1621 3932 1 PB

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018

DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Analisis Kepentingan Terbaik Bagi Anak dalam Hukum


Jinayat Aceh
Salman Abdul Muthalib, Mansari, Mahmuddin, Muslim Zainuddin, Hasnul Arifin
Melayu
UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Universitas Iskandarmuda Banda Aceh

salman@ar-raniry.ac.id, mansari_kaisar@ymail.com, mahmuddin_spd@yahoo.co.id,


muslimzamha@gmail.com, hmelayu@yahoo.com

ABSTRACT

Qanun Jinayat does not only apply to adults, children who are 12 years of age and not yet 18 years of age
or have married may be subject to jinayat sanctions if they violate the provisions stipulated in Aceh
Qanun Number 6 of 2014 concerning the Law of Jinayat. This study analyzes comprehensively with the
content analysis method the provisions stipulated in the Qanun Hukum Jinayat relating to the best
interests of the child. This study uses a normative research method by becoming the Qanun Hukum
Jinayat as its primary legal material. The data analysis was conducted qualitatively with a descriptive
approach. The results showed that the Qanun Hukum Jinayat has not fully accommodated the children's
best interests. The aspects that have not been accommodated are: First, the settlement of children dealing
with jinayat using the juvenile criminal justice system, restitution for victims of rape, independence of
judges in imposing 'uqubat,' uqubat for children 1/3 of adults, punishment for perpetrators whose victims
are children more Height, the child allows to be obeyed by action. Aspects that do not reflect the best
interests of the child include, the child can allow to be sentenced to caning, the age limit of the child,
restitution must be requested by the victim of child rape, judges are bound by the Qanun Hukum Jinayat,
there is an opportunity for judges to sentence caning in cases of sexual harassment and rape.
Keywords: law of jinayat, best interest of the child, Qanun

ABSTRAK
Qanun Jinayat tidak hanya diberlakukan bagi orang dewasa, bagi anak yang telah berumur 12 tahun dan
belum sampai 18 tahun atau telah melangsungkan perkawinan dapat dikenakan sanksi jinayat bila
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum
Jinayat. Kajian ini menganalisis secara komprehensif dengan metode kontens analisis ketentuan yang
diatur dalam Qanun Hukum Jinayat berkaitan dengan kepentingan terbaik bagi anak. Kajian ini
menggunakan metode penelitian normatif dengan menjadi Qanun Hukum Jinayat sebagai bahan hukum
primernya. Analisis data dilakukan kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Qanun Hukum Jinayat belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan terbaik bagi anak. Aspek
yang belum terakomodir yaitu: Pertama, penyelesaian anak berhadapan dengan jinayat menggunakan
system peradilan pidana anak, adanya restitusi bagi korban pemerkosaan, independensi hakim dalam
menjatuhkan ‘uqubat ,’uqubat Bagi Anak 1/3 dari Orang Dewasa, Hukuman Bagi Pelaku yang
Korbannya Anak Lebih Tinggi, Anak Memungkinkan Dijatuhi ‘uqubat Tindakan. Aspek yang belum
mencerminkan kepentingan terbaik bagi anak meliputi, anak dapat memungkinkan dijatuhkan hukuman
cambuk, batasa usia anak, restitusi harus diminta oleh korban pemerkosaan anak, hakim terikat pada
Qanun Hukum Jinayat, adanya peluang bagi hakim menjatuhkan hukuman cambuk dalam kasus
pelecehan seksual dan pemerkosaan.
Kata Kunci: Hukum Jinayat, Kepentingan Terbaik Anak, Qanun

415
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

PENDAHULUAN keputusan harus selalu mempertimbangkan


Persoalan anak selalu menjadi topik kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
yang menarik dibahas dalam berbagai Anak. Abintoro mendefinisikan
aspeknya. Apalagi mendiskusikan anak kepentingan terbaik bagi anak adalah
dalam konteks Aceh yang menerapkan sebagai segala tindakan dan pengambilan
penerapan syariat Islam melalui Qanun keputusan yang menyangkut anak, baik
Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Hukum Jinayat. yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat
Anak yang dapat dimintakan maupun pemangku hukum, kelangsungan
pertanggungjawaban pidananya adalah hidup dan tumbuh kembang anak harus
yang telah berumur 12 tahun dan belum selalu menjadi pertimbangan utama.
sampai 18 tahun atau telah melangsungkan Asas kepentingan terbaik bagi anak
pernikahan. Bagi anak yang terbukti menjadi salah satu asas penting dalam
melakukan tindak pidana sebagaimana menangani kasus anak di samping asas
dicantumkan dalam qanun yang meliputi lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Khamar; Maisir; khalwat; Ikhtilath; Zina; UU SPPA yang terdiri dari: perlindungan,
Pelecehan seksual; Pemerkosaan; Qadzaf; keadilan, non diskriminasi kepentingan
Liwath; dan Musahaqah dapat dikenakan terbaik bagi Anak; penghargaan terhadap
hukuman 1/3 dari hukuman orang dewasa. pendapat Anak; kelangsungan hidup dan
Pada satu sisi qanun tumbuh kembang Anak; pembinaan dan
memperbolehkan dihukum dengan pembimbingan Anak; proporsional;
menggunakan instrument qanun sebagai perampasan kemerdekaan dan pemidanaan
aturannya berupa cambuk, denda, penjara, sebagai upaya terakhir; dan penghindaran
dan hukum ta’zir lainnya bagi anak. Pada pembalasan.
sisi lain, berbagai peraturan perundang- Hal yang sama diatur dalam UU
undangan mengkehendaki agar semua Nomor 23 Tahun 2002 sebaimana direvisi
kebijakan, keputusan dan aturan yang dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang
dihasilkan pemerintah berorientasi Perlindungan Anak yang mengatur empat
kepentingan terbaik bagi anak. Kepentingan prinsip penyelenggaraan perlindungan anak,
terbaik bagi menjadi salah satu unsur yaitu: non diskriminasi; kepentingan yang
penting dalam rangka menyelenggarakan terbaik bagi anak; hak untuk hidup,
perlindungan anak. Penjelasan Pasal 2 huruf kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang dan penghargaan terhadap pendapat anak.
Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
mendefinisikan ”kepentingan terbaik bagi Hak Asasi Manusia (HAM) juga dapat
Anak” adalah segala pengambilan ditemukan istilah kepentingan terbaik bagi

416
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

anak sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ditemukan di daerah lain di Indonesia.


