Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

SPIRAKEL, Vol. 10 No.

2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

UJI EFEKTIVITAS AIR KOTORAN SAPI DAN AIR KOTORAN AYAM


SEBAGAI ATRAKTAN PADA OVITRAP TERHADAP JUMLAH TELUR
Aedes aegypti

Yunita Budiman1, Suwarja1, Robinson Pianaung1, Steven Jacob Soenjono1, Milana Salim2*
1
Poltekkes Kemenkes Manado Jurusan Kesehatan Lingkungan, Jl. Manguni 20 Kel. Pal 2, Kota Manado,
Sulawesi Utara, Indonesia
2
Balai Litbangkes Baturaja, Jalan Ahmad Yani Km 7 Kemelak, Sumatera Selatan, Indonesia
Abstract
Environmental-based diseases are still a public health problem until now. One of the diseases
caused by sanitary conditions that do not meet health requirements is dengue hemorrhagic
fever which is transmitted by Aedes aegypti. Mosquito control requires monitoring by
surveillance. One monitoring measure is to use egg traps or ovitrap. Basically, female
mosquitoes like clear water media for laying eggs. However, some research results showed that
water containing impurities can also attract mosquitoes to lay eggs. The purpose of this study
was to determine the effectiveness of cow manure and chicken manure as attractants on the
ovitrap against the number of Ae. aegypti eggs. The type of research is an experiment with a
group post test only control design. The concentration of cow and chicken manure in water is
5%. The results of study show that there is a relationship between the type of water media used
and the number of trapped Ae. aegypti eggs. According to the result, from 429 trapped eggs,
288 grains (67,1%) were found in water with cow dung, while water containts chicken manure
only received 52 grains (12,1%), so it can be concluded that cow dung water is the preferred
media for Ae. aegypti mosquito to lay the egg instead of chicken manure water.

Keywords : Cow manure, chicken manure, attractants, ovitrap, Aedes aegypti

TEST OF EFFECTIVENESS OF COW AND CHICKEN MANURE IN WATER


AS AN ATTRACTANT ON OVITRAP O THE NUMBER OF Aedes aegypti E
GGS

Abstrak
Penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat
ini. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat
kesehatan adalah demam berdarah dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Pengendalian nyamuk Ae. aegypti memerlukan tindakan pengawasan oleh surveilans. Salah
satu tindakan pengawasan adalah dengan menggunakan perangkap telur atau ovitrap. Pada
dasarnya, nyamuk betina menyukai media air jernih untuk bertelur, namun beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa air yang mengandung kotoran juga dapat menarik nyamuk
untuk bertelur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas air kotoran sapi
dan air kotoran ayam sebagai atraktan (zat penarik) pada ovitrap terhadap jumlah telur Ae.
aegypti yang terperangkap. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan rancangan post test
only control grup. Konsentrasi kotoran sapi dan kotoran ayam dalam air adalah sebesar 5%.
Hasil penelitian menunjukan ada hubungan jenis media air yang digunakan dengan jumlah telur
Ae. aegypti yang terperangkap. Dari 429 telur terperangkap, 288 butir (67,1%,) terdapat pada
air dengan kotoran sapi, sedangkan air kotoran ayam hanya mendapatkan 52 butir (12,1%),
sehingga dapat disimpulkan bahwa air kotoran sapi merupakan jenis media air yang lebih
disukai nyamuk Ae. aegypti untuk meletakkan telurnya dari pada air kotoran ayam.

Kata Kunci : Air kotoran sapi, air kotoran ayam, atraktan, ovitrap, Aedes aegypti

Naskah masuk:28 Oktober 2018; Review: 1 November 2019; Layak terbit: 17 Juni 2019

54
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

*Alamat korespondensi penulis pertama: milanwords@yahoo.co.id; Telp/Faks: 085268929917

