atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan
sejahtera.
3. Penyaring
Lebih dari itu pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-
nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain
yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia
agar menjadi bangsa yang bermartabat.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 285


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

Adapun Pelaksanaan pendidikan Karakter dalam pembelajaran


Akhlak adalah menggunakan strategi yang lebih kongkrit dan efektif.
Menurut Marten (2004:58) strategi dalam pembelajaran karakter, yakni: a)
identifikasi nilai, b) pembelajaran nilai, dan c) memberikan kesempatan
untuk menerapkan nilai tersebut.
a. Identifikasi Nilai
Identifikasi nilai terkait dengan nilai-nilai akhlak apa saja yang
sekurang- kurangnya harus dimiliki oleh individu . Dalam realitas
kehidupan, ada sejumlah nilai yang terkonstruksi di dalam masyarakat,
yang sangat boleh jadi antara masyarakat yang satu dengan yang lain
berbeda. Ada kalanya konstruksi nilai dipengaruhi oleh kultur tempat nilai
tersebut dibentuk. Karena itu, untuk menghindari pemahaman yang berbeda
atas suatu nilai, perlu diidentifikasi dulu nilai-nilai yang berlaku universal
atau yang ditargetkan.
b. Pembelajaran Nilai
Setelah proses identifikasi nilai dilakukan dan ditemukan nilai moral
yang ditargetkan, nilai moral tersebut selanjutnya ditanamkan kepada
mahasiswa melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1 ) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan nilai-nilai moral
tersebut diterapkan. Peran ini begitu penting dilakukan oleh dosen
dalam rangka membangun kesamaan wawasan mencapai tujuan,
menciptakan iklim moral bagi mahasiswa.
2) Adanya keteladanan atau model perilaku moral. Menunjukkan
perilaku bermoral memiliki dampak yang lebih kuat daripada
berkata-kata tentang moral. One man practicing good sportmanship is
better than fifty others preaching it.
3) Menyusun aturan atau kode etik berperilaku baik. Mahasiswa perlu
mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh

286 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

dilakukan. Artinya, ada pemahaman yang sama terkait dengan perilaku


moral.
4) Menjelaskan dan mendiskusikan perilaku bermoral. Ketika usia
anak-anak, belajar perilaku moral dilakukan dengan cara imitasi dan
praktik tanpa harus mengetahui alasan mengapa hal itu dilakukan atau
tidak dilakukan. Memasuki usia remaja dan dewasa, kemampuan
bernalarnya telah berkembang. Karena itu, perlu ada penjelasan dan
bila perlu ada proses diskusi untuk sampai pada pilihan perilaku moral
yang diharapkan.
5) Menggunakan dan mengajarkan etika dalam pengambilan keputusan.
Individu acapkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil
keputusannya. Mengambil keputusan adalah proses mengevaluasi
tindakan-tindakan dan memilih alternatif tindakan yang sejalan dengan
nilai moral tertentu.
6) Mendorong individu mahasiswa mengembangkan nilai yang baik.
Dosen perlu menciptakan situasi dan menginspirasi mahasiswa untuk
menampilkan perilaku moral. A mediocre teacher tells, a good teacher
explains, a superior teacher demonstrates, and the great teacher
inspires.
c. Penerapan Nilai
Setelah pengajaran nilai dilakukan, tahap ketiga yang perlu
dilakukan adalah memberikan kesempatan untuk mengaplikasikannya.
Hal terpenting bertalian dengan penerapan nilai adalah konsistensi antara
apa yang diajarkan dengan apa yang diterapkan. Artinya, apa yang dikatakan
harus berbanding lurus dengan apa yang dilakukan, baik pada lingkungan
kampus maupun dalam keluarga dan masyarakat.
Terkait dengan penerapan nilai, ada dua model yang dapat
diaplikasikan yaitu :

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 287


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

1) Membentuk kebiasaan rutin yang bermuatan nilai-nilai moral.


2) Memberikan reward bagi mahasiswa yang menampilkan perilaku
bernilai moral. Menanamkan dan membentuk nilai moral memang
tidak secepat mengajarkan keterampilan seperti menendang atau
memukul bola. Untuk hal tersebut dibutuhkan proses yang relatif
panjang, konsisten, dan tidak sekali jadi. Bisa jadi mahasiswa belum
sepenuhnya menampilkan perilaku bernilai moral sebagaimana yang
diinginkan. Karena itu, penghargaan tidak harus diberikan ketika
mahasiswa mengakhiri serangkaian kegiatan, melainkan juga dalam
proses “menjadi”. Penghargaan dapat diberikan dalam berbagai bentuk.
Misalnya, dalam bentuk sertifikat, stiker, peran tertentu seperti mentor
bagi temannya, dan lain sebagainya.
Menurut (Muslih Masnur, 2007 : 45) Secara operasional pendidikan
karakter adalah upaya untuk membekali mahasiswa melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan latihan selama perkembangan dirinya sebagai
bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai
baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap
Tuhan dan terhadap sesama makhluknyasehingga terbentuk pribadi
seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan,sikap,
pikiran, perasaanserta norma dan moral luhur bangsa. Agar nilai-nilai
karakter tersebut dapat terintegrasi dan dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat maka
diperlukan strategi pelaksanaan. Adapun strategi pelaksanaan pendidikan
karakter dalam pembelajaran akhlak menurut (Muslih, 2011 : 174) adalah
sebagai berikut :
a) Keteladanan; pendidik memberi contoh mengenai ucapan, perbuatan,
sikap, pikiran, perasaan dan hasil karya terhadap peserta didik ,
contohnya pendidik menyapa ketika bertemu dengan anak didik

288 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

b) Pembiasaan; membiasakan peserta didik berkata, berbuat, dan


berperilaku yang baik dan benar kepada orang lain, contoh memberi
salam setiap bertemu orang lain.
c) Perumpamaan (amtsal) sehingga mendekatkan makna pada pemahaman,
melatih berfikir logis, merangsang kesan, serta mengarahkan hati untuk
terdorong memilih perbuatan yang lebih baik.
d) Nasehat atau teguran; pendidik mengingatkan kepada peserta didik yang
melakukan perilaku buruk agar mengamalkan nilai-nilai yang baik
sehingga dapat membantu mengubah perilaku anak didik.
Adapaun pendidikan karakter yang diharapkan dari pembelajaran
Akhlak adalahuntuk membentuk identitas diri menuju kematangan pribadi.
Penanaman akhlak diutamakan agar mahasiswa didik tidak mengalami
kegoncangan pikiran dan jiwanya dalam menentukan solusi atau problem
yang dihadapinya. Sehingga pendidikan yang pertama dan utama adalah
pembentukan keyakinan kepada Allah SWT yang diharapkan dapat
melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian mahasiswa. Dalam
pemahaman pendidikan akhlak ini, mahasiswa diharapkan dapat
menumbuhkan dan meningkatkan keimanannya yang diwujudkan dalam
tingkah laku terpuji, membelajarkan mahasiswa untuk melakukan perbuatan
baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, mahasiswa juga diarahkan
untuk mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriyah maupun batiniyah,
keselarasan hubungan sesama manusia maupun lingkungannya juga
hubungan vertikal dengan Tuhannya. Dengan begitu pembelajaran akhlak
serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan ketenangan,
kenyamanan, dan ketenteraman hidup, baik didunia yang fanak ini maupun
diakhirat kelak yang kekal abadi. Pendidikan Akhlak adalah penanaman
perilaku yang baik di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya,
sehingga perilaku tersebut menjadi salah satu kemampuan jiwa. Selain

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 289


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

alasan tersebut akhlak atau perilaku yang baik merupakan misi yang dibawa
nabi Muhammad SAW diutus kedunia.
Selain itu mahasiswa PGMI adalah calon guru PAI di SD atau
Madrasah Ibtidaiyah yang diharapkan memiliki karakter yang menjadi figur
(contoh teladan) peserta didik dalam bersikap dan bertingkah laku. Dimana
sikap dan tingkah laku tersebut adalah akhlak Islam dengan ukuran baik dan
benar yang sumbernya AlQur’an dan Sunnah.Hal ini sebagaimana yang
dikemukakan oleh uzer Usman (1997 ; 15) dalam bukunya profesionalisme
guru bahwa syarat menjadi guru profesional harus memiliki syarat formal
(ijazah keguruan) dan kepribadian (karakter sabar,
jujur,demokratis,adil,bijaksana dan sebagainya).

Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif. Karena data yang dikumpulkan berbentuk kata atau gambaran
dari naskah wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi ( Moleong,
2002 : 11). Bentuk penelitian ini akan mampu menangkap berbagai
informasi kualitatif dengan deskriptif yang penuh nuansa , yang lebih
berharga dari pada sekedar pernyataan jumlah atau frekwensi dalam bentuk
angka (Sutopo, 1990 : 12).

Subyek penelitian
Permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah
pendidkan karakter mahasiswa PGMI maka yang menjadi key informan
dalam penelitian ini adalah mahasiswa PGMI dan dosen yang mengampu

290 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

matakuliah Akhlak dipilih sebagai key informan karena mereka yang lebih
paham tentang kondisi mahasiswa PGMI.
Subyek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa
PGMI STAIN Salatiga semester V. Adapun alasan peneliti mengambil
subyek penelitian tersebut karena mahasiswa PGMI adalah mahasiswa yang
setelah lulus akan menjadi calon guru MI atau guru Pendidikan Agama
Islam SD diharapkan memiliki karakter yang baik.

Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode interaktif dan metode non
interaktif (Goetz dan le Comte, 1984: 14). Metode interaktif meliputi
observasi berperan dan wawancara, sedangkan metode non interaktif
meliputi observasi dan analisis dalam dokumen.
Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber
data yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara
Metode wawancara ini bertujuan memperoleh data atau informasi
dari responden (key informan) tentang pendidikan karakter mahasiswa
dalam pembelajaran Akhlak yakni, dosen PGMI STAIN Salatiga. Key
informan itulah yang memahami kompleksitas persoalan mahasiswa di
kampus tersebut.
Riset ini juga akan menggunakan teknik Focus Group Discussion
(FGD) untuk kebutuhan melengkapi data tentang kondisi mahasiswa. Secara
umum teknik ini akan mengambil sampel dari mahasiswa. Penggalian data
melalui diskusi kelompok ini dimaksudkan agar peneliti dapat menghimpun
data dari hasil sharing pengalaman informan.
2. Observasi

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 291


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

Metode ini dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengamatan


tidak langsung terhadap obyek yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 1993 : 1).
Pengamatan langsung ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data
yang berhubungan dengan gambaran riil dan detil mahasiswa PGMI , begitu
juga tentang keadaan dosen dalam pembelajaran dikelas. Sedangkan
pengamatan tidak langsung dilakukan untuk memperoleh data tentang
persepsi dosen terhadap pendidikan karakter mahasiswa di kampus.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai hal-
hal yang berupa catatan, tulisan, arsip atau dokumen (Moh. Nazir, 1999 :
56). Catatan dan tulisan tersebut berupa UU Sisdiknas, peraturan
pemerintah, jurnal, dan catatan penilaian dosen . Dokumen tersebut dapat
dijadikan data pendukung dalam penelitian ini.
Teknik analisis data dalam penelitian ini deskriptif-eksploratif-
analisis, yaitu mendiskripsikan pendapat dosen kemudian dianalisa tentang
pendidikan karakter. Adapun alur yang digunakan interprestasi data dalam
penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman
(1992 : 16), yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi.
Hasil Penelitian
1. Pendidikan Karakter Mahasiswa PGMI
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen pengampu
matakuliah Akhlak di PGMI pada hari Rabu tanggal 14 Nopember 2013
dapat dipahami bahwa mayoritas mahasiswa PGMI memiliki karakter yang
baik.
Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan karakter
mahasiswa PGMI pada hari Senin tanggal 17 Nopember 2013 yang hasilnya
dari 15 karakter yang diamati religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

292 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung


jawab hanya ada 2 karakter yang masih kurang yaitu rasa ingin tahu dan
peduli lingkungan.
Hal ini sebagaimana pendapat ( Usman Uzer, 1999: 27) bahwa
syarat menjadi calon guru harus memenuhi syarat formal dan syarat
kepribadian. Syarat formal adalah memiliki ijazah keguruan. Sedangkan
syarat kepribadian adalah memiliki karakter dan perilaku sabar , ramah,
tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, demokratis, adil, berwibawa,
fleksibel, kreatif, pemaaf, dan sebagainya. Semuanya itu mencerminkan
seorang guru yang memiliki pribadi yang luhur dan mulia yang nantinya
menjadi contoh bagi peserta didiknya.
Selain itu mahasiswa PGMI sudah memiliki niat atau tujuan menjadi
calon guru maka mereka sudah mempersiapkan diri menata diri baik secara
fisik maupun psikologi untuk berbicara, bersikap maupun berperilaku yang
mencerminkan sosok seorang guru. Hal ini sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan salah satu responden yang berinisial AS yang mengatakan
bahwa :
“Mahasiswa PGMI memang pada umumnya dari awal
sudah kelihatan memiliki karakter keguruan, sehingga
mereka mudah untuk dibimbing dan diarahkan serta mudah
untuk dikondisikan dalam sikap,dan perilaku yang baik atau
“gampang diatur”, contohnya kuliah rajin, disiplin, kalau
20 menit dosennya belum masuk ya langsung di sms atau
ditelpon”.

Hal ini dapat dibuktikan dalam hasil pengamatan atau observasi


perilaku disiplin salah satu mahasiswa yang berinisial D sebagai berikut :
“mahasiswa sudah pada duduk di kelas menuggu dosen
jumlahnya sekitar 20 orang, waktu itu peneliti menanyakan
pada mahasiswa yang peneliti amati tersebut sebagai berikut
:

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 293


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

P : sedang apa mba duduk di dalam kelas ini ?”


D : Menunggu dosen bu masuk kelas”.
P : Jam kuliah kan masih 5 menit lagi ?
D :tidak apa-apa bu dari pada terlambat masuk
kuliah”.

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter mahasiswa PGMI


Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak
mahasiswa PGMI menggunakan strategi atau metode keteladanan atau
pemberian contoh perilaku yang baik kepada mahasiswa, pembiasaan,
perumpamaan (amtsal), dan metode nasehat, Hal ini sebagaimana pendapat
masnur muslih bahwa penerapan pendidikan karakter dailakukan dengan
strategi pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari.
Hal ini sebagaimana wawancara peneliti dengan salah satu dosen
Akhlak bahwa tentang strategi penggunaan keteladanan, pembiasaan,
perumpamaan, dan nasehat dalam pembelajaran Akhlak adalah sebagai
berikut :
a. Penggunaan strategi keteladanan
P : “Bagaimana cara bapak menerapkan metode keteladanan
dalam pendidikan karakter mahasisiwa ?
AS : Saya memulai mengajak bersalaman atau berjabat tangan
dengan mahasiswa, dengan demikian mahasiswa akan
menirukan”.
b. Penggunaan strategi pembiasaan
P : “ bagaimana cara bapak menerapkan metode pembiasaan
dalam pendidikan karakter mahasiswa?
AS : “Saya menyapa lebih dulu ketika bertemu dengan
mahasiswa, bukan mahasiswa yang harus menyapa sya
(dosen), dengan demikian mahasiswa akan memiliki sikap
atau karakter ramah kepada siapapun”.
a. Penggunaan strategi perumpamaan
P : “Bagaimana cara bapak menerapkan startegi
perumpamaan dalam pendidikan karakter mahasiswa ?”

