Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Jurnal Keperawatan

Volume 13 Nomor 2, Juni 2021


e-ISSN 2549-8118; p-ISSN 2085-1049
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan

DAMPAK BULLIYING DI SEKOLAH TERHADAP KESEHATAN MENTAL


REMAJA
Pritta Yunitasari¹, Hernawan Isnugroho², Endang Tri Sulistyowati2
¹Prodi Keperawatan, Poltekkes Karya Husada Yogyakarta, Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 11 B. Kec. Jetis,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55231, Indonesia
²Prodi Promosi Kesehatan Program Sarjana Terapan, Poltekkes Karya Husada Yogyakarta, Jl. Tentara Rakyat
Mataram No. 11 B. Kec. Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55231, Indonesia
*prittayunitasari@gmail.com

ABSTRAK
Kajian mengenai dampak bullying terhadap kesehatan mental pada remaja menarik untuk dikaji
mengingat remaja adalah asset bangsa yang berharga. Masalah bullying di sekolah perlu mendapatkan
perhatian, karena bullying menyebabkan pelaku dan korban mengalami gangguan kesehatan mental.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dampak Bulliying terhadap Kesehatan Mental siswa SMP
Muhammadiyah 3 Mlati. Jenis Penelitian Deskriptif Analitik dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik total sampling sebanyak 115. Hasil uji chi
square menunjukkan bahwa hubungan kedua variable signifikan secara statistic (p<0,05). Hasil
penelitian ini menemukan bahwa bahwa ada hubungan antara pengalaman bullying dengan status
kesehatan mental siswa SMP Muhammadiyah Mlati Sleman.

Kata kunci: bullying; kesehatan mental; remaja

THE EFFECTS OF BULLYING IN SCHOOL TOWARD ADOLESCENTS MENTAL


HEALTH

ABSTRACT
Studies on the effect of abuse on teens' mental health are interesting to review. They were considering
that youth is a significant national resource. The topic of school abuse needs consideration because it
leads both the suspect and the survivor to encounter mental health issues. The goal of this study was to
determine the effect of abuse on the mental health of SMP students Muhammadiyah 3 Mlati. This type
of analytic descriptive research with cross sectional approach. This study, the sampling was carried
out with a total sampling technique of 115. The results of the chi square test showed that the
relationship between the two variables was statistically significant (p <0.05). The results of this study
found that there was a relationship between the experience of bullying and the mental health status of
the students of SMP Muhammadiyah Mlati Sleman.

Keywords: adolescence; bullying; mental health

PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana
perubahan secara fisik dan psikologis berkembang (Monks, 2014). Masa remaja terdapat
gejala yang disebut gejala negative phase. Gejala ini banyak terjadi pada remaja awal,
diantaranya keinginan untuk menyendiri, berkurang kemampuan untuk bekerja, kegelisahan,
kepekaan perasaan, pertentangan sosial dan rasa kurang percaya diri. Dari beberapa gejala
Negative phase diatas yang paling menonjol dialami masa remaja adalah rasa kurang percaya
diri (Hurlock, 2004). Rasa percaya diri yang rendah dapat berakibat gangguan kesehatan
mental seperti depresi, masalah kesulitan penyesuaian diri hingga bunuh diri. Tingkat percaya
diri yang rendah berhubungan dengan kehidupan keluarga yang sulit, atau dengan kejadian-

377
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

kejadian yang membuatnya tertekan, sehingga masalah yang muncul dalam remaja akan
menjadi lebih meningkat (Santrock, 2003).

Faktor lain yang dapat menyebabkan remaja kurang percaya diri adalah bullying dari teman
atau lingkungannya. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan
terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina
dan tidak bisa membela diri sendiri (Sejiwa, 2008). Menurut National Center for Educational
Statistics (NCES, 2015) mengatakan satu dari lima siswa di U.S yang berusia 12 – 18 tahun
melaporkan pernah dibully (20,8 %). Kasus bullying di Indonesia sering kali terjadi di
Institusi pendidikan. Bullying di Institusi pendidikan disebut KPAI sebagai bentuk kekerasan
di sekolah (Setyawan, 2014). Temuan Komisi Nasional Perlidungan Anak, dari tahun 2011
sampai pertengahan tahun 2014 mencatat sebanyak 369 pengaduan terkait masalah tersebut.
Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480 kasus
(KPAI, 2014).