PENDAHULUAN DBD adalah dengan cara melakukan upaya


preventif dengan pemutusan rantai
Penyakit berbasis lingkungan masih penularan melalui pengendalian vektornya.
merupakan masalah kesehatan masyarakat Kegiatan surveilans/pengamatan vektor
sampai saat ini. Salah satu penyakit yang merupakan salah satu komponen penting
disebabkan oleh kondisi sanitasi yang tidak dalam upaya pengendalian vektor DBD.
memenuhi syarat kesehatan adalah demam Pengendalian vektor adalah upaya
berdarah dengue. Demam berdarah dengue menurunkan faktor risiko dengan cara
pertama kali ditemukan di Manila (Filipina) meminimalisir habitat perkembangbiakan
pada tahun 1953, selanjutnya menyebar ke vektor dan kontak vektor dengan manusia.5
berbagai negara. Data dari seluruh dunia Cara pengendalian vektor yang dianggap
menunjukan Asia menempati urutan paling efektif adalah dengan gerakan PSN
pertama dalam jumlah penderita DBD 3M atau 3M Plus.
setiap tahunnya.1 Sebanyak sepuluh
negara South-East Asia Region yang Salah satu upaya pengendalian vektor
tergabung dalam WHO-SEAR merupakan dengan 3M Plus adalah dengan
daerah endemis Dengue, salah satunya menggunakan perangkap. Ada tiga jenis
adalah Indonesia. Pada tahun 2012 perangkap nyamuk yang bisa digunakan
negara-negara SEAR melaporkan ada yakni perangkap telur (ovitrap), perangkap
sekitar 0,29 juta kasus DBD terjadi dengan larva (larvitrap), dan perangkap nyamuk
kontribusi dari Negara Thailand sebesar yang biasanya berperekat (stickytrap).
30%, Indonesia 29% dan India sebesar Ovitrap (perangkap telur) adalah suatu alat
20%.2 Di Indonesia, pada tahun 2015 sederhana berupa bejana (kaleng plastik)
jumlah penderita DBD yang dilaporkan yang dinding luarnya dicat hitam dan diberi
sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah air secukupnya untuk menarik nyamuk Ae.
kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka aegypti betina bertelur. Ovitrap merupakan
kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk perangkap yang mudah dibuat dan dapat
dan CFR/angka kematian= 0,83%). diterapkan dimana saja, serta tidak
Dibandingkan tahun 2014 dengan kasus menimbulkan dampak negatif pada
6
sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi lingkungan. Penggunaan perangkap telur
peningkatan kasus pada tahun 2015. Target (ovitrap) terbukti berhasil menurunkan
Renstra Kementerian Kesehatan untuk densitas vektor di beberapa negara. Alat ini
angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar dikembangkan pertama kali oleh Fay dan
<49 per 100.000 penduduk, dengan Eliason, kemudian digunakan oleh Central
demikian Indonesia belum mencapai target for Diseases Control and Prevention (CDC)
Renstra 2015. Provinsi Sulawesi Utara dalam surveilans Ae. aegypti. Cara ini telah
menempati urutan ke-11 dengan angka IR berhasil dilakukan di Singapura dengan
sebesar 30,6 per 100.000 penduduk di memasang 2000 ovitrap di daerah endemis
tahun 2015.3 Sepanjang tahun 2016, DHF. Perangkap ini dapat mengetahui
tercatat ada 2.217 kasus DBD, meningkat keberadaan nyamuk Ae. aegypti pada
jika dibandingkan dengan tahun 2015 yang suatu wilayah dengan mengamati telur yang
hanya terdiri dari 1.562 kasus. Jumlah terperangkap. Dalam perkembangannya,
kematian di Provinsi Sulawesi Utara pada ovitrap juga dijadikan sebagai alat
tahun 2015 sebanyak 17 kasus (CFR = pengendalian nyamuk dengan melakukan
0,8%).4 berbagai modifikasi, misalnya
menambahkan larvasida untuk membunuh
Sampai saat ini vaksin dan obat untuk jentik yang menetas dari telur atau
membunuh virus DBD belum ditemukan, menambah zat untuk memikat nyamuk
sehingga salah satu strategi utama dan betina (atraktan) datang bertelur.7
paling effektif untuk pengendalian penyakit Penggunaan atraktan dari beberapa studi

