Professional Documents
Culture Documents
U.QURAN-WPS Office
U.QURAN-WPS Office
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita
dari zaman kegelapan jahiliyah menuju zaman terang benderang addinul islam.
Tak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Zakiya, M.Ag sebagai
dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur'an yang telah membimbing saya, saya juga
ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu saya
menyelesaikan makalah ini.
Mungkin tugas yang saya buat, belum sempurna oleh karena itu, saya meminta maaf
jika makalah ini masih terdapat kekurangan. Saya mohon saran dan kritiknya untuk
memperbaiki pembahasan makalah ini. Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi
Wabarakatuh.
Penulis
1
DFTAR ISI
Bab 1 Pendahuluan
A. Kesimpulan ................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................... 13
Dafrat Pustaka
2
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tafsir merupakan usaha untuk menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nasnya
atau dengan isyarat atau tujuannya. Sering kali tafsir digunakan untuk
memeaparkan kandungan makna yang terdapat dalam Al-Qur’an karena dalam
perkembangan zaman saat ini akan sulit jika mengambil dasar hukum tanpa
menafsirkannya yerlebih dahulu. Untuk mendalami ilmu tafsir alangkah baiknya
untuk mengetahui sejarah awal mula dan sejarah perkembangan tafir agar ada
kejelasan dalam hal ini maka pemakalah berusaha memaparkan sejarah
perkembangan tafsir dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Terminologi Tafsir?
2. Apa Tafsir dan Ta'wil (Perbedaan dan Persamaan)?
3. Bagaimana Tafsir Pada Masa Nabi?
4. Bagaiman Tafsir Pada Masa Sahabat?
5. Bagaimana Tafsir Pada Masa Tabi'in?
6. Bagaimana Tafsir Pada Masa Abada ll, lll dst?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Terminologi Tafsir
2. Untuk Mengetahui Tafsir dan Ta'wil (Perbedaan dan Persamaan)
3. Untuk Mengetahui Tafsir Pada Masa Nabi
4. Untuk Mengetahui Tafsir Pada Masa Sahabat
5. Untuk Mengetahui Tafsir Pada Masa Tabi'in
6. Untuk Mengetahui Tafsir Pada Masa Abada ll, lll dst
BAB ll
3
PEMBAHASAN
A. Terminologi Tafsir
Tafsir (( تفسرsecara bahasa merupakan bentuk Mashdar dari kata – فسر – يفسر
تفس@@@@@يراYang berati االيض@@@@@احMenjelaskan), @( الت@@@@@بينMenerangkan), dan
االظهارMenampakan). Tafsir mengikuti wazan Taf’il dapat juga berarti الكشف و البيان
Menjelaskan dan Menguraikan.1
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefenisikan tafsir menurut
pandangannya masing-masing. Diantaranya adalah:
1. Al-Zarqani
ث ع َْن ْالقُرْ آ ِن ْال َك ِري ِْم من حيث داللته على مراد هللا تعلى بقدر الطاقة البشرية
ُ ِع ْل ٌم يَب َْح2
Ilmu yang membahas al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan maksud yang
dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia.
2. Al-Zarkasyi
علم يعرف به كتاب هللا المنزل على نبيه محمد صلى هللا عليه وسلم وببان معانيه واستخراج احكامه وحكمه3
Ilmu untuk memahami kitabullah yang diturunkan kepada nabi Saw. Menjelaskan
maknanya, hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya.
3. Khalid bin Utsman al-Tsabt
البشرية4علم يبحث فيه عن احوال القران العزيز من حيث داللته على مراد هللا تعلى بقدر الطاقةl
Ilmu yang membahas tentang keadaan al-Quran dari segi dilalahnya, berdasarkan
maksud yang dikehendaki oleh Allah sebatas kemampuan manusia.
Dari pengertian-pengertian tafsir tersebut dapat kita pahami bahwa tafsir itu
adalah upaya seorang mufassir untuk menjelaskan al-quran untuk mengetahiu
makna-maknanya, hukum-hukumnya, dan hikmah-hikmah yang terkandung
didalam al-quran.
3
Badr Al-Din Muhammad Ibn Abdullah Ibn Bahadir Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi Ulumil Quran, (Beirut: Dar Al-
Ma’rifah, 1957) Juz 2, Hal. 163-164
4
Khalid Bin Utsman Al-Tsabt, Qawaid Al-Tafsir Jam’an Wa Dirasasatan, (
4
tabir tersingkap. Jadi, Takwil dapat berarti pendalaman makna (intensification of
meaning) dari tafsir. Tafsir menyingkap tabir makna dari lafazh yang tersirat
(implisit) sedangkan Takwil menemukan makna batin (esoteris) dari lafazh yang
eksplisit (tersurat) atau ambigu (mutasyabih).
