Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

ABSTRAK

KUALITAS FISIKO KIMIA DENDENG SAPI BETINA PERANAKAN


ONGOLE YANG DIBERI MADU DAN BEBERAPA JENIS GULA

Anita Nenohaifeto; Yakob R. Noach; Gemini E. M. Malelak,


Fakultas Peternakan Perikanan dan Kelautan Universitas Nusa Cendana
Emai: nitanenohaifeto57@gmail.com

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji tentang kualitas fisiko kimia


dendeng sapi betina peranakan ongole yang diberi madu dan beberapa jenis
gula. Pada penelitian ini rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan sehingga diperoleh 16
unit percobaan. Keempat perlakuan tersebut yaitu: (T0) Pemberian 15% gula pasir
tanpa madu (kontrol), (T1) Pemberian gula pasir 7,5% dan madu 7,5%, (T2)
Pemberian gula lontar padat 7,5% dan madu 7.5% dan (T 3) Pemberian gula kelapa
padat 7,5% dan madu 7,5%. Variabel yang diamati pH, aktivitas air (Aw), oksidasi
lemak (TBA), rendemen, kadar air, protein dan lemak. Hasil penelitian menunjukan
bahwa pemberian berbagai jenis gula dan madu tidak berpengaruh nyata (P>0,05)
terhadap pH, aktivitas air, rendemen, oksidasi lemak, kadar air, kadar protein dan
kadar lemak, namun berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap persentase rendemen
dendeng sapi betina peranakan ongole. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pemberian gula pasir pada level 15% dan gula pasir gula lontar
padat, gula kelapa padat dengan penambahan madu belum mampu mempengaruhi
kualitas fisiko kimia dendeng sapi betina peranakan ongole.
Kata kunci: daging sapi betina peranakan ongole, kualitas fisiko, kualitas kimia, gula,
madu
ABSTRACT
CHEMICAL PHYSICAL QUALITY OF ONGOLE BREAST WOLF JERGER
WITH HONEY AND SEVERAL TYPES OF SUGAR
This research was conducted to examine the physico-chemical quality of Ongole
crossbreed beef jerky fed with honey and several types of sugar. In this study, the
experimental design used was a completely randomized design (CRD) with four
treatments and four replications in order to obtain 16 experimental units. The four
treatments were: (T0) Giving 15% granulated sugar without honey (control), (T1)
Giving 7.5% granulated sugar and 7.5% honey, (T2) Giving solid palm sugar 7.5%
and honey 7.5 % and (T3) Provision of 7.5% solid coconut sugar and 7.5% honey.
The observed variables were pH, water activity (Aw), fat oxidation (TBA), yield,
water content, protein and fat. The results showed that the administration of various
types of sugar and honey had no significant effect (P>0.05) on pH, water activity,
yield, fat oxidation, water content, protein content and fat content, but had a
significant effect (P<0.05). on the percentage of beef jerky yield of Ongole

1
crossbreeds. Based on the results of the study, it can be concluded that the
administration of granulated sugar at the level of 15% and granulated sugar, solid
palm sugar, solid coconut sugar with the addition of honey has not been able to affect
the physico-chemical quality of Ongole crossbreed beef jerky.
Key words: beef jerky ongolecows crossbred, qualityphysico, qualitychemical, sugar,
honey
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi dan merupakan salah
satu komonitas sumber protein hewani yang paling penting dan sangat bermanfaat
untuk kesehatan dan pertumbuhan Manusia (Komariah el al., 2009). Alasan mengapa
daging menjadi salah satu bahan pangan yang sanggat diminati oleh masyarakat
selain karena rasanya yang enak karena daging memiliki kandungan protein18,4-
21,2%, lemak 8,3-12,3%, total abu mineral 0,9-1,2% dan kadar air 66,1-69,3%. Akan
tetapi karena memiliki kadar air yang cukup tinggi maka daging dapat menjadi
lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan mikroba yang merugikan (Bintoro, 2008).
Inilah alasan sehingga sanggat disarankan agar daging harus diolah dengan cara yang
tepat dan pada waktu yang tepat pula guna mempertahankan kualitas daging karena
apabila tidak segera di tangani sejak pemotongan maka dapat menurunkan kualitas
daging tersebut (Arisona et al.,2011; Kuntoro et al., 2013., Juniawati et al., 2017).
Penanganan yang dilakukan diantaranya dengan mengolah daging menjadi
dendeng(Veerman et al., 2013).
Dendeng merupakan produk daging yang diolah melalui proses memotong
daging dalam bentuk lembaran tipis, kemudian ditambahkan garam sendawa, gula
dan garam dapur. (NaCI) serta bumbu berupa rempah-rempah misalnya ketumbar,
bawang putih, bawang merah, laos, dan jahe (Bintoro et al., 2008). Dendeng
merupakan bahan pangan semi basah yaitu bahan pangan yang mempunyai kadar air
sedang yaitu berkisar 15-50% bersifat plastis dan tidak terasa kering (Anonimus,
2010). Dendeng memiliki cita rasa yang khas yaitu manis agak asam dan warna
gelap. Penambahan gula dalam pengolahan dendeng berfungsi sebagaian penambah
rasa, aroma dan tekstur daging (Hasnelly dan Rulianti 2017). Fungsi lain gula adalah
menekan menurunkan kadar air daging sehingga dapat memperpanjang masa simpan
produk (Soeparno 1994 ).
Pada proses pembuatan dendeng Penambahan bahan lain seperti gula kelapa
dan juga madu juga dapat digunakan karena dapat berfungsi untuk mempertahankan
kualitas pada daging karena kedua bahan tersebut dinilai dapat untuk mengatur kadar
air, aktivitas air dan menambah nilai gizi pada daging (Purnomo, 1992 ; Putra etal.,
2009; dan Pursudarsono et al ., 2005). Penambahan gula kelapa pada pembuatan
dendeng ternyata dapat meningkatkan kualitas dendeng karena mengandung glukosa
yang mencapai 8,96% serta fruktosa hingga 9,00%, juga dapat memberi flavour yang
khas serta warna coklat pada dendeng (Purnomo, 1992). Penambahan gula merah
ternyata juga dapat menghasilkan kualitas dendeng yang baik karena akan

