Professional Documents
Culture Documents
Artikel Riska Fix
Artikel Riska Fix
ABSTRAK
Latar Belakang: Pengobatan Tuberkulosis menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) memilik efek
hepatoksik yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati, salah satunya billirubin. Pemeriksaan billirubin
dapat menggunakan darah dan urine. Pemeriksaan billirubin secara kualitatif dan semi kuantitatif dalam
urine dengan reaksi diazo dengan metode dipstick atau carik celup banyak dipakai karena penggunaannya
cepat, lebih praktis, dan lebih sensitif. Tujuan: Untuk mengetahui adanya pengaruh variasi masa
pengobatan obat anti tuberkulosis (oat) terhadap billirubin dalam urine penderita tuberkulosis. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian Observasional Analitik. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 20
orang dalam masa pengobatan awal dan lanjutan. Sampel urin pada penderita tuberkulosis diperiksa kadar
billirubin urine menggunakan metode carik celup. Hasil: Kadar billirubin dalam urine secara kualitatif
pada pengobatan tahap awal yang memiliki nilai positif yaitu 5 dari 9 pasien tuberkulosis (56%) dengan
kadar positif 1 (+1) secara semi kuantitatif. Kadar billirubin dalam urine secara kualitatif pada pengobatan
tahap lanjutan yang memiliki nilai positif yaitu 1 dari 11 pasien tuberkulosis (9%) dengan kadar positif 1
(+1) secara semi kuantitatif. Hasil uji Chi Square billirubin dalam urine secara kualitatif dan semi
kuantitatif menunjukkan nilai p = 0,024 < α = 0,05. Kesimpulan: Variasi masa pengobatan obat anti
Kata Kunci : Billirubin Urin, Carik Celup, Obat Anti Tuberkulosis (OAT), Penderita Tuberkulosis
Pendahuluan
Tuberkulosis yang juga dikenal dengan pengobatan anti Tuberkulosis. (Nursidika et al.,
singkatan TBC adalah penyakit infeksi pada 2017)Salah satu efek samping pengobatan anti
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Tuberkulosis yaitu efek hepatoksik yang dapat
Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini mengakibatkan gangguan hati 2.
merupakan bakteri basil yang sangat kuat Pengobatan anti Tuberkulosis yang
sehingga memerlukan waktu lama untuk memiliki efek hepatotoksik adalah Isoniazid
mengobati Tuberkulosis (TBC). Bakteri ini lebih (INH), Pirazinamid (PZA), dan Rifampisin
sering menginfeksi organ paru-paru (90%) (Prihatni, dkk, 2012). Isoniazid dimetabolisme di
dibandingkan bagian lain tubuh manusia ini pun1
hati menghasilkan senyawa diasetilhidrazi.
cukup tinggi (Dikes Provinsi NTB, 2016). Pirazinamid dapat mengubah tahap enzim
Angka kematian selama pengobatan yang nikotinamid asetil dehidrogenase. Kedua
ditimbulkan akibat Tuberkulosis paru pada tahun senyawa obat ini dapat menghasilkan senyawa
2017 mengalami peningkatan dibandingkan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel
tahun 2016, yakni dari 8 per 100.000 penduduk hepatosit. Sedangkan Rifampisin dapat
tahun 2016 menjadi 9 per 100.000 penduduk mengganggu transportasi billirubin yang
tahun 2017. Oleh karena itu, program menyebabkan hiperbillirubinemia yang
penanggulangan Tuberkulosis sangat perlu untuk terkonjugasi kemudian merusak sel-sel hepatosit.
memperhatikan jumlah pasien dengan hasil Kerusakan sel-sel hepatosit mengakibatkan
pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default gangguan fungsi hati (Nursidika et al., 2017).
