Professional Documents
Culture Documents
Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidz
Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidz
Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidz
Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz merupakan seorang pendidik dan
sekaligus ahli dakwah. Meski berasal dari tempat yang terpencil, Tarim, Hadhramaut, namun
gema dakwah beliau sampai ke Mekah, Madinah, Oman, Bahrain, Yordania, beberapa negara
di Afrika, India, Malaysia, Indonesia, Amerika, Inggris, Kanada dan lain-lain. Hadramaut,
sebuah provinsi di Negara Yaman, yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia,
hal ini disebabkan telah terjalinnya hubungan yang begitu indah antara keduanya semenjak
ratusan tahun yang silam, di mana tercatat dalam sejarah bahwa dari negeri inilah cikal bakal
Islam yang berkembang di Indonesia. Hadramaut sejak belasan abad yang silam telah tercatat
sebagi negara yang menumbuhkan beberapa tokoh terkenal baik dari kalangan ulama maupun
orang-orang shaleh.
Di abad ke 8 hijriyah seorang ulama terkenal pernah melantunkan dua bait syair
mengenai penghuni daerah Hadramaut: "Aku melewati lembah Hadramaut seraya
menyampaikan salam, dan aku disambut dengan senyuman dan muka beseri-seri. Kutemukan
di situ para pembesar dan tokoh yang tidak akan ditemukan di barat maupun di timur".
Begitulah pandangan umum tentang masyarakat dan penduduk Hadramaut dari masa ke
masa. Nuansa religius akan dirasakan oleh setiap orang yang memasuki daerah tersebut,
sedangkan pusat ilmiah dan dakwah terletak di kota Tarim yang merupakan kota terpenting di
daerah tersebut. Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidzbin Syeikh Abu Bakar
dilahirkan, tepatnya pada hari Senin tanggal 4 Muharram 1383 H, yang bertepatan dengan
tanggal 27 Mei 1963 pada pagi hari sebelum terbit matahari.Tarim, Hadhramaut, Yaman.
Beliau tumbuh di antara keluarga shaleh dan berilmu, ayah beliau adalah seorang ulama
terpandang yang mencapai derajat mufti dalam mazhab Syafi’I, kakek beliau juga adalah
seorang ulama yang produktif, sedangkan saudara tertua beliau yaitu Habib Ali Masyhur bin
Muhammad bin Salim bin Hafidz adalah seorang ahli fiqih yang sampai saat ini menjadi
pemuka para mufti kota Tarim.
A. Silsilah Nasab
Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim (Kakek, lahir di
Bondowoso)Habib Muhammad bin Salim (ayah)Habib Ali Masyhur bin Muhammad bin
Salim bin Hafidz (kakak) Silsilah beliau adalah keturunan Rasulullah SAW.
B. Pendidikan
Perjalanan Menuntut Ilmu Cinta terhadap ilmu dan kaum sholihin telah tertanam
dalam jiwa al Habib Umar sejak beliau telah menghafal al Quran dan mempelajari ilmu-
ilmu dasar agama. Ketika beliau berumumr 9 tahun ayah beliau yaitu Habib Muhammad
bin Salim diculik oleh orang-orang komunis yang saat itu sedang berkuasa di kawasan
Yaman Selatan, ayah beliau diculik lantaran tegas dalam menyampaikan dakwah dan
kebenaran, hingga sampai saat ini beliau tidak diketahui keberadaannya. Ketika beliau
masih kecil, keadaan Hadramaut tidak kondusif, tekanan dan intimidasi dilakukan
kepada para ulama dan pengajar, namun hal itu tidak menyurutkan semangat Habib
Umar, dengan sembunyi-sembunyi beliau belajar pada ulama di masa itu.
Selain belajar pada ayahandanya, al Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz.
Beliau juga belajar pada al Habib Muhammad bin Alwi bin Syihab, al Munshib al Habib
Ahmad bin Ali bin Syekh Abu Bakar, al Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya (di Kota Taiz
– Yaman), juga kepada al Habib Imam Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf, Habib
Abdullah bin Syeikh Al-Aydarus, Habib Abdullah bin Hasan Bilfaqih, Habib Umar bin
Alwi Al-Kaff, Habib Ahmad bin Hasan Al-Haddad, Habib Ali Al-Masyhur bin
Muhammad bin Salim bin Hafidz, Habib Salim bin Abdullah Asy-Syatiri, Syeikh Al-
Mufti Fadhl bin Abdurrahman Ba Fadhl dan Syeikh Taufiq Aman. Di samping itu dalam
kesempatan inilah beliau ke Haramain untuk berhaji. Beliau juga menyempatkan untuk
mengikat hubungan dengan banyak ulama disana. Dari tangan merekalah al Habib Umar
menguasai berbagai disiplin ilmu, mulai dari ilmu fikih, tauhid, usul fikih, sejarah, tata
bahasa hingga ilmu Tazkiah (tasawuf). Dan sejak umur 15 tahun beliau telah terbiasa
untuk menyampaikan ilmu yang didapatkan dari guru-gurunya itu dalam rangka dakwah
ilallah. Sembari terus belajar, semenjak usia lima belas tahun beliau telah mengajar dan
berdakwah. Kemudian pada permulaan bulan Shafar 1402 H yang bertepatan dengan
bulan Desember 1981 M, beliau pindah ke kota Baidha’, dan menetap di Ribath Al-
Haddar.