2
menurunkan kadar air pada daging , sehingga kandungan air pada daging menjadi
rendah mencapai 5,60% (Husna et al ., 2014). Sementara untuk menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging pada proses pembuatan dendeng salah satu bahan
yang dapat digunakan adalah dengan menambahkan Madu pada daging yanga akan di
jadikan dendeng karena madu dapat menekan kadar air dalam daging serta dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pada daging (Putra et al., 2009) hal ini karena
adanya kandungan senyawa asam-asam organik dan senyawa flavonoid yang terdapat
pada madu, alasan lain karena madu juga dinilai dapat meningkatkan sifat
fungsional dendeng karena memiliki sifat antioksida yang tinggi (Puspitasari, 2007;
Jose et al., 2010). Oleh karena pentingnya keberadaan komponen-komponen tersebut
untuk meningkatkan kualitas daging pada proses pembuatan dendeng serta untuk
memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai khasiat penambahan
komponen-komponen tersebut pada proses pembuatan dendeng maka pada
kesempatan ini penelitian mengambil penelitian ini dengan tujuan untuk
menggunakan gula kelapa, gula lontar, gula pasir dan madu pada proses pembuatan
dendeng guna menigkatkan kualitas fisiko kimiawinya pada daging. Peneliti juga
berharap dengan adanya penelitian ini maka dapat memberikan manfaat bagi industri
pembuatan dendeng agar memanfaatkan komponen-komponen yang telah peneliti
paparkan diatas dengan tujuan memajukan industri pembuatan dendeng serta dengan
penelitian ini dapat memberikan alternatif cara menigkatkan kualitas dendeng.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdapat beberapa jenis gula seperti gula
lontar, baik dalam bentuk cair (gula air) maupun dalam bentuk padat (gula lempeng)
atau berbentuk serbuk yang dikenal dengan nama gula semut. Gula kelapa juga dapat
ditemukan di supermarket-supermarket dalam benyak padat dan berwarna coklat,
selain jenis gula tersebut, juga terdapat madu. Sebagai bahan pangan, madu
mempunyai beberapa fungsi antara lain menekan laju oksidasi lemak karena memiliki
sifat anti oksidan yang tinggi (Puspitasari, 2007; Jose et al., 2010). Dapat menekan
kadar air dan menghambat pertumbuhan bakteri (Putra et al., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian mahemba dkk. (2014) bahwa penambahan gula
dengan level 2,5 % memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap rasa, warna dan
aroma dendeng. Penggunaan gula pasir dalam pembuatan dendeng ayam kampung
tua yang disimpan selama 2 minggu rasa, aroma dan warna masih baik (mahemba
dkk. 2019). Dalam penelitian Tamu ina dkk. (2018) menggunakan level penggunaan
gula yang lebih tinggi yaitu total 30%. Namun dalam penambahan gula dan madu
dengan jumlah level 30% membuat rasa dendeng tersebut terlalu manis atau disebut
dendeng manis
Penggunaan gula kelapa dan madu dengan perbandingan tertentu pada
dendeng sapi Ongole dapat menurunkan kadar air dan aktivitas air. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan beberapa jenis gula dan madu pada proses
pembuatan dendeng yang diolah dari daging sapi Ongole betina afkir terhadap
kualitas fisiko kimia dendeng tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
kualitas fisiko kimia dendeng sapi betina peranakan Ongole yang diberi berbagai

3
jenis gula dan madu dengan level penambahan gula 7,5% dan madu 7,5% untuk
mengetahui pengaruh dari penambahan gula dan madu pada level tersebut.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
sebuah rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah pemberian beberapa jenis gula
yang dikombinasikan dengan pemberian madu dengan level yang sama dapat
mempengaruhi nilai pH, aktivitas air, kandungan air, protein, lemak, dendeng sapi
yang diolah dari daging sapi Peranakan Ongole betina afkir”?.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, makan dapat ditarik
sebuah rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah pemberian beberapa jenis gula
yang dikombinasikan dengan pemberian madu dengan level yang sama dapat
mempengaruhi nilai pH, aktivitas air, kandungan air, protein, lemak, dendeng sapi
yang diolah dari daging sapi Peranakan Ongole betina afkir”?.
Manfaat
1. Manfaat Akademik
a) Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan pengetahuan
mengenai penambahan beberapa jenis gula dengan takaran yang pas guna
meningkatkan khualitas daging dalam proses pembuatan dendeng.
2. Manfaat praktis
a) Memberikan pemahaman kepada para produsen dendeng tentang
penggunaan beberapa jenis gula yang diberikan bersama madu terhadap
kualitas dendeng sapi.
b) Memberikan pengetahuan kepada para produsen dendeng tentang
pemanfaatan daging sapi Ongole yang berasal dari betina afkir sebagai
bahan baku pengolahan dendeng.
c) Memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang pemanfaatan
gula dan madu dalam pengolahan dendeng

MATERI DAN METODE PENELITIAN


Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (TPHT),
Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Penelitian ini berlangsung
selama 1 bulan yang mencakup tahap persiapan, penelitian, pelaksanaan dan analisis
dilakukan di Laboratorium Analisa CV. Chem-Mix Pratama Yogyakarta dengan
parameter analisis yaitu Nilai pH, Aktifitas Air, Rendaman, Oksidasi Lemak (TBA)
dan Kadar Air yang dilakukan di lab THT.
Materi Penelitian
Daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging yang diambil dari
otot-otot bagian paha belakang ternak sapi Peranakan Ongole betina afkir.

4
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, telanan, timbangan
analitik, saringan, baskom/wadah, frame untuk jemur dendeng, plastic kemasan dan
kertas label.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Gula pasir, gula lontar,
gula kelapa, dan madu bumbu-bumbu: bawang merah, bawang putih, ketumbar,
jintan, merica, lengkuas, jahe, asam tamarin, saltpeter dan garam.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4
perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Adapun ke-empat
perlakuan yaitu:
T0: gula pasir 15%+ madu 0% ( Sebagai kontrol)
T1: madu 7,5% + gula pasir 7,5%;
T2: madu 7,5% + gula lontar padat 7,5%; dan
T3 : madu 7,5% + gula kelapa padat 7,5%
Masing- masing perlakuan terdiri atas 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit
percobaan.
Prosedur penelitian
Pembuatan dendeng sapi dilakukan dengan perlakuan penggunaan beberapa
jenis gula (gula pasir, gula lontar padat, gula kelapa padat) dan madu dengan
konsentrasi dari masing-masing gula dan madu cair di ulang sebanyak 4 kali. Proses
pembuatan dendeng sapi secara tradisional dilakukan dengan cara sebagai berikut:
daging dibersihkan dari lemak dan jaringan ikat. Selanjutnya daging sepanjang 10cm
dibekukan untuk mempermudah pengirisan, kemudian di thawing dan daging diiris
dengan ketebalan 0.4 mm. irisan dendeng ditimbang dengan berat masing-masing
500g dan irisan dendeng direndam dalam gula dan madu yang berbeda (gula pasir,
gula lontar padat, gula gewang padat, gula kelapa padat dan madu) dengan
konsentrasi masing-masing 3% selama 30 menit. Irisan dendeng yang sudah
direndam dengan gula dan madu tersebut kemudian dicampur dengan bumbu yang
merupakan campuran dari berbagai jenis rempah-rempah yaitu : ketumbar, jinten,
cengkeh, bawang putih bawang merah, merica, lengkuas, dan garam campuran
tersebut kemudian diperam selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan penjemuran
dibawah sinar matahari sampai permukaan daging kering, jika daging dipegang
tangan tidak terasa lengket, lama penjemuran lebih dari 24 jam sehingga
membutuhkan waktu 2 – 3 hari untuk mendapatkan dendeng yang kering.
a. Parameter yang diteliti dan cara penelitian Aspek Fisiko
Aspek fisiko terdiri Nilai pH aktivitas air (Aw), rendaman dan oksidasi lemak.
1. Nilai pH
Nilai pH diukur menggunakan Hanna digital pH-meter pada suhu kamar.
Sebelum digunakan pH meter distandarisasi pada pH 4,0 dn 7,0. Sampel daging
sebanyak 10g dilumatkan dengan menggunakan mincer dan dihomogenisasi dengan