2
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional analitik yaitu suatu bentuk
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo,
2012). Sampel yang digunakan adalah sebagian pasien tuberkulosis yang sedang dalam masa pengobatan
OAT tahap awal dan tahap lanjutan dengan bahan pemeriksaan urine. Teknik pengambilan sampel dilakukan
Korespodensi: nama, alamat email, nomor hp, Jurnal Analis Medika Bio Sains, Volume X No. X,
FebruariX |
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
dengan cara Non-Random Accidental Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya 5. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh variasi masa pengobatan
tahap awal dan tahap lanjutan obat anti tuberkulosis (OAT) terhadap billirubin dalam urine dengan
menggunakan metode carik celup secara kualitatif dan semi kuantitatif. Hasil data billirubin urine secara
kualitatif dan semi kuantitatif di uji dengan non parametrik Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%
atau α = 0,05.
4 5 4 5 0
Hasil 0
(44%) (56%) (44%) (56%) (0%)
(0%)
Berdasarkan tabel 1. menunjukkan bahwa pada masa pengobatan tahap awal, kadar billirubin secara
kualitatif yang memiki nilai positif pada billirubin dalam urine yaitu sebanyak 5 sampel dari 9 sampel (56%)
dan nilai negatif pada billirubin dalam urine yaitu sebanyak 4 sampel dari 9 sampel (44%). Secara semi
kuantitatif 5 sampel dari 9 sampel (56%) yang memiki nilai positif secara kualitatif seluruhnya memiliki
kadar billirubin dalam urine positif 1 (+1) secara semi kuantatif.
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Billirubin Urine secara Kualitatif dan Semi Kuantitatif Pada Penderita
Tuberkulosis dalam Masa Pengobatan Tahap Lanjutan
10 1 10 1 0
Hasil 0
(91%) (9%) (44%) (56%) (0%)
(0%)
Berdasarkan tabel 2. menunjukkan bahwa pada masa pengobatan tahap lanjutan, kadar billirubin secara
kualitatif yang memiki nilai positif pada billirubin dalam urine yaitu sebanyak 1 sampel dari 11 sampel (9%)
dan nilai negatif pada billirubin dalam urine yaitu sebanyak 10 sampel dari 11 sampel (91%). Secara semi
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
kuantitatif 1 sampel dari 11 sampel (9%) yang memiki nilai positif secara kualitatif seluruhnya memiliki
kadar billirubin dalam urine positif 1 (+1) secara semi kuantatif.
Pembahasan
Berdasarkan masa pengobatan, sebagian Bilirubinuria ditemukan lebih banyak
besar pasien yang mengalami bilirubinuria pada pasien pengobatan pada tahap awal
berdasarkan hasil pemeriksaan billirubin urine (intensif) yaitu bulan I dan II karena
metode carik celup secara kualitatif adalah pengobatan pertama atau tahap awal selama 2
pasien pengobatan pengobatan pada tahap awal bulan harus dievaluasi karena pada fase
(intensif), yaitu sebanyak 5 dari 9 pasien (56%) pertama Obat anti Tuberkulosis yang
dengan jumlah kadar kecil (small) yaitu positif dikomsumsi yaitu 4 obat sekaligus oleh
1 (+1) sedangkan pada tahap lanjutan, yaitu penderita tuberkulosis dan diminum setiap hari
sebanyak 1 dari 11 pasien (9%) yang dapat selama 2 bulan 2. Selain itu 4 obat pada tahap
dilihat dari pengukuran kadar billirubin urine awal (intensif) terdiri dari Isoniazid,
dengan metode carik celup secara semi Rifampisin, Pyrazinamide, dan Ethambutol
kuantitatif. dimana ketiga OAT yaitu isoniazid, rifampisin,
Hal ini sejalan dengan penelitian dan pirazinamid merupakan obat yang dapat
Nursidika,dkk. yang menemukan bahwa pasien menyebabkan hepatotoksisitas yang dapat
mengalami hepatitis imbas OAT pada 2 bulan menyebabkan kerusakan hati.