Mengenai perbedaan ini ada yang menyimpulkan bahwa perbedaan tafsir dan
takwil adalah sebagai berikut:
1. Tafsir itu lebih umum dari takwil karena dipakai dalam kitab Allah dan
lainnya, sedangkan takwil itu lebih banyak digunakan dalam kitab Allah.
2. Tafsir pada umumnya digunakan pada lafazh dan mufradat (kosakata),
sedangkan takwil pda umumnya digunakan untuk menunjukan makna dan
kalimat.
3. Takwil diartikan juga sebagai memalingkan makna suatu lafazh dari makna
yang kuat (ar-rajih) ke makna yang kurang kuat (al-marjuh), karena disertai
dalilyang menunjukan demikian. Sedangkan tafsir menjelaskan makna suatu
ayat berdasarkan makna yang kuat.
4. Para ulama ada juga yang berpendapat bahwa tafsir adalah penjelasan yang
berdasarkan riwayah, dan takwil berdasarkan dirayah.
Persamaan antara ta'wil dan tafsir diantaranya
5
Yayan Rahtikawati, Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2013) 31.
5
Menurut Al-Suyuṭi, pada masanya, Nabi merupakan penafsir tunggal dari al-
Qur’an yang memiliki otoritas spiritual, intelektual, dan sosial. 6Akan tetapi
kebutuhan terhadap penafsiran pada masa itu tidak sebesar pada masa-masa
berikutnya.
Dalam penyampaiannya, tidak semua ayat dalam Al Qur’an dijelaskan oleh Nabi
Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Beliau hanya menjelaskan ayat-ayat yang makna dan
maksudnya tidak diketahui oleh para sahabat, karena memang hanya beliau yang
dianugerahi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tentang tafsiran al-Qur’an. Begitupun
dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang hal-hal gaib, yang tidak ada seorang
pun tahu kecuali Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, seperti terjadinya hari kiamat, dan
hakikat ruh, semua itu tidak dijelaskan dan ditafsiri oleh Rasulullah Ṣallallah
Alayhi wa Sallam.7
Selain itu, dalam menafsirkan al-Qur’an, Nabi juga menggunakan bahasa yang
tidak panjang lebar, beliau hanya menjelaskan hal-hal yang masih samar dan
global, memerinci sesuatu yang masih umum, dan menjelaskan lafadz dan hal-hal
yang berkaitan dengannya.
1. Bentuk-bentuk tafsir yang dilakukan Nabi
Dalam menafsirkan al-Qur’an, Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam juga
memiliki bentuk-bentuk tersendiri. Bentuk-bentuk penafsiran yang dilakukan oleh
Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam diantaranya adalah menafsirkan ayat
Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an yang lain, hal ini sesuai dengan riwayat yang
disampaikan oleh Al-Bukhari, Muslim dan lainnya dari Ibnu Mas’ud yang
mengatakan bahwa tatkala turun ayat;
َ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا ِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأولَِئ
َك لَهُ ُم األ ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهتَ ُدون
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kelaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Banyak para sahabat yang merasa resah karena mereka menganggap tidak akan
bisa manusia hidup tanpa pernah melakukan keḍaliman. Melihat hal tersebut,
6
Jalaluddin al-Suyuṭi, Al-Itqan fî Ulûm al-Qur’an, (Bairut : DKI, 2012) 173.
7
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN, Al Quran Kita: Studi Ilmu, Sejarah, dan Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press,
2011). h. 201-202.
6
Rasulullah menjelaskan bahwa hakikat makna lafaẓ ظلمdi ayat tersebut adalah
sebagaimana lafaẓ ظلمpada ayat :8
ال تُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ ِإ َّن ال ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم
Janganlah kalian menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah
keḍaliman yang besar.
Penafsiran dengan bentuk menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an
merupakan cara yang tepat dan paling baik. Ibnu Taimiyah berkata bahwa, apabila
seseorang bertanya tentang cara penafsiran yang baik, maka jawabannya adalah
menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an itu sendiri.9
Selain menggunakan ayat Al-Qur’an yang lain untuk menafsirkan suatu ayat
Al-Qur’an, Rasulullah Salla Allah ‘Alayhi wa Sallam juga menggunakan hadis
dalam menafsirkan suatu ayat. Misalnya dalam menafsirkan ayat;
هُ َو َأ ْه ُل التَّ ْق َوى َوَأ ْه ُل ْال َم ْغفِ َرة
Dia (Allah) adalah Tuhan Yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak
memberi ampun.