55
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

memperlihatkan prospek yang cukup baik kotoran sapi dan air kotoran ayam sebagai
dalam memantau dan menurunkan atraktan pada ovitrap terhadap jumlah telur
kepadatan vektor DBD. Atraktan dapat Aedes aegypti yang tertangkap di Kota
berasal dari kandungan tanaman yang Manado. Penelitian ini diharapkan dapat
mudah ditemukan di sekitar masyarakat menjadi bahan masukan bagi instansi
atau bahan lain yang mempunyai aroma kesehatan dalam upaya mencegah dan
yang dapat menarik nyamuk untuk bertelur.8 mengendalikan vektor demam berdarah
Atraktan dapat berasal dari berbagai jenis dengan menggunakan ovitrap beratraktan
bahan yakni air rendaman jerami9, air dan memberikan informasi kepada
rendaman gula pasir, air rebusan udang10, masyarakat untuk selalu menjaga
atau air bekas biakan nyamuk di kebersihan lingkungan tidak hanya pada
laboratorium7. genangan-genangan air bersih tapi juga
pada genangan air tercemar.
Secara teoritis nyamuk Ae. aegypti ini
hanya dapat berkembang biak di genangan
air yang bersih dan tidak kontak langsung
METODE
dengan tanah atau air kotor. Namun Penelitian ini telah dilaksanakan di
demikian, beberapa penelitian menunjukan Laboratorium Parasitologi dan Entomologi
adanya perubahan perilaku berkembang Kesehatan Lingkungan Poltekkes
biak nyamuk tersebut. Nyamuk Ae. aegypti Kemenkes Manado. Jenis penelitian adalah
mampu hidup dan berkembang biak pada eksperimen kuasi dengan rancangan post
campuran kotoran ayam, kaporit dan air test only control grup. Penelitian ini
tanah.11 Nyamuk Ae. aegypti juga dapat menggunakan dua macam perlakuan yaitu
hidup dan berkembang biak pada air dengan menggunakan air kotoran sapi dan
terpolusi tanah.12 Penelitian lain air kotoran ayam sebagai atraktan pada
menyebutkan bahwa nyamuk Ae. aegypti ovitrap, serta air sumur sebagai kontrol.
dapat bertelur pada air kotoran kuda dan air Populasi yang digunakan adalah nyamuk
kotoran sapi.13 Hal ini mengindikasikan Ae. aegypti betina hasil kolonisasi
adanya perubahan perilaku nyamuk Ae. Laboratorium Parasitologi dan Entomologi
aegypti dalam beradaptasi dengan Kesehatan Lingkungan Poltekkes
lingkungan. Bila Ae. aegypti benar-benar Kemenkes Manado, sedangkan sampel
dapat berkembang biak tanpa air bersih penelitian ini adalah 40 ekor nyamuk Ae.
maka potensi bahaya penularan DBD dan aegypti betina yang kenyang darah.
penyakit lain yang ditularkan oleh Ae. Variabel bebas dalam penelitian ini air
aegypti semakin besar karena semakin dengan kotoran sapi dan air dengan kotoran
banyak tempat yang dapat menjadi habitat ayam, sedangkan variabel terikat penelitian
hidupnya. Kandungan berbagai zat pada ini adalah jumlah telur nyamuk Aedes
air tempat bertelur nyamuk dapat menjadi aegypti yang tertangkap. Konsentrasi
atraktan yang menarik nyamuk untuk kotoran sapi dan kotoran ayam yang
datang dan bertelur di tempat tersebut. Jika digunakan sebagai atraktan dalam media uji
daya tariknya lebih besar dibandingkan air adalah 5%. Media uji dengan atraktan
bersih, maka pengetahuan ini dapat sebanyak 200ml dimasukkan ke dalam
digunakan untuk mengendalikan vektor ovitrap yang dibuat dari gelas plastik dan
nyamuk dengan memasang ovitrap yang dicat hitam. Untuk tempat meletakkan telur,
dikontrol secara berkala untuk membasmi digunakan kertas saring berukuran 25 x 5
telur nyamuk. Berdasarkan permasalahan cm yang ditempatkan melingkar di bagian
tersebut penulis merasa penting melakukan dalam mulut gelas.
penelitian untuk mengetahui efektivitas air

