Professional Documents
Culture Documents
B021211074 - Tri Indriati - Tugas HTN Pilkada
B021211074 - Tri Indriati - Tugas HTN Pilkada
B021211074 - Tri Indriati - Tugas HTN Pilkada
Abstract
The highest sovereignty is in the hands of the people, as stipulated in the Constitution of the Republic of Indonesia
1945. In the event of the exercise of the rights of the people in the sovereign it is appropriate that these rights are
not deprived by the officials of the current authorized state. One of them is the right to choose the Regional Head as
a representation of the people's representatives who will convey all aspirations and represent the people in decision
making for the implementation of the state in accordance with the Constitution of the Republic of Indonesia. Instead
of these rights wanting to be protected by the state, even the elections are still the pros and cons among the state
apparatus, some agree with the return of the election to the DPRD with some considerations, but on the other hand
it actually opens up space for the arbitrariness of DPRD officials in choosing the representatives of the people
themselves. Therefore, this paper will explore more deeply related to the effectiveness of the implementation of the
Regional Election which is carried out directly. This research is juridical-normative using qualitative descriptive
methods. The data in this study was taken with library materials or secondary materials. And the results of this
study will show the effectiveness of the elections carried out directly by the people by upholding the basic principles
of democracy and sovereignty that have been given to the people. There are several explanations related to several
aspects of the review. Do not forget to adjust it to the legislation that is currently in force in Indonesia.
Abstrak
Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia 1945. Dalam hal terlaksananya hak rakyat dalam berdaulat sudah sepatutnya hak tersebut tidak
dirampas oleh pejabat negara yang berwenang sekarang ini. Salah satunya adalah hak dalam memilih Kepala
Daerah sebagai representasi dari perwakilan rakyat yang akan menyampaikan seluruh aspirasi dan mewakili
rakyat dalam pengambilan keputusan demi berjalannya penyelenggaraan negara yang selaras dengan konstitusi
negara Indonesia. Alih-alih hak tersebut ingin dilindungi oleh negara malah Pilkada masih menjadi pro dan kontra
dikalangan aparatur negara, ada yang setuju dengan dikembalikannya Pilkada kepada DPRD dengan beberapa
pertimbangan, namun disisi lain hal tersebut justru membuka ruang bagi timbulnya kesewenang-wenangan pejabat
DPRD dalam memilih perwakilan rakyat itu sendiri. Oleh karena itu tulisan ini akan mengulik lebih dalam terkait
efektivitas implementasi Pilkada yang dilaksanakan secara langsung. Penelitan ini berbentuk yuridis-normatif
dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini diambil dengan bahan Pustaka atau
bahan sekunder. Dan hasil dari penelitian ini akan menunjukkan keefektivitasan dari Pilkada yang dilakukan
secara langsung oleh rakyat dengan menjunjung tinggi asas pokok demokrasi dan kedaulatan yang telah diberikan
kepada rakyat. Terdapat beberapa penjelasan terkait tinjauan yuridis. Tidak lupa dengan menyesuaikannya pada
Perundang-undangan yang berlaku sekarang ini di Indonesia.
Pemilu merupakan salah satu wujud keterlibatan rakyat dalam proses politik,
rakyat mempunyai hak dalam menentukan figur dan arah kepemimpinannya nanti dalam
waktu tertentu dan yang mampu melayani dan mengabdi untuk kepentingan seluruh
rakyatnya. Ide demokrasi yang menyebutkan dasar penyelenggaraan Negara adalah
kehendak rakyat (Kedaulatan rakyat) yang merupakan dasar bagi penyelenggara pemilu.
Penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi alat ukur dalam mencapai
kepemimpinan yang ideal bagi suatu Negara1. Kepemimpinan yang tanpa dibatasi waktu
tertentu akan cenderung korup dan sewenang-wenang, oleh sebab itu perlu pergantian elit
yang teratur, berkesinambungan dan dipilih oleh rakyat secara langsung demi
menghindari kekuasaan yang sewenang-wenang tersebut. Dalam negara demokrasi,
setiap warga negara memiliki hak untuk turut andil dalam proses pemerintahan. Selain
itu, rakyat juga memiliki hak untuk mengawasi jalannya sistem pemerintahan. Partisipasi
rakyat ini digunakan pada berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, pendidikan, sosial
dan budaya. Contoh nyata dari asas pokok demokrasi ini adalah kesempatan rakyat untuk
memilih wakil rakyatnya, misalnya pemilihan anggota DPR sebagai representasi
perwakilan dari rakyat sebagaimana telah diatur dalam konstitusi kita. Namun disini
bukan hanya pada hak dalam pemilihan anggota DPR saja tetapi juga Kepala Daerah
yang paling dekat dengan masyarakat itu sendiri. Sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (4)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa;
1
Deni Andreansyah, 2015, EFEKTIFITAS PENERAPAN PASAL 73 NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN
KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015, Jalan Mayjen. Haryono 193 Malang 65144 Indonesia
2
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), hlm. 93
Melihat permasalahan diatas maka tulisan ini akan memberikan gambaran terkait
bagaimana keefektivitasan dari pemilihan Kepala Daerah secara langsung oleh
masyarakat yang berlandaskan kepada asas demokrasi sebagai negara yang menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat dan gambaran dari Pemilihan Kepala Daerah Ketika
dikembalikan kepada DPRD. Untuk memperoleh data serta penjelasan mengenai segala
sesuatu yang berkaitan dengan pokok permasalahan diperlukan suatu pedoman penelitian
atau metode penelitian, hal ini dikarenakan dengan menggunakan metode penelitian yang
benar akan diperoleh validitas data serta dapat mempermudah dalam melakukan
penelitian terhadap suatu masalah. Tulisan ini dilakukan dengan metode penelitian
yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang
dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka yang ada. 3Penelitian Normatif ini menggunakan pendekatan peraturan
perundang undangan (Yurisdis). Pendekatan ini dipilih untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan semua peraturan perundangundangan yang
mengaturnya.
2. Metode
3. Pembahasan (Analisis)
Salah satu wujud dan mekanisme demokrasi di daerah adalah pelaksanaan pemilihan
kepala daerah. Pemilihan kepala daerah merupakan sarana manifestasi kedaulatan dan
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11.
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 13–14.
pengukuhan bahwa pemilih adalah masyarakat di daerah. Pemilihan Kepala daerah
memilik 3 (tiga) fungsi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pertama,
memilih kepala daerah sesuai dengan kehendak masyarakat di daerah sehingga ia
diharapkan dapat memahami dan mewujudkan kehendak masyarakat di daerah. Kedua,
melalui pemilihan kepala daerah diharapkan pilihan masyarakat di daerah didasarkan
pada visi, misi, program serta kualitas dan integritas calon kepala daerah, yang sangat
menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Ketiga, pemilihan
kepala daerah merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus sarana evaluasi dan
kontrol public secara politik terhadap seorang kepala daerah dan kekuatan politik yang
menopangnya.
Selain itu, fungsi pilkada juga dikemukakan oleh Sartono Sahlan dan Awaludin
Marwan yaitu, Pertama, pilkada merupakan institusi pelembagaan konflik. Di mana,
pilkada didesain untuk meredam konflik-konflik apalagi yang berbau kekerasan, guna
mencapai tujuan demokrasi dan pengisian jabatan politik di daerah Kedua, pilkada
sebagai sarana pencerdasan dan penyadaran politik warga. Ketiga, mencari sosok
pemimpin yang kompeten dan komunikatif dan keempat, menyusun kontrak sosial baru.