Ayat (2) yang menentukan bahwa Setelah Kedua, Qanun Hukum Jinayat menetapkan
putusnya perkawinan, seseorang wanita hukuman (‘uqubat) cambuk bagi
mempunyai hak dan tanggung jawab yang pelanggarnya di samping hukuman lainnya,
sama dengan anak-anaknya, dengan termasuk bagi anak. Ketiga, adanya tindak
memperhatikan kepentingan terbaik bagi pidana (jarimah) yang telah diatur dalam
anak. Dalam Pasal 59 UU HAM juga peraturan perundangan yang lain kemudian
menyebutkan istilah setiap anak berhak diatur dalam Qanun Hukum Jinayat, seperti
untuk tidak dipisahkan dari orang tuanya pemerkosaan dan pelecehan seksual dan
secara bertentangan dengan kehendak anak perjudian (maisir). Penelitian tentang
sendiri, kecuali jika ada alasan dan atauran pelaksanaan hukum jinayat bagi anak telah
yang sah yang menunjukkan bahwa dikaji oleh beberapa peneliti sebelumnya,
pemisahan itu adalah demi kepentingan yaitu: pertama, Liza Agnesta Krisna dan
terbaik bagi anak. Rini Fitriani (2018: 263) mengkaji dualisme
Berbagai peraturan perundang- peradilan dalam mengadili perkara
undangan di atas mendorong supaya dalam pelecehan seksual yang dilakukan oleh
setiap tindakan, kebijakan dan keputusan anak. Kajian tersebut fokus pada aspek
yang dilahirkan oleh pemerintah kewenangan lembaga peradilan tidak
menyangkut dengan anak diharapkan menyinggung persoalan kepentingan
mampu memberikan kepentingan terbaik terbaik bagi anak. Kedua, Virdis
bagi anak. Termasuk di dalamnya Qanun Firmanillah Putra Yuniar (2019: 260)
Hukum Jinayat Aceh yang diharapkan dengan judul penelitian Penegakan Hukum
mampu memberikan kepentingan terbaik dalam Tindak Pidana Pemerkosaan
bagi anak dalam berbagai aspeknya. Baik Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat
dalam posisi anak sebagai pelaku Aceh. Fokus utama kajian tersebut pada
pelanggaran jinayat maupun anak sebagai penegakan tindak pidana pemerkosaan yang
saksi yang mengetahui telah terjadinya korbannya anak yang menghasilkan
peristiwa pelanggaran jinayat. kesimpulan penegakan hukuman
Kajian mengenai kepentingan pemerkosaan didasarkan pada Qanun Aceh
terbaik bagi anak dalam Qanun Hukum Nomor 6 Tahun 2014 bukan pada UU
Jinayat menjadi topik yang menarik dikaji Perlindungan Anak.
dan dianalisis secara komprehensif. Ada Berdasarkan permasalahan
beberapa alasan yang menyebabkan kajian sebagaimana dideskripsikan di atas,
ini menarik, yaitu: Pertama, qanun hukum permasalahan yang hendak didiskusikan
jinayat hanya berlaku di Aceh yang tidak dalam kajian ini adalah apakah Qanun

417
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Hukum Jinayat telah mengakomodir yang menyangkut perlindungan anak secara


kepentingan terbaik bagi anak dan aspek mendalam dengan tetap berfokus pada
apa saja kepentingan terbaik bagi anak regulasi atau teks Qanun yang telah ada.
terakomodir dalam Qanun Hukum Jinayat. Analisis data dilakukan secara preskriptif
Jenis penelitian yang penulis dengan memberikan penafsiran terhadap
gunakan untuk menganalisis persoalan bahan hokum primer kemudian dinalisis
dalam kajian ini adalah penelitian yuridis sesuai dengan kaidah-kaidah dalam ilmu
normatif yaitu penelitian yang membahas hokum.
tentang doktrin-doktrin dan asas-asas yang
terdapat dalam ilmu hukum (Ali, 2014: 24). HASIL PEMBAHASAN
Penelitian berusaha menganalisis ketentuan 1. Pengaturan Perlindungan Anak
peraturan perundang-undangan yang dalam Qanun Hukum Jinayat
berkaitan dengan topik pembahasan.
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014
Pendekatan yang digunakan adalah statute
tentang Hukum Jinayat terdiri dari 75 Pasal.
approace atau pendekatan peraturan
Kata anak diketemukan sebanyak 20 kali
peundang-undangan dengan cara menelaah
disebutkan dalam beberapa pasal yang
secara komprehensif ketentuan-ketentuan
berbeda. Khusus berkaitan dengan ‘uqubat
yang mengatur tentang perlindungan anak.
bagi anak secara spesifik diatur dalam dua
Bahan hukum yang digunakan
Pasal yaitu Pasal 66 dan 67. Kemudian
terdiri dari bahan hukum primer dan bahan
ketentuan lainnya disisipkan dalam jarimah-
hukum sekunder. Bahan hukum primer
jarimah yang diatur dalam Qanun
terdiri dari Qanun Aceh Nomor 6 Tahun
khsususnya dalam jarimah khamar, maisir,
2014 tentang Hukum Jinayat dan Qanun
ikhtilath, zina, pelehan seksual dan
Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum
pemerkosaan, liwath dan mushahaqah. Dari
Acara Jinayat dan UU Nomor 23 Tahun
10 Jarimah dalam Qanun Hukum Jinayat,
2002 yang telah diubah dengan UU Nomor
hanya dalam jarimah khalwat dan qadzaf
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU
yang tidak dimasukkan pemberatan
Nomor 23 Tahun 2002 tentang
hukuman bagi pelaku yang melakukan
Perlindungan Anak. Fokus peneliti pada
khalwat dengan anak. Ketentuan lain semua
kedua Qanun tersebut dengan melihat
memasukkan pemberatan hukuman bagi
ketentuan yang mengatur tentang anak baik
pelaku pelanggaran terhadap jarimah
yang menyangkut dengan anak sebagai
jinayat.
pelaku maupun sebagai korban. Analisis
Kategori ‘uqubat bagi pelaku yang
data dilakukan dengan pendekatan konten
melibatkan anak dapat dibedakan menjadi
analisis yang bertujuan menelaah aturan
dua, yaitu pengikutsertaan anak dalam