56
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

Atraktan Kotoran 200 200


200 ml 200 ml
sapi/ayam 5% ml ml

Gambar 1. Media pengujian dengan empat ulangan

Ovitrap berisi atraktan dimasukkan ke dua variabel menggunakan uji statistik One
dalam kotak/chamber yang di dalamnya Way Anova dan diolah menggunakan
sudah terdapat nyamuk betina kenyang komputer.
darah. Lama waktu pengamatan sejak
peletakan ovitrap yakni selama satu hari HASIL
untuk menghindari kemungkinan telur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, total
menjadi larva. Atraktan dikatakan efektif
jumlah telur Ae. aegypti yang terperangkap
apabila pada ovitrap ditemukan sebanyak
pada penelitian ini adalah sebanyak 429
50% telur Ae. aegypti yang terperangkap.
butir, dengan beragam jumlah pada empat
Data yang didapatkan dianalisis
kali pengulangan, seperti tampak pada
menggunakan analisis univariat dan bivariat
Tabel 1 berikut:
untuk mengetahui adanya interaksi antara

Tabel 1. Jumlah Telur Ae. aegypti yang terperangkap pada ovitrap


Jumlah Telur Terperangkap
pada Ovitrap Persentase Rerata
Jenis Media Jumlah
(%) Jumlah
1 2 3 4
Air kotoran sapi 65 59 97 67 288 67,1 72
Air kotoran ayam 9 16 12 15 52 12,1 13
Kontrol (Air sumur) 21 28 11 29 89 20,8 22

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari Analisis bivariat dilakukan untuk
keseluruhan pengujian yang dilakukan, mengetahui hubungan antara jenis atraktan
jumlah telur Ae. aegypti yang tertangkap berupa air kotoran sapi dan air kotoran
pada air kotoran sapi sebanyak 288 butir ayam terhadap jumlah telur terperangkap.
dengan rata-rata 72 butir, sedangkan pada Hipotesis pada penelitian ini yakni air
air kotoran ayam menghasilkan 52 butir, kotoran sapi konsentrasi 5% efektif sebagai
dengan rata-rata 13 butir. Persentase atraktan pada ovitrap Ae. aegypti.
jumlah telur terbanyak terdapat pada media Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis
yang menggunakan kotoran sapi sebagai data menggunakan uji One Way Anova
atraktan yakni sebesar 67,1 persen. (Tabel 2), maka diperoleh hasil yaitu:

Tabel 2. Hasil Uji One Way Anova


Jumlah
Rata-rata
Kuadrat Df F Sig
Kuadrat
Total
Antar kelompok 8082.667 2 4027,750 32,318 0,000
Dalam kelompok 1092.000 9
Total 9174.667 11 122,750

57
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

Diketahui nilai signifikan adalah test menunjukan nilai signifikan 0,804>0,05


0,000˂0,05. Hal ini menunjukan jenis media berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata
yang digunakan efektif sebagai ovitrap yang signifikan antara air kotoran ayam dan
terhadap jumlah telur Ae. aegypti yang kontrol. Pada air kotoran sapi dapat dilihat
tertangkap. Untuk melihat perbedaan rata- signifikan 0.000˂0,05 berarti terdapat
rata pada masing-masing media maka perbedaan antara air kotoran sapi dengan
dilanjukan dengan uji post hoc test. media air kotoran ayam dan kontrol.
Berdasarkan Tabel 3 hasil uji post hoc

Tabel 3. Uji Post Hoc


Jenis media yang digunakan Perbedaan Rata- Signifikan
rata
Air Kotoran Ayam 59,000* .000
Air Kotoran Sapi
Kontrol (Air sumur) 49,750* .000
Air Kotoran Sapi -59,000* .000
Air Kotoran Ayam
Kontrol (Air sumur) -9,250 .804
Air Kotoran Sapi -49,750* .000
Kontrol
Air Kotoran Ayam 9,250 .804