5
20 mL aquades selama 30 detik. Celupkan probe pH meter pada filtrat, tunggu
sampai stabil dan pH daging akan terbaca (AOAC, 1995). Pembacaan untuk setiap
ulangan diukur sebanyak 3 kali.

2. Aktivitas Air (Aw)


Pengukuran nilai aktivitas air (Aw) diukur menggunakan aw meter. Alat
dikalibrasikan terlebih dahulu dengan larutan NaCl jenuh. Pengukuran dilakukan
pada sampel sebanyak 5 g dendeng yang sudah dihaluskan (Syarief et al., 1993).
3. Rendemen
Rendemen dihitung menurut AOAC (1999). Rendemen merupakan hasil bagi
dari berat produk yang dihasilkan dibagi dengan berat bahan baku dikali 100%
(AOAC, 1999). Rendemen dirumuskan sebagai berikut:
b
Rendemen (% b/b) = x 100
a
Keterangan:
a = berat awal sampel
b = berat akhir sampel

4. Oksidasi Lemak atau TBA


Pada tahap ini, sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g kemudian dimasukkan
kedalam labu kjeldahl, setelah itu HgO 40 mg, K2SO4 1,9 mg dan H2SO4 2 ml juga
dimasukkan kedalam labu tersebut. Labu yang berisi larutan tersebut diletakkan
pada alat pemanas dengan suhu 430°C di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan
hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi didinginkan dan
diencerkan dengan 10-20 ml aquadessecara perlahan.
b. Aspek Kimia
Aspek kimia terdiri atas kadar air, kadar protein, dan kadar lemak.
1. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC
2005). Cawan yang akan digunakan dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 °C
selama 30 menit atau sampai didapat berat tetap. Setelah itu didinginkan dalam
desikator selama 30 menit lalu ditimbang.Sampel ditimbang sebanyak 5 garam (B1)
dalam cawan tersebut lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105°C sampai
tercapai berat tetap (8-12 jam). Sampel didinginkan dalam desikator selama (30
merit) lalu ditimbang (B2). Perhitungan kadar air dilakukan sebagai
berikut:Perhitungan kadar dilakukan sebagai berikut:
b 1(berat awal)−b 2(berat akhir )
Kadar Air (%)= ×100 %
Berat sampel

2. Kadar Protein
Analisis kadar protein dilakukan dengan metode mikro kjedahl(AOAC
2005). Prinsip analisis ini adalah menetapkan protein berdasarkan oksidasi bahan-
bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia.Selanjutnya ammonia

6
bereaksi dengan kelebihan asam membentuk ammonium sulfat.Setelah larutan
menjadi basa, ammonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat.Jumlah
nitrogen yang terkandung ditentukan dengan tritasi HCL. Cara penentuan kadar
protein dilakukan berdasarkan metode Kjedahl meliputi destruksi, destilasi dan
titrasi.

3. Kadar Lemak
Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet
(AOAC 2005).Prinsip analisis ini adalah mengekstrak lemak dengan pelarut hexan,
setelah pelarutnya diuapkan, lemak dapat ditimbang dan dihitung persentasenya.
Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Labu lemak dikeringkan dalam oven
bersuhu 105°C selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator (15 menit) dan
ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 5 g (S) lalu dibungkus dengan kertas
saring dan dimasukkan dalam selongsong lemak.Selongsong lemak ditutup dengan
kapas bebas lemak dan dimasukkan kedalam ruang ekstraktor tabung soxhlet, lalu
disiram dengan pelarut lemak (hexan), kemudian tabung tersebut dipasangkan pada
alat destilasi soxhlet.Labu lemak yang sudah disiapkan kemudian dipasangkan pada
alat destilasi di atas pemanas listrik bersuhu sekitar 80 T. Refluksdilakukan selama
minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, selanjutnya labu yang berisi
hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 60 menit atau
sampai beratnya tetap. Kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator selama
20-30 menit dan ditimbang (B).Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
(berat akhir)−(berat awal)
Kadar Lemak (%)= ×100
Berat sampel
Analisis Data
Data hasil fisiko kimia yang diperoleh akan dianalisis menggunakanANOVA
dan dilanjutkan dengan uji DuNcan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan.
Hasil analisis data perlu juga dikerjakan secara manual sesuai prosedur rancangan
yang dipakai.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data Kualitas Fisiko Kimia Dendeng Sapi yang di dapatkan dari penelitian ini
disajikan dalam tabel berikut :
Parameter Perlakuan
T0 T1 T2 T3 PValue
pH% 6,66±0,05 a
6,64±0,08 a
6,63±0,05 a
6,63±0,07 a
0,846
Aw % 0,79±0,02 a
0,79±0,03 a
0,80±0,01 a
0,78±0,02 a
0,766
TBA mg 6,19±0,54 a
6,23±0,27 a
6,20±0,50 a
6,22±0,22 a
0,999
MA/kg
Rendemen 34,34±0,88a 37,83±0,42b 38,67±0,72b 37,15±0,61b 0,001

7
%
Air % 33,98±2,66a 33,92±4,02a 33,99±2,57a 33,94±4,06a 1,000
Protein % 31,91±0,95a 31,88±1,70a 32,03±0,97a 31,93±1,64a 0,999
Lemak % 4,85±1,54a 5,02±1,29a 4,95±1,66a 5,00±1,34a 0,998
Ket : Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata(P>0,05),
T0: Gula pasir 15% + ,adu 0% (kontrol), T 1: Gula pasir 7,5% + madu 7,5%, T 2: Gula lontar
padat 7,5% + gula7,5% dan T3: gula kelapa padat 7,5% + madu 7,5%.

