Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ST ELEVASI MIOKARD INFARK

A. PENGERTIAN
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses
degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung
yang dipendarahi tidak dapat nutrisi - oksigen dan mati. Infark miokard akut
(IMA) merupakan salah satu diagnosa rawat inap terserang di Negara maju.
IMA dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari spectrum koroner
akut yang terdiri atas angka pectoris yang tidak stabil. IMA tanpa elevasi ST
dan IMA dengan elevasi STEMI umumnya secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak arterosklerosis yang sudah ada sebelumnya (Sudarjo,
2006).
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia miokard,yang biasanya
timbul sebagai akibat penyakit aterosklerosis arteri koroner, cukup untuk
menghasilkan nekrosis inversibel otot jantung. (Huan H Gray,dkk,2005,136).
infark miokard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan
oleh kerusakan darah koroner miokard karena ketidakadekuatan aliran darah
(Carpenito, 2008).
Infark miokard Akut adalah iskemia atau nekrosis pada oto jantung
yang diakibatkan karena penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri
koroner (Doengos, 2003).
Infark miokard merupakan akibat dari iskemia yang berlangsung lebih
dari 30-45 menit yang memyebabkan kerusakan selular yang irreversible dan
kematian otot atau nekrosis pada bagian miokardium (Price &Wilson, 2006).
Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung
yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti
setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari
pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton &
Hall, 2007).
IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu
ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard
(NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan
area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai
dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan
oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

B. ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokard adalah kurangnya suplai darah
miokard. Penyebab penurunan suplai darah dikarenakan penyempitan kritis
arteri koroner karena ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit / penyumbatan
total arteri oleh embolus atau thrombus, syok dan hemoragi / perdarahan. Pada
kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan
oksigen.
Stemi juga terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah
terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar
kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya
STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan
penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini
dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat
dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.

1. Faktor yang tidak dapat dirubah :


a) Usia
Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang
progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi
mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ
pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia
antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat
lima kali lipat (Kumar, et al., 2007).
b) Jenis kelamin
Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali
jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi berat. Setelah
menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan
atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan
dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon
estrogen (Kumar, et al., 2007).
c) Ras
Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang
kulit putih.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner
(saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA.

2. Faktor resiko yang dapat dirubah :


a) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau
trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol
di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria,
dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya
melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan
dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan
kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung
terhadap penyakit ini.
b) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan
darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi
dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60%
dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan,
sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal
jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena
stroke (Kumar, et al., 2007).
c) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi
rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan
keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam
jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD sekitar
200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara substansial
(Kumar, et al., 2007).
d) Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga
meningkatkan predisposisi atherosclerosis. Insiden infark miokard
dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada
tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang
menderita diabetes mellitus
e) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung
koroner.
f) Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang
bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

C. MANIFETASI KLINIS
a. Klinis
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak
mereda, bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini
merupakan gejala utama. Nyeri merupakan manifestasi yang paling
umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri
yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan
dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau
seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan
pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih
berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian
tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan.
Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang
bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat,
nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2007).
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (menyimpulkan pengalaman nyeri)

b. Laboratotium
1. Pemeriksaan Enzim jantung
- CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam,
kembali normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
- CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam
dan kembali normal pada 48-72 jam
- LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam
24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
- AST (/SGOT : Meningkat

2. EKG
Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu
gelombang Q nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik.
Perubahan- perubahan ini tampak pada hantaran yang terletak diatas
daerah miokardium yang mengalami nekrosis. Selang beberapa waktu
gelombang ST dan gelombang T akan kembali normal hanya
gelombang Q tetap  bertahan sebagai bukti elektrokardiograf adanya
infark lama.