BAHASAN Ae. aegypti juga dapat hidup dan


berkembang biak pada air terpolusi tanah.
Sampel penelitian ini adalah 40 ekor Jumlah telur yang diletakkan pada media air
nyamuk Ae. aegypti betina yang kenyang terpolusi tanah 30 gr/ml lebih banyak
darah. Hal ini disebabkan karena nyamuk dibandingkan jumlah telur pada media air
memulai perkembangan ovarium dan terpolusi tanah 10 gr/ml.12
proses pematangan telur setelah
menghisap darah. Jika proses ini selesai, Pada penelitian ini jumlah telur
nyamuk akan segera mencari tempat terbanyak terdapat pada media yang
oviposisi cocok. Aedes aegypti betina mengandung kotoran sapi. Pada uji lanjut
bertelur dalam waktu 48 hingga 72 jam terlihat bahwa air kotoran sapi mempunyai
setelah menghisap darah. Setelah darah pengaruh yang berbeda dan signifikan
yang masuk dicerna, distensi pada terhadap air kotoran ayam dan air sumur.
abdomen nyamuk betina akan menghambat Ini menunjukkan bahwa media air kotoran
perilaku mencari inang selanjutnya dan sapi lebih disukai nyamuk betina untuk
kemudian memulai tahap perkembangan meletakkan telurnya dibandingkan media
telur yang akan diakhiri dengan oviposisi.14 lainnya. Penelitian Wuristuti juga
menyatakan hasil bahwa air dengan
Hasil analisis statistik dengan one way campuran kotoran sapi merupakan media
anova menunjukkan bahwa jenis media
yang paling banyak ditemukan jumlah telur
yang digunakan memberikan pengaruh dibandingkan media lainnya.13
yang nyata terhadap jumlah telur yang
diletakkan oleh nyamuk dengan nilai p= Pada dasarnya pemilihan tempat
0,000 (<0,05). Secara teoritis nyamuk Ae. bertelur oleh nyamuk betina dipengaruhi
aegypti dikatakan hanya dapat berkembang oleh banyak faktor seperti indera
biak di genangan air yang bersih tidak penglihatan, penciuman, suhu, cahaya,
kontak langsung dengan tanah atau air kelembaban dan fisik media tempat
kotor. Karateristik Ae. aegypti sp. pada peletakan telur. Sebelum melakukan
dasarnya terdapat didalam rumah, tempat peletakkan telur nyamuk Ae. aegypti
perindukan biasa di bak-bak mandi (air terlebih dahulu memilih media yang akan di
bersih)15 Namun dari hasil penelitian ini jadikan tempat peletakkan telurnya. Proses
terlihat bahwa media air kotor juga dapat pemilihan tempat untuk oviposisi
menarik nyamuk untuk bertelur. Sebuah dipengaruhi oleh kandungan zat organik
penelitian lain menunjukkan bahwa nyamuk dan ammonia. Senyawa ammonia terbentuk