Bullying pada remaja berdampak pada korban maupun pada pelaku. Dwipayanti & Komang
(2014) menyebutkan bahwa Anak sebagai korban bullying akan mengalami gangguan
psikologis dan fisik, lebih sering mengalami kesepian, dan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan teman. Anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki nilai yang rendah dan
tidak mempunyai rasa empati terhadap temannya. Hasil wawancara dengan Petugas BK SMP
Muhammadiyah 3 Mlati diperoleh data bahwa sebagian siswa pernah mengalami perilaku
bullying dari temannya. Adapun bentuk-bentuk bullying yang dominan terjadi di sekolah
adalah bullying Verbal seperti mengejek, memaki dan sebagainya. Bullying fisik juga di
temukan dalam relasi social di sekolah seperti mendorong teman, mencubit, memukul dan
sebagainya. Kajian mengenai dampak bullying terhadap kesehatan mental pada remaja
menarik untuk dikaji mengingat remaja adalah asset bangsa yang berharga. Masalah bullying
di sekolah perlu mendapatkan perhatian, karena efek bullying tidak tampak secara langsung,
kecuali bullying secara fisik, namun akibat dari bullying menyebabkan korban merasa
ketakutan dan tidak nyaman belajar karena malu atau terancam pelaku bullying (Prasetyo,
2011). Jenis Penelitian Deskriptif Anlitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dampak
Bulliying terhadap Kesehatan Mental siswa SMP Muhammadiyah 3 Mlati.

METODE
Desain penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif Analitik, dengan menggunakan
metode pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3
Mlati Sleman. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa SMP Muhammadiyah 3 Mlati Sleman
pada tahun ajaran 2019/2020 yang berjumlah 130. Pada penelitian ini pengambilan sampel
dilakukan dengan tehnik total sampling dengan kriteria eksklusi siswa yang tidak hadir di
kelas pada saat penelitian ini berlangsung. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Kuisioner disusun dari yang terdiri dari pengalaman menjadi pelaku atau korban bullying dan
instrumen Kekuatan dan Kesulitan Anak yang diadopsi dari Kemdikbud (2018). Penelitian ini
sudah lolos uji etik dengan Nomor: 1.06/KEPK/SSG/VIII/2020. Penelitian ini menggunakan
analisa univariat untuk mendeskripsikan karakteristik responden, bullying, dan status
kesehataan jiwa hasil pengukuran deteksi dini kesehatan mental. Analisa bivariat untuk
mengetahui hubungan bullying dengan kesehatan mental siswa. Analisa data yang digunakan
untuk mengetahui hubungannya adalah uji chi square dengan tingkat kemaknaan 95% (α ≤
0,05).

378
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

HASIL
Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan di sebuah SMP swasta di Sleman. Siswa yang mengisi kuisioner
secara online hanya 115 dari 130 siswa. Adapun karakteristik responden dijelaskan dalam
tabel berikut.
Tabel 1.
Karakteristik Responden (n=115)
Karakteristik Responden Siswa f %
Kelas
VII 41 35.7
VIII 38 33.0
IX 36 31.3
Jenis Kelamin
Laki-laki 54 47.0
Perempuan 61 53.0
Usia
12 tahun 9 7.8
13 tahun 35 30.4
14 tahun 36 31.3
15 tahun 30 26.1
16 tahun 5 4.3

Tabel 1 karakteristik responden, jumlah responden sebanyak 115 siswa. Adapun jumlah
responden siswa dari kelas VII sebanyak 35,7 persen, 33,0 persen responden kelas VIII dan
kelas IX sebanyak 31,3 persen. Jenis kelamin responden kebanyakan perempuan yaitu 53
persen sedangkan yang laki-laki hanya 47 persen. Mereka umumnya berusia 13-15 tahun,
yaitu 87,8 persen. Responden yang berusia 12 tahun hanya sebanyak 7,8 persen dan yang
berusia 16 tahun hanya sebanyak 4,3 persen.