418
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

jarimah (tindak pidana) dan anak sebagai emas murni atau penjara paling lama 60
korban dari perbuatan pelaku. Jarimah yang (enam puluh) bulan. Selanjutnya Pasal 16
diancam dengan ‘uqubat berat karena Ayat (2) menentukan Setiap Orang yang
melibatkan anak yaitu: Pertama, khamar, dengan sengaja membeli,
hal ini diatur dalam Pasal 17 yang membawa/mengangkut, atau
menentukan bahwa Setiap Orang yang menghadiahkan Khamar, masing-masing
dengan sengaja melakukan perbuatan diancam dengan ‘uqubat Ta’zir cambuk
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan paling banyak 20 (dua puluh) kali atau
Pasal 16 dengan mengikutsertakan anak- denda paling banyak 200 (dua ratus) gram
anak dikenakan ‘uqubat Ta’zir cambuk emas murni atau penjara paling lama 20
paling banyak 80 (delapan puluh) kali atau (dua puluh) bulan.
denda paling banyak 800 (delapan ratus) Kedua, maisir, hal ini diatur dalam
gram emas murni atau penjara paling lama Pasal 21 Qanun Hukum Jinayat yang
80 (delapan puluh) bulan. Dalam Pasal 15 menentukan bahwa Setiap Orang yang
Ayat (1) Qanun Hukum Jinayat dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir
Menentukan Setiap Orang yang dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan
sengaja minum Khamar diancam dengan Pasal 19, dengan mengikutsertakan anak-
‘uqubat Hudud cambuk 40 (empat puluh) anak diancam dengan ‘uqubat Ta’zir
kali. Kemudian Pasal 15 Ayat (2) Setiap cambuk paling banyak 45 (empat puluh
Orang yang mengulangi perbuatan lima) kali atau denda paling banyak 450
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (empat ratus lima puluh) gram emas murni
diancam dengan ‘uqubat Hudud cambuk atau penjara paling lama 45 (empat puluh
40 (empat puluh) kali ditambah ‘uqubat lima) bulan. Pasal 18 Qanun Hukum Jinayat
Ta’zir cambuk paling banyak 40 (empat menentukan Setiap Orang yang dengan
puluh) kali atau denda paling banyak 400 sengaja melakukan Jarimah Maisir dengan
(empat ratus) gram emas murni atau penjara nilai taruhan dan/atau keuntungan paling
paling lama 40 (empat puluh) bulan. banyak 2 (dua) gram emas murni, diancam
Kemudian dalam Pasal 16 Ayat (1) Qanun dengan ‘uqubat Ta’zir cambuk paling
Hukum Jinayat menentukan Setiap Orang banyak 12 (dua belas) kali atau denda
yang dengan sengaja memproduksi, paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram
menyimpan/menimbun, menjual, atau emas murni atau penjara paling lama 12
memasukkan Khamar, masing-masing (dua belas) bulan. Kemudian dalam Pasal
diancam dengan ‘uqubat Ta’zir cambuk 19 menyatakan Setiap Orang yang dengan
paling banyak 60 (enam puluh) kali atau sengaja melakukan Jarimah Maisir dengan
denda paling banyak 600 (enam ratus) gram nilai taruhan dan/atau keuntungan lebih dari

419
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

2 (dua) gram emas murni, diancam dengan atau denda paling banyak 1.000 (seribu)
‘uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 30 gram emas murni atau penjara paling lama
(tiga puluh) kali atau denda paling banyak 100 (seratus) bulan.
300 (tiga ratus) gram emas murni atau Ketiga, Pelecehan Seksual, Hal ini
penjara paling lama 30 (tiga puluh) bulan. diatur dalam Pasal 47 Qanun Hukum
Kemudian dalam konteks anak Jinayat yang menentukan bahwa Setiap
sebagai korban dalam kasus jinayat diatur Orang yang dengan sengaja melakukan
dalam beberapa jarimah, yaitu: Pertama, Jarimah Pelecehan Seksual sebagaimana
Ikhtilath. Menurut Pasal 1 Ayat (24) Qanun dimaksud dalam Pasal 46 terhadap anak,
Hukum Jinayat, Ikhtilath adalah perbuatan diancam dengan ‘uqubat Ta’zir cambuk
bermesraan seperti bercumbu, bersentuh- paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau
sentuhan, berpelukan dan berciuman antara denda paling banyak 900 (sembilan ratus)
laki-laki dan perempuan yang bukan suami gram emas murni atau penjara paling lama
istri dengan kerelaan kedua belah pihak, 90 (sembilan puluh) bulan. Keempat,
baik pada tempat tertutup atau terbuka. Pemerkosaan, Hal ini diatur dalam Pasal 50
Bagi pelaku pelanggaran ikhtilath diancam Qanun Hukum Jinayat yang menentukan
dengan hukuman sebagaimana diatur dalam bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja
Pasal 26 Qanun Hukum Jinayat yang melakukan Jarimah Pemerkosaan
menyatakan Setiap Orang yang dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
sengaja melakukan Jarimah Ikhtilath terhadap anak-diancam dengan ‘uqubat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Ta’zir cambuk paling sedikit 150 (seratus
dengan anak yang berumur di atas 10 lima puluh) kali, paling banyak 200 (dua
(sepuluh) tahun, diancam dengan ‘uqubat ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500
Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat (seribu lima ratus) gram emas murni, paling
puluh lima) kali atau denda paling banyak banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni
450 (empat ratus lima puluh) gram emas atau penjara paling singkat 150 (seratus
murni atau penjara paling lama 45 (empat lima puluh) bulan, paling lama 200 (dua
puluh lima) bulan. Kedua, Zina, Hal ini ratus) bulan.
diatur dalam Pasal 34 Qanun Hukum Kelima, liwath. Menurut Pasal 1
Jinayat Setiap Orang dewasa yang angka (28) menyatakan bahwa Liwath
melakukan Zina dengan anak, selain adalah perbuatan seorang laki-laki dengan
diancam dengan ‘uqubat Hudud cara memasukkan zakarnya kedalam dubur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat laki-laki yang lain dengan kerelaan kedua
(1) dapat ditambah dengan ‘uqubat Ta’zir belah pihak. Berkaitan dengan sanksi bagi
cambuk paling banyak 100 (seratus) kali pelaku liwath terhadap anak diatur dalam