58
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

dari proses fermentasi zat organik.16 Protein atraktan menghasilkan jumlah telur yang
pada kotoran sapi merupakan sumber tinggi pada ovitrap dibandingkan jenis
nitrogen yang cukup besar. Mikroorganisme atraktan lainnya.7,8,20 Uji fitokimia dalam
mengambil kandungan nitrogen dari dalam penelitian Cahyati et al menunjukkan
kotoran sapi sebagai protein untuk terus kandungan ammonium (NH4) pada air
berkembang biak, dan ketika rendaman jerami adalah sebesar 12,75
mikroorganisme tersebut mati, mereka mg/L.20
memiliki kandungan nitrogen yang tinggi.
Pada penelitian ini, air yang
Pada kondisi mati tersebut, mikroorganisme
mengandung kotoran ayam paling sedikit
lain mengurai dan melepaskan nitrogen
mengandung jumlah telur dibandingkan
dalam bentuk yang mudah menguap yaitu
jenis media lainnya. Namun, secara statistik
dalam bentuk gas amonia.17
air yang mengandung kotoran ayam
Kotoran sapi dan kotoran ayam yang
memiliki perbedaan hasil yang tidak
masih segar mengandung Nitrogen yang
signifikan terhadap kontrol, artinya kedua
dibutuhkan untuk pembentukan amonia.
media ini sama posisinya dan tidak menjadi
Bahan segar kotoran sapi mengandung
preferensi utama dibandingkan air kotoran
63,44% unsur karbon dan 1,53% nitrogen,
sapi. Hasil penelitian ini berbeda dengan
sedangkan kotoran ayam mengandung
penelitian Wurisastuti yang menunjukkan
42,18% unsur karbon dan 1,50% unsur
bahwa tidak ditemukan telur pada air yang
nitrogen.18 Karena itu, kotoran ayam juga
mengandung kotoran ayam di antara enam
mengandung amonia yang menarik nyamuk
jenis air tercemar yang digunakan.13
untuk datang. Limbah organik kotoran ayam
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
dengan karakteristik yang khusus yaitu
jumlah jenis media yang digunakan lebih
kandungan nitrogen yang tinggi dan sangat
sedikit, sehingga semua media tercemar
berbau. Seperti diketahui bahwa salah satu
yang digunakan dijadikan sebagai tempat
ciri dari kotoran ayam adalah kandungan
oviposisi. Ini berkaitan dengan perilaku
amonianya yang cukup tinggi.19 Tinggi
bertelur nyamuk Ae. aegypti betina yang
rendahnya kandungan gas amonia pada
cenderung meletakkan telurnya di beberapa
feses hewan ternak ditentukan oleh jenis
tempat setiap kali bertelur atau yang dikenal
dan jumlah pakan yang diberikan.
dengan mekanisme skip-oviposition
Kandungan gas amonia yang tinggi dapat
(mekanisme meletakkan sekumpulan telur
menyebabkan bau menyengat dan
pada beberapa tempat oviposisi).14
menunjukkan kurang sempurnanya proses
Perbedaan hasil dalam kedua penelitian ini
pencernaan dan pakan yang berlebihan
menunjukkan bahwa kecenderungan
terhadap ternak.17 Penelitian Agustin
nyamuk Ae. aegypti betina dalam berlaku
mengenai perilaku bertelur nyamuk pada
skip-oviposisi lebih kuat dibandingkan
berbagai media air menunjukkan bahwa
preferensi terhadap media oviposisinya.
total telur yang ditemukan pada air
rendaman eceng gondok yang memiliki Kontrol yang digunakan dalam
kandungan ammonia sebesar 35,5 mg/L, penelitian ini adalah air sumur. Air sumur
lebih banyak dari pada jumlah telur yang telah lama diketahui berpotensi menjadi
ditemukan pada air lindi yang memiliki tempat perindukan nyamuk Ae. aegypti.
kandungan ammonia sebesar 326 mg/L. Ini Penelitian, yang mengamati 89 sumur
menunjukkan jika kandungan amonia yang menunjukkan bahwa pada musim kemarau
terlalu tinggi justru tidak disukai nyamuk. 16 35% sumur mengandung Ae. aegypti
Kotoran ayam yang diencerkan menjadi pradewasa, dan persentase ini meningkat
pupuk kandang cair dengan seperempat secara signifikan menjadi 51% pada musim
kali konsentrasi awalnya memiliki kadar kemarau.21 Penelitian tentang daya tetas
amonium terlarut sebesar 215: 30. Kadar N- telur dan perkembangan larva pada tiga
total pada larutan kotoran ayam lebih sumur gali menunjukkan bahwa jumlah telur
banyak terdapat dalam bentuk amonium.18 yang diletakkan pada air sumur lebih
Air rendaman jerami diketahui berpengaruh banyak dari pada air bersih sebagai
terhadap proses oviposisi nyamuk. pembanding.22
Penggunaan air rendaman jerami sebagai Salah satu faktor yang menarik nyamuk