Pengaruh Perlakuan terhadap pH Dendeng


Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap pH
dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada Tabel 1. Hasil analisis
statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula dan madu berpengaruh
tidak nyata (P>0,05) terhadap pHdendeng sapi betina peranakan ongole. Hasil ini
diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1, yaitu secara empiris rataanpH
dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar antara 6,63±0,07 sampai 6,66±0,05.
Hal ini menggambarkan bahwa pemberian gula pasir tanpa madu (kontrol) dengan
pemberian gula pasir, gula lontar padat dan gula kelapa padat yang ditambahkan
dengan madu belum mampu mempengaruhi pH dendeng sapi betina peranakan
ongole.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap pH dendeng diduga disebabkan
lama perendaman yang relatif singkat yaitu 30 menit, sehingga mengakibatkan
perlakuan T0, T1, T2 dan T3 belum mampu meresap secara sempurna dalam dendeng
sehingga belum menunjukan pengaruh terhadap dendeng sapi betina peranakan
ongole. Dalam penelitian Handayaniet al. (2015) perubahan pH dendeng sapi terjadi
pada lama perendaman 18 jam. Hasil penelitian ini lebih tinggi nilai pH dendeng
dibandingkan penelitian yang dilaporkan Handayaniet al. (2015), bahwa pH dendeng
sapi berkisar antara 5,42-5,69 dengan lama perendaman selama 18 jamdengan
penggunaan asap cair G1; Menurut Safura et al., (2021), melaporkan bahwa pH rarit
daging sapi mencapai 5,54-5,94 yang menggunakan jenis gula pada level 10% yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan penggunaan bahan penelitian
serta perbedaan level penggunaan perlakuan yang digunakan. Penelitian ini
menggunakan 15% berbagai jenis gula sedangkan pada penelitian Safura et al.,
(2012) adalah 10%, sehingga mengakibatkan nilai pH dendeng sapi betina ongole
dalam penelitian ini lebih tinggi yaitu 6,63±0,07 sampai 6,66±0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan gula nilai pH yang terkandung
akan cenderung meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena menurut Buckle et al.
(2009), kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang rendah dapat
menambah keawetan bahan pangan. Hal ini diduga karena gula menyumbangkan
gugus –OH yang mengakibatkan semakin banyak gula yang ditambahkan semakin
banyak gugus –OH yang disumbangkan dan pH semakin besar. Faktorlain yang
mempengaruhi pH adalah stres ternak sebelum dipotong, pemberian injeksi hormaon,

8
species, macam otot, dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis (Bouton et
al., 1975).

Pengaruh Perlakuan terhadap Aktivitas Air (AW) Dendeng


Air dalam substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba
biasanya dinyatakan dengan istilah water activity (aw), yaitu perbandingan antara
tekanan uap air dari larutan (P) dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama
(Po). Nilai aw dapat mengontrol laju dan jenis perusakan bahan pangan dan
merupakan suatu indeks bagi stabilitas dan kerusakan pangan.Selain itu, pengukuran
aktivitas air di dalam bahan pangan dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme bagi pertumbuhannya, sehingga
kemampuan kontaminasi mikroorganisme tersebut dapat dilihat berdasarkan pada
nilai aktivitas air.Semakin tinggi nilai aw dalam suatu bahan maka semakin tinggi
kemampuan mikroba untuk berkembang dalam bahan tersebut (Karina, 2008).
Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap
aktivitas air (AW) dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada
Tabel 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula
dan madu berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap aktivitas air dendeng sapi betina
peranakan ongole. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1, yaitu
secara empiris rataanaktivitas air dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar
antara 0,78±0,02 sampai 0,80±0,01. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian gula
pasir tanpa madu (kontrol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar padat dan gula
kelapa padat yang ditambahkan dengan madu belum mampu mempengaruhi aktivitas
dendeng sapi betina peranakan ongole.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap aktivitas air dendeng sapi betina
peranakan ongole diduga karena efek osmotik yang dihasilkan dari perlakuan T 0, T1,
T2 dan T3 relatif sama. Hal ini diasumsikan karena kandungan gula sederhana pada
setiap perlakuan relatif seragam yang diakibatkan karena komposisi perlakuan sama
yaitu 15% meskipun pada perlakuan T1, T2 dan T3 terdapat penggunaan madu.
Osmosis adalah perpindahan zat atau senyawa kimia dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi yang lebih tinggi yang dapat membuat kadar air dan aktivitas air di dalam
daging menjadi berkurang (Huda, 2013). Interaksi yang kuat antara molekul gula
dengan molekul air meninggalkan molekul air yang sangat sedikit yang tersedia bagi
mikroorganisme (Jeffrey 1996).
Ratna et al. (2017) menyatakan bahwa Campylodabacter Spp mulai tumbuh
pada aw= 0,98; E. Coli pada 0,95, Vibrio arahaemolyticus pada 0,94, Salmonella
Sp.pada 0,93, Bacillus cereus pada 0,92, Listeria monocytogenes pada 0,90 dan
Staphylococcus aureus pada 0,86. Secara empiris rataan aktivitas air dendeng sapi
betina peranakan ongole bekisar antara 0,78±0,02 sampai 0,80±0,01. Data ini
menunjukkan bahwa dendeng sapi betina peranakan ongole yang mendapat perlakuan
kontol dan perlakuan kombinasi gula pasir, gula aren padat dan gula kelapa padat
dengan madu sangat aman untuk mencegah pertumbuhan bakteri, khamir dan kapang.