420
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Pasal 63 Ayat (3) Qanun Hukum Jinayat tersebut diatur dalam Pasal 67 Ayat (1)
yang menyatakan Setiap Orang yang Qanun Hukum Jinayat yang menyatakan
melakukan Liwath dengan anak, selain Apabila anak yang telah mencapai umur 12
diancam dengan ‘uqubat Ta’zir (dua belas) tahun tetapi belum mencapai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat umur 18 (delapan belas) tahun atau belum
ditambah dengan cambuk paling banyak menikah melakukan Jarimah, maka
100 (seratus) kali atau denda paling banyak terhadap anak tersebut dapat dikenakan
1.000 (seribu) gram emas murni atau ‘uqubat paling banyak 1/3 (satu per tiga)
penjara paling lama 100 (seratus) bulan. dari ‘uqubat yang telah ditentukan bagi
Keenam, Muhasaqah, menurut Pasal 1 orang dewasa dan/atau dikembalikan
Angka 29 Qanun Hukum Jinayat kepada orang tuanya/walinya atau
Musahaqah adalah perbuatan dua orang ditempatkan di tempat yang disediakan oleh
wanita atau lebih dengan cara saling Pemerintah Aceh atau Pemerintah
menggosok-gosokkan anggota tubuh atau Kabupaten/Kota.
faraj untuk memperoleh rangsangan Penanganan kasus anak yang
(kenikmatan) seksual dengan kerelaan berhadapan dengan hukum jinayat
kedua belah pihak. Berkaitan dengan dilakukan dengan berpedoman pada
sanksi bagi pelaku muhasaqah terhadap peraturan perundang-undangan yang
anak diatur dalam Pasal 64 Ayat (3) Qanun mengatur tentang peradilan anak. Aturan
Hukum Jinayat Setiap Orang yang utamanya adalah UU Nomor 11 Tahun
melakukan Jarimah Musahaqah dengan 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
anak, selain diancam dengan ‘uqubat Anak, Peraturan Pemerintah Pemerintah
Ta’zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman
dapat ditambah dengan cambuk paling Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak
banyak 100 (seratus) kali atau denda paling Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas)
banyak 1.000 (seribu) gram emas murni Tahun, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013
atau penjara paling lama 100 (seratus) tentang Hukum Acara Jinayat, Peraturan
bulan. Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018
Di samping adanya aturan yang tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat,
dapat memberatkan bagi pelaku yang Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang
mengikutsertakan anak dalam melakukan Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam
jarimah dan bagi pelaku yang melakukan Sistem Peradilan Pidana Anak dan
pelanggaran jinayat terhadap anak, Qanun peraturan perundang-undangan yang
jinayat juga memberikan peringanan bagi lainnya sepanjang mengatur tentang
anak yang melakukan jarimah. Ketentuan peradilan pidana anak.

421
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

menciptakan produk hukum yang


2. Aspek Kepentingan Terbaik berorientasi pada kepentingan bagi anak.

Bagi Anak dalam Hukum Berdasarkan ketentuan yang telah dibahas


sebelumnya, penulis akan akan
Jinayat
menganalisis aspek yang telah
Kepentingan terbaik bagi anak
mengakomodir kepentingan terbaik bagi
merupakan salah satu aspek penting yang
anak dan aspek yang belum sesuai dengan
harus diperhatikan oleh keluarga,
semangan perlindungan anak. Wujud
masyarakat, pemerintah stakeholder terkait.
konkrit yang mengarah pada kepentingan
Dalam setiap kebijakan dan keputusan yang
terbaik bagi anak dalam Qanun Hukum
dihasilkan oleh pemerintah harus
Jinayat di Aceh terdiri dari tiga aspek,
memperioritaskan kepentingan terbaik bagi
yaitu:
anak. Tujuan utamanya adalah untuk
Pertama, penanganan kasus anak
merealisasikan perlindungan anak
mengacu pada peraturan perundang-
sebagaimana yang dikehendaki oleh
undangan peradilan pidana anak. Qanun
peraturan perundang-undangan yang
Hukum Jinayat membedakan pola
mengatur tentang perlindungan anak.
penyelesaian kasus anak yang berhadapan
Termasuk di dalamnya adalah Qanun Aceh
dengan hukum jinayat dengan orang
Nomor 6 Tahun 2014 sebagai hukum
dewasa yang melakukan pelanggaran
positif yang mengatur tentang hukum
terhadap hukum jinayat. Bagi orang dewasa
jinayat bagi orang-orang yang beragama
akan langung menggunakan mekanisme
Islam, orang non muslim yang melakukan
system peradilan pidana (criminal justice
jarimah bersama orang muslim, non muslim
system) yang diawali dengan proses
yang melakukan jarimah dalam qanun yang
penyelidikan, penyidikan, penuntutan
tidak diatur dalam KUHP maupun di luar
sampai dengan pemeriksaan di pengadilan.
KUHP dalam wilayah yurisdiksi Aceh.
Berbeda dengan anak-anak yang berusia di
Dalam rangka memberikan
atas 12 tahun dan di bawah 18 tahun serta
perlindungan hukum dan merealisasikan
belum menikah yang melakukan
kepentingan terbaik bagi anak, qanun
pelanggaran jinayat. Bagi anak akan
hukum jinayat telah mengatur sedemikian
menggunakan mekanisme penyelesaian
rupa. Pada prinsipnya, qanun hukum jinayat
perkara dengan menggunakan system
telah mengarah kepada kepentingan terbaik
peradilan pidana anak sebagaimana diatur
bagi anak, meskipun masih ditemukan
dalam UU Nomor 11 Tahun 2012, PP
berbagai ketentuan yang kurang perspektif
Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman
perlindungan anak sebagai akibat
Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak
keterbatasan pemikiran manusia yang

