Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 3

Kerja Dari Rumah Gaji USD!

Begini Kisah Para Remote Worker Sukses di Indonesia


Posted on January 28, 2021

Bekerja remote adalah sistem bekerja di mana para pegawai tak diwajibkan datang ke kantor. Pegawai
bisa bekerja dari mana saja, asalkan terhubung dengan jaringan sistem kerja yang disediakan oleh
perusahaan.

Dalam remote working, bisa saja kamu, misalnya, rumahnya di kawasan Jakarta, sedangkan kantornya
di Jerman atau Belanda. Modal yang kamu dibutuhkan hanyalah kemampuan di bidang tertentu,
internet, gadget mumpuni dan update dengan perkembangan teknologi, karena semua komunikasi dan
segala pekerjaannya dilakukan dengan mengandalkan teknologi.

Bagi kamu tertarik bekerja jarak jauh yang dibarengi gaji USD, berikut ini bebebapa kisah para remote
worker sukses di Indonesia, dilansir dari laman pelangifedora.com dari berbagai sumber. Simak yuk!

1. Rahmat Awaludin

Rahmat Awaludin merupakan seorang senior Web Developer dari Bandung. Ia telah bekerja secara
remote selama 3 tahun untuk perusahaan di luar negeri. Dilansir dari laman leanpub.com, saat ini ia
bekerja di Keller William Inc dari Austin, Texas sebagai lead dari sebuah tim untuk pengembangan
sistem. Ia cukup bekerja dari rumah dan bisa menghasilkan.

Sebelumnya, Rahmat Awaludin menempuh pendidikan D3 Unpad jurusan Manajemen Informatika. Dari
sinilah ia belajar dasar-dasar ilmu coding. Ia juga mendapat pengalaman mengerjakan project ketika
kuliah, yang akhirnya membantu pekerjaannya hingga sekarang.

Setelah lulus kuliah, senior web developer yang akrab disapa Kang Rahmat ini bekerja untuk Express
Taxi di Jakarta. “Lepas dari project untuk Express Taxi, saya menemukan postingan kerjaan di grup
Laravel PHP Indonesia di FB oleh Harry Saputra. Dan, beruntungnya, itulah pengalaman pertama saya
kerja remote ke perusahaan asing. Lebih tepatnya perusahaan Malaysia bernama Slashes and Dots
SDN BHD, “ungkap Kang Rahmat.

Namun, setelah setahun bekerja remote ke Slashes and Dots, ia memutuskan untuk resign dan
menganggur selama 6 bulan.

Selama menjadi pengangguran, Kang Rahmat mengisi waktu dengan menulis buku. Sampai akhirnya ia
membuat grup komunitas Kerja Remote di facebook. Dari sana lalu ada teman share lowongan kerja
remote dan ia pun ikut mendaftar.

“Ini gimana tes nya?udah kamu mah tinggal masuk ajah…langsung masuk tuh. Jadi pentingnya
silaturahmi tuh kayak gitu. Karena sudah sahabatan..pas daftar tuh langsung masuk-masuk aja. Paling
wawancara dikit udah gitu langsung kerja dan sekarang sudah 3 tahun ini sama klien yang ini,”kenang
Kang Rahmat.

Dari bekerja remote, di Texas, Kang Rahmat kini mendapat penghasilan sekitar 10-20 kali lipat gaji UMR
Depelover di Kota Bandung atau sekitar 40-80 juta per bulan.

2. Sigit Dewanto

Sigit Dewanto seorang Soft Enginer yang bekerja remote selama 5 tahun di Scrapinghub. Dilansir dari
lamam Seagatesoft, kisahnya dimulai dari 10 tahun lalu, saat ia mengerjakan skripsi. Waktu itu Sigit
Dewanto mengimplementasikan ulang DEPTA, suatu algoritma untuk mengekstrak data dari halaman
web.
1
DEPTA dirancang oleh seorang mahasiswi doktoral di University of Illinois at Chicago, Yanhong Zhai,
beserta dosen pembimbingnya, Profesor Bing Liu. Prof. Bing Liu ini merupakan penulis kitab sakti Web
Data Mining.

Tahun 2012, Sigit baru mulai mengenal yang namanya Github. Ia kemudian merilis kode program
implementasi ulang DEPTA yang dibuatnya di Github dengan nama SDE. Setelah itu, Sigit mengirimkan
surel ke Prof. Bing Liu untuk menginformasikan bahwa ia telah mengimplementasikan ulang algoritma
beliau dan mempublikasikannya sebagai perangkat lunak open source. Beruntungnya, Prof. Bing Liu
menyambut positif hal tersebut dan menambahkannya di tautan situs web beliau ke laman SDE.

Setahun setelahnya, Sigit melihat bahwa ada beberapa orang yang mem-fork repositori SDE miliknya.
Salah satunya adalah seorang software engineer dari perusahaan yang bernama Scrapinghub. Sigit lalu
mengunjungi situs web Scrapinghub dan menemukan bahwa mereka adalah perusahaan di balik Scrapy.
Selain itu, mereka merupakan perusahaan remote dan sedang membuka lowongan untuk pemrogram
Python/Scrapy.

Lowongan tersebut tentu menarik untuk Sigit yang saat itu sudah 4 tahun bekerja di Jakarta. Ia berpikir
kalau bisa kerja remote di Scrapinghub, tentu saja ia bisa pulang kampung ke Yogyakarta. Namun
masalahnya adalah, ia belum punya pengalaman profesional menggunakan Python.