Bulliying yang dialami Responden


Table 2.
Bulliying yang dialami Responden (n=115)
Jenis Bullyinhg Pernah Tidak Pernah
f % f %
Fisik langsung 43 37,4 72 62.6
Verbal 62 54,9 53 46.1
Non verbal langsung 45 39,1 70 60.9
Non verbal tak langsung 29 25,2 86 74.8
Cyber Bullying 89 77,4 26 22.6
Pelecehan Seksual 6 5,2 109 94.8

Setiap siswa selalu berinteraksi dengan teman siswa lainnya ataupun dengan masyarakat di
sekitar sekolah. Dalam berinteraksi siswa kadang mengalami hal yang membuat mereka tidak
nyaman (bullying). Tabel 2 tentang bulliying yang dialami responden, sebagain besar
responden menyatakan bahwa tidak pernah mengalami bullying fisik secara langsung dalam 6
bulan terakhir (62,6%). Sebanyak 37,4 persen pernah mengalami buliying fisik langsung,
yang terdiri dari 22,6 persen pernah sekali, 13,0 persen 2 kali dan 1,7 persen 3 kali atau lebih
dalam 6 bulan terakhir. Sebagain besar responden menyatakan bahwa pernah mengalami
bullying verbal dalam 6 bulan terakhir (53,9%), yang terdiri 27,0 persen pernah sekali, 20,9
persen 2 kali dan 6,1 persen 3 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir. Responden yang

379
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

menyatakan bahwa pernah mengalami bullying non verbal langsung dalam 6 bulan terakhir
sebanyak 39,1 persen. Secara rinci disebutkan 19,1 persen pernah sekali, 13,9 persen 2 kali
dan 6,1 persen 3 kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir. Responden yang menyatakan bahwa
pernah mengalami bullying non verbal tak langsung dalam 6 bulan terakhir sebanyak 25,2
persen. Secara rinci disebutkan 16,5 persen pernah sekali, 7,8 persen 2 kali dan 0,9 persen 3
kali atau lebih dalam 6 bulan terakhir.

Frekuensi Mengalami Bullying


Berdasarkan tabel 3 tentang pengalaman bulliying, secara keseluruhan hanya 7,8 persen
responden yang tidak pernah mengalami bullying, baik berupa buliying fisik secara langsung,
verbal, non verbal secara langsung dan tak langsung, cyber bullying dan pelecehan seksual.
Sebagian besar responden menyatakan jarang mengalami bullying yaitu 80,9 persen.
Responden yang sering mengalami bullying sebanyak 11,3 persen.

Table 3.
Pengalaman bullying (n=115)
Valid f % Valid Percent Cumulative Percent
Tidak Pernah 9 7.8 7.8 7.8
Jarang 93 80.9 80.9 88.7
Sering 13 11.3 11.3 100.0

Pelaku Bullying yang Dialami


Tabel 4 tentang pelaku bullying yang dialami responden dalam 6 bulan terakhir. Responden
yang mengalami bullying fisik secara langsung menyebutkan bahwa pelaku bullying
kebanyakan adalah teman, yaitu 92,7 persen. Pelaku bullying fisik secara fisik yang lainnya
adalah guru (4,9%) dan orang tak dikenal (2,4%). Responden yang mengalami bullying verbal
menyebutkan bahwa pelaku bullying kebanyakan adalah teman, yaitu 82,3 persen. Pelaku
bullying verbal yang lainnya adalah orang tua (1,6%), guru (11,3%), saudara 1,6%) dan orang
tak dikenal (3,2%). Responden yang mengalami bullying non verbal langsung menyebutkan
bahwa pelaku bullying kebanyakan adalah teman, yaitu 91,1 persen. Pelaku bullying non
verbal langsung yang lainnya adalah orang tua (2,2%), guru (4,4%) dan saudara (2,2%).
Responden yang mengalami bullying non verbal langsung menyebutkan bahwa pelaku
bullying kebanyakan adalah teman (96,6%) dan guru (3,4%). Pelaku bullying non verbal
langsung yang lainnya adalah orang tua (2,2%), guru (4,4%) dan saudara (2,2%). Responden
yang mengalami cyber bullying menyebutkan bahwa pelaku bullying kebanyakan adalah
teman (88,8%). Pelaku cyber bullying yang lainnya adalah orang guru (4,5%) dan saudara
(4,4%) serta orang tidak dikenal (2,2%).