59
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

untuk meletakkan telurnya adalah Masyarakat hendaknya selalu


ketersediaan bahan organik sebagai pakan memperhatikan saluran limbah rumah
untuk kelangsungan hidup keturunannya. tangga maupun genangan air sekitar rumah
Kotoran sapi diketahui mengandung banyak tangga termasuk kebersihan kandang
mikroorganisme. Ternak ruminansia pada hewan ternak, sehingga tidak berpotensi
sapi mempunyai sistem pencernaan khusus menjadi tempat bertelur nyamuk Ae.
yang menggunakan mikroorganisme dalam aegypti.
sistem pencernaannya untuk mencerna
Pemerintah diharapkan dapat
selulosa dan lignin dari rumput atau
memperluas objek sasaran dari program
tumbuhan hijau lain. Karena itu kotoran sapi
pengendalian Ae. aegypti tidak hanya pada
masih memiliki banyak kandungan mikroba
air bersih tetapi juga pada air tercemar.
yang ikut terbawa pada feses yang
dihasilkan. Total mikroba kotoran sapi
UCAPAN TERIMA KASIH
mencapai 3,05 x 1011 cfu/gr dan total fungi
mencapai 6,55 x 104. Komposisi mikroba Ucapan terima kasih penulis
dari kotoran sapi mencakup 60 spesies sampaikan kepada Semuel Layuk, SKM,
bakteri (Bacillus sp., Vigna sinensis, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Corynebacterium sp., dan Lactobacillus Kemenkes Manado, Tony K. Timpua, S.Pd,
sp.), jamur (Aspergillus dan Trichoderma), M.Kes selaku Ketua Jurusan Kesehatan
serta 100 spesies protozoa dan ragi Lingkungan Program Studi D-IV Kesehatan
(Saccharomyces dan Candida). Bakteri Lingkungan, dan Marlyn M. Pandean, S.Pd.,
yang terdapat pada kotoran sapi mayoritas SKM., MPH sebagai ketua tim penguji
jenis bakteri fermentor selulosa, penelitian ini. Semoga Tuhan memberikan
hemiselulosa, dan peptin.23 Pembusukan, balasan yang baik bagi Bapak dan Ibu yang
fermentasi atau larutan bahan organik dan telah memberikan kesempatan dan ilmu
bakteri merupakan sumber makanan yang pengetahuan baik teori maupun praktek
baik untuk larva nyamuk, sehingga bakteri bagi penulis dalam menyelesaikan
dan metabolitnya dapat bertindak sebagai penelitian ini.
atraktan oviposisi.14
Ditemukannya telur pada air kotoran
DAFTAR PUSTAKA
sapi dan air kotoran ayam dalam penelitian 1. NN. DBD di Indonesia Tahun 1968-
ini menunjukkan bahwa media air tercemar 2009. Bul Jendela Epidemiol. 2010;2.
juga berpotensi menjadi tempat yang http://www.depkes.go.id/download.ph
menarik nyamuk betina datang bertelur. p?file=download/pusdatin/buletin/
Dengan demikian perlu ada peningkatan buletin-dbd.pdf.
kewaspadaan terutama untuk masyarakat
yang memelihara hewan ternak seperti 2. World Health Organization. National
ayam dan sapi, bagaimana cara Guidelines for Clinical Management
pengelolaan feses ternak agar tidak menjadi of Dengue Fever. India: World Health
habitat potensial bagi nyamuk untuk Organization; 2015.
meletakkan telurnya. 3. Kementerian Kesehatan RI. Profil
Kesehatan Indonesia 2015.; 2016.
KESIMPULAN doi:351.077 Ind
Jenis media air kotoran sapi 4. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
kosentrasi 5% efektif sebagai atraktan pada Utara. Profil Kesehatan Provinsi
ovitrap dengan jumlah telur terperangkap Sulawesi Utara 2016.; 2017.
paling banyak yaitu 288 butir (67,1%),
sedangkan pada media air sumur sebagai 5. Faridah L, Lavemita C, Sumardi U,
kontrol adalah sebanyak 89 butir (20,8%), Fauziah N, Agustian D. Upaya
dan air mengandung kotoran ayam Pengendalian Aedes aegypti di Desa
sebanyak 52 butir (12,1%). Cibeusi dan Cikeruh Kecamatan
Jatinangor berdasar atas Populasi
SARAN Nyamuk Assessment of Aedes

