39-Article Text-186-1-10-20220123

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

POTENSI EKSPOR OLAHAN KAKAO INDONESIA DI PASAR

INTERNASIONAL MELALUI ASPEK DAYA DUKUNG,


ASPEK PEMASARAN DAN ASPEK KEBIJAKAN

Export Potention Of Cocoa Indonesia In International Market


Through Supporting Aspects, Marketing Aspects And Policy Aspects
Mawar Melania 1*, Ernawati HD 1, Mirawati Yanita 1
1
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi, Jl. Jambi-Muara Bulian Km 15
Mendalo Darat, Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 36122, Indonesia

ABSTRACT. The purpose of this research is to know export potention of cocoa products Indonesian in the
international market through supporting aspects, marketing aspects and policy aspects. The data needed are the
export volume, value and price of cocoa products (cocoa paste, cocoa butter, cocoa powder and chocolate). Data
obtained from the official website of 1) Food and Agriculture Organization, 2) United Nation Commodity Trade, 3)
Trade Map-International Trade Statistic, 4) World Bank, 5) The Central Bureau of Statistics and 6) The Directorate
General of Plantation. This research used descriptive analysis to examine export potention, RCA and ISP to analize
the competitiveness of cocoa products and trend method to forecast analysis. The result showed that Indonesian have
potention to export cocoa products through from some aspect : 1) resources aspect are increased area harvested of
8,56 percent and the production of cocoa beans is 5,6 percent per year; 2) marketing aspect, Indonesia have the main
target market is United States America. This country is a developed countries with high population growth and GDP
per capita, so that will impact on the consumers; 3) policy aspect, Indonesian has implemented a policy of export tax
cocoa beans to encourage the cocoa industries.

Keywords: Cocoa, Export, Marketing aspects; Policy aspects, Supporting aspects.

ABSTRAK. Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi ekspor olahan kakao Indonesia di pasar internasional
melalui aspek daya dukung, aspek pemasaran dan aspek kebijakan. Data yang diperlukan yaitu volume, nilai dan
harga ekspor olahan kakao yang berupa pasta kakao, lemak kakao, bubuk kakao dan cokelat. Data yang diperoleh
dari website resmi: 1) Food and Agriculture Organization, 2) United Nation Commodity Trade, 3) Trade Map-
International Trade Statistic, 4) World Bank, 5) Badan Pusat Statistik dan 6) Dirjenbun. Penelitian menggunakan
metode analisis deskriptif untuk mengkaji potensi ekspor, metode RCA dan ISP untuk analisis daya saing dan
metode trend untuk analisis peramalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi mengekspor
olahan kakao dengan adanya: 1) aspek daya dukung yaitu luas areal yang mengalami peningkatan sebesar 8,56%
dan produksi biji kakao sebesar 5,6% per tahun; 2) aspek pemasaran, Indonesia memiliki target pasar utama yaitu
Amerika Serikat yang merupakan negara maju dengan pertumbuhan penduduk dan PDB per kapita yang tinggi
sehingga akan berdampak pada daya beli konsumen; 3) aspek kebijakan, Indonesia telah menerapkan kebijakan bea
keluar biji kakao untuk mendorong industri hilir kakao.

Kata Kunci: Aspek Daya Dukung, Aspek Pemasaran, Aspek Kebijakan, Ekspor, Kakao

LATAR BELAKANG
Perdagangan merupakan kegiatan ekonomi dimana terjadi proses tukar menukar dan jual-beli
suatu produk atau barang dalam antar kawasan, antar regional dan antar negara. Perdagangan
internasional yang umumnya dilakukan mencakup kegiatan ekspor dan impor. Menurut Sukirno (2013),
tiada satu negara pun di dunia yang tidak melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan
dalam perdagangan internasional adalah kegiatam ekspor/impor.
Subsektor perkebunan merupakan pilar utama dalam kegiatan ekspor, sehingga perkebunan
termasuk dalam subsektor yang memiliki potensi dalam menyumbangkan kontribusi terbesar di
perdagangan internasional. Subsektor perkebunan memiliki beberapa komoditas yang menjadi unggulan
dan berpotensi dalam meningkatkan devisa negara, salah satunya adalah komoditas kakao.
Indonesia merupakan salah satu negara dari Benua Asia yang mampu menduduki pasar kakao dunia baik
biji kakao maupun olahan kakao. Beberapa negara yang menjadi eksportir kakao baik biji maupun olahan
kakao di dunia dapat dilihat pada Tabel 1.
Jurnal AGRIPITA Vol. 4, No.1 Mei 2020, hlm. 1-9 ....................................... ISSN: 2580-0612 / EISSN: 27213552