Di mana hasil dari pilkada tersebut bukan hanya lahirnya pemimpin baru, juga sirkulasi
komunikasi yang membuat perjanjian-perjanjian sang kandidat sebelum menjadi
pemenang dituntut untuk merealisasikannya secara riil. Sejarah politik mencatat, Adapun
penjelasan terkait dengan pemilihan kepala daerah telah dilakukan dalam 5 (lima) system
yakni:
“(1) Warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, citacita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
d. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur
dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali
Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon;
e. mampu secara jasmani, rohani dan bebas penyalahgunaan narkotika berdasarkan hasil
pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter yang terdiri dari dokter, ahli psikologi
dan Badan Narkotika Nasional (BNN);
f. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak
pidana kealpaan atau tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang
dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya
mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;
f1. bagi terpidana yang tidak menjalani pidana di dalam penjara meliputi:
1. terpidana karena kealpaan; atau
2. terpidana karena alasan politik;
3. dihapus,
wajib secara jujur atau terbuka mengemukakan kepada publik;
g. bagi Mantan Terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya wajib secara
jujur atau terbuka mengemukakan kepada publik;
g1. bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulangulang;
h. bukan Mantan Terpidana bandar narkoba atau bukan Mantan Terpidana kejahatan
seksual terhadap anak;
i. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
k. menyerahkan daftar kekayaan pribadi kepada instansi yang berwenang memeriksa
laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
l. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
m. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
n. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan memiliki laporan pajak pribadi;…….”
Pun pemilihan secara langsung ini merupakan salah satu bentuk dari kemajuan
demokrasi di Indonesia. Namun muncul pula resistensi dengan anggapan antara lain: (1)
anggapan bahwa sistem pemilihan kepala daerah secara langsung akan melemahkan
kedudukan DPRD; (2) Sistem pemilihan kepala daerah secara langsung akan menelan
biaya yang sangat besar, karena tidak sedikit anggaran daerah (APBD) yang akan
dikonsentrasikan pada KPUD di tiap tingkatan. (3) Munculnya persaingan khusus antara
calon independen dan calon dari partai politik dan (4) adanya pandangan bahwa
masyarakat belum siap untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Oleh karena itu menurut saya untuk bisa menciptakan negara demokrasi yang
benar-benar bersih dari segala tindakan dan kesewenang-wenangan perlu rombakan
penegakan hukum yang lebih nyata, pemberian sanksi yang mampu membuat para calon
Kepala Daerah takut untuk melakukan kecurangan dikemudian hari, dan yang paling
penting adalah harus ada kerja sama yang baik antara pemerintah, badan yang bertugas
dalam pengawasan pemilihan umum, dalam hal ini KPU dan Bawaslu serta dari partai
politik itu sendiri. Contohnya saja Ketika dalam partai politik ada pasangan calon yang
memberi mahar kepada partai politik, dan partai politik tersebut menerima mahar itu,
maka akan diberi sanksi oleh badan pengawas pemilihan umum yakni berupa pasangan
calon yang ada di partai tersebut tidak diizinkan untuk ikut serta dalam pencalonan
sebagai Kepala Daerah.
Hal ini juga didukung dengan adanya kasus di tahun 2018, pemilihan kepala
daerah secara langsung di 171 daerah membutuhkan biaya Rp20 triliun. Sayangnya,
biaya besar tak kunjung mendekatkan pemilihan kepala daerah kepada esensinya, yakni
memperoleh kepala daerah yang terbaik. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mencatat telah terdapat 29 kepala daerah yang terjerat dugaan kasus korupsi sepanjang
tahun 2018. Hal ini akan berbeda jika pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD.
Dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD, hanya akan melibatkan para anggota
DPRD yang jumlahnya hanya sebanyak 20-55 orang untuk DPRD kabupaten/kota dan
35-120 orang untuk DPRD provinsi. Berkaca pada hal tersebut, tentu Pemerintah tidak
perlu mengeluarkan biaya sebesar yang dikeluarkan jika pemilihan kepala daerah
dilakukan secara langsung. Bahkan, dalam pemilihan umum kepala daerah tahun 2018,
Polri berhasil memproses 25 kasus politik uang selama pemilihan kepala daerah serentak
tahun 2018 ini. Politik uang tersebut juga dilakukan dalam membeli dukungan partai-
partai pendukung hingga jelas dicalonkan dari partai.