294 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

AS: “Mengisahkan atau menceritakan hasil pengalaman


langsung atau tidak langsung para tokoh Islam seperti
karakter sabar yang dalam cerita nabi Muhamad
menyuapi pengemis yahudi yang buta setiap pagi dengan
harapan nabi agar pengemis tersebut mau masuk Islam”.
P : Apa hikmah dari cerita tersebut Pak?”
AS : Agar mahasiswa bisa mengambil intisari dari kisah
tersebut”.
b. Penggunaan strategi nasehat
P : Bagaimana cara bapak menerapkan strategi nasehat dalam
pendidikan karakter mahasiswa?”
AS : Dengan memberi nasehat ketika melihat mahasiswa
berbuat tidak benar, berteriak di dalam kelas misalnya”.
3. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung pelaksanaan
pendidikan Karakter
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yang faktor yang
menjadi penghambat dan pendukug pelaksanaan pendidikan karakter dalam
pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah sebagai berikut :
a. Faktor intern yaitu faktor dari individu mahasiswa yang meliputi
pembawaan dan keluarga.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden
pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa: “Mayoritas
mahasiswa PGMI berasal dari pedesaan dan lingkungan keluarga Islam,
mereka masih lugu atau polos, ya ada sebagian kecil yang berasal dari
lingkungan perkotaan dari keluarga awam (umum”.)

Hasil wawancara tersebut dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan


peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang ramah yaitu mahasiswa menyapa
atau mengucapkan salam bila bertemu temannaya.
b. Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari lingkungan kampus dan
masyarakat.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden
pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa : “Karena kondisi
kampus 2 sebagai tempat kuliah mahasiswa PGMI yang jauh dari perkotaan
atau pinggiran kota dan belum terkena polusi pergaulan bebas maka

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 295


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

mereka masih mudah untuk dibimbing dan diarahkan, lebih dari itu
mahasiswa STAIN semuanya umat Islam”.

Hasil wawancara ini dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan


peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang peduli sosial yaitu mau
menolong teman yang sedang sakit.

Pembahasan
1. Pendidikan Karakter Mahasiswa PGMI
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen pengampu
matakuliah Akhlak di PGMI pada hari Rabu tanggal 14 Nopember 2013
dapat dipahami bahwa mayoritas mahasiswa PGMI memiliki karakter yang
baik.
Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan karakter
mahasiswa PGMI pada hari Senin tanggal 17 Nopember 2013 yang hasilnya
dari 15 karakter yang diamati religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung
jawab hanya ada 2 karakter yang masih kurang yaitu rasa ingin tahu dan
peduli lingkungan.
Hal ini sebagaimana pendapat ( Usman Uzer, 1999: 27) bahwa
syarat menjadi calon guru harus memenuhi syarat formal dan syarat
kepribadian. Syarat formal adalah memiliki ijazah keguruan. Sedangkan
syarat kepribadian adalah memiliki karakter dan perilaku sabar , ramah,
tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, demokratis, adil, berwibawa,
fleksibel, kreatif, pemaaf, dan sebagainya. Semuanya itu mencerminkan
seorang guru yang memiliki pribadi yang luhur dan mulia yang nantinya
menjadi contoh bagi peserta didiknya.

296 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

Selain itu mahasiswa PGMI sudah memiliki niat atau tujuan menjadi
calon guru maka mereka sudah mempersiapkan diri menata diri baik secara
fisik maupun psikologi untuk berbicara, bersikap maupun berperilaku yang
mencerminkan sosok seorang guru. Hal ini sebagaimana hasil wawancara
peneliti dengan salah satu responden yang berinisial AS yang mengatakan
bahwa :
“Mahasiswa PGMI memang pada umumnya dari awal
sudah kelihatan memiliki karakter keguruan, sehingga
mereka mudah untuk dibimbing dan diarahkan serta mudah
untuk dikondisikan dalam sikap,dan perilaku yang baik atau
“gampang diatur”, contohnya kuliah rajin, disiplin, kalau
20 menit dosennya belum masuk ya langsung di sms atau
ditelpon”.

Hal ini dapat dibuktikan dalam hasil pengamatan atau observasi


perilaku disiplin salah satu mahasiswa yang berinisial D sebagai berikut :
“mahasiswa sudah pada duduk di kelas menuggu dosen
jumlahnya sekitar 20 orang, waktu itu peneliti menanyakan
pada mahasiswa yang peneliti amati tersebut sebagai berikut
:
P : sedang apa mba duduk di dalam kelas ini ?”
D : Menunggu dosen bu masuk kelas”.
P : Jam kuliah kan masih 5 menit lagi ?
D :tidak apa-apa bu dari pada terlambat masuk
kuliah”.
2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter mahasiswa PGMI
Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak
mahasiswa PGMI menggunakan strategi atau metode keteladanan atau
pemberian contoh perilaku yang baik kepada mahasiswa, pembiasaan,
perumpamaan (amtsal), dan metode nasehat, Hal ini sebagaimana pendapat
masnur muslih bahwa penerapan pendidikan karakter dailakukan dengan
strategi pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 297


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

Hal ini sebagaimana wawancara peneliti dengan salah satu dosen


Akhlak tentang strategi penggunaan keteladanan, pembiasaan,
perumpamaan, dan nasehat dalam pembelajaran Akhlak adalah sebagai
berikut :
a. Penggunaan strategi keteladanan
P : “Bagaimana cara bapak menerapkan metode keteladanan
dalam pendidikan karakter mahasisiwa ?
AS : Saya memulai mengajak bersalaman atau berjabat tangan
dengan mahasiswa, dengan demikian mahasiswa akan
menirukan”.
b. Penggunaan strategi pembiasaan
P : “ bagaimana cara bapak menerapkan metode pembiasaan
dalam pendidikan karakter mahasiswa?
AS : “Saya menyapa lebih dulu ketika bertemu dengan
mahasiswa, bukan mahasiswa yang harus menyapa sya
(dosen), dengan demikian mahasiswa akan memiliki sikap
atau karakter ramah kepada siapapun”.
Penggunaan strategi perumpamaan
P : “bagaimana cara bapak menerapkan startegi
perumpamaan dalam pendidikan karakter mahasiswa ?”
AS : “Mengisahkan atau menceritakan hasil pengalaman
langsung atau tidak langsung para tokoh Islam seperti
karakter sabar yang dalam cerita nabi Muhamad
menyuapi pengemis yahudi yang buta setiap pagi dengan
harapan nabi agar pengemis tersebut mau masuk Islam”.
P : Apa hikmah dari cerita tersebut Pak?”
AS : Agar mahasiswa bisa mengambil intisari dari kisah
tersebut”.
d. Penggunaan strategi nasehat
P : Bagaimana cara bapak menerapkan strategi nasehat dalam
pendidikan karakter mahasiswa?”
AS : Dengan memberi nasehat ketika melihat mahasiswa
berbuat tidak benar, berteriak di dalam kelas misalnya”.
3. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung pelaksanaan
pendidikan Karakter

298 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Nur Hasanah

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yangfaktor yang


menjadi penghambat dan pendukug pelaksanaan pendidikan karakter dalam
pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah sebagai berikut :
a. Faktor intern yaitu faktor dari individu mahasiswa yang meliputi
pembawaan dan keluarga.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden
pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa: “Mayoritas
mahasiswa PGMI berasal dari pedesaan dan lingkungan keluarga Islam,
mereka masih lugu atau polos, ya ada sebagian kecil yang berasal dari
lingkungan perkotaan dari keluarga awam (umum”.)

Hasil wawancara tersebut dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan


peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang ramah yaitu mahasiswa menyapa
atau mengucapkan salam bila bertemu temannaya.
b. Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari lingkungan kampus dan
masyarakat.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden
pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa : “Karena kondisi
kampus 2 sebagai tempat kuliah mahasiswa PGMI yang jauh dari perkotaan
atau pinggiran kota dan belum terkena polusi pergaulan bebas maka
mereka masih mudah untuk dibimbing dan diarahkan, lebih dari itu
mahasiswa STAIN semuanya umat Islam”.

Hasil wawancara ini dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan


peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang peduli sosial yaitu mau
menolong teman yang sedang sakit.