Tabel 1. Negara Eksportir Kakao di Dunia Menurut Nilai Ekspor Tahun 2011-2015 (ITS, 2017)

Nilai Ekspor (000USD)


Negara
2011 2012 2013 2014 2015
1 Jerman 5.079.715 4.816.921 5.317.467 6.095.639 5.567.962
2 Belanda 5.017.859 4.461.623 4.718.465 5.570.520 5.032.424
3 Pantai Gading 4.158.530 3.377.002 3.121.252 4.627.479 5.129.729
4 Belgia 2.980.745 2.926.584 3.332.056 3.466.369 3.346.566
5 Perancis 2.357.444 2.235.755 2.297.553 2.404.016 2.176.579
6 USA 1.592.860 1.717.001 1.870.355 2.117.070 1.949.866
7 Ghana 2.294.370 2.036.893 1.457.581
8 Italia 1.558.824 1.672.138 1.674.297 1.791.561 1.641.445
9 Polandia 1.169.958 1.175.541 1.498.167 1.494.751 1.554.760
10 Kanada 1.009.901 1.059.013 1.122.188 1.240.651 1.401.332
11 Malaysia 1.377.751 1.194.448 1.149.667 1.465.663 1.290.917
12 Indonesia 1.345.278 1.053.447 1.151.481 1.244.530 1.307.771
Dunia 43.461.511 43.775.570 43.777.545 49.631.030 47.455.125

Tabel 1 menunjukkan beberapa negara eksportir kakao di dunia baik biji kering (cocoa beans)
maupun berbagai turunannya selama periode 2011-2015. Indonesia yang merupakan salah satu negara
dari Benua Asia menduduki peringkat ke-12 dalam ekspor kakao di dunia dan memiliki pesaing dari
benuanya sendiri yaitu Malaysia. Nilai ekspor kakao negara Indonesia sendiri selama 5 tahun terakhir
cenderung mengalami peningkatan.
Berkembangnya perdagangan bebas antar negara memberikan peluang ekspor yang lebih luas
lagi, termasuk di dalamnya ekspor olahan kakao di pasar dunia. Peluang tersebut didukung dengan
semakin modern teknologi yang digunakan dalam perindustrian terutama industri hilir yang mengolah
produk primer menjadi produk jadi. Pemerintah negara Indonesia pun telah mengeluarkan serangkaian
kebijakan produksi dan perdagangan untuk biji kakao serta turunannya. Tiga negara eksportir kakao
dikawasan Asia diantaranya adalah Malaysia, Indonesia dan Singapura. Hal tersebut dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Tiga Negara Eksportir Kakao di Asia Tahun 2011-2015 (International Statistic, 2017)
Rata-Rata Nilai Ekspor Rata-Rata Volume Ekspor
No Negara
(US$)* (Ton)*
1 Malaysia 1.295.689.200 356.032,2
2 Indonesia 1.220.501.400 380.229,4
3 Singapura 745.764.800 191.787

Tabel 2 memperlihatkan bahwa di kawasan Asia, Indonesia merupakan negara eksportir dengan
volume eskpor tertinggi selama periode 2011-2015 dengan menyuplai kakao rata-rata sebesar 380.229,4
Ton. Tingginya tingkat volume ekspor kakao tidak sejalan dengan tingginya nilai ekspor dan akan
berdampak pada harga kakao. Hal tersebut disebabkan oleh nilai tukar mata uang Rupiah yang rendah
dibandingkan mata uang Ringgit.
Negara Malaysia yang memiliki rata-rata nilai ekspor tertinggi merupakan salah satu negara yang
melakukan impor biji kakao, hal ini berarti ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan kakao di
Malaysia bergantung pada ketersediaan biji kakao di dunia. Namun, Malaysia mampu mengolah biji
kakao tersebut menjadi olahan dengan nilai jual yang lebih tinggi sehingga dapat bersaing di pasar kakao
dunia.
Sebagai salah satu negara produsen biji kakao terbesar dunia, sebagian produksi biji kakao
diekspor ke luar negeri. Sejalan dengan tujuan pengembangan kakao nasional yakni sebagai komoditas
ekspor unggulan baik biji maupun olahan, maka pemerintah mulai mengembangkan industri hilir kakao.
Pemerintah menetapkan bea keluar bagi biji kakao hingga 15 persen melalui Peraturan Menteri Keuangan
No 67/PMK.011/2010 yang diberlakukan sejak April 2010. Peraturan ini bertujuan menumbuhkan
industri pengolahan kakao di dalam negeri yang akan meningkatkan ekspor olahan kakao yang berdaya