Pengaruh Perlakuan terhadap Rendemen Dendeng

9
Rendemen merupakan persentase produk yang didapatkan dari perbandingan
berat awal dan berat akhir produk, sehingga diketahui beratnya ketika mengalami
proses pengolahan(Anwar et al., 2012). Data rataan pengaruh pemberian berbagai
jenis gula dan madu terhadap rendemen dendeng sapi betina peranakan ongole
tertera secara rinci pada Tabel 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
pemberian berbagai jenis gula dan madu berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
rendemen dendeng sapi betina peranakan ongole. Berdasarkan uji lanjut perlakuan T 0
berbeda nyata dengan perlakuan T1, T2 dan T3, sementara perlakuan T1, T2 dan T3
tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera
pada tabel 1, yaitu rataan rendemen dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar
antara 34,34±0,88 sampai 38,67±0,72. Secara empiris, persentase rendemen terendah
diperoleh pada dendeng yang mendapat perlakuan T0 (34,34±0,88) kemudian
semakin meningkat yang diikuti oleh perlakuan T3 (37,15±0,61), T1 (37,83±0,42) dan
persentase tertinggi diperoleh pada dendeng yang mendapat perlakuan T 2
(38,67±0,72). Hal ini menggambarkan bahwa pemberian gula pasir tanpa madu
(kontrol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar padat dan gula kelapa padat yang
ditambahkan dengan madu dapat mempengaruhi mempengaruhi rendemen dendeng
sapi betina peranakan ongole.
Adanya pengaruh perlakuan terhadap persentase rendemen dendeng penelitian
diduga disebabkan karena adanya penggunaan madu pada perlakuan T 1, T2 dan
T3.Terlihat jelas juga bahwa persentase rendemen pada perlakuan T1, T2 dan T3 relatif
tinggi dan seragam dibandingkan dengan perlakuan T0. Tingginya persentase
rendemen dendeng yang mendapat perlakuan adanya pengguaan madu (T1, T2 dan T3)
disebabkan karena madu mengandung kadar air yang tinggi yaitu 17,1 % ( Jefftreyet
al., 1996) yang turut memberi kontribusi tingginya persentase remenden dendeng bila
dibandingkan dengan perlakuan yang tidak diberikan madu/ kontrol.Faktorlain yang
mepengaruhi persentase rendemen adalah waktu pengeringan dendeng. Anwar et al.,
(2012), menyatakan bahwa semakin meningkatnya waktu pengeringan maka akan
semakin lama dendeng menerima panas sehingga nilai rendemen menurun. Turunnya
nilai rendemen tersebut terjadi karena proses penyusutan bahan yang terjadi selama
proses pengeringan berlangsung. Hal tersebut didukung dengan pendapat Winarno
(1993), bahwa proses pengeringan menyebabkan kandungan air selama proses
pengolahan berkurang sehingga mengakibatkan penurunan rendemen.

Pengaruh Perlakuan terhadap Oksidasi Lemak (TBA) Dendeng


Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap
oksidasi lemak dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada Tabel
1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula dan
madu berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap oksidasi lemak dendeng sapi betina
peranakan ongole. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1, yaitu
secara empiris rataannilai oksidasi lemak dendeng sapi betina peranakan ongole
bekisar antara 6,19±0,54 sampai 6,23±0,27. Hal ini menggambarkan bahwa
pemberian gula pasir tanpa madu (kontrol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar
padat dan gula kelapa padat yang ditambahkan dengan madu belum mampu

10
mempengaruhi oksidasi lemak dendeng sapi betina peranakan ongole. Hasil
penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Muthalibet al., (2017), bahwa
penggunaan madu pada level 10% menghasilkan oksidasi lemak 6,93% daging ayam
broiler asap. Namun lebih tinggi dari hasil yang dilaporkan oleh Boeyet al 2019),
bahwa oksidasi lemak pada dendeng sapi berkisar antara 2,64 sampai 3,96%.
Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan bahan penelitian yang digunakan.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap oksidasi lemak dendeng diduga
disebabkan lama pemeraman yang relatif singkat yaitu 30 menit, sehingga
mengakibatkan perlakuan T0, T1, T2 dan T3 belum mampu penetrasi secara sempurna
dalam dendeng sehingga belum menunjukan pengaruh terhadap dendeng sapi betina
peranakan ongole.Dalam penelitian Larrealet al (2007) perubahan oksidasi lemak
sterjadi pada lama pemeraman lebih dari sehari.Menurut Choe dan Min (2006)
oksidadsi lemak dipengaruhi oleh beberapa faktor lamanya pemeraman, komposisi
asam lemak, proses pengolahan produk, energi panas atau cahaya, konsentrasi dan
tipe oksigen, asam lemak bebas, mono dandiasilgliserol, transisi logam, peroksida,
senyawa katalis oksidasi (prooksidan), pigmen dan antioksidan. Saragihet al., (2019)
menyatakan bahwa reaksi oksidasi merupakan penyebab utama penurunan kualitas
dari daging dan produk daging yang dapat merubah karakteristik seperti, flavor,
warna, tekstur dan nilai nutrisi. Oksidasi lemak akan terjadi pada produk pangan dan
mengalami peningkatan pada produk pangan yang kering. Reaksi ini juga diikuti
dengan reaksi pencoklatan, penurunan kualitas protein dan memutihkan karotenoid.
Proses oksidasi tersebut dapat berlangsung apabila terjadi kontak sejumlah oksigen
dengan lemak yang terkandung pada dendeng (Boeyet al., 2019).

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Air Dendeng


Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap
kandungan air dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada Tabel
1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula dan
madu berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air dendeng sapi betina
peranakan ongole. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1, yaitu
secara empiris rataan kadar air dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar antara
33,92±4,02 sampai 33,99±2,57. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian gula pasir
tanpa madu (kontrol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar padat dan gula kelapa
padat yang ditambahkan dengan madu belum mampu mempengaruhi kadar air
dendeng sapi betina peranakan ongole.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kadar air dendeng sapi betina
peranakan ongole diduga disebabkan karena pada perlakuan T 0. T1, T2 dan T3 terdapat
penggunaan gula sehingga keempat perlakuan ini mengandung gula pereduksi yaitu
fruktosa dan glukosa yang mengakibatkan kandungan air juga hampir sama.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Ina et al., (2019), menyatakan bahwa
kandungan glukosan dan fruktosa pada dendeng sapi sebagai akibat adanya
penambahan gula pada dendeng sapi berkorelasi positif dengan kadar air dendeng
sapi, artinya bahwa semakin meningkat kandungan gula sederhana makan kandungan
air pula meningkat, demikian pula sebaliknya. Penambahan gula ataupun madu pada