422
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) kurangnya pemahaman masyarakat terkait


Tahun, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 diversi, penegak hukum yang dilatih diversi
tentang Hukum Acara Jinayat, Peraturan sering berpindah-pindah ke tempat lain,
Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 jarang hadirnya keluarga korban sehingga
tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat, sulit melaksanakan diversi dan tindakan
Perma Nomor 4 Tahun 2014 tentang pelaku yang melakukan pelanggaran secara
Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam berulang-ulang (Mansari, 2019: 131-140)
Sistem Peradilan Pidana Anak dan Kedua, ‘uqubat Bagi Anak 1/3
peraturan perundang-undangan yang dari Orang Dewasa, anak yang melakukan
lainnya sepanjang mengatur tentang pelanggaran jinayat mendapatkan
peradilan pidana anak. keringanan hukuman dibandingkan dengan
Penggunaan instrument hukum orang dewasa. Bagi pelaku anak dapat
tersebut mengkehendaki agar penegak dijatuhkan dengan hukuman 1/3 dari
hukum melaksanakan diversi dan keadilan hukuman orang dewasa. Di samping itu,
pemulihan (restorative justice). Diversi anak dapat dijatuhkan dengan ‘uqubat
merupakan pengalihan proses pengadilan ta’zir tindakan berupa pembinaan di tempat
anak dari prosedur formal kepada non yang telah disediakan oleh pemerintah aceh
formal dengan melibatkan pelaku dan maupun pemerintah kabupaten/kota.
korban maupun keluarganya serta pihak- Penjatuhan hukuman tersebut disesuaikan
pihak terkait (Mansari, 2019: 7). Diversi dengan fakta persidangan. Persoalannya
wajib dilaksanakan pada setiap tahapan adalah dalam kasus zina di mana hukuman
baik pada tingkat kepolisian, kejaksaan yang ditetapkan bagi pelakunya adalah
maupun di tingkat pemeriksaan di hudud, di mana jumlahnya tidak dapat
pengadilan. Melalui proses ini dimungkian dikurangi atau ditambahkan. Anak yang
dua hal yaitu apabila diversi berhasil telah berumur di antara 12 tahun sampai
dilaksanakan perkara akan dihentikan dan dengan 18 tahun atau sudah pernah kawin
tidak dilanjutkan pada tahap berikutnya. pada usia di antara keduanya dapat
Sebaliknya bila pelaksaan diversi tidak dikenakan dengan hukuman hudud. Qanun
mencapai hasil yang maksimal akan tidak mengatur secara khusus bentuk
dilanjutkan dengan proses pemeriksaan hukuman zina yang dilakukan oleh anak
pada tingkat berikutnya. Biasanya sehingga pemberlakukan terkait ketentuan
ketidakberhasilan diversi ini dikarenakan tentang zina dapat diterapkan pula bagi
beberapa faktor, yaitu: Keingin korban anak.
menyelesaikan secara formal; biaya ganti Ketiga, memberikan hukuman yang
kerugian bagi korban relative kurang; berat bagi pelaku yang melakukan

423
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

pelanggaran jinayat terhadap anak dan f. perampasan barang-barang tertentu;


pelaku yang mengikutsertakannya. Pelaku dan
yang melakukan tindak pidana dengan g. kerja sosial.
dihukum dengan hukuman dua kali lipat Jadi, bagi anak yang terbukti secara
dari orang dewasa. Dalam kasus pelecehan sah dan menyakinkan melakukan
seksual misalnya, bila korbannya orang pelanggaran jinayat dapat dimungkinkan
dewasa hukuman cambuknya 45 kali atau dijatuhi hukuman tindakan yang termasuk
45 bulan penjara atau 450 gram emas ke dalam kategori ‘uqubat ta’zir tambahan.
murni. Sebaliknya, bila anak yang menjadi Bentuk hukuman ini lebih ringan dan
korban hukuman adalah 90 kali cambuk mudah dilaksanakan oleh anak dengan cara
atau 90 bulan penjara atau 900 gram emas ditempatkan pada wadah yang telah
murni. Menurut Syahrizal Abbas (2015), dipersiapkan oleh pemerintah, seperti
penghukuman lebih tinggi ini disebabkan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan
karena anak adalah generasi penerus bangsa Sosial (LPKS) dan Lembaga Kesejahteraan
yang harus dibimbing dan dilindungi serta Sosial Anak.
diberikan keselamatan jiwa dan mentalnya Hal-hal yang belum mengakomodir
dari siapapun. kepentingan terbaik bagi anak dalam qanun
Keempat, anak memungkinkan yaitu sebagai berikut: pertama, batasan usia
dijatuhi ‘uqubat tindakan, Qanun Hukum anak, Pasal 1 angka 40 Qanun Hukum
Jinayat membagi dua bentuk ‘uqubat yaitu Jinayat mendefinisikan anak adalah orang
hudud dalam bentuk cambuk dan ta’zir. yang belum mencapai umur 18 (delapan
Ta’zir dibagi menjadi dua kategori yaitu belas) tahun dan belum menikah. Qanun ini
ta’zir utama dan ta’zir tambahan. Adapun tidak mengatur secara lebih rinci apakah
bentuk ‘uqubat kategori ta’zir utama anak tersebut sebagai pelaku, sebagai
terdiri dari cambuk, denda, penjara dan korban atau sebagai saksi. Dengan kata lain
restitusi. Kemudian bentuk ‘uqubat dari ketika anak telah menikah pada usia di
ta’zir tambahan terdiri dari: bawah 18 tahun konsekuensinya adalah
a. pembinaan oleh negara; berubah statusnya menjadi orang dewasa.
b. Restitusi oleh orang tua/wali; Hukum jinayat dapat diberlakukan baginya
c. pengembalian kepada orang manakala telah melangsungkan pernikahan.
tua/wali; Berbeda halnya dengan UU Perlindungan
d. pemutusan perkawinan; Anak yang merumuskan usia anak adalah
e. pencabutan izin dan pencabutan seseorang yang belum berusia 18 (delapan
hak; belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Formulasi anak dalam