60
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

aegypti Control Efforts in Cibeusi and 15. Adifian, Ishak H, Ruslan La Ane.
Cikeruh Villages Jatinangor Sub- Kemampuan Adaptasi Nyamuk
district based on the Population of Aedes Aegypti Dan Aedes Albopictus
Mosquito. 2018;6(April):42-48. Dalam Berkembang Biak
Berdasarkan Jenis Air. Makasar;
6. Rati G, Rustam E. Perbandingan 2013.
Efektivitas Berbagai Media Ovitrap http://repository.unhas.ac.id/bitstream
terhadap Jumlah Telur Aedes Spp /handle/123456789/5532/jurnal.pdf?
yang Terperangkap di Kelurahan Jati sequence=1.
Kota Padang. J Kesehat Andalas.
2016;5(2):385-390. 16. Agustin I, Tarwotjo U, Rully
Rahadian. Perilaku bertelur dan
7. Salim M, Satoto TBT. Uji Efektifitas siklus hidup Aedes aegypti pada
Atraktan pada Lethal Ovitrap berbagai media air. J Biol.
terhadap Jumlah dan Daya Tetas 2017;6(4):71-81.
Telur Nyamuk Aedes aegypti. Bul
Penelit Kesehat. 2015;43(3):147-154. 17. Latief R, Sutrisno E, Hadiwidodo M.
Pengaruh Jumlah Kotoran Sapi
8. Dwinata I, Baskoro T, Indriani C, Terhadap Konsentrasi Gas Amonia
Autocidal Ovitrap Hay Infusion as (Nh3) Di Dalam Rumah. J Tek
Alternative Vector Control DHF at Lingkung. 2014;3(1).
Gunungkidul District. J MKMI. https://ejournal3.undip.ac.id/index.ph
2015;Juni:125-131. p/tlingkungan/article/.../4637.
9. Polson KA, Curtis C, Seng CM, Olson 18. Wiwik Hartatik, LR Widowati. Pupuk
JG. The Use of Ovitraps Baited with Organik Dan Pupuk Hayati: Bab 4.
Hay Infusion as a Surveillance Tool Pupuk Kandang. Balai Besar Litbang
for Aedes aegypti Mosquitoes in Sumbedaya Lahan Pertanian, Badan
Cambodia. 26:178-184. Litbang Pertanian; 2006.
10. Santoso L, Adi MS. Pengaruh 19. Yulipriyanto H. Karakteristik
modifikasi ovitrap terhadap jumlah Pengomposan Limbah Organik
nyamuk aedes yang terperangkap. Kotoran Ayam Fase Thermofilik Pada
(15):1-10. Lingkungan Alami Menggunakan
11. Hadi UK, Sigit SH, Agustina E. Indore Pit Methode. In: Seminar
Habitat Perkembangan Jentik Aedes Nasional MIPA: Penelitian,
aegypti (Diptera: Culicidae) pada Pendidikan, Dan Penerapan MIPA
berbagai Jenis Air Terpolusi. Pros Serta Peranannya Dalam
Semin Nas HARI NYAMUK 2009, Peningkatan Keprofesionalan
IPB Int Conv Cent - Bot Sq Bogor Pendidik Dan Tenaga Kependidikan.
Senin, 10 Agustus 2009. 2009:143- Yogyakarta: Fakultas MIPA
153. Universitas Yogyakarta; 2006:107-
118. https://eprints.uny.ac.id/11915/.
12. Agustina E. Pengaruh Media Air
Terpolusi Tanah Terhadap 20. Cahyati WH, Asmara W, Umniyati
Perkembangbiakan Nyamuk Aedes SR, Mulyaningsih B. THE
aegypti. Biotik. 2013;1(2):103-107. Phytochemical Analysis Of Hay
Infusions And Papaya Leaf Juice As
13. Wurisastuti T. Perilaku Bertelur An Attractant Containing Insecticide
Nyamuk Aedes aegypti Pada Media For Aedes aegypti. J Kesehat Masy.
Air Tercemar. J Biotek Medisiana 2017;12(2):96-102.
Indones. 2013;2(1):25-31.
21. Gionar YR, Rusmiarto S, Susapto D,
14. Foster K. Fitness consequences of Elyazar IR, Michael J Bangs. Sumur
oviposition behaviour in Aedes sebagai habitat yang penting untuk
aegypti. 2008. perkembangbiakan nyamuk Aedes

61
SPIRAKEL, Vol. 10 No.2, Desember tahun 2018: 54-62 Uji Efektivitas… (Yunita, Suwarja, Robinson, Steven,
Milana)
DOI:https://doi.org/10.22435/spirakel.v10i2.663

aegypti L. Bul Penelit Kesehat.


2001;29(2):22-31.
22. Warni SE, Yahya. Daya Tetas dan
Perkembangan Larva Aedes aegypti
Menjadi Nyamuk Dewasa pada Tiga
Jenis Air Sumur Gali dan Air Selokan
Hatchability and Development of
Aedes aegypti Larvae to Become an
Adult Mosquito in Three Types of
Well Drilled and Sewage Water. J
Vektor Penyakit. 2017;11(1):9-18.
23. Syam M. Kandungan nitrogen pupuk
organik cair (POC) asal urin sapi
dengan penambahan PGPR (Plant
Grow Promotting Rhizobacteria) akar
serai melalui fermentasi. 2017.

62

You might also like