D. PATOFISIOLOGI
Penyebab paling sering Akut Miokard Infark adalah penyempitan
pembuluh darah yang disebabkan oleh karena atheromatous. Pecahnya plak
menyebabkan terjadinya agregasi trombosit, pembentukan thrombus dan
akumulasi fibrin, perdarahan dalam plak dan beberapa tingkatan vasospasm.
Keadaan ini akan mengakibatkan sumbatan baik parsial  maupun total, yang
berakibat iskemi miokard. Sumbatan total pembuluh darah yang lebih dari 4-6
jam berakibat nekrosis miokard yang irreversible tetapi reperfusi yang
dilakukan dalam waktu ini dapat menyelamatkan miokardium dan
menurunkan morbiditas dan mortalitas.
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible.
Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah
iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel
kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah
infark, makin kurang daya kontraksinya.
Secara fungsional, infark miokard menyebabkan : berkurangnya
kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel
kiri, berkurangnya volume denyutan,  berkurangnya waktu pengeluaran dan
meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri.
Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi  juga
lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga dinamakan
berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial, infark
intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural
meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark miokard memiliki
daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi daerah cedera, diluarnya
dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing menunjukkan pola EKG
yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim intramiokard, enzim ini
membantu menentukkan beratnya infark. Jaringan otot jantung yang mati,
diganti jaringan parut yang dapat mengganggu fungsinya (Dr. Jan
Tambayong, 2007)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis
STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac
imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.
1. Electrocardiograf (ECG)
Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu
a) Lead II, III, aVF : Infark inferior
b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal
c) Lead V2-V4 : Infark anterior
d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral
e) Lead I, aVL : Infark high lateral
f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas
g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral
h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu
2. Serum Cardiac Biomarker
Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas
dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan
pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi
intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker
kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak
untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan
sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.
a) cTnT dan cTnI
Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin
I (cTnI) memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini
yang ada dalam otot skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan
dilakukannya quantitative assay untuk cTnT dan cTnI dengan antibody
monoclonal yang sangat spesifik. Karena cTnT dan cTnI secara normal
tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi meningkat setelah
STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal, pengukuran
cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic. Kadar
cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah
STEMI.
b) CKMB
Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan
umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan
total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK
juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark
intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik
untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang
signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis,
pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim
MB dalam serum.

3. Cardiac Imaging
a) echocardiography
Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional
echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI.
Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial
sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography,
prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak
terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada
atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan
echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan,
seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi
echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam
segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri menunjukkan
indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga dapat
mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler,
efusi pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler
echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan
regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI.

b) High resolution MRI


Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high
resolution cardiac MRI.
c) Angiografi
Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung
yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner
besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi


Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan
leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah
onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali
mencapai 12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat
secara lebih lambat dibandingkan dengan hitung sel darah putih,
memuncak selama minggu pertama dan kadang tetap meningkat selama 1
atau 2 minggu.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar
kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.
Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
 Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
 Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

2. Hospital/ Medis
Tujuan penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah memperkecil
kerusakan  jantuang sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera
mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
jantung. Terapi obat-obatan ,pemberian O2, tirah baring dilakukan secara
bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan O2
digunakan untuk meningkatkan suplay O2, sementara tirah baring
digunakan untuk mengurangi kebutuhan O2. Hilangnya nyeri merupakan
indicator utama bahwa kebutuhan dan suplai O2 telah mencapai
keseimbangan. Dan dengan penghentian aktifitas fisik untuk mengurangi
beben kerja jantung membatasi luas kerusakan.

a) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien
dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus
didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung
kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya
menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan
komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi
dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau
ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
b) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ±
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat
tetapi rendah natrium.
c) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
3. Farmakoterapi
a) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena
infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi
nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
b) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.
c) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai
dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
d) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan
ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
e) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

G. KOMPLIKASI
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikuler kiri mengalami serial perubahan
bentuk,ukuran dan ketebalan pada segment yang mengalami infak miokard
dan non infak. Proses ini disebut remodeling ventrikuler dan pada
umumnya mendahulukan berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun paska infak, segera setelah infak ventrikel
kiri memgalami dilatasi secara akut hasil ini berasal dari ekspansi infak
antara lain:slippage serat otot,disfungsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadinya
penampungan segment non infak mengakibatkan penipisan yang
diproporsionalkan dan elegasi zona infak. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi ditentukan dengan ukuran dalam lokasi
infak dengan dilatasi terbesar paska infak pada afeks pentrikel kiri yang
menyebabkan penurunan hemodinamik yang nyata. Lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis yang lebih buruk progresivitas dilatasi dan
konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor dan
vasodilator yang lain. Pada pasien dengan fraksi injeksi <40% tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung,inhibitor ACE harus diberikan.
2. Gangguan hemodinamik/ Pump Failure
Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian pada
STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki bassah di
paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen
sering dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala
awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark
yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul
lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang
ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan
perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis
metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi
miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di
rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda
adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran
melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang
sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah
yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan
diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk,
akibatnya terjadi hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan
mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat
yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium
kiri dan vena pulmonalis.
8. Defek septum ventrikel
Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture
dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.
9. Rupture jantung
Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi
peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak
elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah
menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade
jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.
10. Aneurisma ventrikel
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
11. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel
menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus.
Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi
sistemik.
12. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
H. PATHWAY STEMI
Aterosklerosis Trombosis