424
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

ketentuan tersebut tidak mengatakan anak korban pemerkosaan secara umum dapat
yang telah menikah tidak lagi dianggap meminta kepada hakim agar dibebankan
anak, namun sebaliknya berpedoman pada biaya sebagai pengganti kerugian bagi
aturan tersebut meskipun anak telah korban. Jumlahnya sangat ditentukan oleh
menikah pada usia di bawah 18 tahun masih finansial pelaku dengan
tetap diakui sebagai anak. Perbedaan mempertimbangkan pendapatan dan
rumusan anak dalam kedua regulasi kemampuannya. Keberadaan restitusi dalam
menimbulkan konsekuensi hukum yang Qanun Hukum Jinayat sebenarnya langkah
tidak baik bagi anak (Indriati N, Khrisnhoe maju karena korban telah mulai
K, dkk, 2017: 476), apalagi dalam qanun diperhatikan. Restitusi tidak pernah
menentukan istilah “belum menikah” yang diketemukan dalam KUHP sebagai hukum
menandakan bahwa anak yang telah materil, akan tetapi restitusi diketemukan
menikah telah dianggap dewasa serta dalam KUHAP.
konsekuensinya dipersamakan hukuman Dari segi aturan sebenarnya sudah
yang diberlakukan bagi orang dewasa. memperhatikan kepentingan terbaik bagi
Kedua, restitusi merupakan anak, namun secara konstekstual jarang
sejumlah uang atau harta tertentu, yang hakim menetapkan restitusi bagi pelaku ini.
wajib dibayarkan oleh pelaku Jarimah, Alasannya sangat bervariasi, yaitu:
keluarganya, atau pihak ketiga berdasarkan pemahaman hak-hak korban pemerkosaan
perintah hakim kepada korban atau masih kurang, tidak adanya inisiatif
keluarganya, untuk penderitaan, kehilangan memintanya kepada hakim, kurangnya
harta tertentu, atau penggantian biaya untuk koordinasi antara JPU dengan pihak korban
tindakan tertentu. Qanun Jinayat maupun keluarganya, korban tidak
memberikan kesempatan kepada korban menggunakan Advokat untuk mendampingi
pemerkosaan menuntut kerugian yang dan memperjuangkan hak-haknya (Rizkal,
dialami oleh korban. Hal ini diatur dalam Mansari, 2019: 45). Restitusi bertujuan
Pasal 51 Ayat (1) Qanun Hukum Jinayat untuk ganti rugi yang harus diberikan oleh
yang menyatakan bahwa Dalam hal ada pelaku bagi korban guna menutupi kerugian
permintaan korban, Setiap Orang yang yang dialaminya sebagai akibat dari
dikenakan ‘uqubat sebagaimana dimaksud perbuatan pidana (Miszuarty, 2019, 119).
dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dapat Pada tataran praktis masih ditemukan
dikenakan ‘uqubat Restitusi paling banyak belum proporsional dan belum
750 (tujuh ratus lima puluh) gram emas mencerminkan aspek kepentingan korban
murni. Ketentuan di atas tidak dikhususkan (Zulkarnain dan Azwir, 2017: 4). Restitusi
bagi anak, bagi perempuan yang merupakan bagi korban pemerkosaan harus diminta

425
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

oleh korban/keluarganya, Keberadaan yang anak berhak mendapatkan restitusi,


restitusi dalam Qanun Hukum Jinayat yaitu:
merupakan suatu hukuman ta’zir tambahan a. Anak yang berhadapan dengan hukum;
yang dapat dikenakan oleh hakim manakala b. Anak yang dieksploitasi secara
korban memintanya. ‘uqubat ini telah ekonomi dan/atau seksual;
memberikan kesempatan bagi korban c. Anak yang menjadi korban pornografi;
karena kerugian yang dialami akibat d. Anak korban penculikan, penjualan ,
perbuatan pemerkosaan sehingga dartf atau perdagangan;
pemerintah memperhatikannya. e. Anak korban kekerasan fisik dan /atau
Persoalannya adalah karena qanun psikis; dan
menentukan “Dalam hal ada permintaan f. Anak korban kejahatan seksual.
korban” maka inisiatif permintaan sangat Dengan demikian, meskipun sudah
tergantung kepada korban. Selama korban adanya kepedulian dari pembentuk Qanun
tidak dapat meminta berarti tidak diberikan yang yang memberikan restitusi bagi
kepadanya oleh hakim. Oleh karenanya korban pemerkosaan akan tetapi pengaturan
sangat jarang sekali hakim memberikan tersebut tidak lengkap dan kurang sempurna
restitusi ini kepada korban. Biasanya dalam dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah.
kasus pemerkosaan hakim menjatuhkan Untuk itu, menjadi catatan tersendiri untuk
hukumana cambuk atau hukuman penjara. melakukan perubahan dan revisi terhadap
Walaupun aspek kepentingan terbaik ini aturan yang ada agar menghasilkan produk
sudah diberikan, tapi begitu lengkap karena hukum yang dapat menjamin terealisasinya
hanya dalam kasus pemerkosaan saja yang kepentingan terbaik bagi anak khususnya
diberikan, sementara dalam kasus terkait dengan restitusi.
pelecehan seksual tidak diatur mengenai Ketiga, anak berpeluang dijatuhkan
restitusi ini. Padahal pelecehan seksual ‘uqubat cambuk, Aspek yang kurang
merupakan salah satu tindak pidana yang mencerminkan kepentingan terbaik bagi
sering dialami oleh anak yang anak dalam Qanun Hukum Jinayat adalah
menimbulkan rasa trauma bagi diri dan adanya ketentuan Pasal 67 Ayat (1) yang
masa depannya. Restitusi bagi korban mengatur dua alternatif hukum bagi anak
tindak pidana diatur lebih lengkap dalam yang melakukan pelanggaran jinayat, yaitu:
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun Pertama, ‘uqubat yang dijatuhkan
2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi kepadanya adalah 1/3 hukuman yang telah
Anakyang Menjadi Korban Tindak Pidana diatur bagi orang dewasa. Ketuan ini
yang mengatur beberapa jenis tindak pidana memberikan ruang bagi hakim yang
mengadili kasus anak menjatuhkan ‘uqubat