2
Potensi Ekspor Olahan Kakao Indonesia ………………………………………………………….(Mawar Melania)

saing. Sebagai dampaknya, ekspor kakao Indonesia mulai bergeser dari biji kakao ke olahan kakao
(Tresliyana et al., 2015).
Hasil dari komoditas kakao berupa biji kakao dapat diolah lagi menjadi produk sekunder seperti
pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Secara umum, tahap pengolahan biji kakao menjadi
produk olahan menjadi beberapa tahapan, antara lain pengggilingan biji kakao untuk memproses biji
kakao menjadi pasta. Pasta diolah melalui proses pengempaan dimana proses memisahkan lemak dan
ampas (bungkil). Lemak cokelat selanjutnya diproses menjadi makanan cokelat, sedangkan ampas
(bungkil) sisa proses pengempaan dapat diproses menjadi bubuk cokelat (Andini et al., 2016).
Ekspor olahan kakao Indonesia berupa lemak cokelat (cocoa butter), pasta cokelat (cocoa paste),
bubuk cokelat (cocoa powder), cokelat dan makanan yang mengandung cokelat, serta kulit ari cokelat
(cocoa shell). Tahun 2011 setelah penetapan kebijakan tersebut volume ekspor biji kakao mengalami
penurunan, akan tetapi volume ekspor olahan kakao mengalami peningkatan selama periode 2011-2015,
seperti yang tercantum pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan perkembangan volume ekspor olahan kakao Indonesia selama periode
2010-2015. Kontribusi ekspor terbesar setiap tahun dari olahan kakao Indonesia yaitu lemak cokelat
(cocoa butter). Lemak cokelat (cocoa butter) mengalami peningkatan volume ekspor sama seperti pasta
cokelat (cocoa paste) yang berada pada urutan kedua dan bubuk cokelat (cocoa powder) yang berada
pada urutan ketiga dalam kontribusi ekspor olahan kakao selama periode 2010-2015. Olahan kakao
selanjutnya yang memberikan kontribusi dalam ekspor yaitu cokelat dan makanan yang mengandung
cokelat (chocolate) dengan perkembangan tren yang menurun selama tahun 2013-2015. Olahan kakao
dengan kontribusi ekspor terendah yaitu kulit ari cokelat (cocoa shells) dikarenakan kulit ari cokelat
hanya digunakan sebagai pupuk dan pakan ternak alternatif.

Gambar 1. Perkembangan Volume Ekspor Olahan Kakao Indonesia Tahun 2010-2015 (ITS, 2017)

Suatu negara yang didukung dengan potensi alam dalam pengadaan produksi ataupun bahan baku
yang diperlukan untuk proses industri hilir tidak menjamin bahwa negara tersebut akan unggul produknya
di pasar dunia, begitu pula sebaliknya. Malaysia merupakan salah satu negara dari Benua Asia yang
menjadi pesaing Indonesia dimana bukan negara utama produsen maupun eksportir biji kakao, namun
mampu menjajal kemampuan negaranya dalam pasar kakao dunia terkhusus untuk olahan kakao. Kondisi
dan potensi alam yang kurang strategis untuk budidaya tanaman kakao tidak membuat negara Malaysia
yang minim akan bahan baku kakao tertinggal ekspor olahan kakaonya dibandingkan Indonesia.
Adanya peningkatan kompetisi antara kedua negara tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa
olahan kakao Indonesia mampu bersaing di pasar kakao dunia. Kondisi iklim dan geografis, luas areal,
produksi dan produktivitas biji kakao seharusnya mendorong kemampuan dan peluang olahan kakao
Indonesia. Begitu pula sebaliknya dengan negara Malaysia yang mampu menjajal kemampuan negaranya
di pasar kakao dunia meskipun kurang berpotensi dalam produksi bahan baku. Berdasarkan uraian
tersebut, maka penulis menganggap penting untuk dilakukan penelitian tentang “Potensi Ekspor Olahan

3
Jurnal AGRIPITA Vol. 4, No.1 Mei 2020, hlm. 1-9 ....................................... ISSN: 2580-0612 / EISSN: 27213552

Kakao Indonesia Di Pasar Internasional Melalui Aspek Daya Dukung, Aspek Pemasaran Dan Aspek
Kebijakan”.