Aliran darah kejantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan Miokard infark Kurang


Informasi

Nekrose lebih dari 30 menit Defisit


Pengetahuan

Supply dan kebutuhan oksigen ke miocard turun

Metebolisme anaerob Seluler Hipoksia

Timbunan asam laktat Nyeri Intergritas membran sel


berubah

Meningkat

Cemas Kontraktilitas Resiko


penurunan
ganggua pertukaran Fatique turun
curah jantung
gas

COP turun Kegagalan pompa


jantung

Intoleransi aktifitas

Gangguan perfusi jaringan Gagal jantung

Resiko Kelebihan Volume


Cairan

ekstravaskuler
I.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Identitas Klien
Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan,
agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat
yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan
pekerjaan.
 Status kesehatan saat ini
Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
 Riwayat penyakit sekarang (PQRST)
1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang
dengan istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.
3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau
nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat
terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.
4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan
rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara
4-5 skala (0-5).
5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak.
Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15
menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-
gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea,
berkeringat, amsietas, dan pingsan.
 Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi,
DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum
oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi
alergi apa yang timbul.
 Riwayat keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada
anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik
pada keturunannya.
 Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup
menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada
istirahat/kerja.
 Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot
papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
 Integritas ego
Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir
tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,
marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.
 Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun
 Makanan/cairan
Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu
hati/terbakar.
Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan
perubahan berat badan
 Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri
 Neurosensori
Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun
(duduk/istirahat)
Tanda: perubahan mental dan kelemahan
 Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala:
a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan
dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,
dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya
seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher
c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan,
seperti dapat dilihat.
d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin
pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan
DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
c) Menarik diri, kehilangan kontak mata
d) Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,
pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
 Pernapasan
Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk
produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan
kronis
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas
bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.
 Interaksi social
Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping
dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan
menarik diri dari keluarga
 Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,
penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik
Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:
1. Tingkat kesadaran
2. Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)
3. Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak
mencukupinya oksigen ke dalam miokard
4. Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung
5. Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan
pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit
setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan
kontraksi ventrikel
6. Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume
7. Warna dan suhu kulit
8. Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap
tanda-tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)
9. Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri
mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal
10. Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema,
adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan
oliguria

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
oklusi arteri koroner
2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi,
irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik, otot infark, kerusakan struktural
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil/Tujuan IAKTIVITAS
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubunga intervensi selama 3 x 24 Observasi
n dengan di harapkan pasien :  Identifikasi
iskemia  Keluhan nyeri lokasi,
jaringan (menurun) karakteristik,
sekunder  Gelisah durasi, frekuensi,
terhadap (menurun) kualitas,
oklusi arteri  Meringis intensitas nyeri.
koroner (menurun)  Identifikasi skala
 Gelisah nyeri
(menurun)  Identifikasi
 Perilaku respons non
(membaik) verbal
 Fungsi  Identifikasi
berkemih factor yang
(membaik) memperingan
dan memperberat
nyeri.