426
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

cambuk. Hal ini dikarenakan ancaman Jinayat yang menyatakan dalam hal ada
‘uqubat yang telah ditentukan bagi orang perbuatan Jarimah sebagaimana diatur
dewasa terdiri dari hudud (zina, khamar dan dalam qanun ini dan diatur juga dalam
qadzaf), ta’zir cambuk, ta’zir denda dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
ta’zir penjara. Oleh karenanya, ketentuan (KUHP) atau ketentuan pidana di luar
ini sebenarnya kurang mengakomodir UU KUHP, yang berlaku adalah aturan Jarimah
Perlindungan Anak yang melarang dalam Qanun ini. Maksudnya adalah
melakukan kekerasan fisik terhadap anak. ketentuan pidana dalam KUHP dan
Berdasarkan Pasal 3 UU Nomor 3 ketentuan pidana lainnya di luar KUHP
Tahun 2002 sebagaimana direvisi dengan harus dikesampingkan dan harus merujuk
UU Nomor 35 Tahun 2014 yang Qanun bila telah diatur di dalamnya.
menyatakan bahwa Perlindungan anak Ketentuan ini kurang memperhatikan aspek
bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kepentingan terbaik bagi anak karena bila
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dikaji aspek sanksi pidana yang diatur
berkembang, dan berpartisipasi secara dalam Qanun Hukum Jinayat dengan UU
optimal sesuai dengan harkat dan martabat Perlindungan Anak yang di dalamnya juga
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan mengatur hukuman bagi pelaku yang
dari kekerasan dan diskriminasi, demi melakukan kekerasan seksual dan
terwujudnya anak Indonesia yang pemerkosaan kepada anak lebih ringan.
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Qanun Hukum Jinayat sangat general
Jadi, anak perlu mendapatkan perlindungan menentukan hukuman bagi pelaku dengan
dari tindak kekerasan yang dapat tidak melihat pelakunya berasal dari
mengakibatkan trauma yang pendidik maupun keluarganya. Berbeda
berkepanjangan bagi diri dan masa halnya dengan UU Perlindungan Anak yang
depannya. menambahkan hukuman bila pelakunya
Keempat, pembatasan hukum berasal dari pendidik maupun keluarganya.
materil merujuk ke qanun hukum jinayat, Kelima, hakim dapat memilih salah
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 menjadi satu ‘uqubat bila ancaman hukuman
hukum materil utama bagi penegak hukum alternatif, Hakim tidak terikat dengan
jinayat untuk menjerat pelaku jarimah tuntutan Jaksa Penuntut Umu dalam hal
(tindak pidana). Konsekuensi yuridisnya jarimah yang didakwakan diancam dengan
adalah penegak hukum tidak dapat merujuk ‘uqubat alternatif. Hakim dapat
ke hukum materil pidana lain bila sudah menjatuhkan ‘uqubat lebih rendah atau
diatur dalam Qanun Hukum Jinayat. Hal ini lebih tinggi dari tuntutan (requisitoir). Hal
ditegaskan dalam Pasal 72 Qanun Hukum ini diatur dalam Pasal 178 Ayat 6 Qanun

427
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum untuk menjatuhkan ‘uqubat penjara atau
Acara Jinayah yang menyatakan bahwa cambuk. Misalnya, dengan dijatuhi cambuk
Uqubat yang akan dijatuhkan boleh kurang pelaku dapat kembali lagi bersama dengan
atau lebih dari jumlah yang diajukan masyarakat dan bertemu dengan anak
penuntut umum dalam tuntutan `Uqubat. korban sehingga mengakibatkan
Selain itu, hakim dapat menjatuhkan psikologisnya terganggu (Mansari, 2018:
hukuman yang berbeda dengan tuntutan 434). Kondisi demikian hakim harus
JPU sebagaimana dinyatakan dalam Pasal memahami penjatuhan ‘uqubat penjara
178 Ayat (7) yang menyatakan bahwa menjadi lebih baik dibandingkan dengan
majelis hakim boleh menjatuhkan jenis cambuk.
hukuman yang berbeda dari yang diminta Pasca lahirnya SEMA Nomor 10
oleh penuntut umum jika `uqubat jarimah Tahun 2020 tentang Pemberlakukan Hasil
tersebut bersifat alternatif (Mansari, 2019). Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung
Hakim yang akan menilai hukuman Tahun 2020 sebagai Pedoman Pelaksanaan
yang cocok dijatuhkan kepada pelaku Tugas Bagi Pengadilan menjadi angin segar
apabila pasal yang didakwakan kepada bagi anak. Hal ini dikarenakan berkaitan
pelaku diancam dengan uqubat alternatif. dengan kasus pemerkosaan dan pelecehan
Majelis hakim dapat menjatuhkan ‘uqubat seksual terhadap anak harus dijatuhkan
cambuk, penjara maupun denda. Dalam dengan hukuman penjara bagi pelakunya.
kenyataan praktik, ada putusan hakim Pada point 3 huruf b Rumusan Kamar
memutuskan hukuman cambuk meskipun Agama menyatakan dalam perkara jarimah
JPU menuntut dengan ‘uqubat penjara. pemerkosaan/jarimah pelecehan seksual
Ada putusan yang diputuskan dengan yang menjadi korbannya adalah anak, maka
hukuman penjara meskipun JPU menuntut untuk menjamin perlindungan terhadap
dengan ‘uqubat cambuk. “uqubat tersebut anak kepada terdakwa harus dijatuhi
terkadang yang lebih rendah dari tuntutan dengan ‘uqubat ta’zir berupa penjara,
JPU, ada pula yang lebih tinggi dari sedangkan dalam hal pelaku jarimahnya
tuntutan JPU. adalah anak, maka ‘uqubat nya mengikuti
Dalam kasus pelecehan seksual dan ketentuan Pasal 67 ayat 1 Qanun Aceh
pemerkosaan, hakim lebih sering Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum
menjatuhkan hukuman cambuk, meskipun Jinayat dan Undang-Undang Nomor 11
tidak menutup kemungkinan ada yang Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
menjatuhkan dengan penjara. Kejelian Pidana Anak.
hakim dalam mempertimbangkan
kemaslahatan bagi anak sangat penting