Namun disisi lain rakyat dikecewakan dengan perilaku wakil rakyat yang tidak
aspiratif dan responsif, dalam beberapa hal hal bekerja untuk kepentingan sendiri. partai
politik mempunyai peran yang sangat menentukan, tetapi tidak bertanggung jawab,
apalagi mampu menyelesaikan perilaku menyimpang anggota DPRD itu sendiri. Oleh
karna itu perlu pengembalian hak atas kedaulatan dalam hal menentukan wakil rakyat,
dengan menggunakan system distrik. di dalam distrik murni mengakibatkan terlibat
langsung kepentingan kelompok kecil atau minoritas. Dan menurut Janedjri M. Gaffar,
apabila pemilihan kepada daerah dilaksanakan oleh DPRD, maka akan berpengaruh
kepada derajat demokrasi di daerah. Ada dua hal penting kenapa pemilukada oleh DPRD
akan mengurangi derajat demokrasi. Pertama, hal itu akan menghilangkan satu ruang
partisipasi masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
melalui pemilihan kepala daerah. Kedua, hilangnya ruang partisipasi langsung akan
berakibat menjauhnya hubungan antara kepala daerah dengan masyarakat di daerah.4
4. Kesimpulan
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung sebagai
instrument demokrasi. Dalam rangka menjaring kepemimpinan nasional tingkat
daerah, walaupun tidak dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia seperti
pemilihan umum legislatif pada umumnya, tetapi hal ini merupakan sebuah
kemajuan politik demokrasi di Indonesia khususnya dalam hal memilih
4
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum......, Op. Cit., hlm. 136 – 137
pemimpinnya di daerah secara langsung oleh rakyat, yang selama kurun waktu
lebih 50 tahun belum pernah terjadi di Indonesia, bahkan selama itu pula selama
itu pula keberadaan kepala daerah tidak lebih dari boneka pemerntah pusat untuk
menjalankan kepentingannya di daerah dengan alasan kepentingan nasional, tetapi
di satu sisi demkokrasi dibelenggu dan tidak dijalankan secara optimal.
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung jika
ditinjau dari sudut pandang ketatanegaraan dan pemerintah akan membuahkan
suatu kondisi pertama: pemilihan kepala daerah akan menghasilkan pemerintahan
daerah yang mempunyai legitimasi langsung dari masyarakat dimana pemerintah
daerah mempunyai pertanggung jawaban politik dan akuntabilitas yang tidak akan
semana-mena menyeleweng, kedua: iklim menumbuhkan kondisi daerah
menemui moment, dalam arti bahwa peran kepala daerah yang didukung
peraturan mampu membawa katalisator konstruktif bagi kemajuan masyarakat;
ketiga: pemilihan kepala daerah, secara esensial akan mendukung demokrasi
lokal, yaitu masa depan kehidupan masyarakat di daerah menjadi cerah akibat
terbukanya ruang publik melalui partisipasi proaktif masyarakat.
DAFTAR ISI
Deni Andreansyah, 2015, Efektivitas Penerapan Pasal 73 Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, Jalan Mayjen. Haryono 193
Malang 65144 Indonesia.
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum Pemilu, (Jakarta: Konstitusi Press, 2012), hlm. 93
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan ke – 11. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 13–14.
Janedjri M. Gaffar, Politik Hukum......, Op. Cit., hlm. 136 – 137
R. Nazriyah, 2015, Penyelesaian Sengketa PilkadaSetelah Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 97/PUU-XI/2013.
Abdul RahmanDaulay, Dr. Surya Nita, S.H., M.Hum, Dr. Ismaidar, SH. MH, 2015, Tinjauan
Yuridis Tindak Pidana Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Dalam Pemilihan Kepala
Daerah Secara Serentak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Davit Rahmadan, Tinjauan Yuridis Sosiologis Partisipasi Politik Dalam Pemilihan Umum
Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Dessy Agustina Harahap, Tinjauan Yuridis Terhadap Pengawasan Pilkada Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Dalam Mewujudkan Demokrasi Di Daerah.
Ali Marwan, Pemilihan Kepala Daerah Ynag Demokratis Berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-IX/2013 (THE DEMOCRATIC OF REGIONAL ELECTION BASED
ON CONSTITUTIONAL COURT DECISIONS NUMBER 97/PUU-IX/2013).