METODE
Penelitian hanya dilakukan terhadap negara Indonesia dan Malaysia sebagai negara pembanding.
Komoditas kakao yang diteliti adalah olahan kakao yang termasuk dalam kategori Harmonized System
(HS) 4 digit coding yaitu kode HS 1803 (pasta kakao), HS 1804 (lemak kakao), HS 1805 (bubuk kakao)
dan HS 1806 (cokelat dan makanan lainnya yang mengandung kakao). Kode HS merupakan katalog
klasifikasi komoditas yang secara luas digunakan di dunia. Metode analisis yang dipakai untuk mengkaji
potensi ekspor olahan kakao yaitu analisis deskriptif dari aspek daya dukung, aspek pemasaran dan aspek
kebijakan.
Data diperoleh dari library research yaitu penelitian melalui kepustakaan. Data dalam bentuk time
series tahunan, yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu dalam tahunan yang memberikan
gambaran tentang perkembangan suatu kegiatan selama periode yang diamati. Data yang diperoleh
bersumber dari pihak lain ataupun literatur, laporan penelitian, perpustakaan, instansi terkait, internet
dengan situs yang berkaitan dengan penelitian ini seperti Food Agriculture Organization (FAO), Pusat
Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin Pertanian) United Nations Commodity Trade (UNCOMTRADE)
dan Trade Map-International Trade Statistics. Adapun instansi yang terkait dengan penelitian ini yaitu,
Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan (Dirjenbun) dan Kementerian Pertanian.
Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Software Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Ekspor Olahan Kakao Indonesia


Aspek Daya Dukung
Kakao termasuk salah satu komoditas pertanian yang banyak diperdagangkan dunia dan populer
bagi setiap kalangan dipenjuru dunia. Di tingkat dunia, Indonesia merupakan negara produsen dan
eksportir biji kakao terbesar menempati posisi ketiga sebagai negara produsen dan eksportir biji kakao di
dunia. Secara umum menurut status pengusahaannya, kakao Indonesia diproduksi oleh tiga jenis
perkebunan yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar
Swasta (PBS). Sentra produksi kakao terdapat di Pulau Sulawesi, provinsi yang menjadi sentra produksi
utama yaitu Sulawesi Tengah dengan kontribusi sebesar 19,37 persen atau dengan rata-rata produksi
sebesar 131.225 ton selama lima tahun terakhir dari tahun 2013-2017 (Direktorat Jenderal Perkebunan,
2016).

Gambar 2. Grafik Perkembangan Luas Areal Kakao Indonesia dan Malaysia Tahun 1996-2017
(FAO, 2017)

Pengusahaan budidaya kakao di Indonesia tersebar luas di beberapa provinsi, namun kini berada
dalam kondisi yang menurun. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2016), luas areal perkebunan
kakao di Indonesia sejak tahun 1996-2011 mengalami peningkatan, namun pada tahun 2012-2016 luas
areal perkebunan kakao mengalami penurunan. Berbeda halnya dengan negara Malaysia, luas areal
4
Potensi Ekspor Olahan Kakao Indonesia ………………………………………………………….(Mawar Melania)