Tabel 4.
Pelaku bullying yang dialami responden dalam 6 bulan terakhir (n=115)
Orang tak
Keluarga Guru Teman Jumlah
Jenis Bullying dikenal
f % f % f % f % f %
Fisik langsung 2 4.7 2 4.7 38 88.4 1 2.3 43 100
Verbal 2 3,2 7 11.3 51 82.3 2 3.2 62 100
Non verbal langsung 2 4.4 2 4.4 41 91.2 0 0 45 100
Non verbal tak langsung 0 0,0 1 3.4 28 96.6 0 0,0 29 100
Cyber Bullying 4 4.5 4 4.5 79 88.8 2 2.2 89 100
Pelecehan Seksual 0 00 0 0 3 60,0 2 40 5 100

380
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Kesehatan Mental Responden


Kesehatan mental responden dinilai menggunakan SDQ. Hasil penilaian SDQ dikategorikan
menjadi 3 kelompok, yaitu normal jika skor 0-13, borderline jika skor 14-17 dan abnormal
jika skor lebih dari 17. Hasil rekapitulasi data penilaian SDQ dijelaskan dalam Tabel 5.
Tentang Kesehatan Mental. Status kesehatan mental responden yang dinilai dengan SDQ
menunjukkan sebagian besar dalam kategori normal (72,2%). Responden yang dikategorikan
berstatus kesejhatan mental dalam kategori borderline sebanyak 27,8 persen dan tidak ada
responden dalam ketegori abnormal.

Tabel 5.
Kesehatan Mental (n=115)
Valid f % Valid Percent Cumulative Percent
Normal 83 72.2 72.2 72.2
Borderline 32 27.8 27.8 100

Hubungan antara Pengalaman Bullying dengan Kesehatan Mental


Untuk menjawab tujuan penelitian dengan dilakukan uji hubungan antara pengalaman dengan
kesehatan mental dengan uji statistic chi square seperti yang dijelakskam dalam tabel 6.
hubungan antara pengalaman dengan kesehatan mental. Responden yang sering mendapat
bullying sebian besar mempunyai gangguan kesehatan mental dalam kategori borderline,
sedangkan responden yang tidak pernah mendapat bullying semuanya tidak mengalami
gangguan kesehatan mental. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa hubungan kedua
variable signifikan secara statistic (p<0,05).

Tabel 6.
Hubungan antara Pengalaman dengan Kesehatan Mental (n=115)
Kesehatan Mental
Total X2 p
Normal Borderline
9 0 9
Tidak Pernah
10.8% 0.0% 7.8%
71 22 93
Jarang 19,879 0,00
85.5% 68.8% 80.9%
3 10 13
Sering
3.6% 31.3% 11.3%

PEMBAHASAN
Frekuensi Mengalami Bullying
Salah satu bentuk perilaku negatif yang terjadi dikalangan remaja adalah bullying. Rettew dan
Pawlowski (2016) menyebutkan bahwa kasus bullying terus meningkat pada masa remaja.
Dalam penelitian ini ditemukan sekitar 90 persen responden pernah mengalami bullying di
sekolah, namun frekuensi kejadian bullying dalam kategori jarang. Hanya 11,3 persen
responden yang mengaku sering mengalami bullying. Jenis bullying yang paling banyak
dialami responden adalah cyber bullying. Pelaku bullying yang paling banyak adalah teman.

Kesehatan Mental Responden


Kesehatan mental responden sebagain besar dalam kategori normal, hanya sekitar 27 persen
yang berstatus borderline. Mereka yang mempunyai status kesehatan mentalnya dalam
kategori borderline membutuhkan konsultasi psikologis untuk mengembalikan kondisi
kesehatan mentalnya agar menjadi normal. Kesehatan mental merupakan suatu kondisi
individu yang tidak hanya dilihat berdasarkan ada tidaknya simptom-simptom tekanan

381
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

psikologis yang muncul tetapi juga berkaitan dengan adanya karakteristik kesejahteraan
psikologis yang berpengaruh dalam hidupnya seperti perasaan gembira, tertarik, dan dapat
menikmati hidup yang dijalaninya (Clairice dkk, 1983). Dampak gangguan mental pada
remaja yang berkepanjangan dapat mendorong remaja yang bersangkutan menjadi pelaku
bullying. Fakta penelitian ini menunjukkan bahwa teman menjadi pelaku bullying yang paling
banyak. Dengan demikian korban bullying berpotensi menjadi pelaku.