11
dendeng dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard, karena reaksi Maillard
terjadi antara gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengan asam amino yang terdapat
dalam daging (Muthalibet al., 2017). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Muthalibet al., (2017), bahwa kadar air pada daging ayam asap yang diberi
madu relatif sama dengan daging ayam asap yang tidak diberi madu. Hal ini
disebabkan karena daging ayam diasapi sehingga tidak adanya penambahan air pada
proses pengolahannya, akibatnya reaksi Millard dan proses dehidrasi pada daging
yang diberi madu dan tidak diberi madu berjalan sama cepatnya, sehingga kadar air
pada daging yang diberi madu dan tidak diberi madu relatif seragam (Muthalibet al.,
2017). Namun, Mayasari (2002) menyatakan bahwa penambahan madu pada daging
yang melalui proses pemasakan akan menyebabkan semakin tingginya kandungan
gula pereduksi sehingga reaksi Maillard menjadi lebih besar, sehingga pada saat
dehidrasi tidak menyebabkan kandungan air berkurang karena ada penambahan air
pada saat pemasakan. Dugaan lain tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kadar
air dendeng adalah waktu marinasi yang relatif singkat. Menurut Safura et al, 2022
faktor yang mempengaruhi tingginya kadar air dendeng sapi adalah kurangnya lama
marinasi dan bumbu yang diberikan sehingga menyebabkan kadar air masih tinggi.
Sejalan dengan pendapat Hardianto dan Yunianta (2015) bahwa tingginya kadar air
dipengaruhi oleh lamanya waktu marinasi yang relatif singkat dan bumbu marinasi
yang digunakan kurang beragam sehingga proses penyerapan air pada saat
pengeringan kurang stabil yang menyebabkan kadar air masih tinggi.
Secara empiris, kandungan kadar air pada dendeng sapi betina peranakan
ongole yang mendapat perlakuan T0 33,98±2,66, T1 33,92±4,02, T3 33,99±2,57 dan T3
adalah 33,94±4,06. Hasil ini masih tergolong normal, karena kisaran kadar air
dendeng sapi adalah 15-50% (Suharyanto 2009). Hal ini disebabkan karena adanya
penggunaan gula pada semua perlakuan sehingga mengakibatkan kandungan air
menurun dan relatif seragam. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Pursudarsonoet
ak.,(2015), bahwa faktor yang mempengaruhi kandungan air pada dendeng adalah
adanya penambahan gula pada saat proses pembuatannya, karena penambahan gula
dalam dendeng dapat menyebabkan persentase total padatan meningkat sedangkan
persentase air menurun. Diperkuat juga dengan pendapat Buckle et al. (2009), bahwa
gula mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang ada dalam bahan pangan, yaitu
terjadinya ikatan hidrogen yang menyebabkan berkurangnya aktivitas air dalam
bahan pangan. Gula yang ditambahkan pada produk akan menunjukkan total padatan
semakin meningkat sedangkan kadar air semakin menurun pada akhir pengeringan.
Kusnandar (2010) menyatakan bahwa sifat higroskopis gula sederhana adalah
disebabkan oleh adanya gugus polihidroksi yang mampu membentuk ikatan hidrogen
dengan air.
Hasil penelitian ini lebih tingi kadar air dibandingkan dengan hasil yang
dilakukan oleh Pursudarsonet al., (2015), bahwa kisaran kadar air dendeng paru-paru
sapi adalah 12,98 sampai 15,79% dengan penggunaan imbangan garam dan gula
berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan produk dan perlakuan yang
digunakan.Setiap jenis gula memiliki kandungan air yang berbeda-beda, sehingga
mengakibatkan perbedaan hasil dari berbagai hasil penelitian (Safura et al., 2021).

12
Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Dendeng Sapi Betina Peranakan
Ongole
Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap kadar
protein dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada Tabel 1. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula dan madu
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein dendeng sapi betina
peranakan ongole. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1, yaitu
secara empiris rataan kadar protein dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar
antara 31,88±1,70 sampai 32,03±0,97. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian
gula pasir tanpa madu (kontol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar padat dan
gula kelapa padat yang ditambahkan dengan madu belum mampu mempengaruhi
kadar protein dendeng sapi betina peranakan ongole.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kadar protein dendeng sapi betina
peranakan ongole diduga disebabkan karena adanya persamaan reaksi dari setiap gula
yang terdapat pada perlakuan T0, T1, T2 dan T3 sebagai akibat dari jumlah kandungan
gula pereduksi pada keempat perlakuan relatif sama. Hal ini diduga karena jumlah
komposisi penggunaan perlakuan yang sama pada perlakuan T 0, T1, T2 dan T3 yaitu
(15%). Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi
(gugus keton atau aldehidnya).Mekanismenya yaitu gula dan amino bereaksi
membentuk aldosilami yang kemudian mengalami pengaturan kembali amadori
menjadi ketosa amin.Setelah itu mengalami suatu seri reaksi kompleks yang akhirnya
menghasilkan polimer berwarna coklat yang disebut melanoidin.
Rata-rata nilai kadar protein dendeng sapi betina peranakan ongole bekisar
antara 31,88±1,70 sampai 32,03±0,97. Data ini menunjukkan bahwa dendeng hasil
penelitian ini tergolong sangat baik, karena standar batas minimal kandungan protein
dendeng sapi adalah 18% (SNI, 2013). Hal ini diduga karena kandungan protein
bahan baku daging sapi adalah 18,4-21,2% (Bintoro, 2008).

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Lemak Dendeng Sapi Betina Peranakan


Ongole
Data rataan pengaruh pemberian berbagai jenis gula dan madu terhadap
kandungan lemak dendeng sapi betina peranakan ongole tertera secara rinci pada
Tabel 1. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian berbagai jenis gula
dan madu berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar lemak dendeng sapi
betina peranakan ongole. Hasil ini diperkuat dengan data yang tertera pada tabel 1,
yaitu secara empiris rataan kadar lemak dendeng sapi betina peranakan ongole
bekisar antara 4,85±1,54 sampai 5,02±1,29. Hal ini menggambarkan bahwa
pemberian gula pasir tanpa madu (kontol) dengan pemberian gula pasir, gula lontar
padat dan gula kelapa padat yang ditambahkan dengan madu belum mampu
mempengaruhi kadar lemak dendeng sapi betina peranakan ongole.
Tidak adanya pengaruh perlakuan terhadap kandungan lemak dendeng sapi
betina peranakan ongole disebabkan karena proses pemeraman yang relatif sama dan
singkat yaitu selama 30 menit, sehingga perlakuan penggunaan berbagai jenis gula