perkebunan kakao cenderung mengalami penurunan selama 21 tahun silam. Sejak tahun 1996-2009 luas
areal perkebunan kakao Malaysia terus mengalami penurunan yang signifikan, di tahun 2010 mengalami
peningkatan sebesar 11,28 persen dari tahun sebelumnya, peningkatan tersebut hanya sampai tahun 2011.
Tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 43,65 persen dari tahun sebelumnya, tiga tahun berikutnya
mengalami peningkatan dan di tahun 2016 kembali terjadi penurunan (Gambar 2).
Gambar 2 memaparkan perbandingan perkembangan luas areal kakao antara negara Indonesia dan
Malaysia selama periode 1996-2016. Perkembangan luas areal kakao Indonesia menurut FAO
menunjukkan peningkatan, namun berbeda halnya dengan Malaysia. Berdasarkan tabel tersebut dapat
dilihat perbandingan rata-rata pertumbuhan kedua negara. Luas areal kakao Indonesia rata-rata per
tahunnya mengalami peningkatan sebesar 8,56 persen, sedangkan kondisi luas areal kakao Malaysia
berlawanan dengan Indonesia dimana rata-rata per tahunnya mengalami penurunan sebesar 8,96 persen.
Tahun 1996 luas areal perkebunan kakao Indonesia hanya 398.655 Ha, dan dalam kurun waktu 16 tahun
setelahnya luas areal perkebunan mengalami peningkatan hingga lebih dari 300 persen.
Peningkatan luas lahan kakao di Indonesia selain disebabkan oleh peningkatan jumlah permintaan
biji kakao di pasar dunia juga disebabkan oleh program yang dilaksanakan pemerintah pada tahun 2009-
2011 terkait dengan perkembangan perkebunan kakao yaitu Gerakan Nasional Kakao (Gernas Kakao).
Gernas Kakao terdiri dari beberapa program kerja diantaranya rehabilitasi 235.000 Ha lahan kakao,
peremajaan perkebunan kakao seluas 70.000 Ha, intensifikasi terhadap lahan seluas 145.000 Ha dan
pengendalian hama pada 450.000 Ha lahan kakao (Departemen Perindustrian, 2012). Penyusutan luas
areal kakao yang terjadi dibeberapa tahun berikutnya kemungkinan disebabkan kebun yang dikonversi
menjadi areal tanaman lainnya seperti karet, kelapa sawit, jagung, cengkeh dan lain sebagainya. Konversi
perkebunan kakao menjadi areal tanaman lainnya dikarenakan produksi yang tidak sejalan dengan
perkembangan luas lahan dimana terjadi penurunan produksi yang disebabkan kurangnya penanganan
untuk serangan hama dan penyakit.
Sejalan dengan pola perkembangan luas areal perkebunan kakao, produksi biji kakao Indonesia kini
juga mengalami pola perkembangan, namun beberapa tahun terakhir mengalami fluktuasi yang cenderung
menurun. Sedangkan produksi biji kakao Malaysia terus mengalami penurunan dari tahun 1996 hingga
2016 sesuai dengan perkembangan luas areal yang juga terus menyusut. Produksi kakao Indonesia
mengalami peningkatan di tahun 1999-2010 dan pada tahun 2011-2016 produksi kakao mengalami
penurunan. Produksi kakao tertinggi yaitu sebesar 837.918 ton dicapai pada tahun 2010. Perkembangan
produksi biji kakao Indonesia dan Malaysia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Perkembangan Produksi Biji Kakao Indonesia dan Malaysia Tahun 1996-2017

Gambar 3 menjabarkan mengenai produksi biji kakao Indonesia dan Malaysia sejak tahun 1996-
2016. Produksi Indonesia tertinggi selama rentang waktu tersebut terjadi pada tahun 2010 dengan
produksi sebesar 844.626 ton dan menjadi produksi paling maksimal. Meningkatnya produksi tentu
disebabkan karena adanya daya dukung dari aspek areal perkebunan kakao yang meningkat pula dari
tahun sebelumnya yaitu 1.587.136 Ha pada tahun 2009 menjadi 1.651.539 Ha pada tahun 2010. Setelah
tahun 2010, luas areal perkebunan kakao terus meningkat hingga pada tahun 2012 namun hal tersebut
berbanding terbalik dengan produksi biji kakao dimana setelah tahun 2010 mengalami penurunan.
Menurut Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), penurunan produksi yang terjadi pada tahun 2011