Di sana beliau berguru kepada Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar dan
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith. Dewasa itu beliau gencar berdakwah dan mengajar
di sekitar kota Baidha’, Hudaidah dan Ta’iz. Di kota Ta’iz inilah beliau berguru kepada
Al-’Allamah Al-Musnid Ibrahim bin Umar bin ‘Aqil. Kemudian pada bulan Rajab 1402
H yang bertepatan dengan bulan April 1982 M, beliau berkunjung ke Haramain. Di sana
beliau berguru kepada Habib Abdulqadir bin Ahmad Asseqqaf, Habib Ahmad Masyhur
bin Thaha Al-Haddad, Habib Abu Bakar Al-Aththas bin Abdullah Al-Habsyi. Beliau
juga memperoleh ijazah sanad Hadits dari Al-Musnid Syeikh Muhammad Yasin Al-
Faddani dan Muhadditsul Haramain Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki serta
sejumlah ulama lainnya.
C. Sanad Keilmuan
Habib Muhammad bin Salim (ayah)Habib Muhammad bin Alwi bin ShahabHabib
Ahmad bin Ali bin Syekh Abu BakarHabib Muhammad bin Abdullah al Haddar (di kota
Baidho – Yaman)Habib Ibrahim bin Agil bin Yahya (di Kota Taiz – Yaman)Habib Abdul
Qodir bin Ahmad bin Abdurrahman AssegafHabib Abdullah bin Syeikh Al-
AydarusHabib Abdullah bin Hasan BilfaqihHabib Umar bin Alwi Al-KaffHabib Ahmad
bin Hasan Al-HaddadHabib Ali Al-Masyhur bin Muhammad bin Salim bin HafidzHabib
Salim bin Abdullah As SyatiriSyeikh Al-Mufti Fadhl bin Abdurrahman Ba FadhlSyeikh
Taufiq AmanAl-’Allamah Al-Musnid Ibrahim bin Umar bin ‘AqilAl-Musnid Syeikh
Muhammad Yasin Al-FaddaniMuhadditsul Haramain Sayyid Muhammad bin Alwi Al-
Maliki
E. Mendirikan Pesantren
Selanjutnya pada tahun 1413 H/1992 M, beliau pindah ke kota Syihr dam mengajar di
Ribath Syihr. Beliau menetap di sana selama beberapa tahun. Satu tahun setengah sebelum ke
Syihr, beliau tinggal di Oman untuk mengajar dan berdakwah di sana. Setelah itu beliau
kembali ke kota Tarim, dan pada tahun 1414 H/1994 M beliau mulai merintis pendirian
pesantren ‘Darul Musthafa’ yang kemudian secara resmi berdiri pada hari Selasa 29
Dzulhijjah 1417 H/6 Mei 1997 M.
H. Gelar Alfadih
Pujian dari Habib Munzir bin Fuad Al Musawa: "Guru Mulia kita Al Habib Umar bin
Hafidh beliau sudah hafal 20.000 hadits di usia sebelum 20 tahun lalu meneruskan hingga
selesai ke 100.000 hadits, namun saat kunjungan beliau kemarin, beliau menegur saya untuk
tidak menyebutkan gelar Alhafidh pada nama beliau (Alhafidh adalah gelar yang lazim di
berikan para ulama lainnya kepada para ulama yang telah menghapal lebih dari 100.000
hadits beserta sanad dan matannya). Demikian tawadhunya Guru Mulia kita ini, tidak suka
gelarnya disebut, padahal kini untuk masuk pesantren beliau di Darulmustafa syaratnya
mestilah hafal Alqur'an dan dua ribu hadits berikut sanadnya. Sekarang Mahad Darul
Musthofa mempunyai peraturan baru, pesantren beliau itu yang masuk kesana syaratnya hafal
Alquran dan hafal 2.000 hadits. Demikian salah satu syarat bagi mereka yang mau belajar
bersama beliau karena barangkali beliau sudah melihat dan sudah waktunya menumpahkan
tugasnya ilmu hadits yang beliau miliki, yang selama ini barangkali terpendam karena
keterbatasan kemampuan dari orang – orang yang belajar kepada beliau."
