Professional Documents
Culture Documents
Aldora Satya (02) Xi Mipa 1 Tugas Ekonomi
Aldora Satya (02) Xi Mipa 1 Tugas Ekonomi
1. Inflasi
Inflasi merupakan suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus,
kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu
meluas pada barang lainnya.
2. Jenis-jenis inflasi
Berdasarkan kenaikan harga
Berdasarkan kenaikan harga, inflasi dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu:
Inflasi ringan: kenaikan harga di bawah 10% dalam setahun.
Inflasi sedang: kenaikan harga di antara 10% - 30% dalam setahun.
Inflasi berat: kenaikan harga di antara 30% - 100% dalam setahun
Hiperinflasi (inflasi tak terkendali): kenaikan harga di atas 100% dalam setahun.
Berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi dibagi menjadi 2, yaitu:
Inflasi dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi dari luar negeri (imported inflation)
3. Kategori inflasi
Inflasi berdasarkan sifatnya terbagi 3 kategori, yakni: inflasi merayap (creeping inflation),
inflasi menengah (galloping inflation), serta inflasi tinggi (hyper inflation).
Inflasi merayap (creeping inflation) ditandai dengan adanya laju inflasi yang rendah dimana
kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang relatif kecil serta dalam
jangka waktu yang lama.
Inflasi menengah (galloping inflation) ditandai dengan adanya kenaikan harga yang cukup
tinggi dan kadang-kadang berjalan dalam jangka pendek dan memiliki sifat akselerasi.
Artinya harga harga minggu/bulan ini lebih tinggi daripada harga-harga minggu/bulan lalu
dan seterusnya. Efek yang dirasakan yaitu keadaan perekonomian menjadi berat.
Inflasi tinggi (hyper inflation) adalah inflasi yang sangat parah. Inflasi ini membuat
masyarakat tidak lagi ingin menyimpan uangnya. Perputaran uang terjadi secara cepat dan
harga naik secara akselerasi. Biasanya keadaan ini timbul karena pemerintah mengalami
defisit anggaran belanja (misalnya saat keadaan perang) yang dibelanjai/ditutup dengan
mencetak uang.
CONTOH
Hiperinflasi Indonesia 1963-1965
Hiperinflasi terjadi di Indonesia pada akhir masa Orde Lama di tahun 1963-1965. Presiden RI
Soekarno yang memiliki proyek pembangunan mencetak Rupiah untuk membayar hutang dan
mendanai proyek-proyek megah hingga inflasi mencapai 600%. Pendapatan per kapita Indonesia
menurun secara signifikan (terutama pada tahun 1962-1963). Sehingga tanggal 13 Desember 1965
pemerintah melakukan pemotongan nilai rupiah (Sanering) dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah.
Ketika terjadi inflasi tinggi dalam perekonomian, jumlah uang yang diciptakan oleh lembaga
keuangan perlu dibatasi. Federal Reserve Bank menurunkan pasokan uang dengan menjual sekuritas
besar mereka kepada publik, khususnya ke dealer sekuritas. Pembeli membayar sekuritas dengan
menulis cek atas simpanan yang mereka pegang di bank komersial. Ini adalah cara yang efektif untuk
mengontrol suplai uang karena simpanan bank komersial di Federal Reserve Bank adalah cadangan
resmi bank. Dengan penjualan sekuritas, bank terpaksa membatasi pinjaman dan pembelian
sekuritas mereka, sehingga mengurangi jumlah uang dalam perekonomian.
Persyaratan referensi mengacu pada jumlah uang yang harus dimiliki bank komersial untuk disimpan
di Federal Reserve Bank. Persyaratan cadangan yang rendah berarti bank memiliki lebih banyak uang
untuk dipinjamkan yang dapat meningkatkan jumlah uang yang diambil. Tetapi ketika terjadi inflasi
tinggi dalam perekonomian, pemerintah meningkatkan cadangan yang menahan pertumbuhan uang
dan bahkan menguranginya.
Tingkat potongan kembali adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh bank komersial. Bank
komersial meminjam dari Federal Reserve dengan imbalan surat promes. Sebagai gantinya, Bank
Federal meningkatkan setoran bank. Tingkat rediscount mengontrol biaya bank untuk
menambahkan cadangan tambahan. Ketika inflasi tinggi, bank meningkatkan tingkat rediskon, yang
membuatnya lebih mahal bagi bank untuk membeli cadangan. Biaya ini biasanya diterjemahkan
kepada pelanggan dalam bentuk suku bunga tinggi atas pinjaman yang dipinjam dari bank komersial
yang pada akhirnya mengurangi suplai uang dalam perekonomian. Untuk mengontrol suplai uang
dalam perekonomian dengan kebijakan moneter, tingkat rediskon digunakan sehubungan dengan
persyaratan cadangan dan penjualan sekuritas.
Kebijakan fiskal
Kebijakan Fiskal menggunakan pengeluaran dan perpajakan pemerintah untuk mengontrol suplai
uang dalam perekonomian. Kebijakan tersebut dirancang oleh John Maynard Keynes yang
mempelajari hubungan antara pengeluaran agregat dan jumlah aktivitas ekonomi di masyarakat. Dia
juga mengklaim bahwa pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk mengontrol permintaan
agregat.
Pengiriman oleh pemerintah merupakan bagian besar dari aliran pendapatan melingkar dalam
perekonomian. Selama periode inflasi tinggi, pemerintah dapat mengurangi pengeluaran untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar. Dalam banyak kasus, pengeluaran pemerintah yang tinggi
merupakan akar penyebab inflasi. Namun, seringkali sulit bagi pemerintah untuk membedakan
antara pengeluaran esensial dan non-esensial, sehingga kebijakan pengeluaran harus ditambah
dengan pajak.
Kenaikan pajak
Kenaikan tingkat pajak mengurangi jumlah uang yang harus dikeluarkan orang untuk barang dan
jasa. Pengaruh pajak dapat bervariasi dengan jenis pajak yang dikenakan, tetapi setiap kenaikan
pajak akan mengurangi pengeluaran dalam perekonomian. Kenaikan pajak yang dikombinasikan
dengan penurunan pengeluaran pemerintah dapat memiliki efek ganda pada suplai uang dalam
perekonomian.
Peningkatan tabungan
Teori lain yang diturunkan oleh Keynes adalah keyakinannya pada tabungan wajib atau pembayaran
yang ditangguhkan. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah harus memperkenalkan pinjaman
publik dengan bunga tinggi, skema tabungan yang menarik dan dana JHT atau pensiun. Langkah-
langkah ini mengunci pendapatan orang ke dalam rekening tabungan untuk jangka waktu yang lama
dan merupakan cara yang efektif untuk mengendalikan inflasi.