5
Jurnal AGRIPITA Vol. 4, No.1 Mei 2020, hlm. 1-9 ....................................... ISSN: 2580-0612 / EISSN: 27213552

meskipun luas lahan meningkat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani dalam menangani
permasalahan yang terjadi pada pohon kakao akibat dampak tingginya curah hujan pada awal tahun 2011
seperti serangan jamur, penyakit dan pembusukan buah.
Laju pertumbuhan produksi biji kakao Indonesia rata-rata mencapai 5,6 persen per tahun,
sedangkan rata-rata laju pertumbuhan produksi biji kakao Malaysia bernilai negatif yang berarti produksi
negara Malaysia cenderung mengalami penyusutan yang mana sebesar 15,77 persen per tahunnya.
Penurunan luas areal dan produksi biji kakao yang terjadi pada negara Malaysia, tidak membuat negara
Malaysia berhenti mengekspor olahan kakao ke pasar internasional, yang ada sekarang Malaysia mampu
menjadi negara pengolah biji kakao terkenal. Agar mampu memenuhi kebutuhan biji kakao untuk proses
pengolahan negara Malaysia mengimpor biji kakao sebagian besar berasal dari Pantai Gading, Ghana dan
selebihnya dari Indonesia.

Aspek Pemasaran
Olahan kakao Indonesia memiliki target pasar hingga ke pasar kakao dunia, ada beberapa negara
tujuan utama olahan kakao Indonesia diantaranya yaitu Amerika Serikat, Malaysia, dan China. Selama
tahun 1996 sampai dengan tahun 2017, Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor kakao
olahan Indonesia dengan volume ekspor tertinggi, yaitu mencapai rata-rata 56 ribu ton per tahun. Hal ini
bisa dilihat pada Gambar 13. Terlihat bahwa volume ekspor kakao olahan Indonesia ke Amerika Serikat
hampir selalu menjadi yang tertinggi selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2017. Volume ekspor
olahan kakao Indonesia ke Amerika Serikat berfluktuasi selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.
Setelah tahun 2010, ekspor olahan kakao Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar
17% setiap tahun. Ekspor olahan kakao Indonesia ke Amerika Serikat yang awalnya hanya berkisar 24
ribu ton pada tahun 2010, meningkat menjadi 43 ribu ton pada tahun 2014. Grafik volume ekspor olahan
kakao Indonesia tahun 1996-2017 ke negara tujuan utama ekspor dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Volume Ekspor Olahan Kakao Indonesia ke Tiga Negara Tujuan Utama Tahun 1996-2017
(UNCOMTRADE, 2018)

Secara umum jika dilihat dari Gambar 4, ekspor olahan kakao Indonesia mengalami peningkatan
setelah tahun 2010. Hal ini berkaitan dengan kebijakan bea keluar biji kakao yang dikeluarkan
pemerintah, sehingga ekspor olahan kakao Indonesia memiliki kecendrungan meningkat setelah tahun
2010. Kebijakan bea keluar berhasil menghambat ekspor biji kakao, sehingga industri pengolahan kakao
dalam negeri berhasil berkembang. Hal inilah yang mengakibatkan ekspor olahan kakao meningkat
setelah diberlakukannya kebijakan tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor olahan kakao Indonesia ke beberapa negara
tujuan utama yaitu pengaruh jumlah penduduk dan PDB per kapita dari negara tujuan utama tersebut.
Dalam pembahasan ini hanya akan dibahas satu negara tujuan utama yaitu Amerika Serikat sebagai
negara yang menjadi target pasar utama Indonesia. Menurut Lipsey et al. (1995), jumlah penduduk
memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan banyaknya komoditi yang diminta. Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya jumlah penduduk suatu negara akan meningkatkan jumlah komoditi yang dibeli
pada setiap tingkar harga. Sedangkan menurut Salvatore (2013), meningkatnya jumlah penduduk akan
meningkatkan konsumsi domestik suatu negara, yang berarti meningkatkan banyaknya permintaan

6
Potensi Ekspor Olahan Kakao Indonesia ………………………………………………………….(Mawar Melania)

domestik negara tersebut akan suatu komoditi. Tren perkembangan jumlah penduduk Amerika Serikat
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jumlah Penduduk Amerika Serikat Tahun 1996-2017


(Bank Dunia, 2018)