Rasulullah menggunakan hadis qudsi yang diriwayatkan oleh sahabat Anas
Raḍiyallahu ‘Anhu, bahwa Allah Subḥānahu wa Ta’āla telah berfirman;
انا اهل ان اتقي فمن اتقانى فلم يجعل معى الها فانا اهل ان اغفرله
“Aku (Allah) adalah Dhat yang patut disembah. Barang siapa yang bertakwa dan
tidak menjadikan sekutu bagi-Ku, maka Aku akan mengampuninya.”
Bentuk dan karakteristik penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah Salla Allah
‘Alayhi wa Sallam tersebut sekarang kita kenal dengan nama tafsir bi al-Ma’thur
yang kehujjahannya tidak perlu dipertanyakan lagi.
8
Muhammad Abdurrahman Muhammad, Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi Muhammad SAW, terj.
Rosihon Anwar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 99.
9
Muhammad Abdurrahman Muhammad, Penafsiran Al-Qur’an Dalam Perspektif Nabi Muhammad SAW, terj.
Rosihon Anwar, 101.
7
mereka, sehingga ketika ditemukan suatu permasalahan, para sahabat cukup
menayakannya kepada Nabi dan permasalahan tersebut akan selesai.
Abdullah ibn Abbas yang wafat pada tahun 68 H, adalah tokoh yang biasa dikenal
senagai orang pertama dari sahabat nabi yang menafsirkan al-Qur’an setelah nabi
Muhammad Ṣallallah Alayhi wa Sallam. Ia dikenal dengan julukan “Bahrul
Ulūm” (Lautan Ilmu), Habrul Ummah (Ulama’ Umat), dan Turjamanul Qur’an
(Penerjemah Al-Qur’an) sebagaimana telah diriwayatkan di atas, bahwa nabi
pernah berdo’a kepada Allah agar Ibnu Abbas diberi ilmu pengetahuan tentang
ta’wil al-Qur’an (lafadz-lafadz yang bersifat ta’wil dalam al-Qur’an).10
a. Bentuk dan karakteristik tafsir Sahabat
Sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an cenderung pada penekanan arti lafadz yang
sesuai serta menambahkan qawl (perkataan atau pendapat) supaya ayat al-
Qur’an mudah dipahami. Sifat tafsir pada masa-masa pertama ialah sekedar
menerangkan makna dari segi bahasa dengan keterangan-keteranagan ringkas
dan belum lagi dilakukan istimbaṭ hukum-hukum fiqih.11
Firman Allah yang berbunyi :
َوفَا ِكهَةً َوَأبًّا
dan buah-buahan serta rerumputan.
Abu ‘Ubaidah memuatkan dalam buku al-Faḍāil dari Anas, bahwa Umar bin
Khattab pernah membaca ayat tersebut di atas mimbar. Dari ayat itu
kemudian Umar mengatakan “ Kalau Fāqihah sudah umum kita ketahuai, tapi
apakah ‘Abba itu?, sesudah itu dia melihat dirinya sendiri. Lalu Abu
‘Ubaidah mengatakan : إن ه@@ذا لهو التكلف يا عمر. (ini sesuatu yang diberat-
beratkan wahai umar.
Juga firman Allah yang berbunyi :
ت َوالصَّال ِة ْال ُو ْسطَى َّ َحافِظُوا َعلَى ال
ِ صلَ َوا
Peliharalah semua shalat dan shalat wushtha
Siti Aisyah menyandarkan ayat tersebut dengan menambahkan penafsirannya
yaitu : “shalat Ashar”.
10
Ahmad Syurbasyi, Studi tentang sejarah perkembangan tafsir al-qur’an al-karim,(Jakarta : Kalam Mulia, 1999)
87.
11
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2009) 183.
8
Dalam berpendapat tentang tafsir dari suatu ayat, para sahabat juga tidak
menggunakan kehendak nafsunya sendiri atau dengan pemikiran tercela,
melainkan menggunakan pemikiran yang terpuji. Tafsir dengan pikiran yang
tercela ialah apabila mufassir dalam memahami pengertian kalimat yang khas
dan mengistimbaṭkan hukum hanya dengan menggunakan pikirannya saja dan
tidak sesuai dengan ruh syari’at.
Sedangkan tafsir yang menggunakan pikiran yang terpuji ialah apabila mufassir
dalam menafsirkan ayat tidak bertentangan dengan tafsir ma’thūr. Selain itu
penafsirannya harus berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan
satu kaitan berpikir mengenai kitab Allah menurut hidayah sunnah Rasul
yang mulia.
b. Metode Sahabat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an
Dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, para shahabat juga memiliki metode dan
materi tafsir tersendiri. Adapun metode dan materi tafsir menurut mereka
adalah :[28]
1. Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an. Inilah yang paling baik.