Kesimpulan
Pendidikan karakter mahasiswa PGMI pada umumnya sudah baik.
Dari 15 karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, bersahabat,

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 299


Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi

cinta damai, peduli limgkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, hanya
karakter rasa ingin tahu dan peduli lingkungan yang masih kurang.
Pelaksanaan pendidikan karakter mahasiswa PGMI STAIN Salatiga
dalam pembelajaran Akhlak adalah dengan strategi pemberian contoh
keteladanan, pembiasaan, perumpamaan, dan nasehat.Selain Strategi itu
dilakukan juga pengamatan perilaku mahasiswa dalam interaksi
pembelajaran.
Faktor yang menjadi penghambat dan pendukung pelaksanaan
pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah
faktor intern yaitu pembawaan masing-masing mahasiswa (individu) dan
lingkungan keluarga yaitu latar belakang karakter anak dalam keluarga dan
metode serta media pembelajaran dosen sebagai faktor pendukung , dan
sedangkan faktor lingkungan kampus seperti pergaulan mahasiswa dan
penggunaan media berbasis teknologi (internet) yang menjadi faktor
penghambat .Pembawaan atau individu mahasiswa inilah faktor pendukung
yang paling dominan terhadap pelaksanaan pendidikan karakter mahasiswa.

Daftar Pustaka

Bogdan dan Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An


Introduction to Theory and Methods. Boston : Allyn and
Bacon Inc.
Ilyas Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.
Moleong J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muslih Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensial. Jakarta: Bumi Aksara.
Nazir Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Galia.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.

300 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

PENDIDIKAN KARAKTER PADA MADRASAH IBTIDAIYAH


DI KOTA SALATIGA

Miftachur Rif’ah Mahmud


STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga
email: rif_mahmud@yahoo.com

Abstract
This qualitative research was conducted to determine the implementation of
character education in MIN Gamol, Kecandran, Salatiga. The research
problem are how the concept of character education in MI is, how are the
methods and strategies of character education, and what are the factors
supporting and inhibiting the process of maintaining character education.
Research data was collected by interviews which related to the informants,
documentation, and field observations. The result shows that the concept of
character education in MIN Gamol, Kecandran, Salatiga generally
understood as moral education or good moral as a part of character
education is less discussed. The emphasized main values are religious,
discipline, responsibility, patriotism, nationalism spirit, and achievement
appreciation. The method to accustomed character education in MIN Gamol
is integrated in all subjects by performing some strategies with habituation,
exemplary, discipline, observation and home visit. The educational character
is supporting by a young and vibrant teacher, exemplary by school leaders,
and students who are ready to respond the tasks from the teacher. The
completeness of published documents and the attention of the foundation
committee and parents also influence the goals to success. While the
inhibiting factors are limited control power of teachers, lack of teachers
counseling, inactive parenting club, the condition of school environment and
less of parental attention.

Keywords: character education, supporting factor, inhibiting factor

Pendahuluan
Dalam Grand Desain Pendidikan Karakter, disebutkan bahwa
pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta/anak didik

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 301


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. (http://pendikar.unnes.ac.id/). Hal ini sejalan
dengan visi pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat
berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka pendidikan
karakter ditempatkan sebagai landasannya. Hal ini sekaligus menjadi upaya
untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
tahun 2005-2015, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter
sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional.
Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu
tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan
belajar mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan
(habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja
keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan
hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi
juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta
bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti
keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai
tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan
menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sekolah
memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui
pengembangan budaya sekolah atau school culture. (Kemendiknas, 2011:3 )
Arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara adalah
pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan
mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD
1945. Konsensus itu selanjutnya diperjelas dalam pasal 3 UU Nomor 20

302 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)


mengamanatkan bahwa Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (UU SISDIKNAS: 2003:8).
Amanat Undang-undang ini nampaknya belum sempurna
tertunaikan jika melihat belakangan ini, masyarakat Indonesia sering
mendengar berita kejahatan yang dilakukan pelajar. Tidak hanya pelajar
sekolah menengah, bahkan siswa sekolah dasar pun terlibat dalam tindakan
kekerasan dan kriminal. Pada saat yang sama kejahatan dan kriminalitas
banyak terjadi di kalangan usia dewasa. Premanisme, pembunuhan,
penipuan hingga kasus korupsi pun tak henti menghiasi TV. Melihat semua
kenyataan diatas, seringkali masyarakat menganggap sebagai bagian dari
kegagalan dalam sistem pendidikan nasional, terutama pendidikan karakter.
Munculnya gagasan program pendidikan berkarakter dalam dunia
pendidikan di Indonesia dimaklumi sebagai bentuk perbaikan dari
pendidikan yang belum berhasil membentuk manusia berkarakter. M Furqon
Hidayatullah (2009: 9) mendefinisikan karakter sebagai kualitas atau
kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang
merupakan kepribadian khusus yang membedakannya dari individu yang
lain. Selanjutanya dikatakan bahwa seseorang dianggap berkarakter bila
telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat
serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Pendidikan
karakter adalah, proses pemberian tuntunan peserta/siswa didik agar menjadi

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 303


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, raga, serta rasa dan
karsa (M Furqon H, 2011:9).
Madrasah Ibtidaiyah adalah bagian dari pendidikan dasar formal
dengan ciri keagamaan. Sebagai bagian pendidikan dasar, MI memiliki
posisi strategis dalam penanaman karakter dasar siswa yang akan dibawanya
kelak hingga menuju dewasa. Teori psikologi menyimpulkan bahwa usia
anak-anak adalah masa paling bagus dalam pembentukan karakter. Oleh
karenanya menjadi penting penelitian untuk mengetahui konsep, metode
dan hambatan serta bagaimana mengatasi hambatan pendidikan karakter di
Madrasah Ibtidaiyah.

Permasalahan
Fokus masalah yang diteliti adalah bagaimana konsep pendidikan
karakter pada Madrasah Ibtidaiyah di kota Salatiga, bagaimana metode dan
strategi pelaksanaannya, dan adakah tantangan dan hambatan yang dihadapi
serta bagaimana menyelesaikan tantangan dan hambatan tersebut.

Tinjauan Pustaka
Kemendiknas (2011) pernah melakukan penelitian partisipasi
tentang pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan pada berbagai
satuan pendidikan dan sekolah unggulan di beberapa propinsi. Dari satuan
pendidikan anak usia dini,a pendidikan dasar, dan tingkat lanjutan, serta
satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini
menghasilkan berbagai cara dan metode pelaksanaan pendidikan karakter
yang disatukan dalam buku berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan
Karakter (Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan).
Anwar Fatah pernah melakukan penelitian yang membahas tentang
peran manajemen sekolah dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Fungsi

304 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

manajemen sekolah adalah sebagai perencana, pelaksana, evaluator dan


perancang aksi berikutnya dari hasil refleksi yang dilakukan.
Aina Mulyana melakukan Penelitian Tindakan Sekolah yang
menyimpulkan bahwa adanya peningkatan pemahaman dan keterampilan
guru, yang berimplikasi pada peningkatan partisipasi atau keaktifan siswa
serta terhadap keterlaksanaan nilai-nilai pembangunan karakter bangsa,
seperti nilai kerja keras, kerjasama, saling menghargai dan sebagainya.
Harvard University Amerika Serikat melakukan penelitian yang
hasilnya membuktikan bahwa karakter seseorang dapat mempengaruhi
kesuksesan seseorang dimana pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) hanya menyumbang 20% dari kesuksean seseorang, dan 80%-nya
adalah kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Error!
Hyperlink reference not valid.).
Tadkiroatun Musfiroh (2008: 27), karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah
moral disebut dengan berkarakter mulia.
Abdullah Munir (2010:2) memaknai karakter dengan memakai akar
kata Yunani charassein yang berarti ‘mengukir’. Pemaknaan atas ukir
adalah sifatnya yang melekat kuat pada benda yang diukirnya. Ia tahan dan
kuat terhadap berbagai tantangan. Begitu kuatnya daya lekat ukiran pada
sebuah benda, sehingga tidak mungkin menghilangkan ukiran tanpa merusak
benda itu. Inilah gambaran karakter yang lekat pada manusia yang
berkarakter tersebut.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 305


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

Penamaan yang merujuk kepada kajian pembentukan karakter


peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang
umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan
Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri.
Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara saling
bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan
pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri.
Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi
dari empat sumber-sumber berikut yaitu agama, pancasila, budaya dan
tujuan pendidikan nasional.
Adapun nilai dasar yang dikembangkan dalam pembentukan
karakter dan budaya bangsa di Indonesia terdiri dari 18 nilai yang terincikan
sebagai berikut:
Tabel 1.
Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
NO NILAI DESKRIPSI
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan padaupaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
Keras sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki.

