Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI

DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA MASA REMAJA PERTENGAHAN


(15 – 18 TAHUN)

Evi Kariani
(NIM)

Proposal Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Serjana Kebidanan

PROGRAM STUDI KEBIDANAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIPERSITAS MEGA BUANA PALOPO
PALOPO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makanan cepat saji merupakan jenis makanan yang sering dikonsumsi

oleh remaja saat ini. Makanan ini dianggap mudah diperoleh dan tidak

memerlukan waktu yang lama untuk diolah. Namun, ada beberapa risiko yang

terkait dengan konsumsi makanan cepat saji terutama dalam hal kesehatan.

Salah satu risiko yang paling sering dikaitkan dengan konsumsi makanan

cepat saji adalah anemia.

Anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang

membawa oksigen. Anemia dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya

adalah kekurangan zat besi. Zat besi adalah salah satu mineral yang sangat

penting bagi tubuh, karena diperlukan untuk memproduksi sel darah merah.

Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, yang dapat menyebabkan

gejala seperti lelah, lemah, sakit kepala, dan berkurangnya daya tahan tubuh.

Makanan cepat saji sering dikritik karena kandungan gizi yang rendah.

Makanan cepat saji umumnya tinggi kalori, lemak, natrium, dan karbohidrat,

tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Beberapa jenis makanan cepat saji

juga rendah zat besi, sehingga dapat meningkatkan risiko anemia pada remaja

yang sering mengonsumsi makanan cepat saji.

Remaja yang sering mengonsumsi makanan cepat saji juga lebih

rentan terkena obesitas, yang dapat meningkatkan risiko anemia. Obesitas

dapat menyebabkan resistensi insulin, yang dapat menyebabkan gangguan


dalam metabolisme zat besi. Selain itu, remaja yang obesitas juga lebih rentan

mengalami masalah kesehatan lain seperti diabetes dan hipertensi.

Menurut data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

2012. Prevalensi anemia di Indonesia sebanyak 75,9% pada remaja putri.

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia

yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 15-18 tahun (Kemenkes RI.

2014). Anemia pada remaja yaitu 22,7% pada tahun 2013 menjadi 25% pada

tahun 2018 (Dinkes Kabupaten Luwu, 2018).

Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari dapat menimbulkan

anemia gizi atau yang dikenal sebagai penyakit kurang darah.

Keanekaragaman konsumsi makanan sangat penting dalam membantu

meningkatkan Fe. Berdasarkan faktor penyebab kurangnya konsumsi zat besi

pada remaja adalah ketersediaan pangan, kurangnya pengetahuan dan

kebiasaan makan tidak baik.

Perilaku makan pada remaja yang lebih menyukai makanan ringan,

serta sengaja tidak makan karena menginginkan bentuk tubuh yang

diidamkan, dan kesibukan beraktivitas seseorang menjadi lupa makan lalu

hanya konsumsi makanan cepat saji. Masalah lain yang terjadi pada remaja

dengan makan banyak asal kenyang dengan tinggi lemak dan karbohidrat

tanpa memperhatikan unsur gizi di dalamnya. Perilaku makan remaja tersebut

dapat berdampak pada kesehatan remaja dengan timbulnya kasus gizi seperti

kekurangan serta kelebihan gizi.


Secara keseluruhan, konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan

dapat meningkatkan risiko anemia pada remaja. Oleh karena itu peneliti

tertarik untuk meneliti dan membahas lebih lanjut mengenai “Hubungan

konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian anemia pada masa remaja

pertengahan 15- 18 tahun”

B. Rumusan Masalah

Faktor apa saja yang berhubungan dengan konsumsi makanan cepat saji

dengan kejadian anemia pada masa remaja pertengahan 15- 18 tahun

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan konsumsi makanan cepat

saji dengan kejadian anemia pada masa remaja pertengahan 15-18 tahun.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Kesehatan

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian

anemia pada masa remaja

2. Bagi Remaja

Peneliti ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta masukan kepada

para remaja tentang pengaruh makanan cepat saji terhadap anemia pada

remaja dan pencegahanya.


3. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan pengalaman dan pembelajaran bagi peneliti untuk

menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan,

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan juga sumber informasi

data tambahan pelengkap bagi peneliti selanjutnya dan memberikan usulan

yang bernilai sebagai bahan referensi dikemudian hari.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Anemia

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh. Kebutuhan fisiologis

seseorang bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal, perilaku

merokok dan tahap kehamilan. Dalam arti lain anemia didefinisikan sebagai suatu

keadaan kadar hemoglobin di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal

untuk kelompok orang menurut umur dan jeni kelamin.

Menurut Hardiyansyah (2019) anemia adalah suatu keadaan kekurangan

kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang terutama disebabkan oleh kekurangan

zat gizi (khususnya zat besi) yang diperlukan untuk membentuk Hb.

Klasifikasi anemia menurut Crowin (2009) ada 3 jenis yaitu :

a. Anemia permisiosa merupakan anemia megaloblastik dengan karateristik sel

darah merah besar yang abnormal dengan nuklei imatur (blastik). Anemia

permisiosa disebabkan devisiensi vitamin B12 dalam darah.

b. Anemia defisiensi folat (asam folat) merupakan anemia megaloblastik dengan

karateristik pembesaran sel darah merah yang memiliki nuklei atau inti sel

inatur. Defisiensi asam folat disebabkan kekurangan asam folat.

c. Anemia efisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokromik yang terjadi

akibat defisiensi besi dalam diet, atau kehilangan darah secara lambat atau

kronis.
Menurut Maryanti (2015) bahwa anemia defisiensi besi merupakan bentuk

anemia yang paling sering ditemukan di dunia, diperkirakan sekitar 30%

penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia

defisiensi besi.

Anemia defisiensi besi saat ini banyak Di Indonesia dan merupakan

masalah gizi utama. Anemia defisiensi besi ini juga banyak ditemukan pada

negara berkembang karena pada negara berkembang kemampuan ekonominya

terbatas, sehingga asupan protein hewaninya rendah dan infeksi parasit yang

merupakan infeksi endemik (Maryanti, 2015). Menurut Adriani Tahun (2012)

etiologi anemia defisiensi besi dibagi atas :

a. Asupan zat gizi yang kurang seperti KEP, defisiensi diet relativ yang disertai

dengan pertumbuhan yang cepat.

b. Absorpsi zat besi kurang seperti pada KEP, enteritis yang berulang, sindroma

malabsorbsi.

c. Kebutuhan zat gizi yang bertambah seperti pada infeksi, pertumbuhan yang

cepat.

d. Pengeluaran zat yang besi bertambah disebabkan karena ankilostomiasis,

amoebiasis yang menahun, polip, hemolis intravaskuler yang menyebabkan

hemosideremia.

2. Faktor Penyebab Anemia

Anemia pada remaja adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau

hemoglobin dalam tubuh kurang dari normal. Anemia pada remaja dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya asupan nutrisi yang penting,

perdarahan, atau penyakit yang mendasar.

a. Kurangnya asupan nutrisi

Salah satu penyebab utama anemia pada remaja adalah kurangnya

asupan nutrisi yang penting. Nutrisi yang penting untuk mencegah anemia

adalah zat besi, vitamin B12, dan folat. Remaja yang mengalami anemia

defisiensi besi biasanya mengalami kurangnya asupan zat besi dalam diet

mereka. Hal ini dapat terjadi karena remaja cenderung memiliki pola makan

yang tidak sehat, seperti mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan yang

kurang bergizi.

b. Pendarahan

Anemia juga dapat disebabkan oleh perdarahan. Perdarahan dapat terjadi

karena berbagai faktor, seperti kecelakaan, kondisi kesehatan yang mendasar,

atau pengobatan medis. Remaja yang mengalami perdarahan dapat mengalami

anemia akut.

c. Penyakit Yang Mendasar

Anemia pada remaja juga dapat disebabkan oleh penyakit yang

mendasar, seperti anemia aplastik, anemia hemolitik, atau anemia pernisiosa.

Penyakit ini dapat menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi sel darah

merah yang cukup atau menyebabkan kerusakan pada sel darah merah.