13
baik kontrol maupun dengan adanya penambahan madu belum mampu
mempengaruhi kandungan lemak dendeng. Menurut Larrealet al (2007) adanya
pengaruh perubahan kandungan lemak dendeng sapi terjadi ketika lama pemeraman
lebih dari sehari.Selama pemeraman/ kuring terjadi perubahan pada lemak yang
selanjutnya mempenagruhi komponen – komponen pada jaringan lemak karena
pengaruh ensim – ensim lipolitik yang akan mempengaruhi mikrostruktur lemak
(asam – asam lemak) yang akan mempengaruhi tekstur, juiciness dan kemungkianan
juga pada flavor dan rasa.
Berdasarkan standar mutu dendeng sapi (SNI, 2013) batas maksimum kadar
lemak pada dendeng sapi adalah 3%. Hasil kadar lemak dendeng sapi betina
peranakan ongol dalam penelitian ini melebih batas maksimum yaitu ,85±1,54 sampai
5,02±1,29. Hal ini disebabkan karena proses pengeringan dendeng yang terlalu lama,
yaitu dalam penelitian ini proses penjemuran dendeng adalah 2-3 hari. Sehingga
pengaruh perlakuan belum mampu menurunkan kandungan lemak dendeng sapi.
Menurut Hervellyet al (2016), bahwa selama pengeringan bahan pangan akan
kehilangan kadar air yang menyebabkan naiknya kadar zat gizi dalam massa yang
tertinggal. Jumlah karbohidrat, protein dan lemak yang ada persatuan berat dalam
bahan pangan kering lebih besar dari pada bahan pangan segar. Didukung pula oleh
pendapat Zuhra dan Erlina (2012), bahwa meningkatnya kadar lemak pada suhu
pengeringan yang tinggi dapat disebabkan oleh penurunan kadar air sehingga kadar
lemak meningkat.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan


gula pasir, gula aren padat dan gula kelapa padat yang dikombinasi dengan madu
dalam poses pembuatan dendeng dari daging sapi betina peranakan ongle
memberikan pengaruh yang relatif seragam terhadap kualitas fisik dan kualitas kimia
serta sesuai dengan mutu dendeng sapi menurut Standar Nasional Indonesia.

Saran
Disarankan agar dalam proses pembuatan dendeng daging sapi harus
menggunakan gula dikombinasikan dengan madu dengan masing masing
penggunaannya sebanyak 7,5% serta dengan lama pemeraman 30 menit, sehingga
akan menghasilkan dendeng yang sesuai dengan standar nasional indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

14
Aberle, E.D, Forest. C. J, Hedrick. H. B, Judge. M. D dan Merkel, R.A. 2001. The
Principle of Meat Science. W.H. Freeman and Co. San Fransisco.
Anwar C, Irmayanti I dan Ambartiasari G. 2021. Pengaruh lama pengeringan
terhadap rendemen, kadar air dan organoleptic dendeng sayat daging ayam.
Jurnal Peternakan Sriwijaya. 10 (2): 29-38.
AOAC.1999. Official methods of analysis method 988.05. Gaithersburg, MD: AOAC
International
AOAC. 2005. “Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical
Chemist.” Official Methods of Analysis (18 Edn).
Arizona R., Suryanto, E., Erwanto, Y. 2011. Pengaruh konsentrasi asap cair
tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan fisisk
daging. Jurnal Buletin Peternakan. 35 (1) : 590
Badan Standarisasi Nasional. 2013. SNI 01- 2908-2013. Dendeng Sapi. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bintoro V.P. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Pp: 1-137. .
Boey M C N, Malelak G E M dan Sipahelut G M. pengaruh penggunaan perasan air
njeruk purut (Citrus Hystrix) terhadap kualitas dendeng sapi. Jurnal
Peternakan Lahan Kering. 1 (3): 483-489.
Bouton, P.E., P.V. Harris and W.R. Shorthose, 1975. Changes in Shear Parameter of
Meat AssosiatedWith Structural Changes Produced By Aging Cooking and
Myofibrilar Contraction. J. Food Sci. 40:1107.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton., 2009. Ilmu Pangan.
Terjemahan: Purnomo H. dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia
(UIPress) Jakarta
Choe, E and DB.Min. 2006.Mechanisms and factors for edible oil
oxidation.Comprehensive Reviews in Food Science and Food Savety.Vol 5,
Institute of Food Technologists.
Darwi Philips. 2013. Menukmati Gula tanpa Rasa Takut. Perpustakan Nasional: Sinar
Ilmu.
Fahrurozi.2011. Kajian Sifat Fisiko kimia Daging Sapi Terhadap Lama Penyimpanan.
Skripsi
Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington, 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan
Nutrisi dan Mikrobiologi, Edisi Kedua. Diterjemahkan dari buku The
Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition and

15
Microbiology oleh MurdijatiGardjito, dkk. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Hadju, R. 2006. Kajian Efek Waktu Blansir dan Lama Penyimpanan Pada Suhu
Rendah Terhadap Mutu Daging Sapi Yang Dikemas Vakum. Fakultas
Peternakan Universitas Sam Ratulangi, Manado. ISSN 0852-2626.Jurnal
Zootek, Vol22 : 21 – 28.
Handayani, B.R., Margana, C.C.E., Kartanegara, Hidayati, A., Werdiningsih, W.
2015. Kajian waktu perendaman “marination” terhadap mutu dendeng sapi
tradisional siap makan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 26(1):17-25.
Hardianto dan Yunianta. 2015. Pengaruh asap cair terhadap sifat kimia dan
organoleptic ikan tongkol (EuthynnusAffinis). Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 4: 79-82.
Hasnelly dan Rulianti, C, 2017.Kajian Karakteristik Dendeng Belut (Monopterus
albus) Giling.Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017.
Hasnudi. 2005. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan
domba sungei putih dan lokal sumatera yang menggunakan pakan limbah
kelapa sawit. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hendrawati, 2014.Efektifitas larutan bawang putih (Allium sativum L.) Dan
Ketumbar (Coriandrum sativum) Terhadap Daya Awet Tahu Lombok.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4 (1):79-87.
Herawati, H (2008). Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal Litbang,
27, 45.
Huda, M. 2013. Pengaruh madu terhadap pertumbuhan bakteri gram positif
(Staphylococusaureus) dan bakteri gram negatif (Eshericia coli). Jurnal
Analisis Kesehatan 2(2):250-259.
Husna, N.E., Asmawati, Suwarjana, G., 4014. Dendeng dengan variasi metode
pembuatan, jenis gula, dan metode pengeringan. Jurnal Teknologi dan
Industri Pertanian Indonesia 06(03).
Ina Y T, Widiyanto dan Bintoro V P. 2019. Sifat fisikokimia dendeng sapi yang
direndam dalam gula-kelapa dan madu. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 8
(1) : 13-16.
Jeffrey AE, Echazarreta CM. 1996. Medical uses honey. Rev Biomed 7: 43-49
Jose, M., Suares, A., Tulipani, S., Diaz, D., Estevez, y., Romandini,S., Battino, M.
2010. Antioxidant and antimicrobial capaty of several monofloral Cuban
honey and their Correlation with color, polyphenol content and other
chemical coumponds. Food abdchemical Toxicology.