Fakta lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental berhubungan
dengan kejadian bullying yang dirasakan responden. Hal tersebut berari responden yang
mengalami gangguan kesehatan mental justru cenderung mendapat bullying, baik dianggap
karena dianggap tidak berperilaku sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat. Olweus
(2010) menyebutkan bahwa bullying merupakan suatu bentuk dari perilaku agresif yang
dilakukan secara sengaja untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi
berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak terdapat
keseimbangan kekuasaan maupun kekuatan. Bullying merupakan bentuk gangguan mental.

Hubungan antara Pengalaman Bullying dengan Kesehatan Mental


Masalah bullying di sekolah perlu mendapatkan perhatian, karena efek bullying tidak tampak
secara langsung, kecuali bullying secara fisik, namun akibat dari bullying menyebabkan
korban merasa ketakutan dan tidak nyaman belajar karena malu atau terancam pelaku
bullying (Prasetyo, 2011). Berbagai kejadian tersebut juga berkaitan dengan peningkatan
emosi negatif dan interaksi-interaksi yang negatif akan berpengaruh terhadap perkembangan
kognitif dan hubungan sosialnya. Faktor risiko yang sangat kompleks dan dampak negative
yang mungkin terjadi, maka sudah sewajarnya keluarga terutama orang tua harus lebih
menyadari kondisi tersebut dengan melakukan pemeriksaan kesehatan mental emosional anak
sehingga masalah mental emosional pada anak dapat segera ditindaklanjuti untuk
menghindari terjadinya gangguan jiwa di kemudian hari (Tjhin Wiguna, 2010).

Sekolah dapat memanfaatkan SDQ sebagai alat untuk mendeteksi secara dini kesehatan
mental siswa secara dini sehingga sekolah dapat mengarahkan orang tua siswa untuk peduli
terhadap kesehatan mental anaknya. Koordinasi penanganan kesehatan mental antara sekolah
dengan orang tua diharapkan akan menekan kejadian bullying di sekolah. Sekolah dan orang
tua siswa harus memahami bahwa pada masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke masa dewasa. Pada masa remaja terjadi perubahan secara fisik dan psikologis. Pada
masa remaja terdapat gejala yang disebut gejala negative phase yang dapat menumbulkan
remaja menjadi pelaku dan/atau menjadi korban bullying.

SIMPULAN
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengangalam bullying dengan
status kesehatan mental siswa SMP Muhammadiyah Mlati Sleman.

DAFTAR PUSTAKA
David, R. and Sara, P. (2016) ‘Bullying’, Child and Adolescent Psychiatric Clinics of North
America, 25(2), pp. 235–242.
Dwipayanti and Komang (2014) ‘Hubungan antara tindakan bullying dengan prestasi belajar
anak korban bullying pada tingkat sekolah dasar.’, Jurnal Psikologi Udayana, 1(2), pp.
251–260.
Fitri Hartanto dan Hendriani Selina (2010), Masalah Mental Remaja di Kota Semarang,
Media Medika Indonesiana, Volume 44, Nomor 3, 118-124.

382
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hurlock and Eilizabeth, B. (2004) Perkembangan Psikologi. Jakarta: Erlangga.


Istiqomah (2017) ‘Parameter Psikometri Alat Ukur Strengths and Difficulties Questionnaire
(SDQ). PSYMPATHIC’, Jurnal Ilmuah Psikologi, 4(2), pp. 251–264.
Kemdikbud (2018) Kuisioner kekuatan dan kesulitan pada Anak, Kemdikbud.go.id.
KPAI (2014) Kasus Bullying dan Pendidikan Karakter, www.kpai.go.id.
Oktaviani, M. and Supra, W. (2014) ‘Validasi Klinik Strenghts and Difficulties Questionnaire
(SDQ) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tingkah Laku’, Jurnal Psikologi, 41(1),
pp. 101–114.
Olweus, D. (2010). In the handbook of bullying in Schools: An international perspective. New
York: Routledge.
Santrock, J. . (2003) Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga.
SEJIWA and Amini Yayasan (2008) Bullying : Mengatasi kekerasan di sekolah dan
lingkungan sekitar anak. Jakarta: PT. Grasindo.

383
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 377 - 384, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

384

You might also like