Gambar 5 menunjukkan bahwa selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2017, jumlah penduduk
Amerika Serikat mengalami peningkatan dari tahun ke tahunnya dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 0,9 persen per tahun. Grafik diatas menunjukkan jumlah penduduk Amerika Serikat selama kurun
waktu 22 tahun mengalami tren yang bernilai positif. Hal ini menjelaskan bahwa setiap peningkatan pada
jumlah penduduk di Amerika Serikat sebesar 1 persen (ceteris paribus) akan meningkatkan volume
ekspor ke negara tersebut sebesar 1 persen. Pengaruh positif jumlah penduduk negara tujuan ekspor
terhadap volume ekspor sesuai dengan pernyataan Lipsey et al. (1995), yang menyatakan jumlah
penduduk memiliki hubungan searah dengan banyaknya barang yang diminta. Meningkatnya jumlah
penduduk menyebabkan demand curve bergeser kearah kanan atas, yang berarti meningkatnya jumlah
penduduk akan meningkatkan banyaknya barang yang dibeli konsumen pada tiap tingkat harga.
PDB per kapita dapat mengukur kemampuan suatu negara untuk melakukan pembelian barang
dan jasa. Ketika PDB per kapita penduduk suatu negara meningkat, maka daya beli negara tersebut akan
meningkat dan pada saat yang bersamaan permintaan penduduk di negara tersebut atas sebuah komoditas
impor pun meningkat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya ekspor suatu komoditas dari negara
mitra dagangnya (Mankiw, 2006). Perkembangan PDB per kapita negara Amerika Serikat dapat dilihat
pada Gambar 6.

Gambar 6. PDB per Kapita Amerika Serikat Tahun 1996-2017


(Bank Dunia, 2018)

Gambar 6 menunjukkan bahwa selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2017, PDB per kapita
warga negara Amerika Serikat megalami peningkatan dari tahun ke tahunnya. Rata-rata laju pertumbuhan
PDB per kapita Amerika Serikat sebesar 3,3 persen per tahun. Grafik PDB diatas sama halnya dengan
tren pada jumlah penduduk warga negara Amerika Serikat yang mana tren cenderung positif. Hal tersebut
berarti bahwa setiap peningkatan yang terjadi pada PDB per kapita sebesar 1 persen akan meningkatkan
volume ekspor olahan kakao Indonesia ke negara tujuan sebesar 1 persen. Kondisi ini sesuai dengan teori

7
Jurnal AGRIPITA Vol. 4, No.1 Mei 2020, hlm. 1-9 ....................................... ISSN: 2580-0612 / EISSN: 27213552

permintaan yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan per kapita konsumen akan meningkatkan
permintaan terhadap komoditas yang diperdagangkan.