Akhirnya ia nekat mengisi dan men-submit formulir aplikasi pekerjaan tersebut. Tak disangka, besoknya
Sigit langsung mendapat surel dari Scrapinghub untuk menjadwalkan wawancara dengan para co-
founders sekaligus direktur Scrapinghub (Pablo dan Shane).

Karena perbedaan zona waktu Pablo di Uruguay, Shane di Irlandia, sementara Sigit di Indonesia,
wawancara pun dijadwalkan pada pukul 19.30 waktu Indonesia. Dengan kemampuan bahasa Inggris
yang seadanya, Sigit menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Setelah membahas beberapa hal, mereka memberitahukan bahwa karena belum punya pengalaman
profesional menggunakan baik Python maupun Scrapy, mereka memberikan test project. Dalam test
project ini, ia diminta untuk membuat beberapa Scrapy spider untuk mengekstrak data dari beberapa
situs web. Menariknya, ia dibayar (hourly-based) untuk mengerjakan test project ini.

Dua minggu kemudian, ia mendapatkan surel dari Pablo yang berisi penawaran pekerjaan di
Scrapinghub.

3. Theresia Tanzil

Theresia Tanzil seorang remote worker di Scrapinghub.com. Scrapinghub adalah perusahaan web
scraping, web automation, dan data mining yang berpusat di Irlandia. Kalau ada yang familiar dengan
Scrapy, framework open source untuk web crawling dalam bahasa pemrograman Python, nah
Scrapinghub ini official maintainer-nya.

Ia bergabung pada tahun 2015 sebagai Python Developer dan sejak 2016 sebagai Solution Architect.
Tim Scrapinghub 100% terdistribusi di seluruh dunia. Dari India, Eropa, Amerika Selatan, dan Amerika
Utara. Klien Scrapinghub juga tersebar di zona waktu yang tidak ada batasnya.

“Kalau kamu bekerja dengan tim yang tersebar di penjuru dunia, akan sulit untuk bisa tetap bekerja di
zona waktu “normal” di Indonesia. Kamu harus siap online, meeting, conference call di jam-jam yang
tidak lazim. Tidak semua orang akan bisa menikmati dan bertahan melakukan ini dalam jangka waktu
lama,”ungkap Theresia.

“2 tahun awal saya sangat menikmati keseruan coding, debugging, launching, menjawab support dari
divisi operasional, riset mainan-mainan baru yang bisa dipakai untuk fitur tertentu, and overall crushing it
and getting so much things done. Lalu ada satu titik saya justru merasa lebih bersemangat setelah
meeting baik itu tatap muka maupun conference call.”tambahnya.
2
Lanjut Theresia, tekanan kerja bekerja jarak jauh lebih berorientasi pada hasil (results-oriented)
dibanding pada jam kerja yang dihabiskan (hours-worked). Logikanya, kalau kamu bangga atas
kemampuanmu dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, kamu akan ingin dapat menunjukkan
hasil, supaya tidak dianggap magabut.

4. Eko Suprapto Wibowo

Eko Suprapto Wibowo merupakan seorang Senior Python Developer dari Jogja. Setelah lulus kuliah, ia
mengambil kerjaan freelancer karena memang tak suka kerja ngantor.

Tahun 2010, ia diajak temannya bernama kang Aditya Agustyana, ke oDesk (sekarang upwork). Dia lah
yang mengenalkan tentang kerja remote : kerja dari rumah dan bergaji USD.

Sebelumnya, lelaki kelahiran Bali ini bekerja di Gamatechno UGM selama 11 bulan. Kemudian ia
mengundurkan diri setelah dapat SP-2, dan mulai bantu-bantu temen tugas akhir dan sampai akhirnya
ngeblog di http://swdevsoftwareconsulting.blogspot.com

Tak lama setelahnya, ia mulai apply kerjaan odesk dan berhasil! Akhirnya ia mulai kerja remote pada
Agustus 2011.

Ia terinspirasi melihat kawannya yang mendapat income fantastis dari odesk.


“Wah, ediyan! Pny macbook cuy!”. Ngobrol-ngobrol, woa! Income dari odesk amazing banget. Ga akan
programmer lokal bisa ngebayangin gaji selevel itu…”tutur Eko becerita.

Lalu sejak 2012 akhir Eko mulai berusaha fokus hanya ambil kerjaan remote via odesk. Dan hasilnya
mengesankan. Dari bekerja remote, kini ia mendapat penghasilan sekitar 30 juta per bulan.

“Kerja remote itu kerja sebenar-benarnya kerja. Ga bisa main-main. Ga bisa disambi-sambi ma kerjaan
lain. Saat saya masih keluar masuk odesk, saya blas belum pernah bisa nembus angka $1000/bulan.
Rasanya angka itu pun mustahil. Tapi setelah saya totally fokus di 2014…. angka pendapatan bulanan
saya ada di kisaran 30jt/bulan. Itu… berat dibayangkan gimana caranya bagi programmer kantoran
lokal.”tutur alumni UGM yang satu ini.

Menurut Eko, bisa bekerja dari rumah, terasa lebih fleksibel karena bisa membagi waktu antara
pekerjaan dengan keluarga.

Di Upwork sendiri ia bekerja dengan menggunakan waktu UTC+0, sehingga pada pola kerja fulltime 8
jam per hari selama 5 hari per minggu (Fulltime 8hr/day x 5day/week).

You might also like