pertama terapi dengan proporsi terbesar terjadi Pada keadaan hepatotoksik terdapat
pada bulan pertama yaitu pada lama kerusakan sel hati yang akan menyebabkan
pengobatan ≤ 2 bulan terdapat sebanyak 4 terjadinya mikro-obstruksi di hepar. Obstruksi
orang (36,36%) memiliki aktivitas enzim akan menyebabkan berkurangnya bilirubin
SGOT normal dan sebanyak 7 orang (63,63%) yang diekskresikan ke dalam usus sehingga
tidak terlalu signifikan pada penelitian ini tidak dalam hepar akan masuk kembali ke dalam
terlalu berbeda dengan penelitian Widya dkk darah karena pengosongan langsung ke saluran
yang menemukan hanya 10 dari 59 pasien limfe yang meninggalkan hepar serta pecahnya
(16,7%) yang mengalami hepatotoksik akibat kanalikuli biliaris yang terbendung. Bilirubin
terapi OAT berdasarkan nilai SGOT dan hanya terkonjugasi dalam darah kemudian akan
7 dari 62 pasien (11,3%) yang mengalami dieksresikan ginjal ke dalam urin. Pada urin
Korespodensi: nama, alamat email, nomor hp, Jurnal Analis Medika Bio Sains, Volume X No. X,
FebruariX |
ISSN: 2656-2456 (Online)
ISSN: 2356-4075 (Print)
Kadar bilirubin urin akan meningkat terhadap kadar billirubin dalam urine penderita
jika terjadi efek samping hepatotoksik yang tuberkulosis secara kualitatif maupun semi
akan menyebabkan hepatitis imbas obat. kuantitatif.
Adanya bilirubin di urin selalu mendahului Hal ini menunjukkan bahwa sebelum
tanda-tanda lain dari kelainan fungsi hepar, pemberian pengobatan obat anti tuberkulosis
seperti jaundice. (OAT) pada tahap awal maupun tahap lanjutan
Hasil analisis secara statistik perlu di lakukan adanya evaluasi terhadap
menggunakan uji non-parametrik Chi-Square fungsi hati penderita tuberkulosis untuk
Test dengan bantuan komputer program SPSS melihat efek hepatoksik yang di akibatkan oleh
pada tingkat kepercayaan 95 % menunjukkan obat anti tuberkulosis (OAT) sehingga dapat
adanya pengaruh yang signifikan/ bermakna dilakukan upaya pencegahan hepatotoksik.
variasi masa pengobatan obat anti tuberkulosis
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa variasi masa pengobatan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) berpengaruh terhadap billirubin dalam urine penderita tuberkulosis.
Daftar Pustaka
1. Dikes NTB. Penyakit Menular Langsung. Profil kesehatan Provinsi NTB Tahun 2016 (Dikes NTB,
2016).
2. Nursidika, P., Furqon, A., Hanifah, F. & Anggarini, D. R. Gambaran Abnormalitas Organ Hati dan
Ginjal Pasien Tuberkulosis yang Mendapatkan Pengobatan. J. Kesehat. Kartika 12, (2017).
3. Azma, R. Perbedaan Kadar Bilirubin Total dengan Menggunakan Sampel Serum, Plasma EDTA dan
Plasma H eparin. III, (2016).
4. Tristyanto, N. Pola Hubungan antara Kadar Billirubin Serum dengan Bilirubinuria. Nugroho Pola
Hub 3, (2015).
5. Notoadmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. (PT Rineka Cipta, 2012).
6. Adriani, W., Fauzi, Z. A. & Rahayu, W. Gambaran Nilai SGOT dan SGPT Pasien Tuberkulosis Paru
yang Dirawat Inap di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Tahun 2013. J. Appl. Microbiol. 2,
(2015).
7. Prof, R., Manado, R. D. K. & Wowor, M. F. Gambaran bilirubin dan urobilinogen urin pada pasien
tuberkulosis paru. 4, 0–5 (2016).