306 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

7. Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung


pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
Air menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatuyang berguna bagi
masyarakat, mengakui, dan menghormati
keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
Komunikatif berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain.
14. Cinta Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
Damai orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya
15. Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
Membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
Sosial bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18. Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
jawab tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.

Puskur Kemendiknas (2010) menjelaskan prinsip-prinsip yang


digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa
yang meliputi (1) berkelanjutan yaitu proses pengembangan nilai-nilai

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 307


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari
awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. (2)
Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah,
bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstrakurikuler. (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (4) Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan, prinsip
ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan oleh peserta didik, guru adalah stimulator dengan merencanakan
kegiatan sesuai dimensi karakter yang dibidik sehingga peserta didik
melaksanakannya dengan kesadaran dan kesenangan, bukan indoktrinasi.
Furqon Hidayatullah ( 2011) menyebutkan bahwa strategi
penanaman karakter meliputi lima hal, yaitu 1) keteladanan, 2) penenaman
kedisiplinan. 3) pembiasaan-pembudayaan, 4) menciptakan suasana
kondusif, dan 5) integrasi dan internalisasi. Pendidikan karakter bukan
hanya tanggung jawab guru bidang studi tertentu, tetapi menjadi tugas
seluruh komponen sekolah.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menurut Bagong
Suyanto, jenis penelitian kualitatif ini bertujuan untuk memahami makna
yang mendasari tingkah laku manusia (2007: 174). Ciri khas penelitian
kualitatif menurut Kaelan (2006:15) yaitu:
1. Berdasarkan keadaan alamiah, dimana peneliti mengumpulkan data
berdasarkan pengamatan situasi yang wajar, alamiah, sebagaimana
adanya tanpa dipengaruhi atau dimanipulasi.
2. Human instrument yakni peneliti sebagai bagian dari instrument dan
bahkan menjadi alat utama penelitian (key instrument). Penelitilah

308 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

yang mewawancari, melihat gerak muka, body language,


mengumpulkan dokumen-dokumen dan memaknai apa yang
diamatinya.
3. Bersifat deskriptif dengan mengumpulkan data dari dokumen, naskah,
kata-kata, simbol, gambar, yang kemudian dideskripsikan dalam
laporan penelitian.
4. Metode kualitatif, sesuai dengan jenis penelitiannya
5. Lebih mementingkan proses daripada hasil.
6. Mengutamakan data langsung dengan terjun sendiri ke lokasi
penelitian, untuk mengadakan pengamatan, observasi atau wawancara
sehingga mampu memaknai setiap data langsung yang diamatinya.
7. Data yang purposif, yakni dipilih menurut tujuan yang diharapkan.
8. Mengutamakan perspektif emic, lazimnya mengutamakan
obyektifitas data atau pandangan responden dan peneliti tidak
memaksakan pandangannya sendiri. Peneliti memulai melakukan
penelitian seakan-akan tak mengetahui sedikitpun sehingga dapat
menaruh perhatian penuh pada konsep yang didapatkan dari data-
data.
9. Menonjolkan rincian kontekstual dengan mengumpulkan data yang
sangat terinci mengenai masalah yang berkaitan dengan data yang
diteliti.
10. Mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan berkembang
selanjutnya sesuai data-data yang masuk selama penelitian
berlangsung.
Julia Brannen (2005:11) menjelaskan bahwa paradigma penelitian
kualitatif berangkat dari gejala umum, mendefinisikan konsep-konsep umum
yang dengan penelitian yang dilakukannya akan menghasilkan temuan
produk penelitian. Disini biasanya penelitian kualitatif itu sangat deskriptif.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 309


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

Penelitian kualitatif juga bisa menghasilkan teori baru, bukan penarikan


kesimpulan dan atau generalisasi. Pada pelaksanaannya, peneliti harus
menggunakan dirinya sebagai instrumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural
sebagai petunjuk data, meskipun tetap dengan mengambil jarak.
Obyek penelitian ini adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri di
Kecandran Salatiga. Sebagai satu-satunya MIN di kota Salatiga, diharapkan
menjadi ia bisa menjadi contoh pelaksanaan pendidikan karakter.
Keberhasilan atau kegagalannya dalam melaksanakan program penerintah
tentang pendidikan karakter tersebut pasti memiliki imbas bagi MI lain di
kota Salatiga.
Adapun tahapan penelitian dimulai dari tahap pra-lapangan yaitu
beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan.
Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2)
Pengurusan ijin penelitian, (3) Observasi, penjajakan lapangan dan
penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan
subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan
lapangan.
Selanjutnya tahap pekerjaan lapangan yang meliputi pengumpulan
data penelitian dengan pengamatan, wawancara, pengumpulan dan kajian
dokumen, serta analisa berjalan yang mengikuti sepanjang proses penelitian
berlangsung. Pengamatan dilakukan dalam kondisi yang alamiah dan wajar,
sehingga data pengamatan menjadi lebih obyektif. Dalam wawancara,
peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik
danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan
sekaligus sebagai piranti pengumpul data. Beberapa perlengkapan yang
dipersiapkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis
termasuk lembar catatan lapangan. Penelaahan dokumentasi terhadap
catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang

310 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

bersangkut paut dengan permasalahan penelitian. Analisa berjalan, artinya


upaya peneliti untuk mencermati dan menganalisa data-data yang masuk
sekaligus menyeleksi, memilah dan memaknai data, termasuk mengecek
keabsahan data.
Langkah penelitian selanjutnya adalah tahap pasca lapangan dengan
melakukan analisis data dan penyusunan laporan penelitian. Karena data
yang ada adalan data deskriptif berupa kata-kata orang baik tertulis maupun
lisan dan tingkah laku teramati, maka langkah selanjutnya adalah analisis
interaktif yang digunakan untuk memahami proses penelitian ini. Model
analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu
(1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4)
penarikan dan pengujian simpulan. Barulah kemudian, disusun rancangan
laporan penelitian.
Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer
dan sekunder. Sumber data primer yang didapatkan dari hasil wawancara
kepada tokoh kunci tentang pelaksanaan pendidikan karakter di MIN
Salatiga. Tokoh kunci yang dimaksudkan adalah seseorang yang terlibat
langsung dalam penerapan pendidikan karakter di MIN Gamol Salatiga, baik
itu perencana, pelaksana dan evaluatornya. Dalam penelitian ini, sasaran
utamanya adalah kepadal madrasah dan waka kurikulum, guru pengampu
kelas, dan tokoh lain yang ditunjukkan kemudian seiring dengan perjalanan
penelitian. Sumber data sekunder adalah data tertulis atau yang bisa diamati
di lokasi penelitian. Baik data berupa gambar, dokumen, arsip, dan lain
sebagainya.
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting
dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan
data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya, sehingga tahap ini
tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 311


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

ciri-ciri penelitian kualitatif. Perbedaan tujuan penelitian menjadi pembeda


pemilihan cara pengumpulan data (Julia Brannen: 2005: 12). Demikian juga
pendapat Mudjia Rahardja (2010a) yang menyebutkan informasi yang ingin
diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials determine a
means), ditambah dengan kecakapan peneliti menggunakan teknik-teknik
tersebut.
Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian
adalah melalui:
a. Wawancara
Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk
mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan
informan atau subjek penelitian. Mudji Rahardja mengutip dari Yunus
(2010) menyebutkan bahwa agar wawancara efektif, maka terdapat berapa
tahapan yang harus dilalui, yakni ; 1). mengenalkan diri, 2). menjelaskan
maksud kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4). mengajukan
pertanyaan.
b. Observasi
Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan
pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil
observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana
tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk
memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab
pertanyaan penelitian. Peneliti berpartisipasi langsung dan terlibat dalam
kehidupan keseharian obyek penelitian sehingga mendapatkan data yang
diharapkan. Observasi merupakan proses aktif dari peneliti dalam melihat,
mendengar, memikirkan dan merasakan apa yang bisa diperoleh dari
pengamatan langsung kepada responden. Menurut S. Nasution ( 2003:55)