Aspek Kebijakan
Industri merupakan salah satu komponen penting dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu,
Kementerian Perindustrian terus melakukan berbagai upaya strategis untuk meningkatkan daya saing
industri nasional sebagai katalis utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Hilirisasi industri
merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan industri yang ada di dalam negeri.
Hilirisasi industri bertujuan untuk menghasilkan nilai tambah, memperkuat struktur industri, serta
menyediakan lapangan kerja dan peluang usaha di dalam negeri. Hilirisasi yang dicanangkan oleh
pemerintah terdiri dari tiga jenis yaitu: hilirisasi industri berbasis sumber daya alam, hilirisasi industri
berbasis agro dan hilirisasi industri berbasis migas.
Komoditas yang akan dikembangkan pada program hilirisasi industri berbasis agro antara lain
industri hilir kelapa sawit seperti minyak goreng, biodiesel dan oleokimia. Selain itu juga terdapat industri
hilir kakao seperti cake, paste, butter dan powder. Juga terdapat industri karet seperti ban, vulkanisir ban,
sarung tangan karet, mechanical rubber goods dan alas kaki. Program pengembangan industri hilir
berbasis agro salah satunya ditetapkan pada komoditas kakao. Program tersebut antara lain terdiri dari
fasilitas pengembangan klaster industri kakao, promosi investasi industri hilir berbasis agro di dalam
maupun luar negeri, serta mengefektifkan tax holiday dan tax allowance untuk mendorong investasi
industri.
Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 tentang penetapan barang ekspor
yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar, menyebutkan ekspor biji kakao yang dikenakan tarif bea
keluar mulai akan diberlakukan pada April 2010. Menurut aturan tersebut, semakin tinggi harga kakao
maka semakin tinggi bea keluar yang harus dibayar oleh eksportir. Jika harga rata-rata kakao di bawah
US$ 2.000/ton maka tarif bea keluarnya adalah 0 persen. Namun jika harga rata-rata kakao senilai US$
2.000 – US$ 2.750/ton maka bea keluarnya sebesar 5 persen. Jika harga rata-rata kakao senilai US$ 2.750
– US$ 3.500/ton maka bea keluarnya sebesar 10 persen dan bila harga diatas US$ 3.500 maka bea keluar
yang dikenakan adalah 15 persen. Alasan penetapan bea keluar ini adalah untuk memancing pertumbuhan
industri hilir kakao di dalam negeri yang sulit berkembang. Berlakunya kebijakan ini, pemerintah
berharap ekspor kakao akan lebih banyak dalam bentuk olahan sehingga Indonesia tidak hanya menjadi
eksportir bahan baku. Pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao diarahkan untuk menghasilkan
olahan kakao lainnya seperti bubuk cokelat, lemak cokelat, pasta cokelat, makanan dan minuman dari
cokelat serta suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao. Industri ini termasuk salah satu sektor
prioritas yang harus dikembangkan sesuai Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN)
tahun 2015 sampai 2035. Dalam rangka mendukung kebijakan ini, pemerintah telah memberikan bantuian
mesin dan peralatan pengolahan kakao di daerah penghasil biji kakao sejak tahun 2012 seperti di
Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara (Kemenperin, 2016).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Potensi ekspor olahan kakao Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek daya
dukung, pemasaran dan kebijakan.
a. Aspek daya dukung, Indonesia memiliki potensi baik dari segi luas lahan dan produksi. Hal tersebut
dapat dilihat selama kurun waktu 22 tahun, luas lahan areal tanaman kakao Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 8,56% per tahunnya diikuti dengan peningkatan yang terjadi pada produksi biji
kakao sebesar 5,6% per tahunnya. Peningkatan pada luas areal dan produksi memiliki peranan
penting untuk ketersediaan bahan baku dalam pengolahan kakao.
b. Aspek pemasaran, Indonesia memiliki potensi memasarkan olahan kakaonya ke pasar kakao dunia
dengan beberapa negara tujuan ekspor yang terbilang negara maju, seperti Amerika Serikat,
Malaysia dan China. Selama tahun 1996-2017, Amerika Serikat menjadi target utama ekspor olahan
kakao Indonesia yang mana negara maju ini tiap tahunnya mengalami peningkatan pada jumlah
penduduk dan PDB per kapitanya. Sehingga akan berdampak pada tingkat konsumsi warga negara
tersebut.

8
Potensi Ekspor Olahan Kakao Indonesia ………………………………………………………….(Mawar Melania)

c. Aspek kebijakan, Indonesia dikatakan berpotensi untuk mengembangkan industri hilir kakao
dikarenakan adanya penerapan kebijakan bea keluar biji kakao yang mendukung dan mendorong
berkembangnya industri hilir kakao dalam negeri.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Andini D, E Yulianto dan D Fanani. 2016. Peningkatan Daya Saing Ekspor Produk Olahan
Kakao Indonesia di Pasar Internasional. J. Administrasi Agribisnis 38(2).
[2] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2016. Outlook Kakao Komoditi Pertanian Subsektor
Perkebunan. ISSN: 1907-1507.
[3] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia KAKAO 2015-2017.
[4] Food and Agriculture Organization. 2016. http://www.fao.org (Diakses tanggal 18 Januari 2018).
[5] International Trade Statistics. 2017. https://www.trademap.org (Diakses tanggal 18 Januari 2018).
[6] Kementerian Keuangan, 2014. Kajian Perkembangan Perekonomian Nasional Pasca Pengenaan
Bea Keluar Biji Kakao. Jakarta (ID): Kemenkeu
[7] Lipsey, R. G., Courant, P.N., & Ragan, C.T.S 1995. Pengantar Makroekonomi,[Jilid 1, Edisi
Kesepuluh]. Jakarta: Binarupa Aksara.
[8] Mankiw, G.N. 2006. Makroekonomi [Edisi Keenam]. Jakarta: Erlangga.
[9] TheWorldBank.2018.https://data.worldbank.org/indicator//NY.GDP.MKTP.CD?
locations=US&view=chart
[10] Tresliyana, A. 2015. Daya Saing Kakao Indonesia di Pasar Internasional. J. Manajemen dan
Agribisnis, Vol. 12 No. 2.
[11] UN Comtrade. 2017. https://comtrade.un.org/data/. (Diakses tanggal 18 Januari 2018).

You might also like