16
Juniwati.,Miskiyah., Widaningrum. 2017. Aplikasi vinegar sebagai biopreservative
untuk menghemat pertumbuhan salmonella typhimurium pada daging ayam
segar. Jurnal Buletin Peternakan. 41(2)
Karina A. 2008. Pemanfaatan jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan teh hijau (Camellia
sinensis) dalam pembuatan selai rendah kalori dan sumber
antioksidan.Skripsi.Jurusan Gizi dan Sumberdaya Keluarga.Fak Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Komariah., Rahayu, S., Sartijo. 2009. Sifat Fisik daging sapi, kerbau dan domba pada
lama postmortem yang berbeda.Buleyin Peternakan.
Kristianingrum, Susila. 2009. Analisis Nutrisi Dalam Gula Kelapa. Kegiatan PPM
Teknologi Pembuatan Gula Aneka Rasa. Skripsi. Jurusan Pendidikan Kimia
Fakultas Teknologi Pertanian.IPB: Bogor
Kusnandar, F . 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Dian Rakyat. Jakarta.
Larreal V, Perez-Munuera I, Hernan KOI, Quiles A, Lluch MA. 2007. Chemical and
structural changes in lipids during the ripening of Teruel dry-cured ham.
Food Chem. 102:494-50
Lawrie, R.A. 2003. Meat Science.Fifth Edition.University of Nottingham.
Lukman D.W,. A.W. Sanjaya, M. Sudarwanto, RR. Soejoedono, T. Purnawarman, H.
Latif. 2007. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Mahemba, Marten L. 2014. Kandungan Air, Kandungan Protein dan sifat
Organoleptik Dendeng Ayam Kampung Jantan Tua yang diberi Berbagai
Jenis Gula. Jurnal Nukleus Peternakan. 1 (2) :135 -142.
Mahemba, Marten L. dkk. 2014. Kandungan Air, Kandungan Protein dan sifat
Organoleptik Dendeng Ayam Kampung Jantan Tua yang diberi Berbagai
Jenis Gula. Jurnal Nukleus Peternakan. Vol. 1. No. 2 :135 -142.
Mayasari I. 2002.Madu sebagai antioksidan alami untuk mencegah ketengikan daging
sapi masak selama penyimpanan pada suhu 4oC.Skripsi. Fakultas
Perternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Muthalib E K A, Malelak G E M dan Armadianto H. 2017. Pengaruh penggunaan
madu terhadap kadar air, protein, lemak, kolesterol dan oksidasi lemak
daging ayam broiler asap. Jurnal Nukleus Peternakan. 4 (2):130 – 137.
Prasetyo, H., M. Ch. Padaga dan M.E. Sawitri. 2013. Kajian kualitas fisiko kimia
daging sapi di pasar kota malang. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 8
(2): 1-8.

17
Purnomo, H., 1997.Stabilitas Protein Daging Kering dan Dendeng Selama
Penyimpanan. Skripsi. FP Unibraw Press. Malang
PursudarsonoF ,Rosyidi D, Sri WidatiA. 2015. Pengaruh perlakuan imbangan garam
dan gula terhadap kualitas dendeng paru-paru sapi. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Hasil Ternak. 10 (1): 35-45.
Puspitasari, I. 2007. Rahasia Sehat Madu. Jogjakarta: B-First. PT. Benteng Pustaka.
Putra, I.S., Mirdhayanti, D.i. 2009.Penggunaan madu lebah (Genus Apis) Sebagai
bahan pengawet alami daging sapi. Jurnal Peternakan. 6(1):
Ratna, S.S., Agustini, S., Wijaya, A., Pambayun, R. 2017. Profil mutu ikan lele
(Clarias gariepinus) asap yang diberi perlakuan gambir (Uncaria gambir
Roxb). Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 28(2):101-111.
Safura, I. A. Okarini, dan N. P. Sarini. 2021. Sifat fisikokimia dan organoleptikrarit
daging sapi yang menggunakan jenis gula yang berbeda. Jurnal Peternakan
Tropika. 10 (1): 102-119.
Saragih, B., Sari, D.N. Rahmadi, A. 2019. The effect of steaming duration on
nutrition composition, glycemic index and load of analog rice from natural
products East Kalimantan. International Journal of Recent Scientific
Research 10 (02F), 31072-31075,
Siregar, Charles J.P, 2008. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar–Dasar
Praktis, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Soeparno, 2009.Ilmu dan Teknologi Daging.Cetakan V. Gadjah Mada University
Perss.Yogyakarta.

Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, dan S. Triatmojo. 2011. Dasar Teknologi


Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta.
Soeparno.1994.Ilmu dan Teknologi Daging.Gadjah Mada University.Yokyakarta.
Soputan J. E. M. 2000. Perubahan Mutu Dendeng Sapi selama Penyimpanan pada
Suhu Kamar. Tesis PPs. Unsrat, Manado
Sudarisman, T. Dan A.R. Elvina. 1996. Petunjuk memilih produk ikan dan daging.
Cetakan I, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suharyanto, 2009.Aktivitas Air (Aw) dan Warna Dendeng Daging Giling Terkait
Cara Pencucian (Leaching) dan Jenis Daging yang Berbeda. Jurnal Sains
Peternakan Indonesia 4 (2): 113-120.

18
Suwiti, N. K., A. M. Dewi dan I. B. N. Swacita. 2016. Pengaruh perbedaan jenis otot
dan lama penyimpanan terhadap nilai nutrisi daging sapi bali. pISSN: 2085-
2495; eISSN: 2477-2712. Buletin Veteriner Udayana: 8 (2): 135-144.
Syarief, R. Dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan pangan.Arcan, jakarta.
Veerman, M., Setiyono.,Rusman. 2013. Pengaruh metode pengeringan dan
konsentrasi bumbu serta lama perendaman dalam larutan bumbu terhadap
kualitas fisik dan sensori dendeng. Jurnal Buletin Peternakan : 37 (1): 34-
40.
Winanrno F G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Gramedia. Jakarta.
Yanhendri. 2007. Penampilan Reproduksi Sapi Persilangan F1 dan F2 Simmental
Serta Hubungannya Dengan Kadar Hormon Estrogen dan Progesteron pada
Dataran Tinggi Sumatera Barat. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Zuhra, S. dan C. Erlina.2012. Pengaruh Kondisi Operasi Alat Pengering Semprot
Terhadap Kualitas Susu Bubuk Jagung. Jurnal Rekayasa Kimia dan
Lingkungan. 9 (1): 36-44.

19

You might also like