312 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

dua hal penting yang harus dikaitkan dalam proses observasi adalah
informasi dan konteks.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data yang bisa diperoleh lewat
fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil
rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen
seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa
sebelumnya. Diperlukan kepekaan teoretik untuk memaknai semua
dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
Dalam penelitian ini, peneliti mencari sumber data dari dokumen yang ada
di MI obyek penelitian berkait berbagai bentuk sarana dan prasarana
pendidikan karakter, serta hal lain yang membantu penyusunan analisis hasil
penelitian serta penarikan kesimpulan.
Dalam penelitian ini analisa data adalah proses menyusun data agar
mudah ditafsirkan yang bertujuan agar data yang telah ditemukan dalam
penelitian bisa ditangkap maknanya, tidak sekedar deskripsi semata. Kaelan
(2006: 68) menyebutkan langkah-langkah analisis dalam penelitian kualitatif
adalah:
1. Reduksi data
Reduksi dimaknai sebagai langkah perangkuman, pemilihan hal-hal
pokok yang difokuskan pada hal-hal penting sesuai dengan konteks obyek
penelitian. Dengan melakukan reduksi data, akan mempermudah dalam
mengendalikan dan mengorganisir data.
2. Klasifikasi data
Hasil reduksi data akan mempermudah langkah berikutnya yaitu
klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data-dat berdasarkan ciri khas
masing-masing berdasarkan obyek penelitian. Hasil klasifikasi diarahkan

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 313


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

sesuai tujuan penelitian, sehingga terpisah data-data yang sesuai dengan


tujuan, dan data-data yang kurang relevan dengan tujuan yang diharapkan.
3. Display data
Yaitu mengorganisasikan data dalam suatu peta yang sesuai dengan
tujun penelitian. Diharapkan bentuk dispalay berupa skema atau pemetaan
masalah sehingga akan sangat membantu peneliti memahami alur
penelitiannya.
4. Penafsiran dan interpretasi data untuk menarik kesimpulan.
Salah satu ciri khas penelitian kualitatif adalah adanya interpretasi
data pada saat pengumpulan data, sehingga darinya termaknai senua data
yang terkumpul. Dari sinilah peneliti menarik kesimpulan, dengan terbantu
oleh langkah-langkah yang sebelumnya.
Langkah selanjutnya adalah pengecekan keabsahan data sebagai
upaya untuk memastikan kefalidan data yang diperoleh. Dalam penelitian
kualitatif dikenal istilah triangulasi data yang dilakukan untuk melihat gejala
dari berbagai sudut dan melakukan pengujian temuan dengan menggunakan
berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Dengan kata lain,
triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.

Pembahasan
Memasuki MIN Kecandran, satu-satunya madrasah negeri di kota
Salatiga ini, peneliti disambut gerbang cukup tinggi di tepi jalan lingkar
selatan. Ada musholla di sebelah kanan gerbang, berderet kemudian gedung
kelas sekitar 20 meter dan di ujungnya bersambung dengan gedung lain
berposisi 90ᴼ dengan gedung yang pertama. Saat ini, gedung itu tengah

314 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

direnovasi. Pertama kali peneliti datang berbekal surat pengantar penelitian


dan proposal, untuk sekedar bersilaturahim awal, menyampaikan maksud
kedatangan dan tentunya memohon ijin melakukan penelitian di lokasi yang
dimaksudkan.
Ruang Kepala Madrasah dengan lebar lima kali lima meter, terbagi
atas beberapa bagian. Tepat di depan pintu masuk, seperangkat meja kursi
tamu dengan satu kursi panjang dan 3 kursi pendek memakan seperempat
ruangan. Berjarak satu meter dalam ruang itu, terdapat almari piala dengan
jajaran piala prestasi siswa-siswa MIN Salatiga. Lemari berukuran sekitar
satu kali satu meter itu nampak hampir terisi penuh dengan piala dan
penghargaan atas prestasi siswa MIN. Batas sekat berupa meja tinggi sekitar
satu meter mengelilingi kursi tamu, menjadi pemisah ruang tamu dengan
ruang kepala sekolah, dan tata usaha. Sekat itu dihubungkan dengan sebuah
pintu masuk keluar di sisi kiri tengah dari meja tamu, berhadapan dengan
lemari piala. Berbatas dengan almari di pojok ruangan, ada tiga meja lagi
untuk kepala madrasah, tenaga administrasi, dan seperangkat komputer
dengan printernya. Di ruang inilah pertama kali peneliti datang dan duduk
melakukan tiga wawancara pertama.
Wawancara yang lain, peneliti lakukan di ruang guru. Ruang guru
ini memiliki seperangkat kursi tamu, belasan pasang meja kursi untuk guru
yang ditata berjajar membentuk huruf L terbalik yang mengitari kursi tamu.
Tampak di atas meja guru hampir rata-rata penuh dengan berkas dan buku.
Di pojok ruang, berbatas dengan almari yang berfungsi sebagai sekat,
nampak seperangkat kompor gas lengkap dengan piranti untuk membuat teh
secara mandiri.
Wawancara peneliti lakukan dengan beberapa narasumber, mulai
dari kepala sekolah, waka kurikulum, waka kesiswaan, serta guru.
Wawancara berlangsung hangat bersahabat. Untuk pengecekan data

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 315


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

wawancara, peneliti melakukan uji silang pada dokumen-dokumen


pendukung, mengamati proses pembelajaran yang berlangsung serta mencari
umpan balik dari pihak wali murid.
Dari uraian hasil wawancara yang dilakukan, maka bisa dilihat
bagaimana pendidikan karakter yang telah dilakukan di MIN Gamol
Kecandran Salatiga. Nampak benar bahwa nilai pendidikan karakter cukup
mendapat perhatian di kalangan MIN Salatiga, dengan berbagai bentuknya.
Bila ditinjau berdasarkan paparan kerangka teori yang ada di bab
sebelumnya, maka bisa diperbandingkan antara teori dan realisasinya.
Konsep pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga,
nampaknya dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak, akhlaqul
karimah atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas yang
lebih sedikit. Sebagaimana ungkapan wakil kepala bidang kesiswaan:”....
pendidikan karakter itu hanya sebagian kecil dari muatan pendidikan
akhlak, artinya pendidikan akhlak lebih luas, sebab mengayangkut akhlak
pada Allah, pada manusia, dan pada alam. Sedang karakter hanya lebih
sempit daripada itu...”(W2/WKs/P)
Pemahaman ini bukanlah sesuatu yang salah mengingat bahwa ada
beberapa penamaan yang merujuk kepada kajian pembentukan karakter
peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang
umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan
Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri.
Dengan memahami pendidikan karakter sebagai pendidikan akhlak atau
bagian dari pendidikan akhlak, bisa diasumsikan karena penekanannya
adalah nilai akhlak, dan sebagaimana difahami, kata akhlak adalah kata yang
sangat familiar bagi lingkungan Madrasah Ibtidaiyah.
Dalam muatan pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran
Salatiga, maka ada lima nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin,

316 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

tanggung jawab, jujur dan kreatif. Sebagaimana potongan wawancara


berikut: “Yang utama adalah religius, disiplin, tanggung jawab, jujur dan
kreatif. Sedangkan nilai karakter yang lainnya bukannya tidak prioritas,
tapi dilakukan sesuai kemampuan sekolah dalam
menindaklanjutinya.”(W1/KKr/NK)
Dalam pengamatan penulis untuk nilai religius dan disiplin,
memang sangat ditekankan, sebagaimana indikator yang ditetapkan oleh
Kemendiknas. Tentu dalam konteks ini difahami bahwa MIN adalah
lembaga pendidikan bernuansa Islam sehingga pelaksanaan peribadatan pun
hanya Islam.
Sedangkan nilai jujur yang disampaikan oleh responden wawancara
sebagai nilai yang ditekankan, tidak didukung oleh indikator sebagaimana
yang digariskan dalam tabel kemendiknas. Papan pengumuman barang
hilang dan tempat temuan barang hilang tidak nampak ada (Obs/2).
Barangkali nilai kejujuran diambil dari larangan mencontek disaat ujian saja.
Berdasarkan paparan yang lain, nampak bahwa nilai cinta tanah air
dan semangat kebangsaan pun cukup banyak ditekankan. Pembiasaan
mendengar lagu nasional di pagi hari dan upacara yang rutin dilakukan
adalah indikatornya. Pemasangan gambar pemimpin negara dan pemimpin
daerah nampak berjejal di ruang kepala. Pengibaran bendera pun
menguatkan hal tersebut ( Obs/1).
Berdasar pengamatan peneliti tampaknya nilai karakter ke 12 yaitu
menghargai prestasi pun menjadi tekanan dengan banyaknya jajaran piala
(Obs/1), serta pemasangan hasil karya anak di dinding sekolah (D.2, obs/2).
Bahkan ada guru yang menyebutkan adanya hadiah khusus bagi anak yang
mengharumkan nama sekolah (W3/G/M). Begitu juga karakter ke 14 yaitu
cinta damai yang diwujudkan dengan penunjukan pemimpin upacara tanpa
ada bias gendernya. (W3/G/M).