3. Pencegahan dan Cara Mengatasi Anemia pada Remaja


Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin

dalam tubuh kurang dari normal. Untuk mencegah anemia, ada beberapa hal yang

dapat dilakukan:

a. Makan kaya zat besi dan asam folat, seperti daging, sereal, kacang-kacangan,

sayuran berdaun hijau gelap, roti, dan buah-buahan.

b. Makanan kaya vitamin B12, seperti susu dan produk turunannya, sertam

berbahan kacang kedelai seperti tempe dan tahu.

c. Buah-buahan kaya vitamin C, misalnya jeruk, melon, tomat, dan stroberi.

d. Menghindari kafein yang berlebihan, terutama setelah makan.

e. Memilih bahan makanan yang meningkatkan hemoglobin dalam tubuh.

f. Menghindari konsumsi makanan/ minuman yang menghambat penyerapan zat

besi serta konsumsi suplemen.

Anemia merupakan keadaan yang dapat dicegah. Tetapi, jika sudah

terlanjur terjadi maka penanganannya harus segera dilakukan. Berikut ini

merupakan beberapa cara untuk mengatasi anemia pada remaja, yaitu :

a. Mengetahui penyebabnya.

Anemia dibagi menjadi beberapa jenis, masing-masing mempunyai

gejala yang berbeda-beda dan cara pengobatannya.

b. Terapkan pola makan yang baik.

Pola makan yang buruk sering kali menjadi penyebab seseorang

mengalami gejala atau terkena anemia dikarenakan asupan gizi dalam tubuh

tidak terpenuhi misalnya dengan hanya makan asal kenyang tanpa

memperhatikan kandungan gizinya.


c. Konsumsi makanan yang mengandung vitamin C.

Konsumsi vitamin C dapat meningkatan absorbs dan pelepasan besi

dari transferin ke dalam jaringan tubuh.

d. Berikan kapsul atau suplemen Fe.

Pemberian suplemen zat besi (Fe) di maksudkan untuk hematopoiesis

(pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb).

B. Makanan Cepat Saji (Fast Food)

1. Pengertian Makanan Cepat Saji

Makanan Cepat saji (Fast Food) merupakan makanan berenergi tinggi,

tinggi lemak yang instan, gampang dikemas serta disajikan. Keberadaan restoran

makanan fast food yang banyak bermunculan di kota- kota besar Indonesia bisa

berakibat pada kebiasaan makan anak muda. Restoran tersebut menyajikan

bermacam fast food, yang bisa ditawarkan dalam wujud western fast food.

western fast food merupakan makanan yang terjangkau, disajikan dengan

cepat, umumnya beraroma, namun tinggi energi total, lemak, gula, natrium, serta

rendah serat serta nutrisi. Contoh produk santapan western fast food termasuk

hamburger, kentang goreng, ayam goreng, pizza, sandwich, serta soda. Makanan

cepat saji seringkali mengandung tinggi kalori, lemak, garam, dan gula yang

tinggi akan tetapi rendah akan kandungan serat, nutrisi, asam akorbat, kalsium dan

folat.

Hubungan antara makanan cepat saji dan anemia dapat dilihat dari aspek

nutrisi yang dikandung oleh makanan cepat saji. Makanan cepat saji seringkali

kurang memenuhi kebutuhan nutrisi penting seperti zat besi, vitamin B12, dan
folat yang dibutuhkan tubuh untuk memproduksi sel darah merah yang sehat. Zat

besi, vitamin B12, dan folat merupakan nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh

untuk mencegah terjadinya anemia.

Konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan dapat meningkatkan risiko

anemia, terutama pada orang yang sudah cenderung kurang asupan nutrisi.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi makanan cepat saji yang

tinggi dikaitkan dengan risiko anemia defisiensi besi pada anak-anak, remaja, dan

orang dewasa.