428
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

KESIMPULAN Hukum, cet. 5, Jakarta: Sinar Grafika.


Berdasarkan pembahasan Prakoso, B. (2013). Pembaharuan Sistem
sebagaimana dideskripsikan di atas dapat Peradilan Pidana Anak, Yogyakarta:
Laksbang Grafika, 101.
disimpulkan bahwa Qanun Aceh Nomor 6
Tahun 2014 belum sepenuhnya Indriati, N, Suyadi, Khrisnhoe Kartika, dkk,
Perlindungan dan Penemunuhan Hak
memberikan aspek kepentingan terbaik bagi Anak (Studi tentang Orangtua
anak. Aspek yang belum terakomodir yaitu: Sebagai Buruh Migran Di Kabupaten
Banyumas), Mimbar Hukum, 2017,
Pertama, penyelesaian anak berhadapan 476.
dengan jinayat menggunakan system
Krisna, L. A. Fitriani, R. 2018. Dualisme
peradilan pidana anak, adanya restitusi bagi
Kewenangan Mengadili Perkara
korban pemerkosaan, independensi hakim Anak Sebagai Pelaku Kejahatan
dalam menjatuhkan ‘uqubat ,’uqubat Bagi Pelecehan Seksual di Kota Langsa-
Aceh, Jurnal Yuridis, Vol. 5 No. 2,
Anak 1/3 dari Orang Dewasa, Hukuman
263.
Bagi Pelaku yang Korbannya Anak Lebih
Tinggi, Anak Memungkinkan Dijatuhi Mansari. 2019. Independensi Hakim
Mahkamah Syar’iyah Dalam
‘uqubat Tindakan. Aspek yang belum Menjatuhkan Uqubat Bagi Pelaku
mencerminkan kepentingan terbaik bagi Pelanggaran Jarimah Qanun Jinayat.
Proceeding Seminar Penguatan
anak meliputi, anak dapat memungkinkan Implementasi Kewenangan
dijatuhkan hukuman cambuk, batasa usia Mahkamah Syar’iyah dalam
Penyelesaian Perkara Jinayah di
anak, restitusi harus diminta oleh korban Aceh (pp. 159–180). Puslitbangkumdil
pemerkosaan anak, hakim terikat pada Mahkamah Agung.

Qanun Hukum Jinayat, adanya peluang bagi Mansari, H. A. M. 2018. Pembatalan


Hukuman Cambuk Bagi Pelaku
hakim menjatuhkan hukuman cambuk Jarimah Pencabulan Anak dalam
dalam kasus pelecehan seksual dan Putusan Nomor 07/JN/2016/MS.Aceh.
Jurnal Hukum Dan Peradilan, 7(07),
pemerkosaan. 425–440.

Mansari. 2019. Restoratif Justice


DAFTAR PUSTAKA Pergeseran Orientasi Keadilan dalam
Penanganan Kasus Anak, Yogyakarta:
Abbas, Syahrizal. 2015. Maqashid Al-
Zhahir Publishing.
Syariah dalam Hukum Jinayah di
Aceh, Banda Aceh: Dinas Syariat
Miszuarty, “Pelaksanaan Restitusi Bagi
Islam Aceh.
Anak Yang Menjadi Korban
Tindak Pidana Sebagai Bentuk
Agus S Ekomadyo, 2006. Prospek
Pembaruan Hukum Pidana
Penerapan Metode Analisis Isi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
(Content Analysis) dalam
Nomor 43 Tahun 2017”, Soumatera
Penelitian, Journal Itenas, No. 2
Law Review, Volume 2, Nomor 1,
Vol. 10, 51.
2019, 119.
Ali, Zainuddin. 2014. Metode Penelitian

429
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, Vol 9 No 02 Oktober 2021 P-ISSN: 2614-4018
DOI: 10.30868/am.v9i02.1621 E-ISSN: 2614-8846

Mansari, H. A. M. 2018. “Pembatalan Aceh". Gender Equality: International


Hukuman Cambuk Bagi Pelaku Journal of Child and Gender Studies,
Jarimah Pencabulan Anak dalam 1(2), 33–46.
Putusan Nomor
07/JN/2016/MS.Aceh”. Jurnal Hukum Yuniar, V. F. P. 2019. “Penegakan Hukum
dan Peradilan, 7(07), 425–440. dalam Tindak Pidana Pemerkosaan
Terhadap Anak Berdasarkan Qanun
Rizkal, Mansari. 2019. "Pemenuhan Ganit Jinayat Aceh,” Media Iuris Vol. 2
Kerugian Anak Sebagai Korban No. 2, 260.
Pemerkosaan Dalam Kasus Jinayat

430

You might also like