Terapeutik
 Berikan teknik
non
farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri.
 Control
lingkunagn yang
memperberat
rasa nyeri
 Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan
strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan
menggunakan
analgesic secara
tepat
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
anagesik, jika
perlu

intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi


aktivitas Tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam  Identifikasi
dengan ekspetasi meningkat gangguan fungsi
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : tubuh yang
antara suplai  Frekuensi nadi mengakibatkan
oksigen miokard meningkat kelelahan
dengan kebutuhan,  Saturasi oksigen  Monitor
adanya meningkat kelelahan fisik
iskemia/nekrotik  Kemudahan dalam dan emosional
jaringan miokard, aktifitas sehari-  Monitor pola dan
efek obat depresan hari menungkat jam tidur
jantung  Keluhan Lelah  Monitor lokasi
menurun dan
 Dispnea ketidaknyamana
setelahaktifitas n selama
menurun melakukan
 Perasaan lemah aktivitas
menurun Terapeutik
 Siannosis  Sediakan
menurun lingkungan
 Warna kulit nyaman dan
membaik rendah stimulus
 Tekanan darah (mis. cahaya,
mambaik suara,
Frekuensi napas kunjungan)
memabaik  Anjurkan tirah
baring
 Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
 Gunakan latihan
rentang gerak
pasif dan/atau
aktif
 Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Fasilitasi duduk
di sisi tempat
tidur, jika tidak
dapat berpindah
atau berjalan
 Anjurkan
menghubungi
perawat jika
tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Edukasi
 Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
Penurunan curah Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung Tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 3x24 jam  Identifikasi
dengan perubahan ekspetasi meningkat tanda/gejala
frekuensi, irama, dengan kriteria hasil : primer
konduksi elektri,  Kekuatan nadi penurunan curah
penurunan prefer meningkat jantung (meliputi
preload/peningkata  Palpitasi menurun dispnea,
n tahanan vaskuler  Brakikardia kelelahan,
sistemik, otot menurun edema, ortopnea,
infark, kerusakan  Takikardia paroxysmal
struktural menurun nocturnal

 Lelah menurun dyspnea,

 Edema menurun peningkalan


CVP.
 Distensi vena
jugularis menurun  Identifikasi
tanda/gejala
 Dispnea menurun
sekunder
 Pucat menurun penurunan curah
 Batuk menurun jantung (meliputi
Murmur jantung menurun peningkatan
berat badan,
hepatomegali,
distensi vena
jugularis,
palpitasi, ronkhi
basah, oliguria,
batuk, kulit
pucat)
 Monitor tekanan
darah (termasuk
tekanan darah
ortostatik)
 Monitor intake
dan output cairan
 Monitor berat
badan setiap hari
pada waktu yang
sama
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor keluhan
nyeri dada
(intensitas,
lokasi, radiasi,
durasi,
presivitasi yang
mengurangi
nyeri)
 Monitor EKG 12
sadapan
 Monitor aritmia
(kelainan irama
dan frekuensi)
 Monitor nilai
laboratorium
jantung (mis.
elektrolit, enzim
jantung, BNP,
NTpro-BNP)
 Monitor fungsi
alat pacu jantung
 Periksa tekanan
darah dan
frekuensi nadi
sebelum dan
sesudah aktivitas
 Periksa tekanan
darah dan
frekuensi nadi
sebelum
pemberian obat
(mis. beta
blocker, ACE
inhibitor,
calcium channel
blocker,
digoksin)
Terapeutik
 Posisikan pasien
semi-Fowler atau
Fowler dengan
kaki ke bawah
atau posisi
nyaman
 Berikan diet
jantung yang
sesuai (mis.
batasi asupan
kafein, natrium,
kolesterol, dan
makanan tinggi
lemak)
 Gunakan
stocking elastis
atau pneumatik
intermiten,
sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien
dan keluarga
untuk modifikasi
gaya hidup sehat
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi
stres, jika perlu
 Berikan
dukungan
emosional dan
spiritual
Edukasi
 AJarkan paslen
dan keluarga
mengukur berat
badan harlan
 Ajarkan pasien
dan keluarga
mengukur intake
dan output cairan
harian Anjurkan
beraktivitas fisik
sesuai toleransi
 Anjurkan
beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan
berhenti
merokok
Kolaborasi ·
 Kolaborasi
pemberian
oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94% -
Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia,.( 2006).Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi.


PERKI
Sudoyo A.,W, (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke Empat-
Jilid III. Universitas Indonesia: Jakarta
Coven, D.,L. 2011. Acute Coronary Syndrome. Retrieved from
http://emedicine.medscape.com/article/1910735-overview
http://niawatulapriliya.blogspot.co.id/2015/12/laporan-pendahuluan-
nstemi.html
PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan. Jakarta Selatan.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan. Jakarta Selatan.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.

You might also like