I. Karomah Kewalian
Dakwah Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz di Afrika Dihadang oleh
Singa Suatu saat Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz ingin melakukan
perjalanan dakwah ke pedalaman A’frika. Ketika itu beliau ditemani oleh seorang muallaf
bernama Khomis. Khomis adalah salah satu diantara orang-orang yang masuk Islam melalui
perantara tangan al-Habib Ahmad Masyhur bin Thaha al-Haddad dan sering membantu
kegiatan dakwah beliau selama di daerahnya. Pedalaman Afrika yang ingin dikunjungi oleh
al-Habib Umar harus melewati hutan belantara, yang mana hutan belantara Afrika terkenal
akan hewan buasnya. Tapi dengan mantap Habib Umar bin Hafidz memberikan isyarat untuk
segera berangkat. Dimulailah perjalanan dakwah beliau. Sebelum masuk ke dalam hutan,
beliau beserta rombongan dihentikan oleh beberapa orang polisi yang sedang berjaga di
sebuah pos dekat dengan hutan yang ingin dilalui oleh al-Habib Umar. Mereka hendak
memperingatan agar al-Habib Umar tidak memasuki hutan karena hari sudah malam.
Ditakutkan beliau dan rombongan akan diserang oleh beberapa hewan buas yang keluar
untuk mencari mangsa di saat malam tiba. Al-Habib Umar pun keluar dari mobil yang
ditumpanginya dan berdiri di samping mobil tersebut. Serta merta al-Habib Umar
memerintahkan seseorang untuk menggelar tikar di dekat mobil dan memerintahkan
rombongan untuk membaca Maulid al-Habsyi (Simthud Durar). Pembacaan maulid pun
dimulai. Karena para polisi yang berjaga di pos itu beragama Kristen, mereka pun hanya bisa
menonton dari kejauhan. Setelah pembacaan maulid selesai, al-Habib Umar mendapat isyarat
untuk melanjutkan perjalan malam itu juga. Para polisi itu tetap berusaha untuk
mencegahnya, tapi al-Habib Umar bersikeras ingin melanjutkan perjalanannya. Para polisi
pun kalah argumen dan berinisiatif untuk mengikuti al-Habib Umar dari belakang
menggunakan mobil lain, takut kalau tejadi apa-apa dengan al-Habib Umar dan rombongan.
Di tengah perjalanan hal yang dikhawatirkanpun terjadi. Di depan mobil yang
ditumpangi oleh al-Habib Umar, muncul seekor singa. Ketika itu al-Habib Umar duduk di
kursi depan. Mulailah singa itu mengitari mobil tersebut. Walaupun demikian sang Habib
tetap tenang, berbeda dengan rombongan lain yang mulai menunjukkan rasa ketakutannya.
Tak lama kemudian singa itu berhenti di depan jendela sebelah tempat duduk al-Habib Umar,
lalu menaikkan kaki depannya ke atas jendela. Al-Habib Umar pun tetap tenang tanpa
menunjukkan rasa ketakutan sedikitpun. Lalu beliau berkata kepada supir: “Turunkan jendela
ini!” Supir pun menjawab dengan ketakutan: “Ya Habib, ini singa!” Tapi al-Habib Umar
tetap ingin agar dia menurunkan jendela tersebut. Kaca jendela pun diturunkan. Suatu
kejadian menakjubkan pun terjadi, al-Habib Umar mengajak bicara singa tersebut! “Hai
singa! Kami ini adalah utusan Rasulullah Saw.” Kemudian al-Habib Umar mengambil sebuah
pisang dan memberikannya kepada singa itu. Singa yang biasanya makan daging, kali ini
mau memakan pisang yang diberikan al-Habib Umar. Setelah memakan pisang itu, singa
mengangguk-anggukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan al-Habib Umar dan rombongan.
Perjalanan pun kembali dilanjutkan. Tak lama kemudian al-Habib Umar dan rombongan
sampai ke tempat tujuan. Setelah menyaksikan kejadian yang luar biasa itu, para polisi yang
sebelumnya beragama Kristen itupun ingin mengikrarkan diri mereka untuk masuk agama
Islam. Ternyata kejadian yang mereka saksikan menjadi sebab hidayah Allah Swt. yang ingin
mengembalikan mereka ke dalam pelukan Islam. Dinukil dan diedit dari tulisan: KH Mukhlas
Noer (Ketua Ponpes Lirboyo Kediri).
AKIDAH AKHLAK
KISAH TELADAN
HABIB UMAR BIN MUHAMMAD BIN SALIM BIN HAFIDZ
Disusun Oleh
MULIANA OGUSTIYARINI