2. Mengambil dari tafsir Nabi yang dihafal sahabat beliau.
3. Menafsirkan dari apa yang mereka sanggupi dari ayat-ayat yang
bergantung pada kekuatan pemahaman mereka, keluasan daya
mendapatkannya, kedalaman mereka mengenai bahasa al-Qur’an dan
rahasianya, keadaan manusia pada waktu itu, dan adat istiadat mereka di
tanah arab.
4. Mengambil masukan dari apa yang mereka dengar dari tokoh-tokoh Ahli
Kitab yang telah masuk Islam dan baik Islam mereka.
12
Syaikh Manna Al-Qaththan.. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.2005) hal:426
9
Meluasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat non-Arab
yang masuk Islam menyebabkan kebutuhan akan tafsir menungkat. Di sisi
lain, generasi yang menerima penjelasan langsung dari Nabi semakin sedikit
dan mereka terpencar-pencar di sejumlah wilayah kekuasaan Islam yang
baru.
Oleh sebab itu apabila segala ilmu yang bersinggungan dengan al-
Qur’an tidak segera dibukukan, akan menghambat kemajuan Islam. Dengan
demikian, pada akhirnya ilmu al-Qur’an di bukukan.
10
b. Sebagian kelompok lainnya, seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Abi
Mulaikah, dan al-A’masy. Kelompok ini merupakan kelompok mayoritas
yang menyatakan bahwa tafsir tabi’in dapat di pegang jika tidak di
temukan tafsir Rasulullah Saw. dan sahabat. Hal itu, karena tabi’in
menerima tafsir sahabat, menghadiri majelis mereka, dan melihat tata
cara ibadah mereka.
11
Thabary, Ishaq ibn Rahawaih, Rauh ibn Ubadah, Sa‟id ibn Manshur, Abu
Bakar ibn Abi Syaibah, Baqy ibn Makhlad. Adapun ulama-ulama tafsir
dirayah adalah sebagai berikut : Al-Allaf (226 H), Al-Jahidh, dan An-Nadham
(231 H). Yang terkenal dan yang tersebar dari tafsir abad ketiga yang sampai
ke tangan umat Islam sekarang ini dan berkembang luas yang menjadi
pegangan pokok bagi seluruh ahli tafsir ialah Tafsir Jami‟ al-Bayan susunan
Ibn Jarir at-Thabary.
Dari rangkaian uraian tentang sejarah ringkas tafsir Al – Qur’an sejak zaman
Nabi Muhammad saw. Hingga sekarang yang tersebar di berbagai negara
Islam atau negara yang berpenduduk Muslim termasuk di Indonesia,
terdapat jalinan kesinambungan (mata rantai) yang tidak pernah putus.
Kesinambungan mata rantai penafsiran Al – Qur’an ini semakin
memperkuat bukti keaslian kitab suci Al – Qur’an. Kecuali itu, rangkaian
penafsiran Al – Qur’an yang tidak pernah terputus ini seyogianya disadari
benar oleh para mufassir zaman sekarang bahwa dalam menafsirkan al –
Qur’an ini hendaknya kita merasa diawasi oleh Rasul Allah ( Muhammad
saw.) yang menjuluki para ulama sebagai pewaris para Nabi.
“ Sesungguhnya para ulama itu adalah para ahli waris para Nabi.” ( HR. Al –
Turmizi )
13
Muhammad Amin Suma. Opcit. Hal. 327
12
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari rangkaian uraian tentang sejarah tafsir al-Qur’an, dapat disimpulkan
bahwa penafsiran al-Qur’an telah ada sejak zaman Nabi Muhammad hingga
pada detik ini yang sudah tersebar ke berbagai negara Islam ataupun negara
yang berpenduduk Islam seperti Indonesia dengan berbagai inovasi dan corak
yang beragam, terdapat jalinan kesinambungan (mata rantai) yang tidak
pernah putus. Kesinambungan mata rantai penafsiran al-Qur’an ini semakin
memperkuat bukti keotentikan al-Qur’an. Seyogyanya rangkaian penafsiran
al-Qur’an ini disadari benar oleh para mufassir al-Qur’an zaman sekarang
bahwa dalam menafsirkan alQur’an ini hendaknya kita merasa diawasi oleh
Nabi Muhammad.
Perkembangan tafsir al-Qur’an pada abad ke-15 H = 21 M, kini semakin deras
dan mengalir ke dalam berbagai bahasa diseluruh dunia seiring dengan
perekembangan zaman para ilmuan muslim yang tersebar ke seluruh pelosok
dunia. Meskipun terkadang diwarnai dengan sedikit polemik penafsirannya
mengingat ada beberapa orang yang boleh jadi asal ikut-ikutan dalam
menafsirkan al-Qur’an yang jelas tafsir al-Qur’an kini telah merata keseluruh
penjuru dunia dan meliputi segala bahasa.
13
14