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 317


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

Pendidikan karakter nampak cepat disosialisasikan di MIN Gamol,


bahkan cukup masif dilakukan, baik melalui rapat maupun konsultasi
personal. “Sosialisasi pada guru kami lakukan dalam rapat-rapat rutin
bersama. Juga kadang-kadang secara informal kami jelaskan masing-
masing per-mata pelajaran. Bahkan hampir dalam tiap pertemuan kita
mengingatkan hal tersebut, meski kadang tidak secara eksplisit dijelaskan
tentang pendidikan karakter itu sendiri.” (W1/WKr/SK)
Dalam pengamatan dan perkiraan peneliti, faktor yang mempercepat
sosialisa pendidikan karakter di MIN Gamol ini diantaranya sebagai MIN
satu-satunya di Salatiga, kepala Madrasah dan beberapa guru memiliki
jabatan strategis di tingkat daerah. Misalnya kepala sekolah yang menjabat
ketua KKM kodya, waka kurikulim yang menjabat ketua KKG, dan guru
lain yang memiliki prestasi di bidang keguruan di tingkat lokal bahkan
provinsi. Kemudian keikhlasan mereka menjelaskan kepada yang lain hal-
hal yang belum dipahami oleh rekan-rekan gurunya. Bahkan di ruang guru
yang cukup penuh pun, peneliti menemukan pajangan besar tentang ikrar
pendidikan karakter, dan pendidikan karakter beserta indikatornya, sebagai
penghias di dinding ruang guru. (D.3, obs/ 3)
Metode pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan
Kemendiknas yang mengintegrasikan pendidikan karakter di semua mata
pelajaran. Mereka telah memasukkan pula pendidikan karakter di RPP yang
dibuat, hal ini sesuai dengan dokumen yang didapatkan peneliti (D.1).
Disamping itu, metode teknis juga dilakukan misalnya dengan cerita di
dalam kelas, memberi tugas yang selalu terselip nilai
karakternya.(W3/G/M). Sedangkan penilaiannya dimasukkan dalam raport
sebagai nilai kepribadian.
Adapun strategi pendidikan karakter yang dilaksanakan meliputi:

318 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

a. Pembiasaan: yang dilakukan di MIN Gamol adalah pembiasaan di


waktu pagi sebelum masuk kelas dengan menyambut uluran tangan
anak di saat mereka datang, membunyikan lagu kebangsaan hingga
menimbulkan semangat kebangsaan anak, diikuti pembiasaan terjadwal
dengan membaca as’maul husna, shalat dhuha, dan shalat dhuhur
berjamaah. Tak lupa pula doa yang selalu dilantunkan saat memulai
dan menutup pembelajaran.
b. Keteladanan yang diwujudkan dengan kesungguhan para guru memberi
contoh terbaik bagi anak-anaknya dalam menyambut kehadiran
mereka, memimpin asmaul husna dan atau melatih tanggungjawab
dengan secara bergilir meminta siswa memimpinnya. Keteladanan
diwujudkan oleh guru dengan tidak merokok di lingkungan sekolah.
c. Kedisiplinan diwujudkan dengan aturan yang sama-sama ditaati, jam
hadir, dan jam pulang. Kedisiplinan juga ditanamkan dalam upacara
yang secara rutin dilakukan dan lain sebagainya.
d. Pengamatan dalam pendidikan karakter di MIN Gamol dilakukan
dengan pemberlakuan buku komunikasi anak, dan dengan
memperhatikan sikap keseharian anak. Meskipun diakui pula bahwa
daya kontrol guru tidak bisa tuntas maksimal karena berkait dengan
kegiatan guru serta jam kebersamaan yang terbatas. Kadang pula
dilakukan pengamatan melaui pengumpulan informasi dari masyarakat
sekitar dan atau guru yang kebetulan tinggal berdekatan dengan lokasi
tempat tinggal anak. Hal ini memudahkan pengamatan terhadap anak.
e. Home visit. Kegiatan home visit atau kunjungan rumah siswa terutama
dilakukan pada kasus-kasus tertentu, sebagai langkah akhir untuk
mengetahui kondisi riil siswa. Seperti kasus anak yang sudah tak
bersemangat lagi sekolah, anak yang nampak memiliki pergaulan yang

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 319


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

salah, dan semacamnya. Biasanya home visit akan menghasilkan solusi


bagi permasalahan karakter anak.
Permasalahan faktor pendukung dan penghambat, ternyata juga
muncul di MIN Gamol. Beberapa faktor pendukung adalah:
a. Kesiapan guru untuk berubah dan berkembang. Berdasarkan
pengamatan peneliti, kepala sekolah sudah bergelar S.2 dan beberapa
guru sudah kuliah pasca sarjana(Obs/2). Hal ini menegaskan kesiapan
para guru untuk bergerak cepat sesuai tuntutan perubahan jaman.
Sosialisasi yang masif nampaknya juga menjadi pendukung utama,
hal ini tak bisa dilepaskan dari keaktifan beberapa guru yang
memegang jabatan penting dalam KKM dan KKG di tingkat kota
madya Salatiga maupun provinsi Jawa Tengah.
b. Kedisiplinan yang dicontohkan Kepala Sekolah, termasuk faktor
pendukung dan penyemangat bagi guru dalam menerapkan
pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran.
c. Kesiapan peserta didik dalam menyambut pembiasaan yang
ditanamkan oleh guru.
d. Lengkapnya buku panduan dan pendidikan karakter yang sudah
diterbitkan.
e. Komite dan wali murid yang mendukung langkah pendidikan
karakter, meskipun belum merata. Komite yang ada saat ini pun
banyak terdiri dari orang-orang berpendidikan sehingga memiliki
semangat untuk memajukan MI.
Dari paparan tentang hambatan yang dihadapi, maka peneliti
melihat ada dua hal yang menjadi hambatan, pertama hambatan dari dalam
MIN sendiri dan kedua hambatan dari luar MIN. Adapun faktor penghambat
dari dalam MIN yang dirasakan oleh para guru adalah:

320 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

a. Daya kontrol guru yang tidak maksimal mengingat terbatasnya waktu


dan banyaknya agenda kerja yang harus diselesaikan.
b. Ketiadaan guru BK yang dalam persepsi para guru menjadi
penjembatan masalah yang ada dikalangan anak-anak.
c. Perpustakaan yang minimalis yang diikuti oleh ketiadaan
pustakawan.
d. Ketidak-aktifan parenting club seperti yang direncanakan, sehingga
sekolah tidak memiliki forum penyampaian ide bersama dengan wali
murid sehingga muncul kesamaan pandangan tentang langkah
bersamanya.
Sedangkan hambatan dari luar sekolah, adalah:
a. Lingkungan masyarakat yang tak sepenuhnya faham dengan nilai-
nilai keagamaan, sehingga kadang karakter dan kedisiplinan religius
yang ditanamkan tidak teraplikasi di rumah karena tiadanya
dukungan yang dibutuhkan.
b. Perhatian orang tua yang minim. Berdasarkan observasi peneliti,
lingkungan masyarakat Gamol sangat beragam, rumah-rumah cukup
bagus meskipun kata sebagian orang wilayah ini cukup tertinggal.
Ternyata, banyak wali murid MI yang berprofesi sebagai TKI
sehingga anak mereka tak bisa ditunggui.
Upaya menghadapi hambatan dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama, mengajukan tenaga baru di bidang Bimbingan Konseling ke
pemerintah dan memaksimalkan perpustakaan. Yang kedua menutupi
kekurangan dalam kontrol pada murid dengan memberlakukan buku
komunikasi, penjaringan informasi kepada masyarakat atau guru yang
tinggal di wilayah tempat tinggal murid, serta home visit.
Yang menjadi catatan peneliti adalah bila lingkungan dan perhatian
orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan karakter, mengapa

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 321


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

pelaksanaan parenting club tidak diintensifkan? Nampaknya perlu adanya


upaya menghidupkan parenting club, jika memang itu dianggap sebagai
hambatan yang nyata ada. Apalagi, sekolah punya kemampuan untuk
melakukan hal itu. Artinya butuh komitmen lebih dari para guru dan
penataan waktu yang lebih baik sehingga agenda yang penting itu bisa
direalisasikan dan tidak bertabrakan dengan agenda lain di sekolah.