2. Dampak mengkomsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food) pada Remaja

a. Obesitas

Fash food sarat dengan kalori dari gula dan lemak rafinasi (terutama

lemak jenuh dan terhidrogenasi yang menyumbat arteri, yang berasal dari minyak

yang berulang kali dipanaskan kembali ke suhu tinggi untuk menggoreng). Sering

makan fast food bisa menyebabkan anak remaja mengalami penambahan berat

badan secara cepat.

b. Diabetes

Fast food memiliki indeks glikemik yang tinggi, yang artinya makanan

tersebut bisa meningkatkan gula darah dengan cepat. makan fast food secara

berlebihan, sehingga bisa berdampak negatif pada diabetes, termasuk lonjakan

gula darah dan penambahan berat badan. Berat badan yang berlebih dan lemak

tubuh juga menjadi faktor risiko utama untuk mengembangkan diabetes tipe 2.

Diabetes juga merupakan faktor risiko utama penyakit jantung.


c. Tekanan Darah Tinggi

Fast food biasanya juga mengandung sodium atau garam yang tinggi, yang

berkontribusi pada terjadinya tekanan darah tinggi. Asupan garam yang tinggi

juga bisa memengaruhi fungsi ginjal secara negatif.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, Menurut

peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk

dalam rentang usia 10 – 18 tahun dan menurut badan kependudukan dan keluarga

berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.

Remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang

ditandai dengan sejumlah perubahan biologis, kognitif, dan emosional. Perubahan

biologis yaitu tinggi badan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual. Oleh

karena itu, masa remaja adalah masa yang banyak membutuhkan zat giizi. Puncak

pertumbuhan remaja putri terjadi pada usia 12 tahun, sedangkan remaja putra

terjadi pada usia 14 tahun.

Menurut BKKBN, reproduksi sehat remaja terbagi atas beberapa batasan,

yaitu:

a. Remaja Awal usia 11-13 tahun

Usia 11-13 tahun merupakan tahap remaja awal. Pada masa ini mulai

terjadi banyak perubahan, baik fisik atau jasmani maupun rohani yang tidak

disadari oleh mereka. Remaja sering mengalami perubahan kejiwaan. Pada

tahap ini remaja perlu mengetahui tentang tumbuh kembang remaja.


b. Remaja Tengah usia 14-18 tahun

Usia 14-18 tahun merupakan tahap lanjut dari remaja awal dan mulai

memasuki tahap aktif seksual. Pada tahap ini seharusnya remaja telah

mempunyai informasi dan pengetahuan yang benar tentang kesehatan

reproduksi yang diperoleh dari sumber yang benar, supaya mereka dapat

menghindari hal-hal yang berisiko pada kehidupannya, seperti hubungan seks,

dapat menimbulkan kehamilan, mengetahui jenis perilaku yang berisiko dan

akibatnya.

c. Remaja Akhir usia 19-21 tahun

Usia 19-21 tahun merupakan tahap akhir remaja. Kebutuhan pada usia

ini adalah persiapan untuk menikah dan menjadi orang tua. Jika kebutuhan ini

tidak terpenuhi maka masalah yang timbul adalah kehamilan yang tidak

diinginkan atau hamil diluar pernikahan, perawatan kehamilan dan persalinan

yang kurang baik, terkena penyakit menular seksual dan perawatan yang

kurang baik jika menjadi orang tua. Pada usia ini remaja harus mengetahui

informasi kesehatan reproduksi yang dibutuhkan untuk persiapan menikah dan

keluarga, seperti perawatan kehamilan dan mencegah penyakit menular

seksual.

2. Gizi Remaja

Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan

gizi remaja. Dalam beberapa hal maslah gizi remaja serupa atau merupakan

kelanjutan dari masalah gizi usia anak, yaitu anemia defisiensi zat besi serta

kelebihan dan kekurangan berat badan. Sangat sedikit sekali yang diketahui
remaja tentang asupan pangan remaja. Meski asupan kalori suda tercukupi,

elemen lain seperti besi, kalsium, dan beberapa vitamin masih kurang. Survei

terhadap kedokteran Di Prancis, membuktikan bahwa 16% mahasiswi kehabisan

cadangan besi, sementara 75 % kekurangan. Penelitian lain terhadap masyarakat

miskin Di Kairo menunjukkan asupan zat besi remaja putri tidak mencukupi tidak

mencukupi kebutuhan harian yang telah ditentukan.

You might also like