Kesimpulan
Berdasarkan paparan dalam temuan data dan pembahasan
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga
dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak, akhlaqul karimah
atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas yang lebih
sedikit. Nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin, tanggung
jawab, jujur, dan kreatif. Nilai lain yang menonjol adalah nilai cinta
tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai prestasi.
2. Metode pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan
Kemendiknas yang mengintegrasikan pendidikan karakter di semua
mata pelajaran dengan penilaiannya dimasukkan dalam raport sebagai
nilai kepribadian. Strategi penanaman pendidikan karakter dilakukan
dengan pembiasaan, keteladanan, kedisiplinan, pengamatan hingga
home visit yang dilakukan berkala.
3. Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter datang dari
dalam sekolah adalah faktor guru yang muda dan bersemangat, contoh
keteladanan oleh kepala sekolah, dan murid yang siap merespon
dengan bagus atas tugas-tugas dari guru. Faktor pendukung dari luar
adalah lengkapnya dokumen yang telah diterbitkan, dan keberadaan
komite dan wali yang perhatian. Disisi lain, faktor penghambat dari

322 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


Miftachur Rif’ah Mahmud

dalam adalah daya kontrol guru yang tidak maksimal mengingat


terbatasnya waktu dan banyaknya agenda kerja yang harus
diselesaikan, ketiadaan guru BK, dan perpustakaan yang minimalis
yang diikuti oleh ketiadaan pustakawan serta ketidak-aktifan parenting
club. Faktor penghambat dari luar adalah lingkungan dan minimnya
perhatian walimurid.
Berdasarkan paparan hasil penelitian, maka saran peneliti adalah
bila lingkungan dan perhatian orang tua menjadi faktor penghambat
pendidikan karakter, nampaknya perlu adanya upaya menghidupkan
parenting club, jika memang itu dianggap sebagai hambatan yang nyata ada.
Apalagi, sekolah punya kemampuan untuk melakukan hal itu. Artinya butuh
komitmen lebih dari para guru dan penataan waktu yang lebih baik sehingga
agenda yang penting itu bisa direalisasikan dan tidak bertabrakan dengan
agenda lain di sekolah.
Demikian paparan penelitian pendidikan karakter di Madrasah
Ibtidaiyah Salatiga tahun 2012 telah usai dilaksanakan. Banyak salah kata
dan salah maksud yang mungkin peneliti perbuat selama melakukan
penelitian dan menyusun analisa penelitian. Oleh karenanya peneliti
memohon maaf kepada semua pihak yang merasa tak nyaman karenanya.
Sesungguhnya semua bukan maksud untuk membuat cideranya hati. Ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang membantu, dan rasa syukur tak
terhingga pada Allah SWT, teriring harapan semoga Allah meridhoi semua
yang telah kami lakukan, dan mencatanya sebagai bagian dari kebaikan.
Amin.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 323


Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga

Daftar Pustaka

Abu Bakar, Usman. 2011. 'Metode Pendidikan Karakter Qur'ani', makalah


seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk
Karakter Bangsa,” Solo. 15-11-2011
Adhim, Muhammad Fauzil. 2008. Positive Parenting. Bandung: Mizan.
Afifuddin. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Akhwan, Muzhoffar. 2011.: Pendidikan Karakter: Konsep dan
Implementasinya dalam Pembelajaran di Sekolah/Madrasah.
Makalah pada diskusi dosen UII, 2 Nov 2011.
Arismantoro (peny). 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building:
Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Azizy, A. Qodri A. 2003. Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika
Sosial. Semarang: Aneka Ilmu.
Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
terj. Nuktah Arfawie dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta.
Covey, Sean. 2001. The 7 Habbits of Highly Effective Teens. terj. Arvin
Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doe, Mimi. 2001. 10 Prinsip Spiritual Parenting. terjemah Rahmani Astuti,
Bandung: Kaifa.
Fauziah, Puji Yanti. 2011. Model Pembelajaran Pendidikan Karakter.
makalah seminar Nasional IKA UNY,
staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304805
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasinya.
Bandung: Alfabeta.
Hidayatullah, Muh Furqon. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan
Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka.
......., ‘Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Bangsa’,
makalah seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dalam
Membentuk Karakter Bangsa,” Solo, 15-11-2011
Kaelan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:
Paradigma.
Kemendiknas, Balitbang Puskur. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa. Tt.
Kemendiknas, Dirjen Dikdasmen. 2010. Model Pembinaan Karakter di
Lingkungan Sekolah. tt.

324 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009


PEDOMAN PENULISAN

Jurnal MUDARRISA hanya akan memuat artikel yang memenuhi ketentuan-


ketentuan berikut ini:
Artikel merupakan ringkasan karya ilmiah hasil penelitian yang belum pernah
dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses penerbitan.
Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia, Inggris, atau Arab sebanyak minimal 15
halaman kuarto dengan spasi 1,5.
Artikel dalam Bahasa Indonesia atau Inggris diketik dengan font Times New
Roman ukuran 12 point, sedangkan dalam Bahasa Arab diketik dengan font Arabic
Transparant ukuran 18 point.
Artikel ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
1. Judul (huruf kecil tebal kecuali huruf pertama pada setiap kata menggunakan
huruf kapital dengan ukuran 14 point).
2. Identitas penulis (nama penulis tanpa gelar disertai nama instansi dicetak
miring).
3. Abstrak dalam bahasa Inggris sebanyak 90-250 kata spasi 1 (memuat tujuan,
metode, dan temuan).
4. Keywords dalam bahasa Inggris sebanyak tiga kata.
5. Pendahuluan.
6. Permasalahan.
7. Tinjauan pustaka (memuat penelitian sebelumnya yang relevan dan landasan
teori).
8. Metode penelitian.
9. Pembahasan (memuat temuan penelitian dan analisis).
10. Kesimpulan.
11. Daftar pustaka.
Mencantumkan identitas penulis yang terdiri dari nama dan alamat instansi.
Kutipan ditulis dengan model bodynote, contoh: (Rosenberg, 1955: 29).
Penulisan daftar pustaka mengikuti contoh berikut:
Contoh buku: Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Moderrnity: An
Intelectual Transformation. Chicago: Chicago
University.
Contoh jurnal : Dhofier, Zamakhsyari. 2002. Sekolah al-Qur’an dan
Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Ulumul
Qur’an, Vol. III, No. 4: 20-35.
Mencantumkan daftar pustaka yang hanya dikutip dalam artikel dan disusun secara
alfabetis.
Tabel dan gambar diberi nomor dan judul atau keterangan yang jelas,
Penulisan transliterasi Arab menggunakan library of conggres (terlampir).
Artikel dikirim dengan menyerahkan dua eksemplar print out disertai soft copy
berupa CD atau attached file yang terformat MS Word (rtf).

Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imbalan berupa nomor bukti
pemuatan sebanyak 3 (lima) eksemplar beserta cetak lepasnya. Artikel yang tidak
dimuat akan dikembalikan.

MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________ 325


326 _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009

You might also like